• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah masuk: 10 Maret 2018, Perbaikan: 25 April 2018, Layak terbit: 20 Juni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Naskah masuk: 10 Maret 2018, Perbaikan: 25 April 2018, Layak terbit: 20 Juni"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SUKU SASAK DALAM RANGKA MENURUNKAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KABUPATEN LOMBOK BARAT PROVINSI NTB

The Intervention of Informal Leader and Reference People in the Tradition of Married A Satisfi ed Treasure in Order to Reduce the Early

Age Wedding Age in West Lombok District Province NTB

Baiq Yuni Fitri Hamidiyanti 1 , Syajaratuddur Faiqah 1 , Ati Sulanty 1 , Ristrini 2

1 Politeknik Kementerian Kesehatan Mataram Jurusan Kebidanan

2 Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan – Balitbangkes - Kemenkes RI, Jalan Indrapura 17 Surabaya

Naskah masuk: 10 Maret 2018, Perbaikan: 25 April 2018, Layak terbit: 20 Juni 2018 http://dx.doi.org/10.22435/hsr.v2Ii3.166

ABSTRAK

Tingginya menikah usia dini di Lombok disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor sosial dan budaya, serta faktor ekonomi. Suku Sasak memiliki budaya “Merarik” atau Kawin Lari. Tingginya kehamilan dan kelahiran pada usia remaja bisa dicegah dengan menunda pernikahan usia dini sampai dengan usia reproduksi sehat dengan mengoptimalkan peran serta para tokoh yang dianggap sebagai panutan, sehingga potensi yang ada di masyarakat perlu digerakkan. Jenis penelitian ini quasi experiment, dengan rancangan pretest posttest design. Besar sampel 60 remaja dikelompokkan menjadi 2 kelompok, memiliki pacar (Kelompok I) dan belum memiliki pacar (kelompok II) dengan teknik purposive sampling. Terjadi peningkatan pengetahuan remaja terhadap dampak pernikahan dini dan perubahan sikap remaja ke arah yang lebih baik terhadap penundaan pernikahan usia dini. Terbentuk aturan (awek-awek) apabila remaja menikah < 20 tahun membayar denda adat dan tertuang dalam aturan adat setempat. Terdapat satu remaja putri yang ingin menunda pernikahannya sampai dengan usia > 20 tahun. Perlu pelibatan peran serta orang tua dan pihak pendidikan sebagai penguat pemahaman remaja.

Kata kunci: tokoh adat dan agama, tradisi menikah, pernikahan usia dini

ABSTRACT

The high amount of early marriage in Lombok was caused by several factors namely social and cultural factors, as well as economic factors. The Sasak tribe has a culture of “Merarik” or Eloping. Higher pregnancies and births in adolescence can be prevented by delaying early marriage until healthy reproductive age by optimizing the role of fi gures who are considered as role models, so that the potential in society needs to be mobilized. This type of research is quasi experiment, with a pretest posttest design. Sample size 60 adolescents grouped into 2 groups with purposive sampling technique. Increased knowledge of adolescents about the effects of early marriage and changes in adolescent attitudes towards a better delay in early marriage. Formed rules (awek-awek) when married adolescents <20 years pay a custom fi ne and set in the rules of local custom. There is one young woman who wants to delay her marriage up to age> 20 years.

Need further research parent participation and involvement of education as reinforcement of adolescent understanding.

The involvement of parents and the education sector is needed to strengthen adolescent understanding.

Keywords: informal leader and reference people, married traditions, early age marriage

Korespondensi:

Baiq Yuni Fitri Hamidiyanti

Politeknik Kementerian Kesehatan Mataram Jurusan Kebidanan

E-mail: [email protected]

(2)

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara ASEAN. Menurut Survei Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI) 2012 AKI adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dan AKB 32 per 1.000 KH. Angka ini masih jauh dari target Milenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000 KH dan AKB menjadi 23 per 1000 KH (Kemenkes, 2014).

Jumlah kematian ibu di NTB pada tahun 2013 sebanyak 117 kasus dan tahun 2014 turun menjadi 111 kasus (Dikes Provinsi NTB, 2015). Berdasarkan audit maternal perinatal tahun 2010 proporsi kematian ibu di Pulau Lombok disebabkan oleh perdarahan 30,23 %, preeklampsia/eklampsia 23,7 %, infeksi dan emboli air ketuban, sedangkan penyebab tidak langsung menyumbang 42,1 % dari kematian ibu yaitu penyakit jantung 26,3 %, TBC paru, malaria dan hepatitis. Faktor risiko penyebab kematian ibu yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat dan terlalu sering melahirkan (Sarwono, 2013)

Salah satu faktor risiko kematian ibu yaitu terlalu muda, ibu yang hamil pada usia dini (remaja) mempunyai dampak terhadap kesehatan baik fisik, psikologis dan sosial. Dampak secara fisik karena belum siapnya organ reproduksi untuk menerima kehamilan, otot rahim masih lemah belum berkembang sempurna, dampak psikologis karena usia wanita terlalu muda secara mental belum dewasa dan belum siap secara utuh untuk menerima peran barunya sebagai istri dan sebagai ibu (Marni

& Margayati, 2013)

Studi epidemiologi menunjukkan risiko kematian menjadi 2 kali lebih tinggi bila hamil pada usia 15– 19 tahun, dibanding pada usia 20–24 tahun. Angka kematian menjadi 5 kali lebih tinggi pada usia 10–14 tahun. Komplikasi yang terjadi adalah preeklampsia/

eklampsia, anemia, kelahiran prematur, perdarahan menyebabkan kematian ibu dan bayi (Kemenkes, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2012) dalam Irne (2015), di rumah sakit Imanuel Bandung bahwa kelompok usia remaja memiliki peluang risiko abortus 2 kali lebih tinggi, risiko partus prematur 5 kali lebih tinggi, risiko preeklampsia/eklampsia, menjalani persalinan buatan, risiko SC atas indikasi panggul sempit 3 kali lebih tinggi, kemudian risiko mengalami asfiksia neonatorum 2 kali lebih tinggi dan melahirkan bayi dengan BBLR 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia reproduksi sehat.

