• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Manusia

2.1.1. Anatomi Kulit Manusia

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling utama yang perlu diperhatikan dalam tata kecantikan kulit dan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Kulit merupakan suatu kelenjar holokrin yang cukup besar dan seperti jaringan tubuh lainnya, kulit juga bernafas (respirasi), menyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Kulit menyerap oksigen yang diambil lebih banyak dari aliran darah, begitu pula dalam pengeluaran karbondioksida yang lebih banyak dikeluarkan melalui aliran darah. Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran karbondioksida dari kulit tergantung pada banyak faktor di dalam maupun di luar kulit, seperti temperatur udara atau suhu, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepatan aliran darah ke kulit, tekanan gas di dalam darah kulit, penyakit-penyakit kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon di kulit, perubahan dalam metabolisme sel kulit dan pemakaian bahan kimia pada kulit.

Gambar 2. 1 Stuktur Kulit (Mescher AL, 2010)

Kulit secara garis besar terbagi atas tiga bagian, yaitu lapisan epidermis, dermis dan hypodermis (subkutis). Epidermis merupakan jaringan epitel yang

(2)

berasal dari ektoderm. Lapisan epidermis merupakan bagian kulit paling luar yang paling menarik untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik dipakai pada bagian epidermis (Herni, 2008). Lapisan kedua pada kulit manusia adalah lapisan dermis merupakan jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin . Selain itu, pada lapisan dermis terdapat folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Kalangi, 2014). Setelah lapisan dermis terdapat lapisan hypodermis (subkutis) merupakan jaringan ikat longgar yang terdiri dari sel-sel lemak (Tjondro, 2013).

2.1.1.1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limf; oleh karenaitu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara berangsur digeser ke permukaan epitel. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar, stratum basal, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum(Tjondro, 2013).

a. Lapisan stratum basal (lapisan basal, lapisan benih)

Lapisan yang terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebih superfisial (Astuti

& Tjahjono, 2014).

b. Lapisan Stratum spinosum (lapis taju)

Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Pada taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng.

(3)

c. Lapisan Stratum granulosum (lapis berbutir)

Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.

a. Lapisan Stratum lusidum (lapis bening)

Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini

b. Lapisan Stratum korneum (lapis tanduk)

Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling permukaan merupa-kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas (Haerani et al., 2018).

Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu: keratinosit, melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel.

1. Keratinosit merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis, diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi). Pada tahap akhir diferensiasi terjadi proses penuaan sel diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti organel lainnya. Keratinosit merupakan sel induk bagi sel epitel di atasnya dan derivat kulit lain.

2. Melanosit meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel rambut dan sedikit dalam dermis.

3. Sel Langerhans merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler, ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit, merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada kulit.

(4)

4. Sel Merkel Jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis dan ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek.

Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel. Kemungkinan badan Merkel ini merupakan mekanoreseptor atau reseptor rasa sentuh (Devianti, 2017).

2.1.1.2. Dermis

Dermis adalah struktur penyusun kulit yang berperan terhadap kelenturan, dan kekuatan regang kulit. Kemampuan tersebut berfungsi untuk melindungi tubuh dari cedera mekanis, membantu dalam termoregulasi, dan termasuk reseptor stimulasi indrawi. Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.

a. Stratum papilaris

Lapisan yang tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2. Jumlahnya terbanyak dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar, seperti pada telapak kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.

b. Stratum retikularis

Lapisan yang lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi wajah.

Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang banyak mengandung sel lemak. Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast (Wibowo, 2014).

(5)

2.1.1.3. Lapisan Subkutan (Hipodermis)

Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis. Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain, serat- serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel- sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya. Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis, namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus (Kalangi, 2014).

2.1.2. Fungsi Kulit

2.1.2.1. Pembentukan Vitamin D

Paparan sinar matahari yang mengandung sinar UVB pada kulit akan mengawali sintesis vitamin D ketika panas tubuh mengubah previtamin D yaitu 7- dehidrokolesterol yang tersebar di seluruh tubuh menjadi bentuk akhir yang lebih aktif. Vitamin D yang berasal dari dalam tubuh akan berada di kapiler kulit lebih lama dibandingkan dengan vitamin D yang berasal dari makanan dan suplemen.

Terpapar sinar matahari 5-30 menit setiap 2- 3 kali perminggu sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan vitamin D tubuh. Waktu yang baik untuk berjemur di bawah sinar matahari yaitu mulai pukul 11.00— 14.00 ketika sinar UVB memuncak dan relatif stabil yakni 1-2 MED/jam. Ketika sinar UVB memuncak waktu untuk berjemur dapat semakin singkat. Kebutuhan vitamin D pada tubuh dapat dipenuhi sebesar 80-100% oleh vitamin D yang disintesis pada kulit ketika terpapar sinar matahari secara langsung. Untuk menjaga kadar vitamin D dalam tubuh tetap tercukupi, minimal 20% permukaan kuliit harus terpapar sinar matahari secara langsung tanpa terhalang pakaian atau tabir surya (Pusparini, 2018).

2.1.2.2. Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan

(6)

pembuangan gas. Pada kondisi suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada kondisi suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan pembuluh darah akan menyempit sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh (Kalangi, 2014).

2.1.2.3. Fungsi Sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri melalui beberapa reseptor seperti benda Meissner, Diskus Merkell dan Korpuskulum Golgi sebagai reseptor raba, Korpuskulum Pacini sebagai reseptor tekanan, Korpuskulum Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End Plate sebagai reseptor nyeri.

Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.1.2.4. Fungsi Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus. Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh.

Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit (Manik Worowerdi Cintakaweni et al., 2011)

2.1.2.5. Fungsi Absorpsi

Ada dua jalur absorpsi, satu melalui epidermis dan yang lainnya melalui kelenjar sebaseus pada folikel rambut. Senyawa larut air tidak mudah diabsorpsi melalui kulit karena adanya sawar (barier) terhadap senyawa larut air yang dibentuk oleh lapisan tanduk. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. Tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap

(7)

kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak. Permeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai peran dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis vahikulum antarsel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.2.6. Fungsi Eksresi

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, ammonia, dan sedikit lemak. Kelenjar lemak pada fetus, atas pengaruh hormon androgen dari ibunya, akan menghasilkan sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion yang pada waktu lahir disebut sebagai vernix caseosa. Sebum yang di produksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dengan cara meminyaki kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5-6,5. Penguapan air dari dalam tubuh dapat pula terjadi secara difusi melalui sel-sel epidermis, tetapi karena sel epidermis baik fungsi sawarnya, maka kehilangan air melalui sel epidermis (Wasitaatmadja, 1997).

2.2. Rute Penetrasi Zat Aktif Melalui Kulit

Rute penghantaran zat aktif ke dalam kulit memiliki tujuan yang berbeda meliputi: epidermal, penyerapan topikal, dan transdermal. Kosmetik, pengusir serangga, dan disinfektan merupakan contoh formulasi umum yang dirancang untuk mempertahankan senyawa aktif pada permukaan kulit. Formulasi topikal memiliki tujuan agar bahan aktif dapat menembus daerah kulit lebih dalam.

Formulasi transdermal bertujuan untuk penghantaran bahan aktif hingga sirkulasi sistemik. Sediaan topikal akan terpenetrasi ke dalam kulit dan memberikan efek farmakologis dengan adanya proses absorbsi yang meliputi 2 jalur yaitu (Benson dan Watkinson, 2011):

2.2.1. Transappendageal

Rute transappendageal merupakan jalur masuknya zat aktif melalui folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea karena adanya pori-pori yang memungkinkan zat aktif dapat berpenetrasi. Rute transappendageal ini sesuai untuk ion-ion dan molekul dengan ukuran besar yang berpermeasi lambat melalui

(8)

stratum korneum. Rute transappendageal dapat menghasilkan difusi yang lebih cepat setelah penggunaan obat karena tidak melintasi stratum korneum. Difusi melalui transappendageal dapat terjadi dalam 5 menit setelah pemakaian obat.

2.2.2. Transepidermal

Sebagian besar penetrasi zat aktif melalui kontak dengan lapisan stratum korneum. Jalur penetrasi melalui stratum korneum dapat dibedakan menjadi 2 jalur yaitu interseluler dan transeluler. Prinsip masuknya zatoaktif ke dalam stratum korneum ditentukan oleh koefisien partisi dari zat aktif atau penetran.

Obat-obat yang bersifat lipofilik akan berpartisi melalui jalur interseluler sedangkan obat-obat hidrofolik akan masuk kedalam stratum korneum melalui rute transeluler. Sebagian besar zat aktif berpenetrasi kedalam stratum korneum melalui kedua rute tersebut, tapi terkadang obat-obat yang bersifat larut lemak berpartisi dalam corneocyt yang mengandung residu lemak.

2.3. Penuaan Kulit Aging atau penuaan

Suatu proses biologis yang secara alami dapat terjadi dan menyerang organ- organ tubuh salah satunya adalah kulit. Proses penuaan pada kulit dapat ditandai dengan kulit kasar, keriput, bersisik, kering serta timbul noda hitam atau flek (Swastika dkk, 2013). Proses penuaan dapat disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Proses penuaan internal atau biasa disebut dengan proses penuaan alamiah merupakan proses yang terus berlangsung sejak usia pertengahan 20-an. Penuaan ini dipengaruhi oleh mitosis sel di dalam tubuh yang telah berhenti beraktivitas. Manifestasi klinis penuaan kulit dapat berupa kelemahan, kerutan, serosis dan gambaran tumor jinak seperti angioma buah cherry dan keratosis seboroik. Sedangkan proses penuaan karena faktor eksternal (Photoaging) dapat terjadi akibat radiasi dari sinar UV. Radiasi dari sinar UV-A dan UV-B dapat menghasilkan radikal bebas dan menimbulkan kerusakan pada DNA. Radikal bebas merupakan faktor utama yang berperan dalam mempercepat proses penuaan dini. Meningkatnya ROS sebagai akibat radikal bebas karena sinar UV-B dapat menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid. Senyawa ROS juga berperan dalam metabolisme kolagen, sebab dapat menghancurkan kolagen dan menginduksi beberapa enzim yang berperan dalam degradasi kolagen yaitu matriks metaloproteinase (mmps), sehingga mengakibatkan kolagen kulit

(9)

mengalami penurunan. Penurunan kolagen merupakan indikator pada kulit yang mengalami kekeriputan akibat proses penuaan (Selamet dkk., 2013). Manifestasi klinis pada kulit yang mengalami photoaging dapat berupa kerutan halus dan kasar, bernodus, permukaan kasar, terdapat bercak kekuningan dan kering (Wahyuningsih, 2011).

2.4. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan atom yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Adanya jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron dapat berpasangan sehingga atom ini sangat reaktif. Reaksi pembentukan radikal bebas melalui tiga tahapan yaitu tahap inisiasi (tahapan pembentukan radikal bebas), tahap propagasi (tahap pemanjangan rantai radikal) dan tahap terminasi (tahap bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain) (Winarsi, 2011). Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) yang terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses pembakaran) karbohidrat, lemak dan protein yang kita konsumsi. Radikal bebas juga dapat diperoleh dari luar tubuh (eksogen) yang berasal dari polusi udara karena asap kendaraan, berbagai bahan kimia, makanan yang telah hangus (carbonated) dan sinar ultra violet (Richa, 2009). Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai pengaruh luar. Kerusakan yang terjadi pada kulit akan mengganggu kesehatan dan juga penampilan sehingga kulit perlu dijaga dan dilindungi kesehatannya. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kerusakan pada kulit ialah radikal bebas yang berupa sinar ultraoviolet (Maysuhara, 2009). Sinar UV berbahaya bagi kulit karena dapat menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit manusia. Dalam kondisi yang berlebih, sinar UV dapat menyebabkan beberapa masalah pada kulit, mulai dari kulit kemerahan, pigmentasi, bahkan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan resiko kanker. Hal ini dapat terjadi karena radikal bebas yang dihasilkan akan menyebabkan kerusakan DNA, yang berdampak pada proliferasi sel secara terus menerus sehingga menjadi awal terbentuknya kanker. Efek buruk tersebut dapat timbul karena adanya stres oksidatif yang terjadi setelah adanya paparan sinar UV (Jannah, 2014 dan Wungkana, 2013).

