• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepemimpinan Transformatif Nehemia sebagai Model Pemimpin Gereja di Masa Pandemi Covid-19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kepemimpinan Transformatif Nehemia sebagai Model Pemimpin Gereja di Masa Pandemi Covid-19"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Kepemimpinan Transformatif Nehemia sebagai Model Pemimpin Gereja di

Masa Pandemi Covid-19

Yudha Mahendra

Sekolah Tinggi Teologi Galilea, Yogyakarta

[email protected]

Abstracti: The current Covid 19 pandemic has led to changes in the order of life in all fields. Spiritual activities, such as worship and service, also undergo changes. Worshipers are no longer gathering in church buildings, but implementing a virtual worship model with the intention of inhibiting the spread of the Covid 19 virus. Those attending the church are only those who are tasked with leading praise, intercession and servants of God who deliver sermons. Therefore, the collection of offerings also uses the transfer method and some churches distribute offering envelopes to the homes of the congregations. Virtual worship makes some congregations who don't have Androids unable to join other congregations in worship. As leaders in the church, pastors and councilors should pay attention to changing the form of ministry activities in the church. Problems such as the unserved congregation, restrictions on two-way communication, cessation of togetherness and group activities in the church, are the main things that must be resolved. Applying a transformative leadership model as shown by Nehemiah, is a solution that can minimize and solve the problems at hand.

Keywords: church’s leader; leadership; Nehemia; pandemic; transformative

Abstrak: Berlangsungnya pandemic covid 19 sekarang ini, telah menyebabkan perubahan

tatanan kehidupan di segala bidang. Aktifitas kerohanian seperti ibadah dan pelayanan, juga mengalami perubahan. Ibadah tidak lagi berkumpul di gedung gereja, tetapi menerapkan model ibadah virtual dengan maksud untuk menghambat penyebaran virus covid 19. Yang hadir di gereja hanya mereka yang bertugas untuk memimpin pujian, berdoa syafaat dan hamba Tuhan yang menyampaikan khotbah. Oleh karenanya, pengumpulan persembahan juga menggunakan cara transfer dan beberapa gereja membagi amplop persembahan ke rumah-rumah jemaat. Ibadah virtual membuat sebagian jemaat yang tidak memiliki android, tidak dapat mengikuti ibadah bersama jemaat lainnya. Sebagai pemimpin di gereja, gembala siding dan majelis seharusnya memberi perhatian kepada perubahan bentuk aktifitas pelayanan di gereja. Persoalan-persoalan seperti jemaat yang tidak terlayani, pembatasan komunikasi dua arah, berhentinya kebersamaan dan aktifitas persekutuan kelompok di gereja, menjadi hal pokok yang harus diselesaikan. Menerapkan model kepemimpinan transformatif seperti yang ditunjukkan oleh Nehemia, merupakan solusi yang dapat meminimalkan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Kata kunci: kepemimpinan; Nehemia; pandemi; pemimpin gereja; transformatif PENDAHULUAN

Hadirnya wabah virus corona yang dikenal dengan covid 19, telah melanda seluruh dunia. Hal ini mengakibatkan seluruh dunia merasakan ketakutan oleh karena wabah ini menyebabkan kematian yang tidak sedikit kepada manusia seperti di Wuhan dimana 3.322

(2)

jiwa meninggal dunia, dan 76.571 jiwa berhasil sembuh.1 Wabah ini mengakibatkan lumpuhnya perekonomian dunia oleh karena berhentinya aktifitas disemua bidang untuk menghambat perkembangan virus ini2 yang ditularkan melalui udara dan sentuhan antar manusia.3

Wabah virus corona yang menyerang manusia, bukan hanya berdampak kepada perekonomian dunia, akan tetapi juga berdampak pada kegiatan pendidikan. Proses tatap muka dan interaksi di ruang kelas yang dapat memicu penularan virus corona, dihentikan dan diganti dengan proses belajar dengan virtual yang dikenal dengan belajar daring.4 Semester pertama proses daring di dunia pendidikan menuai banyak masalah oleh karena ketidaksiapan pendidik dan peserta didik menjalankan proses pembelajaran metode daring.5

Persoalan bukan hanya terjadi dalam proses pendidikan formal tetapi juga dalam kegiatan yang melibatkan interaksi antar individu seperti traveling dan pariwisata, kegiatan perbankan, dimana pada awalnya kegiatan dihentikan dan banyak tenaga kerja yang diberhentikan. Disamping itu, seluruh kegiatan di rumah-rumah ibadah juga ditutup sebagai reaksi terhadap upaya menghambat penyebaran virus corona ini.6 Melalui kegiatan peribadahan banyak ditemukan cluster-cluster baru orang terkena virus corona.7

Permasalahan yang dihadapi gereja, bukan hanya penutupan dan penghentian aktifitas di rumah ibadah atau gereja. Gereja menghadapi masalah tentang pelayanan terhadap jemaat. Tri tugas gereja, dalam segala situasi harus tetap berjalan.8 Gereja dituntut untuk terus bersaksi, melakukan pelayanan dan melaksanakan persekutuannya yang dikenal dengan: diakonia, koinonia, dan marturia. Gereja dalam segala situasi memiliki tanggung jawab terhadap pelayanan dan jemaat.

Di samping itu, gereja dihadapkan dengan pergumulan jemaat yang di PHK dari tempat kerjanya, jemaat yang membutuhkan makanan, jemaat yang membutuhkan Hp android yang dipergunakan untuk proses pembelajaran daring. Ada jemaat yang usahanya berhenti khususnya usaha yang bergerak dibidang jasa dan makanan.9 Pemimpin gereja tidak boleh tinggal diam menghadapi masalah yang dialami jemaat akibat wabah pandemi Covid 19.

1“Coronavirus statistic China”, diakses 3 April 2020, https://www.worldometers.info/coronavirus/ country/china

2https://www.alodokter.com/memahami-isti lah-lockdown-yang-mencuat-di-tengah-pandemi-virus-corona. Diakses Minggu, 31 Mei 2020.

3P. Caley, Philp, D. J., & McCracken, K. (2008). Quantifying social distancing arising from pandemic influenza. Journal of the Royal Society Interface. https://doi.org/10.1098/rsif.2007.1197

4Yandwiputra, A. R. (n.d.). Kuliah Jarak Jauh karena Virus Corona, UI: Bukan Lockdown. Retrieved from https://metro.tempo.co

5Garrison, D. R., & Cleveland-Innes, M. (2005). in Online Learning : Interaction Is Not Enough.American Journal of Distance Education. https://doi.org/10.1207/s15389286ajde1903

6Republika.co.id., In Picture: Cegah Penyebaran Covid 19, Gereja Ditutup.

https://republika.co.id/berita/q8cxb8283/cegah-penyebaran-covid19-gereja-ditutup. Diakses tgl 22 Mei 2020.

