(UNAS) Jawa Pos Edisi 28 April 2010 SKRIPSI
OLEH :
NURBA MERLI ARIANTO 0643010096
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JAWA TIMUR
TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010
(Analisis Isi Objektivitas Berita Tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) Jawa Pos Edisi 28 April 2010)
Nama Mahasiswa : Nurba Merli Ariyanto
NPM : 0643010096
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui,
PEMBIMBING
Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 00351
Mengetahui,
DEKAN
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
karuniaNya, penulis bisa melaksanakan penelitian yang berjudul “OBYEKTIVITAS
BERITA TENTANG TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010”. Penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih sebanyak-banyaknya
kepada Bapak Saifuddin Zuhri Msi. Selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu memberikan bimbingan serta dorongan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:
1. Prof Dr. Ir. Teguh Suedarto MP selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “veteran” Jatim.
2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
FISIP UPN “Veteran” Jatim.
4. Bapak, Ibu, kakakku, dan adekku yang telah memberikan dorongan,
semangat, dan pengertiannya bagi penulis baik secara moril dan materiil.
5. Seseorang “Mocin” yang selalu memberikan dukungan, dan semangat dalam
menyelesaikan penelitian ini.
6. Seluruh sahabat – sahabat (Lina, Ana, Kiki, Vika, Kristin, Rima, Halim,
Ndog, Galih, Zippo, Adit, Juice, Woho, Soak, Kancil, Ajiz, Dhito, Septian,
dan yang lainnya).
iv
7. Dan Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang
telah membantu penelitian ini.
.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya
teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Surabaya, 25 Agustus 2010
HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG PROPOSAL ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Dan Fungsi Pers ... 10
2.1.2. Tugas dan Fungsi Pers ... 11
2.2. Berita………. ... 13
2.2.1. Komunikasi Massa... 19
2.2.2. Pengertian Surat Kabar... 24
2.3. Objektivitas Berita ... 25
2.4. Konsep Penyajian Berita... 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 33
3.1.1. UNAS (Ujian Nasional) ... 34
A. Akurasi Pemberitaan ... ... 38
B. Fairness dan Ketidakberpihakan Pemberitaan ... 40
C. Validitas Keabsahan Pemberitaan ... 40
3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 41
3.3.1. Populasi ... 41
3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 42
3.3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.3.4. Teknik Analisis Data ... 43
BAB IV HASIL DAN PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan………. 44
4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar JawaPos ……… . 44
4.1.2. Redaksional Surat kabar Jawa Pos ...……….. 46
4.1.2.1. Jawa Pos Edisi Surabaya ... 46
4.1.2.2. Jawa Pos Edisi Luar Surabaya ... 47
4.1.2.3. Kawasan jawa Tengah dan DIY ... 49
4.2. Penyajian Data dan Analisis Data……… 52
4.2.1. Objektivitas Pemberitaan……….. 52
4.2.1.1. Akurasi Pemberitaan……… ... 57
4.2.1.2. Fairness……… ... 63
NURBA MERLI ARIYANTO. OBJEKTIVITAS BERITA TENTANG TINGKAT KELULUSAN UJIAN NASIONAL (UNAS) 2010 DI SURABAYA (Studi Analisi isi Objektivitas Berita Tentang Tingkat Kelulusan
Ujian Nasional (UNAS) Pada Koran Jawa Pos 28 April 2010)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak pemberitaan yang di tulis pada Surat kabar Jawa Pos tentang pemberitaan Tingkat kellulusan ujian nasional (unas) dengan periode yang telah ditentukan.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi yang bersifat kuantitatif, dengan analisis tersebut digunakan untuk mengkaji isi objektivitas pemberitaan Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS).
Objektivitas pemberitaan di uji dan di analisis sesuai dengan kategorisasi yang di sesuaikan dalam buku Rachmat Kriyantono dalam teori yang di sempurnakan oleh Rachma Ida tentang 3 kategorisasi objektivitas pemberitaan.
Pemberitaan tentang jebloknya nilai unas di Surabaya membuat Dispendik angkat bicara, dan akan memberikan perhatian khusus pada siswa SMK yang tingkat ketidaklulusannya lebih tinggi dari pada siswa SMA/MA. Hasil yang didapat dari 2 berita yang penulis teliti sebanyak 50 % berita yang di tulis masih bisa di bilang objektif dan 50% persen belum bisa dikategorisasikan sebagai objektiv pemberitaan. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.
1.1.Latar Belakang Masalah
Informasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusian di dalam
masyarakat, dalam perkembangan yang terjadi saat ini semakin banyak individu
maupun kelompok yang membutuhkan informasi. Informasi tidak hanya
digunakan sebagai kebutuhan semata, melainkan juga alat untuk mendapatkan
kekuasaan. Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita
sebagai penguasa. Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa
media informasi merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)
Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya adalah yang
dapat dipercaya, aktual dan bertanggung jawab, sesuai dengan karakteristik
berita yang ada.. Pada mulanya jurnalistik hanya mengolah hal-hal yang sifatnya
informasi saja, dengan kata lain jurnalistik adalah suatu berita yang dapat
disebarluaskan pada masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, surat kabar yang bisa mencapai rakyat
secara mssal itu dipergunakan untuk melakukan social control, sehingga surat
kabar tidak hanya bersifat informatif tetapi juga persuasive. Bukan hanya
sekedar menyampaikan informasi saja tetapi juga mendidik, menghibur, dan
mempengaruhi khalayak agar khalayak melakukan kegiatan tertentu.
(Effendy;1993:93)
Melalui perkembangannya, Masyarakat semakin membutuhkan informasi.
Masyarakat mulai bergantung kepada media massa sebagai penyaji beragam
informasi. Pengaruh media massa semakin besar bagi masyarakat. Oleh sebab
itu, media massa pers harus tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga
kemasyarakatan yang tetap mempertahankan idealism pers dalam menyiarkan
informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi khalayak sasarannya.
Kegiatan media massa yang mengikuti perkembangan teknologi
komunikasi salah satunya adalah dengan media cetak, media massa cetak terbagi
menjadi berbagai segi, format broadsheet, yakni media cetak yang berukuran
surat kabar umum. Faktor terbesar yang bisa menunjang penyebaran informasi
kepada khalayak adalah dengan media massa. Media massa telah menjadi
fenomena tersendiri dalam proses komunikasi, hal ini bisa tergambar dari relita
yang ada saat ini banyak koran-koran baru, stasiun televisi baru, dan berbagai
sarana media massa. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan
kekurangan tersendiri.