Proporsi perkawinan usia dini di Indonesia masih tinggi yakni 46,7 % dari total perkawinan. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Kabupaten Lombok Barat persentase wanita menurut usia perkawinan pertama meningkat dalam 3 tahun terakhir, persentase yang cukup tinggi terjadi pada umur < 16–19 tahun sebesar 42,11% pada tahun 2013 meningkat menjadi 45,88 % pada tahun 2014 dan 51,49 % tahun 2015. Di Kecamatan Narmada Perempuan yang menikah pada usia < 20 tahun pada tahun 2012 yaitu 22, 38 % (BPS Lobar, 2014).

Tingginya usia menikah dini atau remaja di Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya di Pulau Lombok disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor sosial dan budaya, serta faktor ekonomi. Suku Sasak sendiri memiliki budaya “Merarik” atau Kawin Lari, dimana seorang laki-laki yang ingin menikah dengan perempuan yang dia pilih atas dasar suka sama suka dapat dilakukan dengan melarikan anak perempuan tersebut melalui persetujuan atau tanpa persetujuan dari keluarga pihak perempuannya, ada juga kasus merarik yang dilakukan oleh pasangan muda yang berencana menikah baik direstui atau tidak direstui oleh orang tua. Jika anak perempuan tersebut sudah dilarikan konsekuensinya perempuan dan pihak keluarga harus menyetujui pasangan tersebut melakukan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab tingginya persentase pernikahan remaja usia 10–19 tahun yaitu sebesar 56% (Mudazine, 2014).

Di Pulau Lombok tradisi adat dan agama masih kental dalam kehidupan masyarakat sehari- hari.

Sebagian besar penduduk pulau Lombok menganut agama Islam sehingga pulau Lombok dikenal juga dengan sebutan pulau seribu masjid, peran tokoh adat dan tokoh agama sangat berpengaruh dalam upaya mendidik dan membangun masyarakat. Peran tokoh adat dan tokoh agama menjadikan mereka sebagai tokoh panutan dan teladan bagi masyarakat (Sudirman & Ratmaja, 2014).

Tingginya kehamilan dan kelahiran pada usia

remaja bisa dicegah dengan menunda pernikahan

usia dini sampai dengan usia reproduksi sehat

dengan mengoptimalkan peran serta para tokoh

yang dianggap sebagai panutan, sehingga potensi

yang ada di masyarakat perlu digerakkan. Potensi

yang dimaksud adalah para tokoh yang dianggap

sikapi peraturan untuk meningkatkan pengetahuan

tentang dampak atau risiko pernikahan, kehamilan

dan melahirkan di usia remaja. Tradisi merarik suku

sasak terbilang unik, terdapat beberapa tahapan

(3)

prosesi adat yang harus dilaksanakan yaitu melaik/

bebait, besejati, nyelabar, nyerah wali, bekawin, sorongserah aji krame, roah, nyongkolan dan bales ones naen (Sudirman & Ratmaja, 2014)

Penelitian Yasmin (2014) yang meneliti tentang dampak kehamilan remaja terhadap kematian ibu dan kematian bayi di rumah sakit Zanana Budhwar Bhopal India dengan sampel remaja usia 10–19 tahun terdapat hasil 672 kehamilan remaja, 357 terjadi komplikasi (53,12%). Kehamilan remaja dengan komplikasi maternal yaitu prematur 27,45%, hipertensi dalam Kehamilan 20,17%, ketuban pecah dini 18,21%, Aborsi 14,57%, Anemia (8,12%), BBLR 16,86 %.

Yang dimaksud dengan wujud budaya dapat berupa: (1) sistem ide/gagasan/nilai/norma/peraturan;

(2) sistem sosial yang berupa kompleks aktivitas tindakan berpola dalam masyarakat; (3) alat-alat/

benda yang merupakan hasil karya manusia. Wujud budaya tersebut merefleksikan budaya dan identitas sosial masyarakatnya. Penelitian ini melakukan intervensi terhadap kejadian pernikahan usia dini melalui keterlibatan tokoh adat dan tokoh agama pada acara merarik dan nyelabar. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan informasi yang benar oleh tokoh adat dan tokoh agama tentang berbagai bahaya yang diakibatkan oleh pernikahan usia dini.

Diharapkan dengan melibatkan tokoh adat dan tokoh agama pada acara merarik dan nyelabar akan menurunkan pernikahan usia dini pada remaja, dan selanjutnya akan berpengaruh pada menurunnya risiko komplikasi dan kematian terkait kehamilan atau persalinan.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experiment dengan rancangan penelitian adalah pretest posttest design. Rancangan penelitian yaitu pada kelompok pertama dan kelompok ke dua diintervensi kemudian diamati hasilnya pada kedua kelompok tersebut. Kelompok intervensi adalah remaja usia 10–19 tahun yang memiliki pacar (kelompok I ) dan belum memiliki pacar (kelompok II).

Disamping itu juga dilakukan wawancara mendalam kepada siswa untuk menilai perubahan perilaku.

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja laki- laki dan perempuan yang berusia 10–19 tahun berada di wilayah kerja Puskesmas Narmada. Sampel adalah 60 remaja yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok, 30 remaja pada kelompok memiliki pasangan (pacar)

dan 30 remaja belum memiliki pasangan (pacar) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi yaitu remaja laki-laki dan perempuan usia 10-19 tahun, bersedia menjadi responden selama 6 bulan, suku sasak, belum pernah menikah, bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas Narmada.

Teknik pengambilan sample (sampling) menggunakan stratified random sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan suatu tingkatan (strata) pada elemen populasi. Lokasi penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah di 3 Desa yang memiliki angka kejadian menikah dini tertinggi wilayah kerja puskesmas Narmada Kabupaten Lombok Barat. Pertimbangan memilih lokasi ini adalah persentase wanita menurut usia perkawinan pertama meningkat 3 tahun terakhir pada umur <19 tahun (2013–2015), tingginya pernikahan, kehamilan dan persalinan usia remaja.

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dari Mei sampai Oktober 2016.

