Edisi 23 ,27,28 Maret 2010) SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran Jawa Timur”
INDAH DWI PRATIWI 0643010036
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
iii
karuniaNya, penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang
berjudul “objektivitas Berita Konferensi Internasional Lesbian dan Gay / ILGA
Pada Koran Harian Surya Edisi 23 ,27 dan 28 Maret 2010”. Tujuan penulis
meneliti objektivitas pemberitaan ini adalah untuk mengetahui objektif atau tidak
pemberitaan ini.
Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis
menyampaikan rasa terima kasih pada Pembimbing Penulis Bapak Juwito S.sos,
Msi. serta pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melakukan Skripsi
ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:
1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala karuniaNYA, sehingga
penulis mendapatkan kemudahan selama proses penelitian dan penyusunan
laporan.
2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.
4. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi.
5. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu dan
iv
b. Kekasih dan pemberi semangat Penulis Septhian Zulfikar (nduls), for the
best support ever.
c. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada ana, merlie, idunk, cha dan juga
Nyorngat Fam”z
d. For my best brother yang maksa penulis buat ngotot menyelasaikan proposal
ini ArtiPijar
e. Seluruh teman-teman kampus (Kemal, Desna, Kermi, Arie, Doddy, Septian,
Resa, Mbah Rowo, Ngok, Kadir, Dewa, Tuwek, Soak, dan yang lainnya.)
f. Buat temen-temen seperjuangan yang nemenin pembuatan skripsi ini
bareng-bareng Kancil, ajiz, ditto.
g. Dan Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang
telah membantu penyelesaian penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca,
khususnya teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Surabaya, 03 Mei 2010
HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL………. vi
DAFTAR LAMPIRAN……… .. vii
ABSTRAKSI……….. x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Kegunaan Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Komunikasi Massa ... 12
2.1.2. Berita ... 14
2.1.3. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik………. . 25
2.2. Objektivitas Berita ... 30
2.3. Kerangka Berfikir……….. 36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 38
v
3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 45
3.3.1. Populasi ... 45
3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 46
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.5. Teknik Analisis Data ... .. 47
BAB IV HASIL DAN PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan………. 48
4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar Surya……… . . 48
4.1.2. Struktur Organisi Surat kabar Surya……….. 51
4.2. Penyajian Data dan Analisis Data……… 54
Table 4.2……… 55
4.2.1. Objektivitas Pemberitaan……….. 56
4.2.1.1. Akurasi Pemberitaan……… 61
4.2.1.2. Fairness……… 68
4.2.1.3. Validitas Pemberitaan……….. 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………. 74
5.2. Saran………. 75
Lesbian dan Gay / ILGA Pada Koran Harian Surya Edisi 23 ,27 dan 28 Maret 2010)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat Objektif atau tidak pemberitaan yang di tulis pada Surat kabar Surya tentang pemberitaan Konferensi Internasional Lesbian-Gay/ILGA dengan periode yang telah ditentukan.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi yang bersifat kuantitatif, dengan analisis tersebut digunakan untuk mengkaji isi objektivitas pemberitaan Konferensi Internasional Lesbian-Gay/ILGA.
Objektivitas pemberitaan di uji dan di analisis sesuai dengan kategorisasi yang di sesuaikan dalam buku Rachmat Kriyantono dalam teori yang di sempurnakan oleh Rachma Ida tentang 3 kategorisasi objektivitas pemberitaan.
Pemberitaan tentang pengusiran dan demo massa FPUI yang menolak kehadiran peserta Konferensi yang bukan hanya berasal dari Indonesia sendiri tapi juga warga asing ini juga menimbulkan opini dari masyarakat .Hasil yang didapat dari 3 berita yang penulis teliti sebanyak 66,7 % berita yang di tulis masih bisa di bilang objektif dan 33,3% persen belum bisa dikategorisasikan sebagai objektiv pemberitaan. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.
1.1 Latar Belakang
Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini peranan dan pengaruh
informasi dan komunikasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan yang dilakukan di
dalam dan oleh masyarakat yang tidak memerlukan informasi. Kenyataan tersebut
diatas tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Hanya orang atau bangsa yang
mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang dengan pesat. Dalam hal
ini negara yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta informasi akan lebih memperoleh kesempatan memiliki sistem
komunikasi yang dapat menunjang kepentingan nasionalnya, ideologinya, dan
pandangan hidupnya.
Salah satu kebutuhan utama manusia adalah informasi, dalam
perkembangan yang terjadi saat ini semakin banyak individu maupun kelompok
yang membutuhkan informasi. Informasi tidak hanya digunakan sebagai
kebutuhan semata, melainkan juga alat untuk mendapatkan kekuasaan.
Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita sebagai penguasa.
Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa media informasi
merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)
Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya adalah yang dapat
dipercaya, aktual dan bertanggung jawab, sesuai dengan karakteristik berita yang
ada.. Pada mulanya jurnalistik hanya mengolah hal-hal yang sifatnya
Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita sebagai
penguasa. Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa media
informasi merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)
Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya adalah yang
dapat dipercaya, aktual dan bertanggung jawab, sesuai dengan karakteristik berita
yang ada.. Pada mulanya jurnalistik hanya mengolah hal-hal yang sifatnya
informasi saja, dengan kata lain jurnalistik adalah suatu berita yang dapat
disebarluaskan pada masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, surat kabar yang bisa mencapai rakyat
secara mssal itu dipergunakan untuk melakukan social control, sehingga surat
kabar tidak hanya bersifat informatif tetapi juga persuasive. Bukan hanya sekedar
menyampaikan informasi saja tetapi juga mendidik, menghibur, dan
mempengaruhi khalayak agar khalayak melakukan kegiatan tertentu.
(Effendy;1993:93)
Dalam perkembangannya, Masyarakat semakin membutuhkan informasi.
Masyarakat mulai bergantung kepada media massa sebagai penyaji beragam
informasi. Pengaruh media massa semakin besar bagi masyarakat. Oleh sebab itu,
media massa pers harus tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga
kemasyarakatan yang tetap mempertahankan idealism pers dalam menyiarkan
informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi khalayak sasarannya.
