BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang berperan menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, dan telur yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan masyarakat. Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, kebutuhan terhadap hasil ternak semakin meningkat. Oleh karena itu, masyarakat semakin menyadari perlunya pemenuhan kebutuhan protein termasuk salah satunya yaitu protein hewani. Salah satu sumber pangan protein hewani yaitu daging sapi. Daging sapi juga merupakan produk pangan hasil ternak yang cenderung meningkat permintaannya seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat.
Namun beberapa bulan terakhir, Indonesia mengalami masalah mengenai daging sapi yaitu harga daging sapi yang tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan harga daging sapi melambung tinggi bahkan sempat menempati posisi harga tertinggi di dunia. Salah satu penyebabnya yaitu adanya program pemerintah tentang swasembada daging sapi tahun 2014 yang menyebabkan penurunan jumlah impor sapi potong maupun daging sapi beku di Indonesia.
Padahal kita tahu, bahwa sapi potong impor maupun daging sapi beku tersebut digunakan untuk industri pengolahan yang berbahan baku daging sapi di kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Menurut Departeman Pertanian yang menangani masalah impor sapi potong maupun daging sapi beku, terlihat pada tahun 2011, Indonesia mengimpor daging sapi sebanyak 100.000 ton dan sapi
potong sebanyak 560.000 ekor. Namun pada tahun 2012, Indonesia hanya mengimpor daging sapi sebanyak 34.000 ton dan sapi potong sebanyak 283.000 ekor. Hal tersebut yang membuat para pelaku industri di kota-kota besar mulai bingung untuk memenuhi permintaan konsumen yang tidak banyak berubah.
Untuk tetap memenuhi permintaan tersebut maka para pelaku industri pengolahan daging sapi di kota-kota besar mulai melirik pasar daerah. Banyak sapi-sapi potong daerah yang mulai dikirim ke Bandung atau Jakarta untuk diproduksi sebagai pemenuhan kebutuhan daging sapi di kota tersebut. Padahal sebelumnya, sapi-sapi potong daerah itu hanya digunakan di dalam dan sekitar wilayah produksi sapi potong.
Pelaku industri daerah melakukan hal itu karena memang permintaan dan penawaran di kota-kota besar cenderung lebih tinggi dibanding permintaan daerah sendiri. Sebagai pelaku yang memang ingin memperoleh keuntungan lebih tinggi maka hal tersebut wajar dilakukan. Pengiriman tersebut yang menyebabkan penurunan jumlah sapi potong di daerah sehingga jika persediaan berkurang maka berimbas pada harga yang tinggi. Harga yang cukup tinggi itu pun tidak dapat dipungkiri jika menyebabkan penurunan permintaan dan penawaran di daerah jika dibandingkan permintaan dari dari pusat ibukota. Jika sapi-sapi potong yang digunakan untuk diproduksi menjadi daging sapi dikirim ke luar kota maka berimbas pula ke hasil produksi daging sapi yang ikut menurun karena memang pasokan bahan baku yang kurang.
Salah satu daerah yang dituju oleh para pelaku industri untuk mengirimkan hasil ternaknya ke ibukota yaitu Kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul dipilih
karena merupakan daerah yang memiliki populasi sapi potong terbanyak kedua setelah Kabupaten Gunung Kidul. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar penduduk Kabupaten Gunung Kidul bekerja di sektor peternakan. Salah satu komoditas yang paling diunggulkan di sana yaitu sapi potong. Hampir semua warga di tiap rumah memiliki sapi potong baik yang digunakan sebagai sapi jual beli maupun tabungan masa depan.
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi DIY (2012)
Dari gambaran yang telah dijelaskan di atas dapat diketahui bahwa masalah utama kelangkaan sapi potong maupun daging sapi adalah kurangnya pasokan sapi potong maupun daging sapi yang akan dikonsumsi para pelaku sistem rantai pasok di Kabupaten Bantul sehingga perlu adanya pengendalian persediaan dalam rantai pasok yang dilakukan. Studi mengenai pengendalian persediaan pada sistem rantai pasok dapat dilakukan menggunakan pendekatan simulasi sistem dinamis. Hal ini dikarenakan sistem rantai pasok merupakan sebuah sistem dinamis yang masing-masing komponen atau pelaku sistemnya selalu berubah dan berinteraksi dengan membentuk suatu hubungan umpan balik
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000
YK BTL KP GK SLM
1012
288800 285259
658672
253392 ekor
Kota/ Kabupaten
Jumlah Populasi Sapi Potong DIY
seiring pertambahan waktu. Penggunaan simulasi sistem dinamis ini, selain memiliki keuntungan karena dapat menghemat waktu dan biaya, juga dapat memberikan skenario perbaikan dalam meningkatkan kinerja sistem rantai pasok.
