TESIS
Oleh
NURLAILY 137011162/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
NURLAILY 137011162/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2016
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Pembimbing Pembimbing
(
Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
) (Dr. T. Keizeina Devi A, SH, CN, MHum
)Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Tanggal lulus : 12 Februari 2016
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum
4. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum
Nama : NURLAILY
Nim : 137011162
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERALIHAN HAK ATAS MILIK KENDARAAN
BERMOTOR DI BAWAH TANGAN DALAM
JAMINAN FIDUSIA (STUDI DI KOTA BATAM) Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : NURLAILY
Nim : 137011162
Misalnya : perbandingan tingkat suku bunga, fleksibelnya persyaratan, serta cepatnya proses pencairan dana pembiayaan atas kendaraan yang diminati oleh si calon konsumen menjadi suatu alasan khusus bagi konsumen dalam menentukan Perusahaan Pembiayaan yang dipercayai. Kendaraan yang dibeli oleh konsumen dengan bantuan pendanaan dari perusahaan pembiayaan, sudah tentu secara hukum yang mengatur pada Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia secara tertulis mencantumkan bahwa kendaraan yang dibeli secara angsuran, harus dibebankan Jaminan Fidusia. Akan tetapi seiring dengan berjalannya kebudayaan di masyarakat perihal pembelian kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia, menyebabkan masyarakat memiliki pemikiran yang bersifat lebih ekonomis dan efisiensi dalam melakukan proses pengalihan kendaraan bermotor kepada pihak lainnya (debitur kedua), yaitu dengan cara melakukan perjanjian jual beli di bawah tangan tanpa melaporkan kepada perusahaan pembiayaan.
Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan hukum normatif atau disebut juga peneltian hukum doktrinal, yang mengacu kepada norma- norma hukum dan asas hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang bersifat deskriptif eksplanatif yang berarti hasil penelitian yang diperoleh dideskripsikan dan uraian kualitatif yang diperoleh dari data dokumen berupa Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia yang kemudian diberikan penjelasan secara yuridis untuk menjawab permasalahan yang temukan.
PT. Astra Credit Companies (ACC) di Kota Batam, adalah perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor yang terdiri dari beberapa perusahaan diantaranya PT. Astra Sedaya Finance, PT. Astra Auto Finance dan PT. Swadharma Bhakti Sedaya Finance. Selain Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, ACC juga memiliki kewajiban untuk tunduk terhadap Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Namun pada realita praktiknya, perusahaan pembiayaan tersebut melakukan perikatan kepada debitur dengan memberikan Perjanjian Pembiayaan, bukan membuat perjanjian Beli Secara Angsuran kepada debitur, dan selain hal tersebut, temuan yang ditemukan pada penilitian ini sering terjadinya permasalahan tidak dilaporkannya peralihan kendaraan bermotor dari debitur pertama kepada debitur kedua kepada perusahaan pembiayaan dan peralihan tersebut hanya dengan melakukan Perjanjian Jual Beli secara di bawah tangan. Imbasnya, debitur kedua tidak dapat mengambil Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor yang dibelinya dari debitur pertama di tangan kreditur.
Kata Kunci : Perusahaan Pembiayaan
customers to use the services of a Finance Corporate. For example: a comparison of interest rates, flexible terms, and the rapid process of disbursement of funds to finance the vehicle of interest by the potential consumers into a particular reason for consumers in determining believed Financing Company. Vehicles purchased by consumers with the help of funding from finance companies, of course, legally set in Law No. 42 of 1999 on Fiduciary written stipulates that vehicles purchased in installments, to be charged Fiduciary. But with the passing of culture in society regarding the purchase of a motor vehicle with a loading fiduciary, causes people to have ideas that are more economical and efficiency in the process of transfer of the motor vehicle to the other party (the debtor second), namely by way of a purchase agreement under hand without reporting to the Finance Corporate.
This study is the use of normative legal approach also called peneltian doctrinal law, which refers to the legal norms and legal principles contained in Law No. 42 of 1999 on Fiduciary, descriptive an explanatory meaningful research results described and qualitative description obtained from the document data in the form of a Financing Agreement with the Fiduciary are then given juridical explanations to address issues found.
PT. Astra Credit Companies (ACC) in Batam, is the automotive financing company that consists of several companies such as PT. Astra Sedaya Finance, PT.
Astra Auto Finance and PT. Bhakti Swadharma Sedaya Finance. In addition to Law No. 42 of 1999 on Fiduciary, ACC also has an obligation to submit to the Presidential Decree No. 9 of 2009 on Financing Institutions. But in reality practice, finance companies are doing an engagement to borrowers by giving the Financing Agreement, not make agreements Buy In installment to the debtor, and in addition to this, the findings found in this research is often the problem is not reporting the transition of motor vehicles of the debtor first to debtors both the finance companies and the transition simply by doing a Sale and Purchase Agreement under hand.
Impact, the debtor can not take Proof of Ownership of Motor Vehicles bought from the first debtor in the hands of creditors
Keywords : Finance Corporate
HAK ATAS MILIK KENDARAAN BERMOTOR DI BAWAH TANGAN DALAM JAMINAN FIDUSIA(STUDI DI KOTA BATAM)”. Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk merupakan salah satu syarat yang wajib dipenuhi penulis untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki kelemahan dengan tanpa mengesampingkan unsur keterbatasan dan kemampuan yang dipikul penulis. Penulisan tesis ini tidak akan pernah menjadi sebuah karya ilmiah tanpa adanya bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak yang telah ikut terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan Tesis ini. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Univeersitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen
Pemimbing I dalam penelitian tesis ini, atas kesempatan dan kasih sayang yang
diberikan dalam proses perkuliahan dan penyelesaian pendidikan Program
Pascasarjana Magister Kenotarian (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara dengan sabar dan tulus memberikan masukan yang bermakna dalam
penulisan tesis ini.
Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta dengan kedisiplinan dan kasih sayang yang sangat berarti dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak. Dr. Tan Kamello, SH, MS, selaku dosen Pembimbing II dalam penulisan tesis ini yang telah dengan kasih sayang yang tak terhingga dengan kesabaran dalam meberikan masukan yang sangat berarti dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji dalam penulisan tesis ini, yang dengan bijaksana dan sabar memberikan masukan yang berarti dalam penyelesaian tesis ini.
6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji dan penelitian tesis ini yang dengan arif dan tekun memberikan masukan yang signifikan dalam penulisan tesis ini.
7. Para Dosen pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas jasa-jasanya dalam memberikan ilmu pengetahuan yang tanpa lelah pada masa perkuliahan.