Data diperoleh dengan melakukan survey sejumlah tokoh adat dan tokoh agama, remaja laki-laki dan perempuan yang memiliki pacar atau belum memiliki pacar di 3 desa terpilih. Remaja dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu yang memiliki pacar (kelompok I) dan belum memiliki pacar (kelompok II), kemudian dilakukan Pre tes pada masing-masing kelompok. Sosialisasi kepada tokoh adat dan tokoh agama tentang dampak pernikahan usia dini selama 2 kali dalam kurun waktu 1 minggu, diberikan oleh peneliti, Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator Puskesmas Narmada. Membuat komitmen/ kesepakatan dengan tokoh adat dan tokoh agama untuk memberikan sosialisasi/pembelajaran dampak pernikahan usia dini dan bersedia membantu menurunkan kejadian pernikahan usia dini. Pelibatan para tokoh dalam memberikan pembelajaran kepada kelompok remaja, dilakukan selama 4 kali dalam kurun waktu sebulan di kantor desa masing-masing.

Dilakukan Post tes pengetahuan dan sikap pada remaja. Pelibatan tokoh adat dan tokoh agama dilakukan bila ada kejadian merarik baik pada kelompok satu maupun kelompok dua. Evaluasi perubahan perilaku: pada remaja yang merarik dilakukan wawancara mendalam setelah intervensi II (nyelabar), pada remaja yang tidak merarik evaluasi wawancara mendalam dilakukan setelah 6 bulan.

Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan

menggunakan program SPSS dengan tahapan

yang pertama adalah análisis univariat yaitu untuk

mendapatkan gambaran secara deskriptif dari

(4)

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian

Variabel Kategori Jumlah Persentase Jenis kelamin Perempuan 40 66,7

Laki-laki 20 33,3

Pendidikan SMP 22 36,7

SMA/SMAK 38 63,3

Umur Remaja awal (12–16 tahun)

36 60

Remaja akhir (17–19 tahun)

24 40

Jumlah 60 100

variabel. Selanjutnya dilakukan analisis bivariat untuk menguji hipotesis dengan uji t test. Untuk data kualitatif akan dibuat dalam bentuk transkrip.

HASIL

Karakteristik Sampel

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah remaja usia 10–19 tahun di wilayah kerja puskesmas Narmada sejumlah 60 orang yang berada di wilayah Desa Narmada, Desa Kramajaya, dan Desa

Tabel 2. Pre Tes dan Post Test Tingkat pengetahuan remaja terhadap dampak pernikahan usia dini

No Pertanyaan

Pengetahuan

Pre test Post test

Benar Salah Benar

Salah Klpk I Klpk II Klpk I Klpk II Klpk I Klpk II Klpk I Klpk II 1 Menikah hubungan sah dan sakral menurut

agama

30 30 0 0 30 30 0 0

2 Tujuan perkawinan membentuk keluarga 30 29 0 1 30 30 0 0

3 Perkawinan Usia Muda usia < 20 tahun 24 27 6 3 30 27 0 3

4 Selain persyaratan material, pernikahan memerlukan syarat kematangan baik fi sik maupun mental

30 29 0 1 30 30 0 0

5 Faktor penyebabkan kawin usia muda akibat pergaulan bebas

30 30 0 0 30 30 0 0

6 Rendahnya pengetahuan perkawinan penyebab pernikahan di usia muda

29 28 1 2 29 29 1 1

7 Pernikahan pada usia muda menyebabkan komplikasi pada ibu maupun bayi

5 5 25 25 29 30 1 0

8 Pendewasaan usia perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama

28 29 2 1 28 29 2 1

9 Tujuan PUP adalah menunda perkawinan dan kehamilan

26 30 4 0 29 30 1 0

10 Usia 21–30 tahun usia ideal untuk menikah 30 30 0 0 30 30 0 0

11 Usia yang banyak mengalami komplikasi kehamilan pada usia <20 tahun dan >35 tahun

21 20 9 10 29 28 1 2

12 Remaja putri menikah usia muda memiliki tubuh sesuai untuk proses melahirkan

7 3 23 27 25 30 5 0

13 Remaja putri yang menikah usia muda tidak berdampak pada psikologis

10 12 20 18 29 30 1 0

14 Menikah usia muda menyebabkan remaja putra-putri putus sekolah

28 30 2 0 30 30 0 0

15 Menikah usia muda menyebabkan pasangan belum siap secara ekonomi

26 29 4 1 29 30 1 0

Kelompok I : memiliki pacar

Remaja 50 remaja menjawab salah bahwa pernikahan pada usia muda menyebabkan komplikasi pada ibu maupun bayi, semua remaja menjawab salah pada ideal usia menikah dan

Kelompok II : tidak memiliki pacar

(5)

Grimak Kecamatan Narmada. Karakteristik sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan pengambilan sampel dari 60 remaja, sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 remaja, pendidikan terbanyak adalah SMA sebanyak 38 remaja, umur terbanyak pada kelompok remaja awal (12–16 tahun) sebanyak 36 remaja.

Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi pada Remaja

Dalam penelitian ini dilakukan pembagian kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja terhadap dampak pernikahan usia dini, dapat dilihat pada tabel 2.

Hasil pre dan post test menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan pada pertanyaan pernikahan pada usia muda menyebabkan komplikasi pada ibu maupun bayi, hasil pre test 50 remaja menjawab salah dan post test 1 remaja yang salah, pada pertanyaan usia yang banyak mengalami komplikasi kehamilan pada usia <20 tahun dan

>35 tahun menunjukkan hasil pre test 19 remaja menjawab salah dan post test 13 menjawab salah, pada pertanyaan remaja putri menikah usia muda memiliki tubuh sesuai untuk proses melahirkan menunjukkan hasil pre test 50 remaja menjawab salah dan post test 5 remaja menjawab salah. Pada pertanyaan remaja putri yang menikah usia muda tidak berdampak pada psikologis menunjukkan hasil pre test 38 remaja menjawab salah dan hasil post test 1 remaja yang menjawab salah.

Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi Dalam penelitian ini dilakukan pembagian kuesioner yang bertujuan untuk mengetahui sikap remaja terhadap penundaan pernikahan usia dini, dapat dilihat pada tabel 3.

Hasil pre dan post tes menunjukkan perubahan sikap ke arah yang lebih baik yaitu pada pertanyaan semakin muda usia seseorang menikah semakin baik, hasil pre tes menunjukkan 34 remaja menjawab setuju dan post test 50 remaja sangat tidak setuju.