Salah satu kelebihan surat kabar dibanding media lain adalah surat kabar
lebih terdokumen, sehingga bisa “dikonsumsi” kapan dan dimana saja. Berbeda
dengan penyajian informasi pada media televisi, di media televisi kita harus
berada di depan televisi pada jam-jam tertentu. Hal inilah yang membuat surat
kabar masih tetap disukai.
Semakin banyaknya jumlah dan beragamnya jenis surat kabar yang
beredar di masyarakat saat ini dapat memberi dampak maupun pengaruh pada
penerbit surat kabar maupun pembaca. Pengaruh akan banyaknya penerbit
sedangkan untuk penerbit mereka harus selalu berupaya memperbaiki dan
meningkatkan penyajian berita-beritanya. Penampilan bentuk surat kabar juga
harus lebih menarik agar dapat mamikat konsumen.
Untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat, media atau pers
dituntut untuk bisa menambah pengetahuan pembacanya dengan menyajikan
informasi yang memiliki kebenaran, kepentingan, dan manfaat. Dengan
banyaknya aneka ragam surat kabar pembaca menjadi lebih selektif dalam
memilih suat kabar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Setiap surat kabar mempunyai ragam berita, mulai dari bidang ekonomi,
sosial, poltik, budaya, kriminal, sampai pada pemberitaan seleb. Surat kabar
dapat memberikan porsi yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama. Surat
kabar satu menyajikan sebuah berita sebagai berita utama belum tentu
pemberitaan tersebut menjadi berita utama pula di surat kabar lain, bahkan bisa
saja tidak dimuat sama sekali.
Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran
ganda yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses
komunikasi. Pers sebagai penghubung antara komunikator dengan komunikan.
Kebebasan media dilindungi oleh undang-undang yang menjamin beropini dan
kebebasan memberikan informasi kepada masyarakat.
Di Indonesia hampir seluruh koran berukuran sama karena kertas yang
digunakan ukurannya standart internasional. Akan tetapi jumlah kolom yang ada
pada koran tersebut.
Penerbitan pers dengan format koran mempunyai frekuensi penerbitan
dari beberapa koran terbitan yang ada di Jawa Timur, Surya merupakan salah
satu koran terbesar yang memiliki pembaca terbanyak di Jawa Timur. Jawa Pos
memiliki frekuensi penebitan setiap hari dengan sajian 48 halaman yang terbagi
menjadi 3 bendel rubrik meliputi Jawa Pos, Sportivo, dan Metropolis. Koran
Jawa Pos selalu memberikan informasi terbaru setiap hari yang terjadi di
Indonesia. Karena berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh
wartawan untuk dimuat dalam surat kabar atau majalah. (Djuroto, 2002:7).
Setiap berita yang dimunculkan dalam setiap rubrik memiliki kepentingan
penyampaian yang berbeda. Berita yang di munculkan cendrung menjadi bahan
pembicaraan di masyarakat luas mulai dari berita politik, remaja, hingga suatu
berita yang menjadi pro kontra publik. Berita-berita juga harus memliki nilai
berita yang bisa menarik perhatian pembaca. Kriteria umum nilai merupakan
acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis untuk memutuskan fakta yang
pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik (Widodo, 1997:20).
Jika berita itu menarik, maka akan mengundang selera maupun minat para
pembaca yang akhirnya membeli.
Seperti pada pemberitaan di Jawa Pos, salah satu topik yang menarik
adalah pemberitaan tentang tingkat kelulusan Ujian Akhir Nasional 2010. Berita
tentang tingkat kelulusan Ujian Akhir Nasional merupakan pemberitaan yang
menjadi bahan berita bagi suatu media termasuk didalamnya media cetak Jawa.
Berita ini menjadi perhatian publik karena berita ini melibatkan pihak Sekolah
dalam hal ini adalah guru dan siswanya yang ada di Surabaya. Dengan adanya
menjadi menarik dan seringkali menjadi berita utama dalam suatu pemberitaan
di suatu media termasuk media cetak Jawa Pos akhir-akhir ini.
Berita mengenai Nilai Unas Surabaya yang Jeblok membuat Menteri
Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh berpendapat, bahawa tahun
ini Surabaya gagal mempertahankan prestasi sekolah kejuruan dalam ujian
nasional (unas). Surabaya yang menjadi barometer pendidikan di Jawa Timur
belum mampu menunjukkan prestasi yang membanggakan dari jumlah kelulusan
siswa maupun peraih nilai unas tertinggi. Tahun ini, angka ketidaklulusan
siswa SMK di Surabaya naik tajam. Padahal, Surabaya adalah kota vokasi. Bagaima pendapat anda? Saya kira tidak hanya Surabaya dan tidak hanya
SMK, tapi secara nasional angka kelulusan memang turun. Yang penting adalah
menyingkapi wawancaranya.
Berdasarkan dari data Jawa Pos edisi 28 April 2010, tingkat kelulusan siswa
SMA dan MA mencapai 96 persen, sedangkan tahun ini 97,4 persan. Padahal
targetnya adalah 98 persen. Tahun lalu, tingkat ketidaklulusan siswa SMK
mencapai 96,5 persen. Tahun ini jeblok menuju angka 91,18 persen.
Berdasarkan data yang dirilis Dispendik Surabaya, siswa jurusan IPA
berjumlah 10.034 orang sebanyak 69 anak tidak lulus. Diantara 8.512 peserta
ujian jurusan IPS, 51 anak tidak lulus. Sebanyak 10 siswa jurusan Bahasa
diantara 193 peserta ujian tidak lulus total siswa SMK yang tidak lulus ujian
Kendati demikian Dispendik Surabaya Sahudi mengklaim secara
keseluruhan ada kenaikan untuk tingkat kelulusan SMA. Terutama dalam hal
kualitas. Dia menyebutkan ada dua indicator keberhasilan itu. Pertama persentasi
kelulusannya naik jika dibandingkan dari tahun lalu “termasuk nilai rata-rata”
ujiannya. Kedua berdasarkan peringkat di Jawa Timur jurusan IPS di Surabaya
masuk 10 besar, Surabaya menempati ranking 7 “ meski Surabaya belum bisa
menembus 5 besar tahun ini lebih baik dari tahun lalu”. Jelasnya.