8. Para Staff dan Pegawai pada program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut serta memberikan dukungan semangat dan membatu dalam proses perkuliahan dan penulisan tesis ini dengan lancar.
9. Alm. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku Dosen Pembimbing III yang berperan selaku orang tua penulis dengan curahan kasih sayang yang ikhlas dan mulia membimbing dan membekali ilmu pengetahuan kepada penulis hingga akhir hayat beliau tiba dalam proses penulisan tesis ini.
10. Suami Tercinta, Bebby Hussy dan Anak-anak Tersayang Billy Hussy dan
Tommy Hussy, serta Mama Tercinta, yang selalu mencurahkan kasih sayang,
memberikan cucuran dukungan dan kerjasama selama penulis menjalankan perkuliahan hingga akhir penulisan tesis ini dengan harapan kita bersama dapat meraih sukses dan sejahtera di masa depan.
12. Semua Pihak yang telah membantu penulisan yang belum disebutkan satu per satu namanya yang telah memberikan masukan, mendukung dan mendoakan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan perkuliahan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Akhirnya kata, penulis tidak lupa memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan yang dilakukan penulis dalam proses perkuliahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Insya Allah atas izin-Nya kita semua memperoleh hidayah dan ilmu pengetahuan yang positif untuk menambah khazanah pengetahuan kita bersama khususnya di bidang ilmu kenotariatan, dan dengan segala kerendahan hati penulis juga berharap hasil penulisan tesis ini dapat menjadi landasarn pemikiran yang bermanfaat untuk masa sekarang dan masa depan yang lebih baik. Amin.
Alhamdulillah.
Medan, Februari 2016 Penulis
(NURLAILY)
Nama : Nurlaily
Tempat / Tanggal Lahir : Batam, 19 Oktober 1982
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat Rumah : Perumahan Beverly Avenue Blok BA No. 9B, Batam Center – Kota Batam
Telepon/HP : 082169232222
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. SDN 015 Batam : 1989 - 1995
2. SLTPN 03 Batam : 1995 - 1997
3. SMK Akuntansi Kartini Batam : 1997 - 2000
4. S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Batam : 2002 - 2006
5. S-1 Fakultas Hukum Universitas Batam : 2010 - 2013
6. S-2 Program Magister Kenotariatan FH-USU : 2013 - 2016
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 17
D. Manfaat Penelitian ... 18
E. Keaslian Penel itian ... 18
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 20
1. Kerangka Teori ... 20
2. Konsepsi ... 26
G. Metodologi Penelitian ... 28
BAB II KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA MELALUI PERJANJIAN PEMBIAYAAN ... 32
A. Hukum Jaminan Kebendaan ... 32
B. Jaminan Fidusia sebagai Jaminan Kebendaan ... 47
C. Pembelian Kendaraan Bermotor Pada Perusahaan Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia ... 69
BAB III PERALIHAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA KEPADA PIHAK LAIN MELALUI PERJANJIAN DI BAWAH TANGAN ... 73
A. Peralihan Menurut KUHPerdata ... 73
B. Cara Peralihan Hak Atas Benda Bergerak ... 79
Fidusia Di Kota Batam ... 88
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI DI BAWAH TANGAN ATAS KENDARAAN BERMOTOR YANG TERIKAT DALAM JAMINAN FIDUSIA DAN BAGI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN ... 94
A. Makna Perlindungan Hukum ... 94
B. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Kendaraan Bermotor Secara Di Bawah Tangan ... 95
C. Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Pembiayaan ... 102
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 124
A. Kesimpulan ... 124
B. Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 127
Misalnya : perbandingan tingkat suku bunga, fleksibelnya persyaratan, serta cepatnya proses pencairan dana pembiayaan atas kendaraan yang diminati oleh si calon konsumen menjadi suatu alasan khusus bagi konsumen dalam menentukan Perusahaan Pembiayaan yang dipercayai. Kendaraan yang dibeli oleh konsumen dengan bantuan pendanaan dari perusahaan pembiayaan, sudah tentu secara hukum yang mengatur pada Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia secara tertulis mencantumkan bahwa kendaraan yang dibeli secara angsuran, harus dibebankan Jaminan Fidusia. Akan tetapi seiring dengan berjalannya kebudayaan di masyarakat perihal pembelian kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia, menyebabkan masyarakat memiliki pemikiran yang bersifat lebih ekonomis dan efisiensi dalam melakukan proses pengalihan kendaraan bermotor kepada pihak lainnya (debitur kedua), yaitu dengan cara melakukan perjanjian jual beli di bawah tangan tanpa melaporkan kepada perusahaan pembiayaan.
Penelitian ini adalah penelitian yang menggunakan pendekatan hukum normatif atau disebut juga peneltian hukum doktrinal, yang mengacu kepada norma- norma hukum dan asas hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang bersifat deskriptif eksplanatif yang berarti hasil penelitian yang diperoleh dideskripsikan dan uraian kualitatif yang diperoleh dari data dokumen berupa Perjanjian Pembiayaan dengan Jaminan Fidusia yang kemudian diberikan penjelasan secara yuridis untuk menjawab permasalahan yang temukan.
PT. Astra Credit Companies (ACC) di Kota Batam, adalah perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor yang terdiri dari beberapa perusahaan diantaranya PT. Astra Sedaya Finance, PT. Astra Auto Finance dan PT. Swadharma Bhakti Sedaya Finance. Selain Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, ACC juga memiliki kewajiban untuk tunduk terhadap Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Namun pada realita praktiknya, perusahaan pembiayaan tersebut melakukan perikatan kepada debitur dengan memberikan Perjanjian Pembiayaan, bukan membuat perjanjian Beli Secara Angsuran kepada debitur, dan selain hal tersebut, temuan yang ditemukan pada penilitian ini sering terjadinya permasalahan tidak dilaporkannya peralihan kendaraan bermotor dari debitur pertama kepada debitur kedua kepada perusahaan pembiayaan dan peralihan tersebut hanya dengan melakukan Perjanjian Jual Beli secara di bawah tangan. Imbasnya, debitur kedua tidak dapat mengambil Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor yang dibelinya dari debitur pertama di tangan kreditur.
Kata Kunci : Perusahaan Pembiayaan
customers to use the services of a Finance Corporate. For example: a comparison of interest rates, flexible terms, and the rapid process of disbursement of funds to finance the vehicle of interest by the potential consumers into a particular reason for consumers in determining believed Financing Company. Vehicles purchased by consumers with the help of funding from finance companies, of course, legally set in Law No. 42 of 1999 on Fiduciary written stipulates that vehicles purchased in installments, to be charged Fiduciary. But with the passing of culture in society regarding the purchase of a motor vehicle with a loading fiduciary, causes people to have ideas that are more economical and efficiency in the process of transfer of the motor vehicle to the other party (the debtor second), namely by way of a purchase agreement under hand without reporting to the Finance Corporate.
