TRANSFORMASI TARI SAMAN KAJIAN DALAM KONTEKS
PARIWISATA DI KOTA BANDA ACEH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
DEA NOVITA SARI NIM 2113142013
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
DEA NOVITA SARI, NIM 2113142013 Transformasi Tari Saman Kajian Dalam Konteks Pariwisata Di Kota Banda Aceh, Jurusan Sendratasik Program Studi Pendidikan Tari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Transformasi Tari Saman kajian dalam konteks pariwisata di Kota Banda Aceh yang mengalami berbagai perubahan dalam bentuk penyajiannya melalui unsur pariwisata, yang melahirkan berbagai gaya dan variasinya. Selain melihat perubahan penelitian ini juga mengupas faktor-faktor yang menyebabkan transformasi pada tari saman tradisi.
Dalam pembahasan penulisan ini, digunakan teori-teori yang berhubungan dengan topik penulisan, seperti teori transformasi, teori perubahan, teori bentuk dan teori seni wisata. Pengertian tari saman, pengertian transformasi, pengertian perubahan, dan pengertian seni wisata.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2015. Tempat penelitian yaitu di Kota Banda Aceh. Tepatnya di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh. Sampel pada tulisan ini adalah Sanggar Lakseumana Keumalahayati, Sanggar Buana, dan Sanggar Rampoe yang sudah sering melaksanakan pertunjukan tari saman dalam konteks pariwisata tersebut, pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi, kemudian di analisis dengan metode deskriptif kualitatif.
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Transformasi yang terjadi pada Tari Saman di Kota Banda Aceh adalah perubahan yang dilihat dari bentuk penyajian dari masing-masing sanggar untuk konsumsi seni wisata berupa: 1) Gerak, 2) Musik/Syair, 3) Pola Lantai, 4) Tata Busana. Faktor-faktor yang mempengaruhi Transformasi Tari Saman di Kota Banda Aceh adalah perkembangan zaman, serta permintaan budaya yang berorientasi untuk mencari keuntungan, seperti adanya tanggapan orang punya hajat (permintaan pentas) dan atau tanggapan pentas untuk paket wisata di Kota Banda Aceh.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya serta kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan hingga pada tingkat akhir dan menyelesaikan Skripsi
ini yang berjudul “Transformasi Tari Saman Kajian Dalam Konteks Pariwisata Di Kota Banda Aceh”.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini penulis telah banyak mendapat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
Prof. Dr. Syawal Gultom, M. Pd., selaku Rektor Universitas Negeri Medan
Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Uyuni Widiastuti, S.Pd. M.Pd., selaku Ketua Jurusan Sendratasik
Sitti Rahmah, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Tari
Yusnizar Heniwati, S.ST. M. Hum., selaku Dosen Pembimbing I dan
Nurwani, S.S.T. M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan Skripsi ini
Dra.Tuti Rahayu, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus
Iskandar Muda, S. Sn., M. Sn., sebagai Dosen Penguji dalam Skripsi ini Terima kasih yang tak terhingga terutama untuk Ayahanda Ir. Jauhari H. M
Jamil dan Ibunda Cut Nelly Candra Dewi S. Pd atas doa restu, kasih sayang
Seluruh staff Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang telah
sangat baik dalam membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
Saudara-saudara penulis Adik Ayu, Joddy, Donny dan Nada Asyifa atas kasih
sayang dan restu yang diberikan kepada penulis.
Ricky Tri Gunarto, atas kasih sayang, semangat dan motivasi yang diberikan
kepada penulis.
Sahabat penulis: Jamal, Ocha, Meidinar, Fitrah, Ican, Mella sebagai pelipur
lara selama penulis merasakan kejenuhan, dan teman-teman seperjuangan
stambuk 2011.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat
menghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berguna bagi kita semua.
Medan, 26 Agustus 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
BAB II LANDASAN PENELITIAN DAN KERANGKA KONSEPTUAL ... 13
C.Populasi Dan Sampel Penelitian ... 23
1. Populasi ... 23
D.Transformasi Tari Saman Dalam Konteks Pariwisata ... 45
1. Transformasi Bentuk Penyajian Tari Saman dalam Konteks Pariwisata ... 45
E. Faktor Yang Mempengaruhi Transformasi Tari Saman di Kota Banda Aceh ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 88
A.Kesimpulan ... 88
B.Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 90 GLOSARIUM
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kecamatan-Kecamatan Di Kabupaten Aceh Tengah ... 32 Tabel 4.2 Bentuk Pertunjukan Saman Asli ... 41 Tabel 4.3 Tahapan Gerak Serta Pola Lantai Saman ... 43 Tabel 4.4 Perbedaan Bentuk Penyajian Pada Tiga Sanggar Kota Banda
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Perbedaan Bentuk Gerak Pembuka (Regun dan Saleum)... 48
Gambar 4.2 Perbedaan Gerak Tari (Surang Saring) ... 48
Gambar 4.9 Baju Saman Gayo Yang Berbeda Letak Resleting ... 57
Gambar 4.10 Kerawang Saman Gayo ... 58
Gambar 4.11 Perbedaan Teleng Saman Gayo ... 58
Gambar 4.12 Ikatan Tangan Pakai Dan Tanpa Border Gayo ... 59
Gambar 4.13 Daun Kepies dan Daun Pandan Gayo ... 59
Gambar 4.14 Perbedaan Bentuk Gerak Pembuka (Regum dan saleum) ... 62
Gambar 4.16 Perbedaan Gerak Bagian Akhir ... 62
Gambar 4.17 Pola Lantai Pertama ... 66
Gambar 4.24 Perbedaan Teleng Saman Gayo……… 70
Gambar 4.25 Ikatan tangan pakai dan tanpa bordir Gayo ... 70
Gambar 4.26 Daun Kepies Dan Daun Pandan Gayo ... 71
Gambar 4.27 Perbedaan Bentuk Gerak Pembuka Regum dan saleum ... 73
Gambar 4.28 Perbedaan Gerak Tari (Surang saring)... 73
Gambar 4.29 Perbedaan Gerak Bagian Akhir ... 74
Gambar 4.30 Pola Lantai Pertama ... 78
Gambar 4.38 Ikatan Tangan Pakai Dan Tanpa Bordir Gayo ... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya Saman berasal dari Gayo, khususnya dari dataran tinggi seribu bukit di Kabupaten Gayo Lues. Tari Saman sebagai suatu tari tradisional
yang pada mulanya terbatas hanya dimiliki oleh suku Gayo yang berada pada daratan tinggi Gayo Lues, Blang Kejeren (Aceh Tenggara), Takengon, sebahagian
Aceh Tengah. Blangkejeren adalah nama salah satu wilayah kabupaten yang terdapat di Aceh Tenggara. Menurut para informan dan masyarakat pendukungnya, tari Saman asal-usulnya memang berasal dari daerah
Blangkejeren. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah Aceh secara difusi, karena
wilayah provinsi yang sama dan sama-sama di bawah pemerintahan Kesultanan
Aceh Darussalam diabad pertengahan. Hampir ditiap desa dan kampung yang ada diwilayah Blangkejeren kita jumpai tari Saman.
Hubungan suku Gayo dengan suku-suku lainnya di Aceh rapat sekali,
karena suku Gayo masih berada dalam suku daerah yang pernah bernaung di bawah lingkungan kerajaan Islam, dan kini juga masih satu provinsi. Oleh karena
kerajaan Aceh adalah kerajaan Islam, sedangkan suku Aceh dan suku Gayo adalah pemeluk agama Islam pula, sehingga percampuran kedua suku ini rapat sekali. Hal ini bukan hanya terbatas karena mereka masih dalam satu kerajaan, tetapi
2
masing-masing antara kedua belah pihak cukup besar, adat-istiadat dan lain-lain. Namun begitu, letak Kota Banda Aceh yang terletak dibagian paling
ujung dan merupakan pintu masuk bagi wisatawan asing, dimana ketika mereka datang yang mereka lihat adalah Saman yang sudah berkembang dari Saman
tradisi itu sendiri, ditambah lagi dengan penduduk masyarakat Aceh yang lebih besarjumlahnya dibandingkan dengan penduduk Gayo, sehingga hal itulah yang membuat tari Saman lebih dikenal berasal dari Aceh dibandingkan kenyataan
sebenarnya bahwa Saman berasal dari suku Gayo.
Dahulunya tari Saman difungsikan sebagai media dakwah untuk
pengembangan agama Islam, media peraturan adat istiadat yang perlu diketahui dan dipatuhi oleh masyarakatnya sebagai bagian dari tata pergaulan kehidupan masyarakat. Karena itu pada awalnya latihan tari Saman diadakan di kolong
Meunasah. Perkembangan selanjutnya, tari Saman difungsikan dalam kegiatan
kemasyarakatan, sebagai pertunjukan hiburan dan tontonan pada acara
perkawinan, sunatan Rasul, kekahan (akikah) anak, perayaan hari-hari besar Islam, yang biasanya berlangsung sampai 2 hari 2 malam, bahkan ada yang
sampai 3 hari 3 malam dengan cara bertanding (Saman Jalu). Perayaan hari Raya Idul Fitri, hari Raya Idul Idha, menyambut tamu-tamu negara atau tamu penting daerah, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyemarakkan kegiatan acara
tersebut. Fungsi lain dari tari Saman tersebut adalah terjalinnya tali persaudaraan antar grup-grup penari Saman dari kampung dengan desa seberang.
3
acara perkawinan, maupun sunatan. Setiap grup tari Saman didukung oleh sejumlah penari yang relatif banyak jumlahnya, yaitu antara 15 (lima belas)
sampai 30 (tiga puluh) orang penari. Tari Saman akan lebih semarak, bagus dan menarik untuk ditonton jika jumlah pemainnya cukup banyak jumlahnya. Namun
untuk keperluan yang sifatnya menekankan kepada pertunjukan saja, yaitu tari Saman biasa (tanpa tanding) seperti untuk mengisi acara-acara hiburan biasa atau
show yang biasa dilakukan di luar negeri, dimana waktu akan dibatasi hanya
beberapa menit, maka penari Saman akan berjumlah relatif sedikit. Dalam hal ini penari Saman hanya terdiri dari 11 (sebelas) atau 13 (tiga belas) penari, akan
tetapi sebenarnya satu grup penari Saman yang baik seharusnya berjumlah 15 (lima belas) sampai dengan 17 (tujuh belas) penari.
Tari Saman telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakatnya. Penampilan tari Saman pada lazimnya dalam bentuk jalu atau penabalan nama anak. Selain perayaan di atas, sering juga tari
Samandipertunjukkan pada saat selepas panen padi, sebagai ungkapan
kegembiaraan atas hasil panen berlimpah, sesuai dengan harapan penduduk desa,
maka desa tersebut akan mengundang grup dari desa atau kampung lain untuk menjamu dan menari Saman bersama-sama. Tari ini pada awalnya kurang mendapat perhatian dari masyarakat luas, dikarenakan terbatasnya komunikasi
dan informasi dengan dunia luar. Namun setelah tari tersebut ditampilkan dalam Pekan Kebudayan Aceh (PKA) II dan peresmian pembukaan Taman Mini
4
ditampilkan sangat menarik perhatian para penonton, apalagi tari tersebut diiringi hanya dengan kehadiran dukungan suara yang menurut mereka seperti
mengandung magis. Akibat dari pada kehadiran tari Saman tersebut, maka banyak pihak-pihak seniman lain yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang keaslian
tari Saman tersebut. Malah banyak dari para pakar-pakar tari tanah air yang ingin belajar menarikan tari Saman tersebut.
Selain dari unsur tari, pertunjukan Saman juga didukung oleh unsur gerak,
iringan musik internal, busana, yang termasuk ke dalam sebuah bentuk penyajian. Syairnya berakar dari tradisi pantun di kawasan Gayo, yang juga terdiri dari unsur
bait, baris, sampiran, dan isi. Selain itu, tema teks Saman ini dapat disesuaikan dengan konteks upacara atau kegiatan yang ingin diiringinya. Misalnya kalau Saman ditampilkan saat hari raya Idul Fitri, maka tema pantunnya adalah saling
maaf memaafkan. Jika digunakan untuk mengiringi upacara khitanan tentu saja tema teksnya adalah tentang ajaran-ajaran Islam. Begitu juga jika untuk konteks
pertandingan (jalu), maka unsur-unsur keindahan, gaya bahasa, diksidanlain-lainnya menjadi tumpuan utama. Semua ini dilatar belakangi oleh kebudayaan
Gayo dan Aceh yang Islami secara keseluruhan.
Perkembangan tari Saman dilatar belakangi oleh nilai-nilai luhur yang merupakan nilai kehidupan masyarakatnya. Oleh sebabitu memahami posisi
kesenian dalam suatu masyarakat sangat penting untuk pelestarian dan pengembangan suatu daerah. Kenyataan ini perlu dipahami karena hasil
5
tradisional yang mereka miliki. Tari Saman mengalami berbagai perkembangan dalam bentuk penyajiannya, yang melahirkan berbagai gaya dan variasinya.
Perkembangan yang terjadi dalam Tari Saman dikarenakan berbagai tuntutan yang menginginkan adanya perubahan. Perkembangan itu sendiri terjadi karena dari
faktor internal komunitas dan atau pengaruh eksternal yang datang dari luar komunitas. Dua pengaruh ini secara nyata mampu memberikan perubahan pada bentuk penyajian, struktur gerak,busana, hingga pola dalam tarian.
Awal perkembangan tersebut terjadi seiring dengan bergulirnya era industri pariwisata yang ditandai dengan pencanangan program pariwisata oleh
pemerintah. Presiden Soeharto ketika itu menekankan perlunya memprioritaskan sektor non-migas untuk peningkatan devisa negara. Pernyataan ini disampaikan pada pembukaan rapat kerja Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi 26
September 1986. Kesenian tradisional sejak itu menjadi objek andalan dan makin meningkat jumlah serta variasinya.Dari keragaman bentuk penyajian itu
menghadirkan permasalahan estetik yang menyertai penyajian kesenian tradisional tari Saman. Permasalahan estetik yang muncul sangat kompleks,
terkait dengan bentuk koreografi, kostum yang kurang lengkap, jumlah penari, durasi penampilan. Salah satu contoh aspek yang menonjoldalam perkembangan tari Saman adalah ketika pengembangan iringan musik internal, seperti syair yang
berganti bahasa (aksen yang dinyanyikan tidak seperti aslinya, sehingga membuat arti bahasa tersebut tidak lagi seperti yang seharusnya). Kedua, bentuk penyajian
6
atau sanggar-sanggar yang memiliki tari Saman dengan gaya masing-masing di Kota Banda Aceh. Tentunya setiap perubahan menimbulkan dampak positif dan
negatif. Dampak positif dari perubahan ini adalah Saman lebih dikenal dengan penampilannya yang lebih menarik, baik dari segi penampilan maupun penyajian,
sehingga Saman dapat lebih dikenal luas bagi masyarakat baik nasional maupun internasional. Adapun dampak negatif dari perubahan ini adalah menghilangnya ciri khas tari Saman itu sendiri. Sedikit demi sedikit keunikan tari Saman yang asli
hanya akan ditemukan pada Kabupaten gayo saja.
Dari beberapa sanggar kesenian di Kota Banda Aceh, masing-masing
sanggar memiliki latar belakang pendiri yang berasal dari daerah dan mempunyai pendidikan dan pengalaman seni yang berbeda, sehingga mampu mengembangkan dan membuat tari Saman sesuai dengan karakteristik budaya masyarakatnya,
sehingga memunculkan gaya tari Saman yang variatif. Banyaknya sanggar kesenian tari Saman di Kota Banda Aceh ini tidak lepas dari keinginan
masyarakat pada komunitas tertentu yang ingin memberikan andil untuk berkiprah dalam kegiatan budaya didaerahnya melalui tari Saman. Pengaruh lain
berkembangnya tari Saman di Kota Banda Aceh disebabkan oleh karena telah terjadinya interaksi budaya antara masyarakat kota dan desa yang berbatasan dengan kota menimbulkan benturan antara budaya modern yang kapitalistik
dengan budaya tradisional yang menerima apa adanya.
Budaya tradisional dalam konteks ini adalah tari Saman, dan budaya
7
pentas untuk paket wisata. Pengaruh ini tentu saja akan berdampak pada bentukpenyajian tari Saman, hal ini dapat kita lihat dari perbedaan durasinya.
Durasi yang singkat menjadi salah satu pilihan pariwisata untuk mempertontonkannya kepada masyarakat asing. wistawan asing tentunya tidak
mempunyai banyak waktu untuk melihat satu bentuk kebudayaan saja, sehingga pariwisata Kota Banda aceh menyungguhkan sebuah penampilan tari Saman yang tidak terlalu lama. Tipe atau model tari Saman yang muncul itu membawa
konsekuensi diantara masyarakat komunitas Saman. Ada sebagian menyatakan sependapat dan sebagian lain tidak sependapat. Kontradiksi dalam penyajian tari
Saman ini merupakan permasalahan estetikyang lebih banyak disebabkan karena
faktor permintaan pasar (tanggapan).
Umar Kayam (1981:34) mengungkapkan bahwa benturan tersebut terjadi
pada aspek perbedaan antara tradisi dan modern, yang dikatakannya sebagai berikut :
“Modernisasi menuntuthidup yang lugas (zakelijk), rasional, dan memandang jauh ke depan dalam perkembangan. Modernisasi merobek robek kosmos yang bulat integral menjadi kotak pembagian kerja yang disebut spesialisasi dan berbagai keahlian. Sedangkan seni tradisional adalah bentuk seni dalam kenikmatannya.Iatidak terlalu berkepentingan dengan kecepatan waktu serta kecepatan perombakan. Ia mengabdi kepada harmoni serta keseimbangan abadi dari sang kosmos”.
Dalam konteks moderenisasi seperti yang dikemukakan Kayam, peran pelaku wisata seperti biro perjalanan dalam mengemas kesenian tradisional
termasuk tari Saman untuk konsumsi wisatawan, adalah bukti nyata bahwa kesenian tradisional kini telah menjadi bagian dari komersialisasi budaya yang
8
definisi industri pariwisata sebagai satu gejala komersialisasi seni budaya, yang dalam pelaksanaannya masih mempertimbangkan usaha pelestarian kesenian
tradisional.
Kenyataan ini tidak bisa terhindarkan, karena pengaruh budaya melalui
media teknologi informasi maupun dari gaya hidup dan perilaku yang ditayangkan melalui televisi sangat cepat mempengaruhi pola pemikiran masyarakat. Mengingat kedudukannya itu, tari dapat hidup dan tumbuh berkembang sepanjang
zaman sesuai dengan perkembangan manusianya. Dengan kata lain bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi pada tari sangat ditentukan oleh
masyarakat pendukungnya.
Dalam pengamatan sebuah tarian ada dua sasaran yang harus diteliti yaitu segiyang bersifat kewujudan atau bentuk dansegi yang bersifat makna atau isi,
namun disini penulis ingin mengetahui perubahan Saman dari segi transformasi dalam bentuk penyajian yang didukung dengan unsur pariwisata. Unsurdalam
konteks pariwisata initentu akan dipengaruhiolehadanya faktor-faktor yang menyebabkan transformasi pada tari Saman tradisi.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengangkat Transformasi Tari Saman menjadi topik penelitian yang nantinya akan dibahas dalam laporan skripsi. Sejauh ini peneliti masih mengadakan pengamatan dan wawancara,
peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih dalam. Peneliti tertarik untuk mengajukan judul “Transformasi Tari Saman Kajian Dalam Konteks
9
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, ada
banyak hal yang dapat diungkapkan dalam perkembangan tari Saman jika ditinjau dalam konteks pariwisata. Sugiyono (2008:52) menyatakan bahwa “Setiap
penelitian yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah, walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian sering merupakan hal yang paling sulit
dalam proses penelitian”.
Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah merangkum sejumlah pertanyaan yang muncul dan mengidentifikasinya sebagai masalah yang perlu
dicari jawabannya.Adanya identifikasi masalah akan lebih mudah mengenal permasalahan yang diteliti sehingga penulisan akan mencapai sasaran. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perkembangan bentuk penyajian Tari Saman Gayo?
2. Bagaimana perkembangan bentuk penyajian Tari Saman di Kota Banda
Aceh?
3. Bagaimana kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah
Provinsi Aceh dalam melakukan pelestarian Tari Saman?
4. Bagaimana transformasi bentuk penyajian Tari Saman kajian dalam konteks pariwisata di Kota Banda Aceh?
10
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dan
tidak menyimpang dari sasaran pokokpenelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat
Surahmad (1982:31) yang menyatakan bahwa “Sebuah masalah yang dirumuskan
terlaluluas tidak perlu dipakai sebagai masalah penyelidikan tidak akan pernah jelas batasan-batasan masalah. Pembatasan ini perlu bukan saja untuk mempermudah atau menyederhanakan masalah bagi penyelidikan akan tetapi juga
menetapkan lebih dahulu segala sesuatu yang diperlukan dalam memecahkan
masalah waktu, ongkos dan lain sebagainya”.
Oleh karena itu, penulis memfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalam konteks permasalah-masalahan yaitu :
1. Bagaimana Transformasi tari Saman kajian dalam konteks pariwisata di
Kota Banda Aceh?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan bentuk dan
penyajian tari Saman dalam konteks Pariwisata di Kota Banda Aceh?
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka akan dijelaskan rumusan masalah dalam penelitian ini.
Sugiyono (2008:55) mengatakan bahwa: “rumusan masalah berbeda dengan masalah, kalau masalah itu berupa kesenjangan antara yang diharapkan dengan
11
akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data”.Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan Transformasi tari Saman kajian dalam konteks pariwisata di Kota Banda Aceh
2. Mendeskripsikan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan bentuk dan penyajian tari Saman dalam konteks pariwisata di Kota Banda Aceh
E. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian selalu berorientasi pada tujuan,tanpa tujuan yang jelas maka arah kegiatan yang akan dilakukan tidak akan terfokus karena tidak tahu apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Tujuan penelitian menjadi kerangka
yang selalu dirumuskan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang akan diperoleh. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan Transformasi Tari Saman kajian dalam konteks pariwisata di Kota Banda Aceh.
2. Mendeskripsikan faktor-faktorapa sajakah yang mempengaruhi perubahan bentuk dan penyajian Tari Saman dalam konteks Pariwisata di Kota Banda Aceh.
F. Manfaat Penelitian
12
1. Penelitian ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan konsep pengembangan budaya khususnya dalam memahami pelestarian warisan
budaya tak benda (Intangible Heritage) terkait dengan upaya pembangunan dan perkembangan pariwisata daerah.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada teori pembangunan sosial budaya yang mungkin bisa dirujuk untuk kajian-kajian ilmiah selanjutnya.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi Aceh dalam membangun pelestarian tari Saman
sebagai warisan asli budaya bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Aceh pada khususnya agar lebih mencintai budaya bangsa sendiri dari pada budaya bangsa lain.
4. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan oleh Pemerintah Daerah lain dalam mengembangkan kebudayaan daerahnya terutama
kesenian berupa tarian untuk memperoleh pengakuan dunia Internasional sebagai bagian dari proses pembangunan pariwisata daerah.
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di beberapa sanggar di Kota Banda Aceh yaitu Sanggar Rampoe, Buana, dan Lakseumana Keumalahayati, maka di sini penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Tari Saman adalah salah satu tari tradisional Aceh yang berasal dari
sebuah dataran tinggi Gayo. Tari ini awalnya hanyalah sebuah tarian permainan rakyat yang bernama pok ane yang menggunakan syair yang berisi puji-pujian kepada Allah. Tari Saman gayo biasanya ditarikan
selama dua hari dua malam oleh 15-30 orang. Busana yang digunakan dalam tarian ini merupakan pakaian Gayo Lues berupa baju, celana,
kerawang, serta teleng.
2. Transformasi yang terjadi pada Tari Saman di Kota Banda Aceh yang awalnya masih dalam bentuk tradisi mengalami perubahan ketika harus
dihadapi dengan dunia pariwisata dilihat dari adanya penyebab dari budaya lokal dan budaya luar maka proses transformasi terjadi sehingga
terjadinya perubahan dalam Tari Saman tersebut menjadi lebih baru dan variatif melewati proses koreksi tentunya, pembaruan dan penataan ulang.
89
3. Bentuk penyajian yang dimaksud dalam penulisan ini adalah bentuk penyajian masing-masing sanggar untuk konsumsi seni wisata,
pertunjukkan tari dengan segala unsur-unsur pelengkap atau pendukung yang mengalami transformasi dari tari Saman tradisi terdiri dari: 1) Gerak,
Tari Saman hanya mengandalkan gerak tangan, badan dan kepala. 2) Musik/Syair di dalam tari ini memiliki beberapa macam, yaitu (a) Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat. (b) Dering, yaitu rengum yang
segera diikuti oleh semua penari. (c) Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah
tari. (d) Syech, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi dan melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak. (e) Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari
setelah dinyanyikan oleh penari solo, Setelah mengalami transformasi syair dalam tari Saman ini tidak semua digunakan berdasarkan urutan dan
makna syair yang sesungguhnya, nemun disesuaikan berdasarkan kebutuhan pertujukan saja dapat disesuaikan dengan tema acara. 3) Pola
lantai dalam Tari Saman tradisi hanya memiliki satu pola yaitu dengar pola satu baris saja, setelah mengalami trasnformasi maka pola dalam tarian ini dikembangkan dengan syarat tetap dalam posisi berbaris namun terkadang
kreativitas para sanggar mengubah pergesran agar tidak monotone. 4) Tata busana dalam tari Saman tradisi menggunakan busana asli adat Gayo,
90
tuntutan dari pada seni untuk konsumsi wisata adalah harganya mudah maka busana pada tari Saman yang ada di Kota Banda Aceh tentu
merupakan tiruan dari bentuk aslinya, untuk menghemat biaya sanggar-sanggar mencoba meniru busana asli yang berada di daerah Gayo yaitu
dengan mengganti serta menambahkan beberapa kreasi pada busana untuk pertunjukan di kota Banda Aceh.
4. Faktor transformasi yang terjadi pada Tari Saman tradisi dengan Tari
Saman konteks wisata dapat dipastikan karena adanya permintaan
pariwisata terhadap bentuk penyajian tertentu seperti biaya, durasi waktu
serta tempat penampilan, membuat tari ini mengalami beberapa transformasi. Budayawan asing yang datang ke Banda Aceh khususnya tidak mempunyai waktu yang banyak adalah perkembangan zaman, serta
permintaan budaya yang berorientasi untuk mencari keuntungan, seperti adanya tanggapan orang punya hajat (permintaan pentas) dan atau
tanggapan pentas untuk paket wisata khususnya di Kota Banda Aceh. B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang peneliti ajukan, adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Peneliti berharap kepada pemerintah Aceh khususnya pariwisata Kota
Banda Aceh agar masyarakat mengetahui bagaimana bentuk penyajian tari Saman yang telah mengalami transformasi
91
mensosialisasikan tari tari Saman yang telah mengalami transformasi sehingga dapat menjadi salah satu bahan masukan bagi pembaca
khususnya mahasiswa/i Sendratasik terkait dengan Transformasi Tari Saman Kajian dalam Konteks Pariwisata di Kota Banda Aceh.
3. Kepada para seniman khususnya SanggarRampoe, Buana, dan Lakseumana Keumalahayati, agar memperkenalkan tari ini diluar
masyarakat Aceh, bahkan sampai ketingkat mancanegara sebagai salah
satu potensi budaya dalam hal kebudayaan nasional, dengan tidak mengubah akar daripada tari itu sendiri agar masyarakat dalam maupun