• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBJEKTIVITAS BERITA TENTANG TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010 DI SURABAYA (Studi Analisi isi Objektivitas Berita Tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) Pada Koran Jawa Pos 28 April 2010).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OBJEKTIVITAS BERITA TENTANG TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010 DI SURABAYA (Studi Analisi isi Objektivitas Berita Tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) Pada Koran Jawa Pos 28 April 2010)."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

(UNAS) Jawa Pos Edisi 28 April 2010 SKRIPSI

  OLEH : 

NURBA MERLI ARIANTO 0643010096

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JAWA TIMUR

(2)

TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010

(Analisis Isi Objektivitas Berita Tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) Jawa Pos Edisi 28 April 2010)

Nama Mahasiswa : Nurba Merli Ariyanto

NPM : 0643010096

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 00351

Mengetahui,

DEKAN

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

karuniaNya, penulis bisa melaksanakan penelitian yang berjudul “OBYEKTIVITAS

BERITA TENTANG TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010”. Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya

kepada Bapak Saifuddin Zuhri Msi. Selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:

1. Prof Dr. Ir. Teguh Suedarto MP selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “veteran” Jatim.

2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4. Bapak, Ibu, kakakku, dan adekku yang telah memberikan dorongan,

semangat, dan pengertiannya bagi penulis baik secara moril dan materiil.

5. Seseorang “Mocin” yang selalu memberikan dukungan, dan semangat dalam

menyelesaikan penelitian ini.

6. Seluruh sahabat – sahabat (Lina, Ana, Kiki, Vika, Kristin, Rima, Halim,

Ndog, Galih, Zippo, Adit, Juice, Woho, Soak, Kancil, Ajiz, Dhito, Septian,

dan yang lainnya).

(4)

iv

7. Dan Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang

telah membantu penelitian ini.

.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah

dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya

teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.

Surabaya, 25 Agustus 2010

(5)

HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG PROPOSAL ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Dan Fungsi Pers ... 10

2.1.2. Tugas dan Fungsi Pers ... 11

2.2. Berita………. ... 13

2.2.1. Komunikasi Massa... 19

2.2.2. Pengertian Surat Kabar... 24

2.3. Objektivitas Berita ... 25

2.4. Konsep Penyajian Berita... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 33

3.1.1. UNAS (Ujian Nasional) ... 34

(6)

A. Akurasi Pemberitaan ... ... 38

B. Fairness dan Ketidakberpihakan Pemberitaan ... 40

C. Validitas Keabsahan Pemberitaan ... 40

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 41

3.3.1. Populasi ... 41

3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 42

3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.3.4. Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan………. 44

4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar JawaPos ……… . 44

4.1.2. Redaksional Surat kabar Jawa Pos ...……….. 46

4.1.2.1. Jawa Pos Edisi Surabaya ... 46

4.1.2.2. Jawa Pos Edisi Luar Surabaya ... 47

4.1.2.3. Kawasan jawa Tengah dan DIY ... 49

4.2. Penyajian Data dan Analisis Data……… 52

4.2.1. Objektivitas Pemberitaan……….. 52

4.2.1.1. Akurasi Pemberitaan……… ... 57

4.2.1.2. Fairness……… ... 63

(7)
(8)

NURBA MERLI ARIYANTO. OBJEKTIVITAS BERITA TENTANG TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010 DI SURABAYA (Studi Analisi isi Objektivitas Berita Tentang Tingkat Kelulusan

Ujian Nasional (UNAS) Pada Koran Jawa Pos 28 April 2010)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak pemberitaan yang di tulis pada Surat kabar Jawa Pos tentang pemberitaan Tingkat kellulusan ujian nasional (unas) dengan periode yang telah ditentukan.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi yang bersifat kuantitatif, dengan analisis tersebut digunakan untuk mengkaji isi objektivitas pemberitaan Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS).

Objektivitas pemberitaan di uji dan di analisis sesuai dengan kategorisasi yang di sesuaikan dalam buku Rachmat Kriyantono dalam teori yang di sempurnakan oleh Rachma Ida tentang 3 kategorisasi objektivitas pemberitaan.

Pemberitaan tentang jebloknya nilai unas di Surabaya membuat Dispendik angkat bicara, dan akan memberikan perhatian khusus pada siswa SMK yang tingkat ketidaklulusannya lebih tinggi dari pada siswa SMA/MA. Hasil yang didapat dari 2 berita yang penulis teliti sebanyak 50 % berita yang di tulis masih bisa di bilang objektif dan 50% persen belum bisa dikategorisasikan sebagai objektiv pemberitaan. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.

(9)

1.1.Latar Belakang Masalah

Informasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusian di dalam

masyarakat, dalam perkembangan yang terjadi saat ini semakin banyak individu

maupun kelompok yang membutuhkan informasi. Informasi tidak hanya

digunakan sebagai kebutuhan semata, melainkan juga alat untuk mendapatkan

kekuasaan. Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita

sebagai penguasa. Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa

media informasi merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)

Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya adalah yang

dapat dipercaya, aktual dan bertanggung jawab, sesuai dengan karakteristik

berita yang ada.. Pada mulanya jurnalistik hanya mengolah hal-hal yang sifatnya

informasi saja, dengan kata lain jurnalistik adalah suatu berita yang dapat

disebarluaskan pada masyarakat.

Dalam perkembangan selanjutnya, surat kabar yang bisa mencapai rakyat

secara mssal itu dipergunakan untuk melakukan social control, sehingga surat

kabar tidak hanya bersifat informatif tetapi juga persuasive. Bukan hanya

sekedar menyampaikan informasi saja tetapi juga mendidik, menghibur, dan

mempengaruhi khalayak agar khalayak melakukan kegiatan tertentu.

(Effendy;1993:93)

(10)

 

Melalui perkembangannya, Masyarakat semakin membutuhkan informasi.

Masyarakat mulai bergantung kepada media massa sebagai penyaji beragam

informasi. Pengaruh media massa semakin besar bagi masyarakat. Oleh sebab

itu, media massa pers harus tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga

kemasyarakatan yang tetap mempertahankan idealism pers dalam menyiarkan

informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi khalayak sasarannya.

Kegiatan media massa yang mengikuti perkembangan teknologi

komunikasi salah satunya adalah dengan media cetak, media massa cetak terbagi

menjadi berbagai segi, format broadsheet, yakni media cetak yang berukuran

surat kabar umum. Faktor terbesar yang bisa menunjang penyebaran informasi

kepada khalayak adalah dengan media massa. Media massa telah menjadi

fenomena tersendiri dalam proses komunikasi, hal ini bisa tergambar dari relita

yang ada saat ini banyak koran-koran baru, stasiun televisi baru, dan berbagai

sarana media massa. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan

kekurangan tersendiri.