This study is the use of normative legal approach also called peneltian doctrinal law, which refers to the legal norms and legal principles contained in Law No. 42 of 1999 on Fiduciary, descriptive an explanatory meaningful research results described and qualitative description obtained from the document data in the form of a Financing Agreement with the Fiduciary are then given juridical explanations to address issues found.
PT. Astra Credit Companies (ACC) in Batam, is the automotive financing company that consists of several companies such as PT. Astra Sedaya Finance, PT.
Astra Auto Finance and PT. Bhakti Swadharma Sedaya Finance. In addition to Law No. 42 of 1999 on Fiduciary, ACC also has an obligation to submit to the Presidential Decree No. 9 of 2009 on Financing Institutions. But in reality practice, finance companies are doing an engagement to borrowers by giving the Financing Agreement, not make agreements Buy In installment to the debtor, and in addition to this, the findings found in this research is often the problem is not reporting the transition of motor vehicles of the debtor first to debtors both the finance companies and the transition simply by doing a Sale and Purchase Agreement under hand.
Impact, the debtor can not take Proof of Ownership of Motor Vehicles bought from the first debtor in the hands of creditors
Keywords : Finance Corporate
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk sosial
1yang tidak pernah luput dari kegiatan ekonomi dan hukum. Pergeseran kebudayaan-pun mulai terjadi dewasa ini, yang mana hal ini tersirat dari kegemaran masyarakat yang sudah mulai nyaris lebih dominan berfikiran konsumtif dari pada produktif. Mulai dari kebutuhan akan pemukiman, pendidikan, kesehatan dan pembangunan ekonomi yang merata sebagai wujud dari pembangunan nasional.
Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya dan Pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2Pancasila memiliki berbagai makna yang tersirat mengenai masalah pembangunan ini, yang tentu saja memiliki penafsiran yang berbeda pula dalam setiap pengamalannya.
Sehingga pemerintah melalui Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) pada saat itu (tahun 1978) mengeluarkan penetapan perihal Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) atau yang dikenal dengan istilah EkaPrasetia Pancakarsa.
31https://id.wikipedia.org/wiki/Zoon_Politikon , dikunjungi terakhir pada terakhir pada 18 Juni 2015, 08:00 Wib, yang menjelaskan Zoon Politicon merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh Aristoteles untuk menyebut mahluk sosial. Kalimat Zoon Politicon berasal dari kalimat Zoon yang berarti “hewan” dan Politiconyang berarti “bermasyarakat” sehingga dapat diartikan secara harfiah bahwa Zoon Politiconberarti hewan bermasyarakat, yang dalam hal ini Aristoteles menerangkan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain yang membangun hubungan sosial, hal inilah yang membedakan manusia dengan hewan.
2TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara, Bab II, hal 6.
3Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang dikeluarkan melalui penetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (EKAPRASETIA PANCAKARSA) ini merupakan tafsir Pancasila sebagai Dasar Negara, dan juga tidak dimaksud
Pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil danmakmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, sedangkan para pelaku pembangunan, baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar untuk implementasikan pembangunan yang berkesinambungan tersebut. Selain itu seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.
Dalam menjalankan proses pinjam meminjam, bank salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa perbankan lainnya.
Adapun pemberian kredit itu dilakukan oleh bank baik dengan modal sendiri, atau dengan jalan memperdagangkan alat-alat pembayaran baru
4.
Alat-alat pembayaran baru disini dapat diartikan timbulnya suatu perjanjian utang piutang atau pemberian kredit antara pihak kreditur terhadap debitur, asalkan
menafsirkan Pancasila Dasar Negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pedoman dan Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ini merupakan panduan yang menuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara, Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan seluruh lembaga kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh. Sedangkan perihal istilah P-4 yang mana untuk menyebutkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila pertama kalinya dicetuskan oleh Presiden Soeharto di depan Musyawarah Kerja Pramuka tanggal 12 April 1976. Perhatikan juga perihal penjelasan mengenai arti definisi dari EKAPRASETIA PANCAKARSA terdapat pada http://defenisikata.blogspot.com/2014/12/defenisi-dan-pengertian- ekaprasetia.html, dikunjungi terakhir pada terakhir pada 18 Juni 2015, 05:00 Wib. Yang berasal dari bahasa Sansekerta. Secara harafiah “eka” berarti satu atau tunggal, dan “prasetia” berarti janji atau tekad, “panca” berarti lima dan “karsa” berarti kehendak yang kuat. Secara demikian,
“EKAPRASETIA PANCAKARSA” berarti tekad yang tunggal untuk melaksanakan lima kehendak yang kuat, yaitu kehendak untuk melaksanakan kelima sila Pancasila.
4O.P Simorangkir, Kamus Perbankan, Bina Aksara, Jakarta, 1989, hal 33
kedua belah pihak sepakat untuk memberikan dan mengembalikan dengan waktu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Untuk menjamin atau memastikan kelancaran pengembalian dana atau dapat dikatagorikan dana yang diberikan secara kredit maka diperlukan adanya suatu jaminan. Bentuk pengaman kredit dalam praktik perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan.
5Dalam melakukan pengikatan jaminan atau melaksanakan perjanjian yang dibuat secara tertulis, terlebih dahulu ditetapkan secara tegas dan cermat isi didalam perjanjian yang akan dituangkan dalam perjanjian, baik itu mengenai kewajiban kedua belah pihak debitur dengan kreditur.
Sedangkan perjanjian sebagaimana yang diketahui, bahwa dasar dari suatu perjanjian diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Perdata (KUHPerdata) yang menyebutkan bahwa terdapat 4 (empat) syarat untuk sahnya suatu perjanjian yaitu :
1. Kesepakatan dari mereka yang mengikat diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu, dan;
4. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama disebut syarat subyektif karena menyangkut orang- orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek
5Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2006, hal 2.
dari perbuatan hukum yang dilakukan.
6Kedua syarat tersebut mempunyai akibat yang berbeda apabila salah satu unsur dari syarat yang ada tidak terpenuhi dalam perjanjian.Perbedaan itu terletak kepada syarat subyektif, yang apabila tidak ditpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar, voindable). Sedangkan jika syarat obyektif tidak dipenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum (nietig, null and void).
7Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Berdasarkan pengertian tersebut terkandung makna bahwa perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang bersifat sepihak, yaitu perjanjian yang hanya menimbulkan kewajiban kepada satu pihak saja.