(10)

2.5. Antioksidan

Secara umum antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas sehingga dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Secara kimia antioksidan adalah senyawa pemberi elektron atau donor elektron dan secara biologis antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa yang mampu mengatasi dampak negatif dari oksidan dalam tubuh seperti kerusakan sel tubuh. Keseimbangan antara antioksidan dan oksidan dalam tubuh sangat penting terutama untuk menjaga fungsi membran lipid, protein sel, dan asam nukleat (Winarsi, 2007). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan salah satu elektronnya kepada senyawa radikal sehingga reaksi oksidasi dapat dihambat (Sayuti dan Rina, 2015). Antioksidan dapat diproduksi secara alami dalam tubuh manusia untuk mengimbangi produksi radikal bebas. Peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk akibat radiasi UV dan polusi udara karena asap kendaraan mengakibatkan antioksidan dalam tubuh kurang memadai, sehingga diperlukan adanya tambahan antioksidan dari luar (Muchtadi, 2013). Antioksidan dapat diperoleh dalam bentuk sintesis maupun alami. Antioksidan sintetis seperti Butylated Hydroxyanisole (BHA) dan Butylated Hydroxytoluene (BHT).

Antioksidano intetis efektif untuk menghambat reaksi oksidasi. Namun, penggunaan antioksidan sintetik dibatasi karena jika digunakan secara berlebihan dapat bersifat karsiogenik, sehingga dibutuhkan antioksidan alami yang lebih aman. Salah satu sumber antioksidan alami adalah tanaman yang mengandung senyawa flavonoid, klorofil dan tanin (Lie jin dkk, 2012).

2.5.1. Klasifikasi Antioksidan

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibedakan dalam dua kelompok yaitu antioksidan alami yang merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami dan antioksidan sintetik yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia. Beberapa contoh antioksidan sintetik adalah tokoferol, Butylated Hydroxytoluene (BHT), Butylated Hydroxyanisol (BHA), (Winarsi, 2007). Antioksidan berdasarkan mekanisme reaksinya dibagi menjadi tiga macam, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier.

(11)

2.5.1.1. Antioksidan primer

Antioksidan primer merupakan suatu zat atau senyawa yang dapat menghambat reaksi berantai pada pembentukan radikal bebas. Antioksidan primer akan menghambat reaksi radikal dengan cara mendonorkan atom hidrogen secara cepat pada suatu lipid yang radikal, sehingga produk yang dihasilkan akan menjadi lebih stabil dibandingkan dengan produk awal (Winarsih, 2007). Contoh antioksidan primer yaitu Glutation Peroksidase (GPx), Superoksida Dismutase (SOD), katalase dan protein pengikat logam (Sayuti dan Rina, 2015).

2.5.1.2. Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder dikenal juga dengan istilah antioksidan eksogeneus.

Antioksidan sekunder dapat menghambat pembentukan senyawa oksigen reaktif dengan cara merusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem antioksidan sekunder dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007). Contoh antioksidan sekunder diantaranya adalah vitamin C vitamin, vitamin E, flavonoid, asam lipoat, beta karoten, melatonin, bilirubin, dan sebagainya (Muchtadi, 2013).

2.5.1.3. Antioksidan Tersier

Golongan antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-Repair dan metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berperan dalam memperbaiki biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas (Sayuti dan Rina, 2015)

Tabel 2. 1 Sifat Antioksidan Berdasarkan Nilai IC50 (Molyneux, 2004)

IC50 (ppm) Tingkat Keaktifan

<50 Sangat Kuat

50-100 Kuat

100-150 Sedang

150-200 Lemah

2.5.2. Antioksidan Menghambat Radikal Bebas

Antioksidan berfungsi untuk mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu kondisi antara jumlah radikal bebas yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh tidak seimbang. Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan sehingga bersifat sangat

(12)

reaktif dan mampu mengoksidasi molekul-molekul yang ada disekitarnya seperti protein, karbohidrat, lipid dan DNA. Senyawa antioksidan sangat mudah dioksidasi, sehingga dengan adanya antioksidan radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain dalam sel dari kerusakan. Mekanisme antioksidan dalam menghambat reaksi oksidasi melalui beberapa cara meliputi pelepasan hidrogen dari antioksidan, pelepasan elektron dari antioksidan, adisi asam lemak ke cincin aromatik pada antioksidan serta pembentukan senyawa komplek antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan (Sayuti dan Rina, 2015).

2.5.2. Penggunaan Antioksidan Secara Topikal

Antioksidan dapat dimanfaatkan untuk memperlambat proses penuaan.

Penggunaan antioksidan secara topikal memiliki beberapa keuntungan yaitu kadar bahan aktif yang mencapai target lebih besar dibandingkan dengan penggunaan antioksidan secara oral. Sebagai contoh, kadar vitamin C dalam kulit yang digunakan secara topikal mencapai 20-40 kali kadar vitamin C yang digunakan secara oral. Selain itu antioksidan yang digunakan secara topikal juga memiliki keuntungan sebagai pelindung yang tetap berada pada kulit dalam jangka waktu tertentu sehingga bahan aktif dapat terpenetrasi ke dalam kulit (Dayan, 2008).

2.6. Daun Teh Hijau

2.6.1. Klasifikasi Daun Teh Hijau

Tanaman (daun) teh (Camellia sinensis) adalah spesies tanaman yang daun dan pucuk daunnya digunakan untuk membuat teh. Teh adalah bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak negara serta berbagai lapisan masyarakat (Tuminah, 2004). Teh hijau memiliki nama ilmiah Camellia sinensis dan telah dianggap memiliki anti-kanker, anti-obesitas, anti-aterosklerosis, antidiabetes dan efek antimikroba (Ahmad et al, 2014).

