• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA ONLINE SHOPPING. (Studi Gaya Hidup Konsumen Online Shopping pada Mahasiswa di Kota Medan) SKRIPSI. Oleh: Lailan Khairina Ansyaf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FENOMENA ONLINE SHOPPING. (Studi Gaya Hidup Konsumen Online Shopping pada Mahasiswa di Kota Medan) SKRIPSI. Oleh: Lailan Khairina Ansyaf"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA ONLINE SHOPPING

(Studi Gaya Hidup Konsumen Online Shopping pada Mahasiswa di Kota Medan)

SKRIPSI

Oleh:

Lailan Khairina Ansyaf 140901064

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

FENOMENA ONLINE SHOPPING

Studi Gaya Hidup Konsumen Online Shopping pada Mahasiswa di Kota Medan

ABSTRAK

Fenomena menarik yang sedang terjadi di dalam masyarakat saat ini adalah belanja online. Fenomena belanja online ini juga dapat ditemukan di kalangan mahasiswa. Umumnya, mahasiswa melakukan belanja online bukan didasarkan pada kebutuhan semata, melainkan demi kesenangan dan gaya hidup sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros atau yang lebih dikenal dengan istilah perilaku konsumtif atau perilaku konsumerisme (Sari,2015). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan bagaimana gaya hidup mahasiswa di Kota Medan dalam berbelanja secara online. Masalah yang diteliti adalah bagaimana gaya hidup mahasiswa di Kota Medan dalam berbelanja secara online.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan didukung dengan data primer berupa wawancara. Jenis data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari hasil wawancara. Teknik analisis data dimulai dari pengumpulan informasi melalui wawancara dan pada tahap akhir dengan menarik kesimpulan.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal yaitu kemudahan akses internet, kemudahan untuk membeli yang dibutuhkan, kebutuhan, kepraktisan bagi informan serta faktor eksternal meliputi testimony, promo, dan kelompok referensi secara langsung mempengaruhi Gaya Hidup Konsumen Online Shopping pada Mahasiswa khususnya Mahasiswa di Kota Medan.

Kata Kunci : Gaya Hidup Mahasiswa, Faktor internal, dan Faktor eksternal.

(3)

THE PHENOMENON OF ONLINE SHOPPING

Study of Consumer Online Shopping Lifestyle on College Students in The Medan City

ABSTRACT

An interesting phenomenon that is happening in society today is online shopping. The phenomenon of online shopping can also be found among college students. Generally, college students do online shopping not based on mere needs, but for the sake of pleasure and lifestyle that cause someone becomes wasteful or better known as consumptive behavior or consumer behavior (Sari, 2015). The purpose of this study is to reveal how the lifestyle of college students in the city of Medan on shopping via online. The problem studied is how the lifestyle of the college students in the city of Medan on shopping via online. The research approach which is used is a type of research which is a descriptive study with a qualitative approach and is supported by primary data in the form of interviews.

The type of data which is used is primary data obtained from interviews. The data Analysis technique starts from gathering information through interviews and at the final stage by drawing conclusions. From the results of the study showed that internal factors namely ease of internet access, ease of buying needed, necessity, practicality for informants as well as external factors including testimonials, promos, and reference groups directly affect the Online Shopping Consumer Lifestyle for College Students, especially College Students in Medan City.

Keywords: The Lifestyle of College Student, Internal Factors, and External Factors.

(4)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Fenomena Online Shopping (Studi Gaya Hidup Konsumen Online Shopping pada Mahasiswa di Kota Medan”. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dari Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu peneliti sangat berharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun, sehingga peneliti dapat melakukan perbaikan untuk karya selanjutnya.

Penyusunan dan penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta doa dari banyak pihak khususnya kedua orang tua penulis Bapak (Alm.) H. Amin Nawar. S.Pd dan Hj. Ibu Syafilla, S.Pd. yang selalu bekerja keras merawat, mendidik, serta senantiasa menyayangi dan mendoakan penulis dengan sepenuh hati. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan memberikan kesehatan serta kebahagiaan untuk Mama dan Babah, kapanpun dan dimanapun kalian berada. Ucapan terima kasih dan salam hangat juga penulis berikan kepada abang penulis, Ihsan Putra Ansyaf, S.E dan Fadhil Aulia Ansyaf, S.Kom yang selalu membantu dan menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan salam rindu juga penulis berikan kepada Atok dan Nenek penulis (Alm.) H.

(5)

(Almh.) Hj. Rafeah. Skripsi ini penulis persembahkan untuk kalian semua.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, kritik, saran, dukungan semangat, doa, bantuan moril maupun material sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Harmona Daulay S.Sos M.Si, selaku Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

4. Bapak Drs. T. Ilham Saladin, M.SP, selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU dan juga Ketua Penguji penulis.

5. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang cukup sabar dalam membimbing dan menasihati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan selalu melimpahkan berkah dan kebahagiaan kepada Ibu dimanapun Ibu berada.

6. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

7. Seluruh dosen dan asisten dosen Program Studi Sosiologi, yang sudah berbagi ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan. Tidak lupa pula staf pegawai Program Studi Sosiologi, Bang Abel dan Kak Ernita yang sudah selalu sabar membantu penulis dalam mengurus perihal administrasi surat-menyurat.

8. Terima kasih kepada Adisti, S.T dan Karina Purnomo S.Km yang telah menjadi sahabat penulis sejak dulu yang sampai detik ini selalu menjadi tempat berbagi cerita, mendengarkan keluh kesah penulis, menghibur serta memberikan dukungan dan semangat kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih untuk teman-teman yang selalu menghibur dan membantu penulis yaitu M. Ikhwanul Ihsan, Sefryenni Asrina, Lasmaria Sihombing, Yanda Triana, Anggita Hidayah, Agus Sutiwi, Friska Aritonang yang sudah membantu penulis serta menjadi tempat tertawa dan tempat bercerita dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Terima kasih untuk teman-teman “Sosiologi 2014” yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, karena penulis merasa dekat dengan kalian semua, sehingga tidak memungkinkan untuk menyebutkan kalian satu per satu, tetapi apapun itu penulis sangat menyayangi kalian. Terima kasih untuk segala cerita dan pengalaman yang telah kita lalui bersama. Semoga jalinan pertemanan kita tidak pernah putus sampai kapanpun, dan dapat terus saling berkomunikasi.

11. Terima kasih untuk teman-teman tercinta penulis yaitu Ulvi Wildani, Aulia Putri Utami, Hanifa Ainun Milla yang merupakan teman penulis

(7)

sejak SD dan SMP yang senantiasa menyemangati penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Pihak-pihak yang telah memberikan doa dan semangat, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada kalian, semoga kebaikan kalian akan dibalas oleh Allah SWT.

Akhir kata penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan baik dari segi materi maupun penyajiannya.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Terima kasih.

Medan, Desember 2019

Penulis,

Lailan Khairina Ansyaf

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

ABSTRACT……… ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI………. vii

DAFTAR TABEL……….. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang………. 1

1.2. Rumusan Masalah……… 6

1.3. Tujuan Penelitian………. 6

1.4. Manfaat Penelitian………... 6

1.5. Definisi Konsep………... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Gaya Hidup……….. 9

2.2. Budaya Konsumen……… 14

2.3. Belanja Online……….. 22

2.4. Penelitian Terdahulu……….……… 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………..……… 29

3.2. Lokasi Penelitian………..…………. 29

3.3. Unit Analisis dan Informan………..……. 30

(9)