Sahudi mengakui bahwa persentase kelulusan sekolah kejuruan menurun.
“tapi saya tidak tahu apa penyebabnya. Kami masih menganalisis apa yang
mengakibatkkan turunnya nilai siswa SMK”. Terang mantan Kepala SMAN 15
tersebut. Kendati demikian, dia berjanji akan melakukan berbagai upaya
perbaikan. Namun, keberhasilan yang klain Sahudi itu masih jauh dari harapan
dan repotasi Surabaya sebagai Ibu Kota Jawa Timur. Betapa tidak meski mampu
menempati posisi 7 untuk jurusan IPS, tidak satu pun SMA Surabaya mampu
menembus 10 besar demikian juga untuk IPA dan Bahasa. (Sumber Jawa Pos)
Menurut edisi Jawa Pos 28 April 2010, hasil Ujian Nasional (UNAS)
tingkat SMA / SMK yang buruk langsung dievaluasi Dinas Pendidikan
(Dispendik) Surabaya. Berdasar hasil evaluasi bersama seluruh kepala SMA /
SMK, Kepala Dispendik Surabaya Sahudi mengungkapkan, banyaknya kasus
ketidaklulusan siswa itu disebabkan jeblognya nilai Bahasa Indonesia dan
Matematika. Buruknya nilai dua mata pelajaran tersebut terjadi di semua jurusan
IPA, IPS maupun Bahasa. Hal yang sama juga dialami murid sekolah menengah
Sahudi menyadari, siswa-siswi Surabaya memiliki kelemahan dalam
menjawab soal analisis. “Siswa kita juga kesulitan saat dihadapkan pada macam
soal cerita dengan alur yang panjang. Juga soal yang membutuhkan pemaknaan
dan kesimpulan.” Bebernya.
Berita di atas merupakan kutipan dari koran Jawa Pos, dalam satu edisi
koran Jawa Pos yaitu edisi tanggal 28 April 2010. Dalam penulisan berita
tersebut judul berita dituliskan dengan ukuran besar. Menurut Junaedhi (1991 :
29) berita yang ditulis dengan huruf ukuran besar pada judulnya merupakan
berita utama atau istimewa. Berita utama dilakukan selektif mungkin sesuai
dengan kebijaksanaan redaksionalnya, dan sesuatu yang dianggap paling pantas
diketahui oleh masyarakat pada saat itu.
Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang
menyajikan fakta, tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan.
Objektivitas menurut mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang
diterapkan seutuhnya. Dalam sistem media massa yang memiliki
keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang
memihak, meski sumber tersebut harus bersaing dengan sumber informasi
lainnya yang menyatakan dirinya obyektif. Meskipun demikian tidak sedikit
media yang mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.
Objektivitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara
utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, yang bertujuan untuk
Setiap berita yang disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus
memenuhi unsur obyektivitas. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat
penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif
dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya
disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan
cenderung sepihak.
Sebuah berita bisa dikatakan obyetif bila memenuhi beberapa unsur,
diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak
ada tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsur di atas banyak sekali
berita yang disajikan belum memenuhi unsur-unsur obyektivitas atau bisa
dikatakan bahwa berita tersebut tidak obyektif. Suatu berita yang disajikan tidak
obyektif hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan akan merugikan pihak
lain.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis isi sehingga
diperoleh pemahaman yang akurat dan penting. Analisisnya adalah berita di surat
kabar yang analisis ini digunakan untuk mengkaji pesan-pesan di media
(flournoy, 1986 : 12). Pemanfaatan ilmu komunikasi media massa dapat
diperoleh secara tepat implementasi di lapangan atas obyektivitas pers dari surat
kabar yang menjadi subyek penelitian (McQuail, 1994 : 179).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi
Objektivitas Berita tentang tingkat kelulusan Ujian Nasional (UNAS) Koran
Harian Jawa Pos?.”
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui objektivitas berita tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional
(UNAS) Koran Harian Jawa Pos.”
1.4 Kegunaan penelitian
1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan
dengan penelitian obyektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini diharapkan
bisa menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
2. Kegunaan praktis : penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan
bagi Redaksi Jawa Pos didalam menangani Objektif dan Pernyataan tentang
Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) tanpa harus memihak pada pihak
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian dan Fungsi Pers
Ketika semua orang memiliki hak suara, maka mereka pun merasa ikut
berkepentingan dengan jalannya pemerintahan. Setiap orang dengan intensitas
yang berbeda-beda, mulai ikut berpartisipasi dalam urusan publik. Dalam kaitan
inilah pers menjadi sangat penting untuk menjaga sistem politik. Pers juga
menjadi sumber informasi atau pendidik, sumber nilai-nilai budaya baru,
sekaligus sumber hiburan. (Rivers, 2004:51)
Ada dua pengertian pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti
luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar,
majalah, tabloid mingguan, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas
meliputi media massa cetak elektronik antara lain radio dan televisi, sebagai
media yang menyiarkan karya jurnalistik. ( Effendy, 2000:90)
Jadi secara tegas, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang
menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan
jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga,
karena ia berwujud, konkret atau nyata, oleh karena itu dapat diberi nama.
Desangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan
daya hidup yang menghidupi aspek pers itu sendiri.
Sedangkan pengertian pers di Indonesia tercantum dalam Undang-undang
No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan
undang No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-undang no. 11
Tahun 1966. dalam Undang –undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:
”Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang
mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat
umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya dilengkapi atau tidak
diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto,
klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya.”
Jadi berdasar definisi pers diatas jelas tercantum bahwa pers harus
mempunyai idealisme, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan
nasional, bukan sekedar penjual berita hanya untuk mencari keuntungan
finansial.
2.1.2. Tugas dan Fungsi Pers
Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus
akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya. Tetapi fungsi pers bukan
hanya itu, menurut Kusumaningrat fungsi pers yang lebih detail adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Informatif
Yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak dengan cara yang
teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berhuna dan penting
bagiorang banyak dan kemudian menuliskan dengan kata-kata. Pers
memberitakan suatu kejadian pada saat itu dan tidak menutup kemungkinan
bahwa pers juga memperingatkan khalayaknya tentang peristiwa yang diduga
2. Fungsi Kontrol ( fungsi watchdog )
Pers harus memberitakan apa yang berjalan dengan baik dan tidak berjalan
dengan baik. Fungsi ini harus dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada
oleh kelompok organisasi masyarakat lain seperti LSM, dan lain sebagainya.