Pada pertanyaan menikah pada usia muda tidak mempunyai risiko medis (Keguguran, komplikasi pada ibu dan bayi, kematian bayi dan kematian ibu), hasil pre test 33 remaja setuju dan post test 56 menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan melahirkan di usia muda tidak berisiko pada saat hamil, hasil pre test 53 remaja menjawab setuju dan post test 56 menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan

sebelum menikah calon pasangan pengantin tidak perlu mempersiapkan diri secara sosial dan ekonomi, 60 remaja saat pre test menjawab setuju dan setelah post test 50 remaja menjawab sangat tidak setuju.

Pada pertanyaan sebelum menikah tidak ada persiapan, seperti fisik dan emosional, hasil pre test 59 remaja menjawab setuju dan post test 44 remaja menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan remaja tidak perlu berpikir dan merencanakan perkawinan, hasil pre test 58 remaja menjawab setuju dan hasil post test 60 remaja menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan remaja tidak perlu mempersiapkan perkawinan dan kelahiran yang sehat bagi dirinya, 56 remaja menjawab setuju pada saat pre test dan 53 remaja menjawab sangat tidak setuju pada saat post test.

Penundaan Pernikahan Usia Dini Desa Narmada

Hasil wawancara dengan tokoh adat sekaligus yang merangkap sebagai Sekretaris Desa, setelah sosialisasi oleh Pemimpin Unit Pelaksana Teknis Badan Layanan Umum Daerah (UPT BLUD) Puskesmas Narmada, tokoh adat dan tokoh agama sepakat untuk membentuk/ membuat aturan (awek-awek) apabila ada siswa atau remaja usia

< 20 tahun menikah harus membayar denda senilai

Rp. 5.000.000, aturan ini tertuang dalam aturan adat

setempat. Proses terbentuknya aturan dimulai setelah

sosialisasi oleh pemimpin UPT BLUD Puskesmas

Narmada musyawarah kecil di ruang pertemuan

antara tokoh adat dan tokoh agama, kemudian

dilanjutkan musyawarah besar di Aula Kantor Desa

Narmada dan Masjid Narmada selama 2 hari,

dipimpin oleh tokoh agama/ tuan guru diikuti oleh

para tokoh agama beserta tokoh adat, Kepala Desa

dan Perangkat Desa Lainnya. Musyawarah mufakat

untuk membentuk dan menetapkan awek-awek atau

aturan adat jika remaja yang berusia <20 tahun akan

terkena denda adat senilai Rp. 5.000.000. Jumlah

Nominal diambil dengan pertimbangan masyarakat

akan berat dengan denda tersebut dan ada rasa

takut untuk menikah di usia dini. Aturan adat ini

disosialisasikan di masing-masing sekolah, majlis

taklim dan dusun masing-masing yang berada di

Desa Narmada, dimana tanggapan dari masyarakat

Desa Narmada menyetujui aturan tersebut. Materi

atau sosialisasi dari dampak pernikahan usia dini

berkelanjutan pada majlis taqlim, pertemuan taruna

taruni Desa, pertemuan komite sekolah, pengajian

setiap malam Jum’at yang semua disampaikan oleh

(6)

Tabel 3. Pre dan Post test Sikap remaja terhadap penundaan pernikahan usia dini

No Pertanyaan

Sikap

Pre Test Post Test

Kelompok I Kelompok II Kelompok I Kelompok II

S TS STS S TS STS S TS STS S TS STS

1 Semakin muda usia seseorang menikah semakin baik

14 15 1 20 8 2 0 5 25 0 5 25

2 Menikah pada usia muda tidak mempunyai risiko medis (Keguguran, komplikasi pada ibu dan bayi, kematian bayi dan kematian ibu)

12 16 2 21 6 3 0 2 28 0 2 28

3 Melahirkan di usia muda tidak berisiko pada saat hamil

29 1 0 24 5 1 0 1 29 0 3 27

4 Sebelum menikah calon pasangan pengantin tidak perlu mempersiapkan diri secara sosial dan ekonomi

60 0 0 0 0 0 0 5 25 0 5 25

5 Sebelum menikah tidak ada persiapan, seperti fi sik dan emosional

59 0 0 0 0 1 0 10 20 0 6 24

6 Kehamilan di usia muda dapat dicegah dengan kontrasepsi

21 9 0 26 2 2 30 0 0 30 0 0

7 Remaja tidak perlu berpikir dan merencanakan perkawinan

28 2 0 29 0 1 0 0 30 0 0 30

8 Tidak Perlu merencanakan jarak kelahiran anak bila menikah nanti

15 13 2 12 13 5 5 3 22 3 2 25

9 Remaja tidak perlu mempersiapkan perkawinan dan kelahiran yang sehat bagi dirinya

28 2 0 28 1 1 2 5 23 0 0 30

10 Meskipun belum menikah, remaja perlu mempersiapkan umur kehamilan yang sehat, tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua

29 1 0 29 1 0 30 0 0 30 0 0

11 Menikah pada usia muda karena takut jadi perawan tua

9 17 4 26 2 2 2 10 18 0 10 20

12 Remaja putri tidak memiliki hak untuk menentukan kapan dirinya menikah dan mempunyai anak

10 18 2 24 2 4 0 5 25 0 2 28

13 Lebih baik Menikah muda dari pada melakukan hubungan sex di luar nikah

19 5 6 18 6 6 25 5 0 30 0 0

14 Lebih baik menikah dari pada diputusin pacar walaupun masih sekolah

20 8 2 16 9 5 0 12 18 0 5 25

15 Menikah muda membantu perekonomian keluarga

3 19 8 4 14 12 1 10 19 0 5 52

Kelompok I : memiliki pacar Kelompok II : tidak memiliki pacar S : Setuju

TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju

tokoh agama dan tokoh adat yang terlibat pada penelitian ini dan tidak hanya terhenti saat intervensi pada remaja.

Tanggal 15 Juli 2016 saat sosialisasi dampak pernikahan usia dini tahap pertama dihadiri oleh

guru SMA 1 Narmada, untuk menyaksikan secara

langsung proses sosialisasi ke remaja oleh tokoh

adat dan tokoh agama. Tanggapan dari Guru SMA

Narmada dari wawancara yang didapat hasil sangat

mendukung kegiatan, pada rapat komite sekolah akan

(7)

dirapatkan untuk bisa dicantumkan pada kurikulum muatan lokal setempat.