7 https://jurnalpresisi.pikiran-rakyat.com/nasi-onal/pr-15382180/klaster-covid-19-terbesar-adalah-klaster-10000-pendeta-gpib-dan-gbi-berikut-faktanya. Diakses tgl 29 Mei 2020.

8Sudianto Manullang, Konsep Misi-Diakonia Untuk Konteks Indonesia, Jurnal Stulos 16/1 (Juni 2018), 28-46.

9https://www.jurnal.id/id/blog/ini-5-sektor-bisnis-tahan-krisis-saat-pandemi-covid-19 Diakses tanggal 12 Juni 2020.

(3)

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif kualitatif dimana urgensi kepemimpinan dimasa pandemic 19 menjadi pokok penelitian. Pembahasan tentang kepemimpinan transformasi didapatkan melalui sumber buku-buku dan dengan menganalisa teks kitab Nehemia. Dengan memaparkan fakta-fakta yang berhubungan dengan kondisi pandemic 19, pandangan para ahli tentang kepemimpinan dan eksegesa terhadap model kepemimpinan Nehemia, dihasilkan model kepemimpinan transformasi yang diperlukan pada masa pandemic saat ini.

PEMBAHASAN

Kepemimpinan Transformatif Nehemia

Kepemimpinan Nehemia tidaklah serta merta terlihat sesudah dia diberikan izin oleh Raja Arthasasta untuk kembali ke Yerusalem membangun tembok-tembok yang telah runtuh. Cara Nehemia berdiplomasi kepada pemimpin di Babel dengan mengedepankan kepentingan Israel sebagai suatu bangsa dan menggunakan peluang perubahan kepemimpinan di Babel, memperlihatkan bagaimana sikap intrinstik seseorang dalam memimpin. Meskipun secara umum ciri kepemimpinan yang dapat membawa kepada keberhasilan belum terlihat, akan tetapi sikap intrinstik ini mampu membawa seseorang berhasil dalam memimpin.

Latar Belakang Nehemia 1-7

Kitab Nehemia ditulis bersamaan dengan kitab Ezra dimana penulisannya sesudah peristiwa-peristiwa terakhir di dalamnya oleh karena kitab-kitab ini berisi kisah-kisah sejarah dan bukan nubuat.10 Kitab sejarah yang dituliskan dalam bentuk narasi ini, menjelaskan bahwa pada masa pasca pembuangan, Nehemiah bukan saja mampu menggerakkan orang Israel untuk membangun tembok Yerusalem akan tetapi Nehemia mampu menjadi bupati selama dua periode. Dalam kepemimpinannya itulah, Nehemia melakukan pembaharuan-pembaharuan diantara orang Israel.11

Nehemia adalah orang Israel dari suku Lewi yang ikut dalam pembuangan di Babel dimana pada waktu mendengar kabar dari Hanani saudaranya bahwa penduduk Yehuda berada pada kesukaran besar, ia bertugas sebagai juru minum kerajaan.12 Nehemia memiliki kemampuan administratif yang luar biasa yang ditunjukkannya dalam meng-organisir orang Israel yang kembali dari pembuangan untuk membangun kembali tembok Yerusalem yang telah hancur.13 Kemampuan mengorganisir inilah merupakan salah satu hal yang akhirnya membuat tembok-tembok kota Yerusalem dapat selesai terbangun.

Di samping itu, Nehemia memiliki kemampuan diplomatis yang baik dan cakap untuk diperhitungkan pada masa itu. Sebagai seorang juru minum kerajaan Babel, Nehemia ternyata mampu menunjukkan pengaruh dalam menggerakkan orang-orang untuk mengikuti dan mengerjakan apa yang diharapkan. Sebagai seorang Lewi yang memiliki kerinduan besar untuk membangun kembali Yerusalem dan dengan rasa

10David M. Howard Jr., Kitab-Kitab Sejarah Perjanjian Lama, terj. Suhadi Yeremia, (Malang: Gandum Mas, 2002), 353.

11Andrew E. Hill, Survei Perjanjian Lama. (Malang: Gandum Mas, 2008), 373.

12W. S. Lasor, D.A. Hubbard, dan F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama, jilid 1, terj. Lisda Tirtapraja dan Lily W. Tjiputra, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. ke-4, 2000), 428.

13Howard, Kitab-Kitab Sejarah Perjanjian Lama, terj. Suhadi Yeremia, (Malang: Gandum Mas, 2002), 369.

(4)

kebangsaan nasionalis, Nehemia mendorong orang-orang yang ada di Yerusalem untuk ikut serta membangun (1:9). Nehemia menekankan kepada pentingnya sikap penyerahan kepada Allah (1:5-6; 4:9, 14) dan sikap gotong royong dan kerjasama (pasal 3) untuk mewujudkan pembangunan.

Ciri Kepemimpinan Transformatif Nehemia

Analisis terhadap teks memoar Nehemia menunjukkan bahwa sedikitnya ada 4 frase penting yang berhubungan dengan gambaran kepemimpinan yang dilakukan oleh Nehemia. Keseluruhan frase itu menekankan kepada pentingnya sifat intrinstik seorang pemimpin. Memiliki Visi yang jelas, memiliki sasaran yang jelas, konsisten dalam melayani dan gigih dalam menghadapi konflik merupakan sikap yang harus dimiliki seorang pemimpin sehingga transformasi yang diharapkan dapat tercapai.

Memiliki Visi yang Jelas

Perubahan atau transformasi melalui kepemimpinan, dapat dilakukan ke arah yang baik bila memiliki visi yang jelas. Menghadapi masa pandemic saat ini, pemimpin yang memiliki visi dapat menjalankan pelayanan dengan arah yang tepat. Sekalipun munculnya pandemic 19 mengakibatkan masalah yang besar dan menyebabkan jalannya ibadah harus ditutup, akan tetapi pemimpin yang mempunyai visi, tetap dapat membawa gereja keluar dari masalahnya.

Nehemia sejak awal telah menunjukkan visinya untuk pembaruan melalui pembangunan tembok Yerusalem. Kata

hN"n<)b.a,w>

(wü´ebneºnnâ) “aku membangunnya

kem-bali,” merupakan visi Nehemia. Setelah mendengar penuturan Hanani tentang kondisi Yerusalem (1:3), Nehemia terbeban dan berdoa untuk pemulihan Israel. Allah menjawab doanya dengan memberikan visi untuk membangun tembok-tembok Yerusalem (2:5).