Salah satu kelebihan surat kabar dibanding media lain adalah surat kabar

lebih terdokumen, sehingga bisa “dikonsumsi” kapan dan dimana saja. Berbeda

dengan penyajian informasi pada media televisi, di media televisi kita harus

berada di depan televisi pada jam-jam tertentu. Hal inilah yang membuat surat

kabar masih tetap disukai.

Semakin banyaknya jumlah dan beragamnya jenis surat kabar yang

beredar di masyarakat saat ini dapat memberi dampak maupun pengaruh pada

penerbit surat kabar maupun pembaca. Pengaruh akan banyaknya penerbit

(11)

sedangkan untuk penerbit mereka harus selalu berupaya memperbaiki dan

meningkatkan penyajian berita-beritanya. Penampilan bentuk surat kabar juga

harus lebih menarik agar dapat mamikat konsumen.

Untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat, media atau pers

dituntut untuk bisa menambah pengetahuan pembacanya dengan menyajikan

informasi yang memiliki kebenaran, kepentingan, dan manfaat. Dengan

banyaknya aneka ragam surat kabar pembaca menjadi lebih selektif dalam

memilih suat kabar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Setiap surat kabar mempunyai ragam berita, mulai dari bidang ekonomi,

sosial, poltik, budaya, kriminal, sampai pada pemberitaan seleb. Surat kabar

dapat memberikan porsi yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama. Surat

kabar satu menyajikan sebuah berita sebagai berita utama belum tentu

pemberitaan tersebut menjadi berita utama pula di surat kabar lain, bahkan bisa

saja tidak dimuat sama sekali.

Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran

ganda yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses

komunikasi. Pers sebagai penghubung antara komunikator dengan komunikan.

Kebebasan media dilindungi oleh undang-undang yang menjamin beropini dan

kebebasan memberikan informasi kepada masyarakat.

Di Indonesia hampir seluruh koran berukuran sama karena kertas yang

digunakan ukurannya standart internasional. Akan tetapi jumlah kolom yang ada

pada koran tersebut.

Penerbitan pers dengan format koran mempunyai frekuensi penerbitan

(12)

 

dari beberapa koran terbitan yang ada di Jawa Timur, Surya merupakan salah

satu koran terbesar yang memiliki pembaca terbanyak di Jawa Timur. Jawa Pos

memiliki frekuensi penebitan setiap hari dengan sajian 48 halaman yang terbagi

menjadi 3 bendel rubrik meliputi Jawa Pos, Sportivo, dan Metropolis. Koran

Jawa Pos selalu memberikan informasi terbaru setiap hari yang terjadi di

Indonesia. Karena berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh

wartawan untuk dimuat dalam surat kabar atau majalah. (Djuroto, 2002:7).

Setiap berita yang dimunculkan dalam setiap rubrik memiliki kepentingan

penyampaian yang berbeda. Berita yang di munculkan cendrung menjadi bahan

pembicaraan di masyarakat luas mulai dari berita politik, remaja, hingga suatu

berita yang menjadi pro kontra publik. Berita-berita juga harus memliki nilai

berita yang bisa menarik perhatian pembaca. Kriteria umum nilai merupakan

acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis untuk memutuskan fakta yang

pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik (Widodo, 1997:20).

Jika berita itu menarik, maka akan mengundang selera maupun minat para

pembaca yang akhirnya membeli.

Seperti pada pemberitaan di Jawa Pos, salah satu topik yang menarik

adalah pemberitaan tentang tingkat kelulusan Ujian Akhir Nasional 2010. Berita

tentang tingkat kelulusan Ujian Akhir Nasional merupakan pemberitaan yang

menjadi bahan berita bagi suatu media termasuk didalamnya media cetak Jawa.

Berita ini menjadi perhatian publik karena berita ini melibatkan pihak Sekolah

dalam hal ini adalah guru dan siswanya yang ada di Surabaya. Dengan adanya

(13)

menjadi menarik dan seringkali menjadi berita utama dalam suatu pemberitaan

di suatu media termasuk media cetak Jawa Pos akhir-akhir ini.

Berita mengenai Nilai Unas Surabaya yang Jeblok membuat Menteri

Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh berpendapat, bahawa tahun

ini Surabaya gagal mempertahankan prestasi sekolah kejuruan dalam ujian

nasional (unas). Surabaya yang menjadi barometer pendidikan di Jawa Timur

belum mampu menunjukkan prestasi yang membanggakan dari jumlah kelulusan

siswa maupun peraih nilai unas tertinggi. Tahun ini, angka ketidaklulusan

siswa SMK di Surabaya naik tajam. Padahal, Surabaya adalah kota vokasi. Bagaima pendapat anda? Saya kira tidak hanya Surabaya dan tidak hanya

SMK, tapi secara nasional angka kelulusan memang turun. Yang penting adalah

menyingkapi wawancaranya.

Berdasarkan dari data Jawa Pos edisi 28 April 2010, tingkat kelulusan siswa

SMA dan MA mencapai 96 persen, sedangkan tahun ini 97,4 persan. Padahal

targetnya adalah 98 persen. Tahun lalu, tingkat ketidaklulusan siswa SMK

mencapai 96,5 persen. Tahun ini jeblok menuju angka 91,18 persen.

Berdasarkan data yang dirilis Dispendik Surabaya, siswa jurusan IPA

berjumlah 10.034 orang sebanyak 69 anak tidak lulus. Diantara 8.512 peserta

ujian jurusan IPS, 51 anak tidak lulus. Sebanyak 10 siswa jurusan Bahasa

diantara 193 peserta ujian tidak lulus total siswa SMK yang tidak lulus ujian

(14)

 

Kendati demikian Dispendik Surabaya Sahudi mengklaim secara

keseluruhan ada kenaikan untuk tingkat kelulusan SMA. Terutama dalam hal

kualitas. Dia menyebutkan ada dua indicator keberhasilan itu. Pertama persentasi

kelulusannya naik jika dibandingkan dari tahun lalu “termasuk nilai rata-rata”

ujiannya. Kedua berdasarkan peringkat di Jawa Timur jurusan IPS di Surabaya

masuk 10 besar, Surabaya menempati ranking 7 “ meski Surabaya belum bisa

menembus 5 besar tahun ini lebih baik dari tahun lalu”. Jelasnya.

