• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI MANUSIA MENURUT SYEKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POTENSI MANUSIA MENURUT SYEKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI MANUSIA MENURUT SYEKH TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Program Strata Satu (SI) Pendidikan Agama Islam

Oleh:

NORA PUTRI YANTI NIM. 2117.179 Dosen Pembimbing:

Dr. WEDRA APRISON, M.Ag NIP. 197205242000031001

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

1442 H/2021 M

(2)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji beserta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kita Rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Potensi Manusia Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dan Implikasi Terhadap Pendidikan Islam”. Juga tidak lupa penulis ucapkan shalawat beriring salam kepada Nabi junjungan kita yakni Nabi Besar Muhammad SAW, beserta segenap keluarga dan sahabat serta pengikut beliau yang setia hingga akhir zaman. Sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih penulis atas terwujudnya penyelesaian skripsi ini. Sebagai suatu keharusan dan syarat bagi program strata satu (S1) IAIN Bukittinggi dalam menyelesaikan studi untuk mencapai Gelar Sarjana Pendidikan nantiknya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menghadapi berbagai macam halangan dan rintangan, namun penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat bantuan dan bimbingan dengan penuh ketulusan dan keiklasan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih, pertama sekali kepada malaikat tanpa sayapku yaitu; orang tua tercinta, ayahanda (daswar) dan ibunda (rabaanis) yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan yang selalu mendorong dan memberikan do’a dalam setiap aktivitas penulis dalam menuntut ilmu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan dan dorongan dari semua pihak, baik yang diperoleh selama proses perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini. Maka dari itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih pada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Rektor Institute Agama Islam Negeri Bukittinggi.

2. Bapak Dr. Arifmiboy, M.Pd selaku Ketua Program Studi (prodi) Pendidikan Agama Islam Institute Agama Islam Negeri Bukittinggi.

3. Bapak Dr. Wedra Arison, M.Ag selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memerikan bimbingan dan pengarahan dalam rangka penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Staf, Dosen, Karyawan/I Staf Program Studi (prodi) Pendidikan Agama Islam Institute Agama Islam Negeri Bukittinggi yang telah memerikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis.

(3)

ii

5. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

Penulis sangat menyadari dengan sepenuhnya bahwa skripsi ini baik isi maupun pembahasannya masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Aamiin...

Bukittinggi, 16 Juli 2021

Nora Putri Yanti Nim 2117.179

(4)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 01

B. Rumusan masalah... 06

C. Tujuan penelitian ... 06

D. Manfaat penelitian ... 06

E. Penjelasan judul ... 07

F. Sistematika penulisan ... 09

BAB II LANDASAN TEORI A. Biografi Syekh Taqiyuddin An-Nabhani. ... 11

1. Riwayat Hidup Syekh Taqiyuddin An-Nabhani ... 11

2. Beberapa Karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani ... 13

3. Bidang Pekerjaan Dan Jabatannya ... 15

B. Teori Potensi Manusia ... 18

1. Pengertian Potensi Manusia ... 18

2. Macam-Macam Potensi Manusia ... 20

C. Pendidikan Islam ... 26

1. Defenisi Pendidikan Islam ... 26

2. Dasar Pendidikan Islam... 28

3. Tujuan Pendidikan Islam... 30

D. Penelitian Relevan ... 31

E. Kerangka Berfikir ... 34

(5)

iv BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian... 38

B. Sumber Data ... 41

C. Teknik Pengumpulan Data ... 42

D. Teknik Analisis ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Konsep Potensi Manusia Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani .... 46

1. Defenisi Potensi manusia Menurut Syekh Taqiyuddin An- Nabhani ... 46

2. Pembagian potensi manusia Menurut Syekh Taqiyuddin An- Nabhani ... 52

B. Implikasi Potensi Manusia Terhadap Pendidikan Islam Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani ... 61

1. Konsep pendidikan Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani ... 61

2. Implikasi Potensi Manusia Terhadap Pendidikan Islam Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA

(6)

v ABSTRAK

Penelitian ini berjudul: “Potensi Manusia Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dan Implikasi Terhadap Pendidikan Islam”. Skripsi ini ditulis oleh Nora Putri Yanti, Nim 2117.179, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 1442 H/2021 M.

Adapun motivasi penulis mengangkat judul ini adalah karena manusia memiliki potensi dalam dirinya, peran pendidikan sangat penting dan berpengaruh terhadap pengembangan potensi manusia tersebut. Sesungguhnya tidak satupun manusia lahir tanpa pengetahuan yang melekat padanya, melainkan manusia memperoleh pengetahuan melalui proses yang bertahap menggunakan potensi yang melekat pada dirinya. Dengan memaksimalkan potensi yang ada pada diri manusia sejak lahir maka akan melahirkan pula manusia yang berkarakter dan bermatabat.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep pemikiran Syekh Taqiyuddin An-Nabhani terhadap potensi manusia dan implikasinya terhadap pendidikan Islam.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library reach).

Penelitian diarahkan pada penelaahan dan pembahasan teori-teori dalam literatur ilmiyah, dan yang ada relevansinya dengan masalah yang hendak dikaji yakni analisis pemikiran Syekh Taqiyuddin An-Nabhani tentang potensi manusia dan implikasinya terhadap pendidikan Islam. Dalam mendapatkan data penulis menggunakan metode Deduktif, Induktif dan konten analisis. Dengan menggunakan sumber primer (kitab syek taqiyuddin an-nabhani) dan sekunder (sarahan dari kitab yang sama dengan pemikiran tokoh).

Setelah di lakukan analisis dari berbagai aspek dan didukung oleh beberapa literatur-literatur sekunder, sehingga diperoleh hasil penelitian yaitu:

potensi kehidupan ini hanya ada dua yaitu: kebutuhan jasmani (al-hajat al- udhuwiyyah), dan naluri (al-gharizah). Adapun akal tidak termasuk dalam kategori potensi kehidupan manusia. Karena manusia masih bisa hidup meskipun akalnya hilang. Contohnya saja orang gila, atau anak kecil yang akalnya belum sempurna. Tetapi akal tetap merupakan potensi manusia yang justru merupakan potensi paling penting. Karena akallah yang bisa membedakan kedudukan manusia dibanding makhluk lainnya. Dalam kajian dan analisis yang dilakukan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani senantiasa selalu berdasarkan kepada sumber dan dasar hukum yang telah ditetapkan dan disepakati di dalam Islam, yaitu berdasarkan pada Al-qur’an, al-hadits, ijma’ sahabat dan qiyas. Secara umum konsep potensi manusia yang dikaji dari pemikiran Syekh Taqiyuddin An- Nabhani bersifat unic dan berbeda dengan konsep yang dipahami di Indonesia.

(7)

0

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Potensi Manusia Menurut Syekh Taqiyuddin An- Nabhani Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam”. Disusun oleh Nora Putri Yanti, Nim 2117.179, Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui, dan diajukan ke sidang munaqasyah skripsi.