Kegiatan media massa yang mengikuti perkembangan teknologi
komunikasi salah satunya adalah dengan media cetak, media massa cetak terbagi
menjadi berbagai segi, format broadsheet, yakni media cetak yang berukuran
surat kabar umum. Faktor terbesar yang bisa menunjang penyebaran informasi
kepada khalayak adalah dengan media massa. Media massa telah menjadi
fenomena tersendiri dalam proses komunikasi, hal ini bisa tergambar dari relita
yang ada saat ini banyak koran-koran baru, stasiun televisi baru, dan berbagai
sarana media massa. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan
kekurangan tersendiri.
Salah satu kelebihan surat kabar dibanding media lain adalah surat kabar
lebih terdokumen, sehingga bisa “dikonsumsi” kapan dan dimana saja. Berbeda
dengan penyajian informasi pada media televisi, di media televisi kita harus
berada di depan televisi pada jam-jam tertentu. Hal inilah yang membuat surat
kabar masih tetap disukai.
Semakin banyaknya jumlah dan beragamnya jenis surat kabar yang
beredar di masyarakat saat ini dapat memberi dampak maupun pengaruh pada
penerbit surat kabar maupun pembaca. Pengaruh akan banyaknya penerbit adalah
konsumen / pembaca akan lebih selektif dalam pemilihan surat kabar, sedangkan
untuk penerbit mereka harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan
penyajian berita-beritanya. Penampilan bentuk surat kabar juga harus lebih
menarik agar dapat mamikat konsumen.
Untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat, media atau pers
dituntut untuk bisa menambah pengetahuan pembacanya dengan menyajikan
informasi yang memiliki kebenaran, kepentingan, dan manfaat. Dengan
banyaknya aneka ragam surat kabar pembaca menjadi lebih selektif dalam
memilih suat kabar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Setiap surat kabar mempunyai ragam berita, mulai dari bidang ekonomi,
sosial, poltik, budaya, kriminal, sampai pada pemberitaan seleb. Surat kabar dapat
memberikan porsi yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama. Surat kabar
satu menyajikan sebuah berita sebagai berita utama belum tentu pemberitaan
tersebut menjadi berita utama pula di surat kabar lain, bahkan bisa saja tidak
dimuat sama sekali.
Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran
ganda yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses komunikasi.
Pers sebagai penghubung antara komunikator dengan komunikan. Kebebasan
media dilindungi oleh undang-undang yang menjamin beropini dan kebebasan
memberikan informasi kepada masyarakat.
Di Indonesia hampir seluruh koran berukuran sama karena kertas yang
digunakan ukurannya standart internasional. Akan tetapi jumlah kolom yang ada
pada koran tersebut.
Penerbitan pers dengan format koran mempunyai frekuensi penerbitan
yang sangat tinggi, karena waktu penerbitannya dilakukan setiap hari. Sehingga
informasi-informasi yang disampaikan pada khalayak bersifat up to date, dari
beberapa koran terbitan yang ada di Jawa Timur, Surya merupakan salah satu
koran terbesar yang memiliki pembaca terbanyak di Jawa Timur, sebelumnya
Koran Surya yang merupakan gabungan antara Kompas Gramedia Group dan Pos
Kota. Karena berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh
wartawan untuk dimuat dalam surat kabar atau majalah. (Djuroto, 2002:7).
Setiap berita yang dimunculkan dalam setiap rubrik memiliki kepentingan
penyampaian yang berbeda. Berita yang di munculkan cendrung menjadi bahan
pembicaraan di masyarakat luas mulai dari berita politik, remaja, hingga suatu
berita yang menjadi pro kontra publik. Berita-berita juga harus memliki nilai
berita yang bisa menarik perhatian pembaca. Kriteria umum nilai merupakan
acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis untuk memutuskan fakta yang
pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik (Widodo, 1997:20).
Jika berita itu menarik, maka akan mengundang selera maupun minat para
pembaca yang akhirnya membeli.
Sebuah berita yang dianggap penting dan aktual serta sesuai kebutuhan
informasi khalayak pembacanya akan ditempatkan sebagai berita utama. Berita
utama yang baik akan membuat pembaca tergerak untuk memberikan
perhatiannya pada surat kabar tersebut, mengingat posisinya yang ditempatkan di
halaman muka dari surat kabar.
Berita utama didefinisikan oleh junaedhie (1991:29) adalah berita yang
dianggap sangat layak dipasang di halaman depan, dengan judul yang merangsang
perhatian menggunakan tipe huruf lebih besar, pendeknya berita istimewa. Berita
utama adalah berita terpenting dari semua berita yang dimuat dalam suatu surat
kabar, maka pemilihan berita utama dilakukan selektif mungkin sesuai dengan
kebijaksanaan redaksionalnya. Biasanya tema berita yang diangkat menjadi berita
utama dipilih dan disepakati oleh redaksi sebagai tema yang paling pantas untuk
diketahui masyarakat pada saat itu.
Seperti pemberitaan pada Headline Koran harian Surya dimana
Oraganisasi Gay dan Lesbian se-Asia akan menggelarkan pertemuan akbar pada
tanggal 26 hingga 28 Maret mendatang. Kegiatan yang baru pertamakali
dilangsungkan ini pertama kali digelar di Indonesia bakal diikuti oleh 200 peserta
dengan belasan Negara. Pertemuan yang berlabel the international lesbian and
Gay Association (ILGA) Asia Conference ini merupakan kongres ke-empat
kalinya. Tiga kali pertemuan sebelum digelar di chiang Mai, Thailand (2008).
Cebu, Filiphina (2005), dan Mumbai, India (2002). Ketua panitia ILGA Asia
Regional Conference, Perhelatan konferens ini perhelatan ini berlangsung di hotel
mirama Grand Merceure Surabaya. Konferensi akan mempertemukan sejumlah
masalah sekaligus mencari jalan keluar terkait persoalan social golongan
minoritas ini. Diantaranya dengan menggelar seminar tentang
kesehatan,pendidikan, masalah diskriminasi, dan masalah-masalah lainya.