Oleh karena itu selanjutnya Subekti mengartikan perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal
8. Sedangkan K.R.M.T. Tirtodiningrat mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.
9Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata telah memberikan kebebasan pada setiap orang untuk membuat perjanjian. Hal ini erat kaitannya dengan asas kebebasan
6R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 23.
7http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-perjanjian/dikunjungi terakhir pada 13 Desember 2015, pukul 18:30 Wib.
8Ibid, hal. 1.
9K.R.M.T. Tirtoningrat, Ihtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Pembangunan, Jakarta, 1986, hal. 83.
berkontrak dalam membuat suatu perjanjian.
10Dari pasal tersebut maka pada perkembangannya timbullah perjanjian-perjanjian dalam masyarakat yang tidak sepenuhnya diatur dalam KUHPerdata. Jenis perjanjian yang dimaksud adalah : 1. Beli Sewa (huurkoop).
Beli sewa (huurkoop) adalah jenis perjanjian tidak bernama (innominaat) yang dalam Pasal 1319 KUHPerdata telah diberikan landasan yuridis mengenai adanya perjanjian tidak bernama. Selain itu perjanjian beli sewa yang merupakan perjanjian innominaat ini haruslah tunduk pada ketentuan umum KUHPerdata seperti dalam Pasal 1337 KUHPerdata yang memberikan batasan bahwasannya segala bentuk perjanjian diperbolehkan apabila tidak dilarang oleh undang- undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
11Pengaturan mengenai perjanjian sewa beli ini terdapat dalam Pasal 1 Surat Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 yang menyebutkan bahwa sewa beli (hire purchase) merupakan sewa beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli sebagai pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak
10KUHPerdata Pasal 1338 ayat 1, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sehingga perjanjian tersebut mengikat para pihak yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban di antara pihak-pihak tersebut.
11KUHPerdata Pasal 1337, perhatikan juga Pasal 1319 KUHPerdata yang tertulis membedakan perihal adanya 2 (dua) jenis perjanjian yang dikenal yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat) yang mana hukum kontrak innominaat (spesialis) merupakan bagian dari hukum kontrak (generalis) yang antara lainnya juga termasuk didalam nya adalah : perjanjian sewa beli, perjanjian sewa guna (leasing), perjanjian anjak piutang (factoring) dan modal ventura (joint venture).
milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah jumlah harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.
12Berdasarkan uraian di atas bahwa pertama, istilah sewa beli yang dipergunakan dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi kurang tepat karena hirepurchase harus diterjemahkan dengan perjanjian beli sewa. Kedua, perjanjian
beli sewa (huurkopen overeenkomst, hirepurchase contract) merupakan perjanjian campuran antara perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Di sini yang terpenting adalah peralihan hak miliknya, sehingga tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau menjadi penyewa barang.
2. Jual beli dengan angsuran (koop op betaling).
Jual beli dengan angsuran (koop op betaling)
13, hak milik atas barang/objek jual beli telah beralih dari penjual kepada pembeli bersamaan dengan dilakukannya penyerahan barang kepada pembeli, walaupun pembayaran dapat dilakukan dengan cara angsuran dalam jangka waktu tertentu seperti yang telah disepakati dan ditentukan.
Dengan demikian pembeli telah mempunyai hak mutlak atas obyek jual-beli dan bebas melakukan perbuatan hukum memindahtangankan barang tersebut kepada pihak lain. Apabila pembeli tidak melunasi cicilan barang tersebut, penjual dapat menuntut pembayaran sisa hutang yang merupakan sisa harga barang.
3. Sewa Guna Usaha (Leasing)
12Pasal 1 Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.34/KP/II/1980 tentang Perizinan kegiatan usaha sewa beli (hire purchase), jual beli dengan angsuran dan sewa (renting).
13bdgk S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda – Indonesia, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2003, hal 23, yang menuliskan penulisan afbetaling kopen (membeli dengan angsuran).
Leasing adalah salah satu jenis lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal.
14Istilah Leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata lease yang berarti sewa-menyewa, pada dasarnya leasing merupakan suatu bentuk derivatif dari sewa-menyewa yang kemudian berkembang dalam bentuk khusus serta mengalami perubahan fungsi menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam bahasa Indonesia leasing sering diistilahkan dengan sewa guna usaha.
15Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991 tentang kegiatan Sewa Guna Usaha, menyatakan bahwa Sewa guna usaha adalah kegiatan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya yang dimaksud dengan finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli obyek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati, sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
16Dalam perkembangannya dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan untuk menyempurnakan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. Yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan adalah lembaga usaha
14Subagyo, Sri Fatmawati, Rudy Badrudin, Astuti Purnamawati, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya , Algifari, Yogyakarta, 2002, hal.6.
15Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 2.
16Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991 tentang kegiatan Sewa Guna Usaha yang juga dijabarkan oleh Utoyo Widayat, dalam karya ilmiah berjudul Leasing Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan, pada Jurnal Akuntansi Volume 6, Nomor 2, Mei 2006.
yang melakukan kegiatan pembiyaaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Lembaga pembiayaan berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 meliputi :
a. Perusahaan Pembiayaan;
b. Perusahaan Modal Ventura;
c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur.
Selanjutnya pada Pasal 3 bahwa kegiatan usaha perusahaan pembiayaan meliputi:
a. Sewa Guna Usaha;
b. Anjak Piutang;
c. Usaha Kartu Kredit;
d. Pembiayaan Konsumen.
Tabel 1
Perusahaan Pembiayaan Dengan Jaminan Fidusia PT. Astra Credit Company (ACC)
Batam17
Nama Perusahaan Tahun PT. Astra
Sedaya Finance
PT. Astra Auto Finance
PT. Swadharma Bhakti Sedaya Finance
2011 125.912 unit 25.201 unit 101.001 unit
2012 126.919 unit 25.402 unit 101.809 unit
2013 128.949 unit 25.808 unit 103.437 unit
2014 132.043 unit 26.427 unit 105.919 unit
Total 513.823 unit 102.838 unit 412.166 unit
Sumber : data sekunder pada ketiga perusahaan yang ada di PT ACC,
17Pada tabel tersebut terlihat pelonjakan pembelian kendaraan bermotor dengan pembiayaan jaminan fidusia dari tiap tahunnya rata-rata mengalami peningkatan mulai dari tahun 2011 sebesar 0,8 % sampai dengan tahun 2014 yang tercatat pelonjakan rata-rata sebesar 1,95 % yang dilakukan atas nama perusahaan pembiayaan PT. Astra Sedaya Finance, PT. Astra Auto Finance dan PT. Swadharma Bhakti Sedaya Finance dan ini mengartikan untuk setiap tahunnya peningkatan pembelian kendaraan bermotor dengan sistem jaminan fidusia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahunnya.