Bukittinggi,16 Juli 2021

Dosen Pembimbing

Dr. Wedra Aprison, M. Ag NIP.197205242000031001

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Menurut Islam, manusia merupakan makhluk yang paling sempurna, ia diciptakan untuk menjadi Khalifah dibumi, pada saat manusia dilahirkan ia membawa kemampuan-kemapuan yang disebut fitrah, fitrah inilah yang disebut dengan potensi. Penjelasan lebih lanjut tentang manusia diungkapkan secara rinci, dalam proses penciptaan manusia dan pertumbuhan serta perkembangannya. Selain mengenai dirinya, pembahasan manusia juga terkait dengan fungsi dan tanggung jawabnya. Yaitu dalam Qs. al-Mukminun: 12-14











































































Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.

kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.”.

Manusia diberikan gelar oleh Allah SWT sebagai makhluk yang paling baik dalam penciptaannya karena dianugerahkan Potensi yang menyebabkan manusia lebih istimewa dari makluk ciptaannya yang

(9)

2

lainnya termasuk juga malaikat. Potensi adalah kemampuan dan kekuatan yang dimiliki seseorang baik fisik maupun psikis yang sudah ada sejak lahir. Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikatakan potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.1 Itu berarti ada suatu kekuatan, kesanggupan yang mungkin berkembang bila dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik.2 Dengan potensi yang dimilikinya tersebut manusia dapat bekreasi dan bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Karena sesungguhnya tidak satupun manusia lahir tanpa pengetahuan yang melekat padanya, melainkan manusia memperoleh pengetahuan melalui proses yang bertahap menggunakan potensi yang melekat pada dirinya. Dengan memaksimalkan potensi yang ada pada diri manusia sejak lahir maka akan melahirkan pula manusia yang berkarakter dan bermatabat. Salah satu caranya dengan mengikuti proses pembelajaran yang dilaksanakan secara terstruktur melalui program-program pendidikan.3

Kehidupan manusia dengan potensi yang dimiliki ketika ia dilahirkan memiliki tujuan yaitu menjalani kehidupan sesuai dengan aturan-aturan kehidupan yang sudah ditetapkan oleh pencipta- Nya, yaitu Allah SWT yang maha mengetahui segala tentang makhluk ciptaan-Nya.

1 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Hal. 890

2 Debi Vianda, Pengembangan Potensi Anak Dalam Keluarga Harmonis Ditinjau Dari Konseling Islam, (Bukittinggi: Jurusan Pendidikan Bimbingan Dan Konseling, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi, 2015).

3 Abdul Muiz, Tiga Potensi Manusia Menurut Al-Qur’an Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Matematika, (Stkip Pgri Sumenap), Hal. 18-19

(10)

3















Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Potensi manusia itu akan dikenali dan bisa mengabdi kepada Allah dengan benar jika manusia itu memiliki pengetahuan yang didapat dari proses pendidikan yang merupakan salah satu bentuk usaha manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan eksistensi kehidupan budaya untuk menyiapkan generasi penerus agar dapat bersosialisasi dalam budaya yang ada. Pendidikan dalam konteks upaya merekonstruksi suatu peradaban adalah salah satu kebutuhan asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang diemban oleh negara agar menjadikan masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan sesuai dengan fitrahnya, serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik.

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 dijelaskan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.4

4 Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), Cet-1, Hal. 7

(11)

4

Kehidupan Indonesia saat ini dihadapkan pada dilema yang Subtansial. Masih banyak praktek pendidikan yang belum memberikan kesempatan kepada murid seagai manusia untuk mengembangkan segenap potensi agar memiliki kepribadian yang seutuhnya yaitu pola pikir dan pola sikapnya Islam. Karena jika manusia yang diasah hanya otaknya (akalnya tanpa dilandasi wahyu) saja, sedangkan fisik dan nalurinya tidak dijaga, maka manusia itu diibaratkan memiliki pengetahuan tetapi jasadnya sakit-sakitan, hatinya tidak tentram. Di Indonesia sendiri, penekanan pendidikannya hanya terfokus kepada kognitifnya saja yaitu hanya mengandalkan aspek pemikiran saja, akibatnya pendidikan pun menghasilkan orang yang berpengetahuan tinggi tapi akhlaknya rendah.

Pendidikan saat ini bisa dikatakan kedepannya akan mengeluarkan manusia dari fitrahnya karena hanya terfokus pada satu fitrah saja yaitu akal atau pemikirannya saja. Seharusnya setiap peserta didik memiliki potensi pada setiap ranah baik itu ranah pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai-nilai (afektif), dan keterampilan (psikomotor), namun tingkatannya satu sama lain berbeda.

Mutu pendidikan diharapkan dapat berkualitas, akan tetapi fenomena pendidikan sekarang masih belum mampu menunjang kualitas pendidikan. Meskipun usaha dalam memperbaiki pendidikan sudah mulai meningkat dengan dibangunnya sekolah-sekolah untuk menunjang pendidikan, demikian juga banyak orang yang berprofesi sebagai tenaga pengajar. Guru adalah ujung tombak dalam melaksanakan misi pendidikan

(12)

5

dilapangan serta merupakan faktor penting dalam mewujudkan sistem pendidikan yang bermutu dan efesien. Sehingga dalam kegiatan belajar mengajar guru berperan sangat penting untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Nyatanya pendidikan Islam sekarang seakan telah kehilangan pijakan filosofisnya yang hakiki, yang kemudian berdampak kepada ketidakjelasan arah dan tujuan yang hendak dicapai. Pendidikan Islam telah tertatih-tatih dan gagap dalam menghadapi laju perkembangan zaman dan arus Globalisasi. Filsafat yang menjadi rujukan pendidikan sekarang terbukti merusak dan menyeleweng dari tujuan pendidikan nasional.

Seharusnya sistem pendidikan Islam di Indonesia dikembalikan lagi.

Karena pada Sistem Pendidikan Nasional yang keseluruhan komponen pendidikannya saling terkait dan terpadu untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Semua prinsip, fungsi, jenjang pendidikan, jenis pendidikan dan lain-lainnya diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Kedudukan pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional adakalanya juga sebagai mata pelajaran yaitu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan adakalanya juga sebagai lembaga misalnya Perguruan Tinggi Agama Islam. Peran pendidikan sebagai mata pelajaran yaitu mempercepat proses pencapaian tujuan Pendidikan Nasional, dan memberikan nilai kepada mata pelajaran umum. Sedangkan peran pendidikan Islam sebagai lembaga yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,

(13)

6

lembaga pendidikan Islam bersama satuan pendidikan lain bersama-sama menuntaskan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, memberi kesempatan untuk belajar kepada siswa yang tidak berkesempatan memasuki lembaga pendidikan formal.5

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti memilih judul

"Potensi Manusia Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam" dengan harapan semoga karya tulis ini bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi semua pembaca untuk berusaha mengembangkan alat-alat potensial dari manusia seoptimal mungkin untuk dapat difungsikan sebagai sarana untuk pemecahan masalah-masalah kehidupan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah SWT.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana potensi manusia menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani?

