PEMBINAAN KEAGAMAAN TERHADAP NARAPIDANA DEMI TERCAPAINYA PRIBADI YANG MANDIRI
(Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan f Cirebon)
T E S I S
Diajukan Kepada Panrtia Ujian Tesis Instftut Keguruan dan llmu Pendidikan Bandung
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Pasca Sarjana Bidang Studi Pendidikan Umum
Oleh:
ABDUL LATIF NIM. 9596161
PROGRAM PASCASARJANA
BIDANG STUDI PENDIDIKAN UMUM
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Disetujui dan Disyahkan oleh Pembimbing
Untuk Mengikuti Ujian Tahap II
PROF. DR. H. MAMAN ABDURAHMAN Pembimbing
PROF. H. NU'MAN SUMANTRI, M.
Pembimbing
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG
ABSTRAK
riai»«
Lem^ga
Pemasyarakatan (Lapas)
berperan
penting
mlir h,T
" ^epribad±an manusia
y*"S
seda^ menjalan?
S™,n
r3K
^na Pelan59^an yang
telah
dibuatnya.
rf™*
lemb*°a tersebut dipandang
strategis
berkenaan
e
JrhH"
-erebaknya kejahatan yang
sudah
barang
tentu menambah penghunx Lembaga Pemasyarakatan.
*n HPnnLtJtan te,Dritis men9enai kaitan pembinaan
keagama
an dengan kemandxnan, pertama-tama berangkat dari
aksio-ma teorx tungsional, bahwa segala hal yang tidak
berfung-sx akan lenyap dengan sendirinya. Karena agama sejak dulu
T^nnlt
5a!
ini,maSih ada' JelaS bahwa a9ama
mempunyai
rungsx, atau bahkan memerankan sejumlah fungsi. Tampak
bahwa
kaitan agama dengan masaiah moral
demikian
erat.
d.rfio
Pnu ^
moralitas «enjadikan indikasi masaiah
keman-dirxan. BBahwa manusia mandiri adalah manusia yana
memi-termoraTku'at*" dalSm kemampuan' berkepribadian sehat dan
Kemandirian seseorang pada hakekatnya erat
kaitan-linri.fr9aH "ilai-nilai religius atau agama yang
menjadi
landasan
dalam
perxlaku seseorang.
Dilihat
dari
seqi
rif?
' kemandirian P^fa hakekatnya sebagai
konsekwensi
darx
adanya keyakxnan atau iman dan takwa, hal ini
men-yangkut masaiah akidah.
flria, . Fenomena menarik yang timbul di lokasi
penelitian
adalah bahwa beberapa keterampilan yang ditunjukkan untuk
melatih
para
napi juga telah
lama
diselenggarakan
di
sana.
Dan keterampilan tersebut ada beberapa napi
yanq
cenderung dapat hidup mandiri. Mereka mampu untuk
memper-baikx
niesm
membuat konveksi, dan bercocok
tanam
yang
baxk dan berhasil. ' y
rian . Dari
dua visi aktivitas yakni kegiatan
keagamaan
dan kegiatan keterampilan yang sudah lama berlangsunq
di
Lembaga
Pemasyarakatan
I Cirebon
tersebut,
temyata
mendapat perhatian beragam dari para napi. Mereka ada
ri^LoSerpUS
dal3f men9ik"ti program
yang
dilaksanakan
Lembaga
Pemasyarakatan,
sehingga
mereka
itu
mendapat
penxngkatan kualitas individu baik dari pembekalan
nilai-nxlax agama maupun dalam hal kemampuan fraktis.
Sedangkan
napx
laxnnya
yang
kurang
responsif
terhadap
program
me'Teka cenderung kurang memperoleh peningkatan kualitas
individu dalam kedua visi nilai yang ada dalam program di
I X
proses "pendidikan1^: Pembinaan k«9a™ sebagai suatu
rll„ pendxdikan dan proses sosialisasi nilai-nila^
keagamaan mempersyaratkan suatu mekanisme dan proles yanq"
da,r;kterTs,tiP J
araktenstik nara pidana sebagai sasaran pembinaan
^
**"*
kond^ ^aitkan
eg
Hal
^n'ci^KnT Yan^ di^akan °leb L-ba9a
Pemasyarakl-x«n Lxrebon I. Vang menjadx permasalahan, bagaiamana ddIp
dan proses pembinaan tersebut secara parigdiSatik
serl*
secara konseptual
teoritis apakah hal
tersebut Llah
of"?"?", kSPada paradi9ma yang menekankan padf pane apa '
pendekatan pendxdikan. Sehingga hasil pembinaan 'tersebu
dapat memasyaraktkan kembali para nara pidana pad^
Tlno-kungan msyarakat secara alamiah. P "9
Berdasarkan fokus masaiah tersebut di atas
nene-tiin^v.-r dlktmban^-n kedalam tiga pertanyaan
'penllT-^- P ^ ^
-«
^ssr;jtCir^? 2>- ^"-"ii- reidsiamLarb:gP;
^t
Prn?\
h" Pend°ron5 naPi "ntuk hidup mandiri
-?