3. Fungsi Interpretatif dan Direktif
Pers harus menceritakan kepada masyarkat tentang arti suatu kejadian
(biasanya melalui tajuk rencana atau tulisan latar belakang) dan jika
diperlukan, pers juga memberitahukan tindakan yang seharusnya diambil
oleh masyakarat dan memberikan alasan mengapa harus bertindak.
4. Fungsi Menghibur
Mereka menceritakan kisah yang menarik dan lucu untuk khalayak ketahui
(humor, drama serta musik) meskipun kisah itu tidak terlalu penting.
5. Fungsi Regeneratif
Pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru terjadi
proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih
muda dengan cara menceritakan bagaimana sesuatu itu dilakukan dimasa
lampau, bagaimana dunia dijalankan sekarang, bagaimana itu diselesaikan
dan apa yang dianggap dunia itu benar atau salah.
6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara
Pers harus menjaga baik-baik jangan sampai timbul tirani golongan mayoritas
dimana golongan mayoritas itu menguasai dan menekan golongan mayoritas.
Pers harus bekerja berdasarkan teori tanggung jawab dan menjami hak setiap
pribadi untuk didengar dan diberi penenrangan sesuai dengan yang
untuk menulis kritik dalam media terhadap segala sesuatu yang berlangsung
dalam kehidupan masyarakat, bahkan juga tidak menutup kemungkinan
untuk mengkritik medianya sendiri.
7. Fungsi Ekonomi
Pers juga dapat berfungsi secara ekonomi yaitu dengan cara melayani sistem
ekonomi melalui iklan
8. Fungsi Swadaya
Untuk memelihara kebebasan yang murni, pers berkewajiban untuk
memupuk kekuatan modalnya sendiri agar tidak ditempatkan dibawah
kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa. (
Kusumaningrat, 2005 : 27-29 )
Hubungan pers sebagai media yang menjembatani masyarakat dan sistem
pemerintahan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan saling
menguntungkan.
2.2. Berita
Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,
menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala
seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Berita berasal
dari bahasa sansekerta, yaitu urit yang dalam bahasa Inggris disebut write,
yang berarti sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut
dengan Writta, artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan
Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang
bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi
dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya.
Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek
yang telah menonjolkannya sendiri.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain
telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya,
alamat, dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis
dengan cara yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam
profesi jurnalistik (panuju, 2005 : 52).
Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah
laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat
atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita
merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.
Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Menjaga obyektivitas dalam pemberitaan.
2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.
3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.
Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang
membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap,
Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita,
dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan
kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita
ini menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53)
peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung
konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan,
keganjilan, human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.
Berita memiliki banyak jenis, Menurut ( Sumadiria 2005 : 69-71 ) dalam
dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi dalam tiga kelompok:
1. Elementary yaitu :
a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai
dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).
b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan
Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun informasi dengan
fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk
peristiwa itu sendiri.
c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang bersifat
menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, mencoba
menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita
2. Intermediate yaitu :
a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan
depth news, berita interpretative biasanya memfokuskan pada sebuah isu,
masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam jenis laporan ini
reporter menganalisis dan menjelaskan.
b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang
menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis mencari
fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature lebih bergantung
pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang
disajikan.
3. Adnance yaitu :
a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat
mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau
aktual.dengan membaca karya pelaporan mendalam, orang akan mengetahui
dan memahami dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari
berbagai perspektif atau sudut pandang.
b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda
dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada
sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif waratawan
melakukan penyelidikan untuk memeperoleh fakta yang tersembunyi demi
c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan
sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang
menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat umum.
Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya
adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal
dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita
mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide.
Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain
telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, fakta
tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart
operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah
dasar-dasar jurnalistik).
Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.
2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal sebagian
saja.
Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14 Maret
2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :
a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran
informasi.
b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada masing-masing
pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi seseorang.
Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat
menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang factual
dari apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan
tanda tanya dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.
Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara
judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan
pembaca yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita harus
mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari
salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca sekilas oleh
khalayak melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.
Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk
kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis
mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya melalui
mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin
Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :
1. Memberikan identitas pada berita
2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita
3. Menarik perhatian pembaca.
Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan
gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna untuk
memperjelas isi pemberitaan.
Penempatan adanya data pendukung berita ini sangat penting atas
pertimbangan berikut :
1.Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama kali
menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip dari
jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung berita di
atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan bagian dari
unsure berita yang disajikan.
2.Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan
pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto mampu
menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.
2.2.1. Komunikasi Massa
Didalam mengarungi kehidupan, manusia tidak lepas dari berkomunikasi
baik dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi
telah mencapai tingkat dimana orang berbicara secara serempak dan serentak
dengan jutaan manusia, hal itu dilakukan melalui media massa atau disebut
“mass Communication is message communication through a mass medium to
large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Sedangkan menurut Devito yang dikutip dari Effendy (2001)
mendefinisikan komunikassi massa sebagai,
“First mass Comunication is communication addressed to the masses to an
extremely large audience. This does not mean that the audience include all
people or everyone who reads or everyone who whatches television, rather it
means am audience that is large an generally rather people defined. Second,
defined by its forms : television, radio, newspaper, magazine, film, books, and
tapes.” ( pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditunjukan
kepada massa kepada khalayak yang luar biasa banyaknya, ini tidak berarti
bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton
televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pula umumnya agak
sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang
disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan visuak. Komunikasi massa
barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinikasikan menurut
bentuknya : televise, radio, surat kabar, tabloid, film, buku dan pita).
Lebih lanjut (Efendy 2001) menegaskan tentang pengertian komunikasi
massa yaitu : “Mass communication is process by which a message is
transmitted through one more of the mass media (Newspaper, Radio,
television, movies, magazine, and books) to an audience that is relatively large
Jadi komunikasi massa adalah proses penyebaran pesan melalui salah satu
media massa (Tabloid, radio, televisi, bioskop, dan buku-buku) kepada
khalayak luas yang tidak dikenal.