2. Bagaimana implikasi potensi manusia menurut Syekh Taqiyuddin An- Nabhani terhadap pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka dapat ditetapkan tujuan penelitian yaitu:

5 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Hal. 37-45

(14)

7

1. Untuk memperoleh deskripsi tentang potensi manusia menurut Syekh Taqiyuddin An-nabhani

2. Untuk memperoleh deskripsi tentang implikasi potensi manusia terhadap pendidikan Islam

D. Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini memiliki relevansi dengan ilmu agama Islam khususnya jurusan Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah literatur atau bacaan tentang potensi manusia dalam perspektif pendidikan Islam menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi manusia agar senantiasa mengetahui potensi melalui pendidikan Islam yang telah dianugerahkan oleh Allah swt sejak ia dilahirkan.

2. Manfaat praktis

a. Seagai tambahan ilmu bagi penulis dalam hal yang terkait dengan masalah-masalah potensi manusia.

b. Memberikan sumbangan pemikiran ilmu tentang bagaimana potensi manusia dalam perspektif Syekh Taqiyuddin An-Nabhani

(15)

8

ataupun acuan penelitian selanjutnya serta bahan pertimbangan penelitian.

E. Penjelasan Judul

Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai skripsi ini, maka penulis akan menjelaskan beberapa istilah sebagai berikut:

1. Potensi Manusia

Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Pengertian potensi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia potensi berarti kesanggupan, kekuatan, kemampuan.

Sedangkan pengertian manusia menurut Soetrino, manusia adalah makhluk tuhan otonom, berdiri sebagai pribadi yang tersusun atas kesatuan harmonis jiwa raga dan eksis sebagai individu yang bermasyarakat. Manusia juga disebut sebagai gabungan antara unsur material (basyari) dan unsur ruhani. Dan dari segi hubungannya dengan Tuhan, kedudukan manusia adalah hamba (makhluq), dan kedudukan manusia dalam konteks makhluk Tuhan adalah makhluk yang terbaik.6

2. Implikasi

Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) makna kata implikasi adalah keterlibatan atau suasana terlibat. Menurut Islamy, implikasi adalah segala sesuatu yang telah dihasilkan dengan adanya

6Atang Abd. Hakim Dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2000), Hal. 209

(16)

9

proses perumusan kebijakan. Dengan kata lain implikasi adalah akibatakibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya kebijakan atau kegiatan tertentu.

3. Pendidikan Islam

Secara etimologi pendidikan berasal dari kata didik, mendidik, yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah perbuatan (hal, cara, dsb) mendidik.

Secara terminologi yaitu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.7

Sedangkan pengertian Islam yang berasal dari bahasa arab dari asal kata ﻢﻠﺳ yang berarti damai dan ﻢﻠﺳا yang artinya menyerahkan.

Islam yaitu agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Quran yang diturunkan kedunia melalui wahyu allah SWT8. Agama adalah suatu ajaran dan sistem yang mengatur tata keimanan atau kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, serta tata kaidah terkait pergaulan manusia dengan manusia serta lingkungannya.

Jadi pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan

7 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007)

8 Departemen Pendidikan Nasional, (2007: 442)

(17)

10

serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) Manusia yaitu anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.

F. Sistematika Penulisan

Sebagai pedoman bagi penulis untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I, merupakan pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, penjelasan judul, sistematika penulisan.

BAB II, merupakan kajian pustaka, pada bab ini akan dibahas lima sub secara singkat, sub pertama yaitu tentang biografi Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, sub kedua menjelaskan teori-teori potensi manusia, sub ketiga tentang pendidikan Islam yang meliputi konsep, dasar, serta tujuan pendidikan Islam, Sub keempat tentang penelitian yang relevan dimana ada kesamaan penelitian ini dengan data yang sudah pernah diteliti baik itu jurnal, skirpi dll. Dan Sub kelima yaitu kerangka berfikir.

BAB III, merupakan metodologi penelitian yang berisikan tentang metode penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknis analisis.

BAB IV, merupakan hasil laporan penelitian yang terdiri yang terdiri dari gambaran penelitian, yaitu pemikiran Syekh Taqiyuddin An- Nabhani tentang Potensi Manusia Dan Implikasinya Pemikiran Syekh

(18)

11

Taqiyuddin An-Nabhani Tentang Potensi Manusia dalam Pendidikan Islam.

BAB V, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

(19)

12 BAB II

LANDASAN TEORI A. Biografi Syekh Taqiyuddin An-Nabhani

1. Riwayat Hidup Syekh Taqiyuddin An-Nabhani

Tempat kelahiran Syekh Taqiyuddin An- Nabhani didesa Ijzim, masuk wilayah Haifa, Palestina Utara, pada tahun 1909. Dengan nama lengkap Taqiyuddin Bin Ibrahim Bin Mushthafa Bin Ismail Bin Yusuf An- Nabhani, keturunan Kabilah Bani Nabhan dari Arab pedalaman Palestina.

Beliau dibesarkan dalam keluarga yang sangat memperhatikan ilmu dan agama. Nama ayah beliau Syaikh Ibrahim An-Nabhani, seorang syekh yang Mutafaqqih Fiddin, dan sebagai tenaga pengajar ilmu-ilmu syariah di kementrian pendidikan Palestina. Ibu syekh taqiyuddin an-nabhani ternyata juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah yang diperoleh dari ayahnya, yaitu Syekh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani, salah seorang di antara para ulama yang menonjol di daulah utsmaniyah.1

Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syariah dari ayah dan kakeknya, yang telah mengajarkan hapalan Al- Qur’an sehingga beliau hafal Al-Qur’an seluruhnya sebelum baligh.

Disamping itu beliau juga mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah negeri ketika beliau bersekolah dasar di daerah Ijzim.

Kemudian beliau melanjutkan sekolah menengahnya di sebuah sekolah di Akka. Sebelum beliau menamatkan sekolahnya di Akka, beliau

1 Ali Dodiman, Biografi Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, (Yogjakarta: Gramedia Publizer, 2017) Hal. 2

(20)

13

telah bertolak ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di Al Azar, guna melanjutkan dorongan kakeknya Syekh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani, Taqiyuddin An-Nabhani kemudian melanjutkan pendidikannya di Tsanawiyah Al-Azar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama beliau meraih ijazah dengan prediket sangat memuaskan. Lalu beliau melanjutkan studinya di Kulliyah Darul ulum yang saat itu merupakan cabang Al- Azar. Selain itu, beliau juga banyak menghadiri halaqah- halaqah ilmiyah di Al-Azar yang diikuti oleh syekh-syekh Al-Azar, semisal Syekh Muhammad Al Hidhir Husain Rahmatullah seperti yang disarankan oleh kakek beliau. Hal itu memungkinkan karena sistem pengajaran lama Al-Azar membolehkannya.

Beliau menampakkan keunggulan dan keistimewaan dalam kesungguhan dan ketekunan belajar yang dapat menarik perhatian kawan- kawan dan dosen-dosennya karena kecermatannya dalam berfikir dan kuatnya pendapat serta hujjah yang beliau lontarkan dalam diskusi-diskusi pemikiran, yang diselanggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo dan negeri-negeri Islam lainnya. Syekh Taqiyuddin An- Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932 pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di Al Azar Asy Syarif menurut sistem lama, dimana para mahasiswa dapat memilih beberapa syekh di Al Azar serta menghadiri halaqoh-halaqoh mereka mengenai bahasa arab, dan ilmu-ilmu syariah seperti: fiqih, hadits, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya.