oleh parafinapr?Rdirian ^
b*^™*™ Y™*
ditampilkan
riotif araT^t^H dilakukan ««lalui dengan metode
desk-ti? D,S ifi
' ?T°an pendekata" kualitatif
naturalis-ii ;.rJfa
t ^!laka" denQan teknik> wawancara,
observa-si partxsxpatxf dan stui dokumentaobserva-si.
Dxperoleh
temuan
penelitian:
1).
Pembinaan
di
tZtT
1PSr5>'arakatan I Cirebon dilakukan di Salam
tembok
lembaga
pemasyarakatan. Pembinaan
dimulai
dari
narapidana tersebut masuk, lalu di te-im, dT I»«h
Pema=»arfllffltan <-=>*- = ^ ^a-iu ui r.e. ima di Lembaga
remar/arakatan (atas dasar putusan hakim yanc tel^h
pastx)
sampai menjalani program release,
balk
beruoa
pemberxan bersyarat (pre release treatment maupun
p^mbe-rxan pelepasan
bersyarat. 2). Subjek pembinaan adalah
«arga
negara yang
karena sesuatu hal
dlputu^
pidana
hxlang kemerdekaan oleh hakim kemudian mereka Lnjatan
b n;i ;\?r;"?-- peia<~ k ^
of nL*embinaa" atau b^bingan yang diterapkan di
I l l
rakatan); b. Pembinaart bersifat persuatif, edukatif yaitu berusaha merubah tinc/kah lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil daantara sesama mereka sehingga meng-gugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji,
menempatkan warga/binaan pemasyarakatan sebagai manusia
yang memiliki potsnsi dan memiliki harga diri dengan
hak-hak dan kewaj ibanyiya yang sama dengan manusia lainnya; c.
Pembinaan berendana, terus menerus dan sistematis; d. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi pada saat itu; e. Pendekatan individual dan kelompok; f. Dalam rangka menumbuhkan rasa kesungguhan, keikhlasan dan tanggung jawab/dalam melaksanakan tugas serta menanamk^ kesetiaan, ketaatan, dan keteLddanan di dalam
pengabdian-nya terhadap negara, hukum dim masuyarakat, para/petugas
dalam jajaran fpemasyarakatanjperMli memiliki-\kode fr peri
dan
dirumuskan
dalam
bantfdan(eTOS KERJA/
5^
N$
mat
pembinaan, yaitu: a. Pembinaan Mental~, yaXtu: 1)
Memberi-kan pengertian untuk dapat menerima dan menanggapi rasa frustasi dengan wajar, 2) Memperlihatkan perhatian dan
keinginan membantu, 3} Merangsang dan menggugah semangat
narapidana untuk mengembangkan daya cipta, rasa dan
karsanya, 4) Memberikan kepercayaan kepada kesanggipan
narapidana dan menanamkan rasa percaya diri sendiri serta terhadap lingkungannya untuk menghilangkan rasa cemas dan
gelisah dengan menekankan pentingnya agama dalam mencapai kesenangan batin dengan melalui ceramah-ceramah agama,
beribadah sesuai dengan kepercayaannya, membaca dan
mempelajari tafsir Al-Qur'an, ibadah bersama. b.
F'embi-ep*
-ilaku7m a c a m
n a = ikatan ) dan i- e m o i n a a n : e r a m
-pilar.. 6). Pola hidup mandiri narapidana kecenderungan mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam sebagai berikut; Tauhidullah (mengesakan Allah dalam beri'tikad ucapan dan perbuatan yakni menomorsatukan Allah diatas
segala-gala-nya), Amilussolihat (Melakukan amal soleh dalam kehidu-pannya), Musaawah (melakukan derajat manusia, ia
meman-dang bahwa manusia mempunyai derajat yang sama disisi Allah), Ukhuwah Islamiah (persaudaraan Islam, memandang/memperlakukan orang Islam lainnya seperti kepada saudara kandung sendiri), Ta'awun (sikap
kompeti-tif dalam kebaikan), Takafulul Ijtima (memiliki sikap
tanggung jawab sosial yang tinggi), Tasamuh (memiliki sikap tanggung jawab susila yang tinggi), Istiqomah (kuat mempertahankan prinsip-prinsip yang benar), Tawakal
X V
Jxhad (sungguh-sungguh dalam memperjuangkan dan
memperta-hankan ajaran Islam),
Ikhlas (tanpa pamrih dalam
melak-sanakan amal kecuali menharap ridho Allah). 7). Pola
SrebCr" r°9+ d±1fk"kan °leh Lemba9a Pemasyarakatan
Sar!b
?iT
pPUH1! a) remb±naan
Kepribadian, yang terdiri
da^ri.