3.5. Interpretasi Data………..……….. 32

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi………. 33

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Medan………... 33

4.1.2. Kondisi Geografis dan Batas Wilayah………. 35

4.1.3. Komposisi Penduduk Kota Medan………. 37

4.1.4. Komposisi Sarana Pendidikan Kota Medan……… 38

4.2. Deskripsi Mahasiswa Kota Medan……… 38

4.3. Gaya Hidup Mahasiswa Kota Medan………... 40

4.4. Profil Informan……….. 43

4.5. Deskripsi Gaya Hidup Mahasiswa Konsumen Online Shopping…… 52

4.5.1. Gambaran Penggunaan Online Shopping yang Digunakan Oleh Informan……….. 52

a. Online Shop Transportasi. ………... 52

b. Online Shop Kebutuhan Makanan……… 53

c. Online Shop Kebutuhan Pakaian……….…. 54

d. Online Shop untuk Usaha………... 55

4.5.1.1. Online Shopping Untuk Transportasi……… 56

4.5.1.2. Online Shopping Untuk Makanan………. 61

4.5.1.3. Online Shopping Untuk Pakaian……… 62

4.5.1.4. Matriks Wawancara……… 64

4.5.2. Latar Belakang Informan Menggunakan Online Shopping… 66 4.5.2.1. Faktor Internal……… 67

(10)

b. Kemudahan untuk Membeli yang Dibutuhkan……. 69

c. Alasan Kepraktisan bagi Informan……… 80

d. Kesenangan……… 82

e. Banyak Pilihan……… 83

4.5.2.2. Faktor Eksternal………. 84

a. Faktor Testimoni………. 84

b. Faktor Promosi……… 86

c. Kelompok Referensi……… 88

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan……… 92

5.2. Saran……….. 95

DAFTAR PUSTAKA……… 96

LAMPIRAN……… 101

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2011-2016…36

Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Kota Medan………..37

Tabel 4.3. Profil Informan……….50

Tabel 4.4. Pandangan Informan terhadap Online Shopping……….64

Tabel 4.5. Jenis Barang/Jasa yang Dibeli serta Intensitasnya………65

Tabel 4.6. Analisis Faktor yang Memengaruhi Informan dalam Berbelanja Online………89

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena menarik yang sedang terjadi di dalam masyarakat saat ini adalah belanja online.Kegiatan belanja online ini dilatarbelakangi oleh kehadiran teknologi yang berkembang dengan pesat dalam kehidupan manusia, di antaranya teknologi di bidang komunikasi yaitu internet. Belanja online (online shopping) adalah salah satu bentuk perdagangan elektronik dimana proses penjualan dan pembelian barang ataupun jasa dilakukan secara eletronik menggunakan sarana internet dan gadget dimana antara penjual dan pembeli tidak bertemu atau melakukan kontak fisik. Belanja online sendiri pertama kali dilakukan di Inggris pada tahun 1979 oleh Michael Aldrich dari Redifon Computers.Barulah pada Maret 1981, sistem ini mulai diperkenalkan kepada masyarakat di seluruh dunia oleh Thomson Holidays. Di Indonesia sendiri, belanja online mulai popular pada tahun 2006 (Lathifah,2016).

Belanja online terdiri dari beberapa jenis, diantaranya ialah Business to Business (B2B) dan Business to Consumers (B2C).Business to Business adalah suatu kegiatan transaksi pembelian sebuah produk dari penjual ke penjual, Sedangkan Business to Consumers adalah kegiatan pembelian produk dari penjual ke pembeli tidak dijual kembali melainkan hanya sebagai konsumen. Salah satu kelebihan dari belanja onlineini adalah calon pembeli dapat melihat terlebih dahulu produk yang akan dibelinya melalui web yang ditawarkan oleh penjual. Kegiatan ini disebut dengan searching (Widiyanto, 2015).

(13)

Online shop merupakan sarana atau toko untuk menawarkan barang dan jasa lewat internet sehingga pengunjung online shop dapat melihat barang–barang di toko online berupa foto-foto, video dan sebagainya. Toko online tersedia selama 24 jam sehari, memiliki lebih banyak konsumen yang mengakses lewat internet kapan dan dimana pun, lebih banyak menghemat bahan bakar minyak kendaraan dan waktu. Toko online menjelaskan produk yang dijual dengan baik, melalui teks, foto dan file multimedia. Mereka juga menyediakan informasi produk, prosedur keselamatan, saran, dan cara penggunaannya, fasilitas untuk berkomentar, meranking itemnya, akses meninjau situs lain, fasilitas real-timeuntuk menjawab pertanyaan pelanggan, sehingga mempercepat mendapat kata sepakat pembelian dari berbagai vendor pemilik toko online (Loekamto,2012). Hadirnya online shop atau toko online ini memberikan kemudahan bagi masyarakat modern untuk memenuhi kebutuhannya secara praktis. Menurut Kotler, pembelian secara online ini nyaman, konsumen dapat memesan barang selama 24 jam sehari melalui online, pembelian online ini bersifat interaktif dan segera, yakni pembeli dapat berinteraksi dengan situs penjual untuk mencari informasi dan kemudahan melakukan pemesanan di tempat.

Pada kenyataannya, online shop sama halnya dengan pasar tradisional atau modern yang ada di dunia nyata. Perbedaannya hanyalah pada cara bertransaksi atau proses jual-belinya, yaitu dengan menggunakan jaringan internet dan gadget. Para pengguna jasa jual-beli online ini dapat dengan mudah melihat pilihan barang dan harga yang akan dibelinya.

Keunggulan pembelian secara online ini prosesnya dapat dengan mudah

(14)

dilakukan, cukup dengan membuka situs-situs online shop tersebut dengan sambungan jaringan internet maka barang yang ingin kita beli akan muncul.

Pada saat ini, online shop tidak hanya terdapat di situs-situs belanja, namun juga terdapat di media sosial.Tidak sedikit masyarakat kini yang menggunakan media sosial sebagai wadah berjualan online shop tersebut.

Fenomena belanja online ini juga dapat ditemukan di kalangan mahasiswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kompas menunjukkan pada tahun 2012 mahasiswa memiliki minat untuk berbelanja online dengan angka sebesar 19,9 persen. Umumnya mahasiswa melakukan belanja online bukan didasarkan pada kebutuhan semata, melainkan demi kesenangan dan gaya hidup sehingga menyebabkan seseorang menjadi boros atau yang lebih dikenal dengan istilah perilaku konsumtif atau perilaku konsumerisme (Sari,2015). Mahasiswi sebagai sasaran utama atau yang dijadikan sebagai objek karena sebagian pembeli online di Indonesia adalah wanita.Hal tersebut didukung dengan adanya data yang dirilis oleh Tokopedia pada tahun 2014.

Dari total 5,3 juta barang yang terjual di Tokopedia selama bulan Januari hingga Maret 2014, wanita mendominasi jumlah pembelian, jumlah penjualan, jumlah pengeluaran uang belanja, serta jumlah pemasukan di Tokopedia. 66,28 persen jumlah produk di atas dibeli oleh wanita. Sumber lain juga menjelaskan hal yang sama yaitu konsumen wanita pada toko online rata-rata membeli produk kecantikan dan kesehatan, pakaian, fashion dan aksesoris dan gadget. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tokopedia, menunjukkan bahwa wanita merupakan konsumen yang paling

(15)

banyak berbelanja di Tokopedia dengan presentase 66,28 persen, sedangkan jumlah pria hanya berjumlah 33,72 persen(Sari,2015).

Munculnya era budaya konsumen yang semakin berkembang sering kali hanya dilihat dari tingkat peningkatan faktor sosial-ekonomi masyarakat sehingga memiliki daya beli yang cukup tinggi. Selain dari sisi peningkatan pendapatan, yang sering kali dilihat dari kacamata ekonomistik, kebangkitan budaya konsumen dalam berbelanja sangatlah erat dilihat dari kacamata sosiologis, yang menempatkan definisi pembentukan identitas gaya hidup sebagai bagian untuk membedakan seseorang dengan orang lain. Proses ini terjadi pada sebuah tahapan perkembangan unsur-unsur masyarakat yang ada di perkotaan atau lebih dikenal dengan masyarakat urban (Pratomo,2013).

Terkait dengan gaya hidup konsumen dalam pembelian barang mewah, kebutuhan sosial menjadi salah satu kebutuhan penting saat ini.

Alasan emosional lebih diutamakan dibanding alasan rasional dalam memenuhi kebutuhan sosial pada segmentasi gaya hidup menengah ke atas.

Hal ini karena konsumen mengasumsikan bahwa dengan adanya pembayaran lebih diharapkan secara fungsi sudah terpenuhi, sehingga manfaat emosional dan manfaat gaya hiduplah yang lebih diutamakan. Konsumen pada segmentasi tersebut lebih menginginkan produk yang dapat sesuai dengan beberapa alasan emosional seperti self-esteem (harga diri), status, penghargaan (Annisa,2014). Menurut Sandage dan Rotzoll (Gumulya,2013) citra diri atau kesan konsumen terhadap berbagai merek juga turut menentukan loyalitas merek. Citra diri merupakan simbol bagi pembeli dan pengguna merek tertentu yang telah tertanam dalam pikiran dan perasaan

(16)

konsumen, hal inilah yang disebut brand image.Untuk sebagian konsumen, merek dari suatu barang merupakan sesuatu yang dapat meningkatkan harga dirinya, dengan mengunakan barang dengan merek tertentu, mereka merasa lebih percaya diri dan dengan menggunakan barang-barang bermerek, citra diri mereka menjadi lebih baik.Merek-merek memiliki peran simbolis, dapat membantu individu mendefinisikan dan meningkatkan konsep dirinya. Oleh sebab itu, perilaku dari individu akan dimotivasikan ke arah peningkatan konsep diri melalui merek yang telah memiliki arti simbolis tersebut.