(21)

14

Pada tahun 1932 beliau lulus dari Al Azar dengan memperoleh asy-syahadah al-‘alamiyyah (ijazah setingkat doktor) pada jurusan syariah dari universitas Al Azar as-Syarif dengan prediket Excellent. Dan juga meraih ijazah Tsanawiyyah Al-Azar, diploma jurusan bahasa arab dan sastranya dari fakultas darul ulum kairo, dan diplomat dari Al-Ma’had Al- Ali Li Al-Qadha’ Asy-Syar’iy Filial Al Azar jurusan peradilan.2

2. Beberapa Karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani

Syekh Taqiyuddin An-Nabhani telah menulis kitab-kitab mencapai lebih dari 30 kitab karena beraneka ragamnya bidang kajian dalam kitab- kitab yang ditulisnya. Dan ini belum termasuk memorandum- memorandum politik yang beliau tulis untuk memecahkan berbagai masalah politik. Dan disetiap karya beliau selalu memiliki ciri khas yaitu kesadaran, kecermatan, dan kejelasan, serta sangat sistematis. Sehingga beliau dapat menempatkan Islam sebagai Ideologi yang sempurna dan komprehensif yang diistinbatkan dari dalil-dalil syar’i yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Berikut beberapa karya syekh taqiyuddin an-nabhani yang paling terkenal dan memuat pemikiran serta ijtihadnya, yaitu:

a. Nizhamul Al-Islam, yang telah diterjemahkan dengan judul “peraturan hidup dalam islam”.

b. Al-Takatul Al Hizbi, telah diterjemahkan dengan judul “pembentukan partai politk”.

c. Mafahim Hizbur Tahrir.

2 Ali Dodiman, Biografi Syekh Taqiyuddin An-Nabhani...hlm. 9-10

(22)

15

d. An-Nizham Al-Iqthishadi fi al-Islam, telah diterjemahkan dengan judul

“sistem ekonomi islam”.

e. An-Nizham Al-Hukmi fi al-Islam, telah diterjemahkan dengan judul

“Sistem Pemerintahan Islam”

f. Muqoddimah Dustur.

g. Ad-Daulah Al-Islam, sejarah daulah islam sejak berdiri di madinah sampai runtuhnya daulah islam dan metode untuk mengembalikannya, telah diterjemahkan dengan judul “negara islam”.

h. Asy-Syakhsiyah Al-Islamiyah (tiga jilid).

i. Al-Khilafah.

j. At-Tafkir, telah diterjemahkan dengan judul “hakekat berfikir”.

k. Sur’atul Badihah.

l. Nuqthatul Inthilaq, telah diterjemahkan dengan judul “titik tolak perjalanan hizbut tahrir”.

m. Dukhulul Mujtama, telah diterjemahkan dengan judul “terjun ke masyarakat”.

n. Inqadzu Filasthin “penyelamat palestine”.

o. Risalatul Arab.

p. Tasallul Mishar Ats Tsana’iyyah Al Mishriyyah As Suriyyah wal Yamaniyyah.

q. Hallul Qadliyah Filisthin ala Ath Thariqah Al Amrikiyyah wal Ikiliziyyah,

r. Nazhariyatul Firagh As Siyasi Haula Masyru’ Aizanhawar.3

3 Ali Dodiman, Biografi Syekh Taqiyuddin An-Nabhani...hal. 92-98

(23)

16

Kitab-kitab syekh taqiyuddin an-nabhani ini terlihat istimewa karena meliputi dan mencangkp segala aspek kehidupan dan problematika manusia. Yaitu membahas aspek-aspek kehidupan individu, politik, kenegaraan, sosial, dan ekonomi.4

3. Bidang Pekerjaan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani Dan Jabatannya

Bidang pekerjaan syekh taqiyuddin an-nabhani terbatas antara pendidikan dan peradilan (qadha’). Jabatan yang beliau duduki banyak pada dua bidang ini. Diceritakan oleh Al-ustadz (Profesor) Ihsan Samarah bahwa Syekh Taqiyuddin An-Nabhani setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke Palestina untuk bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai tenaga pengajar pada sekolah menengah an-nidzomiyah di Haifa, disamping itu juga beliau juga mengajar di sekolah al-Islamiyah yang juga berada di Haifa.

Beliau berpindah-pindah lebih dari satu kota dan sekolah sejak tahun 1932 M-1938 M. Dimana beliau mengajukan permohonan untuk bekertja di Mahkamah Syariah. Tampaknya beliau lebih suka bekerja di bidang peradilan (qadha’), karena beliau menyaksikan bahwa pengaruh penjajahan Barat di bidang pendidikan jauh lebih banyak daripada pengaruhnya di bidang peradilan, khususnya peradilan syariah.5

Karena menurut beliau, golongan terpelajar di sekolah-sekolah misionarisnya para penjajah sebelum adanya pendudukan dan di seluruh sekolah-sekolah setelah adanya pendudukan telah menetapkan kurikulum-

4 Ali Dodiman, Biografi Syekh Taqiyuddin An-Nabhani...hal. 91

5 Dodi Okri Handoko, Analisa Pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani Tentang Privatisasi Aset-Aset Publik, (Pekan Baru: Uin Suska, Tensis), Februari 2013

(24)

17

kurikulum pendidikan dan staqofah (kebudayaan) berdasarkan filsafatnya, serta peradabannya dan konsep-konsep kehidupannya yang khas yaitu kepribadian ala Barat dijadikan dasar yang akan mencabut tsaqofah (dari umat Islam), sebagaimana sejarah dan kebangkitan Barat dijadikan sumber utama dan mencuci otak umat Islam.6 Inilah yang menyebabkan beliau lebih mengutamakan menjauh dan meninggalkan bidang pendidikan pada Kementrian Pendidikan. Beliau mulai mencari dan mengkaji pekerjaan lain yang lebih sedikit mendapatkan pengaruh Barat yaitu yang terbaik adalah di Mahkamah Syariah. Sebab, Mahkamah Syariah seperti yang beliau lihat masih menerapkan hukum-hukum syara’.

Asy-Syekh Taqiyuddin An-Nabhani berkata: “... Adapun sistem sosial yang mengatur hubungan pria dan wanita, serta apa saja yang ditimbulkan dari adanya hubungan ini, yakni masalah-masalah perdata, maka Mahkamsh Syariah masih menerapkan syari’ah Islam hingga sekarang, meski adanya penjajahan dan pemerintahan kufur. Secara umum hingga sekarang belum pernah diterapkan selain syariat Islam...”7

Berdasarkan hal inilah, syekh Taqiyuddin An-Nabhani lebih antusias dan lebih senang bekerja di Mahkamah Syariah yang diantara teman-teman beliau yang dulu sama-sama belajar di Al- Azhar Asy-Syarif juga bekerja di sana. Dan dengan bantuan mereka juga beliau akhirnya

6 Taqiyuddin An-Nabhani, Daulah Islam, Penerjemah, Umar Faruq, (Jakarta: Hti-Pres, 2009), Hal. 238

7Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Islam, Penerjemah, Abu Amin dkk, (Jakarta:

Tim Pustaka Fikrul Islam, 2018), Hal. 46

(25)

18

diangkat sebagai sekretaris di Mahkamah Syariah Beisan, lalu beliau dipindah ke Thabriya.8

Terlepas dari itu semua, cita-cita dan pengetahuan beliau di bidang peradilan juga mendorongnya untuk mengajukan kepada Al-Majlis Al- Islamiy Al-A’la (Dewan Tertinggi Islam) sebuah nota permohonan yang isinya menuntut agar berlaku adil kepadanya, dengan memberikan haknya.