Visi sangatlah penting oleh karena akan mengarahkan kepada tujuan yang jelas. Pengertian visi menurut Dan Southerland: “Visi bukan hanya suatu tujuan; visi adalah suatu perjalanan. Visi bukanlah suatu produk; visi adalah suatu proses. Visi bukanlah sekedar garis akhir; visi adalah perlombaan itu seluruhnya”14 Nehemia dapat mewujudkan transformasi dalam kepemimpinannya oleh karena memiliki visi yang jelas. Sepanjang perjalanan pembangunan Yerusalem, Nehemia telah memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan tahap demi tahap. Lebih lanjut Southerland mengatakan:

Visi adalah gambaran dari apa yang Allah ingin lakukan. Visi adalah gambaran dari apa yang Allah lakukan dalam gereja-Nya jika kita keluar dari jalan-Nya dan membiarkan Allah melakukannya. Jadi proses visi adalah proses bergabung dengan Allah dalam apa yang sedang dan ingin Dia kerjakan di dalam gereja-Nya.15 Visi memerlukan penyerahan karena Allah akan turut campur tangan dan Allah saja yang dapat mewujudkan visi. Hal ini juga berlaku untuk pembaharuan di Indonesia. Pemimpin yang takut akan Tuhan akan menyerahkan visi sepenuhnya kepada Allah dan membiarkan Allah turut campur tangan dalam mewujudkan visi untuk perubahan dan pembaharuan Indonsia masa kini.

Dalam diri si visioner sudah ada gambaran dan konsep yang jelas meskipun itu belum terjadi. George Barna menyatakan:

14Dan Southerland, Transitioning: Visi dan Langkah-langkahnya, (Malang: Gandum Mas, 1999), 21. 15Ibid., 22.

(5)

Visi adalah sebuah gambaran mental yang jelas dan tepat akan masa depan yang lebih baik, diimplementasikan oleh Allah kepada hamba-bamba-Nya yang terpilih, berdasarkan suatu pemahaman akan Allah, diri sendiri dan situasi. Meskipun visi itu hanyalah sebuah konsep atau presfektif dari realita yang belum ada, visi akan begitu jelas ada dalam pikiran si visioner sehingga mungkin akan dianggap sebagai sebuah gambran hidup. Visi seperti ini memotivasi dan menggerakan pelayanan, menyaring informasi, berfungsi sebagai katalis dalam pengambilan keputusan dan mengukur kemajuan.16

Lebih lanjut Barna berpendapat bahwa dengan visi, sesorang akan mampu melakukan perubahan: Visi mencakup perubahan. Visi memampukan seseorang untuk memperbaiki situasi. Visi berfokus pada masa depan dan kesempatan-kesempatan yang akan datang. Seorang pemimpin visioner adalah orang yang menghargai masa lampau, hidup masa kini, namun berfikir ke depan. Masa depan itu, bila menyenangkan Allah, akan sangat berbeda dengan kenyataan yang dialami sekarang ini. Visi itu ditahbiskan oleh Allah, dirindukan oleh umat-Nya dan disampaikan oleh Roh Kudus. Alah mengkomunikasikan visi-Nya hanya kepada mereka yang bertekun untuk mengenal Dia secara intim. Karena visi-Nya adalah suatu bagian yang saleh dari pernyataan rencana-Nya yang suci.17

Sangat jelas dari kutipan di atas bahwa kepemimpinan dengan visi yang jelas tidak akan melupakan sejarah, apa yang terjadi masa lampau dan masa kini. Namun, juga selalu berpikir ke masa depan. Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki visi yang jelas yakni yang tidak melupakan sejarah dan dengan visinya pemimpin akan membawa bangsa Indonesia ke arah perubahan seperti yang Allah kehendaki. Hal ini hanya dimungkinkan apabila pemimpin sungguh-sungguh takut akan Allah.

Visi itu akan Tuhan berikan pada saat yang tepat. Untuk itu diperlukan kepekaan untuk menangkap visi. Dan untuk bisa menangkap visi seserang itu juga harus selalu memohon hikmat Tuhan.

Visi datang bila Allah memutuskan bahwa siap menanganginya. Pada saat yang tepat, Allah akan menyatakan visi dan memampukan Anda untuk memahami visi tersebut. Kemampuan Anda untuk menangkap visi bukanlah kesanggupan manusia, melainkan soal persiapan rohani dan kerinduan yang sepenuh hati untuk menaati visi tersebut, apapun harganya.18

Kepemimpinan dengan visi yang jelas berarti dalam suatu lembaga atau organisasi itu akan berfokus pada program yang paling penting.

Visi membawa hal-hal yang bagus bagi sebuah organisasi, sama sekali bukan dorongan dan harapan bahwa, “kita akan pergi ke suatu tempat tertentu.” Sekalipun lebih daripada dorongan, bisa jadi merupakan fokus. Terlalu banyak pemimpin tetap tidak terfokus. Mereka melakukan aktivitas-aktivitas mereka hari demi hari lebih merupakan suatu cara mempertahankan diri daripada mengangkat mata mereka untuk membersihkan berbagai hal. Makanya visi harusnya sederhana untuk diingat , dan cukup spesifik untuk memberikan arah.19

Visi akan mengontrol sebuah organisasi atau lembaga fokus pada tujuan utama. Lebih lanjut George Barna menjelaskan pengertian kehidupan yang terfokus adalah sebagai berikut: 1). Suatu kehidupan yang semata-mata dipersembahkan untuk

16George Barna, Mengejawantahkan Visi ke dalam Aksi. (Jakarta: Metanoia, 1997), 45.

17George Barna, Pandangan Para Pemimpin tentang Kepemimpinan. (Malang: Gandum Mas, 2002), 62. 18Barna, Mengejawantahkan Visi ke dalam Aksi. (Jakarta: Metanoia, 1997), 47.

(6)

melaksanakan tujuan Allah yang unik. 2). Dengan mengenal empat konsep kunci, yaitu peran utama, tujuan hidup, metodologi khusus atau kontribusi terakhir yang tersedia. 3). Suatu peningkatan pemberian prioritas pada aktivitas hidup di sekitar konsep kunci lain. 4). Menghasilkan kehidupan yang memuaskan dengan menjadi diri anda dan dengan melakukan apa yang anda telah selesaikan.20

Visi tidak sekedar disampaikan dan diperkenalkan, tetapi harus juga diyakinkan bahwa visi itu benar-benar akan menjadi kenyataan. Visi tidak hanya berhenti pada sebuah ide. Namun itu akan menembusi berbagai halangan, dan untuk kemudian akan mewujud ke dalam sebuah kenyataan.