Teh yang digunakan dalam penelitian ini memiliki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobinta Super Divisi : Spermatophyta

(13)

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Dilleniidae Ordo : Tehales

Famili : Tehaceae Genus : Camellia

Spesies : Camellia sinensis (L) (Putra, 2015).

Gambar 2. 2 Daun Teh Hijau (Kress, 2011) 2.6.2. Morfologi Daun Teh Hijau

Camellia sinensis, suatu tanaman yang berasal dari famili tehaceae, merupakan pohon berdaun hijau yang memiliki tinggi 10 - 15 meter di alam bebas dan tinggi 0,6 - 1,5 meter jika dibudayakan sendiri. Daun dari tanaman ini berwarna hijau muda dengan panjang 5 - 30 cm dan lebar sekitar 4 cm. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna putih dengan diameter 2,5 - 4 cm dan biasanya berdiri sendiri atau saling berpasangan dua-dua (Mahmood et al., 2010). Buahnya berbentuk pipih, bulat, dan terdapat satu biji dalam masing-masing buah dengan ukuran sebesar kacang (Mahmood et al., 2010).

(14)

2.6.3. Kandungan Kimia Daun Teh Hijau

Tabel 2. 2 Kandungan Kimia Dalam 100 gram Teh

No Komponen Jumlah

1 Kalori 17 Kj

2 Air 75-80%

3 Polifenol 25%

4 Karbohidrat 4%

5 Serat 27%

6 Pektin 6%

7 Kafein 2,5-4,5%

8 Protein 205

Sumber : Syah, 2006

Komposisi senyawa-senyawa dalam teh hijau sangatlah kompleks yaitu protein (15-20%); asam amino seperti teanine, asam aspartat, tirosin, triptofan, glisin, serin, valin, leusin, arginin (1-4%); karbohidrat seperti selulosa, pektin, glukosa, fruktosa, sukrosa (5-7%); lemak dalam bentuk asam linoleat dan asam linolenat; sterol dalam bentuk stigmasterol; vitamin B, C, dan E; kafein dan teofilin; pigmen seperti karotenoid dan klorofil; senyawa volatile seperti aldehida, alkohol, lakton, ester, dan hidrokarbon; mineral dan elemen-elemen lain seperti Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn, Mo, Se, Na, P, Co, Sr, Ni, K, F, dan Al (5%) (Cabrera et al.,2006).

Teh telah dilaporkan memiliki lebih dari 4000 campuran bioaktif dimana sepertiganya merupakan senyawa-senyawa polifenol. Polifenol merupakan cincin benzene yang terikat pada gugus-gugus hidroksil. Polifenol dapat berupa senyawa flavonoid ataupun non-flavonoid. Namun, polifenol yang ditemukan dalam teh hampir semuanya merupakan senyawa flavonoid (Sumpio, 2006). Senyawa flavonoid tersebut merupakan hasil metabolisme sekunder dari tanaman yang berasal dari reaksi kondensasi cinnamic acid bersama tiga gugus malonyl-CoA.

Banyak jenis-jenis flavonoid yang ada di dalam teh, tetapi yang memiliki nilai gizi biasanya dibagi menjadi enam kelompok besar (Mahmood et al., 2010).

(15)

Tabel 2. 3 Jenis-Jenis Flavonoid

Flavonid Contoh

Flavanol EGCG, EG, and katekin

Flavonols Kaempferol and Quersetin Anthocyanidin Malvidine, Cyanidin and Delphinidine

Flavon Apigenin and Rutin

Flavonon Miresitin

Isoflavonoid Genistein and Biochanin A Sumber : Mahmood et al., 2010

Flavonoid merupakan kandungan zat bioaktif yang terdapat didalam teh.

flavonoid yang ditemukan pada teh terutama berupa flavanol dan flavonol.

Katekin merupakan flavanoid yang termasuk dalam kelas flavanol. Adapun katekin teh yang utama adalah epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG). Katekin sendiri memiliki sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat (Hartoyo, 2003).

2.6.4. Ekstraksi Daun Teh Hijau

Proses ekstraksi daun teh hijau dilakukan dengan metode maserasi.

Maserasi ialah suatu metode atau teknik yang digunakan untuk memisahkan atau menarik senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan diekstraksi. Setelah dihaluskan, sampel direndam dalam suatu pelarut organik selama beberapa waktu (Ibrahim dan Marham, 2013). Metode ini memiliki beberapa keuntungan dalam isolasi senyawa bahan alam yaitu selain murah dan mudah dilakukan, dengan adanya perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna. Pelarut yang masuk ke dalam sel akan menyebabkan protoplasma membengkak dan senyawa yang ada di dalam sel akan larut sesuai dengan kelarutannya. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan

(16)

efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut (Koirewoa 2012).

2.7. Kojic Acid

Kojic acid merupakan asam organik, diproduksi secara biologis oleh berbagai jenis jamur selama fermentasi aerobik menggunakan berbagai substrat.

Nama 'asam kojic' (yang awalnya dikenal sebagai asam Koji) berasal dari "Koji", starter atau inokulum jamur yang digunakan dalam fermentasi makanan oriental selama berabad-abad. Struktur kimianya kemudian diselidiki secara ekstensif dan didefinisikan sebagai 5-hidroksi-2-hidroksimetil- γ- pyrone (Yabuta, 1924).

Sinonim kimia dari asam kojic dikenal sebagai 5-hydroxy-2- hydroxymethyl-4H- pyran4-one dan 5-hydroxy-2hydroxymethyl-4-pyrone (Rosfarizan et al., 2010).