Dimana beliau memili kepercayaan bahwa dirinya mempunyai kompetensi untuk menduduki jabatan peradilan. Setelah para pimpinan peradilan memperhatikan nota permohonan beliau, mereka memutuskan untuk memindahkannya ke Haifa dengan jabatan sebagai kepala sekretaris (Basy Katib), tepatnya di Mahkamah Syariah Haifa. Pada tahun 1940 beliau diangkat menjadi musyawir, yaitu asisten qadhi dan menetap dengan jabatan itu hingga tahun 1945. Karena beliau dipindah ke mahkamah syariah di Ramallah hingga tahun 1948.

Setelah itu beliau pergi meninggalkan Ramallah menuju Syam karena jatuhnya Palestina ke tangan Yahudi. dan pada tahun itu juga sahabat beliau Al- Ustadz Anwar al-Khatib mengirim surat yang isinya meminta beliau kembali ke Palestina untuk diangkat menjadi qadhi di Mahkamah Syariah Al-Quds. Beliau mengabulkan permintaan itu dan pada tahun 1948 beliau resmi diangkat menjadi qadhi. Kemudian kepala Mahkamah Syariah dan kepala Mahkamah Isti’naf yang ketika itu dijabat oleh Yang Mulia Al-Ustadz Abdul Hamid As-Sa’ih memilih beliau sebaga anggota di Mahkamah Isti’naf (pengadilan banding). Hingga tahun 1950

8 Dodi Okri Handoko, Analisa Pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani Tentang Privatisasi Aset-Aset Publik, (Pekan Baru: Uin Suska, Tensis), Februari 2013

(26)

19

beliau tetap menduduki jabatan itu, dimana beliau mengajukan surat pengunduran diri, karena ia mencalonkan diri di dewan perwakilan.

Lalu pada tahun 1951, syekh taqiyuddin an-nabhani datang ke amman, untuk bekerja sebagai tenaga pengajar di Fakultas Al-Ilmiyah Al- Islamiyah. Beliau dipilih untuk mengajar materi Tsaqofah Islam bagi para mahasiswa tingkat dua di fakultas tersebut. Dan aktivitas beliau ini terus berlangsung hingga awal tahun 1953, dimana beliau mulai sibuk dengan aktivitas hizbut tahrir yang telah beliau rintis antara tahun 1949 hingga tahun 1953.9

B. Teori Potensi Manusia 1. Pengertian Potensi Manusia

Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Pengertian potensi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia potensi berarti kesanggupan, kekuatan, kemampuan. Dan setiap individu pasti memiliki potensi, antara satu orang dengan yang lainnya ada perbedaan potensi yang dimilikinya. Sedangkan kalau dilihat dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa inggris to patent yang berarti keras, kuat. Jadi dapat kita pahami bahwa potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh manusia tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.10 Oleh karena itu sudah menjadi tugas manusia yang berpotensi bagaimana ia mendayagunakan potensi tersebut.

Manusia menurut Islam adalah makhluk Allah yang paling mulia dan unik. Ia terdiri dari jiwa dan raga yang masing-masingnya mempunyai

9 Dodi Okri Handoko, Analisa Pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani Tentang Privatisasi Aset-Aset Publik, (Pekan Baru: Uin Suska, Tensis), Februari 2013

10 http://potensidiri.blogspot.com/2021/04/25/pengertian-potensi.html.

(27)

20

kebutuhan tersendiri. Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk rasional, sekaligus pula mempunyai hawanafsu kebinatangan. Ia mempunyai organ-organ kognitif semacam hati (qalb), intelek (aql) dan kemampuan-kemampuan fisik, intelektual, pandangan kerohanian, pengalaman dan kesadaran. 11 Dalam Al-Quran sendiri ada tiga kata yang digunakan untuk menunjukkan kepada manusia, kata yang digunakan adalah bashar, insan atau nas dan bani adam. Manusia disebut al-insan baresal dari kata nashinya yang berarti lupa mengandung makna bahwa manusia memiliki kelebihan diantara makhluk lainnya tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu kadang lupa untuk tetap pada jalan tuhan dalam bertindak.

Manusia disebut al- basyar sebab manusia sebenarnya sama dengan makhluk lainnya yaitu tunduk pada sunnatullah dan memiliki kesamaan dengan makhluk lainnya yaitu dari segi material atau dimensi alamiah saja. Manusia disebut an-nas sebab manusia itu keadaannya labil antara tercela dan terpuji. Maka manusia merupakan makhluk allah yang unik dan sempurna.12

Ada dua bentuk potensi diri yaitu potensi fisik dan potensi psikis.

Yang dimaksud potensi fisik menyangkut dengan keberadaan dan kesehatan tubuh, wajah dan ketahanan tubuh. Sedangkan potensi psikis yang berhubungan dengan IQ (Intelegensi Quotient), EQ (Emotional Quetient), dan SQ (Spiritual Quetient).

11 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Hal. 7

12 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2006), Hal. 1-12

(28)

21

Potensi juga bermakna kemampuan dan kekuatan yang dimiliki seseorang baik fisik maupun psikis. Apabila dilatih dan ditunjang dengan sarana yang baik, berkemungkinan potensi ini dapat dikembangkan. Dan keistimewaan potensi yang dimiliki oleh seseorang berpengaruh besar kepada pembentukan pemahaman diri dan konsep diri. Serta berkaitan dengan prestasi yang hendak dicapai dalam hidup.

Potensi fisik adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dapat dikembangkan apabila dilatih dengan baik. Hasil dari kemampuan yang terlatih ini yaitu kecakapan, keahlian, dan keterampilan dalam bidang tertentu. Sedangkan potensi psikis adalah bentuk kekuatan diri secara kejiwaan yang dimiliki seseorang dan memungkinkan untuk ditingkatkan dan dikembangkan apabila dipelajari dan dilatih dengan baik.13

Dengan berbagai potensi semacam itu, manusia dapat menyempurnakan kemanusiaannya sehingga menjadi pribadi yang dekat dengan Tuhan. Tetapi sebaliknya ia dapat pula menjadi makhluk yang paling hina karena dibawa kecenderungan-kecenderungan hawa nafsu dan kebodohannya.14

2. Macam-Macam Potensi Manusia

Kalau membahas potensi maka erat kaitannya dengan tiga kecerdasan dalam ranah psikis, yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Karena kecerdasan merupakan anugerah yang luar biasa yang diberikan Tuhan kepada manusia. Dan menjadikan sebagai salah satu kelebihan mnusia dibandingkan dengan

13 Abin Syamsuddin Makmum, Psikologi Pendidikan...Hal. 32

14 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi Dan Modernisasi Menuju Milenium Baru...Hal.7

(29)

22

makhluk lainnya. Dengan kecerdasan manusia maka dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin komplek, melalui proses berfikir dan belajar terus menerus.15

a. Kecerdasan Intelektual Atau Intelegent Quotient (IQ)

Kecerdasan intelektual ialah bentuk kemampuan individu untuk berfikir, mengolah, dan berusaha untuk menguasai lingkungannya secara maksimal dan terarah. Menurut istilah lain yaitu kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar, perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah belajar, memahami gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya.