Jika visi anda hanya merupakan sebuah ide yang dipaksakan atau sebuah mimpi yang memikat, maka anda telah gagal. Visi berkaitan dengan menciptakan masa depan yang lebih baik. Bagian dari tanggung jawab anda sebagai seorang pemimpin bukan hanya memperkenalkan atau menyampaikan dengan baik dan menjual visi, tetapi juga menjamin bahwa visi tersebut akan menjadi kenyataan.21

Seorang pemimpin tidak hanya sekedar melontarkan visi tetapi ia sendiri benar-benar meyakini visi itu dan ia juga harus meyakinkan serta menjamin bahwa visi itu sungguh-sungguh akan terwujud. Untuk merealisasikan visi bukanlah sesuatu yang mudah. Diperlukan kerja keras strategi dan taktik. Melaksanakan visi memerlukan berbagai sumber daya agar visi bergerak maju dengan efektif dan efisien. Seorang pemimpin perlu menciptakan berbagai proses untuk memperkenalkan visi dalam pelayanan dengan cara-cara yang praktis. Pemimpin harus mempunyai persiapan alat-alat evaluasi, sehingga dapat menilai seberapa baik yang dilakukannya, serta menerapkannya dengan usaha-usaha yang sangat memadai untuk terus melaksanakan visi tersebut.22

Memiliki Sasaran yang Jelas

Kepemimpinan Transformator memerlukan sasaran yang jelas. Sasaran yang jelas diwujudkan dalam setiap agenda kerja yang jelas untuk realisasi visinya. Seorang pemimpin dalam menghadapi persoalan di masa pandemic 19 ini harus memiliki sasaran yang jelas. Sasaran yang jelas, akan membantu seorang pemimpin untuk mensikapi masalah yang dihadapi. Sikap Nehemia dalam fasal 2:13 menunjukkan bagaimana dalam kepemimpinannya ia telah menetapkan sasaran yang jelas. Frase

‘~Øil;’v'Wry> tmoÜAxB. rbeøfo

yhi’a/w"

(wä´éhî Söbër BüHômöt yürûšälaºim) yang diterjemahkan dengan: “menyelidiki dengan

seksama tembok-tembok Yerusalem,” yang merupakan satu bagian dari pencapaian sasaran yakni pembangunan kembali kota Yerusalem yang telah hancur.

Para pemimpin sejati mempunyai suatu sikap yang digerakkan oleh sasaran. Para pemimpin membedakan diri mereka dari para pengikut dengan hasrat mereka pada sasaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Mereka mengatur kegiatan dan mengukur kemajuan mereka berdasarkan sasaran dan penanda jarak. Setiap orang di dunia menetapkan sasaran, dengan satu atau lain cara. Bahkan orang yang gagal dalam hidup sebenarnya menetapkan sasaran yang menyebabkan ia gagal. Sebenarnya, banyak dari kita merencanakan untuk tidak mengerjakan hal-hal yang akan membuat kita sukses.23

20Southerland, Transitioning: Visi dan Langkah-langkahnya, (Malang: Gandum Mas, 1999), 44. 21Barna, Mengejawantahkan Visi ke dalam Aksi. (Jakarta: Metanoia, 1997), 53..

22Barna, Pandangan Para Pemimpin tentang Kepemimpinan. (Malang: Gandum Mas, 2002), 70. 23Myles Munroe, The Spirit Leadership, (Jakarta: Imanuel, 2002), 235.

(7)

Visi yang akan menggerakkan seorang pemimpin ke arah sasaran yang jelas. Oleh sebab itu pemimpin harus merencanakan dan menetapkan sasaran yang benar. Sekalipun pelaksananaan kepemimpinan ini mengalami kesulitan yang besar oleh karena ancaman virus corona, akan tetapi sasaran yang jelas dari seorang pemimpin yang mempunyai visi, akan terlihat dalam pelayanan yang dikerjakannya. Masa depan yang diinginkan sangat ditentukan pada penetapan sasaran sekarang ini.

Seorang pemimpin mengerti bagaimana menetapkan sasaran yang benar. Ini adalah suatu sikap yang vital untuk dikembangkan karena masa depan dan hidup Anda bergantung pada sasaran yang Anda tetapkan-entah secara sadar atau di bawah sadar. Dimana Anda berakhir dalam hidup ini adalah hasil dari sasaran yang Anda tetapkan atau tidak tetapkan untuk kehidupan Anda.24 (Myles Munroe, 2002, 236).

Kepemimpinan sebagai suatu proses ibarat sebuah perjalanan seseorang. Dalam perjalanan akan banyak hal yang dijumpai. Jalan yang ditempuh pun berliku panjang. Jika perjalanan itu tidak ada tujuan yang jelas, maka akan mudah terpengaruh dan gampang dibelokkan. Dengan menentukan sasaran yang jelas, hal itu akan melindungi dari pengaruh-pengaruh yang tidak perlu dari orang lain. Dengan penetapan sasaran yang jelas, selain melindungi dan mengarahkan kepemimpinan, juga akan memberikan kegairahan untuk segera mencapai tujuan. Munroe mengatakan:

Sasaran melindungi kita dari pengaruh yang tidak perlu dari orang lain. Para pemimpin sejati selalu bersemangat untuk dan cemburu pada sasaran mereka karena sasaran ini menggambarkan kehidupan mereka. Jika sasaran kita berubah, kehidupan kita berubah, maka kita harus berhati-hati menjaga sasaran kita.25

Bagi banyak orang soal menentukan sasaran ini masih merupakan gagasan yang masih sangat asing. Oleh karena itu maka seorang pemimpin sering harus bergerak perlahan-lahan pada waktu memperkenalkan konsepnya itu kepada orang-orang yang bekerja dengan dia. Menurut Leroy, ada tiga alasan mengapa pemimpin perlu memiliki sasaran yang jelas:

1) Pengarahan. Orang memerlukan sasaran untuk mengarahkan kehidupannya. Tidak mungkin bagi seseorang untuk terus maju ke arah tujuannya jika ia tidak mempunyai tujuan tertentu. Tidak mungkin baginya untuk menyelesaikan satu rangkaian tertentu jika tidak ada titik akhirnya.

