• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBJEKTIVITAS BERITA TENTANG KEKACAUAN PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL SMA 2013 (Analisis Isi Obyektivitas Berita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di Jawa Post Periode 16 – 19 April 2013).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OBJEKTIVITAS BERITA TENTANG KEKACAUAN PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL SMA 2013 (Analisis Isi Obyektivitas Berita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di Jawa Post Periode 16 – 19 April 2013)."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

(Analisis Isi Obyektivitas Ber ita Tentang Kekacauan Pelaksanaan

Ujian Nasional SMA 2013 di J awa Post Per iode 16 – 19 Apr il 2013)

SKRIPSI

OLEH :

NADIYA YOLANDA MANIK NPM : 0843010222

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

NASIONAL SMA 2013 (Analisis Isi Obyektivitas

Ber ita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian

Nasional SMA 2013 di J awa Post Per iode 16 – 19

Apr il 2013)

Nama Mahasiswa : NADIYA YOLANDA MANIK

NPM : 0843010222

J ur usan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui Pembimbing Utama

Dr s. Saifuddin Zuhr i, MSi NPT. 3 7006 94 0035 1

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi Mengetahui,

DEKAN

(3)

NASIONAL SMA 2013 (Analisis Isi Obyektivitas

Ber ita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian

Nasional SMA 2013 di J awa Post Per iode 16 – 19

Apr il 2013)

Nama Mahasiswa : NADIYA YOLANDA MANIK

NPM : 0843010222

J ur usan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Menyetujui,

(4)

UJ IAN NASIONAL SMA 2013 DI J AWA POS

(Analisis Isi Obyektivitas Ber ita Tentang Car ut Mar ut Ujian Nasional

SMA 2013 di J awa P ost)

Disusun Oleh :

NADIYA YOLANDA MANIK NPM : 0843010222

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

Dr s. Saifuddin Zuhr i, MSi NPT. 3 7006 94 0035 1

Mengetahui, DEKAN

(5)

i

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan segala karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi dengan judul ”OBJ EKTIVITAS BERITA TENTANG KEKACAUAN PELAKSANAAN UJ IAN NASIONAL SMA 2013 (Analisis Isi Obyektivitas Berita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di J awa Post Periode 16 – 19 April 2013)”

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Saifuddin Zuhri, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini berlangsung. Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang tiada terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dra. Ec. Hj. Suparwati M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Juwito, S.Sos, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur.

(6)

6. M. Taufik Ilma Deni Hidayat telah setia menemani, membantu, menghibur, serta memberi motivasi dalam situasi apapun. “Thank’s for everything Sweetheart”.

7. Seluruh teman UK Pers Mahasiswa UPN “Veteran” Jatim, dan teman-teman UPN TV yang telah menjadi inspirasi serta memberi motivasi besar bagi penulis dalam menempuh strata pendidikan di UPN “Veteran” Jawa Timur. 8. Sahabatku tercinta “The Riebbeth”, “D NAZGOR”, dan “Bublez” terimakasih

atas kesediannya berbagi canda-tawa dan rela membantu dalam kondisi susah, maaf telah banyak merepotkan kalian.

9. Pak Narto, yang tak jemu memberikan nasehat serta bantuannya.

10.Sahabat lama ku, Alfian yang telah berbaik hati meluangkan waktunya dalam segala kondisi suka maupun duka bersama Penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca sekaligus menambah ilmu pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, 1 Mei 2013

(7)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II. KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Media Cetak ... 11

2.1.2. Surat Kabar ... 11

2.1.3. Karakteristik Surat Kabar ... 13

2.1.4. Pengertian dan Fungsi Pers ... 15

2.1.5. Teori Kebebasan Pers. ... 18

2.1.6. Berita ... 28

2.2. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik ... 37

2.3. Objektifitas Berita ... 40

2.3.1. Konsep Penyajian Berita ... 46

2.4. Penelitian Terdahulu ... 49

(8)

3.1.1 Berita Kasus Carut Marut Ujian Nasional 2013 ... 52

3.2. Kategorisasi Objektivitas Berita ... 54

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 57

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 58

3.5. Teknik Analisis Data... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Gambaran Umum Perusahaan ... 60

4.1.1. Gambaran Singkat Surat Kabar Jawa Pos ... 60

4.2.Penyajian Data dan Analisis Data ... 63

4.2.1. Objektifitas Pemberitaan ... 63

4.2.2. Fairness ... 79

4.2.3. Validitas Pemberitaan... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 93

5.2.Saran ... 95

(9)

v

ABSTRAK

Nadiya Yolanda Manik. Objektivitas Berita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 (Analisis Isi Obyektivitas Berita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di Jawa Post Periode 16 – 19 April 2013)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui objektifitas berita pada surat kabar Jawa Pos dalam berita Tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di Jawa Post Periode 16 – 19 April 2013.

Landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah Surat kabar, Karakteristik Surat Kabar, Pengertian Dan Fungsi Pers, teori kebebasan pers, objektifitas berita.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode riset kuantitatif, yang menggunakan analisis isi dari Rachma Ida. Populasi dalam penelitian adalah seluruh berita yang berada di halaman depan surat kabar Jawa Pos tentang Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di Jawa Post Periode 16 – 19 April 2013. Hasil dari penelitian ini adalah pemberitaan di Jawa Pos mengenai Kekacauan Pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di Jawa Post Periode 16 – 19 April 2013 masih belum sepenuhnya objektif, Akurasi pemberitaan surat kabar Jawa Pos sudah memenuhi teori objektivitas pemberitaan karena karena terdapat kesesuaian antara judul berita dengan isi berita, tertera pencantuman waktu, terdapat data pendukung penguat isi berita seperti foto, dan tidak terdapat adanya opini dari wartawan yang dimasukkan. Fairness pemberitaan kekacauan pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di surat kabar Jawa Pos pada tanggal 16 sampai 19 April 2013 tidak bisa dikatakan cover both side dan belum bisa merefleksikan prinsip obyektivitas dalam sumber berita. Hal ini terlihat dari sumber berita yang dimintai keterangannya sangat tidak seimbang. Pernyataan didominasi hanya dari satu pihak yang berkepentingan. Penggunaan luas kolom juga belum seimbang. Validitas pemberitaan belum objektif, dan tergolong sebagai sumber berita yang kurang valid dikarenakan Kepala Dinas Pendidikan dan Olahraga, Purnama Megati bukan termasuk pelaku langsung yang mengalami langsung peristiwa tersebut. Namun terdapat kejelasan mengenai masing-masing sumber beritanya

Kata Kunci : analisis isi berita, objektifitas, Ujian Nasional, Jawa Pos ABST RACT

Nadiya Yolanda Manik . Objectivity News About Chaos Implementation of the National High School Exam 2013 (Content Analysis of Objectivity News About Chaos Implementation of National High School Exam 2013 in the Java Post Period 16 to 19 April 2013)

The purpose of this study was to determine the objectivity of news in the newspaper Jawa Pos in the news About Chaos Implementation of National High School Exam 2013 in the Java Post Period 16 to 19 April 2013.