Dari data tersebut, dijelaskan oleh pimpinan perusahaan tersebut (bapak Ferdi) 80 % tepat waktu membayar angsuran, sedangkan yang 20 % tidak tepat waktu. Dari 20 % yang tidak tepat waktu, sebanyak kira-kira 10 % dari debitur konsumen dialihkan kepada pihak lain. Pengalihan debitur ini dengan tidak persetujuan pihak perusahaan melainkan dari debitur lama kepada debitur baru.
Hampir seluruh bidang bisnis maupun non bisnis telah dimasuki oleh bisnis pembiayaan, dan dalam tulisan penelitian ini di khusus-kan pembahasan masalah pembiayaan di bidang transportasi atau kendaraan bermotor yang mana pembayaran yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah dengan menggunakan sistem pembayaran secara angusran.
Pembiayaan konsumen (consumer finance) merupakan kegiatan usaha dari perusahaan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Yang masih bersifat konvensional. Dikatakan konvensional karena ternyata sewa menyewa itu merupakan bangunan tua dan sudah lama sekali ada dalam sejarah peradaban umat manusia. Pranata hukum sewa menyewa yang dikembangkan sebagai ilmu pengetahuan telah terekam dalam sejarah, kurang lebih 4500 tahun sebelum masehi. Yakni sewa menyewa yang dipraktekkan dan dikembangkan oleh orang-orang Sumeri.
18Di dunia usaha atau perusahaan, hubungan hukum tidak akan pernah terhindari, artinya suatu hubungan subyek hukum yang diakibatkan dari suatu
18Sri Suyatmi dan Sudiarto J., Problematika Leasing di Indonesia, Arikha Media Cipta, Jakarta, 1992, hal. 11.
hubungan diatur oleh suatu ketentuan hukum yang berlaku. Di bidang dunia usaha, juga termasuk di dunia perbankan khususnya di bidang pendanaan, hubungan hukum tersebut pada umumnya terjadi karena perjanjian, sedangkan pihak yang lain memiliki kewajiban, secara tidak langsung berkewajiban untuk memenuhi segala ketentuan yang diatur dalam perjanjian tersebut yang mana perjanjian yang disepakati adalah merupakan peraturan perundang-undangan yang wajib dipatuhi dan di taati oleh para pihak. Sebagai contoh kasus pendanaan mobil atau fasilitas kredit kendaraan bermotor, setiap unit kendaraan yang memperoleh persetujuan kredit secara tidak langsung mengandung makna bahwaterjadinya penyerahan hak milik dengan azas kepercayaan antara perusahaan pendana dengan debitur.
Perlu diketahui bahwa asal mula dari istilah kredit tidak berasal dari bahasa Belanda atau Indonesia, namun istilah kredit pada awalnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu credere, yang artinya adalah percaya atau kepercayaan.
19Kepercayaan ini ditunjukkan oleh sikap si pemberi kredit (kreditur) yang yakin bahwa si penerima kredit (debitur) sanggup dan mampu untuk melunasi atau mengembalikan hutangnya setelah jangka waktu tertentu.
Pada zaman perkembangan era globalisasi modern ini, perkembangan hukum tidak mampu berkembang pesat mengikuti perkembangan ekonomi. Dalam dunia bisnis saja sebagai contoh, kredit mempunyai banyak arti, meskipun pada intinya sama, seperti yang dikemukakan oleh O.P Simorangkir bahwa kredit adalah pemberian prestasi dengan balasan prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu
19Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni,Bandung, 1980, hal. 23.
mendatang.
20Undang-UndangNomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 angka 11 mengartikan “kredit adalah penyediaan uang atautagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Disini terlihat adanya suatu kontra prestasi yang akan diterima oleh kreditur dan adanya tenggang waktu yang memisahkan antara prestasi dengan kontra prestasi.
Namun adanya tenggang waktu ini pada kenyataannya justru dapat mengakibatkan adanya risiko.Semakin lama tenggang waktunya semakin tinggi pula tingkat risikonya, oleh karena itu dalam pemberian kredit hanya sekedar memerlukan kepercayaan saja.
Dari pengertian-pengertian tersebut, terlihat adanya unsur-unsur kredit, yaitu:
211. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasiyang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali setelah jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.
2. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang, dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai dari uang, yaitu yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
3. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima dikemudian hari.Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang
20O.P Simonangkir, Op. Cit. hal. 91.
21Nur Asmalina Siregar, Penyelesaian Kredit Macet Melalui Penjualan Dibawah Tangan Benda Jaminan Yang Diikat Dengan Hak Tanggungan, Tesis, 2004, hal 12, dikutip, Thomas Suyatno, et, al, Op. Cit, hal. 12.
menyebabkan timbulnya unsur risiko, sehingga timbul jaminan dalam pemberian kredit.
4. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam perkreditan.
Secara garis besar ada dua macam bentuk jaminan dalam kredit yaitu jaminan perorangan (Persoonlijkezerheids) dan jaminan kebendaan. Jaminan yang paling disukai bank adalah jaminan kebendaan (Zakelijkezekerheids) dan jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum perdata terdiri dari beberapa macam
22:
1. Jaminan dalam bentuk gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai 1160 KUHPerdata.
2. Hipotek yang diatur dalam Pasal 1162 hingga Pasal 1232 KUHPerdata.
3. Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang mengatur mengenai penjaminan atas hak-hak atas tanah dan benda- benda yang ada diatasnya.
4. Jaminan Fidusia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia) yang sebelumnya fidusia sebagai jaminan diakui secara yurisprudensi.
Jaminan perorangan merupakan suatu perjanjian antara seorang berpiutang(kreditur)
23dengan seorang yang menjamin dipenuhinya kewajiban- kewajiban si berutang (debitur), sistem hukum jaminan perorangan yang objeknya adalah perorangan merupakan sub sistem dari hukum kontrak yang mengandung asas pribadi (personel right)
24, sedangkan hukum jaminan kebendaan yang objeknya
22Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 5.
23Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, bandung, 1982, hal 25.
24Tan Kamello, Op, Cit, hal 156, dikutip dari buku Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal 80.
adalah benda merupakan sub sistem dari hukum benda yang mengandung asas kebendaan (real right)
25.