2) Kemajuan. Sasaran itu penting untuk menjamin agar ada kemajuan. Tanpa sasaran tersebut, orang dapat menjadi seperti kursi goyang, ada gerakan tetapi tidak ada kemajuan. Jika gereja tidak mempunyai sasaran maka itu dapat membahayakan kehidupan gereja. Jika gereja tidak memiliki tujuan yang dapat diperjuangkan, maka program gereja itu mungkin kelihatannya seolah-olah sibuk tetapi sebenarnya tidak mengalami kemajuan apa-apa.

3) Hasil yang dicapai. Alasan ketiga mengapa harus ada sasaran adalah agar ada satu hasil yang dapat dilaksanakan sampai selesai. Jika seseorang tidak mempunyai saran tertentu, ia tidak akan pernah tahu apakah dia sudah berhasil menyelesaikannya atau tidak.26

Ada banyak program yang telah ditetapkan. Program-program yang direncanakan itu pasti ada hierarkhi urgensinya. Oleh sebab itu di antara berbagai program itu perlu skala prioritas. Prioritas inilah yang akan membawa sebuah lembaga ke arah yang telah

24Ibid., 236. 25Ibid., 137

(8)

ditentukan semula. Semua pemimpin sejati dibedakan oleh pengertian mereka yang kuat akan prioritas. Mereka selalu jelas tentang apa yang penting bagi mereka dan ingin mengurus persoalan utama yang ada. Hal paling penting dalam kehidupan dan kepemimpinan adalah mengetahui apa yang Anda lakukan. Aktivitas apa pun yang kita jalankan menyita waktu, bakat, usaha dan tenaga, dan kehidupan kita. Jadi, apa yang kita kerjakan menentukan siapa kita dan menjadi apakah kita. Para pemimpin sejati mempunyai pemahaman yang jelas tentang apa yang perlu mereka kerjakan. Kunci untuk kemampuan ini adalah menetapkan prinsip prioritas.27

Seorang memimpin harus terus menyadari apa yang sedang dilakukan. Apakah dia sedang melakukan pekerjaan-pekerjaan utama yang menjadi porsi dia atau tidak. Jika tidak disadari hal ini akan mudah sekali pemimpin terjebak dalam pekerjaan bukan yang utama. Lebih lanjut Myles Munroe menyatakan:

Kepemimpinan efektif memerlukan manajemen prioritas seseorang. Para pemimpin sejati belajar bagaimana membedakan antara apa yang benar-benar penting bagi kehidupan serta pemenuhan tujuan mereka dan apa yang merupakan kebutuhan mendesak tetapi hanya sementara. Mereka juga menemukan bagaimana membedakan antara pilihan yang baik dan pilihan yang terbaik bagi mereka. Karena hal-hal ini, mereka mempunyai agenda yang sempit dan daftar singkat tentang apa yang harus dikerjakan.28

Dengan demikian seorang pemimpin perlu mengingat hal di atas jika ingin kepemimpinannya berhasil. Di masa pandemic ini, seorang pemimpin harus jeli untuk menentukan hal apa yang terpenting yang lebih dahulu dipilih untuk dipriortaskan. Diperlukan kejelian untuk menentukan hal yang terpenting dan pilihan yang terbaik dari yang baik.

Konsisten Melayani dengan Baik

Seorang pemimpin perlu memiliki sikap seorang pelayan. Ini merupakan konsep alkitabiah yang sangat mendasar. Nehemiah menunjukkan hal itu dalam mewujudkan visinya. Nehemia tetap melayani sekalipun mendapat olokan dan hinaan dari orang disekitarnya (2:19). Tanpa harus memberitahukan kepada setiap orang akan apa yang hendak dikerjakan, Nehemia melakukan pengamatan pada malam hari tentang hal-hal yang akan dikerjakan (2:12-13). Frasa

WnydE_g"B. ~yjiÞv.po Wnx.n:ïa]-!yae

((´ên-´ánaºHnû pöš†îm Bügädêºnû) yang diterjemahkan dengan: “kami tidak sempat mengganti pakaian kami,” oleh karena harus bekerja siang hari dan berjaga pada malam hari (4:17, ITB 23). Nehemia tidak hanya ikut dalam pembangunan, akan tetapi bersama saudara-saudara dan anak buahnya, ikut berjaga pada malam harinya. Jika setiap pemimpin mempunyai sikap seperti ini maka pemimpin itu berarti siap melayani bukan ingin dilayani.

Memiliki sikap seorang pelayanan tidak berarti lembek dan tidak bisa tegas. Sikap pelayan itu adalah dasar sikap hati, bukan berarti suatu kelemahan. Pemimpin dengan sikap pelayan itu perlu memiliki sikap yang tegas. Satu hal mendasar dalam kepemimpinan adalah pengambilan keputusan. Pemimpin sering sulit ketika harus mengambil sebuah keputusan. Ada beberapa alasan mengapa pengambilan bisa menjadi begitu sulit bagi seorang pemimpin:”1) Bingung tentang kehendak Allah. Sering diperlukan waktu beberapa minggu, bulan, atau tahun untuk mengetahui kehendak Allah untuk hidup dalam

27Munroe, The Spirit Leadership, (Jakarta: Imanuel, 2002), 231. 28Ibid., 232.

(9)

sesuatu hal yang khusus. 2) Keinginan untuk tidak melukai siapa pun. Beberapa keputusan mempunyai konskwensi-konkwensi yang mempengaruhi kehidupan banyak orang. Dan banyak orang tidak suka membuat orang lain menjadi tidak senang. 3) Tidak mau tidak disukai. Hal ini dapat mempengaruhi segala sesuatu, dari pakain yang dipakai sampai kepada mau bersaksi atau tidak. Beberapa keputusan memang akan menimbulkan reaksi yang tidak menyenangkan. 4) Terlalu sibuk. Tidak ada waktu untuk memikirkan masalah itu masak-masak. 5) Ketakutan. Takut sekali untuk melangkah keluar dan mengambil keputusan. 6) Ketidaktahuan. Tidak mempunyai semua fakta yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan. 7) Kesombongan. Jika seseorang dikuasai oleh kesombongan, maka ia tidak akan dapat berfikir dengan benar. Akal budinya tidak dapat mengungkapkan rencana yang terbaik melainkan hanya akan mengungkapkan rencana yang paling memuliakan diri sendiri.29