Tabel 1.1 Perbandingan konsumsi dan produksi daging sapi Kabupaten Bantul
Sumber : Data Olahan, 2013
Dari tabel di atas dapat terlihat jika produksi dan konsumsi Kabupaten Bantul tidak seimbang. Kabupaten Bantul untuk beberapa tahun terakhir seharusnya menyiapkan sampai dua kali lipat produksi sehingga konsumsi tercukupi. Kabupaten Bantul, sebagai salah satu daerah produksi sapi potong maupun daging sapi yang siap dipasarkan memiliki jaringan rantai pasok yang sangat rentan mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat berupa ketidakseimbangan kuantitas permintaan konsumen dengan kuantitas bahan baku dari pemasok. Oleh sebab itu diperlukan pengendalian persediaan yang baik untuk menghindarinya. Hal ini menjadi dasar dilakukannya penelitian dengan judul
“Analisis Tingkat Persediaan Pada Sistem Rantai Pasok Daging Sapi di Kabupaten Bantul”.
Tahun Produksi (kg) Konsumsi 50% (kg) Kekurangan (kg)
2007 360086,44 727699,88 367613,44
2008 401445,24 749180,25 347735,01
2009 642484,64 786898,00 144413,36
2010 516271,84 797565,13 281293,29
2011 728095,48 806105,13 78009,64
2012 777498,4 835047,50 57549,10
1.2 Rumusan Masalah
Produksi daging sapi yang dihasilkan di Kabupaten Bantul tidak semata- mata dinikmati oleh masyarakat Bantul saja tetapi juga dinikmati oleh daerah lain sehingga dengan adanya masalah tersebut maka produksi dan konsumsi daging sapi di Kabupaten Bantul menjadi tidak seimbang. Dilihat dari kasus di lapangan bahkan Kabupaten Bantul harus memproduksi dua kali lipat untuk memenuhi permintaan konsumen. Dari 100% total produksi daging sapi di Kabupaten Bantul hanya 28% yang digunakan untuk pemenuhan permintaan konsumen di Kabupaten Bantul, sisanya dikirim ke luar daerah yang masih dalam satu provinsi seperti di Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, dan di Kota Yogyakarta.
Fluktuatifnya permintaan daging sapi dari konsumen daerah maupun yang di luar daerah terkadang membuat permintaan tidak dapat dipenuhi karena kurangnya pasokan sapi potong. Persediaan yang terbatas tersebut secara langsung berimbas pada harga jual masing-masing produk. Oleh sebab itu dilakukan penelitian terhadap sistem rantai pasok daging sapi di Kabupaten Bantul ini dengan pendekatan simulasi sistem dinamis. Penelitian ini dilakukan dengan merepresentasikan sistem nyata rantai pasok ke dalam sebuah model untuk melihat perilakunya dengan fokus ke tingkat persediaan sebagai parameter kinerja rantai pasok. Kemudian dilakukan simulasi untuk melihat perubahan perilakunya dengan membangkitkan beberapa skenario, agar kinerja dari sistem rantai pasoknya dapat ditingkatkan.
1.3 Batasan Masalah
Agar tujuan pembahasan lebih jelas dan terarah, maka dalam penelitian ini dilakukan pembatasan masalah, sebagai berikut :
1. Komoditas yang dikaji dalam penelitian ini adalah sapi potong dan daging sapi yang didistribusikan melalui sistem rantai pasok di Kabupaten Bantul.
2. Aliran yang diteliti dalam sistem rantai pasok fokus pada sapi potong dan daging sapi.
3. Faktor biaya tidak disertakan dalam penelitian ini, interaksi tiap variabel dalam simulasi sistem hanya menjelaskan output berupa kuantitas daging sapi.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengidentifikasi pelaku pada sistem rantai pasok daging sapi di Kabupaten Bantul serta melakukan analisis kebutuhan pelaku sistem dalam aktivitas rantai pasok.
2. Merepresentasikan kondisi nyata sistem rantai pasok daging sapi ke dalam sebuah model yang disimulasikan.
3. Melakukan simulasi terhadap model yang telah dibuat melalui pembangkitan beberapa skenario untuk peningkatan kinerja rantai pasok dengan tingkat persediaan sebagai fokus perhatian.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Mengetahui informasi mengenai pelaku dan perilaku sistem dalam rantai pasok daging sapi.
2. Melakukan penghematan biaya dengan melakukan simulasi.
3. Memperluas kajian penelitian dalam Supply Chain Management bagi masyarakat luas, produsen, pelaku pasar, dan pelaku rantai pasok bahan pertanian pada umumnya dan daging sapi khususnya.