Meningkatnya pendapatan masyarakat turut membuat konsumen bersedia membayar lebih untuk mendapatkan produk dan jasa yang sesuai dengan gaya hidup (lifestyle) mereka. Konsumen seringkali melakukan kegiatan konsumsi yang secara sosial membentuk kelompok-kelompok yang menonjolkan kesamaan gaya hidup (lifestyle segmentation). Lifestyle segmentation adalah segmentasi ditinjau dari bagaimana konsumen berfikir, berinteraksi, menjalani hidup, yang ternyata dapat mempengaruhi perilaku pembelian (Annisa,2014).

Consumer lifestyle adalah pola perilaku yang merefleksikan bagaimana seseorang ataupun keluarga memilih untuk menghabiskan waktu dan uang mereka. Manfaat emosional dan gaya hidup lebih diutamakan daripada manfaat fungsional untuk konsumen menengah ke atas. Kegiatan konsumsi pada segmentasi gaya hidup menengah keatas seringkali menghadirkan unsur kesenangan dalam prosesnya. Konsumen tidak lagi bersedia untuk mengantri dengan situasi yang tidak nyaman demi mendapatkan barang dengan harga murah. Pada segmentasi tersebut

(17)

konsumen ingin menikmati proses membeli dan mengonsumsi suatu barang atau jasa (Annisa,2014). Hal inilah yang sedang terjadi saat ini dimana konsumen lebih memilih belanja online sebagai cara untuk mengonsumsi barang dan jasa yang mana kemudian menjadi sebuah gaya hidup.

Gaya hidup merupakan pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya, dalam arti bahwa secara umum gaya hidup seseorang dapat dilihat dari aktivitas rutin yang dia lakukan, apa yang mereka pikirkan terhadap segala hal di sekitarnya dan seberapa jauh dia peduli dengan hal itu dan juga apa yang dia pikirkan tentang dirinya sendiri dan juga dunia luar. Berdasarkan fenomena tersebut diatas, peneliti tertarik untuk meneliti gaya hidup konsumen online shopping pada Mahasiswa di Kota Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dikemukakan yang menjadi rumusan masalah pada penelitian adalah bagaimana gaya hidup mahasiswa di Kota Medan dalam berbelanja secara online?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana gaya hidup mahasiswa di Kota Medan dalam berbelanja secara online.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan dampak dari tercapainya tujuan penelitian. Manfaat penelitian dapat dilihat dari dua sisi yaitu:

(18)

1.4.1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan memperkaya wawasan mengenaigaya hidup mahasiswa di Kota Medan dalam berbelanja secara online.

1.4.2. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau rujukan bagi mahasiswa Sosiologi dan kaum akademisi lainnya dalam melakukan penelitian serupa selanjutnya.

1.5.Definisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah ekspresi suatu abstraksi yang terbentuk melalui generalisasi dari pengamatan terhadap fenomena-fenomena (Suprapto,2017:49).

1.5.1. Online Shopping

Online Shopping adalah suatu proses pembelian barang atau jasa dari mereka yang menjual barang atau jasa melalui internet dan gadget dimana antara penjual dan pembeli tidak pernah bertemu atau melakukan kontak secara fisik. Barang yang diperjualbelikan ditawarkan melalui display dengan gambar yang ada di suatu website atau toko maya (online shop). Setelahnya, pembeli dapat memilih barang yang diinginkan, kemudian melakukan pembayaran kepada penjual melalui rekening bank yang bersangkutan. Setelah proses pembayaran diterima, kewajiban penjual adalah mengirim barang pesanan pembeli ke alamat tujuan.

(19)

1.5.2. Gaya Hidup

Gaya hidup yang digunakan dalam penelitian ini dikemukakan oleh Kotler (Paradamas,2013) yang menjelaskan gaya hidup sebagai pola hidup seseorang di duania yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. dalam arti bahwa secara umum gaya hidup seseorang dapat dilihat dari aktivitas rutin yang dia lakukan, apa yang mereka pikirkan terhadap segala hal di sekitarnya dan seberapa jauh dia peduli dengan hal itu dan juga apa yang dia pikirkan tentang dirinya sendiri dan juga dunia luar. Gaya hidup juga menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

1.5.3. Mahasiswa konsumen online shop

Mahasiswa adalah panggilan bagi mereka yang sedang menuntut ilmu di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Fachry Ali (Sair,2016) mengartikan mahasiswa sebagai dunia anak muda terpelajar yang berkesempatan menikmati pendidikan di perguruan tinggi ataupun akademi. Sebagai dunia anak muda, mahasiswa memiliki etos tersendiri serta pola-pola hubungan yang khas.

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Gaya Hidup

Gaya hidup menurut Kotler (Susanto,2013) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya, dalam arti bahwa secara umum gaya hidup seseorang dapat dilihat dari aktivitas rutin yang dia lakukan, apa yang mereka pikirkan terhadap segala hal disekitarnya dan seberapa jauh dia peduli dengan hal itu dan juga apa yang dia pikirkan tentang dirinya sendiri dan juga dunia luar. Setiap orang memiliki gaya hidup yang berbeda, kemudian gaya hidup ini akan mempengaruhi budaya konsumsi dan juga barang-barang yang biasa mereka konsumsi.

Sependapat dengan Suwarman (2011 : 57)yang menjelaskan bahwa gaya hidup sebagai kegiatan, minat dan opini dari seseorang (activities, interest, and Opinion). Ini berarti gaya hidup merupakan cara individu untuk menghabiskan waktu mereka, melakukan apa yang mereka anggap penting atau menarik, dan melakukan apa yang mereka pikirkan tentang dunianya yang berbeda dari orang lain. Dengan demikian dapat dikatakan gaya hidup seseorang bisa dkatakan tidak permanen.Seseorang mungkin dengan cepat mengganti model dan merek pakaian karena menyesuaikan dengan perubahan hidup.

2.1.1. Faktor-Faktor Pembentuk Life Style (Gaya Hidup)

Menurut pendapat Amstrong (Susanto,2013) gaya hidup seseorang dapt diidentifikasi dari perilaku orang tersebut seperti kegiatan-kegiatan dalam pengambilan keputusan, cara mendapatkan

(21)

dan mempergunakan sesuatu barang atau jasa. Lebih lanjut Amstrong (Susanto,2013) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada dua faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal yaitu sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi dengan penjelasannya sebagai berikut :

a. Sikap

Sikap bisa dipahami sebagai cara seseorang dalam memberikan tanggapan terhadap suati hal sesuai dengan keadaan jiwa dan pikirannya yang dipengaruhi oleh pengalaman dan mempengaruhi secara langsung terhadap perilaku orang tersebut. Sikap bisa jadi dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

b. Pengalaman dan Pengamatan

Pengalaman seseorang dapat mempengaruhi cara seseorang dalam mengamati sesuatu sehingga akhirnya dapat membentuk pandangan pribadi mereka terhadap suatu hal, pengalaman ini didapatkan dari semua tindakannya di masa lalu. Pengalaman didapat dari belajar dan juga dapat disalurkan ke orang lain dengan cara mengajarkannya. Hal ini mempengaruhi gaya hidup seseorang, pengamatan atas pengalaman orang lain juga dapat mempengaruhi opini seseorang sehingga pada akhirnya membentuk gaya hidup.

(22)

c. Kepribadian

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain.

Kepribadian berubah dari waktu ke waktu, sehingga hal itu sangat penting untuk diamati karena mempengaruhi buying behavior dari seorang konsumen. Sebenarnya, kepribadian bukanlah mengenai apa yang kita pakai di tubuh fisik kita, melainkan adalah totalitas perilaku dari seseorang di setiap situasi yang berbeda. Kepribadian meliputi beberapa karakteristik khusus seperti dominasi, keagresifan, rasa percaya diri dan sebagainya yang berguna untuk menentukan perilaku konsumen untuk produk tertentu.

d. Konsep diri

Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri.