“ini murni pertemuan ilmiah untuk berbagai pengalaman antar organisasi
(22/3). Perhatian khusus juga akan diberikan kepada perwakilan organisasi
perempuan dan transgender. Konferensi ini. Kata dia, tidak eksklusif diikuti oleh
organisasi gay dan lesbian saja. Namun terbuka untuk semua orang yang
mendukung hak-hak semua gender dan kelompok-kelompok yang terpinggirkan
secara seksual. Acara ini diduga akan berlangsung meriah. Menurut buku panduan
acara, selain seminar juga ada acara-acara hiburan untuk penutupan yaitu karnaval
jalanan. Kata Tan sampai saat ini sudah ada 150 peserta yang mengirimkan
konfirmasi kehadirannya. Diantaranya delegasi dari Singapura, China, Thailand,
India dan Malaysia. Beberapa diantaranya masih terkendala perolehan visa,
menurut Tan diantaranya peserta dari Bangnladesh. Namun berdasarkan
pengalaman konferensi serupa dua tahun lalu, kongres akan akan dihadiri peserta
yang mewakili 16 negara termasuk Negara-negara peninjau. Saat ini, diasia saja
ada sekitar 100 organisasi lesbian, gay, biseksual, dan transgender. Termasuk
didalamnya organisasi perempuan. (sumber : Koran Surya)
Ratusan anggota FPUI itu berjam-jam menduduki hotel dibilangan
wonokromo tersebut. FPUI yang merupakan gabungan ormas frorum Pembela
Umat islam (FPUI), jamaah hidayatullah, dan Al-Irsyad. Mereka meminta ratusan
peserta Ilga tadi angkat kaki dari Surabaya. “juga dari Indonesia” kata khoirudin,
perwakilan dari FPI Jawa Timur. Menurut informasi dari pihak hotel sendiri
anggota Ilga dating sejak kamis lalu (25/3).
Awal berdiskusi, satu orang dari Ilga turun. Dia langsung berdiskusi
dengan para delegasi FUI. Tetapi rembukan itu tidak menemukan titik temu.
Yang terjadi malah gontok-gontokan antara kedua belah pihak. Puncaknya,
seorang anggota FPI dari lamongan naik pitam. Dia menampar perwakilan dari
Ilga tadi. Sesaat kemudian, Kapolsek Wonokromo AKP Kadarsiman turun tangan.
Dia langsung mengamankan anggota Ilga tadi. Negosiasi selanjutnya hanya dari
FUI, hotel dan polisi. Dari rembukan tersebut FUI masih ngeyel menentut ratusan
anggota Ilga yang sudah membooking kamar untuk keluar. Johanes B. manager
front office Hotel Oval menyanggupi permintaan FUI. Dia menyatakan FUI
memberikan mereka waktu untuk menunggu tiket penerbangan.
Mendengar penjelasan tadi FUI dengan tegas menolak “ pokoknya harus
keluar sekarang, kami yang akan mengawal sampai ke bandara (Juanda)” tegas
Mohammad Dhofir, perwakilan FPI Bangkalan.
Selanjutnya, Jhohanes meminta waktu untuk melakukan negosiasi dengan
orang-orang Ilga. Hasilnya, Hotel mengeluarkan pernyataan, selama menunggu
tiket turun, hotel tidak akan memfasilitasi seluruh kegiatan Ilga.
Lagi-lagi FUI menolak pernyataan tersebut “ kalo sepeti itu mereka kan
bisa berkumpul di tempat lain,” celetuk Zaenal Ashori, perwakilan FPI
Lamongan.
Lama Diam, Maria, seorang anggota Ilga angkat bicara. Dia mengatakan,
pihaknya sejak kamis lalu berada di Surabaya “ sekarang ada anggota kami yang
juga dalam perjalanan kesini” katanya. Tidak lama kemudian, puluhan anggota
FUI langsung mendatangi Maria. Dengan nada Tinggi, Mereka menghardik “
kalian lebih bejat dari pada binatang.” Teriak Zaenal sambil mengangkat tangan.
Pukul 15.38, AKP Kadarisman menemui perwakilan FUI. “Tetapi, mereka
harus berkoordinasi dahulu. Soalnya banyak yang sedang berada diluar sana”
terang AKP Kadarisman,
FUI masih belum menerima. Mereka tidak akan angkat kaki selama belum
melihat ratusan peserta Ilga yang berada di Hotel Oval tidak hanya dari
Indonesia.”ada yang dari India dan Amerika.” Kata seorang polisi yang tidak mau
menyebutkan namanya.
Kesepakatan akhirnya terjadi setelah kapolres Surabaya Selatan AKBP
Bahagia Dachi turun tangan. FUI dan panitia Ilga sepakat bahwa peserta asing
akan pulang kenegara mereka masing-masing sesuai tiket mereka. Sementara itu,
peserta local dari luar kota harus angkat kaki dari Surabaya malam ini. (Sumber :
Surya)
Penyelenggaraan International Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender dan
Intersex Association (ILGA) ke-4 tingkat Asia mendapat protes dari mahasiswa
Islam. Penolakan terhadap komunitas Gay dan Lesbian yang berencana menggelar
konferensi dilakukan oleh puluhan massa yang mengatas namakan Forum
Persatuan Umat Islam (FPUI) Jatim yang berbondong-bondong mendatangi Hotel
oval .
Berita di atas merupakan kutipan dari koran Surya, dalam tiga edisi koran
Surya yaitu edisi tanggal 23, 27, dan 28 Maret 2010. Dalam penulisan berita
tersebut judul berita dituliskan dengan ukuran besar. Menurut Junaedhi (1991 :
29) berita yang ditulis dengan huruf ukuran besar pada judulnya merupakan berita
utama atau istimewa. Berita utama dilakukan selektif mungkin sesuai dengan
kebijaksanaan redaksionalnya, dan sesuatu yang dianggap paling pantas diketahui
oleh masyarakat pada saat itu.
Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang
menyajikan fakta, tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan.
Objektivitas menurut mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang
diterapkan seutuhnya. Dalam sistem media massa yang memiliki keanekaragaman
eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang memihak, meski
sumber tersebut harus bersaing dengan sumber informasi lainnya yang
menyatakan dirinya obyektif. Meskipun demikian tidak sedikit media yang
mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.
Objektivitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara
utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, yang bertujuan untuk
memberi informasi dan pengetahuan kepada konsumen. (flournoy, 1986 : 48).
Setiap berita yang disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus
memenuhi unsur obyektivitas. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat
penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat
menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan
berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung
sepihak.