Sahudi mengakui bahwa persentase kelulusan sekolah kejuruan menurun.

“tapi saya tidak tahu apa penyebabnya. Kami masih menganalisis apa yang

mengakibatkkan turunnya nilai siswa SMK”. Terang mantan Kepala SMAN 15

tersebut. Kendati demikian, dia berjanji akan melakukan berbagai upaya

perbaikan. Namun, keberhasilan yang klain Sahudi itu masih jauh dari harapan

dan repotasi Surabaya sebagai Ibu Kota Jawa Timur. Betapa tidak meski mampu

menempati posisi 7 untuk jurusan IPS, tidak satu pun SMA Surabaya mampu

menembus 10 besar demikian juga untuk IPA dan Bahasa. (Sumber Jawa Pos)

Menurut edisi Jawa Pos 28 April 2010, hasil Ujian Nasional (UNAS)

tingkat SMA / SMK yang buruk langsung dievaluasi Dinas Pendidikan

(Dispendik) Surabaya. Berdasar hasil evaluasi bersama seluruh kepala SMA /

SMK, Kepala Dispendik Surabaya Sahudi mengungkapkan, banyaknya kasus

ketidaklulusan siswa itu disebabkan jeblognya nilai Bahasa Indonesia dan

Matematika. Buruknya nilai dua mata pelajaran tersebut terjadi di semua jurusan

IPA, IPS maupun Bahasa. Hal yang sama juga dialami murid sekolah menengah

(15)

Sahudi menyadari, siswa-siswi Surabaya memiliki kelemahan dalam

menjawab soal analisis. “Siswa kita juga kesulitan saat dihadapkan pada macam

soal cerita dengan alur yang panjang. Juga soal yang membutuhkan pemaknaan

dan kesimpulan.” Bebernya.

Berita di atas merupakan kutipan dari koran Jawa Pos, dalam satu edisi

koran Jawa Pos yaitu edisi tanggal 28 April 2010. Dalam penulisan berita

tersebut judul berita dituliskan dengan ukuran besar. Menurut Junaedhi (1991 :

29) berita yang ditulis dengan huruf ukuran besar pada judulnya merupakan

berita utama atau istimewa. Berita utama dilakukan selektif mungkin sesuai

dengan kebijaksanaan redaksionalnya, dan sesuatu yang dianggap paling pantas

diketahui oleh masyarakat pada saat itu.

Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara

sederhana dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang

menyajikan fakta, tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan.

Objektivitas menurut mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang

diterapkan seutuhnya. Dalam sistem media massa yang memiliki

keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang

memihak, meski sumber tersebut harus bersaing dengan sumber informasi

lainnya yang menyatakan dirinya obyektif. Meskipun demikian tidak sedikit

media yang mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.

Objektivitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara

utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, yang bertujuan untuk

(16)

 

Setiap berita yang disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus

memenuhi unsur obyektivitas. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat

penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif

dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya

disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan

cenderung sepihak.

Sebuah berita bisa dikatakan obyetif bila memenuhi beberapa unsur,

diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak

ada tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsur di atas banyak sekali

berita yang disajikan belum memenuhi unsur-unsur obyektivitas atau bisa

dikatakan bahwa berita tersebut tidak obyektif. Suatu berita yang disajikan tidak

obyektif hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan akan merugikan pihak

lain.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis isi sehingga

diperoleh pemahaman yang akurat dan penting. Analisisnya adalah berita di surat

kabar yang analisis ini digunakan untuk mengkaji pesan-pesan di media

(flournoy, 1986 : 12). Pemanfaatan ilmu komunikasi media massa dapat

diperoleh secara tepat implementasi di lapangan atas obyektivitas pers dari surat

kabar yang menjadi subyek penelitian (McQuail, 1994 : 179).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi

(17)

Objektivitas Berita tentang tingkat kelulusan Ujian Nasional (UNAS) Koran

Harian Jawa Pos?.”

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui objektivitas berita tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional

(UNAS) Koran Harian Jawa Pos.”

1.4 Kegunaan penelitian

1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan

dengan penelitian obyektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini diharapkan

bisa menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis : penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan

bagi Redaksi Jawa Pos didalam menangani Objektif dan Pernyataan tentang

Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) tanpa harus memihak pada pihak

(18)

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian dan Fungsi Pers

Ketika semua orang memiliki hak suara, maka mereka pun merasa ikut

berkepentingan dengan jalannya pemerintahan. Setiap orang dengan intensitas

yang berbeda-beda, mulai ikut berpartisipasi dalam urusan publik. Dalam kaitan

inilah pers menjadi sangat penting untuk menjaga sistem politik. Pers juga

menjadi sumber informasi atau pendidik, sumber nilai-nilai budaya baru,

sekaligus sumber hiburan. (Rivers, 2004:51)

Ada dua pengertian pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti

luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar,

majalah, tabloid mingguan, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas

meliputi media massa cetak elektronik antara lain radio dan televisi, sebagai

media yang menyiarkan karya jurnalistik. ( Effendy, 2000:90)

Jadi secara tegas, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang

menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan

jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga,

karena ia berwujud, konkret atau nyata, oleh karena itu dapat diberi nama.

Desangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan

daya hidup yang menghidupi aspek pers itu sendiri.

Sedangkan pengertian pers di Indonesia tercantum dalam Undang-undang

No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan

(19)

undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-undang no. 11

Tahun 1966. dalam Undang –undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:

”Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang

mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat

umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya dilengkapi atau tidak

diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto,

klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya.”

Jadi berdasar definisi pers diatas jelas tercantum bahwa pers harus

mempunyai idealisme, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan

nasional, bukan sekedar penjual berita hanya untuk mencari keuntungan

finansial.

2.1.2. Tugas dan Fungsi Pers

Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus

akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya. Tetapi fungsi pers bukan

hanya itu, menurut Kusumaningrat fungsi pers yang lebih detail adalah sebagai

berikut:

1. Fungsi Informatif

Yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak dengan cara yang

teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berhuna dan penting

bagiorang banyak dan kemudian menuliskan dengan kata-kata. Pers

memberitakan suatu kejadian pada saat itu dan tidak menutup kemungkinan

bahwa pers juga memperingatkan khalayaknya tentang peristiwa yang diduga

(20)

2. Fungsi Kontrol ( fungsi watchdog )

Pers harus memberitakan apa yang berjalan dengan baik dan tidak berjalan

dengan baik. Fungsi ini harus dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada

oleh kelompok organisasi masyarakat lain seperti LSM, dan lain sebagainya.