Asam kojic mengkristal dalam bentuk jarum prismatik tak berwarna yang menyublim dalam ruang hampa tanpa perubahan apa pun. Sedangkan titik leleh asam kojic berkisar 151 Hai C - 154 Hai C. Asam kojic larut dalam air, etanol dan etil asetat. Sebaliknya, ia kurang larut dalam eter, campuran alkohol eter, kloroform dan piridin. Berat molekul asam kojic, seperti yang ditentukan dengan krioskopik metode untuk rumus C 6 H 6 HAI 4, adalah 142,1. Asam kojic memiliki puncak sinar ultraviolet maksimum spektrum serapan pada 280 -284 nm (Rosfarizan et al., 2010)

Gambar Struktur Kojic acid

Kojic acid. Kojic acid merupakan salah satu Skin Lightening Agent (SLA) yaitu pemutih kulit yang paling populer dalam kosmeseutikal yang digunakan untuk penatalaksanaan melesma, merupakan turunan jamur hidrofilik yang berasal dari spesies Aspergillus dan Penicillium. Kojic acid mengurangi hiperpigmentasi dengan cara menghambat aktivitas tirosinase, tirosin hidroksilase, DOPA oksidase, copper chelation dan juga sebagai antioksidan poten, digunakan pada konsentrasi antara 1% sampai 4% (Oktaviana & Yenny, 2019).

(17)

Manfaat asam kojic yang paling mencolok ditemukan dalam kosmetik dan industri yaitu sebagai perawatan kesehatan. Fungsi utama kojic acid yaitu sebagai bahan dasar untuk produksi pemutih kulit seperti krim, lotion pelindung kulit, sabun pemutih dan produk perawatan gigi. Kojic acid memiliki kemampuan sebagai pelindung ultra violet, yang menekan hiperpigmentasi di kulit manusia dengan menahan formasi melanin melalui penghambatan pembentukan tirosinase, enzim yang bertanggung jawab untuk pigmentasi kulit. Kojic acid memiliki efek penghambatan melanogenesis pada in-vitro sel pigmen hidup. Kojic acid menginduksi reduksi yang berbeda seperti eumelanin dan prekursor esensialnya monomer, 5,6DHI 2C dalam sel B16 berpigmen hiper. Hal ini memiliki efek penghambatan melanogenesis kojic acid pada hiper-pigmentasi dan pigmen yang diinduksi ultraviolet seperti gangguan kulit manusia telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Oktaviana & Yenny, 2019)

Saat ini, kojic acid terutama digunakan sebagai basa bahan untuk pencerah kulit yang sangat baik dalam krim kosmetik, dimana digunakan untuk memblokir pembentukan pigmen oleh sel dalam pada kulit. Sejak insiden kanker kulit meningkat pesat karena paparan terhadap radiasi sinar ultraviolet tinggi yang diakibatkan oleh sinar matahari, Saat ini kojic acid ini juga banyak digunakan dalam kosmetik industri sebagai lotion pelindung kulit. Biasanya digunakan dalam kombinasi dengan asam alfa-hidroksi dalam formulasi pemutih kulit untuk mengontrol bintik-bintik cerah dan usia bintik-bintik. Hydroquinone telah dilarang untuk kosmetik penggunaan di Asia, dan ini tercatat sebagai kemungkinan karsinogenik senyawa oleh Food and Drug Authority (FDA) Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan kojic acid yang signifikan asam sebagai pengganti hidrokuinon yang memutihkan dan kemungkinan merusak kulit pada produk kosmetik (Rosfarizan et al., 2010).

2.8. Melagonesis

Melanin merupakan pigmen yang berperan penting dalam melindungi kulit manusia dari efek berbahaya seperti radiasi sinar ultraviolet (UV), berbagai macam obat, dan bahan kimia. Pigmen ini menentukan penampakan fenotipik dan ras. Kelainan akumulasi jumlah melanin di kulit seperti melasma, dapat menjadi suatu masalah estetika bagi pasien. Melasma merupakan kelainan didapat yang

(18)

umum terjadi terutama pada wajah, ditandai dengan patch hiperpigmentasi, simetris dengan tepi iregular. Kelainan ini disebabkan oleh peningkatan melanin dalam epidermis dan/atau dermis akibat kehamilan, kontrasepsi oral, dan pajanan sinar matahari. Depigmenting agent melanocytecytotoxic atau melanotoksik dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan melanosit. Depigmenting agent melanotoksik meliputi hydroquinone, monomethyl of hydroquinone, Nacetyl-4-S- cysteaminylphenol,kojic acid, azelaic acid. Kelompok obat tersebut digunakan sebagai pengobatan kelainan hiperpigmentasi seperti melasma. Melanogenesis yang terjadi dalam melanosom, dimulai dari oksidasi tirosin menjadi DOPAquinone dengan tirosinase. DOPAquinone selanjutnya mengalami autooksidasi menjadi DOPA dan DOPAchrome. DOPA juga merupakan substrat tirosinase dan diubah lagi menjadi DOPAquinone oleh tirosinase. Dua tipe melanin yang disintesis dalam melanosom adalah eumelanin dan feomelanin.

Eumelanin merupakan polimer yang tidak larut dan berwarna coklat kehitaman, sedangkan feomelanin merupakan polimer yang larut dan mengandung sulfur berwarna kuning, merah cerah. Eumelanin terbentuk melalui serial reaksi oksidasi dari dihydroxyindole (DHI) dan dihydroxyindole-2- carboxylic acid (DHICA), yang merupakan produk dari DOPAchrome. Feomelanin terbentuk dari DOPAquinone yang akan diubah menjadi cysteinylDOPA atau gluthathionylDOPA dengan bantuan cystein atau gluthatione. Individu dengan kulit gelap memiliki sebagian besar eumelanin dan sedikit feomelanin. Melanin bermigrasi ke ujung dendrit melanosit melalui mikrotubul dan menggunakan filamen miosin V dan dynein motor. Melanogenesis dapat menghasilkan intermediate reaktif yang dapat berbahaya untuk melanosit dan mempunyai efek toksik pada jaringan sekitar. Reaktivitas DOPAquinone dan orthoquinone yang terbentuk selama melanogenesis merupakan ancaman terhadap melanosit, yaitu dengan menurunkan pertahanan antioksidan sel melanogenik seperti gluthatione.