Sebuah berita bisa dikatakan obyetif bila memenuhi beberapa unsur,
diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak ada
tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsur di atas banyak sekali berita
yang disajikan belum memenuhi unsur-unsur obyektivitas atau bisa dikatakan
bahwa berita tersebut tidak obyektif. Suatu berita yang disajikan tidak obyektif
hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan akan merugikan pihak lain.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis isi sehingga
diperoleh pemahaman yang akurat dan penting. Analisisnya adalah berita di surat
kabar yang analisis ini digunakan untuk mengkaji pesan-pesan di media
(flournoy, 1986 : 12). Pemanfaatan ilmu komunikasi media massa dapat diperoleh
secara tepat implementasi di lapangan atas obyektivitas pers dari surat kabar yang
menjadi subyek penelitian (McQuail, 1994 : 179).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi
penelitian ini, maka penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah
Objektivitas Berita Pembubaran Konferensi Internasional Gay-Lesbian di Koran
harian Surya?.”
1.3. Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui objektivitas berita Pembubaran Konfrensi Internasional
Lesbian-Gay yang dibubarkan oleh FUI di Koran Surya.”
1.4. Kegunaan penelitian
Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan
dengan penelitian obyektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini diharapkan bisa
menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.
Kegunaan praktis : penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan
bagi Redaksi Surya didalam menangani Pro-Kontra pemberitaan Pembubaran
Konfrensi Internasional Lesbian-Gay yang dibubarkan oleh FUI tanpa harus
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Komunikasi Massa
Didalam mengarungi kehidupan, manusia tidak lepas dari berkomunikasi
baik dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi
telah mencapai tingkat dimana orang berbicara secara serempak dan serentak
dengan jutaan manusia, hal itu dilakukan melalui media massa atau disebut
komunikasi massa. Komunikasi masa menurut Bittner (dalam Rakhmat, 2001 ).
“mass Communication is message communication through a mass medium to large number of people”
(Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
pada sejumlah besar orang).
Sedangkan menurut Devito yang dikutip dari Effendy (2001)
mendefinisikan komunikassi massa sebagai “First mass Comunication is
communication addressed to the masses to an extremely large audience. This does
not mean that the audience include all people or everyone who reads or everyone
who whatches television, rather it means am audience that is large an generally
rather people defined. Second, mass communication isperhap most easilu logically
defined by its forms : television, radio, newspaper, magazine, film, books, and
tapes.” ( pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang ditunjukan kepada
massa kepada khalayak yang luar biasa
banyaknya, ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau
semua orang yang menonton televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu
besar dan pula umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi
massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio
dan visuak. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila
didefinikasikan menurut bentuknya : televise, radio, surat kabar, tabloid, film,
buku dan pita).
Lebih lanjut Efendy (2001) menegaskan tentang pengertian komunikasi
massa yaitu :
“Mass communication is process by which a message is transmitted through one more of the mass media (Newspaper, Radio, television, movies, magazine, and books) to an audience that is relatively large an animous.”
Jadi komunikasi massa adalah proses menyebarkan pesan melalui salah satu
media massa (Tabloidm radiom televise, bioskop, dan buku-buku) kepada
khalayak luas yang tidak dikenal.
McQuail (2001) dalam bukunya Teori komunikasi Massa. Suatu pengantar,
menjabarkan tentang ciri-ciri komunikasi massa yaitu “ sumber komunikasi massa
bukanlah satu orang tetapi organisasi formal, “sang pengirim”nya seringkali
merupakan komunikator professional. Komunikan (penerima) adalah bagian dari
khalayak luas. Peasanya tidak unik beraneka ragam dapat diperkirakan. Seringkali
diprosses, distadarisasikan dan selalu diperbanyak.
Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komodisi yang mempunyai nilai
tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan”. Hubungan antara
Komunikasi massa sering sekali mencakup kontak secara serentak antara satu
pengiriman dengan banyak penerimaan, menciptakan pengaruh luas dalam waktu
singkat, dan menimbulkan respon seketika dari banyak orang serentak.
Senada dengan McQuail, Effendy (2001) memberikan cirri-ciri tentang
komunikasi Massa yaitu :
1. Komunikator pada komunikasi massa
Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga
yaitu suatu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga
(Institusionalized Communication / Organaized Communicator).
Komunikator pada komunikasi massa misalnya warttawan tabloid, karena
media yang digunakan adalah suatu lembaga. Dalam menyebarluaskan
pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan
kebijakan (policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai
kebebasan individual, jadi kebebasan mengemukakan pendapat (Freedom
of Expression atau Feredom of Opinion) merupakan kebebasan terbatas
(Restricted Freedom).
2. Komunikan pada komunikasi massa bersifat homogeny
Komunikan bersifaat hetrogen karena didalam keberadaannya secara
terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan
tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal
antara lain jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan,
Satu-satunya cara untuk mendekati keinginan selalu khalayak adalah
dengan mengelompokan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama,
pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobby, dan lain-lain. Hampir semua
tabloid, surat kabar, radio, televise, menyajikan acara atau rubric tertentu
yang diperuntukan bagi anak-anak, remaja, dewasa, wanita dewasa, remaja
putrid, pedagang, petani, ABRI, AU, pemeluk agama Islam, Kristen,
Budha, Hindu, dan lain-lainnya; para penggemar music, film, sastra; dan
kelompok-kelompok lainya.
3. Pesan pada Komunikasi massa bersifat umum
Pesannya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai
kepentingan umum. Media massa akan menyiarkan berita seoarng menteri
yang meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak menyiarkan berita
seorang mentri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Perkucualian
bagi seorang kepala Negara, media massa kadang memberikan perihal
beliau merayakan ulang tahunnya, menikahkan putra-putrinya, hobinya
berburu, walaupun sebetulnya tidak ada hubungannya untuk kepentingan
umum.
4. Komunikasi massa berlangsung satu arah
Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada
komunikator. Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan
pembaca terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Yang dimaksudkan
dengan “tidak mengetahui” adalah tidak mengetahui pada waktu proses
misalnya melalui rubrik “suara pembaca” atau “suara pendengar” yang
biasanya terdapat di tabloid, surat kabar maupun radio. Tetapi semua itu
terjadi setelah komunikasi dilancarkan oleh komunikator, sehingga
komunikator tidak bisa memperbaiki gaya komunikasi seperti yang biasa
terjadi pada komunikasi tatap muka. Untuk menghindari hal tersebut maka
komunikator harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa
sehingga pesan yang disampaikan kepada komunikasi haruslah
komunikatif.