3. Fungsi Interpretatif dan Direktif

Pers harus menceritakan kepada masyarkat tentang arti suatu kejadian

(biasanya melalui tajuk rencana atau tulisan latar belakang) dan jika

diperlukan, pers juga memberitahukan tindakan yang seharusnya diambil

oleh masyakarat dan memberikan alasan mengapa harus bertindak.

4. Fungsi Menghibur

Mereka menceritakan kisah yang menarik dan lucu untuk khalayak ketahui

(humor, drama serta musik) meskipun kisah itu tidak terlalu penting.

5. Fungsi Regeneratif

Pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru terjadi

proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih

muda dengan cara menceritakan bagaimana sesuatu itu dilakukan dimasa

lampau, bagaimana dunia dijalankan sekarang, bagaimana itu diselesaikan

dan apa yang dianggap dunia itu benar atau salah.

6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara

Pers harus menjaga baik-baik jangan sampai timbul tirani golongan mayoritas

dimana golongan mayoritas itu menguasai dan menekan golongan mayoritas.

Pers harus bekerja berdasarkan teori tanggung jawab dan menjami hak setiap

pribadi untuk didengar dan diberi penenrangan sesuai dengan yang

(21)

untuk menulis kritik dalam media terhadap segala sesuatu yang berlangsung

dalam kehidupan masyarakat, bahkan juga tidak menutup kemungkinan

untuk mengkritik medianya sendiri.

7. Fungsi Ekonomi

Pers juga dapat berfungsi secara ekonomi yaitu dengan cara melayani sistem

ekonomi melalui iklan

8. Fungsi Swadaya

Untuk memelihara kebebasan yang murni, pers berkewajiban untuk

memupuk kekuatan modalnya sendiri agar tidak ditempatkan dibawah

kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa. (

Kusumaningrat, 2005 : 27-29 )

Hubungan pers sebagai media yang menjembatani masyarakat dan sistem

pemerintahan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan saling

menguntungkan.

2.2. Berita

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,

menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala

seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Berita berasal

dari bahasa sansekerta, yaitu urit yang dalam bahasa Inggris disebut write,

yang berarti sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut

dengan Writta, artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar

bahasa Indonesia karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan

(22)

Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang

bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi

dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya.

Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek

yang telah menonjolkannya sendiri.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain

telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya,

alamat, dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis

dengan cara yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam

profesi jurnalistik (panuju, 2005 : 52).

Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah

laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat

atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita

merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.

Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Menjaga obyektivitas dalam pemberitaan.

2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.

3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.

Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang

membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap,

(23)

Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita,

dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan

kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita

ini menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53)

peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung

konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan,

keganjilan, human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.

Berita memiliki banyak jenis, Menurut ( Sumadiria 2005 : 69-71 ) dalam

dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi dalam tiga kelompok:

1. Elementary yaitu :

a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu

peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai

dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).

b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan

Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun informasi dengan

fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk

peristiwa itu sendiri.

c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang bersifat

menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, mencoba

menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita

(24)

2. Intermediate yaitu :

a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan

depth news, berita interpretative biasanya memfokuskan pada sebuah isu,

masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam jenis laporan ini

reporter menganalisis dan menjelaskan.

b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang

menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis mencari

fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature lebih bergantung

pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang

disajikan.

3. Adnance yaitu :

a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat

mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau

aktual.dengan membaca karya pelaporan mendalam, orang akan mengetahui

dan memahami dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari

berbagai perspektif atau sudut pandang.

b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda

dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada

sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif waratawan

melakukan penyelidikan untuk memeperoleh fakta yang tersembunyi demi

(25)

c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan

sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang

menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat umum.

Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya

adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal

dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita

mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide.

Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain

telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, fakta

tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart

operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah

dasar-dasar jurnalistik).

Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai

berikut:

1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.

2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal sebagian

saja.

(26)

Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14 Maret

2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :

a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran

informasi.

b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada masing-masing

pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.

d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi seseorang.

Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat

menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang factual

dari apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan

tanda tanya dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.

Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara

judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan

pembaca yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita harus

mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari

salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca sekilas oleh

khalayak melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.

Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk

kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis

mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya melalui

mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin

(27)

Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :

1. Memberikan identitas pada berita

2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita

3. Menarik perhatian pembaca.

Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan

gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna untuk

memperjelas isi pemberitaan.

Penempatan adanya data pendukung berita ini sangat penting atas

pertimbangan berikut :

1.Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama kali

menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip dari

jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung berita di

atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan bagian dari

unsure berita yang disajikan.

2.Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan

pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto mampu

menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.

2.2.1. Komunikasi Massa

Didalam mengarungi kehidupan, manusia tidak lepas dari berkomunikasi

baik dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi

telah mencapai tingkat dimana orang berbicara secara serempak dan serentak

dengan jutaan manusia, hal itu dilakukan melalui media massa atau disebut

(28)

“mass Communication is message communication through a mass medium to

large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang

dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).

Sedangkan menurut Devito yang dikutip dari Effendy (2001)

mendefinisikan komunikassi massa sebagai,

“First mass Comunication is communication addressed to the masses to an

extremely large audience. This does not mean that the audience include all

people or everyone who reads or everyone who whatches television, rather it

means am audience that is large an generally rather people defined. Second,

defined by its forms : television, radio, newspaper, magazine, film, books, and

tapes.” ( pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditunjukan

kepada massa kepada khalayak yang luar biasa banyaknya, ini tidak berarti

bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton

televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pula umumnya agak

sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang

disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan visuak. Komunikasi massa

barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinikasikan menurut

bentuknya : televise, radio, surat kabar, tabloid, film, buku dan pita).

Lebih lanjut (Efendy 2001) menegaskan tentang pengertian komunikasi

massa yaitu : “Mass communication is process by which a message is

transmitted through one more of the mass media (Newspaper, Radio,

television, movies, magazine, and books) to an audience that is relatively large

(29)

Jadi komunikasi massa adalah proses penyebaran pesan melalui salah satu

media massa (Tabloid, radio, televisi, bioskop, dan buku-buku) kepada

khalayak luas yang tidak dikenal.