(10)

The method used in this study is a quantitative research method, which uses content analysis of Rachma Ida. The population is all the news on the front page of the newspaper Jawa Pos Chaos Implementation of National High School Exam 2013 in the Java Post Period 16 to 19 April 2013.

The results of this study are reports in the Java Post on Chaos Implementation of National High School Exam 2013 in the Java Post Period 16 to 19 April 2013 was an objective but not fully, still intended reporter opinion into news content and also lack of accuracy in the inclusion of the event occurrence time. Reporting accuracy newspaper Jawa Pos has met theory of the objectivity of the news because there is a match between the content of the news headlines, there is supporting data amplifier news content such as photos. But still there are often opinion of journalists who entered and lack of inclusion of chronological accuracy. Fairness preaching chaos implementing the National High School Exam 2013 in the Jawa Pos newspaper can be said cover both side and reflect the principle of objectivity in news sources. But the widespread use of the column has not been balanced. The validity of the news is quite objective. This is evident from the data source used is direct contact with the source of the event and there is clarity about each data source.

(11)

1

PENDAHULUAN

1.1 Lata r Belakang Masalah

Salah satu kebutuhan utama manusia adalah informasi, dalam perkembangan

yang terjadi saat ini semakin banyak individu maupun kelompok yang membutuhkan

informasi. Informasi tidak hanya digunakan sebagai kebutuhan semata, melainkan

juga alat untuk mendapatkan kekuasaan. Penguasaan terhadap media informasi

mampu menjadikan kita sebagai penguasa. Seperti yang ada dalam pandangan umum

bahwa penguasa media informasi merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)

Faktor terbesar yang bisa menunjang penyebaran informasi kepada khalayak

adalah dengan media massa. Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam

proses komunikasi, hal ini bisa tergambar dari relita yang ada saat ini banyak

koran-koran baru, stasiun televisi baru, dan berbagai sarana media massa. Masing-masing

media mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Salah satu kelebihan surat kabar dibanding media lain adalah surat kabar lebih

terdokumen, sehingga bisa “dikonsumsi” kapan dan dimana saja. Berbeda dengan

penyajian informasi pada media televisi, di media televisi kita harus berada di depan

(12)

disukai. Karena berita di surat kabar lebih terdokumen maka efek negatifnya akan

lebih termemori (apabila pemberitaan tersebut negatif), begitu juga sebaliknya.

Untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat, media atau pers

dituntut untuk bisa menambah pengetahuan pembacanya dengan menyajikan

informasi yang memiliki kebenaran, kepentingan, dan manfaat. Dengan banyaknya

aneka ragam surat kabar pembaca menjadi lebih selektif dalam memilih suat kabar

yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Setiap surat kabar mempunyai ragam berita, mulai dari bidang ekonomi,

sosial, poltik, budaya, kriminal, sampai pada pemberitaan seleb. Surat kabar dapat

memberikan porsi yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama. Surat kabar satu

menyajikan sebuah berita sebagai berita utama belum tentu pemberitaan tersebut

menjadi berita utama pula di surat kabar lain, bahkan bisa saja tidak dimuat sama

sekali.

Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran ganda

yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses komunikasi. Pers

sebagai penghubung antara komunikator dengan komunikan. Kebebasan media

dilindungi oleh undang-undang yang menjamin beropini dan kebebasan memberikan

informasi kepada masyarakat.

Berita harus memenuhi beberapa unsur yang nantinya akan membuat suatu

berita tersebut bisa layak untuk dimuat. Pertama-tama berita harus cermat dan tepat

(13)

dan berimbang. Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini

sendiri atau dalam bahasa akademis berita harus objektif. Karena berita memliki

power untuk membentuk opini publik, jadi sesuatu yang ditulis oleh media harus

memenuhi unsur-unsur di atas agar tidak ada pihak yang dirugikan. (Kusumaningrat

2006 : 47)

Akhir-akhir ini banyak berita tentang ujian nasional yang menjadi perhatian

khalayak. Mulai dari bocornya soal, keterlambatan distribusi soal yang menyebabkan

terjadinya penundaan ujian di sebelas provinsi.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Ujian Nasional

(UN) agar benar-benar berjalan sesuai dengan harapan masyarakat, baik dari segi

prestasi maupun dari segi penyelenggaraan, ternyata tidak mudah seperti membalik

telapak tangan. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang

sebelumnya menjamin pelaksanaan UN berjalan lancar, ternyata diluar dugaan, UN

tahun ini tidak dapat berlangsung secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.

Tidak kurang ada 11 provinsi yang harus menunda pelaksanaan Ujian

Nasional karena soal yang dijadikan materi ujian belum dapat didistribusikan, akibat

belum tercetak sampai batas waktu yang ditentukan.11 Provinsi tersebut

masing-masing Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulteng, Sulawesi

(14)

Dengan demikian, para siswa SMA/MA maupun SMK di sebelas provinsi

itu baru dapat melaksanakan ujian pada tanggal 18 sampai dengan 23 April

2013.Ditundanya pelaksanaan Ujian Nasional di sejumlah daerah ini merupakan

masalah baru yang sebelumnya jarang ditemukan, sebab selama ini yang menjadi

persoalan adalah angka kelulusan yang rendah di daerah-daerah tertentu dan

kebocoran soal ujian, dan masalah-masalah kecurangan lainnya. Masalah kebocoran

soal dan kecurangan nampaknya dapat diatasi dengan adanya barcode dengan soal

bervariasi dengan 20 paket soal yang berbeda, setidaknya dapat memperkecil

peluang siswa untuk mendapatkan bocoran soal.