McQuail (2001) dalam bukunya Teori komunikasi Massa. Suatu
pengantar, menjabarkan tentang ciri-ciri komunikasi massa yaitu “ sumber
komunikasi massa bukanlah satu orang tetapi organisasi formal, “sang
pengirim”nya seringkali merupakan komunikator professional. Komunikan
(penerima) adalah bagian dari khalayak luas. Peasanya tidak unik beraneka
ragam dapat diperkirakan. Seringkali diprosses, distadarisasikan dan selalu
diperbanyak.
Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komodisi yang mempunyai
nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan”.
Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali
bersifat interaktif. Komunikasi massa sering sekali mencakup kontak secara
serentak antara satu pengiriman dengan banyak penerimaan, menciptakan
pengaruh luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon seketika dari
banyak orang serentak.
Senada dengan McQuail, Effendy (2001) memberikan cirri-ciri tentang
komunikasi Massa yaitu :
1. Komunikator pada komunikasi massa
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yaitu
suatu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga
(Institusionalized Communication / Organaized Communicator). Komunikator
digunakan adalah suatu lembaga. Dalam menyebarluaskan pesan
komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijakan
(policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual,
jadi kebebasan mengemukakan pendapat (Freedom of Expression atau
Feredom of Opinion) merupakan kebebasan terbatas (Restricted Freedom).
2. Komunikan pada komunikasi massa bersifat homogeny
Komunikan bersifaat hetrogen karena didalam keberadaannya secara
terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki
kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal antara lain jenis
kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman,
kebudayaan, pandangan hidup, keinginan dari komunikan.
Satu-satunya cara untuk mendekati keinginan selalu khalayak adalah dengan
mengelompokan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan,
pendidikan, kebudayaan, hobby, dan lain-lain. Hampir semua tabloid, surat
kabar, radio, televise, menyajikan acara atau rubrik tertentu yang diperuntukan
bagi anak-anak, remaja, dewasa, wanita dewasa, remaja putrid, pedagang,
petani, ABRI, AU, pemeluk agama Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan
lain-lainnya; para penggemar music, film, sastra, dan kelompok-kelompok lainya.
3. Pesan pada Komunikasi massa bersifat umum
Pesannya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai
kepentingan umum. Media massa akan menyiarkan berita seoarng menteri
yang meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak menyiarkan berita seorang
mentri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Perkucualian bagi seorang
ulang tahunnya, menikahkan putra-putrinya, hobinya berburu, walaupun
sebetulnya tidak ada hubungannya untuk kepentingan umum.
4. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada
komunikator. Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan
pembaca terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Yang dimaksudkan dengan
“tidak mengetahui” adalah tidak mengetahui pada waktu proses komunikasi itu
berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahui juga, misalnya melalui
rubrik “suara pembaca” atau “suara pendengar” yang biasanya terdapat di
tabloid, surat kabar maupun radio. Tetapi semua itu terjadi setelah komunikasi
dilancarkan oleh komunikator, sehingga komunikator tidak bisa memperbaiki
gaya komunikasi seperti yang biasa terjadi pada komunikasi tatap muka. Untuk
menghindari hal tersebut maka komunikator harus melakukan perencanaan dan
persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan kepada
komunikasi haruslah komunikatif.
5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
Hal ini merupakan ciri hakiki di music atau penyaingkan dengan media
komunikasi yang lain. Poster dan papan pengumuman adalah media
komunikasi tetapi bukan media komunikasi massa karena tidak mengandung
cirri keserempakan. Pesan yang disampaikan tidak diterima oleh khalayak
dengan melihat poster atau papan pengumuman secara serempak atau
bersama-sama. Lain dengan radio, televise, tabloid, surat kabar, pesan yang disampaikan
2.2.2. Pengertian Surat Kabar
Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan
sebagainya yang dicetak kedalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan
secara teratur, dan bisa terbit setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto,
2002:11).
Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi,
khususnya pada study komunikasi massa. Dalam buku ”Ensiklopedia Pers
Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi
penerbit pers yang masuk dalam media cetak yaitu berupa lembaran-lembaran
berisi berita-berita, karanga-karangan, dan iklan yang diterbitkan secara berkala:
bisa harian, mingguan dan bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi:
1991:257).
Surat kabar pertama kali diterbitkan dan diperjual belikan untuk pertama
kali di Amerika Serikat, menurut sejarahnya surat kabar ditemukan dan dicetak
pertama oleh seorang imigran dari Inggris pada tahun 1690, bernama Benyamin
Harris (Djuroto, 2002:5)
Surat kabar pada perkembangannya saat ini menjelma sebagai salah satu
bentuk dari pers yang mempunyai kekuatan dan kewenangan untuk menjadi
sebuah konstrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut
disebabkan karena falsaafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial,
2.3. Objektifitas Berita
Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi
dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di benak khalayak
– the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan
informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap
berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.
Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan
cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai
sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika
terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti
ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas
dalam penyajian berita.
Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu
“reporting format that generally spates fact from pinion present an emotionally detached view of the news, and strives for fairness and balanced” (DeFleur,1994:635).
Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun
harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa
pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran
secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut
sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang
terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain
menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang
pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).
Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :
Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam
observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it seems
to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or standards”
(Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 : 403).
Objectivity
Faktuality
Impartiality
Balance / non
partisanship
Neutral
Presentation
Truth
Relevance
Gambar 2.2. Konsep Obyektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)
Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa
atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa
komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter,
suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi
menempatkan objektifitas sebagai simbol keyakinan di dalam pekerjaannya, dan
ada pula jurnalis yang mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas
serta tanggungjawabnya sehari-hari ( Charilote, 2006 : 3).
Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh
oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik
Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas
praduga tak bersalah”.
Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas
pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Dengan obyek
penelitian berita politik dengan skala nasional yang menjadi berita utama
(Kriyantono, 2006 : 224). Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur
Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam
dimensi-dimensi objektifitas yang terdiri dari aktualitas, fainess dan validitas
pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida (Kriyantono,
2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).
a. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang
meliputi:
1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita.
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas
4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran
fakta dengan opini wartawan yang menulis berita.
b. Fainess atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut
keseimbangan penulisan berita yang meliputi :
1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan.
2) Ketidahberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.
c. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :
1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik
identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).
2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu
kronologi peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan
kronologi kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau
hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau
karena jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku
langsung dan bukan pelaku langsung.
Objektifitas, betapapun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers.
Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal
2.4 Konsep Penyajian Berita
Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas
yang menurut (Denis McQuail , 2001) merupakan ciri utama berita melalui
menyajikan suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya
pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.
Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik
yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting
sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya peristiwa umumnya
terletak pada bagian teras berita.
Bentuk penulisan Piramida Terbalik (Inverted Pyramid), seperti pada gambar
berikut :
J U D U L
LEAD (5W + 1H)
Sangat
(Gambar 2.1 Piramida Terbalik 5W+ 1H)
Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat lead
atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini mencakup
rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :
TUBUH
Rincian lead, latar belakangdan informasi lanjutan
a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi
b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi
c. When : Kapan peristiwa itu terjadi
d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi
e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut
f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi
Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan sebagai
paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau
mendukung tulisan pada paragraf pertama.
Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain
susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan
adalah :
a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat memberi
kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.
b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti oleh
semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak
berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang
bersifat heterogen.
c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin untuk
mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat.
d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release walaupun
mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang beropini, namun
e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu
mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik Relations
sebagai sumber informasi.
f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam penulisannya
sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu dihindari
penggunaan kata yang berbelit-belit.
Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan hal
yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya
fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan penelusuran,
narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta berbagai
pertanggungjawaban berita lainnya.
Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan kredibilitas
media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara sumber berkaitan
erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada pihak yang merasa
dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah nara sumber, jurnalis
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran variabel-variabel
penelitian dapat dijelaskan dengan indikator-indikator variabel penelitian. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode analisis isi kuantitatif. Analisis tersebut
digunakan hanya untuk mengkaji isi pesan, pemberitaan tentang Tingkat Kelulusan
Ujian Nasional (UNAS) 2010 tanpa harus memihak pada pihak manapun. Dengan
menggunakan tipe penelitian deskriptif peneliti berusaha untuk menjelaskan dan
memberi gambaran pesan-pesan yang disajikan pemberitaan tersebut. Dalam
penelitian pokok difokuskan pada objektivitas berita tentang tingkat kelulusan ujian
nasional (UNAS) 2010.
Dalam isi berita tentang tingkat kelulusan ujian nasional (UNAS) yang dapat
memberikan pendapatnya secara langsung kepada isi pemberitaan tersebut sehingga
masyarakat dapat menilai dengan pandangannya sendiri
Pemberitaan pada Koran harian Jawa Pos Edisi 28 April tentang Nilai Unas
Surabaya Jeblok dapat mewakili keingintahuan masyarakat serta menjadi bahan
pembicaraan yang hangat di masyarakat serta penerimaan kritik dan saran atau
hujatan sekalipun dari masyarakat luas. Sehingga dapat menimbulkan topik
pembicaraan dalam kalangan masyarakat dengan memberikan argumentasi secara
objective journalism yang berbobot.
Untuk lebih jelasnya pengukuran variabel penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tema berita
Tema berita merupakan suatu pokok bahasan yang menjadi acuan dalam
suatu pemberitaan tertentu. Dalam penelitian ini, tema berita dalam tingkat
kelulusan ujian nasional (UNAS) menjadi 3 tema utama yaitu:
a. Tema Hak Asasi Manusia (HAM)
Tema HAM merupakan pokok bahasan tentang tingkat kelulusan ujian
nasional secara sepihak.
b. Tema Human Interset
Tema human interest atau suatu pokok bahasan mengenai keadaan
kondisi masyarakat didalam menilai pemberitaan yang ada dengan tingkat
kelulusan ujian nasional (UNAS) 2010 yang jeblok dari tahun lalu.
3.1.1. UNAS ( Ujian Nasional )
Ujian Nasional (UN) yang memimbulkan sikap pro kontra di kalangan masyarakat
sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1965, namanya mengalami Evolusi
sampai akhirnya bernama Ujian Nasional. Pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah, sistem ujian nasional telah mengalami beberapa kali perubahan dan
penyempurnaan, perkembangan ujian nasional tersebut dapat kita lihat di bawah
ini :
1. Periode 1965 - 1971, pada periode ini, sistem ujian akhir disebut dengan
pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh
wilayah di Indonesia.
2. Periode1972 - 1979, pada tahun 1972 ditetapkan sistem ujian sekolah dimana
setiap atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir sekolah
masing-masing. Soal dan pemrosesan hasil ujian semuanya ditentukan oleh
masing-masing sekolah / kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya
menyusun dan mengeluarkan pedoman yang bersifat umum.
3. Periode 1980-2000, untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu
pendidikan serta diperolehnya nilai yang memiliki makna yang ''sama" dan
dapat dibandingkan antar sekolah ,maka sejak tahun 1980 dilaksanakan ujian
akhir nasional yang dikenal dengan sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasional. Dalam EBTANAS dikembangkan sejumlah perangkat soal yang
"paralel" untuk setiap mata pelajaran, dan penggandaan soal dilakukan di
daerah.
4. Periode 2001-2004, sejak tahun 2001, EBTANAS diganti dengan penilaian
hasil belajar secara nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian
Akhir Nasional, sejak tahun 2002. Perbedaan yang menonjol antara UAN dan
EBTANAS adalah dalam cara menentukan kelulusan siswa, terutama sejak
tahun 2003. Dalam EBTANAS kelulusan siswa ditentukan oleh kombinasi
nilai semester 1, nilai semester 2, dan nilai EBTANAS murni, sedangkan
kelulusan siswa pada UAN ditentukan oleh nilai mata Pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, sistem ujian nasional telah mengalami
beberapa kali perubahan dan penyempurnaan, perkembangan ujian nasional
5. pelajaran secara individual. pelajaran secara individual.
6. Periode 2005-sekarang, untuk mendorong tercapainya target wajib belajar
pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasisonal
untuk SMP / MTs / SMPLB dan SMA / SMK / MA / SMALB / SMKLB /.