McQuail (2001) dalam bukunya Teori komunikasi Massa. Suatu

pengantar, menjabarkan tentang ciri-ciri komunikasi massa yaitu “ sumber

komunikasi massa bukanlah satu orang tetapi organisasi formal, “sang

pengirim”nya seringkali merupakan komunikator professional. Komunikan

(penerima) adalah bagian dari khalayak luas. Peasanya tidak unik beraneka

ragam dapat diperkirakan. Seringkali diprosses, distadarisasikan dan selalu

diperbanyak.

Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komodisi yang mempunyai

nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan”.

Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali

bersifat interaktif. Komunikasi massa sering sekali mencakup kontak secara

serentak antara satu pengiriman dengan banyak penerimaan, menciptakan

pengaruh luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon seketika dari

banyak orang serentak.

Senada dengan McQuail, Effendy (2001) memberikan cirri-ciri tentang

komunikasi Massa yaitu :

1. Komunikator pada komunikasi massa

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yaitu

suatu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga

(Institusionalized Communication / Organaized Communicator). Komunikator

(30)

digunakan adalah suatu lembaga. Dalam menyebarluaskan pesan

komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijakan

(policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual,

jadi kebebasan mengemukakan pendapat (Freedom of Expression atau

Feredom of Opinion) merupakan kebebasan terbatas (Restricted Freedom).

2. Komunikan pada komunikasi massa bersifat homogeny

Komunikan bersifaat hetrogen karena didalam keberadaannya secara

terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki

kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal antara lain jenis

kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman,

kebudayaan, pandangan hidup, keinginan dari komunikan.

Satu-satunya cara untuk mendekati keinginan selalu khalayak adalah dengan

mengelompokan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan,

pendidikan, kebudayaan, hobby, dan lain-lain. Hampir semua tabloid, surat

kabar, radio, televise, menyajikan acara atau rubrik tertentu yang diperuntukan

bagi anak-anak, remaja, dewasa, wanita dewasa, remaja putrid, pedagang,

petani, ABRI, AU, pemeluk agama Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan

lain-lainnya; para penggemar music, film, sastra, dan kelompok-kelompok lainya.

3. Pesan pada Komunikasi massa bersifat umum

Pesannya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai

kepentingan umum. Media massa akan menyiarkan berita seoarng menteri

yang meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak menyiarkan berita seorang

mentri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Perkucualian bagi seorang

(31)

ulang tahunnya, menikahkan putra-putrinya, hobinya berburu, walaupun

sebetulnya tidak ada hubungannya untuk kepentingan umum.

4. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada

komunikator. Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan

pembaca terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Yang dimaksudkan dengan

“tidak mengetahui” adalah tidak mengetahui pada waktu proses komunikasi itu

berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahui juga, misalnya melalui

rubrik “suara pembaca” atau “suara pendengar” yang biasanya terdapat di

tabloid, surat kabar maupun radio. Tetapi semua itu terjadi setelah komunikasi

dilancarkan oleh komunikator, sehingga komunikator tidak bisa memperbaiki

gaya komunikasi seperti yang biasa terjadi pada komunikasi tatap muka. Untuk

menghindari hal tersebut maka komunikator harus melakukan perencanaan dan

persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan kepada

komunikasi haruslah komunikatif.

5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.

Hal ini merupakan ciri hakiki di music atau penyaingkan dengan media

komunikasi yang lain. Poster dan papan pengumuman adalah media

komunikasi tetapi bukan media komunikasi massa karena tidak mengandung

cirri keserempakan. Pesan yang disampaikan tidak diterima oleh khalayak

dengan melihat poster atau papan pengumuman secara serempak atau

bersama-sama. Lain dengan radio, televise, tabloid, surat kabar, pesan yang disampaikan

(32)

2.2.2. Pengertian Surat Kabar

Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan

sebagainya yang dicetak kedalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan

secara teratur, dan bisa terbit setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto,

2002:11).

Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi,

khususnya pada study komunikasi massa. Dalam buku ”Ensiklopedia Pers

Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi

penerbit pers yang masuk dalam media cetak yaitu berupa lembaran-lembaran

berisi berita-berita, karanga-karangan, dan iklan yang diterbitkan secara berkala:

bisa harian, mingguan dan bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi:

1991:257).

Surat kabar pertama kali diterbitkan dan diperjual belikan untuk pertama

kali di Amerika Serikat, menurut sejarahnya surat kabar ditemukan dan dicetak

pertama oleh seorang imigran dari Inggris pada tahun 1690, bernama Benyamin

Harris (Djuroto, 2002:5)

Surat kabar pada perkembangannya saat ini menjelma sebagai salah satu

bentuk dari pers yang mempunyai kekuatan dan kewenangan untuk menjadi

sebuah konstrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut

disebabkan karena falsaafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial,

(33)

2.3. Objektifitas Berita

Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi

dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di benak khalayak

– the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan

informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap

berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.

Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan

cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai

sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika

terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti

ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas

dalam penyajian berita.

Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu

“reporting format that generally spates fact from pinion present an emotionally detached view of the news, and strives for fairness and balanced” (DeFleur,1994:635).

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun

harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa

pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran

secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut

sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang

terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain

(34)

menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang

pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).

Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :

Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam

observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it seems

to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or standards”

(Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 : 403).

Objectivity

Faktuality

Impartiality

Balance / non

partisanship

Neutral

Presentation

Truth

Relevance

Gambar 2.2. Konsep Obyektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)

Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa

atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa

komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter,

suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi

(35)

menempatkan objektifitas sebagai simbol keyakinan di dalam pekerjaannya, dan

ada pula jurnalis yang mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas

serta tanggungjawabnya sehari-hari ( Charilote, 2006 : 3).

Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh

oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik

Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan

Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak

mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas

praduga tak bersalah”.

Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas

pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Dengan obyek

penelitian berita politik dengan skala nasional yang menjadi berita utama

(Kriyantono, 2006 : 224). Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur

Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam

dimensi-dimensi objektifitas yang terdiri dari aktualitas, fainess dan validitas

pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida (Kriyantono,

2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).

a. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang

meliputi:

1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita.

2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.

3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas

(36)

4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran

fakta dengan opini wartawan yang menulis berita.

b. Fainess atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut

keseimbangan penulisan berita yang meliputi :

1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan.

2) Ketidahberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.

c. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :

1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik

identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).