Tapi masalah keterlambatan percetakan soal nampaknya menjadi persoalan

yang sulit dimengerti dan membuat sejumlah praktisi pendidikan anggota dewan

angkat bicara, sebab seharusnya ini tidak perlu terjadi jika Pemerintah dalam hal ini

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja secara profesional.

Salah satu penyebab terlambatnya percetakan soal ujian karena pihak

percetakan PT. Graha Printing Indonesia kewalahan karena banyaknya dan

kompleksnya materi yang harus dikerjakan, sementara waktunya agak

terbatas.Padahal idelanya soal sudah harus siap minimal H-3, tapi yang terjadi

sampai hari H, 15 April di 11 Provinsi belum menerimanya.

Mepetnya waktu tentu berbanding lurus dengan kesepakatan tender yang

mungkin juga mengalami keterlambatan karena ada indikasi Kementerian

(15)

lebih tinggi yakni PT.Graha Printing dengan penawaran Rp 22,5 milyar sementara

perusahaan lainnya PT Aneka Ilmu sebasar Rp 17.1 milyar, PT Jasuindo Tigaperkasa

menawarkan Rp 21,2 milyar dan PT Dedikasi Prima Rp 21,6 milyar. Jika memang

benar persoalannya akibat keterlambatan tender, tentu ini sangat disayangkan, sebab

masih saja terjadi adanya permainan yang tidak bersih dan malah amburadul karena

tidak kreidibelnya perusahaan yang dimenangkan.

Salah satu topik yang menarik dalam ujian nasional kali ini adalah

pemberitaan kisruhnya keterlambatan dan penundaan ujian nasional di sebelas

provinsi. Kasus carut marutnya ujian nasional merupakan kasus yang sering menjadi

bahan berita bagi suatu media termasuk di dalamnya Jawa Pos. Dengan adanya hal

tersebut kasus carut marut ujian nasional menjadi menarik dan seringkali menjadi

berita utama dalam suatu pemberitaan di suatu media termasuk Jawa Pos.

Banyaknya media massa yang memberitakan mengenai carut marutnya ujian

nasional membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan buka suara. Menurutnya

"Kalau saya ditanya kawan-kawan media selalu yang saya bilang pertama

pemmhonan maaf karena terjadi pergseran yang mestinya Senin kemarin dan Insya

Allah akan dilaksanakan Kamis besok. Karena itu hari ini saya memang akan

melaporkan kepada Bapak Presiden," tutur Nuh sebelum menemui Presiden di

kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat. (Sumber : Jawa Pos)

Sebelumnya, Nuh mengakui bahwa penundaan Ujian Nasional (UN) di 11

(16)

naskah UN. Dia mengatakan, satu dari enam perusahaan pemenang tender percetakan

naskah UN tidak mampu menyelesaikan proses cetak dan distribusi sesuai tenggat

akhir 12 April 2013.

Kini kekacauan naskah soal UN untuk SMA/MA/SMK berujung pada

penundaan tidak hanya terjadi di 11 provinsi, tapi ada juga di tiga provinsi lain, yakni

Banten, Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar). Rencananya, UN

baru akan dilaksanakan di 14 provinsi ini pada Kamis, 18 April 2013 mendatang.

Meski terjadi banyak kekacauan, Nuh mengaku ia tetap akan menyampaikan

kesiapan UN yang ditunda pada Kamis nanti ke Presiden (Sumber : Jawa Pos)

Berita di atas merupakan kutipan dari surat kabar Jawa Pos, selama empat hari

yaitu pada tanggal 15, 16, 17 dan 18 April 2013. Dalam penulisan berita tersebut

judul berita dituliskan dengan ukuran besar. Menurut Junaedhi (1991 : 29) berita

yang ditulis dengan huruf ukuran besar pada judulnya merupakan berita utama atau

berita istimewa. Berita utama dilakukan seselektif mungkin sesuai dengan

kebijaksanaan redaksionalnya, dan sesuatu yang dianggap paling pantas diketahui

oleh masyarakat pada saat itu. Dalam sebuah berita bisa terbentuk opini publik yang

kuat, sehingga dalam penulisan berita wartawan harus obyektif dalam penulisannya,

apalagi berita ini merupakan headline dalam Jawa Pos.

Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara sederhana

dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang menyajikan fakta,

(17)

mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang diterapkan seutuhnya. Dalam

sistem media massa yang memiliki keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan

untuk penyajian informasi yang memihak, meski sumber tersebut harus bersaing

dengan sumber informasi lainnya yang menyatakan dirinya obyektif. Meskipun

demikian tidak sedikit media yang mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.

Objektivitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara utuh

dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, yang bertujuan untuk memberi

informasi dan pengetahuan kepada konsumen. (flournoy, 1986 : 48). Setiap berita

yang disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus memenuhi unsur

objektivitas. Objektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian

sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak

ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada

sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun

harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa

pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara

fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai

pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat

sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers

(18)

bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert

tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).

Sebuah berita bisa dikatakan obyetif bila memenuhi beberapa unsur,

diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak ada

tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsur di atas banyak sekali berita yang

disajikan belum memenuhi unsur-unsur objektivitas atau bisa dikatakan bahwa berita

tersebut tidak obyektif. Suatu berita yang disajikan tidak obyektif hanya akan

menguntungkan salah satu pihak dan akan merugikan pihak lain. Dimensi-dimensi

objektifitas menurut Rachma Ida terdiri dari aktualitas, fairness dan validitas

pemberitaan, dalam akurasi pemberitaan dituliskan bahwa harrus ada kesesuaian

judul dengan isi berita. (Kriyantono, 2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 :

154-155).