Ini dapat dikembangkan secara optimal dengan memahami bagaimana sistem lapisan otak dan seperangkat latihan praktis.

Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa otak manusia terdiri dari bermilyar-milyar sel aktif. Minimal terdiri dari 100 milyar sel otak aktif sejak lahir. Yang masing-masing sel otak membuat jaringan sampai 20.000 sambungan setiap detiknya.

Jadi otak manusia berkembang melalui proses belajar alamiah dengan kecepatan 3 milyar sambungan perdetik yang inilah kunci dari kekuatan otak.16

Jadi kecerdasan intelektual adalah kadar kemampuan seseorang dalam menyerap pada hal-hal yang sifatnya fenomenal, faktual, data

15 Abin Syamsuddin Makmum, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pt. Rosdakarya Remaja, 2003) Hal. 32

16 Agus Nggeemanto, Quantum Quantient, Kecerdasan Quantum, Cara Praktis Melejitkan Iq, Eq, Dan Sq Yang Harmonis, (Bandung: Nuansa, 2005) Hal. 37

(30)

23

dan berhubungan (matematika) dan itu semua tercermin dalam alam semesta.17

b. Kecerdasan Emosi Atau Emosional Quotient (EQ)

Kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan ketika berhubungan dengan orang lain.18

Ada tujuh kerangka kerja dalam kecakapan kecerdasan emosial ini, yaitu:

1) Kecakapan pribadi adalah kecakapan dalam mengelola diri sendiri.

2) Kesadaran diri adalah bentuk kecakapan untuk mengetahui kondisi diri sendiri serta rasa percaya diri yang tinggi.

3) Pengaturan diri adalah bentuk kecakapan dalam mengendalikan diri dan mengembangkan sifat. Contohnya dipercaya, inovasi, kewaspadaan dan adaptabilitas.

c. Kecerdasan Spiritual Atau Spiritual Quotient (SQ)

Ini merupakan pengembangan berikutnya dalam usaha menguak rahasia kecerdasan manusia yaitu berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (Dimensi vertikal-spiritual).

17 Ahmad Surya, Intelektual, Ummi, Edisi Spesial 2, 2006, Hal. 38

18 Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1999) Hal. 512

(31)

24

Menurut zakiyah Drajat, Sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun emosionalnya, pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan afektif, kofnitif dan konatifnya manusia mengetahui bahwa diluar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha agung yang melebihi apapun, termasuk dirinya.dan penghayatan seperti ini disebut sebagai pengalaman keagamaan (religius experience).19

Ruang lingkup dan makna pribadi dari spriritual luas. Namun spritualitas dapat dimengerti dengan membahas kata kunci yang sering muncul ketika menggambarkan arti spiritual. Ini dapat ditunjukkan dari hasil penelitian Martsolf Dan Mickley pertimbangan berbagai kata kunci, seperti makna (meaning), nilai-nilai (values), transendensi (transendence), dan menjadi (becoming).

Makna merupakan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan, merasakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan. Nilai- nilai adalah kepercayaan, standar etika yang dihargai. Transendensi merupakan pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi kehidupan seseorang. Menjadi adalah membuka kehidupan menuntut refleksi dan pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagaimana seseorang mengetahui.20

Ciri-ciri orang yang memiliki SQ yang tinggi adalah sebagai berikut:

1) Ia memiliki prinsip dan visi yang kuat

19 Abin Syamsuddin Makmum, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pt. Rosdakarya Remaja, 2003), Hal. 43

20Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2008), Hal. 299

(32)

25

2) Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman 3) Mampu memaknai setiap sisi kehidupan

4) Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.21

Potensi manusia juga dapat dibedakan dalam dua pendekatan, yaitu potensi fitrah dan potensi basyari. Untuk lebih jelas penulis akan kupas satu persatu sebagai berikut:

a) Potensi fitrah atau potensi yang didasarkan pada hakekat penciptaannya, bahwa:

Pertama, manusia memiliki kesanggupan besar untuk mengurus alam dengan memikul amanah yang besar setelah teruji lebih hebat dari seluruh makhluk, langit, bumi, gunung (Qs. al-Ahzab: 72) bahkan malaikat dan jin (Qs. al-Baqarah: 30-33).

Kedua, dengan potensi besar tersebut manusia diberikan kedudukan yang tertinggi yang belum pernah dinyatakan oleh siapapun selain Allah swt, yakni khalifah fi al-ardh (Qs. al-Baqarah: 30-33).

Ketiga, kedudukan tersebut dimotivasikan dengan dasar yang amat kuat, yakni melayani Allah berupa kewajiban beribadah (Qs. al- Dzariyat: 56) dan melayani manusia serta pemakmur bumi.

Keempat, untuk mendukung hal tersebut, manusia diberikan perangkat yang paling canggih, yakni ruhani, akal, jasad, fitrah, dan nafsu, sebagai makhluk fi ahsani taqwim (Qs. al-Tin: 4).

Kelima, seluruh tugas tersebut diberikan fasilitas yang memadai yakni bumi sebagai warisan dan rezeki untuk hidup layak serta al-huda

21 Agus Nggermanto, Quantum Quotient, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), Hal. 47

(33)

26

sebagai pedoman dan Nabi Muhammad saw, sebagai teladan (Qs. al- Ahzab: 21).

Keenam, manusia memiliki kelemahan umum seperti: tergesa-gesa, mudah keluh kesah, lemah, mudah merasa puas, dan takabur.

Ketujuh, manusia memiliki sifat-sifat utama, yaitu: sabar, tawakal, bersyukur, iman, taqwa, adil, dan ihsan.

b) Potensi basyari, yakni potensi yang dimiliki oleh seseorang yang membedakannya dari orang lain. Potensi ini menjadikan seseorang unik dan memiliki keutamaan-keutamaan tertentu. Hal ini terjadi karena empat hal: pertama, bakat atau kecenderungan, kedua: usaha, hasil belajar dan pengembangan diri, ketiga: adanya kesempatan atau peluang yang tersedia, dan yang keempat: takdir (faktor eksternal yang ghaib).

Ada empat potensi basyari, yakni:

(1). Potensi aktual atau kasat mata yaitu potensi yang secara mudah dapat dikenali melalui pengamatan sekilas berdasarkan ciri-ciri fisik ataupun perbuatan yang tampak. Potensi ini bisa langsung dimanfaatkan seketika, tanpa harus sulit memunculkannya.

(2). Potensi laten yaitu potensi yang kadang muncul apabila ada kesempatan yang merangsangnya, tetapi tidak juga muncul apabila dibiarkan. Untuk memperlihatkannya perlu latihan dan peluang yang cukup.

(3). Potensi tersamar yaitu potensi yang tertutup karena adanya kelemahan tertentu, adanya salah tempat atau tersia-siakan karena

(34)

27

mengerjakan hal lainnya, yang akan merusak potensi utamanya.