Konsep diri amat berhubungan dengan image merek, cara seseorang memandang dirinya sendiri akan menentukan minat seseorang terhadap suatu objek termasuk juga suatu produk. Konsep diri adalah inti dari pola kepribadian yang akan mempengaruhi cara seseorang dalam mengatasi permasalahan dalam hidupnya, konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku.

e. Motif

Perilaku individu terbentuk karena adanya motif kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fisik, merasa aman, merasa dihargai dan lain sebagainya, pengelompokan kebutuhan manusia telah dibuat teori oleh beberapa orang, salah satunya teori kebutuhan Maslow (Susanto,2013).

Jika motif seseorang cenderung untuk memenuhi kebutuhan

(23)

akanprestise yang besar, maka akan ada kecenderungan orang tersebut memiliki gaya hidup hedonis sehingga bisa menjadi target pasar yang tepat untuk barang-barang mewah.

f. Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu pemahaman dan gambaran mengenai sesuatu. Persepsi dapat mempengaruhi seseorang untuk memilih suatu produk sebagai contoh adalah green product, setelah adanya informasi yang disosialisasikan secara global mengenai isu global warming, terbentuk interprestasi seseorang terhadap isi sosialisasi tersebut dan terbentuk pemahaman mengenai pentingnya mengkonsumsi produk yang dapat mengurangi dampak global warming, mereka adalah target pasar yang pas untuk green product.

Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. Faktor-faktor ini sangat juga mempengaruhi pembentukan gaya hidup. Faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (Susanto,2013) sebagai berikut:

a. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah kelompok orang-orang yang dianggap mampu dan memiliki pengetahuan untuk memberikan pengaruh terhadap pembentukan sikap dan perilaku seseorang, pengaruh yang diberikan bisa bersifat langsung dan tidak langsung, masukan dari kelompok referensi bisa mempengaruhi persepsi seseorang terhadap

(24)

suatu produk sehingga akhirnya membentuk gaya hidupnya.Kelompok referensi bisa meliputi orang-orang yang dihormati oleh masyarakat luas karena silsilah, pengetahuan, reputasi dan lain sebagainya.

b. Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Oleh karena itu, masukan dari keluarga berupa nasihat dan cerita mengenai pengalaman akan mempengaruhi gaya hidup seseorang, budaya salah satu anggota keluarga dapat menjadi kebiasaan bagi anggota keluarga lainnya yang mengamati setiap harinya, tidak heran jika ada saudara yang memiliki gaya hidup yang sama dengan kita.

c. Kelas Sosial

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutanjenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Kelas sosial biasanya dibuat karena adanya kebutuhan akan prestise dan berhubungan dengan kemampuan ekonomi atau diatur oleh budaya, setiap kelas cenderung memiliki gaya hidup yang khas dibandingkan kelas sosial lainnya.

Kelas sosial bisa diklasifikasikan sebagai kelas bawah, menengah, atas dan sebagainya.

(25)

d. Kebudayaan

Kebudayaan bisa meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang membentuk gayahidup seseorang dan akhirnya membuat pemasar mudah untuk mengidentifikasi apakah kelompok konsumen dengan kebudayaan tersebut cocok dengan produknya atau tidak. Orang-orang di seluruh dunia menyadari akan budaya merayakan malam tahun baru dengan mensuarakan terompet di setiap malam tahun baru. Hal ini menjadikan pemasar untuk menemukan peluang dalam memproduksi terompet secara masal di setiap menjelang malam tahun baru.

2.2. Budaya Konsumen

Konsumsi sudah ada sejak seseorang berusaha memenuhi kebutuhannya. Seseorang atau konsumen membeli barang atau jasa konsumsi, pada hakikatnya, adalah membeli fungsi barang atau jasa tersebut.

Fungsi hakiki dari barang-barang dan jasa yang dikonsumsi sehari-hari tak lain adalah fungsi kegunaan (utility). Tetapi, seperti yang ditunjukkan dalam banyak kasus, masyarakat saat ini semakin terpikat membeli barang atau jasa tertentu bukan lagi karena kegunaan fungsionalnya yang utama, tetapi untuk fungsi-fungsi lain yang bukan utama. Membeli barang-barang yang dianggap mewah dan belum dimiliki oleh orang lain, harta melimpah, jabatan tinggi digunakan sebagai cara untuk mengukur keberhasilan dalam hidupnya.

Ukuran seperti ini akan berpengaruh pada cara orang untuk mencapai dan menunjukkan keberhasilannya, dan disadari maupun tidak perilaku seperti ini telah menjerumuskan seseorang dalam budaya konsumerisme.

(26)

Menurut Scholte (Wening,2015), konsumerisme merupakan perilaku manusia memperoleh dengan cepat (dan juga biasanya dengan cepat membuang) berbagai ragam barang yang disediakan untuk pengguna dengan segera tetapi kepuasannya berlangsung sebentar saja, contohnya, entertainment, fantasi, fesyen dan foya-foya (pleasure). Sedangkan surplus akumulasi yang didapat dalam konteks konsumsi hedonistik tersebut disebut consumer capital. Konsumsi dalam budaya konsumerisme tidak lagi hanya memenuhi kebutuhan, tetapi telah menjadi gaya hidup global. Perilaku seperti ini telah menyebabkan, dalam istilah Jean Baudrillard, ekstasi, yaitu kondisi mental dan spiritual di dalam diri setiap orang yang berpusar secara spiral, sampai pada satu titik ia kehilangan setiap makna, dan memancar sebagai sebuah pribadi yang hampa.

Hal tersebut menjadikan manusia menjadi pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan tersebut tidak dapat atau susah untuk dihilangkan.

Sifat konsumtif yang ditimbulkan akan menjadi penyakit jiwa yang tanpa sadar menjangkit manusia dalam kehidupannya. Konsumerisme (konsumtivisme) dipandang sebagai pola pikir dan tindakan orang yang membeli barang bukan karena membutuhkan sesuatu barang, melainkan karena mencari kepuasan dari tindakan membeli itu sendiri.Orang yang memiliki jiwa konsumerisme disebut sebagai orang yang konsumeris. Ketika dianut oleh banyak orang, perilaku konsumeris akan menjadi hal yang biasa dan umum dalam masyarakat. Lambat laun, perilaku ini menjadi kebiasaan yang sulit untuk diubah dan dihilangkan. Maka, perilaku konsumeris yang

(27)

sudah menjadi kebiasaan di masyarakat akan dapat menimbulkan budaya konsumerisme.

Konsumerisme (Rohman,2016) merupakan suatu paham dimana seorang atau kelompok melakukan dan menjalankan proses pemakaian barang hasil produksi secara berlebihan, tidak sadar, dan berkelanjutan. Jika mereka menjadikan hal konsumtif tersebut sebagai gaya hidup, sudah dipastikan mereka menganut konsumerisme, karena gaya hidup merupakan pola hidup yang menentukan cara seorang memilih untuk menggunakan waktu, uang, dan energi serta merefleksikan nilai, rasa, dan kesukaan. Gaya hidup adalah cara seorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya, yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.

Dalam masyarakat postmodern, terdapat perubahan yang mendasar tentang bagaimana suatu objek diproduksi dengan rekayasa tertentu dan bagaimana ia dikonsumsi. Baudrillard (Mariani,2016) menyatakan dalam masyarakat kapitalisme global, yang disebut juga masyarakat konsumer, setidaknya terdapat tiga bentuk ‘kekuasaan’ yang beroperasi di belakangnya yaitu: kekuasaan kapital, kekuasaan produser dan kekuasaan media massa.

Dari sudut pandang linguistik, konsumsi dapat dipandang sebagai proses dimana konsumer menggunakan atau mendekonstruksi tanda yang terkandung dalam objek (media massa) dalam rangka menandai relasi-relasi sosial. Dalam hal ini, objek dapat menetukan status, prestise dan simbol sosial tertentu bagi pemakainya.Objek membentuk perbedaan-perbedaan

(28)

pada tingkat semiotik atau penandaan. Di pihak lain, konsumsi dapat pula dipandang sebagai satu fenomena bawah sadar (unconscious) yang dengan demikian masuk ke kawasan psikoanalisis. Dalam pengertian psikoanalisis, konsumsi dapat dipandang sebagai satu proses ‘reproduksi hasrat’ (desire) dan reprodukasi pengalaman bawah sadar yang bersifat primordial.