5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
Hal ini merupakan ciri hakiki di music atau penyanyiingkan dengan media
komunikasi yang lain. Poster dan papan pengumuman adalah media
komunikasi tetapi bukan media komunikasi massa karena tidak
mengandung cirri keserempakan. Pesan yang disampaikan tidak diterima
oleh khalayak dengan melihat poster atau papan pengumuman secara
serempak atau bersama-sama. Lain dengan radio, televise, tabloid, surat
kabar, pesan yang disampaikan secara serempak bisa diterima oleh
khalayak.
2.1.2. Berita
Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,
menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala
seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Berita berasal dari
bahasa sansekerta, yaitu urit yang dalam bahasa Inggris disebut write, yang berarti
artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau
peristiwa yang hangat.
Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang
bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi
dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya.
Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek
yang telah menonjolkannya sendiri.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain
telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, alamat,
dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis dengan cara
yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik
(panuju, 2005 : 52).
Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah
laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat
atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita
merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.
Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Menjaga obyektivitas dalam pemberitaan.
2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal
3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.
Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang membuat
suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap, Adil,
Berimbang, Objektif, Ringkas, Jelas, dan Hangat.
Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita, dalam
cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan kepada
pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita ini
menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53)
peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung konflik,
bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan,
human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.
Sedangkan menurut...
1. Aktualitas, berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang
meleleh, bersamaan dengan berlalunya waktu nilainya semakin
berkurang. Bagi surat kabar, semakin aktual berita-beritanya,
artinya semakin baru peristiwa itu terjadi, maka semakin tinggi
nilai beritanya.
2. Kedekatan, peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan
pembaca akan menarik perhatian. Kedekatan yang dimaksud tidak
hanya kedekatan secara geografis tapi juga kedekatan emosional.
3. Keterkenalan, kejadian yang menyangkut tokoh terkenal
ini tidak hanya sebatas nama orang saja, demikian pula dengan
tempat-tempat terkenal,
4. Dampak, Berita memiliki banyak jenis, Menurut Sumadiaria (
2005 : 69-71 ) dalam dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya
dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Elementary yaitu :
a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang
dimulai dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).
b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda
dengan Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun
informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri
sebagai informasi tambahan untuk peristiwa itu sendiri.
c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang
bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita
menyeluruh, mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu
dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya
terlihat dengan jelas.
2. Intermediate yaitu :
a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan
sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam
jenis laporan ini reporter menganalisis dan menjelaskan.
b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang
menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis
mencari fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature
lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada
pentingnya informasi yang disajikan.
3. Adnance yaitu :
a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat
mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa
fenomenal atau aktual.dengan membaca karya pelaporan
mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik
duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau
sudut pandang.
b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda
dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan
pada sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif
waratawan melakukan penyelidikan untuk memeperoleh fakta yang
tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak
etis
c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan
yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi
pendapat umum
Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya
adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal dari
suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita
mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide.
Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah
dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, fakta tersebut
dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart operasional dan
prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah dasar-dasar jurnalistik).
Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.
2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal
sebagian saja.
3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.
Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14
Maret 2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :
a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran
informasi.
b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi
seseorang.
Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat
menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang factual dari
apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya
dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.
Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara
judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan pembaca
yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita harus
mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari
salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca sekilas oleh khalayak
melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.
Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk
kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis
mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya melalui
mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin
pada isi beritanya.
Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :
1. Memberikan identitas pada berita
2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita
Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan
gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna untuk
memperjelas isi pemberitaan. Penempatan adanya data pendukung berita ini
sangat penting atas pertimbangan berikut :
1. Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama
kali menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip
dari jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung
berita di atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan
bagian dari unsure berita yang disajikan.
2. Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan
pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto
mampu menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.
Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas
yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui menyajikan
suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya pemberian identitas
waktu dalam sebuah penyajian berita.
Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik
yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting
sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya peristiwa umumnya
terletak pada bagian teras berita. Bentuk penulisan Piramida Terbalik (Inverted
Gambar 2.1
Piramida Terbalik 5W+ 1H
J U D U L
LEAD (5W + 1H) TUBUH Rincian lead, latar belakang
dan informasi lanjutan
Sangat
Kurang
Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat
lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini
mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :
a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi
b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi
c. When : Kapan peristiwa itu terjadi
d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi
e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut
f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi
Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan
sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau
mendukung tulisan pada paragraf pertama.
Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain
susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan
a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat
memberi kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.
b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti
oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak
berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang
bersifat heterogen.
c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin
untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat.
d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release
walaupun mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang
beropini, namun haruslah jelas opini tersebut dinyatakan oleh siapa.
e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu
mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik
Relations sebagai sumber informasi.
f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam
penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu
dihindari penggunaan kata yang berbelit-belit.
Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan
hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya
fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan
penelusuran, narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta
Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan
kredibilitas media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara
sumber berkaitan erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada
pihak yang merasa dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah
nara sumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam menyajikan
berita.
2.1.3. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik
Ketika semua orang memiliki hak suara, maka mereka pun merasa ikut
berkepentingan dengan jalannya pemerintahan. Setiap orang dengan intensitas
yang berbeda-beda, mulai ikut berpartisipasi dalam urusan publik. Dalam kaitan
inilah pers menjadi sangat penting untuk menjaga sistem politik. Pers juga
menjadi sumber informasi atau pendidik, sumber nilai-nilai budaya baru,
sekaligus sumber hiburan. (Rivers, 2004:51)
Ada dua pengertian pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti
luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar,
majalah, tabloid mingguan, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas
meliputi media massa cetak elektronik antara lain radio dan televisi, sebagai
media yang menyiarkan karya jurnalistik. ( Effendy, 2000:90)
Jadi secara tegas, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang
menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan
jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga, karena
jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan daya hidup
yang menghidupi aspek pers itu sendiri.
Sedangkan pengertian pers di Indonesia tercantum dalam Undang-undang
No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan Undang-undang
No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-undang no. 11 Tahun 1966.
dalam Undang –undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:
”Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya dilengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya.”
Jadi berdasar definisi pers diatas jelas tercantum bahwa pers harus
mempunyai idealisme, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan
nasional, bukan sekedar penjual berita hanya untuk mencari keuntungan finansial.
Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus
akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya. Tetapi fungsi pers bukan
hanya itu, menurut Kusumaningrat fungsi pers yang lebih detail adalah sebagai
berikut:
1. Fungsi Informatif
Yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak dengan cara
yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berhuna dan
penting bagiorang banyak dan kemudian menuliskan dengan kata-kata.
kemungkinan bahwa pers juga memperingatkan khalayaknya tentang
peristiwa yang diduga akan terjadi.
2. Fungsi Kontrol ( fungsi watchdog )
Pers harus memberitakan apa yang berjalan dengan baik dan tidak
berjalan dengan baik. Fungsi ini harus dilakukan dengan lebih aktif
oleh pers daripada oleh kelompok organisasi masyarakat lain seperti
LSM, dan lain sebagainya.
3. Fungsi Interpretatif dan Direktif
Pers harus menceritakan kepada masyarkat tentang arti suatu kejadian
(biasanya melalui tajuk rencana atau tulisan latar belakang) dan jika
diperlukan, pers juga memberitahukan tindakan yang seharusnya
diambil oleh masyakarat dan memberikan alasan mengapa harus
bertindak.
4. Fungsi Menghibur
Mereka menceritakan kisah yang menarik dan lucu untuk khalayak
ketahui (humor, drama serta musik) meskipun kisah itu tidak terlalu
penting.
5. Fungsi Regeneratif
Pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru
terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada
angkatan yang lebih muda dengan cara menceritakan bagaimana
sekarang, bagaimana itu diselesaikan dan apa yang dianggap dunia itu
benar atau salah.
6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara
Pers harus menjaga baik-baik jangan sampai timbul tirani golongan
mayoritas dimana golongan mayoritas itu menguasai dan menekan
golongan mayoritas. Pers harus bekerja berdasarkan teori tanggung
jawab dan menjami hak setiap pribadi untuk didengar dan diberi
penenrangan sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam beberapa hal
khalayak hendaknya diberi kesempatan untuk menulis kritik dalam
media terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan
masyarakat, bahkan juga tidak menutup kemungkinan untuk
mengkritik medianya sendiri.
7. Fungsi Ekonomi
Pers juga dapat berfungsi secara ekonomi yaitu dengan cara melayani
sistem ekonomi melalui iklan
8. Fungsi Swadaya
Untuk memelihara kebebasan yang murni, pers berkewajiban untuk
memupuk kekuatan modalnya sendiri agar tidak ditempatkan dibawah
kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa.
( Kusumaningrat, 2005 : 27-29 )
Hubungan pers sebagai media yang menjembatani masyarakat dan sistem
pemerintahan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan saling
2.1.4. Pengertian Surat Kabar
Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan
sebagainya yang dicetak kedalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan
secara teratur, dan bisa terbit setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto,
2002: 11).
Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi,
khususnya pada study komunikasi massa. Dalam buku ”Ensiklopedia Pers
Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit
pers yang masuk dalam media cetak yaitu berupa lembaran-lembaran berisi
berita-berita, karanga-karangan, dan iklan yang diterbitkan secara berkala: bisa harian,
mingguan dan bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi: 1991:257).
Surat kabar pertama kali diterbitkan dan diperjual belikan untuk pertama
kali di Amerika Serikat, menurut sejarahnya surat kabar ditemukan dan dicetak
pertama oleh seorang imigran dari Inggris pada tahun 1690, bernama Benyamin
Harris (Djuroto, 2002:5)
Surat kabar pada perkembangannya saat ini menjelma sebagai salah satu
bentuk dari pers yang mempunyai kekuatan dan kewenangan untuk menjadi
sebuah konstrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut
disebabkan karena falsaafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial,
budaya dan politik.
2.2. Objektifitas Berita
Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi
the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan
informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap
berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.
Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan
cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana
pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat
sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah
paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita.
Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu
“reporting format that generally spates fact from pinion present an emotionally
detached view of the news, and strives for fairness and balanced” (DeFleur, 1994
: 635).
Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun
harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa
pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara
fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai
pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat
sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness,
pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan
fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari
Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).
Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam
observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it seems
to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or standards”
(Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 : 403).
Gambar 2.2.
Konsep Obyektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)
Faktuality
Impartiality
Truth
Relevance
Balance / non
partisanship
Neutral
Presentation
Objectivity
Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa
atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa
komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter, suatu
sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian
sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan objektifitas
mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas serta
tanggungjawabnya sehari-hari ( Charilote, 2006 : 3).
Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh
oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik
Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas praduga
tak bersalah”.
Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas
pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Dengan obyek
penelitian berita politik dengan skala nasional yang menjadi berita utama
(Kriyantono, 2006 : 224). Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur
Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam
dimensi-dimensi objektifitas yang terdiri dari aktualitas, fainess dan validitas
pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida (Kriyantono,
2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).
a. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan
yang meliputi:
1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita.
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas
4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta
dengan opini wartawan yang menulis berita.
b. Fainess atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut
keseimbangan penulisan berita yang meliputi :
1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan.
2) Ketidahberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.
c. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :
1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas
maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).
2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi
peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi
kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya
sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena
jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku langsung
dan bukan pelaku langsung.
Objektifitas, betapapun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers.
Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini
2.5. Kerangka Berpikir
Seperti yang telah diketahui bahwa pekerjaan media adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan pembentukan realitas. Sehingga, pada dasarnya berita yang
tersaji di hadapan khalayak merupakan hasil olahan atau konstruksi wartawan
sebagai perpanjangan tangan dari media. Karena semua pekerja jurnalis adalah
agen : bagaimana peristiwa yang acak dan kompleks itu disusun sedemikian rupa
sehingga membentuk sebuah berita yang dapat dipahami dan dimengerti oleh
khalayak.
Demikian halnya dengan berita mengenai tentang Berita Demo
Pembubaran Peserta Konferensi Internasional Lesbian dan Gay / ILGA Pada
Koran Harian Surya Edisi 23 ,27,28 Maret 2010 yang memiliki sudut pandang
dalam pemberitaannya mengenai realitas yang ada. Pemuatan berita mengenai
Demo pembubaran Peserta Konferensi Internasional di media surat kabar Harian
Surya dipilih penulis sebagai subyek penelitian.