Ada banyak cara membuat keputusan. Dalam hal ini, yang diinginkan pasti suatu keputusan yang baik. Sehubungan dengan cara membuat keputusan yang baik, Leroy Eims berpendapat: 1) Kenali keputusan yang buruk. Penting sekali untuk menyadari bahwa sebagai manusia, seseorang sering cenderung mengambil keputusan yang buruk. 2) Menganalisa masalah itu. Untuk mengambil keputusan yang baik, seseorang dapat mengajukan pertanyaan pada diri sendiri; apa yang menjadi masalah yang sesungguhnya di sini? Sesungguhnya masalah apa yang sedang diselesaikan? 3) Dengarkan sebelum menjawab. Sekalipun jika seseorang menganggap bahwa sudah mengetahui apa yang harus dilakukan, akan lebih bijak apabila lebih banyak mencari lebih banyak keterangan. 4) Mintalah saran-saran yang dapat memberi ilham. Setelah merasa puas karena sudah mengetahui masalah yang sesungguhnya, maka sudah siap untuk mengambil langkah berikutnya dalam hal mengambil keputusan. Karena sekarang sudah dapat menentukan apa yang sesungguhnya merupakan masalah. Ia harus mengumpulkan para penasehat dan membiarkan mereka mengemukakan apa yang mereka anggap sebagai penyelesaian terbaik bagi masalah tersebut.30

Sesuatu itu tidak bisa dikatakan baik kalau tidak ada yang buruk. Demikian juga untuk mengetahui apakah keputusan-keputusan yang dibuat itu baik maka perlu mengenali keputusan yang buruk sebagai suatu perbandingan. Sebelum memutuskan perlu menganalisan masalah yang sebenarnya. Disamping itu diperlukan masukan dan juga saran-saran dari orang lain. Seorang pelayanan bekerja untuk menyukakan majikannya dan tidak sedikit pun mau mencai perhatian dari majikannya. Pemimpin yang memiliki sikap pelayan tidak mencari perhatian untuk diri sendiri.

Gigih Menghadapi Konflik

Dalam segala situasi dan tempat selalu muncul konflik yang diakibatkan oleh berbagai alasan. Kemajemukan dan pluralisme dalam kehidupan sosial pasti akan memicu terjadinya konflik. Meskipun ada sisi positif dari timbulnya sebuah konflik, akan tetapi sebagai seorang pemimpin haruslah memandang konflik dari sisi positifnya. Pemimpin harus memiliki komitmen untuk siap dan berani menghadapi konflik dengan tenang.

Nehemia memperlihatkan sikap gigihannya dalam menghadapi konflik yang muncul dilapangan. Keluhan yang bernada memprotes akan nasib yang datangnya dari

29Eim, 12 Ciri Kepemimpinan yang Efektif. (Bandung: Kalam Hidup, 1996), 44. 30Ibid., 142.

(10)

rakyat yang ikut membangun (5:1) mengenai kehidupan mereka yang terjerat oleh pinjaman dengan riba (5:7), diselesaikan Nehemia dengan bijaksana. Konflik atas perlakuan yang dilakukan oleh orang Israel terhadap saudara-saudara mereka, merupakan bagian dari konflik yang terjadi pada saat pencapaian visi. Nehemia dengan gigih mengajak orang Israel untuk menghapuskan hutang-hutang saudara mereka (5:10). Frase

hZ<)h;

aV'îM;h;-ta, aN"ß-hb'z>[;n:)

(na|`azbâ-nnä´ ´et-hammaššä´ hazzè) yang diterjemahkan dengan:

“kita hapuskan hutang mereka itu!”

Kegigihan seperti yang ditunjukkan Nehemia, harus menjadi model sikap pemimpin gereja khususnya di masa pandemic covid 19 saat ini. Dalam hal ini, seorang pemimpin harus gigih dalam menolong jemaat menghadapi konflik yang terjadi. Tidak semua jemaat sanggup untuk mengikuti ibadah secara online karena keterbatasan media android dan ada juga jemaat yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan kondisi ekonomi yang tidak menentu. Akan tetapi, seorang pemimpin jemaat atau pemimpin gereja, harus gigih untuk mencari jalan keluar untuk menangani pelayanan gereja sehingga semua jemaat dapat merasakan pelayanan seutuhnya dari pemimpin gereja.

Seorang pemimpin harus mampu menyelesaikan segala permasalahan atau konflik yang dihadapinya. Konflik, apapun bentuknya, apabila dibiarkan akan merusak. Konflik kepemimpinan dapat timbul baik dari dalam maupun luar diri seorang pemimpin. Konflik apabila dikelola dengan baik akan menjadi alat menuju keberhasilan.

Seorang pemimpin pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari konflik. Menyadari pentingnya sebuah konflik dalam kepemimpinan akan menolong pemimpin untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinannya. George Barna mengutip pendapat Richard Nixon yang mengatakan: “Jika seseorang ingin menjadi seorang pemimpin dan tidak kontroversial, itu berarti ia tidak pernah memiliki pendirian terhadap segala sesuatu”31 Hal menyolok yang sering dihadapi oleh seorang pemimpin dan menuntut untuk segera diselesaikan ialah konflik melalui kritik. Kritik tidak bisa dibiarkan begitu saja sebab hal itu akan dapat menghambat proses kepemimpinan atau bahkan merusaknya, terutama visi yang diyakini sebagai penggerak utama sebuah lembaga atau organisasi. Andy Stanly mengatakan; “baik kritikan tersebut hadir dalam bentuk pernyataan langsung ataupun disampaikan dengan senyum yang tersamar, kritik bisa begitu merusak terhadap visi.”32 Kritik ini pertama masuk melalui pintu emosi yang untuk kemudian mendiami pikiran dan akhirnya akan memperlemah semangat. Oleh sebab itu, seorang pemimpin harus dapat mengelola kritik dengan baik dan bijaksana. Kritik yang dikelola dengan baik justru akan mempertajam arah dan tujuan yang hendak dicapai.

Pada saat kritik itu diperhadapkan pada sumber daya yang tidak terbatas dari Bapa dan kemahatahuan-Nya, maka kritik itu akan kehilangan kekuatannya. Tingkat kekuatiran seorang pemimpin akan berkurang. Semangat akan dinyalakan kembali sehingga dapat menyelesaikan apa yang menjadi tanggungjawabnya dengan baik. Seorang pemimpin tidak semestinya menanggapi kritik dengan melihat serta mengevaluasi potensi sendiri, sebab hal itu hanya akan mendorong sampai pada kehancuran atau akan tergoda untuk menyerah. Pemimpin yang bijaksana akan menanggapi kritik dengan mengingat

31Barna, Pandangan Para Pemimpin tentang Kepemimpinan. (Malang: Gandum Mas, 2002), 145. 32Andy Stanley, Visionering. (Yogyakarta: Andi Ofset, 2002), 171.

