RINGKASAN PENELITIAN
PROGRAM PENELITIAN DASAR
TAHUN ANGGARAN 2006
MENUJU INTEGRASI NASIONAL :
STUDI TENTANG INTEGRASI MIGRAN
DARI JAWA DI BENGKULU
Dra. Lindayanti, M. Hum.
Drs. Zaiyardam Zubir, M.Hum.
Dra. Dwiyanti Hanandini, M. Si.
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi
Departemen Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional
Sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan
Pekerjaan Penelitian
Nomor : 005/SP3/PP/DP2M/II/2006
Tanggal 1 Februari 2006
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS ANDALAS PADANG,
SEPTEMBER 2006
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara belakangan ini muncul ketidakpastian dalam masyarakat. Pokok persoalannya adalah masalah perlindungan yang didapatkan oleh masyarakat. Jika pada masa Orde Baru misalnya, hal yang dipentingkan adalah masalah ketertiban umum. Ketika rezim itu berakhir, masyarakat lepas dari kekangan yang dibuat oleh penguasa sehingga menjadi lepas kendali dan bertindak berdasarkan aturannya sendiri. Hal yang tidak dapat dielakkan adalah munculnya berbagai tindakan anarkis, konflik horizontal antaretnik, antaragama, dan antargolongan. Sementara itu, penguasa yang biasanya bertindak keras, sekarang agak melunak. Ong Hok Ham menyebutkan bahwa memang kehidupan tidak pernah akan adil dan harus diperjuangkan sehingga dunia yang diperjuangkan itu sebaiknya bukan “Rust en Orde” (ketentraman dan ketertiban), tetapi Law and Order (Kepastian Hukum dan Ketertiban). Hal ini sangat mahal untuk dirasakan sekarang ini karena ditandai dengan ketidakpastian hukum dan tingginya tingkat konfik dalam masyarakat. Sangat disadari bahwa konflik horizontal yang terjadi sejak era reformasi itu telah membuat rasa takut yang mendalam bagi masyarakat. Konflik Aceh, Ambon, Poso, dan Irian, membuat kenyamanan hidup menjadi terancam.
Sebagai sebuah bangsa, ketidakpastian hukum dan ketertiban tentu saja merugikan semua pihak. Untuk menutupi kerugian itu, dicarikanlah alternatif untuk menghindari konflik horizontal yang telah mewabah di tengah masyarakat tersebut. Salah satu caranya adalah mencari model wilayah yang terhindar dari konflik. Bengkulu, misalnya, memperlihatkan model integrasi nasional tanpa terlibat dalam berbagai konflik seperti yang berlangsung di wilayah lainnya. Dalam konteks inilah penelitian ini mengkaji kehidupan integrasi migran dari Jawa dengan etnik lainnya, seperti penduduk asli, orang Minangkabau, Cina, Bugis, dan Sunda di Bengkulu.
tetapi melalui sebuah perjalanan panjang sejarah Bengkulu. Interaksi yang kemudian melahirkan integrasi ternyata telah berjalan berabad-abad di Bengukulu. Berbagai etnik telah mendatangi Bengkulu, seperti Bugis, Nias, Minangkabau, Madura, Sunda, Cina, dan Jawa. Etnik yang paling dominan jumlahnya adalah Jawa karena kedatangan mereka direncanakan melalui program transmigrasi, sedangkan etnik lainnya bersifat spontan saja. Dalam perkembangannya jumlah etnik Jawa lebih banyak dari penduduk asli di Bengkulu sehingga Bengkulu merupakan koloni dari Jawa.
Dari berbagai fenomena yang dikemukakan di atas, studi ini akan mengkaji proses sosial, budaya, dan politik sehingga menimbulkan sikap toleransi yang mendalam antaretnik yang terdapat di Bengkulu. Sikap inilah yang kemudian menimbulkan benih-benih untuk membangun sebuah integrasi nasional di Bengkulu. Akhirnya, penelitian tentang integrasi nasional ini diharapkan dapat memberikan data-base tentang lahirnya integrasi nasional untuk dapat dijadikan sebagai model, strategi, dan taktik untuk menanggulangi terjadinya konflik vertikal maupun konflik horizontal antarsuku, agama, ras, dan golongan.