Berita mengenai tentang Berita Demo Pembubaran Peserta Konferensi
Internasional Lesbian dan Gay / ILGA Pada Koran Harian Surya Edisi 23 ,27,28
Maret 2010 tersebut dianalisis menggunakan analisis isi atau obyektivitas
pemberitaan menurut Rahmad Ida (Kriyantono, 2006 : 244). Yang terdiri dari tiga
elemen, yaitu akurasi pemberitaan, ketidak berpihakan pemberitaan (fairness),
validitas keabsaan. Ketiga struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang
dapat mewujudkan analisis isi atau obyektivitas pemberitaan dari suatu media.
Gambar 2.3 1. Akurasi Pemberitaan :
1. Kesesuaian judul berita sesuai isi berita
2. Pencantuman Waktu Terjadinya Suatu Peristiwa 3. Penggunaan Data Pendukung,
Kelengkapan Informasi Atas Kejadian yang Ditampilkan
1. Diliha t Dari Sumber Berita yang Digunakan
2. Dilihat Dari Ukuran Fisik Luas Kolom yang Digunakan
3. Validitas Keabsahan:
K
Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran
variabel-variabel penelitian dapat dijelaskan dengan indicator-indikator variable penelitian
dengan mengkategorisasikan pemberitaan berdasarkan Teori yang ada.
Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang
mengharuskan peneliti bersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena
riset ini menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan.
Berdasarkan metodologi diatas, penelitian ini menggunakan metode
analisis isi yang digunakan untuk menganalisis isi pesan yang tampak, dengan
cara sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian
deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistimatik, faktual, akurat
tentang fakta serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.
3.1. Definisi Operasional
Dalam isi berita pembubaran konferensi internasional lesbian-gay yang
dibubarkan oleh FUI khalayak yang dapat memberikan pendapatnya secara
langsung kepada isi pemberitaan tersebut sehingga masyarakat dapat menilai
dengan pandangannya sendiri
Pemberitaan didalam rubrik Metropolis pada Koran harian Surya Edisi 23, 27, 28
Maret tentang pembubaran Konferensi Internasional Lesbian-Gay oleh FUI
dapat mewakili keingitahuan masyarakat serta menjadi bahan pembicaraan
yang hangat di masyarakat serta penerimaan kritik dan saran atau hujatan
sekalipun dari masyarakat luas. Sehingga dapat menimbulkan topik pembicaraan
dalam kalangan masyarakat dengan memberikan argumentasi secara objective
journalism yang berbobot.
3.1.1. ILGA (Internasional Lesbian, Gay, Bixeksual, Trans, and Intersex Association)
ILGA didirikan pada 8 Agustus 1978 selama konferensi dari Kampanye
Homoseksual Kesetaraan di Coventry, Inggris, pada pertemuan yang dihadiri oleh
30 orang yang mewakili 17 organisasi dari 14 negara. Ini pertama kali disebut
International Gay Association (IGA), tetapi berubah nama menjadi ILGA pada tahun 1986. Yang dikenal pertama organisasi hak gay adalah "Masyarakat untuk
Hak Asasi Manusia" di Chicago-sekitar tahun 1924. Konferensi juga menyerukan
kepada Amnesti Internasional (AI) untuk mengambil isu penyiksaan terhadap
lesbian dan gay. Setelah kampanye yang berlangsung selama 13 tahun terakhir di
AI pada tahun 1991 membuat hak asasi manusia dan bagian gay lesbian
mandatnya dan hari ini adalah pendukung yang penuh gairah untuk hak-hak
LGBT di tingkat internasional. ILGA juga berperan penting dalam mendapatkan
Organisasi Kesehatan Dunia untuk drop homoseksualitas dari daftar penyakit.
ILGA adalah gay lesbian pertama dan organisasi hak untuk mendapatkan status
nama ILGA di tahun 1993 dan 1994 sesi dari PBB Sub-Komisi Pencegahan
Diskriminasi dan Perlindungan Kaum Minoritas dan di sesi 1994 Komisi PBB
tentang Hak Asasi Manusia .ILGA's LSM status dihentikan pada bulan September
1994. Perserikatan Bangsa-Bangsa didalam Program Aids, UNAIDS,
menunjukkan bahwa hal itu tidak akan memberikan dana untuk setiap proyek
terkait dengan ILGA karena kontroversi. Saat ini, satu-satunya hak gay LSM di
ECOSOC adalah Koalisi Australia Aktivis Lesbian , yang mendapat status
konsultatif pada tahun 1999. Para Dewan Eropa menanggapi permintaan lama
yang berdiri ILGA untuk status konsultatif dengan pertanyaan mengenai alasan
suspensi oleh PBB.. Dewan Eropa memberikan status konsultatif pada akhir tahun
1997.
3.1.2. Berita Pembubaran Konferensi Internasional Lesbian-Gay/ ILGA oleh FUI
Massa FUI mendatangi lokasi penginapan peserta pertemuan internasional
lesbian, gay, bisexual, Trans, and Intersex Assosiation (ILGA) se-asia di Hotel
Oval, jalan diponogoro. Mereka meminta delegasi Ilga untuk meninggalkan hotel
tersebut. Ratusan anggota FUI itu berjam-jam menduduki hotel dibilangan
wonokromo tersebut. FUI yang merupakan gabungan ormas front pembela islam
(FPI), jamaah hidayatullah, dan Al-Irsyad. Mereka meminta ratusan peserta Ilga
tadi angkat kaki dari Surabaya.”juga dari Indonesia” kata khoirudin, perwakilan
dari FPI Jawa Timur. Menurut informasi dari pihak hotel sendiri anggota Ilga
langsung berdiskusi dengan para delegasi FUI. Tetapi rembukan itu tidak
menemukan titik temu. Yang terjadi malah gontok-gontokan antara kedua belah
pihak. Puncaknya, seorang anggota FPI dari lamongan naik pitam. Dia menampar
perwakilan dari Ilga tadi. Sesaat kemudian, Kapolsek Wonokromo AKP
Kadarsiman turun tangan. Dia langsung mengamankan anggota Ilga tadi.
Negosiasi selanjutnya hanya dari FUI, hotel dan polisi. Dari rembukan tersebut
FUI masih berdebat menentut ratusan anggota Ilga yang sudah membooking
kamar untuk keluar. Johanes B. manager front office Hotel Oval menyanggupi
permintaan FUI. Dia menyatakan FUI memberikan mereka waktu untuk
menunggu tiket penerbangan.
Mendengar penjelasan tadi FUI dengan tegas menolak “ pokoknya harus
keluar sekarang, kami yang akan mengawal sampai ke bandara (Juanda)” tegas
Mohammad Dhofir, perwakilan FPI Bangkalan.