Menurut Baudrillard (Mariani,2016), dalam masyarakat postmodern, orang tidak merdeka menciptakan objek-objek, namun justru dikontrol oleh objek-objek itu dalam tindakan konsumsi.“Kita tidak lagi mengontrol objek tetapi dikontrol olehnya, kita hidup sesuai iramanya, sesuai dengan siklus perputarannya yang tidak putus-putusnya”.Kita tidak menguasai simbol, status, prestise lewat objek-objek konsumsi, kita justru terperangkap di dalam sistemnya. Kita sebenarnya tidak aktif dalam tindakan penciptaan dan tindakan kreatif, kita lebih tepat dianggap sebagai ‘mayoritas yang diam’

yang menempatkan diri dalam relasi subjek-objek bukan sebagai pencipta namun layaknya jaring laba-laba yang menjaring dan mengonsumsi apapun yang ada dihadapan mereka. Baudrillard menganggap bahwa arus percepatan produksi dan konsumsi menjadikan tidak ada nilai-nilai yang mampu mengendap karena mereka lalu lalang, sambil lalu begitu saja. Peter York (Mariani,2016) menyatakan bahwa dalam masyarakat konsumer objek-objek dan model konsumsi bersifat skizofrenik. Terlalu banyak tanda, terlalu banyak gaya, lakon dan terlalu banyak pilihan namun sebagian besar justru tidak membekaskan apa-apa.

Dalam Consumer Society, Baudrillard (Gaffar,2012) menganalogikan konsumsi pada masyarakat masa kini dengan bahasa dan sistem tanda dalam

(29)

masyarakat primitif. Manusia sepanjang masa membutuhkan suatu simbol untuk dipuja dan disembah.Jika dahulu ada pohon dan patung, masyarakat masa kini pun punya kultus-kultus sendiri terhadap kemasan benda-benda, citra, televisi, serta konsep kemajuan dan pertumbuhan.Masyarakat berusaha mengafirmasi, meneguhkan identitas dan perbedaannya, serta mengalami kenikmatan melalui tindakan membeli dan mengonsumsi sistem tanda bersama.

Selanjutnya, Baudrillard (Gaffar,2012) beragumen bahwa sekarang kita tinggal dalam masyarakat yang tidak lagi berdasarkan pada pertukaran barang material dengan nilai guna, melainkan lebih kepada komoditas sebagai tanda simbol yang pembentukannya bersifat sewenang-wenang.

Baudrillard juga menunjukkan peranan para perencana dan ahli komputer dalam menyimulasi pembuatan dunia tempat kita hidup sekarang dan bagaimana iklan dengan sedemikian rupa menunjukkan apa saja yang akan kita konsumsi. Ia juga meratapi kematian “yang sosial (ikatan asli dan asli antar-insan manusia yang terkait erat dengan tindakan rasional). Internet, televisi, dan beberapa produk teknologi lainnya mensimulasikan segala hal yang mencakup semuanya (kebahagiaan, hiburan, dan kesenangan), Baudrillard menyebut hal ini dengan hiperrealitas, dimana kita dijejali dengan citra dan informasi.Ini adalah pembedaan yang nyata dan yang tidak nyata, yang privat dengan yang tidak privat, seni dan realitas sebenarnya telah runtuh, atau telah terhisap ke dalam ‘lubang hitam’.Kematian sosial, hilangnya interaksi secara langsung merupakan realitas yang kita alami sekarang, semua serba teknologi, semua serba interaksi melalui fasilitas

(30)

teknologi, sehingga arti sosial yang disebut Baudrillard telah mati dan hilang dalam kehidupan sosial kita.Dengan dukungan teknologi yang semakin canggih, yang dapat bekerja dengan cara yang semakin cepat dan menghasilkan produk yang semakin beraneka, industri kapitalis berhasil membangun citra keberlimpahan yang disertai dengan rasa kekurangan dan ketidakpuasan yang terus-menerus sebagaimana yang antara lain dikemukakan Baudrillard (Faruk,2013). Dalam keadaan yang demikian, aktivitas konsumsi menjadi aktivitas perburuan kenikmatan sesaat yang di dalamnya berlaku hukum kebosanan yang cepat untuk memburu objek-objek kepuasan yang baru.

Perkembangan konsumsi tidak terlepas dari pengaruh iklan. Dari bentuk yang paling sederhana dalam bentuk brosur sampai bentuk yang paling cangggih yaitu iklan melalui televisi yang menggunakan banyak komponen, mulai artis dan peralatan-peralatan canggih yang tentu berbiaya mahal jika dibandingkan dengan cara pemasaran melalui brosur dan jenis- jenis lainnya. Iklan menciptakan realitas yang semu bahkan melampaui realitas nyata dalam sebuah produk untuk menarik para pembeli produk- produk tertentu.Ada beberapa hal yang dapat dilihat dari budaya konsumsi dan iklan sebagai salah satu faktor terciptanya budaya konsumsi (Gaffar,2012):

1. Konsumsi tidak lagi melulu persoalan penggunaan barang berdasarkan nilai guna atau manfaat, melainkan konsumsi sudah memilki budaya tersendiri. Konsumsi sudah menyentuh hal-hal yang dulunya tidak

(31)

berkaitan dengan konsumsi, misalnya gaya hidup, identitas, dan telah merubah pemahaman masyarakat tentang konsumsi.

2. Melalui iklan, konsumsi sudah menyentuh sisi lain dari kehidupan sehari- hari masyarakat, misalnya fantasi, dunia khayal dan lain-lain.

3. Dengan iklan, produk-produk mudah dipasarkan dengan efisien serta mampu membujuk atau memanipulasi masyarakat untuk mengkonsumsi produk tersebut dengan berbagai macam cara yang tercermin dalam iklan- iklan tersebut.

4. Iklan menciptakan yang jauh menjadi dekat dan menciptakan masyarakat yang tidak mengetahui menjadi mengetahui. Dan fungsi iklan dalam hal ini tidak lain yaitu untuk mempengaruhi masyarakat untuk mengonsumsi dan terus mengonsumsi.

5. Iklan juga sebagai media informasi bagi masyarakat untuk memilih barang yang akan dikonsumsi, dengan iklan masyarakat mengetahui informasi tentang produk yang layak dikonsumsi, iklan juga memberi pengetahuan serta edukasi bagi masyarakat tentang berbagai jenis produk, cara penggunaannya, manfaat, bahkan juga kekurangan barang tersebut.

Bagi Baudrilrad (Gaffar,2012), kebudayaan konsumsi disebut patologis. Patologis adalah seperti penyakit individu masa kini, yang merasa begitu cukup hingga butuh kekosongan, yang merasa begitu kekurangan hingga butuh konsumsi yang berlebihan dan yang ingin terus mengonsumsi namun tidak sanggup hingga butuh memuntahkan kembali.Potret konsumerisme ini dapat dilihat diberbagai tempat dengan segala bentuknya.Hal ini digambarkan Baudrillard sebagai fenomena drugstore,

(32)

dimana semua tersedia, sembako, makanan, hiburan, salon kecantikan, hingga sarana olah raga dan pentas kesenian. Semua kemudahan ditawarkan di dalamnya menjadi tanah subur bagi gaya konsumerisme.

Baudrillard juga menegaskan kemustahilan proses sublasi nilai-nilai dalam masyarakat konsumer. Seperti dikutip Yasraf Amir Piliang (Munfarida,2012), Baudrillard menyatakan: “…apapun yang mengalir melalui mereka (konsumen), apa pun yang menarik mereka bagai magnet, akan tetapi mengalir melalui mereka tanpa meninggalkan bekas apa-apa”.

Tanpa proses sublasi, maka apa yang dicari dalam konsumsi bukan makna- makna ideologisnya, melainkan kegairahan dan ekstasi dalam pergantian objek-objek konsumsi. Logika konsumsi tidak lagi berpijak pada nilai utilitas, tapi logika hasrat yang selamanya tidak akan pernah terpenuhi.

Istilah budaya konsumen memunculkan beragam pendapat dari para intelektual terkait dengan bagaimana relasi antara proses ekonomi dan budaya yang tersirat dalam istilah budaya konsumen tersebut. Menurut Mike Featherstone (Munfarida,2012), penggunaan istilah budaya konsumen mengasumsikan bahwa dunia benda dan prinsip-prinsip strukturasinya merupakan hal yang signifikan dalam memahami masyarakat kontemporer.