Periode 2008-sekarang, untuk mendorong tercapainya trget wajib belajar
pendidikan yang bermutu, mulai tahun ajaran 2008/2009 pemerintah
menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional untuk SD / MI /
SDLB. Source:drs-bakharuddin
3.1.2. Berita tentang Jebloknya Tingkat Ujian Nasional 2010
Hasil ujian nasional (UNAS) tingkat SMA / SMK yang jeblok langsung
dievaluasi Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya kemarin (27/4). Berdasar hasil
evaluasi bersama seluruh kepala SMA / SMK, Kepala Dispendik Surabaya Suhudi
mengungkapkan jebloknya nilai bahasa Indonesia, dan Matematika. Buruknya
nilai dua mata pelajaran tersebut terjadi di semua jurusan : IPA, IPS, maupun
Bahasa. Hal yang sama juga dialami murid sekolah menengah kejurusan.
Suhudi menyebut, nilai rata – rata bahasa Indonesia untuk jurusan IPA
adalah 7,37. Nilai itu terendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain
seperti bahasa Inggris, matematika, fisika, kimia, dan biologi. Di jurusan IPS,
nilai rata-rata bahasa Indonesia 6,84. Di jurusan bahasa, nilai rata-rata bahasa
Indonesia 6,52. “Untuk SMA, nilai rata-rata bahasa Indonesia juga paling rendah
untuk bahasa Indosia juga terjun bebas. Nilai terendah untuk jurusan IPA adalah
1,6, jurusan IPS 0,20, bahasa 3, dan SMK 0,6. Tahun lalu rata-rata nilai terendah
untuk bahasa Indonesia berkisar di angka 3.
Sepuluh besar nilai UNAS tertinggi untuk jurusan bahasa, IPA, dan IPS
diraih sekolah-sekolah dari luar Surabaya. Tahun lalu, tingkat kelulusan siswa
SMA, dan MA mencapai 96 persen, sedangkan tahun ini 97,4.persen. padahal,
targetnya adalah 98 persen. Sedangkan tingkat ketidaklulusan siswa SMK, tahun
lalu mencapai 96,5 persen. Tahun ini jeblok menuju angka 91,18 persen. Kendati
demikian, kepala Dispendik Surabaya Suhudi mengklaim, secara keseluruhan, ada
kenaikan untuk tingkat kelulusan SMA. Terutama, dalam hal kualitas. Dia
menyebutkan ada dua indikator keberhasilan itu. Pertama, persenase kelulusannya
naik jika dibandingkan dengan tahun lalu. “Termasuk, nilai rata-rata”, ujarnya.
Kedua, bardasar peringkat di Jawa Timur, jurusan IPS di Surabaya masuk sepuluh
besar. Surabaya menempati ranking tujuh. “Meski Surabaya belum menembus
angka lima besar, tahun ini lebih baik dari tahun lalu.
Wali kota Bambang D.H mengaku belum puas terhadap hasil unas.
Apalagi prestasi Surabaya juga disalip kota-kota kecil lain di Jawa Timur.
“Memang persentasi tingkat kelulusan SMA naik. Meskipun signifikan, kami
apresiasi upaya siswa,” ujarnya. Bambang menyayangkan penurunan tingkat
kelulusan siswa SMK. “Tapi nggak apa. Masih ada waktu untuk ujian ulangan.
Saya minta waktu yang ada dimanfaatkan oleh guru maupun siswa agar
3.2. Kategorisasi Obyektivitas Pers
Subjek dalam penelitian ini adalah Jawa Pos. dan objek penelitiannya adalah
Berita Tentang Tingkat kelulusan Ujian Nasional (UNAS) 2010 Pada Koran
Harian Jawa Pos Edisi 28 April 2010.
Dari berita tentang tingkat kelulusan ujian nasional (UNAS) tahun 2010 di
surat kabar harian pagi Jawa Pos yang dianalisa sebagai obyek dari penelitian ini
yang kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang telah
dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil yang akurat, karena validitas metode
dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya. Dengan demikian
penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachma Ida, PhD.
Kategorisasi obyektivitas pemberitaan menurut Rahma Ida (Kriyantono,
2006:244).
A.Akurasi Pemberitaan, meliputi :
1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita, konsep ini dibagi dalam dua
kategorisasi :
a) Sesuai, bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi
berita atau kutipan yang jelas-jelas ada di dalam pemberitaan atau ada
dalam isi berita.
b) Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang
sama pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. Kategori dalam konsep
ini, yaitu :
a) Dicantumkan waktu, bila dalam tulisan mencamtumkan tanggal,
pencantuman kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya,
yaitu mencantumkan tanggal dan kata-kata.
b) Tidak dicantumkan waktu, yaitu jika dalam tulisan itu tidak
mencamtumkan waktu.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian
yang ditampilkan antara lain menggunakan : tabel, statistik, foto, ilustrasi
gambar dan lain-lain, konsep ini dibagi
a) Ada data pendukung, bila tulisan dilengkapi dengan salah satu data
pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik (angka-angka) dan
data referensi (buku undang-undang, peraturan pemerintah, dan
lain-lain).
b) Tidak ada data pendukung, bila tulisan itu sama sekali tidak
dilengkapi dengan data pendukung.
4) Faktualitas berita, konsep ini dibagi atas kategori :
a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita
itu terdapat kata-kata opinionative, seperti : tampaknya, sepertinya,
diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver,
sayangnya, dan lain-lain.
b) Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel
tidak ada kata-kata opinionative.
B. Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, meliputi :
1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu :
a) Seimbang, yaitu apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi
porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber
beritanya.
b) Tidak seimbang, yaitu jika masing-masing pihak yang diberitakan
tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita.
2) Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters
kolom) yang dipakai yaitu :
a) Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang
terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.
b) Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara
pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah
kesamaan.
C.Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :
a) Sumber berita jelas, apabila dalam berita itu sumber beritayang
dipakai dicantumkan identitasnya seperti nama, pekerjaan, atau
sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi.
b) Sumber berita tidak jelas, bila dalam berita tidak dicantumkan
identitas sumber berita.
2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi
peristiwa. Kategori ini dibagi dalam :
a) Wartawan, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
pengamatan wartawan secara langsung.
b) Pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
wartawan dengan sumber berita yang mengalami peristiwa tersebut.
c) Bukan pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan
merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak
mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau
memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya
petugas humas, juru bicara, kapuspen, atau juga pejabat yang
3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi
Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan upaya bagi
peneliti untuk membatasi ruang lingkup analisisnya. Populasi dalam penelitian
adalah seluruh berita yang ada di surat kabar harian pagi Jawa Pos tentang Berita
Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) dalam Koran harian Jawa Pos.