Segregasi melanogenesis pada organel terikat membran dan quinone reductase serta catechol-Omethyl transferase pada sitoplasma merupakan beberapa mekanisme yang digunakan untuk melindungi melanosit dari bahaya sitotoksik (Putri et al., 2018).

(19)

2.9. Sediaan Masker

Masker merupakan salah satu produk kosmetik yang dapat dimanfaatkan untuk merawat dan mempertahankan kesehatan kulit, kebersihan kulit, merangsang serta memperbaiki aktivitas sel-sel kulit. pada umumnya bahan aktif yang digunakan pada pembuatan masker kulit wajah bertujuan untuk mengencangkan kulit, menyegarkan serta berfungsi sebagai antioksidan (Rahma dkk., 2017).

2.9.1. Gel

Gel kadang disebut jeli, ialah suatu sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil maupun partikel organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel digolongkan sebagai sistem dua fase jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah. Contohnya seperti gel aluminium hidroksida. Gel fase tunggal meliputi makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan sehingga tidak terlihat adanya ikatan antara cairan dan molekul makro yang terdispersi. Gel fase tunggal ini dapat dibuat dari makromolekul sintetik atau dari gom alam (DepKes RI, 2014).

2.9.1.1. Keuntungan Gel

Gel merupakan zat semipadat yang dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam pembuatan sediaan kosmetik karena bersifat transparan, tidak berwarna, dan tidak berminyak. Kandungan air dalam gel mencapai 70% sehingga gel dapat digunakan pada kulit yang berminyak (Shai et al., 2009). Selain itu, gel mudah dioleskan, tidak lengket, mudah dicuci dan tidak meninggalkan lapisan minyak pada kulit sehingga dapat mencegah peradangan akibat penumpukan minyak pada pori-pori (Maulina dan Sugihartini, 2015).

2.9.1.2. Kekurangan Gel

Pada saat disimpan gel dapat mengalami penguapan sehingga gel akan mengering. Sediaan gel mengandung hingga 70% air yang dapat memicu adanya pertumbuhan jamur dan mikroorganisme (Ayesha et al., 2016). Selain itu sebagian besar bahan bembentuk gel adalah air sehingga tidak dapat kontak lama dengan kulit dan mudah hilang apabila terkena air (Rathod dan Mehta, 2015).

(20)

2.9.1.3. Karakteristik Sediaan Gel

Menurut Rathod dan Metha (2015) sifat atau karakteristik sediaan gel antara lain:

a. Sineresis

Penyimpanan gel dalam waktu lama akan menyebabkan sineresis yaitu adanya interaksi antara partikel fase terdispersi sehingga air yang terjerat dalam gel akan keluar. Adanya perubahan tegangan akan mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga cairan akan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada organogel dan juga hidrogel.

b. Swelling

Swelling ialah suatu kemampuan gel untuk mengembang dikarenakan gelling agent dapat menyerap larutan sehingga terjadi penambahan volume.

Pelarut akan berpenetrasi dalam matriks gel sehingga terjadi interaksi antara gel dan pelarut yang digunakan.

c. Struktur

Jenis ikatan dan sifat dari partikel gelling agent dapat mempengaruhi struktur jaringan dan sifat-sifat gel. Gel menjadi kaku disebabkan oleh adanya jaringan yang dibentuk melalui interaksi antar partikel gelling agent.

d. Ageing

Agregasi spontan yang lambat ditunjukkan dengan sistem koloid gel.

Ageing pada gel adalah hasil pembentukan bertahap dari gelling agent.

e. Rheologi

Gelling agent dan dispersi padatan yang terflokulasi akan menunjukkan sifat aliran pseudoplastis yang khas yang ditandai dengan adanya penurunan viskositas saat pengadukkan ditingkatkan.

2.9.1.4. Klasifikasi Gel

Berdasarkan komponennya, basis gel dapat dibedakan menjadi dua yaitu basis gel hidrofilik dan basis gel hidrofobik (Ansel, 2008).

a. Basis gel hidrofilik

Kata hidrofilik memiliki arti “suka air”. Sistem koloid hidrofilik memiliki stabilitas yang besar dan lebih mudah untuk dibuat. Umumnya basis gel hidrofolik

(21)

adalah molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan dengan molekul dari fase pendispersi (Ansel, 2008).

b. Basis gel hidrofobik

Umumnya basis gel hidrofobik terdiri dari parafin cair dengan polietilen atau minyak lemak dengan koloid silika. Kombinasi antara bahan penebal (colloidal silicon dioxide) dengan minyak non-polar seperti minyak zaitun, isopropil miristat, dan parafin cair akan membentuk basis gel (Toprasri, 2003).

2.9.2. Masker Gel Peel-Off

Efek antioksidan untuk perawatan kulit wajah akan lebih optimal jika diformulasikan dalam bentuk sediaan topikal dibandingkan bentuk sediaan oral karena zat aktif dapat kontak lebih lama dengan kulit wajah (Draelos & Thaman, 2006). Kosmetik wajah dapat ditemui dalam berbagai bentuk sediaan, salah satunya dalam bentuk masker wajah gel peel off (Vieira et al., 2009). Masker wajah merupakan salah satu sediaan kosmetik yang sangat populer untuk perawatan kecantikan (Yeom et al., 2011). Masker peel off ialah masker yang dapat dikupas terbuat dari bahan elastis, seperti polivinil alkohol atau zat yang elastis seperti lateks atau senyawa karet alam lainnya. Masker akan mengeras setelah kering dan membentuk lembaran tipis, fleksibel, dan biasanya transparan pada kulit. Masker dibersihkan dengan cara dikupas dari wajah (Shai et al., 2009)

Masker wajah peel off memiliki keunggulan dalam penggunaanya yaitu mudah dilepas atau diangkat (Rahmawanty dkk., 2015). Penggunaan masker peel off langsung di leskan pada kulit wajah secara merata. Sekitar 15-30 menit masker peel off akan mengering dan membentuk lapisan tipis yang fleksibel dan transparan. Setelah kering masker dikelupas secara perlahan-lahan mulai dari bagian dagu hingga dahi (Tresna, 2010). Masker wajah peel off dapat meningkatkan hidrasi pada kulit karena adanya lapisan oklusif (Velasco et al., 2014). Penggunaan masker wajah peel off dapat memperbaiki dan merawat kulit wajah dari masalah penuaan, jerawat, keriput dan juga dapat mengecilkan pori (Grace et al., 2015). Selain itu kosmetik wajah dalam bentuk masker peel off memiliki manfaat sebagai pembersih, penyegar, pelembab, pelembut dan merelaksasi otot-otot wajah (Vieira et al., 2009).