Kajian tentang persoalan ini melibatkan dua hal penting, yakni pertama, pada dimensi budaya ekonomi, simbolisasi serta pemakaian benda-benda material;

dan kedua, pada ekonomi benda-benda budaya, prinsip-prinsip pasar yaitu penyediaan, permintaaan, penumpukan budaya, persaingan, serta monopolisasi yang beroperasi dalam gaya hidup, benda-benda dan komoditas budaya.

(33)

Budaya konsumen menemukan modus eksistensialnya, berlawanan dengan pernyataan Rene Descartes (Munfarida,2012) yang mendefinisikan modus eksistensi manusia dengan “cogito ergo sum” (saya berfikir, maka saya ada), dalam semboyan “saya mengonsumsi, maka saya ada”. Ini menunjukkan bahwa konsumsi dianggap sebagai hal yang sangat eksistensial yang menunjuk pada raison d’etre(alasan sebuah keberadaan) manusia itu sendiri. Identitas seseorang hanya diperoleh ketika ia mengonsumsi. Tradisi la sape dalam masyarakat Kongo, sebagaimana dijelaskan oleh Friedman (Munfarida,2012), menunjukkan bagaimana konsumsi menentukan rangking sosial seorang individu. Jika dalam masyarakat lain, penampilan bisa dimanipulasi sehingga hanya merupakan permukaan atau tampilan luar dari individu, di masyarakat Kongo penampilan dan eksistensi bersifat identik.

Oleh karena itu, orang Kongo bisa mengidentifikasi rangking dan status sosial seseorang dari penampilannya, meskipun dalam situasi keramaian.Ini menegaskan bahwa konsumsi telah melampaui karakter utilitarian and nilai komersialnya.Signifikansinya ini terletak pada kemampuan komoditas untuk mengomunikasikan makna kultural.Hal ini membuat diferensiasi sosial secara konstan terjaga melalui praktik konsumsi dimana sifat simbolik dari benda material dimanfaatkan untuk menandai status sosial.

2.3. Belanja Online (Onine Shopping)

Belanja online (online shopping) adalah proses dimana konsumen secara langsung membeli barang-barang, jasa dan lain-lain dari seorang penjual secara interaktif dan real-time tanpa suatu media perantara melalui Internet (Mujiyana & Elissa, 2013). Online shopping atau belanja online via

(34)

internet, adalah suatu proses pembelian barang atau jasa dari mereka yang menjual melalui internet, atau layanan jual-beli secara online tanpa harus bertatap muka dengan penjual atau pihak pembeli secara langsung (Sari, 2015). Jadi, belanja online adalah proses jual-beli barang, jasa dan lain-lain yang dilakukan secara online tanpa bertemu dahulu antara penjual dan pembeli.

Toko virtual ini mengubah paradigma proses membeli produk atau jasa dibatasi oleh toko atau mall. Proses tanpa batasan ini dinamakan belanja onlineBusiness-toConsumer (B2C). Ketika pebisnis membeli dari pebisnis yang lain dinamakan belanja online Business-to-Business (B2B). Keduanya adalah bentuk e-commerce (electronic commerce).

Seiring dengan terjadinya perubahan perekonomian dan globalisasi, membuat perubahan dalam perilaku berbelanja pada masyarakat. Perilaku yang berubah dalam hal berbelanja pada masyarakat merupakan konsekuensi logis dari tuntutan kehidupan yang dipicu dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Pada awalnya penjualan barang dilakukan secara konvensional (offline), yaitu antara penjual dan pembeli bertemu secara langsung untuk melakukan transaksi jual beli.Seiring dengan kemajuan teknologi internet penjualan bisa dilakukan secara online (Sari, 2015). Sejak kehadiran internet, para pedagang telah berusaha membuat online shop dan menjual produk kepada mereka yang sering menjelajahi dunia maya melalui berbagai macam media sosial, blog, bahkan web.Online shop adalah salah satu fasilitas yang disajikan internet yang memberikan berbagai kemudahan. Kemudahan yang disajikan dalam berbelanja yaitu

(35)

efisiensi waktu, tanpa harus bertatap muka dengan penjual kita bisa membeli barang yang diinginkan,tanpa harus menuju toko tersebut dimana masyarakat akan mengalami kesulitan berupa kemacatan sehingga waktu dan uang akan habis hanya di perjalanan, barang yang dibeli akan sampai di rumah selagi kita bersama keluarga atau saat sedang bekerja, ditambah harga yang tertera di online shop pun beragam sehingga masyarakat bisa memilah mana harga yang lebih terjangkau, bahkan ada banyak online shop yang memberikan potongan harga yang akan semakin memanjakan masyarakat dalam berbelanja secara online.

Toko online tersedia selama 24 jam sehari, yang membuat lebih banyak konsumen yang mengakses lewat internet kapan dan di mana pun.

Toko online menjelaskan produk yang dijual dengan baik, melalui teks, foto dan file multimedia. Mereka juga menyediakan informasi produk, prosedur keselamatan, saran, dan cara penggunaannya, fasilitas untuk berkomentar, memberi nilai pada barangnya, akses meninjau situs lain, fasilitas real-time menjawab pertanyaan pelanggan, sehingga mempercepat mendapat kata sepakat pembelian dari berbagai vendor pemilik toko online.

Kelebihan toko online dibandingkan toko konvensional adalah (Wicaksono) dalam jurnal (Sari, 2015):

1. Modal untuk membuka toko online relatif kecil.

2. Tingginya biaya operasional sebuah toko konvensional.

3. Toko online buka 24 jam dan dapat diakses dimana saja.

4. Konsumen dapat mencari dan melihat katalog produk dengan lebih cepat.

5. Konsumen dapat mengakses beberapa toko online dalam waktu bersamaan.

(36)

Keuntungan toko online bagi pembeli adalah sebagai berikut (Juju &

Maya, 2010) dalam jurnal (Sari, 2015):

1) Menghemat biaya, apalagi jika barang yang ingin dibeli hanya ada di luar kota.

2) Barang bisa langsung diantar ke rumah.

3) Pembayaran dilakukan secara transfer, maka transaksi pembayaran akan lebih aman.

4) Harga lebih bersaing.

Perubahan cara belanja dengan menggunakan online shop sedikit banyak menggeser nilai sosial yang semula bertransaksi di pasar konvensional.

Pada pasar konvensional terdapat pengunjung, pembeli, pelanggan, penjual dan aktor-aktor pasar lainnya.Pengunjung ialah mereka yang datang ke lokasi pasar tanpa mempunyai tujuan untuk melakukan pembelian suatu barang atau jasa.Pembeli adalah mereka yang datang ke lokasi pasar dengan maksud membeli barang atau jasa tetapi tidak atau belum tahu dimana membelinya.

Sedangkan pelanggan adalah mereka yang datang ke lokasi pasar dengan tujuan untuk melakukan pembelian dan sudah tahu kemana dia akan membelinya. Seseorang yang menjadi pembeli tetap dari seorang penjual tidak terjadi secara kebetulan, tetapi melalui proses interaksi sosial. Dalam proses transaksi antara penjual dan pembeli secara sengaja atau tidak, penjual memperlakukan pembeli tidak hanya sebagai seseorang yang memberikan keuntungan materi kepadanya tetapi juga sebagai orang yang perlu diberi perhatian, misalnya dengan menanyakan sekolah anak, masalah pekerjaan dan sebagainya. Hubungan sosial yang intim antara penjual dan pelanggan tidak hanya muncul di pasar biasa tetapi juga di pasar khusus seperti pemilik rumah mode atau butik.Tawar-menawar antara penjual dan pelanggan dapat dikatakan jarang terjadi, sekalipun terjadi maka harga yang diberikan penjual kepada pelanggannya adalah harga yang keuntungannya mendekati batas margin.Hubungan sosial intim ini merupakan sarana bagi orang yang membeli untuk memperoleh potongan harga dan mempertahankan serta memperluas pelanggan tetap bagi orang yang menawarkan barang atau jasa. Hal-hal seperti

(37)

ini dapat terjadi di pasar konvensional dimana terjadinya pembelian secara langsung-tatap muka- antara penjual dan pembeli, namun belum tentu dapat dilakukan atau terjadi saat melakukan pembelian secara online di dunia maya.