Subjek penelitian adalah integrasi nasional antara penduduk asli dengan pendatang -terutama dari Jawa- yang terjadi di Bengkulu. Pemikiran dasar untuk mengambil provinsi ini sebagai subjek penelitian adalah adanya kecenderungan bahwa integrasi nasional muncul secara sosial, budaya, dan politik sehingga konflik horizontal tidak terjadi.
ingin memperlihatkan bahwa Bengkulu memiliki modal besar dari jalinan komunikasi sosial, budaya, dan politik dan interaksi yang ada menjadi proses nasinonalisme di Bengkulu.
Proses nasionalisme di Bengkulu tersebut sesungguhnya telah berlangsung berabad-abad. Proses awal dari nasionalisasi ini adalah interaksi berbagai etnik di Bengkulu, terutama sejak masuknya pendatang dari luar. Catatan sejarah telah memperlihatkan bahwa berbagai etnik telah masuk ke Bengkulu sejak berabad lalu, terutama melalui transmigrasi, baik spontan maupun terencana. Migrasi dapat terjadi secara spontan, yaitu mereka berpindah atas kemauan sendiri untuk mencari kehidupan yang lebih baik maupun terencana, yaitu dengan mengikuti program yang diselenggarakan oleh pemerintah, seperti kolonisasi (masa Hindia Belanda), transmigrasi (setelah Indonesia merdeka). Bahkan, migrasi antarpulau sudah terjadi di Indonesia sejak dahulu kala. Hal itu tampak dari adanya penyebaran berbagai suku di berbagai daerah di Indonesia. Di Sumatra bagian selatan perpindahan penduduk dari Jawa diperkirakan sudah terjadi sejak sekitar abad ke-11 saat kerajaan di Sumatra bagian selatan menjadi vassal kerajaan Majapahit, mereka mendirikan koloni Jawa-Hindu di pedalaman Sumatra.
Masalah migrasi di Bengkulu menarik untuk diteliti antara lain karena migrasi di sana merupakan perpaduan antara migrasi pekerja dan peserta program kolonisasi yang kebanyakan juga berkaitan dengan kepentingan perusahaan. Setelah berada di Bengkulu, mereka langsung berbaur dengan penduduk setempat karena lokasi yang berdekatan dengan pemukiman penduduk asli dan desa migran iitu langsung bergabung dengan marga setempat. Hal ini berbeda misalnya dengan Lampung yang desa-desa kolonisnya terpisah dari lokasi penduduk asli dan memang sengaja dipisahkan agar tidak terjadi kontak dengan penduduk asli karena kebijakan pemerintah untuk menciptakan suasana kolonisasi seperti desa-desa mereka di Jawa.
Bengkulu belumlah banyak mendapat perhatian. Atas dasar ini penelitian tentang pertumbuhan ekonomi dan migrasi penduduk, khususnya dari Jawa layak dilakukan. Penelitian ini akan membahas kehidupan komunitas dari Jawa setelah berada di Bengkulu yang menyangkut segi sosial, ekonomi, dan budaya.
Terjadinya migrasi orang dari Jawa ke Bengkulu merupakan salah
satu fenomena perpindahan penduduk dari desa asal ke daerah baru
‘Tanah Sabrang’, akan tetapi dapat menguatkan pendapat Pelzer dalam
bukunya Pioneer Settlement in the Asiatic Tropics, Studies in Land
Utilization and Agricultural Colonization in Southern Asia, bahwa orang
Jawa tidak terikat dengan tanah kelahirannya. Pelzer melihat dari sensus
tahun 1930 yang mengungkapkan bahwa lebih dari 10% orang Jawa tidak
dilahirkan di kabupaten tempat tinggalnya. Hal lain adalah telah terjadinya
migrasi penduduk dari daerah Bagelen dan Banyumas ke
perkebunan-perkebunan di Jember (Jawa Timur), ataupun menuju ke Jawa Barat
bagian Selatan sejak akhir abad ke-19. Mereka berpindah dalam lingkup
pulau Jawa, dunia yang telah dikenalnya, sedangkan perpindahan ke
dunia yang belum dikenal masih diperlukan campur tangan pemerintah.