Pembxnaan kesadaran beragama,
(2)
Pembinaan
kesadaran
berbangsa dan bernegara, (3) Pembinaan
kemam
puan
xntelektual,
(4) Pembinaan
kesadaran
hukum,
(5)
Pembxnaan sosial. b)
Pembinaan Kemandirian, yang terdiri
aar (1) keterampxlan untuk mendukung usaha-usaha
man-kin\l
^i"3" tan9an>> <2> keterampilan yang
dikembang-kan sesuax dengan bakatnya, (3) Keterampilan untuk
mendu-knnn "^^^a xndustri, (4) Keterampilan untuk
mendu
kung usaha-usaha xndustri atau pertanian yang menggunakan
teknologx madya atau tekhnologi tinggi
"
dalam k^f^" h^3" kepada:
*•> '
Departemen
Kehakiman
ttltr
T k
2
fa
"9an pene9mban9^n model dan
koordinasi
tin t
r
t
^mprehensif, 2). Untuk Lembaga Pemasyaraka
tan I Cirebon
mengenai teknis operasional program
pembi-Aha?' pyaH9H ^da5ari °leh kaJ±an ilffliah> 3>-
U"tuk
Para
secar. TChihikan'
U2tUk "^kaji
fenomena
pendidikan
l^Z
H
v
1Ua? P3da lapan9an
Y*»S
lain, selain sekolah
(pendidikan umum).
,»„-
Rekomendasi
Penelitian,
diajukan
dalam
upaya,
penmgkatan aspek metodologi dan fokus kajian atau
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masaiah
B. Fokus Penelitian !!!!!"
C. Tujuan Penelitian ]]]
D. Manfaat Penelitian ...!!!!!!!
E. Tinjauan Pustaka ]]
F. Definisi Operasional ""
BAB II BEBERAPA LANDASAN PENDIDIKAN UMUM, NILAI
KEAGAMAAN DAN KEMANDIRIAN DALAMM PEMBINA
AN NARAPIDANA
A. Konsep Pendidikan Umum
1. Definisi Pendidikan Umum
2. Landasan Filosofis Pendidikan Umum .. 3. Tujuan Pendidikan Umum dan Indikator
Pencapaiannya
B. Narapidana dan Manajemen Pembinaannya ..
1. Konsep Umum Pembinaan Narapidana 2. Tujuan Pembinaan Narapidana
3. Karakteristik Narapidana Pelaku Delik
C. Nilai-nilai Agama Dalam Pembentukan Ke
mandirian 55
1. Konsep Agama dan Agama Islam 55
2. Masaiah Keimanan Dalam Ajaran Islam 56 3. Nilai-nilai Kemandirian Dalam Islam 59
4. Keyakinan (Iman dan Takwa) Merupakan
Dasar Pembentukan Sikap dan Perilaku
Mandiri „ 52
5. Karakteistik Pola Hidup Mandiri 65
BAB III METODOLOGI, PROSEDUR, DAN TEKNIK PENE
LITIAN 72
A. Metode Penelitian 72
1. Pendekatan Terhadap Masaiah 7
2. Subjek Penelitian . 75
j
-B. Prosedur Penelitian go
1. Pembuatan rencana penelitian 81 2. Pelaksanaan Penelitian 81 3. Pembuatan laporan penelitian 82 C. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data ... 82
1. Instrumen penelitian 82
2. Teknik pengumpulan data 83
3. Analisa data g-4
4. Akhir penelitian 84
D. Validitas Hasil Penelitian 85
1. Member check 85
2. Triangulasi 35
3. Audit trail 85
4. Kerahasiaan 86
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHAS
AN ...