Kepemilikan benda yang menjadi objek jaminan fidusia masih merupakan suatu problem hukum yang harus diberikan kejelasannya. Pengertian kepemilikan benda dalam hukum jaminan memiliki makna yang luas yakni mencakup hak milik atas benda dan hak penguasaan atas benda. Jika seorang debitur menyerahkan harta benda sebagai jaminan kepada krediturnya berarti sebagian kekuasaan atas kepemilikan benda itu beralih kepada kreditur
26.
Sebagaimana menurut Tan Kamello, pembagian hak milik di dalam fidusia terbagi dari 2 (dua), yang terdiri dari :
271. Hak milik yuridis berada ditangan kreditur (het eigendomsrecht in een juridische eigendom in handen van de crediteur) – legal owner;
2. Hak milik ekonomis berada ditangan debitur (het eigendomsrecht in een economische eigendom verbleven van de debituer) – economic owner.
Perkataan fidusia mempunyai arti “secara kepercayaan”ditujukan kepada kepercayaan yang diberikan secara bertimbal-balik oleh satu pihak kepada yang lain, bahwa apa yang keluar ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya (kedalam, intern) hanya suatu jaminan saja untuk hutang.
2825Tan Kamello, Ibid, hal 156.
26Tan Kamello, Ibid, hal 190
27Tan Kamello, Seminar Jaminan Fidusia : Kajian Atas Peraturan Menteri Nomor 130/PMK.010/2012, Kementerian Hukum dan HAM Sumut, Medan, 28 Mei 2015, hal. 3.
28Subekti, Op, Cit, hal 76 , bandingkan (selanjutnya ditulis dengan “bdgk”) dengan http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34206/3/Chapter%20II.pdf yang dikunjungi terakhir pada 15 Mei 2015, 11:00 Wib yang menjelaskan bahwa istilah Fidusia dalam bahasa Indonesia juga memiliki istilah “penyerahan hak milik secara kepercayaan” yang dalam terminologi Belanda sering disebut dengan istilah Fiduciare Eigendoms Overdracht (FEO), sedangkan dalam bahasa Inggrisnya sering disebut istilah Fiduciary Transfer of Ownership.
Hubungan jaminan fidusia yang tercipta karena kontrak (fiduciary relationships created by contract) terjadi apabila unsur kepercayaan, yang diperlukan
untuk mencapai tujuan kontrak itu ada atau hadir.
29Yang termasuk didalamnya adalah :
1. Formal Fiduciary Relationships Created by Contract (Hubungan formal fidusia yang tercipta karena kontrak). Suatu hubungan fidusia yang formal boleh terjadi karena kontrak.
302. Informal Fiduciary Relationships Created by Contract (Hubungan informal fidusia yang tercipta karena kontrak). Suatu hubungan informal muncul dimana seorang mempercayai dan meletakkan kepercayaan terhadap yang lainnya, apakah hubungan itu merupakan hubungan moral, sosial, rumah tangga atau hanya pribadi.
31Salah satu sarjana yang sejak semula berpendapat, bahwa fidusia dapat diterapkan baik untuk jaminan barang-barang tetap adalah Pitlo
32dan selanjutnya adalah Tan Kamello. Untuk barang objek jaminan hutang yang masih tergolong benda bergerak, tetapi pihak debitur enggan menyerahkan kekuasaan atas barang tersebut kepada kreditur, sementara pihak kreditur tidak mempunyai kepentingan bahkan kerepotan jika barang tersebut diserahkan kepadanya, oleh karena itu dibutuhkan adanya suatu bentuk jaminan hutang yang objeknya masih tergolong benda bergerak tetapi tanpa menyerahkan kekuasaan atas benda tersebut kepada pihak kreditur inilah yang disebut dengan jaminan fidusia.
3329John F. Nichols SR, Fiduciary Litigation-Defining Relationships, State Bar of Texas, Houston –Texas, 2006, chapter-1, hal 4. Perhatikan juga Tan Kamello, Op, Cit. Hal 35 yang menjelaskan bahwa fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law.
30Ibid, hal 4.
31Ibid, hal 5.
32Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Jaminan di Indonesia, cetakan pertama, Liberty, Yogyakarta, 1982.hal 254.
33Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal 2.
Sejalan dengan sistem kepercayaan menjadikan salah satu unsur pemberian kredit yang diperoleh atas dasar keyakinan dan kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, jadi pihak pembiayaan tidak wajib meminta jaminan atas agunan berupa barang yang bergerak berupa kendaraan bermotor. Dari hal ini kreditur telah menjelaskan terlebih dahulu atas barang yang dijaminkan atau barang bergerak, seperti halnya kendaraan bermotor, sedangkan debitur melihatkan atas barang yang akan dijadikan jaminan. Jaminan bagi kreditur terhadap debitur dalam fidusia, cukup terjamin, karena adanya ancaman pidana bagi debitur jika debitur berani menjual mengalihkan hak atas kendaraan bermotor yang belum lunas kepada orang lain.
Pakar hukum dari Belanda, O.K Brahn mengatakan bahwa “pembagian hak milik antara hak milik secara yuridis berada di tangan kreditur dan hak milik secara ekonomi tetap berada di tangan debitur, lazimnya orang menyebut istilah milik fidusia”
34.
Penelitian ini akan mengambarkan bahwa pihak debitur pertama (debitur lama) mengalihkan hak atas barang bergerak kendaraan bermotor tersebut kepada debitur kedua (debitur baru) yang angsurannya masih sedang berjalan atau kredit belum lunas antara kreditur dengan debitur pertama yang lazim disebut pengalihan angsuran (over credit). Debitur pertama tidak memberitahukan kepada kreditur bahwa kenderaan tersebut sudah dialihkan kepada debitur kedua. Pengalihan hak dari debitur pertama kepada debitur kedua menimbulkan masalah hukum karena debitur kedua menerima peralihan hak atas kenderaan tersebut tanpa alas hak (rechtstitel)
34Tesis, Yosephina Hotma Vera : Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Di Ikat Dengan Akta Jaminan Fidusia Terhadap Bangunan Yang Berdiri Di Atas Tanah Otorita Batam, 2009, yang di kutip dari Mahadi, Hak Milik dalam Hukum Perdata Nasional, Proyek BPHN, Jakarta, hal. 1.
yang sah. Hal ini merupakan pelanggaran atas perjanjian yang dilakukan antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen (debitur pertama).
Dalam praktik perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia dikatakan bahwa debitur pertama adalah pemilik benda jaminan, dimana bukti kepemilikan benda kendaraan bermotornya atas nama debitur pertama diserahkan kreditur sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan diawal perjanjian. Dalam praktik ditemukan kalusul bahwa barang jaminan dipindahtangankan atau dijaminkan kepada pihak ketiga dengan cara apapun juga, tanpa mendapatkan persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari kreditur dikatakan debitur melakukan wanprestasi.