(11)

siapa Dia yang memanggilnya. Hal ini akan memberi kekuatan atau daya tahan yang kuat, atau bahkan justru akan membuka berbagai pintu keberhasilan.33

Konflik-konflik kepemimpinan tidak hanya datang dari kritik, tetapi dari banyak hal. Seorang pemimpin harus mulai terbiasa dan mampu menciptakan dan sekaligus menggunakan konflik guna membuat kemajuan.

Pemimpin menciptakan konflik hanya dengan mendorong orang-orang yang dipimpinnya memusatkan perhatian pada visi Tuhan. Ia menciptakan konflik di dalam hati sebagian besar orang-orang tersebut, karena visinya dirancang untuk menyebabkan perubahan dalam kehidupan kita dan kebanyakan orang menolak perubahan.34

Seorang pemimpin harus memiliki pengenalan terhadap konflik secara terkendali dan terencana karena itu dapat menjadi lecutan yang berharga bagi gerakan yang positif dan ini sering tidak dimanfaatkan secara maksimal. Inilah yang dimaksud dengan konflik strategis. “Meskipun biasanya kita menganggap konflik sebagai istilah yang negatif-sebagai kendala atau hambatan- sebenarnya konflik, terutama konflik strategis, menggambarkan suatu kesempatan. Ternyata, para pemimpin menggunakan konflik untuk menolong orang-orang bertumbuh. Konflik adalah salah satu alat yang dimiliki para pemimpin untuk membuat hal-hal baik terjadi. Bila konflik digagas, dimulai dan dikelola dengan tepat, maka konflik akan menjadi komponen yang dapat digunakan untuk melakukan pendekatan dalam mengatasi masalah”35

Konflik bisa berakibat positif, sebaliknya bisa juga negatif. Seseorang bisa menjadi keras dan mengalami kepahitan, tetapi bisa juga menjadi lembut dan lebih baik.

Konflik dapat menjadikan kita keras atau lembut, pahit atau lebih baik. Konflik dapat menjadikan kita kehilangan keyakinan dan takut mengambil inisiatif bila kita melihat kesukaran kita takut pada apa yang akan terjadi. Konflik memperkuat karakter kita. Makin lebih banyak konflik yang kita hadapi, kian lebih lagi kita akan berdoa, belajar firman Allah, dan tetap rendah hati sewaktu adanya tirai di atas kehidupan kita.36

Terjadinya konflik justru menjadikan kedua belah pihak masing-masing mengintrospeksi diri. Masing-masing merenungkan dan berpikir mengapa sampai terjadi konflik sehingga cenderung memperbaiki diri.

Konflik menjadikan kita memeriksa dan memurnikan motivasi-motivasi kita. Konflik mengungkapkan kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan di dalam diri kita sendiri dan di dalam gereja yang tanpa itu maka tidak akan terungkapkan. Konflik mengajarkan kita ketahanan rohaniah dan ketelitian rohaniah. Kadang-kadang membanting kita ke dalam kehendak Allah saat kita tidak bermaksud hal itu membanting kita. Tidak semua konflik itu negative. Ada saat-saat di mana Tuhan menggoncangkan gereja dan mengizinkan konflik itu dating sehingga ia dapat membuat perubahan-perubahan yang diperlukan.37

Saat konflik terjadi memang terasa tidak enak dan menyakitkan. Tidak sedikit pun yang mengharapkan konflik terjadi. Namun, itu harus terjadi dan mau tidak mau harus dihadapi. Ketika konflik ditangani secara baik akan menghasilkan perubahan. Contoh dalam Alkitab adalah Nehemia. Dia menangani konflik dengan baik.

33Ibid., 172.

34Barna, Pandangan Para Pemimpin tentang Kepemimpinan. (Malang: Gandum Mas, 2002), 149. 35Ibid., 150.

36Frank Damazio, Kunci-Kunci Efektif Kepemimpinan Yang Sukses. (Jakarta: Harvest Publishing House, 1996), 90.

(12)

Kedewasaan dibuktikan bilamana suatu problema dihadapi tanpa reaksi yang berlebihan, pembalasan dendam, kritikan, mengambilnya secara pribadi, atau mengizinkan perasaan yang mendalam terhap pokok persoalan itu. Kiranya Roh Kudus memberikan kepada setiap pemimpin semacam roh yang mengijinkan kita untuk saling membasuh dan membangun suatu tim yang kuat walaupun adanya konflik yang kita hadapi.38

Dalam Alkitab konflik sangat menyumbat kepercayaan. Ini merupakan ketegangan yang kreatif antara hukum dan anugerah, dosa dan pengampunan, keadilan dan belas kasihan. Ini dimulai dan di akhiri dengan cerita keselamatan, dari taman Eden ke golgota, dan pengrusakan terhadap bait Allah sampai ke Yerusalem Baru. Pengertian ini mengubah pandangan kita. Sekarang, konflik adalah suatu kesempatan untuk menunjukkan suatu realitas baru dalam Kristus. Kepemimpinan juga merupakan suatu proses, bukan suatu kedudukan; kepemimpinan adalah belajar dan melayani, bukan mengontrol.39

Melihat hakekat dari konflik ini maka seorang pemimpin harus berani berhadapan dengan konflik. Seorang pemimpin pesimis akan melihat konflik sebagai suatu penghalang, tetapi pemimpin optimis akan melihat konflik sebagai suatu peluang untuk lebih maju. Konflik yang dikelola dengan baik justru akan menguntungkan para pemimpin, oleh karena itu dalam kepemimpinan transformative, seorang pemimpin harus mampu mengubah atau memanfaatkan konflik tersebut menjadi jalan bagi keberhasilan yang lebih besar. Pemimpin yang sesungguhnya ialah yang senantiasa melihat kesulitan sebagai kesempatan untuk menentukan perkara baru dalam membuat sejarah. Sedang pemimpin yang melihat kesulitan sebagai “suatu kesulitan” ialah pemimpin pesimis.40 Dalam menghadapi kesulitan di masa pandemic yang terjadi sekarang ini, seorang pemimpin harus bisa melihatnya sebagai suatu kesempatan untuk melakukan pelayanan yang terbaik yang dapat menjangkau seluruh jemaat yang dilayani. Meskipun bagi seorang pemimpin gereja, melakukan ibadah virtual atau online merupakan sebuah kesulitan, akan tetapi pemimpin harus melihat hal ini sebagai peluang untuk menolong jemaat memahami pentingnya teknologi yang sangat membantu dalam kegiatan pelayanan yang terbatas.