Populasi penelitian ini adalah pemberitaan yang dimuat di harian pagi Jawa Pos
edisi 28 April 2010.
3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Dalam penarikan sampel, tidak ada ketentuan pasti mengenai jumlah
besar-kecilnya. Hanya saja, yang diutamakan dalam pengambilan sampel haruslah
representatif atau mampu mewakili secara keseluruhan (Kriyantono 2006 : 151),
menyatakan besaran sample tidak ada ketentuan pastinya, yang penting adalah
hasilnya yang representatif. Teknik pengambilan sample menggunakan penulis
total sampling, yaitu sample diambil secara keselurahan dari jumlah populasi
yang didasarkan pada keseluruhan unit populasi, yakni Berita tentang Tingkat
Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) di Koran harian Jawa Pos yang menjadi
populasi dalam penelitian ini. Jumlah Berita tentang Tingkat Kelulusan Ujian
Nasiona (UNAS) di Koran harian Jawa Pos sebanyak 2 berita. Jadi sampel yang
diambil adalah 2 sesuai dengan jumlah populasi yang diperoleh memiliki
kesempatan yang sama untuk dijadikan sample. Dengan demikian harus dihindari
adanya diskriminasi unit populasi antara satu dengan yang lain karena semua
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang
diambil secara langsung dari harian Jawa Pos yang berupa unit berita periode 28
April 2010 yang terlebih dahulu telah didokumentasikan. Prosedur yang
digunakan dalam penilitian ini adalah ; pertama, dengan melakukan pencatatan
setiap unit berita Berita Tingkat Kelulusan Ujian Nasional (UNAS) di Koran
harian Jawa Pos. Kedua, setiap data yang dikumpulkan dengan lembar koding
untuk memasukkan data-data berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan
sebelumnya. Dengan metode analisi data yang selanjutnya akan dilakukan proses
penghitungan dan analisis, diinterpretasikan guna memperoleh jawaban dari
permasalahan yang telah dirumuskan, serta untuk mengetahui tujuan penelitian.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data, terlebih dahulu data yang terkumpul akan diuraikan
dengan menggunakan lembar koding. Selanjutnya teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah obyektivitas berita. Data dianalisis dengan
menggunakan tabel kategorisasi melalui tabel frekuensi. Dari taber tersebut akan
dilakukan analisis dan perhitungan prosentase atas akurasi, fairness, validitas berita
yang diungkapkan dalam Berita tentang Tingkat Kelulusan Ujian Nasional di Koran
4.1Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar Jawa Pos
Jawa Pos merupakan surat kabar yang menyajikan berita-berita umum.
Berita-berita ini meliputi peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nasional maupun
internasional yang diantaranya kegiatan ekonomi, politik, budaya, hukum,
pemerintahan dan sebagainya. Disamping itu Jawa Pos juga menyajikan
berita-berita lain yang didasarkan peristiwa daerah Jawa timur dan Indonesia timur.
PT. Jawa Pos didirikan oleh The Chung Sen atau lebih dikenal dengan
Soeseno Tedjo pada tanggal 1 Juni 1949. surat kabar Jawa Pos pertama kali terbit
bernama Java Pos. karena wawasannya yang luas dan berorientasi ke depan. The
Chung Sen dikenal sebagai raja surat kabar dari Surabaya. Surat kabar yang
pernah diterbitkannya adalah surat kabar berbahasa Indonesia yakni Jawa Pos,
surat kabar berbahasa Tionghoa yakni Huan Chian Shir, dan surat kabar yang
menggunakan bahasa Belanda yakni De Vrije Pers.
Pada saat-saat gencarnya seruan anti belanda oleh bung karno, harian
berbahasa Belanda meilik The Sgung Sen akhirnya berganti nama menjadi Daily
news. Namun akhirnya Daily News tidak terbit lagi, demikian juga dengan surat
kabar berbahasa Tionghoa. Maka hanya Jawa Pos yang terbit, meskipun
perkembangannya pun kian redup. Perkembangan teknologi yang kian sulit
diikuti, membuat oplah jawa pos semakin menurun sehingga pada tahun 1982
oplahnya tinggal 6700 ekslempar perhari. Dalam usianya yang semakin uzur
Soeseno Tedjo memutuskan untuk menyerahkan pengelolaan Jawa Pos kepada
mingguan berita Tempo, Eric FH Samola, waktu itu adalah Direktur Utama PT
Grafiti Pers (penerbit majalah Tempo) mengambil alih Jawa Pos. Dengan
manajemen baru, Eric mengangkat Dahlan Iskan, yang sebelumnya adalah Kepala
Biro Tempo di Surabaya untuk memimpin Jawa Pos. Eric Samola kemudian
meninggal dunia pada tahun 2000. Dan dibawah kendali Dahlan Iskan pada tahun
1986 oplah Jawa Pos meningkat secara spektakuler mencapai 100.000 eksemplar
perhari. Dengan adanya tekad besar manajemen Jawa Pos terus melakukan
inovasi dan gebrakan-gebrakan baru, yakni salah satunya dengan meningkatkan
kualitas dan kuantitas berita.
Beberapa tahun kemudian terbentuklah Jawa Pos News Network (JPNN),
salah satu jaringan surat kabar terbesar di Indonesia, dimana memiliki lebih dari
80 surat kabar, tabloid, dan majalah, serta 40 jaringan percetakan di Indonesia.
Pada tahun 1997, Jawa Pos pindah ke gedung yang baru berlantai 21, Graha Pena,
salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Tahun 2002 dibangun Graha Pena
di Jakarta. Dan, saati ini bermunculan gedung-gedung Graha Pena di hampir
semua wilayah di Indonesia.
Tahun 2002, Jawa Pos Group membangun pabrik kertas koran yang kedua
dengan kapasitas dua kali lebih besar dari pabrik yang pertama. Kini pabrik itu,
PT Adiprima Sura Perinta, mampu memproduksi kertas koran 450 ton/hari.
Lokasi pabrik ini di Kabupaten Gresik, hanya 45 menit bermobil dari Surabaya.
Setelah sukses mengembangkan media cetak di seluruh Indonesia, pada