(22)

Gambar 2. 3 Cara Penggunaan Masker Gel Peel-Off (Shai et al., 2009) Gambar diatas menerangkan langkah-langkah dalam pengaplikasian masker gel peel off yaitu (A) Kain kasa yang sudah dibasahi dengan akuades ditempelkan pada wajah (B) Oleskan masker peel off diatas kasa (C) Setelah kering masker dikelupas (Shai et al., 2009).

2.10. Bahan Tambahan Masker Gel Peel Off 2.10.1. Vitamin C

Gambar 2. 4 Struktur Kimia Vitamin C (William, 2010)

Nama lain dari vitamin C yaitu Acidum ascorbicum; C-97; Cevitamic acid;

2,3-didrhydro-1-threo-hexono-1,4-lactone; Vitamin C. Rumus Molekul C6H 8O6.

Berat Molekul 176.13. Titik Lebur 190oC. Pemerian Serbuk atau hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau dan rasa asam. Kelarutan Mudah larut dalam air;

agak sukar larut dalam ethanol 95%; praktis tidak larut dalam kloroform P; eter P dan benzene P. Asam askorbat (vitamin C) digunakan sebagai antioksidan dengan konsentrasi 0,01-0,1 % b/v. selain itu di gunakan sebagai pengatur pH larutan injeksi dan sebagai tambahan untuk cairan oral. Sumber : (Depkes RI, 1979 &

Rowe et al, 2006).

(23)

2.8.2. Polietilen Glikol (PEG) 1500

Gambar 2. 5 Struktur Kimia Polietilen Glikol (Rowe, 2009)

Nama lain dari polietilen glikol ialah Carbowax sentry, Carbowax, Lutrol E, Lipoxol, makrogola, Pluriol E, PASAK, polioksietilen glikol yang memiliki rumus empiris H (OCH2 CH2)nOH, n adalah jumlah rata-rata dari gugus oksietilen. Semua kadar polietilen glikol dapat larut dalam air. Polietilen glikol cair larut dalam alkohol, aseton, benzena glikol, dan gliserin. Polietilen glikol padat larut dalam diklorometana, aseton, etanol (95%), dan metanol. Pada polietilen glikol cair maupun padat hanya sedikit larut dalam hidrokarbon alifatik dan eter, tidak larut dalam lemak, dan minyak mineral (Rowe, 2009). Penamaan propilen glikol (PEG) ditentukan dengan bilangan yang menunjukkan bobot molekul umumnya sekitar 200-300.000. PEG dengan bobot molekul 200–600 berbentuk cair, PEG 1500 semi padat, PEG 3000–20000 atau lebih berupa padatan semi kristal, dan PEG dengan bobot molekul lebih besar dari 100000 berbentuk seperti resin pada suhu kamar (Leuner and Dressman, 2000). PEG 1500 memiliki rentang pH 4,0-7,0 (Rowe, 2009).

Pada formulasi masker gel peel-off PEG 1500 dapat digunakan sebagai plasticizer. Bahan ini berfungsi untuk mempertahankan lapisan pada masker agar tidak sobek saat dikelupas. PEG 1500 dapat meningkatkan elastisitas film dengan cara mengurangi ikatan hidrogen dan meningkatkan jarak antara molekul dari polimer polivinil alkohol (Bourtoom, 2008). Rentang penggunaan PEG 1500 sebagai plasticizer pada masker gel peel-off yaitu 2-10% (Mitsui, 1997). PEG 1500 memiliki sifat mudah larut dalam air sehingga dapat meningkatkan pelepasan zat aktif kedalam kulit (Ahn et al, 2015). Penggunaan PEG memiliki kelebihan yaitu bersifat inert dan tidak mudah terhidrolisis (Sheskey & Paul J, 2011).

(24)

2.8.3. Polivinil Alkohol (PVA)

Gambar 2. 6 Struktur Kimia Polivinil Alkohol (Rowe, 2009)

Polivinil alkohol disebut juga dengan PVA, Alcotex, Airvol, Elvanol, Celvol, Gohsenol, Gelvatol, Mowiol, Lemol, poly (alcohol vinylicus), Polyvinol, vinyl alcohol polymer. Polivinil alkohol memiliki rumus empiris (C2H4O)n adalah polimer sintetik yang larut dalam air, sedikit larut dalam etanol 95%, tidak larut dalam pelarut organik dan memiliki berat molekul sekitar 20.000-200.000.

Organoleptis polivinil alkohol yaitu tidak berbau, serbuk granul berwarna putih hingga krem. Bahan ini dapat berfungsi sebagai zat penstabil, pelumas, agen pelapis dan agen untuk meningkatkan viskositas. Pada bidang teknologi farmasi polivinil alkohol digunakan dalam formulasi sediaan topikal dan optalmik serta digunakan sebagai bahan penstabil untuk emulsi (0,25-3,0% b / v) (Rowe, 2009).

Selain itu, polivinil alkohol juga dapat digunakan sebagai film former agent pada formulasi masker gel peel-off. PVA mempunyai sifat adhesif yaitu dapat membentuk lapisan film yang mudah dikelupas setelah kering (Brick et al., 2014).

Konsentrasi PVA yang digunakan pada formulasi dapat berpengaruh terhadap pembentukan lapisan film dalam masker gel peel-off (Beringhs et al., 2013).