Wawancara dengan Sekretaris Desa, tokoh adat dan dari data registrasi catatan Desa pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 didapatkan remaja menikah di luar kelompok remaja intervensi 6 orang, adapun faktor yang menyebabkan kelompok di luar intervensi menikah di usia dini dikarenakan beberapa faktor yaitu karena hamil di luar nikah, kemudian faktor remaja perempuan pulang melewati pukul 22.00 WITA hal tersebut dianggap tabu dan merupakan aib oleh pihak keluarga perempuan, berbagai faktor tersebut harus menyegerakan untuk dinikahkan.

Pada remaja yang mendapat intervensi tidak ada yang menikah sampai dengan bulan Oktober, di dusun Muhajirin ditemukan 1 remaja putri usia 16 tahun mempunyai pasangan ingin menikahinya dimana pasangan remaja putri ini sudah merasa mapan dari segi ekonomi dan usia, tetapi remaja putri berusaha menjelaskan kepada pasangannya untuk menunda sampai dengan usia 20 tahun, dengan alasan ada suatu ketakutan terhadap dampak dari pernikahan usia dini dari segi kesehatan, remaja putri juga tetap ingin sekolah dan mengingat adanya denda adat dari awek-awek/aturan yang dibuat oleh tokoh agama dan tokoh adat Desa Narmada. Di samping itu ada dukungan dari keluarga khususnya orang tua dan tokoh adat, tokoh agama dari sikap remaja yang ingin menunda pernikahannya.

Desa Kramajaya

Wawancara dengan Kepala Desa Kramajaya, perangkat Desa, tokoh adat dan tokoh agama dan dari catatan Desa pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 didapatkan remaja menikah di luar kelompok remaja intervensi 9 orang, faktor yang menyebabkan kelompok dil uar intervensi menikah di usia dini dikarenakan beberapa faktor yaitu karena hamil di luar nikah, suka sama suka, ada paksaan dari remaja putri untuk dinikahi dengan jalan sengaja mengajak keluar di malam hari supaya dinikahi dan tidak mau dipulangkan ke rumah orang tua. Kasus pernikahan di bawah usia <20 tahun ini tidak tercatat di KUA karena belum memenuhi syarat dari Usia menikah dan rata-rata pernikahan di bawah tangan atau nikah sirih.

Desa Grimak

Dari catatan Desa Grimak didapatkan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 didapatkan remaja menikah di luar kelompok remaja intervensi sebanyak 4 orang.

PEMBAHASAN Karakteristik Sampel

Hasil penelitian menunjukkan usia remaja yang menjadi responden terbanyak pada usia 16 tahun.

Usia 16 tahun remaja mengalami perubahan tidak saja perubahan fisik akan tetapi perubahan psikologi, remaja berusaha melepaskan diri dari kekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan. Akan tetapi disamping itu anak masih tergantung kepada orang tua, dengan demikian terjadi pertentangan antara hasrat kebebasan dan perasaan ketergantungan kepada orang tua. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Desiyanti (2014) yang melakukan penelitian berbagai faktor yang berhubungan terhadap pernikahan dini pada pasangan usia subur di kecamatan Mapanget Kota Manado. Dimana umur responden terbanyak melakukan pernikahan muda adalah pada rentang usia 15–19 tahun sebanyak 35 orang dari 53 orang.

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini menunjukkan hasil responden terbanyak pada tingkat pendidikan SMA/SMAK (pendidikan menengah) hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2013) hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian pernikahan dini pada wanita di bawah umur 21 tahun di Desa Keboromo Kecamatan Tayu Kabupaten Pati dimana tingkat pendidikan responden terbanyak adalah pada tingkat menengah yaitu SMA/SMAK sebanyak 28 orang.

Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan

orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan

adanya kecenderungan untuk menikahkan anaknya

yang masih di bawah umur dan tidak dibarengi dengan

pemikiran yang panjang tentang akibat dan dampak

permasalahan yang dihadapi. Pendidikan seseorang

merupakan bagian yang sangat penting dari semua

masalah yang ada dalam diri individu, karena

pendidikan individu akan mendapat pengetahuan

yang nantinya akan membentuk sikapnya dalam hal

mengambil keputusan.

(8)

Endsley dan Ruberson (2006) dalam Uktutias, Pratiwi, Purnomo ( 2017) menyatakan bahwa dengan mengembangkan pengetahuan dapat meningkatkan kesadaran situasi.

Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi pada Remaja

Hasil pre dan post test menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan pada pertanyaan pernikahan pada usia muda menyebabkan komplikasi pada ibu maupun bayi, hasil pre test 50 remaja menjawab salah dan post test 1 remaja yang salah.

Pada pertanyaan usia yang banyak mengalami komplikasi kehamilan pada usia <20 tahun dan

>35 tahun menunjukkan hasil pre test 19 remaja menjawab salah dan post test 13 menjawab salah, pada pertanyaan remaja putri menikah usia muda memiliki tubuh sesuai untuk proses melahirkan menunjukkan hasil pre test 50 remaja menjawab salah dan post test 5 remaja menjawab salah. Pada pertanyaan remaja putri yang menikah usia muda tidak berdampak pada psikologis menunjukkan hasil pre test 38 remaja menjawab salah dan hasil post test 1 remaja yang menjawab salah. Risiko kematian menjadi 2 kali lebih tinggi bila hamil pada usia 15– 19 tahun dan 5 kali lebih tinggi pada usia 10–14 tahun, komplikasi yang terjadi adalah preeklampsia/

eklampsia, anemia, kelahiran prematur, perdarahan menyebabkan kematian ibu dan bayi (Kemenkes, 2012). Dampak secara fisik karena belum siapnya organ reproduksi untuk menerima kehamilan, otot rahim masih lemah belum berkembang sempurna, dampak psikologis karena usia wanita terlalu muda secara mental belum dewasa dan belum siap secara utuh untuk menerima peran barunya sebagai istri dan sebagai ibu (Marni & Margayati, 2013)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sirait (2012) Hubungan Pengetahuan Tentang Dampak Perkawinan Dini pada Kehamilan dan Persalinan dengan Sikap Remaja Putri Terhadap Perkawinan Dini di SMP Budi Utomo Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun Tahun 2012 dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja putri terbanyak adalah kategori kurang sebanyak 97 orang dari 99 orang siswa.