Untuk dapat memahami ketimpangan arus informasi peneliti sengaja memilih

surat kabar Jawa Pos. Surat kabar Jawa Pos dipilih sebagai obyek penelitian karena

Jawa Pos merupakan salah satu surat kabar besar Nasional yang mempunyai jaringan

yang sangat besar di Indonesia, sehingga dampak dari berita yang dikeluarkan oleh

Jawa Pos akan luas membentuk opini publik secara Nasional. Alasan kedua penulis

memilih koran Jawa Pos karena pemberitaan kisruhnya kegaiatan Ujian Nasional

2013 ini menjadi sebuah berita yang istimewa, berita ini menggunakan font dengan

(19)

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis isi sehingga

diperoleh pemahaman yang akurat dan penting. Analisisnya adalah berita di surat

kabar yang analisis ini digunakan untuk mengkaji pesan-pesan di media (flournoy,

1986 : 12). Pemanfaatan ilmu komunikasi media massa dapat diperoleh secara tepat

implementasi di lapangan atas obyektivitas pemberitaan dari surat kabar yang

menjadi subyek penelitian (McQuail, 1994 : 179).

1.2. Per umusa n Ma salah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi penelitian

ini, maka judul penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah

Objektivitas berita kekacauan pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di surat kabar

Jawa Pos.”

1.3. Tujuan penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui Objektivitas berita kekacauan pelaksanaan Ujian Nasional SMA

(20)

1.4. Manfa at penelitian

1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan

penelitian obyektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini diharapkan bisa

menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis : penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi

redaksi Jawa Pos dalam memberitakan Objektivitas berita kekacauan

pelaksanaan Ujian Nasional SMA 2013 di surat kabar Jawa Pos tidak

(21)

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film dan lain-lain, tidak terlepas kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat (Sugiharti dalam Permana, 2009 : 14).

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali, 1995 : 99).

2.1.2 Sur at Kabar

(22)

Perkembangan surat kabar di Indonesia sendiri juga telah melewati perjalanan panjang selama lima periode, yakni masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan, zamana orde lama, serta orde baru. Surat kabar sebagai media massa dalam masa orde baru mempunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan rakyat Indonesia. (Deppen, 2002:46)

Setelah itu perkembangan surat kabar bralih ke era reformasi. Era ini adalah era kebebasan pers. Presiden ketiga Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, membubarkan Departemen Penerangan, biang pembatasan pers pada orde baru yang dipimpin Harmoko. Surat kabar dan majalah kemudian dibiarkan tumbuh dan menjamur, begitu juga media-media lainnya: televisi dan radio. Tanpa tekanan; tanpa batasan. “Informasi adalah urusan masyarakat,” kata Gus Dur.

Kebebasan ini kemudian melahirkan raksasa-raksasa media. Disebut raksasa karena hampir semua lini media digeluti: surat kabar, majalah, televisi, radio, dan website (surat kabar digital). Mereka adalah Kompas (Jacoeb Oetama),

Jawa Pos (Dahlan Iskan), Media Indonesia (Surya Paloh), Media Nusantara Citra

(Hary Tanusoedibjo), dan Tempo (Goenawan Mohamad). Luar biasanya, media mereka sampai ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. (http://sejarah.kompasiana.com/2011/01/04/surat-kabar-di-indonesia/) Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan dan persuasif), fungsi yang paling menonjol adalah informasi. (Ardianto & Erdinaya, 2005: 104).

(23)

periodik, bersifat umum, isinya termasa dan aktual mengenai apa saja dan dimana saja di seluruh dunia untuk diketahui pembaca” (Effendy,1993:241).

Arti penting surat kabar terletak pada kemampuannya untuk menyajikan berita-berita dan gagasan-gagasan tentang perkembangan masyarakat pada umumnya, yang dapat mempengaruhi kehidupan modern seperti sekarang ini. Selain itu surat kabar mampu menyampaikan sesuatu setiap saat kepada pembacanya melalui surat kabar pendidikan, informasi dan interpretasi mengenai beberapa hal, sehingga hampir sebagian besar dari masyarakat menggantungkan dirinya kepada pers untuk memperoleh informasi.

Berdasarkan isinya, surat kabar lebih variatif dengan isi yang beragam. Terdapat rubrik olahraga, berita local, nasional, maupun internasional, terdapat media cetak terkini bila dibandingkan dengan media cetak lainya karena nilai kebaruannya. Adanya rubric-rubrik tersebut membuat isi surat kabar lebih variatif, mulai dari berita-berita nasional hingga internasional. Namun secara sederhana isi surat kabar dibagi tiga yaitu, berita (news), opini (value), iklan (advertising). Berita dalam surat kabar tidak terfokus pada salah satu fenomena masyrakat (seperti pada tabloid yang hanya membahas fenomena tentang olahraga) namun semua fenomena atau peristiwa dalam realitas yang dilaporkan (Effendy, 2000:92). Dalam pelaporan berita yang dibuat para pekerja media (wartawan dan karikartunis), terdapat perbedaan antara media satu dengan media yang lainnya.

2.1.3 Karakteristik Sur at Kabar

(24)

merupakan unsure utama yang dominan, memiliki ruang yang relatif lebih leluasa, dan memiliki waktu untuk dibaca ulang lebih lama.

Menurut Onong Uchjana Effendy ada empat ciri yang dapat dikatakan sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh surat kabar, antara lain :

1. Publisitas (Publicity)

Yang mengandung arti penyebaran kepada khalayak atau kepada publik. Karena diperuntukkan untuk khalayak umum, isi atau informasi dalam surat kabar ini terdiri dari berbagai kepentingan yang berkaitan dengan umum. Untuk itu, penerbitan yang meskipun sama dengan surat kabar tidak bisa disebut sebagai surat kabar jika hanya ditujukan kepada sekelompok orang atau golongan.

2. Periodesitas (Periodicity)

Yang berarti keteraturan dalam penerbitannya. Keteraturan ini bisa satu kali sehari bisa juga satu atau dua kali terbit dalam seminggu. Karena mempunyai keteraturan dalam penerbitannya, maka penerbit buku tidak dapat dikategorikan sebagai surat kabar meskipun isinya menyangkut kepentingan umum karena tidak disebarkan secara periodik dan berkala.

3. Universalitas (universality)

(25)

aspek kehidupan saja maka tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori surat kabar.