Menurut penelitian dari Lestari, Sutyaningsih dan Ruhimat (2013) rentang konsentrasi PVA yang digunakan sebagai pembentukan lapisan film masker gel peeloff adalah 10-16%. PVA pada konsentrasi 15% dapat memberikan bentuk film yang paling baik dibandingkan konsentrasi 5% dan 10% (Beringhs et al., 2013).

(25)

2.8.4. Propilenglikol

Gambar 2. 7 Struktur Kimia Propilenglikol (Rowe, 2009)

Propilenglikol merupakan cairanokental, jernih tidak berwarna, praktis tidak berbau dan rasa manis agak tajam seperti gliserin. Nama lain propilenglikol yaitu E1520, 1,2 Dihidroksipropana, metil etilena glikol, 2-hidroksipropanol, propana- 1,2diol, metil glikol; dan propilenglikolum. Propilenglikol memiliki rumus empiris C3H8O2 dengan berat molekul 76.09 yang larut dalam kloroform, aseton, etanol (95%), gliserin, dan air; tidak larut dalam minyak mineral tetapi akan larut dalam beberapa minyak esensial. Propilenglikol berfungsi sebagai humektan, desinfektan, palsicizer, pelarut, zat penstabil dan cosolvent yang larut dalam air.

Pada bidang teknologi farmasi propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai sediaan parenteral dan nonparenteral. Propilenglikol dapat melarutkan berbagai bahan seperti fenol, kortikosteroid, barbiturat, obat sulfa, sebagian besar alkaloid anestesi lokal, serta vitamin A dan D. Selain itu propilenglikol juga digunakan sebagai plasticizer dalam industri kosmetik (Rowe, 2009).

2.8.5. Propilparaben (Nipasol)

Gambar 2. 8 Struktur Kimia Propilparaben (Rowe, 2009)

Propilparaben merupakan serbuk Kristal putih, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki sinonim Nipasol M, Aseptoform P, Propil Aseptoform, 4hidroxybenzoic acid propyl ester, C Sept P, propil butex, Nipagin P, propagin, Propyl Chemosept, propil hidroksibenzoat, Propyl Parasept, Solbrol P, Tegosept P. Rumus empiris propilparaben yaitu C10H12O3 dengan berat molekul 180,20.

(26)

Propilparaben berfungsi sebagai bahan pengawet dari mikroba. Pada bidang teknologi farmasi Propilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi. Propilparaben dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasi dengan ester paraben lainnya atau antimikroba lainnya. Paraben efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Penggunaan propilparaben dalam suatu formulasi dapat mempengaruhi pH sediaan menjadi lebih basa dikarenakan kelarutan paraben yang buruk terutama pada garam natrium. Kombinasi antara propilparaben konsentrasi 0,02% b / v dengan metilparaben konsentrasi 0,18% b / v dapat digunakan untuk berbagai formulasi sediaan parenteral (Rowe, 2009).

2.8.6. Metilparaben (Nipagin)

Gambar 2. 9 Struktur Kimia Metilparaben (Rowe, 2009)

Rumus empiris metilparaben yaitu C8H8O3 dengan berat molekul 152,15 yang merupakan serbuk kristal tidak berwarna atau kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau. Metilparaben juga disebut Nipagin M, Aseptoform M, Metil asam 4hidroksibenzoat ester, CoSept M, Methyl Chemosept, metagin, methylis parahydroxybenzoas, Solbrol M, metil p-hidroksibenzoat, Tegosept M.

Metilparaben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba pada kosmetik, makanan, dan sediaan farmasi. Metilparaben dapat digunakan sendiri ataupun dikombinasi dengan ester paraben lainnya atau antimikroba lainnya. Paraben efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Aktivitas antimikroba meningkat karena panjang rantai gugus alkil meningkat. Khasiat pengawet juga ditingkatkan dengan penambahan propilenglikol (2-5%), atau dengan menggunakan paraben dalam kombinasi dengan antimikroba lainnya seperti imidurea. Karena kelarutan paraben yang buruk, garam paraben (khususnya garam natrium) lebih sering digunakan di

(27)

formulasi. Penggunaan metilparaben dalam suatu formulasi dapat mempengaruhi pH sediaan menjadi lebih basa dikarenakan kelarutan paraben yang buruk terutama pada garam natrium. Kombinasi antara propilparaben konsentrasi 0,02%

dengan metilparaben konsentrasi 0,18% dapat digunakan untuk berbagai formulasi sediaan parenteral (Rowe, 2009).

Gambar

Gambar 2. 1 Stuktur Kulit (Mescher AL, 2010)
Tabel 2. 1 Sifat Antioksidan Berdasarkan Nilai IC50 (Molyneux, 2004)
Gambar 2. 2 Daun Teh Hijau (Kress, 2011)  2.6.2. Morfologi Daun Teh Hijau
Tabel 2. 2 Kandungan Kimia Dalam 100 gram Teh
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari pakan yang dikonsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan

Alasan responden yang memilih jawaban agak sulit dan sulit karena responden merasa bumbu – bumbu tersebut memiliki kemiripan fisik, orang tua yang tidak memberikan pengetahuan

Setelah mendapatkan hasil harga penggunaan material maka data akan mudah diolah seperti yang diketahui bahwa penelitian ini menggunakan sampel atap dari rumah

TDR dapat menjadi masalah serius bagi kesehatan bagi orang yang rentan karena dapat menjadi faktor pencetus timbulnya reksi alergi seperti asma, rhinitis, konjungtivitis

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara visual metode NDWI menghasilkan tepi yang lebih baik dibandingkan dengan filter Sobel karena garis yang

Implementasi IDS pada server menggunakan jejaring sosial (facebook, twitter, dan whatsapp) sebagai media notifikasi memudahkan administrator dalam mengidentifikasi

Judul Skripsi : ANALISA PENGARUH SUHU TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN PANTURA RUAS REMBANG – BULU).. Menyatakan dengan

• Terwujudnya kode etik ini mrp bentuk kesadaran &amp; kesungguhan hati dr stp bidan untuk memberikan yan kesh scr profesional &amp; sbg anggota tim kesh demi tercapainya