Untuk memunculkannya perlu penelusuran secara lebih mendalam oleh spesialis tertentu, serta perlu memperoleh proses pengajaran dan pengaktifan yang khusus.

(4). Potensi rahasia yaitu potensi yang kita tidak akan pernah tahu kecuali sesuatu hal yang istimewa terjadi atau adanya pertilongan Allah, untuk memunculkannya memerlukan kedekatan dengan Allah dan menyerahkannya kepada izin Allah.

Begitu tinggi derajat manusia, maka dalam pandangan Islam, manusia harus menggunakan potensi yang diberikan Allah kepadanya untuk mengembangkan dirinya baik dengan pancaindra, akal, maupun hatinya, sehingga benar-benar menjadi manusia yang seutuhnya.22

C. Pendidikan Islam

1. Defenisi Pendidikan Islam

Pendidikan mempunyai defenisi yang luas, yang mencangkup semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan nilai-nilai serta melimpahkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan, serta keterampilan kepada generasi selanjutnya sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidup mereka, baik jasmani maupun rohani.

Secara harfiyah pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik, untuk mewujudkan tercapainya perubahan tingkah laku, budi pekerti, keterampilan dan kepintaran secara intelektual,

22 Zaim Elmubarok, Transvaluasi Nabi Muhammad Saw Dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Lontar Mediatama, 2018), Hal. 6-8

(35)

28

emosional, dan spiritual. Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan membentuk latihan. Dalam pendidikan terjadi terjadi proses manusiawi dan proses pewarisan kebudayaan.23

Pendidikan atau mendidik adalah tuntunan kepada manusia yang belum dewasa untuk menyiapkan agar dapat memenuhi sendiri tugas hidupnya atau dengan secara singkat pendidikan adalah tuntunan kepada pertumbuhan manusia mulai lahir sampai tercapainya kedewasaan.24

Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka kelak menjadi manusia dan anggota masyarakat yang dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.25

Jadi pendidikan adalah proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui proses belajar.26

Sedangkan Islam sebagai tatanan hidup yang universal dan menyeluruh sangat cocok dan sesuai dengan fitrah manusia. Walaupun perbedaan warna kulit, suku dan kebudayaan, agama Islam mampu menyatukan fitrah yang berbeda-beda pada setiap manusia tersebut dengan menggunakan landasan yang sama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, dengan Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan Islam sebagaimana diketahui adalah pendidikan yang dalam pelaksanaannya berdasarkan pada ajaran Islam. Karena ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan al-Sunnah yang membedakan dengan

23 Dwi Prasetia Dkk, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), Hal. 3

24 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), Cet Ke-1, Hal. 2

25 Abu Ahmadi Dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), Hal. 91

26 Dwi Prasetia Dkk, Psikologi Pendidikan, ibid

(36)

29

pendidikan lainnya. Jika pendidikan lainnya, didasarkan pada pemikiran rasional yang sekuler dan impristik semata, maka pendidikan Islam selain menggunakan pertimbangan rasional dan data empiris juga berdasarkan Al-Qur’an dan al- Sunnah.27

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam itu adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

2. Dasar Pendidikan Islam

Bagi umat Islam agama adalah dasar (podansi) utama dari keharusan berlangsungnya pendidikan karena ajaran-ajaran Islam yang bersifat universal mengandung aturan-aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik yang bersifat ubudiyyah (mengatur hubungan manusia dengan tuhannya), maupun bersifat muamalah (mengatur hubungan manusia dengan sesamanya).

Dasar ideal pendidikan Islam adalah identik dengan ajaran Islam itu sendiri. Oleh karena itu dasar terpenting dari pendidikan Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad.

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam allah yang diturunkan kepada nabi muhammad Saw. Sebagai pedoman hidup manusia, bagi yang

27 Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:Prenamedia Group, 2016) Hal.13

(37)

30

membacanya merupakan suatu ibadah dan mendapat pahala.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. Al-baqarah: 2

















Artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”

b. As-Sunnah

Setelah Al-Qur’an maka dasar dalam pendidikan Islam adalah As- Sunnah yang merupakan perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasulullah SAW, yang dimaksud dengan pengakuan itu adalah perbuatan orang lain yang diketahui oleh Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, yang juga berisi tentang akidah, syari’ah, dan berisi tentang pedoman untuk kemaslahatan hidup manusia seutuhnya.

Jadi Alqur’an dan sunnah atau hadist Nabi Muhammad Saw merupakan dasar pendidikan Islam yang mempunyai kebenaran yang mutlak, akan tetapi tidak semua ayat-ayat dan hadis nabi dapat dengan mudah dimengerti. Oleh karena itu al-qur’an dan hadis nabipun dikembangkan oleh para ahli atau mujtahid melalui ijtihadnya dan juga qiyas, namun mereka tetap merujuk kepada dasar utama yaitu Al-Qur’an dan hadis nabi.28

3. Tujuan Pendidikan Islam

28 Khairul Saleh, Metodologi Khusus Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2019), Hal. 22

(38)

31

Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan dan mengarahkan usaha yang akan dilalui serta merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain. Tujuan juga dapat membatasi ruang gerak usaha agar kegiatan bisa terfokus pada apa yang dicita-citakan.

Tujuan pendidikan Islam adalah:

a. Melalui pendidikan adanya kedekatan dengan Allah swt.

b. Menciptakan individu untuk memiliki pola pikir dan pola sikap yang paripurna, yaitu mengintegrasikan antara agama dengan ilmu serta amal saleh, guna memperoleh ketinggian derajat dalam berbagai dimensi kehidupan.

Jadi tujuan pendidikan Islam adalah menciptakan pemimpin- pemimpin yang selalu amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Qs. Al-baqarah: 30, yaitu:











































 















Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:

"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

(39)

32 D. Penelitian Relevan

Hasil penelitian yang relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh:

1. Debi Vianda, 2611.048. dengan judul skripsi “Pengembangan Potensi Anak Dalam Keluarga Harmonis Ditinjau Dari Konseling Islam”. Yang menjelaskan bagaimana pengembangan potensi anak dalam keluarga yang harmonis yang ditinjau dari pandangan konseling Islam.

Persamaan dengan yang penulis teliti adalah sama-sama mengkaji tentang potensi namun perbedaan dengan penelitian ini dibatasi pada potensi anak sedangkan penulis tentang potensi manusia secara umumnya yang dikemukakan oleh tokoh yang penulis pilih yaitu Syekh Taqiyuddin Annabhani. Lalu dalam lingkup pengaplikasiannya penulis pada Pendidikan Islamnya sedangkan pada penelitian ini terfokus pada pandangan konseling islamnya.

2. Rahmawati, Dengan judul skripsi “Potensi Dasar Manusia Menurut Ibnu Taimiyah Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam”. Ini menjelaskan pendapat ibnu taimiyah tentang potensi dasar manusia yang beliau implementasikan dalam pendidikan melalui filsafat pendidikan yang lebih humanistik-teosentric yang mana mengikuti aliran konvergensi yang merupakan perpaduan antara (hereditas dan lingkungan), tujuan pendidikan, metode pendidikan dan pendidik serta peserta didik. Ide pemikiran beliau dipengaruhi oleh pemikiran salaf al-shalihin, karena itu gerakan beliau disebut gerakan salaf, diantara pemikiran penting dalam filsafat dan teologi adalah pendapatnya tentang kebahagiaan.