4. Aktualitas (Actuality)

Menurut kata asalnya aktualitas, berarti “kini” dan “keadaan sebenarnya”. Kedua-duanya erat sekali sangkut pautnya dengan berita yang disiarkan surat kabar. Berita adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi kini, dengan perkataan lain laporan mengenai peristiwa yang baru terjadi dan yang dilaporkan itu harus benar. Tetapi yang dimaksudkan aktualitas sebagai ciri surat kabar adalah pertama, yaitu kecepatan laporan, tanpa menyampingkan pentingnya kebenaran berita (Effendy, 1993:119-121).

2.1.4. Pengertian dan Fungsi Pers

Pers berasal dari perkataan belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa inggris berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun wartawan media cetak (kusumaningrat, 2006 : 17).

(26)

audivisual berkala yakni radio, televisi, film, dan media on line internet. Pers dalam arti luas berarti media massa. Dalam paparan ini yang akan dibahas adalah pers dalam arti sempit, khususnya surat kabar. Surat kabar adalah media massa paling tua dan merupakan media yang paling banyak dan luas penyebarannya (Sumadiria 2005 : 31).

Secara yuridis formal, seperti dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) UU pokok pers no. 40/1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis media yang tersedia (Sumadiria 2005 : 32).

(27)

Fungsi pers menurut Kusumaningrat (2006 : 27) :

1. Fungsi Informatif, yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur . pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak mekudian menuliskannya dengan kata-kata.

2. Fungsi Kontrol, yaitu pers masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan, pers harus memberitakan apa yang berjalan baik maupun yang berjalan tidak baik. 3. Fungsi Interpretatif dan Direktif, yaitu pers harus menceritakan kepada

masyarakat tentang arti suatu kejadian, biasanya dilakukan pers melalui tajuk rencana atau tulisan-tulisan latar belakang.

4. Fungsi Menghibur, yaitu para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik.

5. Fungsi Regeneratif, yaitu pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih muda.

6. Fungsi Pengawalan Hak-hak Warga Negara, yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi.

7. Fungsi Ekonomi, yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Tanpa radio, televisi, majalah, dan surat kabar, maka beratlah untuk dapat mengembangkan perekonomian sepesat seperti sekarang.

(28)

Lebih lanjut Sumadiria ( 2005 : 32-35 ) menjelaskan bahwa ada lima fungsi pers yang unversal, kerena fungsi ini dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut paham demokrasi, kelima fungsi tersebut adalah :

1. Informasi ( to inform ), menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya.

2. Edukasi ( to educate ), apapun informasi yang disampaikan oleh pers hendaknya dalam kerangka mendidik.

3. Koreksi (to influence), pers akan senantiasa menyalak ketika melihat berbagai penyimpangan dan ketidak-adilan dalam suatu masyarakat atau negara.

4. Rekreasi ( to entertaint ), menghibur, pers harus memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.

5. Mediasi ( to mediate ), mediasi artinya penghubung. Bisa juga disebut sebagai mediator atau fasilitator.

2.1.5. Teori Kebebasan Pers

(29)

{(Effendi, 2004:62-63),(Bungin, 2007:289-292),(Nurudin, 2004:72-76),(Tankard & Severin, 2005:373-383),(Ardianto, 2005:54-60)}.

1. Authoritarian Press (per s otoriter)

Teori otoriter adalah pers yang mendukung dan menjadi kepanjangan tangan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani negara. Teori ini muncul setelah mesin cetak ditemukan dan menjadi dasar perkembangan pers komunis soviet. Dikenal sebagai sistem tertua yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. saat itu , apa yang disebut kebenaran (truth) adalah milik beberapa gelintir penguasa saja. Karena itu fungsi pers adalah dari puncak turun kebawah.

(30)

tidak penting, yang lebih penting adalah negara sebagai tujuan akhir individu. Benito Mussolini (Italia) dan Adolf Hitler (Jerman) adalah dua penguasa yang mewarisi sistem pers otoriter.

Saat ini penyensoran, baik oleh pemerintah maupun swasta, masih hidup dan berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk yang menyatakan yang menganut demokrasi. Misalnya perselisihan yang sering terjadi antara wartawan dengan pemerintahan Singapura yang terkenal dengan kontrol media yang ketat dimana petugas berwenang melakukan sensor atau pengeditan pada program dan pengeditan. Harian seperti Asian Wall

Street Journal, Far Eastern Economic Review, dan International Herald Tribune merupakan harian yang pernah berselisih dengan pemerintah

Singapura, dan harus membayar denda serta menghadapi kontrol yang ketat.

2. Libertarian Press (pers liberal)

Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad ke 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara barat yang disebut aufklarung (pencerahan). Teori ini berkembang sebagai dampak dari masa pencerahan dan teori umum tentang rasionalisasi serta hak-hak alamiah dan berusaha melawan pandangan yang otoriter. Esensi dasar sistem ini memandang manusia mempunyai hak asasi dan meyakini bahwa manusia akan bisa mengembangkan pemikirannya secara baik jika diberi kebebasan.

(31)

hal yang utama untuk mewujudkan esensi dasar itu, sedangkan control pemerintah dipandang sebagai menifestasi “pemerkosaan” kebebasan berpikir. Oleh karena itu, pers harus diberi tempat yang sebebas-bebasnya untuk mencari kebenaran. Kebenaran akan diperoleh jika pers diberi kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki oleh manusia.

Libertarian theory menjadi dasar modifikasi social responsibility theory, dan merupakan kebalikan dari Authoritarian Theory dalam hal hubungan posisi manusia terhadap negara. Manusia tidak lagi dianggap bebas untuk dipimpin dan diarahkan. Kebenaran bukan lagi milik kodrati manusia. Dan pers dianggap partner dalam mencari kebenaran. Untuk selama dua ratus tahun, pers Amerika dan Inggris menganut teori liberal ini, bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai Fourth Estate (kekuasaan keempat) dalam proses pemerintahan, setelah kekuasaan pertama lembaga eksekutif, kekuasaan kedua lembaga legislatif, dan kekuasaan ketiga lembaga yudikatif.