35Pemahaman milik dalam masyarakat bisnis dapat diartikan dalam dua hal yakni:
1. Debitur menguasai titel dari benda jaminan dan sekaligus menguasai benda secara fisik.
2. Debitur menguasai benda jaminan secara fisik sedangkan secara yuridis debitur belum menjadi pemilik
36.
Dikaitkan dengan hukum jaminan, bilakah saat debitur itu dianggap sebagai pemilik benda jaminan, bilakah saat debitur itu dianggap sebagai pemilik benda jaminan secara fisik menjaminkan benda itu kepada bank untuk meminjam kredit.
Permasalahan ini semakin jelas dalam kenyataan perilaku bisnis jual beli kredit kendaraan bermotor
37. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peralihan hak atas kepemilikan kendaraan bermotor dibawah tangan dalam jaminan fidusia.
35Syarat dan Ketentuan Umum Perjanjian Pembiayan dengan Jaminan Fdusia Angka 12 Huruf (f) pada perjanjian di PT. Astra Sedaya Finance Kota Batam.
36Tan Kamello, Op. Cit, hal, 335.
37Tan Kamello, Loc. Cit, hal, 335
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dikemukakan dalam tesis ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia berkaitan dengan perjanjian pembiayaan dalam perspektif KUHPerdata?
2. Bagaimanakah keabsahan penyerahan kendaraan bermotor dalam jaminan fidusia yang telah terikat dalam perjanjian pembiayaan dari debitur pertama kepada debitur kedua?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada debitur kedua yang telah melunasi angsuran kendaraan bermotor terhadap kepastian hak milik atas kendaraan bermotor dalam perjanjian pembiayaan?
C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan yang dilakukan itu pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai, demikian halnya dengan penulisan proposal tesis ini. Adapun tujuan penulisan dalam material proposal ini adalah :
1. Untuk mengetahui kendaraan bermotor sebagai jaminan fidusia berkaitan dengan perjanjian pembiayaan dengan debitur pertama dalam perspektif KUHPerdata.
2. Untuk mengetahui keabsahan penyerahan kendaraan bermotor dalam jaminan
fidusia yang telah terikat dalam perjanjian pembiayaan dari debitur pertama
kepada debitur kedua.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada debitur kedua yang telah melunasi angsuran kendaraan bermotor terhadap kepastian hak milik atas kendaraan bermotor.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari dua sisi baik teoretis maupun secara praktis, yaitu :
a. Secara Teoretis
Secara teoretis, dari hasil penelitian yang diharapkan ini dapat dijadikan bahan kajian lebih mendalam untuk mendapatkan konsep ilmiah yang pada umumnya pembaca dapat lebih mengetahui tentang peralihan hak atas kepemilikan kedaraan bermotor dalam jaminan fidusia.
b. Secara Praktis
1. Merupakan bahan penambahan wawasan bagi para paraktisi hukum.
2. Sebagai bahan pemahaman dan penambahan wawasan bagi para debitur dalam melakukan peralihan hak atas kepemilikan kendaraan bermotor dalam jaminan fidusia.
3. Sebagai pedoman dan masukan bagi para pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan dalam peralihan hak barang bergerak terdaftar dari debitur pertama kepada debitur kedua.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di
lingkungan Universitas Sumatera Utara ternyata penelitian tentang Peralihan Hak
Atas Milik Kendaraan Bermotor dibawah Tangan Dalam Jaminan Fidusia (studi di kota Batam) tidak ada ditemukan judul yang sama akan tetapi memang pernah ada penelitian sebelumnya di lakukan dengan memakai judul:
1. Analisis Yuridis Penertiban Sertifikat Fidusia pada perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor yang mengalami kemacetan pembayaran (studi pada perusahaan pembiayaan di kota Medan). Saudara Tanjung Simanjuntak, mahasiswa di bidang Kenotariatan dengan Nomor Induk Mahasiswa 117011100, meneliti tentang akibat hukumnya apabila jaminan Fidusia didaftarkan pada saat terjadinya kemacetan pembayaran, mengapa perusahaan pembiayaan selaku Kreditur tidak menaati peraturan pendaftaran jaminan Fidusia yang terdapat pada undang-undang nomor 42 tahun 1999, selain alasan yang sering didengar yaitu membuang waktu, prosedur yang panjang dan biaya yang mahal, dan pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia oleh perusahaan pembiayaan selaku Kreditur sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK/010.2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan Konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan Fidusia.
2. Akibat Hukum Atas Putusan Pailit bagi Debitor terhadap Kreditor Pemegang Hak
Jaminan Fidusia, oleh Tuah Bangun, mahasiswa di bidang Kenotariatan dengan
Nomor Induk Mahasiswa 107011125, meneliti tentang ketentuan hukum
pelaksanaan kepailitan kreditur pemegang hak jaminan Fidusia terhadap debitur
pailit pemberi hak jaminan Fidusia, kedudukan kreditur pemegang benda jaminan
yang telah di bebani dengan hak jaminan Fidusia apabila debitur pailit, bagaimana
akibat hukum kepailitan bagi Kreditur pemegang hak jaminan Fidusia dalam Eksekusi jaminan Fidusia yang diberikan oleh debitur pailit.
3. Proses kepemilikan kendaraan bermotor secara kredit di PT. Astra Credit Companies sebagai salah satu lembaga pembiayaan konsumen (suatu penelitian di PT. Astra Credit Companies Medan). Oleh Khairani Estria Sihombing, mahasiswa di bidang Kenotariatan dengan Nomor Induk Mahasiswa 002111026, meneliti tentang proses pelaksanaan pembiayaan konsumen bagi masyarakat dalam Kepemilikan Kendaraan bermotor secara kredit di lembaga pembiayaan Astra Credit Companies, syarat-syarat yang di pailit oleh konsumen dalam perjanjian jual beli kendaraan bermotor secara kredit melalui jasa lembaga pembiayaan konsumen di PT. Astra Credit Companies akibat hukum terhadap debitur yang memprestasi dalam perjanjian pembiayaan.
Setelah dilihat ulasan masing-masing maka dengan demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi materi maupun lokasinya. Namun demikian apabila ternyata pernah ada penelitian yang judul atau hampir sama, maka penelitian ini diharapkan dapat untuk melengkapinya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoretis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses
tertentu.
38Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.