2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan

informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu

kronologi peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan

kronologi kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau

hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau

karena jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku

langsung dan bukan pelaku langsung.

Objektifitas, betapapun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers.

Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal

(37)

2.4 Konsep Penyajian Berita

Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas

yang menurut (Denis McQuail , 2001) merupakan ciri utama berita melalui

menyajikan suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya

pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.

Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik

yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting

sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya peristiwa umumnya

terletak pada bagian teras berita.

Bentuk penulisan Piramida Terbalik (Inverted Pyramid), seperti pada gambar

berikut :

J U D U L

LEAD (5W + 1H)

Sangat

(Gambar 2.1 Piramida Terbalik 5W+ 1H)

Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat lead

atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini mencakup

rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :

TUBUH

Rincian lead, latar belakang

dan informasi lanjutan

(38)

a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi

b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi

c. When : Kapan peristiwa itu terjadi

d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi

e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut

f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi

Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan sebagai

paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau

mendukung tulisan pada paragraf pertama.

Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain

susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan

adalah :

a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat memberi

kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.

b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti oleh

semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak

berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang

bersifat heterogen.

c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin untuk

mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat.

d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release walaupun

mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang beropini, namun

(39)

e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu

mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik Relations

sebagai sumber informasi.

f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam penulisannya

sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu dihindari

penggunaan kata yang berbelit-belit.

Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan hal

yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya

fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan penelusuran,

narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta berbagai

pertanggungjawaban berita lainnya.

Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan kredibilitas

media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara sumber berkaitan

erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada pihak yang merasa

dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah nara sumber, jurnalis

(40)

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran variabel-variabel

penelitian dapat dijelaskan dengan indikator-indikator variabel penelitian. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode analisis isi kuantitatif. Analisis tersebut

digunakan hanya untuk mengkaji isi pesan, pemberitaan tentang Tingkat Kelulusan

Ujian Nasional (UNAS) 2010 tanpa harus memihak pada pihak manapun. Dengan

menggunakan tipe penelitian deskriptif peneliti berusaha untuk menjelaskan dan

memberi gambaran pesan-pesan yang disajikan pemberitaan tersebut. Dalam

penelitian pokok difokuskan pada objektivitas berita tentang tingkat kelulusan ujian

nasional (UNAS) 2010.

Dalam isi berita tentang tingkat kelulusan ujian nasional (UNAS) yang dapat

memberikan pendapatnya secara langsung kepada isi pemberitaan tersebut sehingga

masyarakat dapat menilai dengan pandangannya sendiri

Pemberitaan pada Koran harian Jawa Pos Edisi 28 April tentang Nilai Unas

Surabaya Jeblok dapat mewakili keingintahuan masyarakat serta menjadi bahan

pembicaraan yang hangat di masyarakat serta penerimaan kritik dan saran atau

hujatan sekalipun dari masyarakat luas. Sehingga dapat menimbulkan topik

pembicaraan dalam kalangan masyarakat dengan memberikan argumentasi secara

objective journalism yang berbobot.

(41)

Untuk lebih jelasnya pengukuran variabel penelitian adalah sebagai berikut :

1. Tema berita

Tema berita merupakan suatu pokok bahasan yang menjadi acuan dalam

suatu pemberitaan tertentu. Dalam penelitian ini, tema berita dalam tingkat

kelulusan ujian nasional (UNAS) menjadi 3 tema utama yaitu:

a. Tema Hak Asasi Manusia (HAM)

Tema HAM merupakan pokok bahasan tentang tingkat kelulusan ujian

nasional secara sepihak.

b. Tema Human Interset

Tema human interest atau suatu pokok bahasan mengenai keadaan

kondisi masyarakat didalam menilai pemberitaan yang ada dengan tingkat

kelulusan ujian nasional (UNAS) 2010 yang jeblok dari tahun lalu.

3.1.1. UNAS ( Ujian Nasional )

Ujian Nasional (UN) yang memimbulkan sikap pro kontra di kalangan masyarakat

sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1965, namanya mengalami Evolusi

sampai akhirnya bernama Ujian Nasional. Pada jenjang pendidikan dasar dan

menengah, sistem ujian nasional telah mengalami beberapa kali perubahan dan

penyempurnaan, perkembangan ujian nasional tersebut dapat kita lihat di bawah

ini :

1. Periode 1965 - 1971, pada periode ini, sistem ujian akhir disebut dengan

(42)

pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh

wilayah di Indonesia.

2. Periode1972 - 1979, pada tahun 1972 ditetapkan sistem ujian sekolah dimana

setiap atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir sekolah

masing-masing. Soal dan pemrosesan hasil ujian semuanya ditentukan oleh

masing-masing sekolah / kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya

menyusun dan mengeluarkan pedoman yang bersifat umum.

3. Periode 1980-2000, untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu

pendidikan serta diperolehnya nilai yang memiliki makna yang ''sama" dan

dapat dibandingkan antar sekolah ,maka sejak tahun 1980 dilaksanakan ujian

akhir nasional yang dikenal dengan sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir

Nasional. Dalam EBTANAS dikembangkan sejumlah perangkat soal yang

"paralel" untuk setiap mata pelajaran, dan penggandaan soal dilakukan di

daerah.

4. Periode 2001-2004, sejak tahun 2001, EBTANAS diganti dengan penilaian

hasil belajar secara nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian

Akhir Nasional, sejak tahun 2002. Perbedaan yang menonjol antara UAN dan

EBTANAS adalah dalam cara menentukan kelulusan siswa, terutama sejak

tahun 2003. Dalam EBTANAS kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi

nilai semester 1, nilai semester 2, dan nilai EBTANAS murni, sedangkan

kelulusan siswa pada UAN ditentukan oleh nilai mata Pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah, sistem ujian nasional telah mengalami

beberapa kali perubahan dan penyempurnaan, perkembangan ujian nasional

(43)

5. pelajaran secara individual. pelajaran secara individual.

6. Periode 2005-sekarang, untuk mendorong tercapainya target wajib belajar

pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasisonal

untuk SMP / MTs / SMPLB dan SMA / SMK / MA / SMALB / SMKLB /.