(32)

mendukung fungsi membantu menemukan kebenaran dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari keuntungan. Di bawah teori liberal, pers bersifat swasta, dan siapaun yang mempunyai uang yang cukup dapat menerbitkan media. Media dikontrol dalam dua cara. Dengan beragamnya pendapat “proses pembuktian kebenaran” dalam “pasar bebas gagasan” akan memungkinkan individu membedakan mana yang benar dan yang salah. Demikian pula dengan sistem hokum yang memiliki ketentuan untuk menindak tindakan fitnah, tindakan senonoh, ketidaksopanan, dan hasutan dalam masa peperangan.

On Liberty, perwujudan terbaik dan ringkas dari gagasan mendukung

(33)

Perusahaan penerbit koran mulai membeli atau bergabung dengan penerbit yang kecilsampai akhirnya kini banyak kota yang memiliki lebih dari satu surat kabar yang bersaing satu sama lain. Hal ini menyebabkan banyak orang, baik di dalam maupun luar media, mulai mempertanyakan manfaat teori liberal dalam masyarakat yang demokratis. Saat ini pandangan yang tidak populer walaupun penting sulit untuk diterima. Selain itu, psikologi abad 20 telah menunjukkan bahwa manusia tidak selalu berhubungan dengan informasi dengan cara yang tampak rasional. Rasionalisasi sendiri adalah usaha untuk memberikan penjelasan yang masuk akal untuk tindakan yang tidak masuk akal. Pendapat seperti itu membantah filosofi ”manusia rasional” yang menjadi dasar teori liberal.

3. Social Responsibility Press (pers tanggung jawab sosial)

Muncul pada abad ke 20 sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Di abad ini, ada gagasan yang berkembang bahwa media satu-satunya yang dilindungi piagam hak asasi manusia, harus memenuhi tanggung jawab sosial. Teori tanggung jawab sosial, yang merupakan gagasan evolusi praktisi media, dan hasil kerja komisi kebebasan pers (Comission on

Freedom of The Press), berpendapat bahwa selain bertujuan untuk

(34)

maka ada pihak yang harus memaksanya. Dasar pemikiran sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.

Sistem ini muncul di Amerika Serikat ketika apa yang telah dinikmati oleh pers Amerika selama dua abad lebih, dinilai harus diadakan pembatasan atas dasar moral dan etika. Penekanan pada tanggung jawab sosial dianggap penting untuk menghindari kemungkinan terganggunya ketertiban umum. Menurut Peterson, “kebebasan pers harus disertai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada masyarakat guna melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepada komunikasi massa dalam masyarakat modern selama ini.” Sistem ini juga lebih menekankan kepentingan umum dibanding dengan kepentingan pribadi. Social Responsibility muncul di negara-negara nonkomunis dan sering juga disebut sebagai new libertarianism.

(35)

terhadap masyarakat dan bagaimana memutuskan apakah suatu pendapat cukup penting untuk diberi cukup ruang dan waktu dalam media. Dulu komisi Hutchins (komisi kebebasan pers) melihat bahwa media jarang mengaitkan berita-beritanya dalam masalah yang betul-betul mempengaruhi pemirsa/pembacanya. Saat ini kita melihat beberapa pengecualian. Misalnya, pada awal tahun 1999, New York Times menerbitkan “Global Contagnion” sepanjang 26.000 kata dan dibuat kata dan dibuat dalam empat seri untuk membahas krisis keuangan dunia (15-18 februari). Kritik lainnya terhadap pers yang diungkap komisi Hutchins adalah kurangnya tindak lanjut atas suatu kejadian. Di sinilah banyak media menjalankan produk baru. Banyak masalah media berhubungan dengan pendidikan reporter dan editornya dan kurang persiapan sebelum melaksanakan tugas. Hal ini menjadi perhatian komisi baik dulu maupun sekarang. Reporter dan editor sering kali melakukan kesalahan ketika harus memberitakan fakta yang berhubungan dengan matematika, ilmu pengetahuan, sejarah, dan geografi. Kesalahan faktual yang jelas terlihat akan menimbulkan keraguan pada keakuratan keseluruhan laporan. Jika reporter dan editor tidak dapat menyajikan fakta yang jelas dan benar, apakah pembaca dan pemirsa dapat percaya bahwa fakta yang lebih rumit dapat disajikan benar? Akibatnya timbul keraguan pada kredibilitas media yang semakin dan memang selalu rendah.

4. Soviet Communist Press (per s komunis Soviet)

(36)

karena munculnya Negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh Dialektika Hegel (mengatakan bahwa tak ada bidang-bidang realitas maupun bidang-bidang pengetahuan yang terisolasi/berdiri sendiri; semua saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran. Sesuatu itu hanya benar apabila dilihat dengan seluruh hubungan).

Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral negara. Pers menjadi alat atau organ partai yang berkuasa (partai komunis Uni Soviet/PKUS). Dengan demikian, segala sesuatu ditentukan oleh negara (partai). Kritik diijinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai. Media massa melakukan yang terbaik untuk partai yang ditentukan oleh pemimpin PKUS. Bagi Lenin (penguasa Soviet pada waktu itu) pers harus melayani kepentingan kelas dominan dalam masyarakat, yakni proletar. Pers harus menjadi collective propagandist,

collective agitator, collective organizer. Adapun kaum proletar diwakili

oleh partai komunis.

(37)

tidak terdapat pers bebas, yang ada hanya pers pemerintah. Segala sesuatu yang memerlukan keputusan dan penetapan umumnya dilakukan oleh para pejabat pemerintah sendiri. Dengan bubarnya negara Uni Republik Sosialis Soviet pada 25 desember 1991 yang kini menjadi negara persemakmuran, negara tersebut sekarang telah melepaskan sistem politik komunisnya.

Dengan demikian, kini teori pers komunis praktis hanya dianut oleh RRC karena negara yang dulu berada di bawah payung kekuasaan Uni Soviet pun sekarang ini hampir semua melepaskan sistem politik komunisnya. Perbedaan teori pers ini dibanding dengan teori lain adalah dihilangkannya motif profit (yakni prinsip untuk menutup biaya) media, menomorduakan topikalitas (topikalitas adalah orientasi pada apa yang sedang ramai dibicarakan), jika dalam teori pers penguasa semata-mata orientasinya adalah upaya mempertahankan “status-quo”, dalam teori pers komunis Soviet orientasinya adalah perkembangan dan perubahan masyarakat (untuk mencapai tahap kehidupan komunis).