39Jalan pemikirian yang logis yang memiliki korelasi terhadap permasalahan akan melahirkan suatu teori yang menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis pula. Teori yang menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menjelaskan masalah pemikiran yang telah dirumuskan didalam kerangka teoretis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Perlindungan Hukum, yang berdasarkan perundang-undangan merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum positif kepada subyek hukum. Perlindungan hukum berdasarkan undang- undangan tidak diperlukannya adanya persetujuan dari para pihak, sedangkan perlindungan hukum berdasarkan kontrak adalah perlindungan hukum yang dituangkan dalam kontrak mengenai hak dan kewajiban para pihak yang sudah disepakati bersama. Kedua perlindungan hukum tersebut, baik yang berasal dari undang-undang maupun yang berasal dari kontrak merupakan perlindungan hukum yang diperoleh melalui perikatan.
Menurut Fitzgerald, Teori Perlindungan Hukum adalah “hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat
38Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal 122.
39M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 80.
karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak”.
40Maksudnya adalah bahwa kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.
41Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, “perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum”.
42Philipus M. Hadjon membagi bentuk perlindungan hukum menjadi dua bagian, yaitu :
43a. Perlindungan hukum preventif.
Perlindungan hukum ini memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan (inspraak) atas pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif,sehingga perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak.
b. Perlindungan hukum represif.
40Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 53.
41Ibid., hal. 69. Sesungguhnya perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.
42Ibid., hal. 54.
43Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia : Sebuah Studi tentang prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 2. Perhatikan pada pembagian Perlindungan hukum secara represif yang di kelompokkan menjadi 3 (tiga) badan oleh Philipus M. Hadjon, yaitu : 1).Pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum, yang dalam prakteknya dewasa ini telah ditempuh jalan untuk menyerahkan suatu perkara tertentu kepada Peradilan Umum sebagai perbuatan melaan hukum oleh penguasa., 2). Instansi pemerintah, yang merupakan lembaga banding administrasi, yaitu permintaan banding oleh suatu tindak pemerintah oleh pihak yang merasa dirugikan oleh tindakan pemerintah tersebut. 3). Badan- badan khusus, merupakan badan yang terkait dan berwenang untuk menyelesaikan suatu sengketa.
Badan khusus tersebut antara lain adalah Kantor Urusan Perumahan, Pengadilan Kepegawaian, Badan Sensor Film, Panitia Urusan Piutang Negara, Peradilan Administrasi Negara.
Perlindungan hukum ini berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa.
Tan Kamello mengatakan bahwa “Perlindungan Hukum adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum (undang-undang atau kontrak) terhadap subyek hukum (hak dan kewajiban) dan obyek hukum (benda)”.
44Selain itu, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hukum jaminan fidusia yang menurut Tan Kamello bahwa Teori Hukum Jaminan Fidusia adalah kreditur yang sudah memberikan kredit dengan jaminan fidusia dan memperoleh hak secara constitutum posessorium harus diberikan perlindungan perlindungan disatu pihak secara yuridis, dilain pihak, pihak ketiga yang telah menerima kendaraan bermotor dari debitur secara dibawah tangan juga harus mendapat perlindungan. Seharusnya benda jaminan pada kendaraan bermotor yang sudah terikat dalam jaminan fidusia tidak dibenarkan dialihkan kepada pihak ketiga, kecuali terdapat izin dari debitur.
45Hukum adalah alat, bukan tujuan, dan yang memiliki tujuan adalah manusia.
Akan tetapi karena manusia sebagai anggota masyarakat tidak mungkin dapat dipisahkan dengan hukum, maka yang dimaksud dengan tujuan hukum adalah manusia dengan hukum sebagai alat untuk mencapai tujuan hukum tersebut.
Keberadaan hukum dalam masyarakat sebenarnya tidak hanya dapat diartikan sebagai sarana menertibkan kehidupan masyarakat, melainkan juga dijadikan sarana yang
44Slide perkuliahan Teori Hukum, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara.
45 Tan Kamello, Seminar Jaminan Fidusia : Kajian Atas Peraturan Menteri Nomor : 130/PMK.010/2012, Kementerian Hukum dan HAM Sumut, Medan, 28 Mei 2015.
mampu mengubah pola berfikir dan pola perilaku masyarakat dan pembuatan hukum seyogyanya mampu mengeliminasi setiap konflik yang diperkirakan akan terjadi di masyarakat. Mengenai tujuan hukum, adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya itu, hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
46Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami jaminan fidusian secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaedah hukum atau sebagai isi kaedah hukum yang ditentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum jaminan, sistem hukum benda dan perjanjian kredit bank.
47Dalam menganalisis jaminan fidusia tersebut baik yang terdapat dalam putusan-putusan pengadilan maupun perjanjian jaminan fidusia yang terjadi dalam praktik perbankan dan peraturan undang-undang yang mengatur jaminan fidusia, diperlukan pendekatan sistem (approach system). Maksud menggunakan pendekatan sistem adalah mengisyaratkan terdapatnya kompleksitas masalah hukum jaminan fidusia yang dihadapi dengan tujuan untuk menghindarkan pandangan yang
46http://irawan-elazzam.blogspot.com/2013/04/teori-tujuan-hukum-dan-macam-delik_11.html yang dikunjungi terakhir pada terakhir pada 18 Mei 2015, 22:00 Wib.
47Soerjono Soekanto, Teori yang Murni Tentang Hukum, Alumni, Bandung, 1985, hal 96
menyederhanakan persoalan jaminan fidusia sehingga menghasilkan pendapat yang keliru
48.
Selain teori hukum normatif yang dipergunakan dalam membahas permasalahan yang dirumuskan, dalam penelitian ini juga menggunakan teori kepastian hukum. Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama : adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua : berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.
49Menurut Gustav Radbruch, hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, walaupun isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi dapat kecualian yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dengan keadilan begitu besar, sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat tata hukum boleh dilepaskan.
50Tanpa kepastian hukum orang tidak tau apa yang harus diperbuatnya, dan akhirnya timbulnya keresahan, tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian
48Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia suatu kebutuhan yang didambakan, Alumni, Bandung, 2014, hal 19
49Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008, hal. 158.
50Theo Huijbers, Filsafat Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 1982, hal 163.
hukum, terlalu ketat menaati peraturan hukum, akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturan adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-Undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “ Lex dura, set temen scripta (Undang-Undang itu kejam tetapi demikianlah bunyinya).
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.
51Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah : a. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilikan benda.
52b. Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
51Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1998, hal 58.
52Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya
53.
c. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran
54.
d. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek
55.
e. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
56.
f. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia
57g. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen
58.
h. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang
59.
i. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atauundang- undang
60.
53Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia
54Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia
55Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia
56Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia
57Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia.
58Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia.
59Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia.