TARI SAMAN GAYO
DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA
DI KABUPATEN GAYO LUES
TESIS
Oleh
ENA MALIKUSSALEH
107024040/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul : TARI SAMAN GAYO DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN GAYO LUES
Nama : Ena Malikussaleh
Nomor Induk Mahasiswa : 107024040
Program Magister : Studi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si
Ketua
)
Anggota (Drs. Irfan, M.Si)
Ketua Program Studi Dekan
Tanggal Lulus : 29 Januari 2013 Telah diuji pada
Tanggal 29 Januari 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si
Anggota : 1. Drs. Irfan, M.Si
2. Drs. Ermansyah , M.Hum
3. Husni Thamrin, S.Sos. MSP
TARI SAMAN GAYO
DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA
DI KABUPATEN GAYO LUES
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)
dalam Program Studi Pembangunan pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Oleh
ENA MALIKUSSALEH
107024040/SP
PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERNYATAAN
TARI SAMAN GAYO DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA
DI KABUPATEN GAYO LUES
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 29 Januari 2013
Penulis,
TARI SAMAN GAYO
DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN GAYO LUES
ABSTRAK
Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan masyarakat Gayo. Tari Saman Gayo ini telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu di Bali. Tari Saman menjadi salah satu atraksi pariwisata di Kabupaten Gayo Lues. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues memasukkan Tari Saman ke dalam kurikulum sekolah, membentuk satu grup Saman binaan serta menjadi fasilitator terhadap peningkatan pembangunan seni budaya sehingga berkembang menjadi ikon budaya dan dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah. Keterlibatan masyarakat menjadikan Tari Saman sebagai ikon budaya adalah masyarakat mencintai kesenian ini dan sudah menjadi tradisi turun temurun yang tidak boleh ketinggalan ataupun hilang sama sekali. Kesenian ini dapat disaksikan dalam rangka pertunjukan sebagai hiburan pada waktu perayaan hari besar nasional, keagamaan dan jamuan tamu agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Saman dan pembangunan pariwisata berkontribusi terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Gayo Lues. Cara mewujudkannya menjadi fasilitator pariwisata yang menciptakan iklim kondusif, membangun sebuah bandar udara ataupun infrastruktur lainnya sehingga memudahkan wisatawan melaksanakan perjalanan serta mempromosikan potensi pariwisata yang ada melalui suatu Tagline. Upaya Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan masyarakat untuk mendukung implementasi kebijakan pelestarian Tari Saman sebagai potensi wisata adalah melibatkan langsung orang yang berkompeten dalam penyusunan program sehingga hasilnya berkualitas. Perekrutan penari Saman harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dan panitia menghindari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta menjadi fasilitator pariwisata yang baik segera diwujudkan. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di berbagai sektor, agar para pelaku kebijakan, penari Saman maupun masyarakat Gayo Lues sendiri bisa lebih sinergis dalam mendorong pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Lues.
THE SAMAN DANCE GAYO IN DEVELOPMENT OF TOURISM
IN GAYO LUES REGENCY
ABSTRACT
The Saman dance, popularly known as the thousand-hand dance is one of the nation's cultural heritage of Indonesia which has been hereditary became the pride of the community Gayo. The Gayo Saman dance has been recognized and confirmed by the United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) for intangible heritage on November 24th, 2011 in Bali ago. The Saman dance became one of the tourist attraction in Gayo Lues Regency. Gayo Lues Regency Government incorporate the Saman dance into the school curriculum, forming a group facilitator assisted Saman as well as being against an increase in the development of art and culture that evolved into a cultural icon and the original revenue source could be made of the area. The community involvement makes the dance Saman as a cultural icon is love this art community and has become the hereditary tradition not to be missed until missing altogether. This art can be seen in the framework of the show as entertainment in the Grand National Day celebrations, religious and guest meal great. The results showed that the development of tourism and the Saman dance of contributing to regional development in the Gayo Lues Regency. How to make it happen to be a tourism facilitator creates a conducive climate, build an airport or other infrastructure that makes it easy to implement and promote the tourist travel tourism potential that exists through a Tagline. Gayo Lues Regency Government efforts and the community to support the implementation of the policy on the preservation of tourist potential as the Saman dance is directly involved in the preparation of competent programs so that the result quality. Recruitment of Saman dancers must meet the requirements that have been set and the Committee to avoid the practice of Corruption, Collusion and Nepotism (KKN) as well as being a good tourism facilitator is immediately realized. It improves the quality of human resources in various sectors, so that policy makers, dancers Saman community itself could be more synergistic in encouraging the development of tourism in Gayo Lues Regency.
KATA PENGANTAR
Pertama dan terutama dengan segala kerendahan hati rasa syukur alhamdulillah kepada allah swt karena berkat dan anugerah-Nya telah menambah keyakinan dan kekuatan penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Tari Saman Gayo dalam Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Gayo Lues” syarat untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada: 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A.(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Subhilhar, Ph.D, selaku Sekretaris Dokter Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen tamu.
4. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Ketua Program Studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap , MA., sebagai Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak Drs. Irfan, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan kesabarannya, memberikan bimbingan kepada penulis.
7. Bapak Drs. Ermansyah, M.Hum, dan Bapak Husni Thamrin, S.Sos. MSP, selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.
8. Abdullah Akhyar Nasution, S.Sos. M.Si yang dengan kesabarannya, memberikan bimbingan kepada penulis demi kesempurnaan tesis ini.
9. Seluruh Dosen dan staf di Program Magister Studi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu baik di bidang Akademik maupun administratif.
10.Seluruh rekan-rekan seperjuangan angkatan XXI MSP, atas dukungan dan kerjasamanya, mudah-mudahan kita semua akan sukses, amin.
11.Bapak H. Ibnu Hasim, S.Sos, MM selaku Bupati Gayo Lues yang telah memberikan tugas belajar kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan pada Program Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan.
Teristimewa dengan rasa cinta dan sayang sepenuh hati penulis ucapkan terima kasih kepada istriku Rita Simahate, SE dan buah hatiku tersayang Azra Fakhira ,kedua orang tua penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda Ibnu Saleh, AMKdan Ibunda Kelimah, S.Pdserta Ayah Mertua H. Basri Arita, ST dan Ibu Mertua Hj. Murni BS yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga kepada kakak-kakak dan adik-adik penulis tercinta, atas motivasi dan doa kalian telah dapat diselesaikan tesis ini.
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Allah SWT memberkati kita semua. Amin.
Medan, Januari 2013
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Ena Malikussaleh
Tempat/ Tgl. Lahir : Takengon, 27 Januari 1985
Alamat : Desa Bustanussalam Kec. Blangkejeren No. 252 Kab. Gayo Lues , Aceh
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Kawin
II. Orang Tua
Nama Ayah : Ibnu Saleh, AMK Nama Ibu : Kelimah, S.Pd
III. Keluarga
Nama Istri : Rita Simahate, SE Nama Anak : Azra Fakhira
III. Pendidikan
1. SD Negeri Nomor 2 Simpang Kelaping Pegasing Kab. Aceh Tengah Tahun 1991 – 1997
2. MTs. Ulumul Qur’an Langsa Tahun 1997 – 2000 3. MA. Ulumul Qur’an Langsa Tahun 2000 – 2003 4. D-4 IPDN Jatinangor Bandung Tahun 2003 – 2007
5. S-2 Magister Studi Pembangunan FISIP Universitas Sumatera Utara Tahun 2010 – 2013.
Medan, Januari 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
2.3. Seni Tari Saman: Folklor dari Kebudayaan Gayo ... 18
2.4. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman ... 24
2.5. Keterlibatan Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman ... 26
BAB III.METODE PENELITIAN ... 28
3.1. Bentuk Penelitian ... 28
BAB IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34
4.1.1. Sejarah Kabupaten Gayo Lues ... 34
4.1.3. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Gayo Lues ... 42
4.1.3.1. Komposisi Penduduk Menurut Wilayah Kecamatan ... 42
4.1.3.2. Gambaran Kondisi Pendidikan di Kabupaten Gayo Lues ... 43
4.1.3.3. Kondisi Perekonomian (PDRB, Sistem Pemenuhan Sembako) ... 46
4.1.4. Kondisi Pemerintahan ... 49
4.2. Filosofi dan Perkembangan Tari Saman ... 52
4.3. Pariwisata dan Tari Saman: Analisis tentang Kebijakan dan Program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam Mengembangkan Pariwisata dan Melestarikan Tari Saman ... 54
4.3.1. Potensi Pariwisata dan Kontribusinya Secara Ekonomi ... 54
4.3.2. Tari Saman Sebagai Komponen Pariwisata di Kabupaten Gayo Lues ... 59
4.3.3. Kontribusi Pemerintah Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pembangunan Pariwisata ... 62
4.3.4. Upaya Pelestarian Tari Saman ... 64
4.3.5. Peran Masyarakat dalam Menjadikan Tari Saman Sebagai Ikon Budaya Kabupaten Gayo Lues ... 66
4.3.6. Arah Pengembangan Tari Saman untuk Mendukung Pembangunan Daerah ... 70
4.4. Analisa ... 73
4.4.1. Kebijakan dan Program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pelestarian dan Pengembangan Tari Saman ... 73
4.4.2. Keterlibatan Masyarakat dalam Melestarikan Tari Saman ... 76
4.4.3. Potensi Tari Saman dalam Mendukung Pembangunan Pariwisata ... 78
BAB V. PENUTUP ... 80
5.1. Kesimpulan ... 80
5.2. Saran ... 82
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Klasifikasi data-data penelitian ... 32
4.1. Jumlah penduduk menurut kecamatan dalam Kabupaten Gayo
Lues ... 41
4.2. Jumlah sarana pendidikan dalam Kabupaten Gayo Lues tahun
2011 ... 42
4.3. Pertumbuhan ekonomi dan PDRB Kabupaten Gayo Lues
Tahun 2007-2011 ... 46
4.4. Struktur ekonomi Kabupaten Gayo Lues ... 48
4.5. Luas kecamatan dan jumlah desa/kelurahan/mukim dalam
Kabupaten Gayo Lues ... 50
4.6. Nama kemukiman dan jumlah kampung/desa dan kelurahan
dalam kecamatan Kabupaten Gayo Lues ... 51
4.7. Daftar objek pariwisata dan kebudayaan di Kabupaten Gayo
Lues ... 56
4.8. Daftar hotel/penginapan potensi ekonomis di Kabupaten Gayo
Lues ... 57
4.9. Daftar restoran/rumah makan potensi ekonomis di Kabupaten
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Pertunjukan Tari Saman ... 21
4.1. Peta Kabupaten Gayo Lues ... 41
4.2. Grafik jumlah murid menurut tingkat pendidikan per
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya
dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008 ... 90
2. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya
dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues Tahun 2009 ... 91
3. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya
dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues Tahun 2010 ... 93
4. Realisasi Kegiatan dan Anggaran dalam Pembangunan Budaya
TARI SAMAN GAYO
DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN GAYO LUES
ABSTRAK
Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi kebanggaan masyarakat Gayo. Tari Saman Gayo ini telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu di Bali. Tari Saman menjadi salah satu atraksi pariwisata di Kabupaten Gayo Lues. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues memasukkan Tari Saman ke dalam kurikulum sekolah, membentuk satu grup Saman binaan serta menjadi fasilitator terhadap peningkatan pembangunan seni budaya sehingga berkembang menjadi ikon budaya dan dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah. Keterlibatan masyarakat menjadikan Tari Saman sebagai ikon budaya adalah masyarakat mencintai kesenian ini dan sudah menjadi tradisi turun temurun yang tidak boleh ketinggalan ataupun hilang sama sekali. Kesenian ini dapat disaksikan dalam rangka pertunjukan sebagai hiburan pada waktu perayaan hari besar nasional, keagamaan dan jamuan tamu agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Saman dan pembangunan pariwisata berkontribusi terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Gayo Lues. Cara mewujudkannya menjadi fasilitator pariwisata yang menciptakan iklim kondusif, membangun sebuah bandar udara ataupun infrastruktur lainnya sehingga memudahkan wisatawan melaksanakan perjalanan serta mempromosikan potensi pariwisata yang ada melalui suatu Tagline. Upaya Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan masyarakat untuk mendukung implementasi kebijakan pelestarian Tari Saman sebagai potensi wisata adalah melibatkan langsung orang yang berkompeten dalam penyusunan program sehingga hasilnya berkualitas. Perekrutan penari Saman harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dan panitia menghindari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta menjadi fasilitator pariwisata yang baik segera diwujudkan. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di berbagai sektor, agar para pelaku kebijakan, penari Saman maupun masyarakat Gayo Lues sendiri bisa lebih sinergis dalam mendorong pembangunan pariwisata di Kabupaten Gayo Lues.
THE SAMAN DANCE GAYO IN DEVELOPMENT OF TOURISM
IN GAYO LUES REGENCY
ABSTRACT
The Saman dance, popularly known as the thousand-hand dance is one of the nation's cultural heritage of Indonesia which has been hereditary became the pride of the community Gayo. The Gayo Saman dance has been recognized and confirmed by the United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) for intangible heritage on November 24th, 2011 in Bali ago. The Saman dance became one of the tourist attraction in Gayo Lues Regency. Gayo Lues Regency Government incorporate the Saman dance into the school curriculum, forming a group facilitator assisted Saman as well as being against an increase in the development of art and culture that evolved into a cultural icon and the original revenue source could be made of the area. The community involvement makes the dance Saman as a cultural icon is love this art community and has become the hereditary tradition not to be missed until missing altogether. This art can be seen in the framework of the show as entertainment in the Grand National Day celebrations, religious and guest meal great. The results showed that the development of tourism and the Saman dance of contributing to regional development in the Gayo Lues Regency. How to make it happen to be a tourism facilitator creates a conducive climate, build an airport or other infrastructure that makes it easy to implement and promote the tourist travel tourism potential that exists through a Tagline. Gayo Lues Regency Government efforts and the community to support the implementation of the policy on the preservation of tourist potential as the Saman dance is directly involved in the preparation of competent programs so that the result quality. Recruitment of Saman dancers must meet the requirements that have been set and the Committee to avoid the practice of Corruption, Collusion and Nepotism (KKN) as well as being a good tourism facilitator is immediately realized. It improves the quality of human resources in various sectors, so that policy makers, dancers Saman community itself could be more synergistic in encouraging the development of tourism in Gayo Lues Regency.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tari Saman atau lebih dikenal dengan tarian seribu tangan merupakan
salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah turun temurun menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh
dan lebih khusus lagi masyarakat Gayo. Bercerita tentang Tari Saman terlebih
dahulu mengetahui seluk beluk dan asal usulnya.
Tari Saman merupakan warisan budaya Aceh yang sangat dibanggakan
sampai saat ini, tidak hanya menjadi kebanggaan Aceh saja tetapi salah satu jenis
tarian ini sudah menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Namun sangat ironisnya ketika masyarakat di luar Aceh hanya mengetahui bahwa
Saman itu berasal dari Aceh secara umum. Mereka tidak mengerti secara spesifik
dari mana Saman itu berasal, padahal Aceh sendiri terdiri berbagai macam suku
serta berbeda adat istiadat satu sama lain. Seperti Aceh, Gayo, Alas, Tamiang,
Singkil, dan yang lainnya di mana masih banyak kemajemukan dan perbedaan
budaya adat dan bahasa.
Pada dasarnya Saman berasal dari Gayo, khususnya dari dataran tinggi
seribu bukit di Kabupaten Gayo Lues. Namun kenapa Tarian Saman Gayo ini
menjadi brand Pemerintah Provinsi Aceh tanpa ada keterlibatan masyarakat Gayo
sendiri? Masalah ini perlu dikaji dan ditelaah bagaimana fenomena tersebut
sampai terjadi. Lebih tragisnya lagi apabila dianalisa masalah di atas merupakan
Untuk lebih jelasnya peneliti akan memaparkan keberadaan suku Gayo di
wilayah Republik Indonesia. Tanah Gayo dibagi ke dalam empat kelompok besar.
Daerah ini satu sama lainnya dibatasi oleh sungai-sungai yang sudah merupakan
batas alam, sehingga menyebabkan hubungan antar penduduk begitu sulit, akan
tetapi harus diakui bahwa keseluruhan Tanah Gayo itu secara etnografis adalah
satu (Hurgronje , 1996).
Daerah yang merupakan wilayah tempat tinggal orang Gayo pada
umumnya, terletak di tengah-tengah wilayah administratif yang kini disebut
dengan Provinsi Aceh. Wilayah tempat tinggal suku bangsa Gayo ini dikenal juga
dengan nama Dataran Tinggi Gayo. Dataran tinggi ini merupakan bagian dari
rangkaian Bukit Barisan yang melintasi Pulau Sumatera. Lingkungan alam yang
berbukit-bukit ini, rupanya telah menyebabkan orang-orang Gayo terbagi menjadi
kelompok-kelompok itu sejak waktu yang relatif lama hampir tidak ada kontak
satu dengan yang lain, karena tiadanya prasarana perhubungan yang baik
(Melalatoa , 1982).
Di tengah lingkungan alam yang sedemikian itu, orang Gayo yang
menghuni dataran tinggi Gayo telah terbagi ke dalam lima Kabupaten yaitu :
Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah,
Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang (Ibrahim, 2007). Dari
kelima Kabupaten tersebut hampir seluruh penduduknya merupakan suku bangsa
Gayo kecuali di Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang, di sini
terdapat dua kelompok orang Gayo yang jumlahnya sangat minoritas yaitu orang
Gayo Serbajadi berlokasi di Kecamatan Lokop Serbajadi Kabupaten Aceh Timur
Tamiang. Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah berdiam suku bangsa Gayo
yang meliputi kelompok orang Gayo Lut dan orang Gayo Deret, sedangkan
Kabupaten Gayo Lues meliputi suku bangsa orang Gayo Lues. Dalam penelitian
ini akan dikhususkan membahas Tari Saman di Kabupaten Gayo Lues yang sering
disebut dengan Daerah Seribu Bukit, walaupun ada tautannya dengan
kelompok-kelompok orang Gayo lainnya. Sesuai dengan kesepakatan para tokoh adat Gayo
bahwa asal Tari Saman adalah dari Kabupaten Gayo Lues yang dijuluki Daerah
Seribu Bukit.
Selain itu masih ada masalah lainnya baik dipandang dari sudut internal
maupun eksternalnya. Secara umum masalah internal ada dua, pertama semakin
terkikisnya budaya lokal Tari Saman sendiri, baik dilihat dari antusias masyarakat,
nilai-nilai yang terkandung maupun hilangnya simbol-simbol fisik penunjang
eksistensi kebudayaan Saman. Kedua Pemerintah Kabupaten Gayo Lues sendiri
masih belum menemukan kejelasan asal usul keaslian Tari Saman ini berdasarkan
fakta sejarah.
Sedangkan masalah eksternal sendiri apabila ditinjau secara umum bisa
dibagi menjadi dua permasalahan. Pertama terjadinya dominansi Pemerintah
Provinsi terhadap kebudayaan asli Gayo yaitu Saman. Selama ini orang di luar
Aceh hanya melihat Aceh sebagai entitas tunggal, bukan entitas jamak. Padahal,
di Aceh tidak sebatas dihuni suku Aceh, tetapi ada suku Gayo, Singkil, Tamiang,
Kluet, Aneuk Jameuk, Simelue, dan lain-lain dengan identitas dan simbol
etnik-historis-kultural yang berbeda satu sama lain. Meski secara tidak langsung,
historis-kultural, terlebih terhadap suku Gayo. Kalau ini tetap terjadi, kemungkinan
konflik sosial, horizontal, dan komunal akan terjadi di Aceh.
Kedua akibat dari diskriminasi serta pencaplokan budaya di atas,
Pemerintah Kabupaten Gayo Lues semakin sulit untuk membangun kembali nama
baik budaya Saman baik di tingkat nasional maupun internasional. Apalagi seni
Tari Saman (bukan Saman asli Gayo Lues) telah masuk ke dalam Museum Rekor
Indonesia (MURI) sebagai penyelenggaran terbesar dengan 3000 orang penari di
Banda Aceh tahun 2010 silam. Namun ironisnya, dari segi gerak, metode, penari
dan pelaksaaan teknis lainnya sangat jauh dari keaslian Tari Saman yang asli.
Hal ini tentunya akan menimbulkan konflik antar masyarakat Aceh
sendiri. Mungkin di satu pihak kita sedikit bangga dengan mencuatnya nama
Saman kembali sebagai entitas Aceh. Namun klaimisasi budaya oleh Pemerintah
Provinsi di atas telah menyalahi semangat otonomi daerah sebagai salah satu
keunggulan dalam kearifan budaya lokal masyarakat Gayo.
Kemudian dari tinjauan politis juga, kita tidak tahu dengan perkembangan
dalam pemekaran daerah nantinya. Contoh kasus dapat kita lihat Kabupaten Gayo
Lues beserta enam Kabupaten/ Kotamadya telah berupaya memisahkan diri dari
naungan Provinsi Aceh dengan membentuk Provinsi ALA (Aceh Louser Antara)
terdiri dari Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara,
Singkil dan Kotamadya Subulussalam. Walaupun gagal, untuk sementara keenam
Kabupaten/ Kotamadya tersebut terus berjuang agar kesetaraan pembangunan
serta marjinalisasi ekonomi dapat terhapuskan. Timbul sebuah pertanyaan di masa
hak dan milik siapa? Oleh karena itu perlu kejelasan kepemilikan dari saat ini
sehingga akan mempermudah menjawab permasalahan di masa yang akan datang.
Melihat masalah-masalah di atas, Pemerintah dan masyarakat Kabupaten
Gayo Lues semakin gelisah dan takut akan kehilangan simbol kesenian yang dari
dulu dibanggakan ini. Tari Saman adalah salah satu cagar budaya merupakan
kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan
pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu
dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jatidiri bangsa dan
kepentingan Nasional. Oleh karena itu beberapa tahun ini Pemerintah Kabupaten
Gayo Lues terus berupaya membangun kembali kejayaan kesenian ini dengan
meningkatkan kekuatan internal dan mengekspose ke kancah Internasional serta
berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait.
Hasilnya pada mulai tahun 2010 usaha tersebut telah mendapat antusias
dari organisasi dunia bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Tari Saman yang berasal dari Provinsi
Aceh telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan
dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan
budaya dunia tidak benda (intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu
di Bali. Untuk mendapatkan pengakuan ini perlu proses verifikasi yang panjang,
dan ke masa depan kita targetkan warisan dunia milik Indonesia yang diakui
UNESCO akan semakin banyak.
Indonesia memiliki beragam budaya dan tempat wisata yang menyebar
keseluruh nusantara dari Sabang sampai Merauke. Beragam budaya tersebut
satu negara kaya di dunia. Karena parawisata adalah salah satu bidang yang dapat
menyumbangkan devisa untuk negara. Berkaitan dengan hal tersebut dilihat Tari
Saman yang telah diakui dan dikukuhkan oleh organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai
warisan budaya dunia tidak benda (Intangible Heritage) dapat dijadikan sebagai
ikon budaya Kabupaten Gayo Lues.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan berbagai permasalahan dalam latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana eksistensi Tari Saman
sebagai ikon budaya Kabupaten Gayo Lues dikaitkan dengan pembangunan
pariwisata di Kabupaten Gayo Lues? Untuk membantu mempermudah
pembahasan rumusan masalah yang telah diungkap di atas, maka akan
diejawantahkan rumusan tersebut ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues
dalam melakukan pelestarian Tari Saman ?
2. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari Saman
sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?
3. Bagaimana potensi Tari Saman dalam mendukung pembangunan daerah
terutama di bidang pariwisata?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan dalam bentuk deskriptif tentang kebijakan dan program
Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam mengembangkan pembangunan
pariwisata.
2. Untuk menjelaskan keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari
Saman sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?
3. Untuk menjelaskan potensi Tari Saman dalam mendukung pembangunan
daerah terutama di bidang pariwisata.
1.4. Manfaat Penelitian
Sementara itu, manfaat yang diharapkan dari Penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan konsep
pengembangan budaya khususnya dalam memahami pelestarian warisan
budaya tak benda (Intangible Heritage) terkait dengan upaya
pembangunan pariwisata daerah.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada teori
pembangunan sosial budaya yang mungkin bisa dirujuk untuk
kajian-kajian ilmiah selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi
Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam membangun pelestarian Tari
Saman sebagai warisan asli budaya bangsa Indonesia pada umumnya dan
masyarakat Gayo Lues pada khususnya agar lebih mencintai budaya
b. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan oleh Pemerintah
Daerah lain dalam mengembangkan kebudayaan daerahnya terutama
kesenian berupa tarian untuk memperoleh pengakuan dunia Internasional
sebagai bagian dari proses pembangunan pariwisata daerah.
c. Hasil penelitian tentang Tari Saman ini dapat dimanfaatkan untuk sarana
memajukan kebudayaan nasional bangsa Indonesia serta mempertinggi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Untuk mengkaji tinjauan kepustakaan secara khusus mengenai
permasalahan Tari Saman di Kabupaten Gayo Lues sangatlah rumit. Masalahnya
sangat jarang ada referensi yang valid untuk dijadikan rujukan, baik dari buku
maupun referensi lainnya. Namun ada beberapa dokumen yang dapat dijadikan
sebagai acuan yang dapat menjelaskan sedikit tentang Tari Saman ini.
2.1. Kebudayaan
2.1.1. Pengertian Kebudayaan
Menurut Mulyana dan Rakhmat (2006) “Budaya adalah suatu cara hidup
yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi”. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang
rumit, termas
tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
be
Menurut Tylor dalam (Ndraha, 1997) Budaya adalah : “culture or
civilization, taken in its wide ethnografic ense, is its wide ethnografic ense, is that
complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and
any other capabilities and habits acquired by man as a member of society”.
Dapat diketahui bahwa terbentuknya budaya pada suatu masyarakat
tertentu tidak terlepas dari unsur yang membangunnya. Adapun unsur-unsur
tersebut saling terkait satu sama lain sehingga membentuk suatu tatanan yang baik
dan berkembang menjadi budaya masyarakat tersebut. Begitu juga dengan Tari
Saman yang menjadi salah satu unsur budaya yang ada di masyarakat Gayo Lues.
Sementara itu menurut seorang antropolog, (Koenjaraningrat, 1979) ”kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Hal ini sangat berkaitan dengan Tari Saman. Artinya Tari Saman merupakan suatu
kebudayaan yang mencakup keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
masyarakat gayo lues itu sendiri dalam rangka melaksanakan kehidupan
bermasyarakat.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits dan
Malinowski mengemukakan ”segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism”
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
Eppink ”kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi
ciri khas suatu masyarakat
Menurut Edward Burnett Tylor ”kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat
”kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat”
tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang
akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia melangsungkan kehidupan.
2.1.2. Unsur-Unsur Kebudayaan
Menurut Koenjaraningrat (1979) unsur-unsur kebudayaan yang dapat
ditemukan pada semua bangsa di dunia ini ada tujuh yaitu:
2. Sistem pengetahuan 3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi 5. Sistem mata pencaharian hidup 6. Sistem religi
7. Kesenian”.
Ada beberapa pendapat ahli lainnya yang mengemukakan mengenai
komponen atau unsur kebudayaan sebagai berikut:
1. ”Melville J. Herskovits menyatakan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
a) Alat-alat teknologi b) Sistem ekonomi c) Keluarga
d) Kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi: a) Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
b) Organisasi ekonomi
c) Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
d) Organisasi kekuatan (politik)”
2.1.3. Wujud dan Komponen
Menurut Koenjaraningrat (1979) kebudayaan itu ada tiga wujudnya yaitu:
1. ”Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia”.
Sedangkan menurut Hoenigman wujud kebudayaan dibedakan menjadi
tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak
a. “Gagasan (Wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasa
dan sebagainya yang sifatnya
Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam
pemikiran
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
b. Aktivitas (tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia yang sali
bergaul denga
berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
c. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaa dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia”.
Berdasarkan wujudnya tersebut, budaya memiliki beberapa elemen atau
komponen, menurut ahli antropologi Cateora
a. “Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit dan mesin cuci.
b. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat dan lagu atau tarian tradisional.
c. Lembaga sosial dan pendidikan memberikan peran yang banyak dalam kontek berhubungan dan berkomunikasi di alam masyarakat. Sistem sosial yang terbentuk dalam suatu Negara akan menjadi dasar dan konsep yang berlaku pada tatanan sosial masyarakat. Contoh di Indonesia pada kota dan desa di beberapa wilayah, wanita tidak perlu sekolah yang tinggi apalagi bekerja pada satu instansi atau perusahaan, tetapi di kota – kota besar hal tersebut terbalik, wajar seorang wanita memilik karier.
system penilaian yang ada dalam masyarakat. Sistem keyakinan ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan, bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkonsumsi, sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
e. Estetika berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita, dongeng, hikayat, drama dan tari–tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti di Indonesia setiap masyarakatnya memiliki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat kedaerahan, setiap akan membangun bagunan jenis apa saja harus meletakan janur kuning dan buah – buahan, sebagai symbol yang arti di setiap daerah berbeda, tetapi di kota besar seperti Jakarta jarang mungkin tidak terlihat masyarakatnya menggunakan cara tersebut.
f. Bahasa merupakan alat pengantar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap wilayah, bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sifat unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain”.
Pendapat-pendapat para ahli di atas tentang wujud dan komponen budaya
sangatlah beragam. Namun kesemuanya itu telah mencakup dari tiga wujud dan
komponen budaya yaitu: gagasan, aktivitas, dan artefak. Ketiga wujud inilah yang
sangat penting dalam kesempurnaan suatu kebudayaan.
2.2. Pembangunan dan Pariwisata
2.2.1. Pengertian Pembangunan
Todaro menjelaskan pembangunan adalah “merupakan suatu kenyataan
fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin-melalui
serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional-demi mencapai
kehidupan yang serba lebih baik”
menyatakan “pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya
pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan
manusia”. Pembangunan idealnya dipahami sebagai suatu proses yang berdimensi
jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dann peninjauan kembali
keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya
membahas komponen-komponen ekonomi maupun non ekonomi. Dari devinisi di
atas memberikan beberapa implikasi bahwa:
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi juga
pemerataan.
2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan seperti
peningkatan :
a. Life Sustenance : Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
b. Self-Esteem : Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang memiliki
harga diri, bernilai dan tidak diisap orang lain.
c. Freedom From Servitude : Kemampuan untuk melakukan berbagai pilihan
dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.
Konsep dasar diatas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang
sekarang ini menjadi populer:
1. Capacity, hal ini menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income atau
produktifitas.
2. Equity, hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara berbagai
lapisan masyarakat dan daerah.
3. Empowerment, hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat
4. Sustainable, hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian
pembangunan (Todaro, 2000).
Menurut Rostow dalam (Arief, 1996) “pengertian pembangunan tidak
hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan, tetapi juga lebih banyak jenis
output dari pada yang diproduksi sebelumnya”. Dalam perkembangannya,
pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyarakat tradisional, pra kondisi lepas
landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi
besar-besaran. Kunci diantara tahapan ini adalah tahap tinggal landas yang didorong
oleh satu sektor atau lebih.
Sementara itu (Bryant dan White, 1982) menegaskan bahwa pembangunan
mengandung implikasi yaitu, pertama, pembangunan berarti membangkitkan
kemampuan optimal manusia, baik individu maupun kelompok. Kedua,
pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan pemerataan sistem
nilai dan kesejahteraan. Ketiga, pembangunan berarti menaruh kepercayaan
kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan
yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesepakatan yang
sama, kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan. Keempat,
pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara
mandiri. Kelima, pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang
satu terhadap negara yang lain dengan menciptakan hubungan saling
menguntungkan dan saling menghormati.
Sebagai bagian dari kebudayaan, maka keberadaan Tari Saman jelas juga
berpotensi dikembangkan sebagai ikon budaya untuk mendukung pembangunan
pariwisata di Kabupaten Gayo Lues secara keseluruhan. Hal ini dapat dimaklumi
sebab berdasarkan elemen atau objek yang akan dinikmati terdapat beberapa jenis
wisata yaitu : wisata flora, wisata fauna, wisata bahari, wisata sejarah, wisata
alam, wisata budaya, wisata museum, wisata daerah, wisata Indonesia, wisata
purbakala, wisata seo, wisata religi, dll
Sementara itu, seorang antropolog yang bernama Smith
Hosts and Guest: The
Anthropology of Tourism mengkategorikan lima jenis kepariwisataan, yakni
kepariwisataan etnik, budaya, sejarah, lingkungan dan rekreasi. Smith
mengilustrasikan bahwa pariwisata etnik dipasarkan berkenaan dengan Tari
Saman ini. Pemerintah Daerah menjadi fasilitator terhadap peningkatan
pembangunan seni budaya yang bermutu sehingga berkembang menjadi ikon
budaya di Kabupaten Gayo Lues. Mengingat hal ini dapat dijadikan sumber
devisa negara maupun pandapatan asli daerah Kabupaten Gayo Lues itu sendiri.
Namun pada hakikatnya selama ini Pemerintah Kabupaten Gayo Lues lebih
menitikberatkan pembangunan secara fisik semata tetapi tidak terhadap
pembangunan secara kebudayaan. Pembangunan secara kebudayaan berarti
pembangunan secara intelektualitas, kreativitas, dan kualitas yang terjamin salah
satunya melalui jalan pemeliharaan kesenian Tari Saman. Pembangunan secara
intelektual mengacu pada pendidikan sebagai bentuk pemeliharaan kesenian Tari
Saman, yang mana hal itu diberikan secara menyeluruh pada setiap jenjang
kesenian Tari Saman. Pembangunan secara kreativitas dilakukan dengan jalan
memacu para penggerak di balik kesenian tersebut dalam hal ini seniman ataupun
penari Saman untuk terus berkarya dan mendidik generasi selanjutnya sebagai
penerusnya. Pembangunan semacam ini tidak semata hanya mendorong para
seniman untuk terus berkarya tetapi juga memberikan ruang kepada mereka untuk
bergerak lebih leluasa dan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues juga harus mengakui
bahwa seniman penari Saman adalah salah satu tonggak penopang dari Budaya
Bangsa Indonesia melalui hasil-hasil karyanya serta memberikan suatu atraksi
positif di bidang pariwisata daerah Kabupaten Gayo Lues. Pembangunan secara
kualitas adalah lebih menitik beratkan pada tingginya tingkat kualitas yang harus
dicapai dan dijamin mutunya sehingga suatu karya seni memiliki nilai filosofis
baik secara estetika di dalam bentuk esensi suatu kesenian. Sehingga karya seni
yang muncul tidak lagi bersifat dangkal dan lebih mengacu pada pembangunan
moral bangsa ini yang muncul dari dasar cita-cita budaya bangsa bukan lagi
mengimitasi dari kebudayaan suatu kelompok ataupun suku lain.
2.3. Seni Tari Saman : Folklor dari Kebudayaan Gayo
Sebelum membahas lebih lanjut tentang Tari Saman terlebih dahulu
penulis menjelaskan tentang bentuk-bentuk Folklor Indonesia. Folklor menurut
Jan Harold Brunvand seorang ahli Folklor dari Amerika Serikat dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya (Danandjaja,
1994) :
1. “Folklor lisan (Verbal Volklore).
3. Folklor bukan lisan (Non Verbal Volklore)”.
Tari Saman termasuk kedalam Folklor sebagian lisan (Partly Verbal
Volklore) karena bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan
lisan. Tari Saman sendiri merupakan salah satu unsur budaya, keberadaannya
sudah turun temurun ada pada masyarakat Gayo Lues pada umumnya. Tari Saman
juga merupakan termasuk salah satu kebudayaan non material atau sering
dikatakan sebagai budaya tak benda. Dokumen yang ditulis oleh seorang
cendikiawan Gayo Lues Safarudin S.Sos mengenai ringkasan singkat tentang Tari
Saman. Namun dalam pembahasan ini lebih menjelaskan kepada pendekatan
deskripsi secara umum saja dan hanya berbentuk seperti makalah biasa.
Penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut: dari sudut pengertian Tari Saman
merupakan salah satu media untuk pencapaian pesa
mencerminkan
kekompakan dan kebersamaan.
Sebelum Tari Saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan,
tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat
setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan
penonton.
pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian
adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara
grup tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian dititikberatkan pada
kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair)
Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringa
akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang
biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka
sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini
ditarikan oleh para pria dipandu oleh seorang pemimpin yang disebut Syech.
Keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam
menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi
yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna.
Pada zaman dahulu, tarian ini dipertunjukan dalam acara adat tertentu,
diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahir
Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula
pada acara-acara yang bersifat resmi, seperti kunjungan tamu-tamu antar
Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari Tari Saman. Cara
menyanyikan lagu-lagu dalam Tari Saman dibagi dalam 5 macam:
1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.
2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.
3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang
penari pada bagian tengah tari.
4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang
tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak.
5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan
Tari Saman dimainkan oleh sekelompok pria. Kaum wanita tidak ada yang
melakukannya, karena kesenian ini melakukan gerakan dengan memukul dada,
menggelengkan kepala, membungkukkan badan dan juga kadang-kadang
melakukan gerakan yang cepat. Hal ini menjadi faktor penyebab kaum wanita
tidak bisa bahkan dilarang melakukan tarian ini karena tidak sesuai dengan kodrat
keadaan seorang wanita. Selain itu, secara naluri wanita selalu menunjukkan
gerakan yang lemah gemulai yang tidak tercermin dalam Saman.
Pengaturan penari Saman harus teratur sesuai dengan formasinya. Urutan
formasi sesuai dengan kedudukan penari sebagai pemimpin atau anggota. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.1. Pertunjukan Tari Saman
Tari Saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar
Syeikh Saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali
lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah Islam demi memudahkan
dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religius ini masih
digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan
pertunjukan-pertunjukan. Tari Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,
kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti
gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adala
Saman dimainkan oleh belasan atau puluhan
laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil. Pendapat lain ada yang mengatakan tarian ini
ditarikan oleh 10 orang penari, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai
pemberi aba-aba sambil bernyayi.
Pada umumnya Tari Saman banyak mengandung nilai yang mencerminkan
kebersamaan. Secara singkat dijelaskan lagi oleh salah seorang pendiri Kabupaten
Gayo Lues Dr. Rajab Bahry, M.Pd mengenai filosofi Tari Saman. Aspek pertama
adalah mengenai Kepemimpinan. Tarian ini diawali oleh teriakan pemimpin,
diikuti lagu dan ada atau tidak musik pengiring menjadi tidak masalah. Pemimpin
disinilah yang akan membawa irama menjadi cepat dan melambat. Dia harus tahu
Power kelompoknya, sehingga kapan harus menaikkan tempo tarian. Dalam
bahasa organisasi ini disebut Emphatic Leadership atau empati seorang
pemimpin.
Kemudian aspek lainnya adalah koordinasi dan komunikasi.
Sangat tidak mungkin keserentakan gerak tanpa koordinasi. Komunikasi yang
isyarat, misal: sentuhan di bahu, tepukan tangan penari lain, dan lirikan mata antar
anggota. Selanjutnya bagian lainnya adalah semangat dan antusias.
Tari Saman merupakan salah satu tarian yang nge-beat dan tidak mungkin
dilakukan tanpa semangat apalagi tanpa energi yang baik.
Irama dan birama yang begitu cepat dan gerakan yang begitu dinamis
sangat membutuhkan konsentrasi luar biasa dan fokus terhadap apa yang sedang
dikerjakan. Sekalipun ada anggota yang bersedih atau berduka, maka dia tetap
akan memacu (memaksa) diri untuk bergerak cepat dan akhirnya terhanyut dalam
semangat akibat ”Virus” antusias yang ada pada orang-orang di sekitarnya.
Feedback juga sangat ditekankan dalam tari ini di mana teriakan dan nyanyian
anggota tim, layaknya sebuah Feedback yang menyemangati. Membangun energi
dan kebersamaan, sekaligus membangun irama kerja yang dinamis namun padu.
Membangun sebuah tim dibutuhkan Feedback yang terus menerus, agar arah tetap
terjaga, sekaligus energi tim terus penuh. Siapapun anda yang memiliki tim, maka
Feedback adalah wajib hukumnya.
Sehingga dengan adanya Feedback tersebut keterlibatan secara emosi
teriakan, nyanyian dan gerakan yang dilakukan merupakan sinergi energi yang
ada di dalam diri penari sebagai sebuah pelepasan emosi. Satu hal, emosi yang
diangkat memadukan melodi yang dinyatakan dengan irama gerakan yang
dilakukan. Disinilah letak Mood Concruency (kesesuaian suasana hati) para penari
dengan tarian dan nyanyiannya, serta penari lain di dalam grup. Ada kohesivitas
di dalamnya, ikatan ini yang mungkin oleh Le Bon dibilang sebagai The
Baik hanya sepuluh orang atau ratusan penari, maka kita akan melihat
bagaimana cara penari ini bisa melakukan menyamakan tindakan dan gerakan
yang sangat perlahan hingga sangat cepat. Awalnya para penari akan melakukan
dengan sangat perlahan, kemudian setelah iramanya terbentuk, dan gerak tim
sudah mantap, maka mereka mulai melakukan Speed-up. Makin cepat, semakin
cepat, semakin cepat dan semakin memikat. Inilah cara membuat tim menjadi bisa
bekerja secara optimal. Formasi yang kuat dan kokoh, dengan skrup yang sudah
kuat, maka mulailah menambah kecepatan. Formasi belum terbentuk, irama
belum selaras dan anda akan melakukan genjotan untuk Speed-up Team anda,
maka sudah bisa dipastikan, akan ada korban-korban disana.
Kesuksesan tim adalah buah proses belajar/ latihan dan perencanaannya
anda percaya Tari Saman ini tercipta atau ada seketika. Tentu saja tidak,
masing-masing anggota harus paham gerakan dasar dan keseluruhan gerakan sebagai
totalitas, dirinya juga harus belajar nyanyian dan bagaimana irama/ hentakan yang
dilakukan. Belum termasuk bagaimana menyamakan gerakan dan nyanyian.
Semua tim butuh proses belajar untuk berpadu dalam Actionnya.
Selanjutnya filosofi lainnya adalah
tertib dan teratur seperti rukun shalat
yang terakhir: tertib dan teratur. Tarian ini juga sebuah tarian yang tidak bisa
diimprovisasi masing-masing anggota tim, apalagi yang sifatnya spontan. Tarian
harus dilakukan sesuai aturan yang disepakati. Sekali ada anggota yang egois dan
mencoba ingin menonjol sendiri dengan improvisasi, maka sudah pasti akan
2.4. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman
Berdasarkan banyak kajian, pemerintah terutama pemerintah daerah
memiliki banyak peran terkait dengan penyelenggaraan kegiatan masyarakat.
Namun demikian, peran Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dalam pembangunan
seni termasuk Tari Saman dapat disederhanakan sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten Gayo Lues mengeluarkan kebijakan untuk membangun
seni seperti Tari Saman selama ini dengan menjadikan kesenian terutama Tari
Saman ke dalam pendidikan ekstrakulikuler di setiap jenjang pendidikan
mulai tingkat dasar sampai tingkat lanjutan atas.
2. Program Pemerintah Kabupaten Gayo Lues terhadap pembangunan seni Tari
Saman adalah pembentukan grup Saman binaan Dinas Kebudayaan dan
Parawisata Kabupaten Gayo Lues yang diseleksi dari seluruh grup Saman
yang ada di 144 Desa di Kabupaten Gayo Lues dan menyelenggarakan
pertunjukan Tari Saman sebagai hiburan pada waktu perayaan hari besar
nasional dan keagamaan dan jamuan tamu agung. Program ini juga berupa
perlombaan dan festival Tari Saman. Even kegiatan Tari Saman yang
ditampilkan selama ini lebih kepada kebiasaan yang sudah menjadi turun
temurun di kalangan masayarakat Gayo Lues seperti penyambutan peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW, pesta pernikahan, pesta khittan, pesta-pesta
rakyat lainnya. Namun demikian pemerintah Kabupaten Gayo Lues berupaya
mengikutsertakan Tari Saman pada setiap even-even penting yang
diselenggarakan baik oleh Pemerintah Kabupaten Gayo Lues sendiri maupun
3. Menjadi fasilitator agar kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh swasta dapat
berkembang lebih pesat. Peran fasilitator disini dapat diartikan sebagai
menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan kebudayaan dan
pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif.
Pencatatan warisan budaya tak benda (WBTB) oleh UNESCO bertujuan
untuk melakukan pencatatan terhadap semua ragam gerak dan syair yang
digunakan untuk Saman, terutama dari guru/ pelatih Saman yang berusia lanjut,
untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk pelestarian, khususnya untuk
ditransmisikan kepada generasi penerus, yang kurang mendapatkan budaya
Saman. Pencatatan tertulis dan berupa dokumentasi foto, video, buku/ karya tulis
dan lain-lain agar saman Preserved by Record. Data akan disimpan di Direktorat
Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film dan juga oleh Balai Pelestarian Sejarah dan
Nilai Tradisional Banda Aceh dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi
Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gayo Lues.
2.5. Keterlibatan Masyarakat dalam Pembangunan Pariwisata Kaitannya dengan Tari Saman
Untuk mencapai keberhasilan pembangunan, maka banyak aspek atau
hal-hal yang harus diperhatikan, yang diantaranya adalah keterlibatan masyarakat di
dalam pembangunan. Sanit dalam (Suryono, 2001) menjelaskan bahwa
pembangunan dimulai dari pelibatan partisipasi masyarakat. Ada beberapa
keuntungan ketika partisipasi masyarakat dilibatkan dalam pembangunan yaitu,
pertama, pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
akan tercipta kontrol terhadap pembangunan tersebut. Kedua, pembangunan yang
berorientasi pada masyarakat akan menciptakan stabilitas politik. Oleh karena
masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan sehingga masyarakat
bisa menjadi kontrol terhadap pembangunan yang sedang terjadi.
Berkaitan dengan Tari Saman keterlibatan masyarakat disini meliputi
beberapa hal yaitu:
1. Masyarakat Gayo Lues selama ini menjadikan Tari Saman berfungsi sebagai
hiburan atau media komunikasi sehingga mendapat manfaat yang sangat
besar.
2. Masyarakat Gayo Lues selalu mempertunjukkan Tari Saman dalam kegiatan
penyambutan pada peringatan hari nasional, keagamaan, penyambutan tamu
agung ataupun festival-festifal seperti: Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha,
peringatan maulid Nabi Muhammad SAW serta acara-acara peresmian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Bentuk Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan teknik deskriptif. Penelitian ini bertujuan
menggambarkan dan mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata
cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan kegiatan yang ada, sikap dan pandangan, serta proses-proses yang
sedang berlangsung dari suatu fenomena sosial. Alasannya permasalahan yang
diteliti merupakan suatu fenomena yang terjadi sebagaimana adanya fakta-fakta
yang ada di lapangan.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh
dengan alasan berdasarkan sidang verivikasi berkas nominasi Saman yang telah
dilaksanakan pada tanggal 22 Februari 2010 lalu di Bale Musara Kabupaten Gayo
Lues oleh Pemerintah Kabupaten Gayo Lues beserta tokoh adat dan seniman yang
menyepakati bahwa daerah asal Tari Saman adalah Kabupaten Gayo Lues serta
telah diakui dan dikukuhkan Tari Saman asli berasal dari Kabupaten Gayo Lues
oleh organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNESCO), sebagai warisan budaya dunia tidak benda
(intangible heritage) pada 24 November 2011 yang lalu di Bali. Sehingga menjadi
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada 2 jenis data yang akan digunakan, yaitu data
primer dan data sekunder. Pertama, data primer yaitu data yang diperoleh
langsung dari lapangan melalui hasil wawancara dengan informan/narasumber.
Kedua, data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada
melalui kajian pustaka, teori-teori, dan dokumentasi serta peraturan
perundang-undangan sehingga diperlukan studi dokumentasi dan literatur. Tujuannya,
sebagai upaya untuk mendapatkan informasi yang penting, tajam, mumpuni, dan
mendukung keakuratan penelitian ini. Studi dokumentasi dan literatur yang
terdapat dalam fenomena yang diteliti merupakan basis data yang dapat dijadikan
sebagai informasi penting, seperti majalah, jurnal-jurnal ilmiah, data media massa
dari koran, internet dan data pendukung lainnya.
Adapun teknik pengumpulan data bertujuan mengumpulkan data atau
informasi yang dapat menjelaskan permasalahan atau penelitian secara obyektif.
Dalam usahanya untuk memperoleh data secara diskriptif, peneliti menggunakan
berbagai macam instrumen yang biasa dipakai dalam penelitian kualitatif yaitu:
1. Pengamatan terlibat/ berperan serta (participant observation)
Pengamatan terlibat adalah pengamatan yang dilakukan sambil sedikit
banyak berperan serta dalam objek yang kita teliti. Pengamatan berperan serta
adalah strategi lapangan yang secara simultan memadukan analisis dokumen.
Wawancara dengan responden dan informan, partisipasi dan observasi langsung
dan introspeksi, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang nyata dan aktual.
a. Kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues
dalam melakukan pelestarian Tari Saman ?
b. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari Saman
sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?
c. Bagaimana potensi Tari saman dalam mendukung pembangunan daerah
terutama di bidang pariwisata?
2. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam merupakan suatu cara yang dilakukan untuk
mengungkap dan mengolaborasi sebanyak mungkin informasi melalui tanya
jawab langsung dengan responden sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara
akan dilakukan pada orang-orang yang memiliki pengetahuan atau kapabilitas
terhadap permasalahan dalam penelitian ini, seperti para pengambil kebijakan,
ahli sejarah Gayo Lues, tokoh adat, peneliti tentang Saman, serta beberapa pakar
lain yang berkepentingan tentang permasalahan tentang tari Saman ini. Teknik
penentuan informan yang diwawancarai adalah teknis Snow Balls. Ini artinya
jumlah informan bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan data.
Adapun hal-hal yang peneliti wawancarai kepada informan adalah sebagai
berikut:
a. Kebijakan dan program apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues
dalam melakukan pelestarian Tari Saman ?
b. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam upaya menjadikan Tari Saman
sebagai ikon budaya di Kabupaten Gayo Lues?
c. Bagaimana potensi Tari saman dalam mendukung pembangunan daerah
3.4. Informan Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang sangat diperlukan bagi
penelitian kualitatif ini, maka diperlukan adanya informan penelitian. Adapun
informan penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki kewenangan dan
mengerti tentang keberadaan Tari Saman yang meliputi dari beberapa unsur
sebagai berikut:
1. Syech Saman sejumlah 144 orang karena setiap Desa memiliki 1 Grup Tari
Saman, tetapi pada penelitian ini peneliti hanya mewawancarai 5 orang saja
dengan alasan bahwa 5 orang syech saman ini dipandang cukup memadai
untuk memberikan informasi yang dibutuhkan tentang penelitian ini.
2. Tokoh adat yang bernaung dalam Majelis Adat Aceh Kabupaten Gayo Lues
yang merupakan lembaga atau pun wadah yang menangani semua tentang
kebudayaan masyarakat Aceh pada umumnya khususnya kebudayaan
masyarakat Gayo Lues.
3. Tokoh Agama Kabupaten Gayo Lues meliputi alim ulama yang bernaung pada
lembaga Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Gayo Lues.
4. Tokoh Masyarakat Kabupaten Gayo Lues meliputi orang-orang mengerti
tentang seluk beluk kehidupan masyarakat pada masa dahulu hingga sekarang.
5. Bupati Gayo Lues.
6. Kepala Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kabupaten Gayo Lues dan stafnya.
3.5. Data-Data yang Dibutuhkan
Adapun data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.1. Klasifikasi data-data penelitian
Isu/ tema Kelompok data Jenis
data Sumber data
Sejarah lokasi Skunder dan
Skunder Dokumen BPS Studi
dokumentasi,
Skunder Dokumen BPS dan tokoh
Tari Saman Filosofi Tari Saman
Kabupaten
Primer Bupati, Dinas Kebudayaan dan
Sumber : Data yang diolah
Tabel diatas menjelaskan data-data yang diperoleh berasal dari berbagai sumber
sehingga diperlukan teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi
dokumentasi, observasi ataupun dengan cara lainnya. Untuk mempermudah dalam
penelitian ini penulis mengumpulkan data-data atau informasi secara obyektif
seperti yang tercantum pada tabel diatas.
3.6. Teknik Analisis Data
Analisis dalam kegiatan penelitian merupakan hal yang penting, sebab
bermanfaat dalam menemukan masalah-masalah yang kemudian akan dicari
alternatif penyelesaiannya.
Analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dll., secara historistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005).
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Editing, yaitu pengecekan data di mana data yang diperoleh dipisah-pisahkan
antara data yang diperlukan dengan data yang tidak diperlukan untuk
mendapatkan kebenaran dan kesesuaiannya dengan masalah yang ada.
2. Klasifikasi, yaitu penggolongan data sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
3. Cek silang antara data hasil wawancara dengan hasil observasi dan
dokumentasi, maupun hasil wawancara responden lainnya.
4. Interpretasi, yaitu menganalisa dan mencari arti yang lebih luas dari data yang
ada dan menghubungkan dengan ilmu pengetahuan dan teori yang ada.
Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dalam tesis ini untuk
memperoleh kedalaman penghayatan terhadap interaksi atau konsep yang sedang
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Kabupaten Gayo Lues
Secara umum dalam uraian deskripsi daerah dan lokasi penelitian, sejauh
mungkin penulis menggambarkan beberapa hal atau aspek yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diamati. Adapun tujuan pemaparan obyek penelitian,
agar pembaca mengetahui secara sekilas tentang aspek-aspek yang berkaitan
dengan obyek penelitian. Mengingat lokasi penelitian ini bertempat di Kabupaten
Gayo Lues, alangkah baiknya penulis memaparkan bagaimana sejarah Gayo Lues.
Untuk mengetahui asal nama suku Gayo perlu penelitian dan pengkajian
yang lebih mendalam lagi karena setiap pemberian identitas, pengenal atau nama
dari sesuatu selalu dihubungkan dengan kronologi peristiwa yang berlatar
belakang sejarah. Demikian pula halnya dengan nama yang disandang suku Gayo.
Rentang sejarah yang amat panjang jika dikaji dengan seksama dan mendasar,
terkadang dijumpai silang pendapat atau perbedaan pendapat dalam menemukan
sisi kebenarannya. Hal ini disadari karena rentang waktu sejarah yang amat
panjang, referensi yang terbatas ditambah keragaman keterangan oleh para nara
sumber yang sifatnya turun-temurun.
Mengenai pendapat tentang asal nama Gayo terdapat keragaman, dengan
demikian belum ada data pasti dan penelitian khusus untuk mendapatkan