(38)

antarsistem pers. Disamping itu pula agar kita menjadi tahu dimana posisi sistem pers Indonesia.

Indonesia termasuk dalam sistem pers tanggung jawab sosial. Ini tidak hanya dilihat dari istilah “kebebasan pers yang bertanggung jawab” seperti yang kita kenal selama ini.Namun berbagai aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat. Salah satu bukti bahwa ada pers yang tidak menerapkan sistem tersebut pernah dialami oleh tabloid Monitor. Tabloid ini digugat keberadaannya karena tidak menjadikan tolak ukur masyarakat sebagai referensi utama. Artinya, di masyarakat ada suatu moralitas dan etika yang dikembangkan dan diyakini tetapi tetap dilanggar. Apa yang diberitakan pers harus bisa dipertanggungjawabkan pada masyarakat. Adapun tanggung jawab itu ada satu dasar ideologi yang diyakini, yakni pancasila. Pancasila harus dijadikan acuan dalam perilaku pers. (Nur udin, 2007:69-75)

Di Indonesia pers dijamin kebebasannya melalui undang-undang. Diantaranya yaitu Undang - Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang mengatur dan memberikan jaminan kebebasan pers di Indonesia.

2.1.6. Berita

(39)

karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.

Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya. Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, alamat, dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (panuju, 2005 : 52).

Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.

Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Menjaga objektivitas dalam pemberitaan.

2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.

(40)

Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap, Adil, Berimbang, Objektif, Ringkas, Jelas, dan Hangat.

Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita, dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita ini menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53) peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan,

human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.

Berita memiliki banyak jenis, Menurut Sumadiaria ( 2005 : 69-71 ) dalam dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi dalam tiga kelompok :

1. Elementary yaitu :

a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu

peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H). b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda

dengan Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa itu sendiri.

c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang

(41)

dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terlihat dengan jelas.

2. Intermediate yaitu :

a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan depth news . berita interpretative biasanya memfokuskan pada

sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam jenis laporan ini reporter menganalisis dan menjelaskan.

b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang

menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang disajikan.

3. Adnance yaitu :

a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat

mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual.dengan membaca karya pelaporan mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang.

b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda

(42)

tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak etis

c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan

sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat umum

Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide. Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, fakta tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah dasar-dasar jurnalistik).

Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.

2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.

3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.

(43)

a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran informasi.

b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.

d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi seseorang.

Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang factual dari apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.

Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan pembaca yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita harus mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca sekilas oleh khalayak melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.

Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya melalui mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin pada isi beritanya.

(44)

1. Memberikan identitas pada berita

2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita 3. Menarik perhatian pembaca

Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna untuk memperjelas isi pemberitaan. Penempatan adanya data pendukung berita ini sangat penting atas pertimbangan berikut :

1. Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama kali menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip dari jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung berita di atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan bagian dari unsure berita yang disajikan.

2. Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto mampu menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.

Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui menyajikan suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.

(45)

(Gambar Piramida Terbalik 5W+ 1H)

Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :

a) What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi b) Where : Dimana peristiwa itu terjadi c) When : Kapan peristiwa itu terjadi

d) Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi

e) Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut f) How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi

Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau mendukung tulisan pada paragraf pertama.

Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan adalah :

a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat memberi kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.

J U D U L

LEAD (5W + 1H)

TUBUH

Rincian lead, latar belakang dan informasi lanjutan

Sangat

(46)

b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang bersifat heterogen.

c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat. d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release

walaupun mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang beropini, namun haruslah jelas opini tersebut dinyatakan oleh siapa. e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu

mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik Relations sebagai sumber informasi.

f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu dihindari penggunaan kata yang berbelit-belit.

Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan penelusuran, narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta berbagai pertanggungjawaban berita lainnya.

(47)

nara sumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam menyajikan berita.

2.2. Per s Dalam Kaidah J ur nalistik

Ketika semua orang memiliki hak suara, maka mereka pun merasa ikut berkepentingan dengan jalannya pemerintahan. Setiap orang dengan intensitas yang berbeda-beda, mulai ikut berpartisipasi dalam urusan publik. Dalam kaitan inilah pers menjadi sangat penting untuk menjaga sistem politik. Pers juga menjadi sumber informasi atau pendidik, sumber nilai-nilai budaya baru, sekaligus sumber hiburan. (Rivers, 2004:51)

Ada dua pengertian pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid mingguan, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa cetak elektronik antara lain radio dan televisi, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. ( Effendy, 2000:90)

Jadi secara tegas, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga, karena ia berwujud, konkret atau nyata, oleh karena itu dapat diberi nama. Desangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan daya hidup yang menghidupi aspek pers itu sendiri.

(48)

No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-undang no. 11 Tahun 1966. dalam Undang –undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:

”Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya dilengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya.”

Jadi berdasar definisi pers diatas jelas tercantum bahwa pers harus mempunyai idealisme, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan nasional, bukan sekedar penjual berita hanya untuk mencari keuntungan finansial.

Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya. Tetapi fungsi pers bukan hanya itu, menurut Kusumaningrat fungsi pers yang lebih detail adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Informatif

Yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak dengan cara yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berhuna dan penting bagiorang banyak dan kemudian menuliskan dengan kata-kata. Pers memberitakan suatu kejadian pada saat itu dan tidak menutup kemungkinan bahwa pers juga memperingatkan khalayaknya tentang peristiwa yang diduga akan terjadi.

2. Fungsi Kontrol ( fungsi watchdog )

(49)

oleh pers daripada oleh kelompok organisasi masyarakat lain seperti LSM, dan lain sebagainya.

3. Fungsi Interpretatif dan Direktif

Pers harus menceritakan kepada masyarkat tentang arti suatu kejadian (biasanya melalui tajuk rencana atau tulisan latar belakang) dan jika diperlukan, pers juga memberitahukan tindakan yang seharusnya diambil oleh masyakarat dan memberikan alasan mengapa harus bertindak.

4. Fungsi Menghibur

Mereka menceritakan kisah yang menarik dan lucu untuk khalayak ketahui (humor, drama serta musik) meskipun kisah itu tidak terlalu penting.