Periode 2008-sekarang, untuk mendorong tercapainya trget wajib belajar

pendidikan yang bermutu, mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah

menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional untuk SD / MI /

SDLB. Source:drs-bakharuddin

3.1.2. Berita tentang Jebloknya Tingkat Ujian Nasional 2010

Hasil ujian nasional (UNAS) tingkat SMA / SMK yang jeblok langsung

dievaluasi Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya kemarin (27/4). Berdasar hasil

evaluasi bersama seluruh kepala SMA / SMK, Kepala Dispendik Surabaya Suhudi

mengungkapkan jebloknya nilai bahasa Indonesia, dan Matematika. Buruknya

nilai dua mata pelajaran tersebut terjadi di semua jurusan : IPA, IPS, maupun

Bahasa. Hal yang sama juga dialami murid sekolah menengah kejurusan.

Suhudi menyebut, nilai rata – rata bahasa Indonesia untuk jurusan IPA

adalah 7,37. Nilai itu terendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain

seperti bahasa Inggris, matematika, fisika, kimia, dan biologi. Di jurusan IPS,

nilai rata-rata bahasa Indonesia 6,84. Di jurusan bahasa, nilai rata-rata bahasa

Indonesia 6,52. “Untuk SMA, nilai rata-rata bahasa Indonesia juga paling rendah

(44)

untuk bahasa Indosia juga terjun bebas. Nilai terendah untuk jurusan IPA adalah

1,6, jurusan IPS 0,20, bahasa 3, dan SMK 0,6. Tahun lalu rata-rata nilai terendah

untuk bahasa Indonesia berkisar di angka 3.

Sepuluh besar nilai UNAS tertinggi untuk jurusan bahasa, IPA, dan IPS

diraih sekolah-sekolah dari luar Surabaya. Tahun lalu, tingkat kelulusan siswa

SMA, dan MA mencapai 96 persen, sedangkan tahun ini 97,4.persen. padahal,

targetnya adalah 98 persen. Sedangkan tingkat ketidaklulusan siswa SMK, tahun

lalu mencapai 96,5 persen. Tahun ini jeblok menuju angka 91,18 persen. Kendati

demikian, kepala Dispendik Surabaya Suhudi mengklaim, secara keseluruhan, ada

kenaikan untuk tingkat kelulusan SMA. Terutama, dalam hal kualitas. Dia

menyebutkan ada dua indikator keberhasilan itu. Pertama, persenase kelulusannya

naik jika dibandingkan dengan tahun lalu. “Termasuk, nilai rata-rata”, ujarnya.

Kedua, bardasar peringkat di Jawa Timur, jurusan IPS di Surabaya masuk sepuluh

besar. Surabaya menempati ranking tujuh. “Meski Surabaya belum menembus

angka lima besar, tahun ini lebih baik dari tahun lalu.

Wali kota Bambang D.H mengaku belum puas terhadap hasil unas.

Apalagi prestasi Surabaya juga disalip kota-kota kecil lain di Jawa Timur.

“Memang persentasi tingkat kelulusan SMA naik. Meskipun signifikan, kami

apresiasi upaya siswa,” ujarnya. Bambang menyayangkan penurunan tingkat

kelulusan siswa SMK. “Tapi nggak apa. Masih ada waktu untuk ujian ulangan.

Saya minta waktu yang ada dimanfaatkan oleh guru maupun siswa agar

(45)

3.2. Kategorisasi Obyektivitas Pers

Subjek dalam penelitian ini adalah Jawa Pos. dan objek penelitiannya adalah

Berita Tentang Tingkat kelulusan Ujian Nasional (UNAS) 2010 Pada Koran

Harian Jawa Pos Edisi 28 April 2010.

Dari berita tentang tingkat kelulusan ujian nasional (UNAS) tahun 2010 di

surat kabar harian pagi Jawa Pos yang dianalisa sebagai obyek dari penelitian ini

yang kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang telah

dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil yang akurat, karena validitas metode

dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya. Dengan demikian

penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachma Ida, PhD.

Kategorisasi obyektivitas pemberitaan menurut Rahma Ida (Kriyantono,

2006:244).

A.Akurasi Pemberitaan, meliputi :

1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita, konsep ini dibagi dalam dua

kategorisasi :

a) Sesuai, bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi

berita atau kutipan yang jelas-jelas ada di dalam pemberitaan atau ada

dalam isi berita.

b) Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang

sama pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas

(46)

2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. Kategori dalam konsep

ini, yaitu :

a) Dicantumkan waktu, bila dalam tulisan mencamtumkan tanggal,

pencantuman kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya,

yaitu mencantumkan tanggal dan kata-kata.

b) Tidak dicantumkan waktu, yaitu jika dalam tulisan itu tidak

mencamtumkan waktu.

3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian

yang ditampilkan antara lain menggunakan : tabel, statistik, foto, ilustrasi

gambar dan lain-lain, konsep ini dibagi

a) Ada data pendukung, bila tulisan dilengkapi dengan salah satu data

pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik (angka-angka) dan

data referensi (buku undang-undang, peraturan pemerintah, dan

lain-lain).

b) Tidak ada data pendukung, bila tulisan itu sama sekali tidak

dilengkapi dengan data pendukung.

4) Faktualitas berita, konsep ini dibagi atas kategori :

a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita

itu terdapat kata-kata opinionative, seperti : tampaknya, sepertinya,

(47)

diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver,

sayangnya, dan lain-lain.

b) Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel

tidak ada kata-kata opinionative.

B. Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, meliputi :

1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu :

a) Seimbang, yaitu apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi

porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber

beritanya.

b) Tidak seimbang, yaitu jika masing-masing pihak yang diberitakan

tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita.

2) Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters

kolom) yang dipakai yaitu :

a) Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang

terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.

b) Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara

pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah

kesamaan.

C.Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :

(48)

a) Sumber berita jelas, apabila dalam berita itu sumber beritayang

dipakai dicantumkan identitasnya seperti nama, pekerjaan, atau

sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi.

b) Sumber berita tidak jelas, bila dalam berita tidak dicantumkan

identitas sumber berita.

2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan

informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi

peristiwa. Kategori ini dibagi dalam :

a) Wartawan, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil

pengamatan wartawan secara langsung.

b) Pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil

wartawan dengan sumber berita yang mengalami peristiwa tersebut.

c) Bukan pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan

merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak

mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau

memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya

petugas humas, juru bicara, kapuspen, atau juga pejabat yang

(49)

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi

Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan upaya bagi

peneliti untuk membatasi ruang lingkup analisisnya. Populasi dalam penelitian

adalah seluruh berita yang ada di surat kabar harian pagi Jawa Pos tentang Berita

Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) dalam Koran harian Jawa Pos.