Selanjutnya, Jhohanes meminta waktu untuk melakukan negosiasi dengan
orang-orang Ilga. Hasilnya, Hotel mengeluarkan pernyataan, selama menunggu
tiket turun, hotel tidak akan memfasilitasi seluruh kegiatan Ilga.
Lagi-lagi FUI menolak pernyataan tersebut “ kalo sepeti itu mereka kan
bisa berkumpul di tempat lain,” celetuk Zaenal Ashori, perwakilan FPI
Lamongan.
Lama Diam, Maria, seorang anggota Ilga angkat bicara. Dia mengatakan,
pihaknya sejak kamis lalu berada di Surabaya “ sekarang ada anggota kami yang
juga dalam perjalanan kesini” katanya. Tidak lama kemudian, puluhan anggota
kalian lebih bejat dari pada binatang.” Teriak Zaenal sambil mengangkat
tangan.(Sumber : Surya)
3.2. Kategorisasi Obyektivitas Pers
Subjek dalam penelitian ini adalah Surya. dan objek penelitiannya adalah
berita Berita Pembubaran Peserta Konferensi Internasional Lesbian dan Gay /
ILGA Pada Koran Harian Surya Edisi 23, 27 dan 28 Maret 2010.
Dari berita kasus pembubaran konferensi ILGA oleh massa FUI di surat
kabar harian pagi Jawa Pos yang dianalisa sebagai obyek dari penelitian ini yang
kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang telah dibuat
dan disesuaikan agar diperoleh hasil yang akurat, karena validitas metode dan
hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya. Dengan demikian
penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachma Ida, PhD.
Kategorisasi Obyektivitas pemberitaan menurut Rachma Ida (Kriyantono,
2006: 244 dan juga dalam Bungin, 2003: 154-155):
Akurasi pemberitaan, meliputi :
1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita, konsep ini dibagi dalam dua
kategorisasi :
a) Sesuai, bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada
isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada di dalam pemberitaan
b) Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang
sama pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang
jelas-jelas ada.
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. Kategori dalam konsep
ini, yaitu :
a) Dicantumkan waktu, bila dalam tulisan mencamtumkan tanggal,
pencantuman kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau
keduanya, yaitu mencantumkan tanggal dan kata-kata.
b) Tidak dicantumkan waktu, yaitu jika dalam tulisan itu tidak
mencamtumkan waktu.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian
yang ditampilkan antara lain menggunakan : tabel, statistik, foto,
ilustrasi gambar dan lain-lain, konsep ini dibagi
a) Ada data pendukung, bila tulisan dilengkapi dengan salah satu data
pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik (angka-angka)
dan data referensi (buku undang-undang, peraturan pemerintah,
dan lain-lain).
b) Tidak ada data pendukung, bila tulisan itu sama sekali tidak
dilengkapi dengan data pendukung.
4) Faktualitas berita, konsep ini dibagi atas kategori :
a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel
berita itu terdapat kata-kata opinionative, seperti : tampaknya,
agaknya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi,
manuver, sayangnya, dan lain-lain.
b) Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel
tidak ada kata-kata opinionative.
B. Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, meliputi :
1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu :
a) Seimbang, yaitu apabila masing-masing pihak yang diberitakan
diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah
sumber beritanya.
b) Tidak seimbang, yaitu jika masing-masing pihak yang diberitakan
tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita.
2) Ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters
kolom) yang dipakai yaitu :
a) Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak
yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.
b) Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara
pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah
kesamaan.
C. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :
1) Atribusi sumber berita. Konsep ini dibagi menjadi :
a) Sumber berita jelas, apabila dalam berita itu sumber beritayang
dipakai dicantumkan identitasnya seperti nama, pekerjaan, atau
b) Sumber berita tidak jelas, bila dalam berita tidak dicantumkan
identitas sumber berita.
2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi
peristiwa. Kategori ini dibagi dalam :
a) Wartawan, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan hasil
pengamatan wartawan secara langsung.
b) Pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan merupakan
hasil wartawan dengan sumber berita yang mengalami peristiwa
tersebut.
c) Bukan pelaku langsung, apabila peristiwa yang diberitakan
merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak
mengalami langsung peristiwa tersebut. Hanya karena jabatan atau
memiliki akses informasi lalu menjadi sumber berita. Misalnya
petugas humas, juru bicara, kapuspen, atau juga pejabat yang
berwenang tetapi tidak berada di lokasi ketika peristiwa itu terjadi.
3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi
Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan upaya bagi
peneliti untuk membatasi ruang lingkup analisisnya. Populasi dalam penelitian
adalah seluruh berita yang ada di surat kabar harian Surya tentang Berita
FPUI di Koran harian Surya. Populasi penelitian ini adalah pemberitaan yang
dimuat di harian pagi Surya 23, 27 dan 28 maret 2010.
3.3.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel
Dalam penarikan sampel, tidak ada ketentuan pasti mengenai jumlah
besar-kecilnya. Hanya saja, yang diutamakan dalam pengambilan sampel haruslah
representatif atau mampu mewakili secara keseluruhan Henry Subiakto
(Kriyantono 2006 : 151), menyatakan besaran sample tidak ada ketentuan
pastinya, yang penting adalah hasilnya yang representatif. Dalam makalah content
analysis jika jumlah populasi penelitian cukup besar, maka untuk mempermudah
penelitian, dapat mengambil sample dengan jumlah 50%, 25%, atau minimal 10%
dari keseluruhan populasi.
Teknik pengambilan sample menggunakan penulis total sampling, yaitu
sample diambil secara keselurahan dari jumlah populasi yang didasarkan pada
keseluruhan unit populasi, yakni berita Berita pembubaran konfeensi
Internasional Lesbian Gay/ ILGA pertama oleh massa FUI di Koran harian Surya
yang menjadi populasi dalam penelitian ini. Jumlah berita Berita pembubaran
konferensi Internasional Lesbian Gay/ ILGA pertama oleh massa FUI di Koran
harian Surya sebanyak 3 pemberita. Jadi sampel yang diambil adalah 3 sesuai
dengan jumlah populasi yang diperoleh memiliki kesempatan yang sama untuk
dijadikan sample. Dengan demikian harus dihindari adanya diskriminasi unit
populasi antara satu dengan yang lain karena semua memiliki kesempatan yang