5. Fungsi Regeneratif

Pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih muda dengan cara menceritakan bagaimana sesuatu itu dilakukan dimasa lampau, bagaimana dunia dijalankan sekarang, bagaimana itu diselesaikan dan apa yang dianggap dunia itu benar atau salah.

6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara

(50)

penenrangan sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam beberapa hal khalayak hendaknya diberi kesempatan untuk menulis kritik dalam media terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat, bahkan juga tidak menutup kemungkinan untuk mengkritik medianya sendiri.

7. Fungsi Ekonomi

Pers juga dapat berfungsi secara ekonomi yaitu dengan cara melayani sistem ekonomi melalui iklan

8. Fungsi Swadaya

Untuk memelihara kebebasan yang murni, pers berkewajiban untuk memupuk kekuatan modalnya sendiri agar tidak ditempatkan dibawah kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa. ( Kusumaningrat, 2005 : 27-29 )

Hubungan pers sebagai media yang menjembatani masyarakat dan sistem pemerintahan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan saling menguntungkan.

2.3.Objektifitas Berita

Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di benak khalayak – the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.

(51)

fungsi sebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita.

Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang objektif, yaitu “reporting format that generally spates fact from

pinion present an emotionally detached view of the news, and strives for fairness and balanced” (DeFleur, 1994 : 635).

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).

Sebagai salah satu prinsip penilaian, objektivitas memang hanya mempunyai cakupan yang lebih kecil dibanding dengan prinsip lain, tetapi prinsip objektivitas memiliki fungsi yang tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitannya dengan kualitas informasi. Objektivitas pada umumnya berkaitan dengan berita dan informasi. (McQuail, 1994 : 129).

(52)

Institusi pers dituntut objektif dan netral atas semua fakta. Hal ini penting mengingat signifikansi efek media terhadap khalayak. (Bungin, 2001 : 198-199).

J. Westerstahl (1983) mengembangkan kerangka konseptual dasar bagi usaha meneliti dan mengukur objektivitas pemberitaan yang kemudian dirinci lebih lanjut oleh Denis McQuail (1992). Meta-konsep objektivitas pemberitaan yang dikembangkan itu memiliki dua dimensi, yakni factuality – dimensi kognitif atau kualitas informasi pemberitaan; dan impartiality – dimensi evaluatif pemberitaan dihubungkan dengan sikap netral wartawan terhadap objek pemberitaan, menyangkut kualitas penanganan aspek penilaian, opini, interpretasi subjektif dan sebagainya.

Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut : Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it

seems to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or standards” (Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 :

403).

Bagan 1. Konsep Objektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405) Object ivit y

Fakt ualit y Impart ialit y

Trut h / Akurat Relevance / Valid Balance / non

part isanship

Neut ral

(53)

Dimensi factuality memiliki dua sub-dimensi, yakni truth dan

relevance. Truth adalah tingkat kebenaran dan keterandalan (reliabilitas)

fakta yang disajikan, ditentukan oleh factualness (pemisahan yang jelas antara fakta dan opini) dan accuracy (ketepatan data yang diberikan, seperti jumlah, tempat, waktu, nama, dan sebagainya). Dikatakan akurat bila terdapat kesesuaian judul berita dengan isi berita dan terdapat pencantuman waktu.

Sub-dimensi relevance mensyaratkan perlunya proses seleksi menurut prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan khalayak. Pemberitaan dinyatakan valid apabila sunber berita jelas dan berita berasal dari wartawan atau dari pelaku langsung sebagai pihak yang berkompeten.

Sub-dimensi balance berkait dengan proses seleksi, mensyaratkan perlunya proses seleksi yang memberikan equal or proportional

access/attention yakni pemberian akses, kesempatan dan perhatian yang

sama (sekurangnya proporsional) terhadap para pelaku penting dalam berita; dan even-handed evaluation – yaitu pemilihan penilaian negatif dan positif yang berimbang untuk setiap pihak yang diberitakan. Sebuah berita dinyatakan seimbang bila masing-masing pihak diberikan porsi yang sama dalam pemberitaan.

(54)

Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan objektifitas sebagai simbol keyakinan di dalam pekerjaannya, dan ada pula jurnalis yang mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas serta tanggungjawabnya sehari-hari.(Charilote, 2006 : 3).

Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas praduga tak bersalah”.

(55)

a) Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang meliputi:

1. Kesesuaian judul berita dengan isi berita. 2. Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.

3. Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan.

4. Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta dengan opini wartawan yang menulis berita.

b) Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut keseimbangan penulisan berita yang meliputi :

1. Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan. 2. Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.

c) Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :

Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).

(56)

2.3.1. Konsep Penyajian Berita

Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui menyajikan suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.

Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya peristiwa umumnya terletak pada bagian teras berita. Bentuk penulisan Piramida Terbalik (Inverted Pyramid), seperti pada gambar berikut :

(Gambar Piramida Terbalik 5W+ 1H)

Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :

J U D U L

LEAD (5W + 1H)

TUBUH Rincian lead, latar belakang

dan informasi lanjutan

Sangat

(57)

a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi c. When : Kapan peristiwa itu terjadi

d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi

e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi

Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau mendukung tulisan pada paragraf pertama.

Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan adalah :

1. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat memberi kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.

2. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang bersifat heterogen.

3. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat. 4. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release walaupun

Gambar

Gambar Kerangka Berpikir
Tabel. 4.1
Tabel. 4.3
Tabel. 4.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bersama ini kami sampaikan bahwa perusahaan saudara termasuk salah satu calon daftar pendek untuk paket pekerjaan “ Pengadaan dan Pemasangan PLTS/Solar Home System

b. Memiliki kemampuan pada bidang usaha : Jasa Perencanaan Konstruksi dengan klasifikasi Perencanaan Arsitektur dan Perencanaan Rekayasa Gedung atau sejenis.. b) tidak masuk

[r]

Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi peneliti dan seluruh staf karyawan

1) Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia

Dilihat dari sisi lembaga tempat penelitian, sebagai upaya memperkaya hasanah pemikiran dan wawasan baru yang berhubungan dengan Kepemimpinan Transformasional Kepala

H 0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil tolakan (sudut awal, kecepatan sudut, power tungkai, waktu reaksi) antara parallel dan staggered feet placement. H i

[r]