2.4. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan oleh Eva Melita Fitria (2015) yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 3 Nomor 1 dengan judul “Dampak Online Shop di Instagram dalam Perubahan Gaya Hidup Konsumtif Perempuan Shopaholic di Samarinda”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Data-data yang disajikan menggunakan data primer dan data skunder melalui wawancara mendalam, observasi lapangan, referensi yang berkaitan dengan penelitian ini dan data internet.

Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada model analisis interaktif Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. Hasil dari penelitian ini bahwa dapat disimpulkan, perempuan shopaholic di Samarinda yang telah aktif menggunakan Instagram menjadi semakin konsumtif dalam hal berbelanja online untuk memenuhi kebutuhan yang didasari karena keinginan untuk menjaga penampilan sebagai wujud identitas diri.

2. Penelitian ini dilakukan oleh Regina C. M. Chita, Lydia David, dan Cicilia Pali (2015) yang dipublikasikan dalam Jurnal e-Biomedik Volume 3 Nomor 1 dengan judul “Hubungan antara Self-control dengan Perilaku Konsumtif Online Shopping Produk Fashion pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2011”. Penelitian ini

(38)

bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu consecutive sampling. Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2011 dengan jumlah 174 responden. Pengambilan data dengan menggunakan kuesioner self-control dan perilaku konsumtif online shopping produk fashion. Teknik analisa data dengan menggunakan uji korelasi Sperman Rank dengan galat pendugaan α=0,05. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara dukungan self-control dengan perilaku konsumtif online shopping produk fashion pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi angkatan 2011, dengan uji korelasi Sperman Rank didapatkan nilai p = 0,000 < α = 0,05. Dengan nilai korelasi sebesar -0,485 yang termasuk kedalam kategori sedang.

Tanda negatif menunjukan arah hubungan artinya semakin tinggi self- control maka semakin rendah perilaku konsumtif online shopping produk fashion, sebaliknya semakin rendah self-control maka semakin tinggi perilaku konsumtif online shopping produk fashion. Simpulan: Terdapat hubungan antara self-control dengan perilaku konsumtif online shopping produk fashion pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Angkatan 2011.

3. Penelitian ini dilakukan oleh Sri Rahayu, Zuhriyah, dan Silvia Bonita (2015) yang dipublikasikan dalam Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Volume 13 Nomor 3 yang berjudul “Pengaruh Gaya Hidup dan Persepsi Mahasiswa terhadap Keputusan Pembelian secara Online di Kota Palembang”. Penelitian ini adalah penelitian asosiatif dengan analisis

(39)

regresi linier ganda. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa- mahasiswi Kota Palembang yang pernah berbelanja secara online, yakni Universitas Muhammadiyah Palembang, Universitas PGRI Palembang, Universitas Bina Darma, Universitas IBA, Universitas Kader Bangsa, Universitas Palembang, Universitas Sjakhyakirti, Universitas Taman Siswa, Universitas Tridinanti dan Universitas Indo Global Mandiri berjumlah 346 responden. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan antara gaya hidup dengan persepsi mahasiswa terhadap keputusan pembelian secara online di Kota Palembang.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata dan perbuatan-perbuatan manusia tanpa ada usaha untuk mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh (Afrizal,2015:102). Penelitian kualitatif memiliki karakteristik yaitu membentuk kenyataan sosial (makna budaya), berfokus pada proses (peristiwa interaktif), keotentikan faktor utama, menilai saat ini dan eksplisit, teori dan data bercampur, kasus dan subjek sedikit, menggunakan analisis tematik, dan peneliti terlibat (Neuman, 2013:19).

Pendekatan deskriptif kualitatifmemberikan gambaran, ringkasan berbagai kondisi, situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada pada masyarakat yang dijadikan sebagai objek penelitian. Upaya ini menarikrealitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana gaya hidup mahasiswa di Kota Medan dalam berbelanja secara online.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kalangan mahasiswa di Kota Medan.

Alasan peneliti memilih Kota Medan sebagai lokasi penelitian dikarenakan Kota Medan berada di tiga besar sebagai kota dengan persentase belanja

(41)

online tertinggi di Indonesia menurut riset yang dilakukan oleh Google Indonesia bersama GFK mengenai industri e-commerce. Posisi pertama ditempati oleh Kota Surabaya sebesar 71 persen, Medan 68 persen, Jakarta sebesar 66 persen, Bodetabek 65 persen, Bandung 63 persen, Semarang 59 persen, dan Makassar 52 persen. (Liputan6.com diakses pada tanggal 27 September 2017 pukul 13.26 WIB).

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang ada di Kota Medan.

3.3.2. Informan

Pada penelitian ini, informan penelitian diperoleh dengan prosedur snowball sampling. Sampling bola salju (snowball sampling) adalah cara pengambilan sampel dari populasi dengan dimulai dari teman dekat atau dari kerabat, dan selanjutnya teman atau kerabat tersebut mencari teman atau kerabat yang lain begitu seterusnya sehingga akhirnya sejumlah sampel yang diperlukan dapat dikumpulkan (Seowadji,2012:142). Istilah “bola salju”

mengacu pada proses pengumpulan sampel dengan meminta informan yang diketahui keberadaannya untuk menunjukkan calon informan lainnya. Dengan demikian, sampel bola salju dapat didefinisikan sebagai suatu metode penarikan sampel nonprobabilitas dimana setiap orang yang diwawancarai kemudian

(42)

ditanyakan sarannya mengenai orang lain yang dapat diwawancarai (Morissan,2012:121). Adapun yang menjadi informan penelitian ini adalah sepuluh mahasiswa di Kota Medan yang mana melakukan pembelanjaan secara onlinebaik pembelanjaan barang, jasa makanan, maupun jasa transportasi online setiap minggu.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan digunakan yaitu berdasarkan pengumpulan data primer berupa wawancara.

3.4.1. Wawancara

Wawancara adalah sebuah proses interaksi komunikasi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam setting alamiah, dimana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami (Herdiansyah,2015:31).

Suatu karakteristik dari wawancara pada penelitian kualitatif yaitu menggunakan pertanyaan yang jawabannya bersifat naratif dan mengandung penyelidikan mendalam atau probing questions (Suprapto,2013:42). Adapun maksud mengadakan wawancara seperti yang ditegaskan oleh Licoln dan Guba dalam Moleong (Iskandar, 2010:217) antara lain untuk mengonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian tentang situasi sosial (setting sosial). Pada penelitian ini, informan kunci merupakan mahasiswa yang melakukan belanja

(43)

online barang dan jasa setiap minggunya.Sedangkan informan biasa merupakan mahasiswa yang melakukan belanja online barang atau jasa setiap minggunya.

3.5. Interpretasi Data

Analisis data adalah upaya atau cara untuk mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama masalah yang berkaitan dengan penelitian (Suprapto,2017:146). Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk memberikan gambaran bagaimana gaya hidup mahasiswa sebagai konsumen online shopping di Kota Medan.

(44)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Medan

Medan sebagai salah satu kota terbesar di Sumatera merupakan kota yang berkembang pesat karena ekonomi kapitalisme perkebunan.

Wilayah yang sekarang disebut Medan pada awalnya adalah perkampungan yang sederhana, namun bertransformasi menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi yang kompleks dimasa kolonialisme Belanda.Dengan masuknya kapitalisme perkebunan pada tahun 1865, terjadi gelombang migrasi ke wilayah ini, sehingga tingkat rasio penduduk meningkat yang terdiri dari berbagai ras dan suku bangsa.

Wilayah yang sekarang disebut sebagai Kota Medan, dahulunya terdiri dari beberapa kampung-kampung kecil, seperti kampung Medan Putri, kampung Pulo Brayan, dan kampung Kesawan. Kampung Medan Putri, sebagai pusat Kota Medan awal, merupakan kampung orang Melayu. Kampung Medan Putri ini terletak di antara Sungai Babura dan Sungai Deli yang mana wilayah ini bagian dari wilayah XII Kuta Hamparan Perak.Dari beberapa kampung-kampung kecil itulah Kota Medan mulai berkembang.

Dalam perkembangannya di masa kolonial, dibangun infrastruktur kota, seperti fasilitas pemerintahan, fasilitas umum, dibangunnya pelabuhan Belawan sebagai penopang ekonomi kota, dan dibangun pula

(45)

sarana transportasi kereta api untuk mempercepat mobilitas ekonomi.