Menurut Alfiyah (2010) dalam Agtikasari (2015), tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini. Sehingga peran pendidikan dalam hal ini sangat penting dalam mengambil keputusan individu. Notoatmojo (2003)

mengungkapkan bahwa semakin tinggi pendidikan maka akan semakin banyak pengetahuan yang didapatkan. Remaja yang berlatarbelakang pendidikan tinggi memiliki risiko lebih kecil untuk melakukan pernikahan dini dibandingkan responden yang berlatarbelakang pendidikan rendah. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang mereka dapatkan lebih banyak.

Sikap Remaja terhadap Kesehatan Reproduksi Hasil pre dan post tes menunjukkan perubahan sikap ke arah yang lebih baik yaitu pada pertanyaan semakin muda usia seseorang menikah semakin baik, hasil pre tes menunjukkan 34 remaja menjawab setuju dan post test 50 remaja sangat tidak setuju. Pada pertanyaan menikah pada usia muda tidak mempunyai risiko medis (Keguguran, komplikasi pada ibu dan bayi, kematian bayi dan kematian ibu), hasil pre test 33 remaja setuju dan post test 56 menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan melahirkan di usia muda tidak berisiko pada saat hamil, hasil pre test 53 remaja menjawab setuju dan post test 56 menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan sebelum menikah calon pasangan pengantin tidak perlu mempersiapkan diri secara sosial dan ekonomi, 60 remaja saat pre test menjawab setuju dan setelah post test 50 remaja menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan sebelum menikah tidak ada persiapan, seperti fisik dan emosional, hasil pre test 59 remaja menjawab setuju dan post test 44 remaja menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan remaja tidak perlu berpikir dan merencanakan perkawinan, hasil pre test 58 remaja menjawab setuju dan hasil post test 60 remaja menjawab sangat tidak setuju. Pada pertanyaan remaja tidak perlu mempersiapkan perkawinan dan kelahiran yang sehat bagi dirinya, 56 remaja menjawab setuju pada saat pre test dan 53 remaja menjawab sangat tidak setuju pada saat post test. Sebuah studi terbitan Journal of Social and Personal Relationship tahun 2012 mengatakan bahwa 25 tahun adalah usia untuk menikah yang paling ideal. Sementara itu, Biro Sensus AS tahun 2013 melaporkan bahwa usia ideal menikah adalah sekitar usia 27 tahun untuk perempuan dan 29 untuk si pria. Pada umumnya dapat disimpulkan bahwa usia ideal menikah terbaik adalah sekitar 28–32 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2012) dalam

Irne (2015), di rumah sakit Imanuel Bandung bahwa

kelompok usia remaja memiliki peluang risiko abortus

2 kali lebih tinggi, risiko partus prematur 5 kali lebih

(9)

tinggi, risiko preeklampsia/eklampsia, menjalani persalinan buatan, risiko SC atas indikasi panggul sempit 3 kali lebih tinggi, kemudian risiko mengalami asfiksia neonatorum 2 kali lebih tinggi dan melahirkan bayi dengan BBLR 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia reproduksi sehat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sirait (2012) dimana dari 99 siswa putri yang memiliki sikap kurang baik sebanyak 97 siswa.

Menurut Azwar (2008) dalam Ayu A, Nugroho B &

Agung E. (2015), sikap seseorang dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta emosional. Penelitian Puspita (2014) tentang hubungan pengetahuan remaja putri dengan sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini di Desa Kesesi Kecamatan Kesesi Kabupaten Pekalongan Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan remaja putri tentang pernikahan usia dini, maka akan semakin baik pula sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini. Sebaliknya semakin kurang pengetahuan remaja putri tentang pernikahan usia dini, maka semakin kurang juga sikap remaja putri terhadap pernikahan usia dini.

Menuer Shull, Delbeqc & Cummings (dalam Taylor, 1994) dalam Uktutias, Pratiwi, Purnomo (2017), menyatakan pengambilan keputusan seseorang untuk bertindak melalui proses kesadaran dalam diri manusia, berdasarkan fakta dan actual menghasilkan pilihan dari suatu aktivitas perilaku.

Penundaan Pernikahan Usia Dini Desa Narmada

Wawancara dengan Tokoh adat sekaligus sebagai Sekretaris Desa, setelah sosialisasi oleh Pemimpin UPT BLUD Puskesmas Narmada, tokoh adat dan tokoh agama sepakat untuk membentuk/

membuat aturan (awek-awek) apabila ada siswa atau remaja usia < 20 tahun menikah harus membayar denda senilai Rp. 5.000.000, aturan ini tertuang dalam aturan adat setempat. Tokoh adat dan tokoh agama di Desa Narmada sebagian besar adalah komite sekolah di SMA/MA, SMP/Mts Narmada.

Informasi tokoh adat sekaligus sebagai Sekretaris Desa Narmada, proses terbentuknya aturan dimulai setelah sosialisasi oleh pemimpin UPT BLUD Puskesmas Narmada musyawarah kecil di ruang pertemuan antara tokoh adat dan tokoh agama, kemudian dilanjutkan musyawarah besar di Aula Kantor Desa Narmada dan Masjid Narmada selama 2

hari, dipimpin oleh tokoh agama/ tuan guru diikuti oleh para tokoh agama beserta tokoh adat, Kepala Desa dan Perangkat Desa Lainnya. Musyawarah mupakat untuk membentuk dan menetapkan awek-awek atau aturan adat jika remaja yang berusia <20 tahun akan terkena denda adat senilai Rp. 5.000.000. Jumlah Nominal diambil dengan pertimbangan masyarakat akan berat dengan denda tersebut dan ada rasa takut untuk menikah di usia dini. Aturan adat ini disosialisasikan dan di masing-masing sekolah, majlis taklim dan dusun masing-masing yang berada di Desa Narmada, dimana tanggapan dari masyarakat Desa Narmada menyetujui aturan tersebut. Materi atau sosialisasi dari dampak pernikahan usia dini berkelanjutan pada majlis taqlim, pertemuan taruna taruni Desa, pertemuan komite sekolah, pengajian setiap malam Jum’at yang semua disampaikan oleh tokoh agama dan tokoh adat yang terlibat pada penelitian ini dan tidak hanya terhenti saat intervensi pada remaja.

Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Apabila dilihat hubungannya dengan hukum itu sendiri keduanya memiliki kaitan yang cukup erat, sangat terkait dan saling melengkapi satu sama lain. Budaya merupakan kebiasaan yang menjadi aturan dan tradisi dalam suatu masyarakat, hingga akhirnya tradisi atau budaya tersebut diberlakukan sebagai hukum adat. Hukum Indonesia mengakui keberadaan hukum adat Indonesia. Pada prinsipnya, hukum adat bisa diberlakukan sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan hukum positif Indonesia (Makmur, 2015).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sajid (2015) bahwa teori perilaku sejalan dengan norma dalam kehidupan sehari-hari bahwa manusia sebagai makhluk sosial, hidup dan berada di tengah-tengah masyarakat sekaligus menjadi warga dan anggota masyarakat yang bersangkutan merupakan kelaziman dalam suatu masyarakat ada norma dan ketentuan yang berlaku.

Norma, dan ketentuan tersebut wajib ditaati oleh

anggota masyarakat. Penetapan norma dan ketentuan

yang berlaku dalam masyarakat ada yang ditentukan

oleh kepala adat (tokoh yang memiliki pengaruh

dalam masyarakat itu), ada pula yang ditentukan

(10)

berdasar kesepakatan bersama (konsensus), baik melalui musyawarah atau melalui pemungutan suara.

Kenyataan seperti itu banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam lingkup pergaulan di sekolah, organisasi, atau negara. Suatu ketentuan atau norma dalam masyarakat menjadi ketentuan yang nyata berlaku perlu melalui proses sosialisasi.

Pertama, ketentuan harus diketahui oleh anggota masyarakat, melalui pemberitahuan di media massa, penyuluhan, atau penyebaran informasi. Selanjutnya peraturan akan diakui oleh anggota masyarakat, maknanya masyarakat akan merasa mempunyai aturan tersebut dan terikat oleh aturan. Tahap selanjutnya ketentuan akan dihargai oleh masyarakat.

Suatu ketentuan akan dihargai apabila masyarakat memahami mengenai tujuan dan manfaat norma.

Apabila masyarakat menyadari bahwa aturan itu memang diperlukan dan mempunyai manfaat untuk semua orang, maka akan ketentuan lebih gampang akan ditaati.

Tanggal 15 Juli 2016 saat sosialisasi dampak pernikahan usia dini tahap pertama dihadiri oleh guru SMA 1 Narmada, untuk menyaksikan secara langsung proses sosialisasi ke remaja oleh tokoh adat dan tokoh agama. Tanggapan dari Guru SMA Narmada dari wawancara yang didapat hasil sangat mendukung kegiatan, pada rapat komite sekolah akan dirapatkan untuk bisa dicantumkan pada kurikulum muatan lokal setempat.

Wawancara dengan Sekretaris Desa, tokoh adat dan dari data registrasi catatan Desa pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 didapatkan remaja menikah di luar kelompok remaja intervensi 6 orang, adapun faktor yang menyebabkan kelompok di luar intervensi menikah di usia dini dikarenakan beberapa faktor yaitu karena hamil di luar nikah, kemudian faktor remaja perempuan pulang melewati pukul 22.00 WITA hal tersebut dianggap tabu dan merupakan aib oleh pihak keluarga perempuan, berbagai faktor tersebut harus menyegerakan untuk dinikahkan.

Pada remaja yang mendapat intervensi tidak ada yang menikah sampai dengan bulan Oktober, di dusun Muhajirin ditemukan 1 remaja putri usia 16 tahun mempunyai pasangan ingin menikahinya dimana pasangan remaja putri ini sudah merasa mapan dari segi ekonomi dan usia, tetapi remaja putri berusaha menjelaskan kepada pasangannya untuk menunda sampai dengan usia 20 tahun, dengan

alasan ada suatu ketakutan terhadap dampak dari pernikahan usia dini dari segi kesehatan, remaja putri juga tetap ingin sekolah dan mengingat adanya denda adat dari awek-awek/aturan yang dibuat oleh tokoh agama dan tokoh adat Desa Narmada. Di samping itu ada dukungan dari keluarga khususnya orang tua dan tokoh adat, tokoh agama dari sikap remaja yang ingin menunda pernikahannya.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari (2013) Studi Korelasional mengenai Kegiatan Sosialisasi “Pendewasaan Usia Perkawinan” Sebagai Salah Satu Kegiatan Public Relations Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Provinsi Jawa Barat di SMKN 1 Cibinong Kota Bogor, menunjukkan bahwa hubungan antara kegiatan sosialisasi pendewasaan usia perkawinan dan sikap siswa pada kesehatan reproduksi baik hubungannya antara kredibilitas komunikator dan pesan sosial dengan aspek perubahan opini, persepsi, afeksi dan tindakan merupakan hubungan yang cukup berarti dengan kesimpulan terciptanya hubungan yang cukup berarti antara kegiatan sosialisasi pendewasaan usia perkawinan dan sikap siswa pada kesehatan reproduksi untuk menunda pernikahan.

Desa Kramajaya

Wawancara dengan Kepala Desa Kramajaya, perangkat Desa, tokoh adat dan tokoh agama dan dari catatan Desa pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2016 didapatkan remaja menikah di luar kelompok remaja intervensi 9 orang, faktor yang menyebabkan kelompok di luar intervensi menikah di usia dini dikarenakan beberapa faktor yaitu karena hamil di luar nikah, suka sama suka, ada paksaan dari remaja putri untuk dinikahi dengan jalan sengaja mengajak keluar di malam hari supaya dinikahi dan tidak mau dipulangkan ke rumah orang tua. Kasus pernikahan di bawah usia <20 tahun ini tidak tercatat di KUA karena belum memenuhi syarat dari Usia menikah dan rata-rata pernikahan di bawah tangan atau nikah sirih.

Desa Grimak

Dari catatan Desa Grimak didapatkan pada bulan

Agustus sampai dengan Oktober 2016 didapatkan

remaja menikah di luar kelompok remaja intervensi

4 orang.