Populasi penelitian ini adalah pemberitaan yang dimuat di harian pagi Jawa Pos

edisi 28 April 2010.

3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Dalam penarikan sampel, tidak ada ketentuan pasti mengenai jumlah

besar-kecilnya. Hanya saja, yang diutamakan dalam pengambilan sampel haruslah

representatif atau mampu mewakili secara keseluruhan (Kriyantono 2006 : 151),

menyatakan besaran sample tidak ada ketentuan pastinya, yang penting adalah

hasilnya yang representatif. Teknik pengambilan sample menggunakan penulis

total sampling, yaitu sample diambil secara keselurahan dari jumlah populasi

yang didasarkan pada keseluruhan unit populasi, yakni Berita tentang Tingkat

Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) di Koran harian Jawa Pos yang menjadi

populasi dalam penelitian ini. Jumlah Berita tentang Tingkat Kelulusan Ujian

Nasiona (UNAS) di Koran harian Jawa Pos sebanyak 2 berita. Jadi sampel yang

diambil adalah 2 sesuai dengan jumlah populasi yang diperoleh memiliki

kesempatan yang sama untuk dijadikan sample. Dengan demikian harus dihindari

adanya diskriminasi unit populasi antara satu dengan yang lain karena semua

(50)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang

diambil secara langsung dari harian Jawa Pos yang berupa unit berita periode 28

April 2010 yang terlebih dahulu telah didokumentasikan. Prosedur yang

digunakan dalam penilitian ini adalah ; pertama, dengan melakukan pencatatan

setiap unit berita Berita Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) di Koran

harian Jawa Pos. Kedua, setiap data yang dikumpulkan dengan lembar koding

untuk memasukkan data-data berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan

sebelumnya. Dengan metode analisi data yang selanjutnya akan dilakukan proses

penghitungan dan analisis, diinterpretasikan guna memperoleh jawaban dari

permasalahan yang telah dirumuskan, serta untuk mengetahui tujuan penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, terlebih dahulu data yang terkumpul akan diuraikan

dengan menggunakan lembar koding. Selanjutnya teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah obyektivitas berita. Data dianalisis dengan

menggunakan tabel kategorisasi melalui tabel frekuensi. Dari taber tersebut akan

dilakukan analisis dan perhitungan prosentase atas akurasi, fairness, validitas berita

yang diungkapkan dalam Berita tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional di Koran

(51)

4.1Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar Jawa Pos

Jawa Pos merupakan surat kabar yang menyajikan berita-berita umum.

Berita-berita ini meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nasional maupun

internasional yang diantaranya kegiatan ekonomi, politik, budaya, hukum,

pemerintahan dan sebagainya. Disamping itu Jawa Pos juga menyajikan

berita-berita lain yang didasarkan peristiwa daerah Jawa timur dan Indonesia timur.

PT. Jawa Pos didirikan oleh The Chung Sen atau lebih dikenal dengan

Soeseno Tedjo pada tanggal 1 Juni 1949. surat kabar Jawa Pos pertama kali terbit

bernama Java Pos. karena wawasannya yang luas dan berorientasi ke depan. The

Chung Sen dikenal sebagai raja surat kabar dari Surabaya. Surat kabar yang

pernah diterbitkannya adalah surat kabar berbahasa Indonesia yakni Jawa Pos,

surat kabar berbahasa Tionghoa yakni Huan Chian Shir, dan surat kabar yang

menggunakan bahasa Belanda yakni De Vrije Pers.

Pada saat-saat gencarnya seruan anti belanda oleh bung karno, harian

berbahasa Belanda meilik The Sgung Sen akhirnya berganti nama menjadi Daily

news. Namun akhirnya Daily News tidak terbit lagi, demikian juga dengan surat

kabar berbahasa Tionghoa. Maka hanya Jawa Pos yang terbit, meskipun

perkembangannya pun kian redup. Perkembangan teknologi yang kian sulit

diikuti, membuat oplah jawa pos semakin menurun sehingga pada tahun 1982

oplahnya tinggal 6700 ekslempar perhari. Dalam usianya yang semakin uzur

(52)

Soeseno Tedjo memutuskan untuk menyerahkan pengelolaan Jawa Pos kepada

mingguan berita Tempo, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT

Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan

manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah Kepala

Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola kemudian

meninggal dunia pada tahun 2000. Dan dibawah kendali Dahlan Iskan pada tahun

1986 oplah Jawa Pos meningkat secara spektakuler mencapai 100.000 eksemplar

perhari. Dengan adanya tekad besar manajemen Jawa Pos terus melakukan

inovasi dan gebrakan-gebrakan baru, yakni salah satunya dengan meningkatkan

kualitas dan kuantitas berita.

Beberapa tahun kemudian terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN),

salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari

80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia.

Pada tahun 1997, Jawa Pos pindah ke gedung yang baru berlantai 21, Graha Pena,

salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena

di Jakarta. Dan, saati ini bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir

semua wilayah di Indonesia.

Tahun 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran yang kedua

dengan kapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini pabrik itu,

PT Adiprima Sura Perinta, mampu memproduksi kertas koran 450 ton/hari.

Lokasi pabrik ini di Kabupaten Gresik, hanya 45 menit bermobil dari Surabaya.

Setelah sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia, pada

Gambar

Gambar 2.2. Konsep Obyektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)
Tabel 4.1
Tabel 4.2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak berita kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di surat kabar Jawa Pos dengan periode yang telah

Fairness (ketidakberpihakan) pemberitaan seputar berita kasus video porno mirip artis Luna Maya, Ariel, dan Cut Tari di Harian Jawa Pos masih belum tergolong objektif karena baik

Dalam pemberitaan tanggal 28 Maret 2010, surat kabar harian Jawa Pos menyajikan berita tentang berakhirya muktamar Nahdlatul Ulama ke-32 di Makassar

Oleh karena itu, peneliti memilih media surat kabar Kompas sebagai media untuk melihat tingkat keobjektifan media terhadap pemberitaan sosok Ahok dan Rizieq

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak berita kekalahan timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 di surat kabar Jawa Pos dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak berita kematian satwa Kebun Binatang Surabaya di surat kabar Jawa Pos dengan periode yang telah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak berita kekalahan timnas Indonesia melawan Malaysia pada final AFF 2010 di surat kabar Jawa Pos dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat objektif atau tidaknya pemberitaan tentang legalitas Persebaya 1927 di media Jawa Pos dengan periode yang telah