Konflik menawarkan pada kita kesempatan untuk bertumbuh, untuk mengubah pikiran-pikiran kita dan untuk menciptakan tanggung jawab baru berdasarkan kebenaran Tuhan yang difirmankan. Konflik-konflik banyak terjadi ditengah perubahan yang semakin merosot dan tidak pasti akibat wabah yang diakibatkan virus corona. Ini membuka pintu bagi keseluruhan rangkaian asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip yang baru bagi kepemimpinan rohani. Sehingga karena itu membuat konflik-konflik diperlukan dalam kepemimpinan.41

KESIMPULAN

Visi memang sangat diperlukan oleh seorang pemimpin, akan tetapi memiliki visi bukanlah satu-satunya atau syarat mutlak bagi pemimpin untuk dapat melakukan pembaharuan. Dimasa pandemic covid 19 ini, segala sesuatu yang telah diatur pemimpin dalam sebuah gereja, mengalami perubahan yang sangat cepat. Seorang pemimpin gereja harus mengadakan transformasi dalam kepemimpinannya agar gereja dapat menjalankan

38Damazio, Kunci-Kunci Efektif Kepemimpinan Yang Sukses. (Jakarta: Harvest Publishing House, 1996), 91.

39Barna, Pandangan Para Pemimpin tentang Kepemimpinan. (Malang: Gandum Mas, 2002), 308. 40Petrus Oktavianus, Manajemen dan Kepemimpinan menurut Wahyu Allah, (Malang: YPII, 1991), 142. 41Barna, Pandangan Para Pemimpin tentang Kepemimpinan. (Malang: Gandum Mas, 2002), 309

(13)

tugasnya dalam bidang koinonia, diakonia, dan marturia. Kepemimpinan transformatif Nehemia memberi gambaran yang jelas bahwa disamping visi, apabila seorang pemimpin ingin berhasil dalam kepemimpinannya maka ciri kepemimpinan seperti memiliki sasaran yang jelas, konsisten dalam melayani serta gigih dalam menghadapi konflik merupakan hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

REFERENSI

Barna, George., Mengejawantahkan Visi ke dalam Aksi. Jakarta: Metanoia, 1997.

_______, George Pandangan Para Pemimpin tentang Kepemimpinan. Malang: Gandum Mas, 2002.

_______, George., A Fish Out of Water: 9 Strategies Effective Leaders Use to Help You Get Back

Into The Flow, New York: Integrity, 2002.

Damazio, Frank., Kunci-Kunci Efektif Kepemimpinan Yang Sukses. Jakarta: Harvest Publishing House, 1996.

Eim, Leroy., 12 Ciri Kepemimpinan yang Efektif. Bandung: Kalam Hidup, 1996. Hill, Andrew E., Survei Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2008.

Howard Jr., David M., Kitab-Kitab Sejarah Perjanjian Lama, terj. Suhadi Yeremia, Malang: Gandum Mas, 2002.

Kaukahe, Phanny Tandy, and Fransiskus Irwan Widjaja. “Karakteristik Kepemimpinan Pentakostal-Karismatik: Refleksi Daniel 6:4.” DIEGESIS: Jurnal Teologi

Kharismatika 3, no. 2 (2020): 82–90.

LaSor, W.S., D.A. Hubbard, dan F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama, jilid 1, terj. Lisda Tirtapraja dan Lily W. Tjiputra, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. ke-4, 2000. Munroe, Myles., The Spirit Leadership, Jakarta: Imanuel, 2002.

Ocktavianus, Petrus. Manajemen dan Kepemimpinan menurut Wahyu Allah, Malang: YPII, 1991.

Rinukti, Nunuk. “Peranan Perempuan Menurut Perjanjian Baru Bagi Perkembangan

Kepemimpinan Perempuan Di Dalam Gereja.” Jurnal Teruna Bhakti 1, no. 1 (2018): 33–41. http://e-journal.stakterunabhakti.ac.id/index.php/teruna/article/view/9.

Rush, Myron., Pemimpin Baru. Jakarta: Imanuel, 1991.

Siahaya, Johannis. “Kepemimpinan Kristen Dalam Pluralitas Indonesia.” Jurnal Teruna

Bhakti 1, no. 1 (2018): 1–16.

http://e-journal.stakterunabhakti.ac.id/index.php/teruna/issue/archive.

Siahaya, Karel Martinus. “Dampak Sosial Politik Terhadap Perkembangan Ekonomi Umat Allah Zaman Perjanjian Lama.” Jurnal Teruna Bhakti 2, no. 1 (2019): 12–26.

Southerland, Dan., Transitioning: Visi dan Langkah-langkahnya, Malang: Gandum Mas, 1999.

Stanley, Andy., Visionering. Yogyakarta: Andi Ofset, 2002.

Widjaja, Fransiskus Irwan, Candra Gunawan Marisi, T Mangiring Tua Togatorop, and Handreas Hartono. “Menstimulasi Praktik Gereja Rumah Di Tengah Pandemi Covid-19.” KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 6, no. 1 (2020): 127– 139

Wiryadinata, Halim. “An Analysis of Economic Wealth of God’s People from Nomadic to Post Exilic Era.” DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 3, no. 2 (2019): 155.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian informan diatas dapat diperlihatkan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin sangatlah dihargai dan dipercaya oleh karyawan sebab berani

Berdasarkan hasil wawancara serta pengamatan yang peneliti lakukan, jika dikaitkan dengan perspektif derajat dimana pemimpin dihadapkan dengan ketidakpastian, berdasarkan

Berpengaruhnya gaya kepemimpinan demokratis terhadap kinerja pegawai melalui motivasi kerja karena pemimpin melibatkan partisipasi anggota dalam mengambil keputusan keputusan

Hasil dari bimbingan belajar yaitu dapat membuat peserta didik mempunyai semangat untuk mengikuti pembelajaran secara daring yang dilakukan oleh sekolah, peserta didik

Dengan demikian jelas bahwa apabila kita mengambil patokan dari pengukuran persentase kematian di sejumlah negara yang dipimpin oleh perempuan mempunyai keadaan

Berlandaskan latar belakang di atas, penulis mempunyai tujuan untuk merencanakan pengelolaan proyek pembangunan dengan menggunakan metode manajemen konstruksi seperti Bar Chart, S

Tujuan pembelajaran blended learning antara lain untuk membantu peserta didik untuk berkembang lebih baik di dalam proses belajar, sesuai dengan gaya belajar dan preferensi dalam

91 jaringan.6 Secara umum, terdapat tiga media digital yang digunakan untuk efektifitas diseminasi informasi, yakni media sosial, website, dan aplikasi.7 Salah satu produk literasi