(40)

33

Dan hasil analisa tentang potensi dasar manusia menurut pandangan ibnu taimiyah adalah potensi bawaan yang ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir. Potensi dasar tersebut mengarah kepada kebaikan atau hal-hal yang bersifat positif atas dasar naluri dan kecenderungan tauhid, yaitu naluri kepatuhan dan mengabdi kepada allah tanpa ada kemusyrikan.

Jadi perbedaan pendapat antara tokoh yang penulis rujuk terdapat pada rujukan ide pemikiran yang dimana Ibnu Taimiyah terfokus pada naluri kepatuhan kepada Allah yang menurut penulis jika hanya mengandalkan perasaan itu juga cenderung cepat berubah, walaupun naluri itu tidak dapat bisa hilang tapi bisa saja ia teralihkan dengan naluri-naluri lain, mangkanya penulis mengajukan pemikiran Syekh Taqiyuddin yang mana tidak hanya terfokus pada naluri saja tapi juga mencangkup pemikiaran menyeluruh tentang kehidupan dan dalam pemenuhan kebutuhan jasmani juga merupakan salah satu naluri ada aturan dalam islam.

3. Suciati, Ika Fitri. Dengan judul skripsi “Pengembangan Potensi Manusia Dalam Perspektif Pendidikan Islam Dalam Qs. Al-Baqarah: 30-37”. Ini membahas potensi manusia yang dijelaskan dalam AlQur’an yang mana terdapat dalam kandungan Qs. Al-baqarah: 30-37.

Persamaan dengan penelitian yang penulis kaji adalah sama-sama tentang potensi manusia namu penelitian ini merujuk atau membatasi hanya pada kandungan yang terdapat pada Qs. Al-Baqarah: 30-37 saja, sedangkan penulis sendiri ingin mengungkapkan pemikiran dari seorang

(41)

34

tokoh yaitu Syehk Taqiyuddin An-Nabhani yang dibahas secara menyeluruh,

4. Aminatuz Zahroh, Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang, Indonesia.

Dengan judul jurnal “Pengaruh Pendidikan Dalam Pengembangan Potensi Manusia”. Disini menurutnya Manusia terdiri dari dua substansi: pertama, substansi jasad atau materi yang bahan dasarnya adalah dari materi yang merupakan bagian dari alam semesta ciptaan Allah dan dalam pertumbuhan dan perkembangannya tunduk dan mengikuti sunnatullah (aturan, ketentuan, hukum Allah yang berlaku di alam semesta).

kedua, substansi immateri/nonjasadi, yaitu peniupan ruh ke dalam diri manusia sehingga manusia merupakan benda organik yang mempunyai hakekat kemanusiaan serta mempunyai berbagai alat potensial dan fitrah. Potensi manusia dijelaskan oleh al-Qur`an antara lain melalui kisah Adam dan Hawa (QS. al-Baqarah, 30-39). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa sebelum kejadian Adam, Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggungjawab kekhalifahan di bumi. Untuk maksud tersebut di samping tanah (jasmani) dan Ruh Ilahi (akal dan ruhani), makhluk ini dinaugerahi pula potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam, pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan kecukupan dan kenikmatannya, maupun rayuan Iblis dan akibat buruknya, dan petunjuk-petunjuk keagamaan.

Terdapat persamaan dengan penelitian yang penulis kaji yaitu sama-sama tentang potensi manusia namun penulis lebih fokus pada pendeskripsiannya sedaangkan penelitian Aminatuz Zahroh ini lebih kepada pengkajian perkembangannya yang turun kelapangan dalam penelitiannya.

(42)

35

5. Abdul Muiz, S.Pd, M.Pd. Dengan judul jurnal “Tiga Potensi Manusia Menurut Al Qur’an Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Matematika”. Menurutnya Al qur‟an sebagi kitab suci bagi ummat islam dan petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa telah menjelaskan potensi- potensi yang terkandung pada manusia dalam berbagai ayat dan surat yang berbeda. Terdapat tiga potensi dasar yang melekat pada manusia yang telah dijelaskan dalam Al qur‟an. Tiga potensi tersebut yaitu, pendengaran (As Sam‟a), penglihatan (Al Abshar) dan hati/pikiran (Al Af‟idah). Dalam makalah singkat ini akan jelaskan implementasi ketiga potensi tersebut dalam pembelajaran matematika.

Perbedaan dengan penelitian ini dengan yang penulis kemukakan terletak pada pengimplementasiannya yang dalam hah ini penulis fokus pada pendidikan agama islamnya.

6. Irawan. Dengan judul jurnal potensi manusis dalam perspektif Al-Qur’an”.

Yang membahas bahwa setiap potensi pada dasarnya merupakan kemampuan yang belum terwujud secara optimal. Oleh karena itu dibutuhkan hal lain agar potensi tersebut dapat di dayagunakan, tentu manusia memiliki ambisi. Ambisi inilah yang mendorong manusia berusaha meraih keinginannya. Tanpa ambisi manusia hanya akan merasa puas dengan kondisi yang dimilikinya sekarang. Walaupun demikian, kita harus mampu untuk menakar kemampuan diri.

E. Kerangka Berfikir

Manusia diciptakan hanya untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri yang merupakan potensi dasar manusia yang diberikan sang

(43)

36

pencipta. Dengan adanya Potensi kehidupan manusia maka dapat memahami lebih jelas siapa manusia itu sendiri, maka esensi manusia harus dikaji sebagai objek yang menyeluruh dan mendalam. Caranya dengan memahami potensi kehidupan yang mempengaruhi hidupnya.

Pemahaman mengenai potensi kehidupan inilah yang akan menentukan pemahaman selanjutnya tentang apa dan bagaimana manusia seharusnya melakukan aktivitasnya.29

Manusia adalah makhluk yang unik karena dalam beberapa hal dia memiliki hal yang sama dengan hewan. Manusia dan hewan sama- sama memerlukan makan, merasa terusik dan marah kalau diganggu dan samasama mempunyai naluri untuk melanjutkan keturunan.

Seringkali persamaan diantara keduanya ini disebut insting.

Keutamaan manusia ini tiada lain terletak pada akalnya yang membedakannya dari hewan manapun yang ada di dunia ini. Akal inilah yang mengangkat kedudukan manusia dan sekaligus menjadikannya makhluk yang paling utama. Karena proses berfikirlah yang menjadikan akal manusia memiliki nilai dan sekaligus menghasilkan berbagai buah (produk akal) yang masak, yang mampu membuat kehidupan dan manusia menjadi baik. Bahkan mampu menciptakan kebaikan bagi seluruh alam semesta beserta segala sesuatu yang ada di dalamnya, termasuk benda-benda mati, tumbuhan, dan hewan. Berbagai macam ilmu, seni, sastra, filsafat, fikih (hukum), ilmu

29 Abdurrahman, Diskursus Islam Politik Dan Spiritual, (Bogor, Al- Azhar Press, 2007), Hlm. 44

Referensi

Dokumen terkait