Dengan perkembangan Medan yang begitu pesat, maka Medan dijadikan sebagai Ibukota Keresidenan Sumatera Timur.Lalu pada periode selanjutnya, Medan dijadikan sebagai sebuah Gemeente (kotapraja).

Perkembangan Medan menjadi sebuah kota menampilkan gambaran unik.

Ia berkembang bukan hasil perencanaan pemerintah kolonial, seperti kota- kota lainnya di Hindia, tetapi terbentuk karena kepentingan para kapitalis perkebunan untuk menjadikan daerah ini sebagai poros ekonomi perkebunan di pantai timur Sumatera. Perkembangan kota Medan bermula dari perjanjian antara Sultan Mahmud Perkasa Alam dengan pihak Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 22 agustus 1862, yang dikenal dengan “Acte van Verband”. Perjanjian tersebut merupakan awal pengenalan eksploitasi perkebunan oleh penjajah di daerah Kesultanan Deli. Dengan perjanjian itu pula, dinyatakan bahwa tanah-tanah tidak akan diserahkan kepada orang-orang Eropa dan orang-orang asing lainnya, sehingga hal itu mengakibatkan posisi pihak Hindia Belanda untuk menguasai tanahtanah di daerah kekuasaan Kesultanan Deli semakin kuat.

Dengan pembukaan perkebunan-perkebunan di daerah Sumatera Timur, Medan yang semula hanya merupakan tempat tinggal dan perkampungan yang sederhana akhirnya menjadi berkembang.Artinya, Medan sebagai suatu bentuk komunitas yang sederhana lalu bertransformasi menjadi suatu tempat yang serba kompleks. Medan telah berubah menjadi pusat perekonomian yang berskala global (Nasution,2018).

(46)

4.1.2. Kondisi Geografis dan Batas Wilayah

Kota Medan merupakan salah satu dari 33 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km2. Kota Medan terletak antara 3º.27’ - 3º.47’ Lintang Utara dan 98º.35’ - 98º.44’ Bujur Timur dengan ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat, dan timur.Sebagian wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun BBMKG Wilayah I pada tahun 2015 yaitu 21,20C dan suhu maksimum yaitu 35,10C serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya yaitu 21,80C dan suhu maksimum yaitu 34,30C.

Kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 81 - 82%, dan kecepatan angin rata-rata sebesar 2,3m/sec, sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 108,2 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun 2015 per bulan 14 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali per bulannya 141 mm.

Kota Medan terbagi menjadi 21 kecamatan dan 51 kelurahan dengan luas wilayah sebagai berikut:

(47)

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2011– 2016

No. Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)

1 Medan Tuntungan 20,68 7,80

2 Medan Johor 14,58 5,50

3 Medan Amplas 11,19 4,22

4 Medan Denai 9,05 3,41

5 Medan Area 5,52 2,08

6 Medan Kota 5,27 1,99

7 Medan Maimun 2,98 1,13

8 Medan Polonia 9,01 3,40

9 Medan Baru 5,84 2,20

10 Medan Selayang 12,81 4,83

11 Medan Sunggal 15,44 5,83

12 Medan Helvetia 13,16 4,97

13 Medan Petisah 6,82 2,57

14 Medan Barat 5,33 2,01

15 Medan Timur 7,76 2,93

16 Medan Perjuangan 4,09 1,54

17 Medan Tembung 7,99 3,01

18 Medan Deli 20,84 7,86

19 Medan Labuhan 36,67 13,83

20 Medan Marelan 23,82 8,99

21 Medan Belawan 26,25 9,90

Medan 2016 265,10 100,00

Sumber: Kota Medan Dalam Angka 2017

(48)

4.1.3. Komposisi Penduduk Kota Medan

Pada tahun 2016, penduduk Kota Medan mencapai 2.229.408 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 1.101.020 jiwa, dan perempuan berjumlah 1.128.388 jiwa, serta terdapat 511.515 rumah tangga. Dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2015, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.484 jiwa (0,84%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km2, kepadatan penduduk mencapai 8.409 jiwa/km2.

Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Kota Medan

Kelompok umur Jenis kelamin Total

Laki-laki Perempuan

0-4 101 527 97 708 199 235

5-9 101 307 96 790 198 097

10-14 94 651 90 058 184 709

15-19 106 323 109 962 216 285

20-24 122 868 129 478 252 346

25-29 97 923 99 400 197 323

30-34 87 071 90 548 177 619

35-39 80 910 85 130 166 040

40-44 74 310 76 763 151 073

45-49 64 170 66 739 130 909

50-54 54 404 57 826 112 230

55-59 45 191 47 103 92 294

60-64 32 674 33 356 66 030

65-69 18 981 21 037 40 018

70-74 11 000 13 898 24 898

75+ 7 710 12 592 20 302

Jumlah 2016 1 101 020 1 128 388 2 229 408 Jumlah 2015 1 091 937 1 118 687 2 210 624

(49)

4.1.4. Komposisi Sarana Pendidikan Kota Medan

Meningkatnya nilai IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Kota Medan tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan. Dengan motto “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih cerah dari hari ini”, Pemerintah Kota Medan menggandeng berbagai pihak untuk memberikan sumbangsih yang nyata bagi pembangunan kota. Hal ini antara lain terlihat dari besarnya peranan pihak swasta dalam menyediakan fasilitas pendidikan yaitu terdapat 468 unit SD swasta dari 851 unit yang ada, 317 unit SMP swasta dari 366 unit yang ada, 188 unit SMA swasta dari 209 unit yang ada, dan terdapat sebesar 142 unit SMK swasta dari 155 unit yang ada. (Kota Medan dalam Angka 2017 diakses pada tanggal 4 Mei 2018 pukul 10.51 WIB). Sedangkan untuk sarana pendidikan perguruan tinggi di Kota Medan terdapat tiga universitas negeri yaitu Universitas Sumatera Utara, Universitas Negeri Medan, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, dua politeknik negeri yaitu Politeknik Negeri Medan dan Politeknik Negeri Kreatif Medan. Sedangkan universitas swasta di Kota Medan sejumlah 21 unit (Ceritamedan.com diakses pada tanggal 10 Oktober 2018 pukul 12.33 WIB).

4.2. Deskripsi Mahasiswa Kota Medan

Kota Medan memiliki penduduk yang heterogen.Mayoritas penduduk Kota Medan beretnis Jawa, Batak, Tionghoa, dan Minangkabau.Kendati demikian, etnis asli di Kota Medan adalah Melayu.

(50)

vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl.

Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.

Kota Medan memiliki tiga universitas negeri yaitu Universitas Sumatera Utara, Universitas Negeri Medan, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.Berdasarkan data BPS Kota Medan dalam angka 2017, jumlah mahasiswa ketiga universitas tersebut pada tahun 2016/2017 yaitu sebesar 89.958 orang.

Mengenai gaya hidup mahasiswa di Kota Medan, berdasarkan tesis yang dilakukan oleh Rinta Juliana Naibaho (2015) dengan judul identifikasi gaya kehidupan di Kota Medan menunjukkan bahwa hasil penelitian memperlihatkan bahwa mahasiswa di Kota Medan khusunya mahasiswa di Universitas Negeri Medan dan Nomensen banyak yang mengkonsumsi junkfoood yang sebenarnya berasal dari negara lain seperti ayam goreng (Mc Donald), pizza, spaghetti dan hamburger daripada makanan tradisional yang sudah jarang terlihat seperti kue putu, lontong sayur dan masih banyak lagi. Mahasiswa di Kota Medan lebih bangga atau lebih menyukai makanan tersebut daripada makanan khas Indonesia seperti nasi gudeg, nasi pecel dan lain-lain. Mereka mengganggap jika mereka sudah menikmati makanan junkfood tadi mereka tidak akan ketinggalan zaman lagi dan sudah berada di status hidup modern. Media sangat berpengaruh pada kehidupan para mahasiswa di Kota Medan baik dalam wawasan pemikiran, ide maupun dalam kehidupan sehari hari dan gaya hidupnya. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa gaya hidup telah mampu memberi penampilan,

Gambar

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kota Medan Menurut Kecamatan Tahun 2011 – 2016
Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Kota Medan
Tabel 4.3. Profil Informan Inisial Informan Umur Latar Belakang Universitas Jenis Kelamin Rutinitas
Tabel 4.4. Pandangan Informan terhadap Online Shopping Informan Pandangan terhadap Online Shopping
+7

Referensi

Dokumen terkait