(11)

KESIMPULAN

Intervensi tokoh adat dan tokoh agama pada tradisi menikah suku sasak mampu meningkatkan pengetahuan remaja terhadap dampak pernikahan usia dini.

Intervensi tokoh adat dan tokoh agama pada tradisi menikah suku sasak mampu mengubah sikap yang lebih positif yaitu setuju menunda usia pernikahan.

Terdapat satu remaja putri yang ingin menunda pernikahannya sampai dengan usia > 20 tahun setelah diminta menikah oleh pasangan dan orang tuanya.

Keikutsertaan pada program keluarga berencana memerlukan intervensi jangka panjang.

SARAN

Perlunya pelibatan peran serta orang tua dan pihak pendidikan sehingga menguatkan pemahaman remaja.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih disampaikan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes Mataram yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini. Terima kasih disampaikan kepada Kepala Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badanlitbangkes, Kemenkes yang sudah memberikan kesempatan dan dana bagi kelangsungan penelitian ini. Terima kasih disampaikan kepada Dra. Ristrini, M.Kes yang telah membimbing dan mendampingi proses penelitian ini. Terima kasih dan penghargaan kepada responden RIK 2016.

DAFTAR PUSTAKA

Agtikasari, N. 2015. Hubungan Pengetahuan tentang Pernikahan Usia Dini dengan Sikap Siswa terhadap Pernikahan Usia Dini di SMA Negeri 2 Banguntapan Bantul Tahun 2015. Jogja, Prodi D-IV Stikes Aisyah.

Ayu A, Nugroho B & Agung E. 2015. Gambaran Sikap Remaja Putri Tentang Perkawinan Dini di MTS Sunan Gunung Jati katemas Kecamatan Kudus Kabupaten Jombang. Prodi D3 Kebidanan Stikes Pemkab Jombang.

Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan. 2013.

Riset Kesehatan Dasar. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat. 2014.

Lombok Barat dalam Angka 2014. Gerung.

Desiyanti. I.W. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan terhadap Pernikahan Dini pada Pasangan Usia Subur di Kecamatan Mapanget Kota Manado. JIKMU, 5 (2).

Dinas Kesehatan Propinsi NTB. 2014. Profi l Kesehatan Propinsi NTB. Mataram.

Direktorat Bina Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.

2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia. Jakarta.

Irne, W.S. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan terhadap Pernikahan Dini pada Pasangan Usia Subur di Kecamatan Mapanget Kota Manado. JIKMU, 5 (2) Kementerian Kesehatan RI. 2014. Laporan Pendahuluan

Badan Pusat Statistik. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta.

Korompot, S. & Tendean. 2013. Pengetahuan Wanita Hamil Remaja terhadap Kehamilan. Skripsi. FK Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Kusumawati, R.D. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Pernikahan Dini pada Wanita di bawah Umur 21 Tahun di Desa Keboromo Kecamatan Tayu Kabupaten Pati. Jogja, Prodi D-IV Stikes Aisyah.

Magazine 2013. The Other Postpartum Problem: Anxiety.

Originally published in the November 2013. Available at: http://www.parents.com/parenting/moms/healthy- mom/the-other-postpartum-problem-anxiety/.

Makmur, S. 2015. Budaya Hukum dalam Masyarakat Multikultural. Jakarta, Program Doktoral Ilmu Hukum, Universitas Jayabaya.

Marmi, S. & Margayati, S. 2013. Pengantar Psikologi Kebidanan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. 2014. Panduan Riset Intervensi Kesehatan. Surabaya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan – BKKBN. 2014. Policy Brief. Jakarta.

Sarwono, S.W. 2013. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafi ndo Persada.

Sirait, R. 2012. Hubungan Pengetahuan tentang Dampak Perkawinan Dini pada Kehamilan dan Persalinan dengan Sikap Remaja Putri terhadap Perkawinan Dini di SMP Budi Utomo Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun Tahun 2012. Medan, FKM UNSU.

Suara NTB. 2016. Masih Tinggi Angka Kematian Ibu dan Bayi di NTB. Ditulis oleh Suara NTB. Rabu, 20 Mei 2015.

Sudirman, Bahrie & Ratmaja L. 2014. Bahan Ajar Muatan Lokal Gumi Sasak. Mataram, Gumi Sasak.

Uktutias, Pratiwi N.L., Purnomo 2016. Pengaruh Kesadaran Situasi Ibu Hamil dengan Frekuensi Kunjungan Antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas Waru Kabupaten Pamekasan Tahun 2016” Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 21 (1), 15–21.

Yasmin. 2014. Teenage Pregnancies and Risk of late fetal

death and infant mortality. International Journal of

Obstetrics & Gynaecology, (1), 9–13.

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa kebijakan terkait PPRA di RS sebagai landasan hukum pelaksanaan di Indonesia, demikian pula menjadi acuan di RSUP Wahidin Sudirohusodo yaitu 1) Peraturan Presiden No.

kota di 33 Provinsi dengan metode potong lintang. Jumlah sampel dapat menggambarkan sampai tingkat kabupaten/kota. Data diperoleh dari hasil wawancara dan pengukuran untuk

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan jenis kelamin perempuan, kelompok umur &gt; 50 tahun, status kesehatan risiko tinggi

Saat ini klinik utama cukup siap dalam menghadapi perdagangan bebas jasa kesehatan era MEA dari ketersediaan fasilitas dan peraturan yang ada (Permenkes No 67 tahun 2014

Laporan kinerja tahunan Pusat Promosi Kesehatan Tahun 2015 dan beberapa hasil penelitian tersebut di atas sejalan dengan hasil pengolahan data penelitian ini yang

Tauho menyatakan bahwa kematian pada ibu hamil, bersalin, dan nifas di kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2010 terjadi karena penyebab medis yang didukung oleh

Dan sejalan dengan BPJS Kesehatan bahwa kesehatan untuk semua, Dinas Kesehatan Kabupaten Malang agar menguatkan sistem dalam program kesehatan ibu yaitu mengadakan

Kelompok kontrol kedua adalah kelompok remaja yang diberi penyuluhan KRR dengan metode kombinasi ceramah dan audiovisual terdapat perbedaan rerata tingkat pengetahuan yang