A. Proses dan Pola Pembinaan Keagamaan Nara
pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cirebon
v x x
89
91
1. Pola umum program pembinaan narapidana
91
^. Upaya Yang Dilakukan Oleh Petugas Lem
baga Pemasyarakatan I Cirebon Untuk
Menyusun dan Mengelola Program Pembi
^ naan Yang Cocok Untuk Narapidana no
3. Upaya yang Dilakukan oleh NAPI dan
Pembina dalam Kegiatan Pembinaan ... i-?5
B. Nilai-nilai keislaman yang mendorong Na
rapidana hidup mandiri
C. Profil Kemandirian Narapidana
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pembahasan Pola dan Proses Pembinaan
Narapidana
2. Pembahasan Nilai-nilai"ajaran"Agama
^ Islam D«alam Pembentukan Kemandirian 163 c=. Pembahasan Tentang Pola Hidup Mandiri 173
4. Faktor-Faktor Yang Menghambat Pelaksa
naan Pembxnaan di Dalam sistem Pema
-syarakatan
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMNDASI
A. Kesxmpulan
B. Saran—saran ...
137 145 149 149 181 185 185 192
1. Untuk Departemen Kehakiman
192
2. Untuk Lembaga Pemasyarakatan I Cirebon
193
^. Untuk Para Ahli Pendidikan
193
C Rekomendasi Penelitian
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PEHDAHULUAN
A. Latar Belakang Masaiah
Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas)
berperan
penting
dalam
membina kepribadian manusia yang sedang
menjalani
masa
hukuman
karena pelanggaran yang
telah
dibuatnya.
Peranan
lembaga tersebut dipandang
strategis
berkenaan
dengan
semakin
merebaknya kejahatan yang
sudah
barang
tentu menambah penghuni Lembaga Pemasyarakatan.
Berdasarkan data yang telah dilansir oleh media masa, bahwa pada tahun 1991 saja tercatat 194.020 kasus
yang
tersebar di seluruh Indonesia, ini
artinya
setiap
dua menit terjadi sekali kejahatan atau setiap jam terja
di 8 kasus kejahatan.
Jumlah kasus kejahatan tersebut dilakukan oleh pengangguran (30%) para petani dan nelayan (16,23%), oleh
para
pengusaha (13,22%), oleh Para kaum buruh
(11,09%),
oleh para residivis (9,48%), oleh para pelajar dan
maha-siswa (5,22%), para pejabat (0,65%) dan oleh ABRI (0,43%)
dan sisanya dilakukan oleh propesi lain (13,19%).
Sebagian jumlah kasus tersebut, terdapat di Lemba
ga Pemasyarakatan Kelas I Cirebon. Berdasarkan data
yang
Tercatat pada tahun isq^-iQap
lyyo 1996
.kasus
pembunuhan
(31%)
«„duduki peringkat pertama disusui dengan ^^ ^°_
kan (22%) dan narkotik (11,5%).
Faktor
penyebabnya
adalah faUr,^
cuaxan raKtor-b
ekonomi (49%)faktor ka„buhan
(3n)
dan faRtor e>os.onai (u%> <L8tif"
189V1988 :68> hal tersebut senada ^^ ^ ^ ^
ahU kri„onologi (Si^anjuntak, 1997 :U5) ya„g
menyata-kan bah„a :
-Allai keJahstan ^
^ ^ ^ ^ ^
>erdiri sendiri tetapi berkaitan ^
dengan ^^
***»*
lain, apaka„ bidang ekmomi_ nngkungan ^
Umn,.. Kondisi akono„i b*rPengaruh terhadap
^ ^
toa*a
terbaik untuk melaKan kejahatan
..^^
^^
dengan cara membuat makmur rakv*+axaur rahyat dan mempertinggi nilai-^=~
nilai kebudayaan umum.
Berdasarkan pengarcatan sementara dari 400 narapi
dana ya„g ada di Leabaga PeBasyarakata„ (Lapas) Keias I
Cirebon seban.ak 25, aktif menSiku„ kegiatan keaga.aan
dan Veritas dari .ereka relatif .Mpil hidup „andir.
baik dari segi pengaturan „aktu, disiplin ker;)a> jika
dibanding dengan 75* jarang nengikuti kegiatan
Kajian teoritis .engenai kaitan pembinaan keagaaa
an dengan ke.andirlan, perta„a-ta»a berangkat dari
fungsi, atau bahkan memerankan sejumlah fungsi. Thomas p<
0 dea, (1992:7-6).
Teori fungsional memandang sumbangan agama
terha-dap masyarakat dan kebudayaan berdasarkan atas karakter
istik pentingnya, yakni transendensi pengalaman
sehari-harinya dalam lingkungan alam (Taloott Parsons). Lebih
lanjut teori fungsional, meBandang agama sebagai pembantu
manusia untuk menyesuaikan diri dengan ketiga fakta,
yaitu; ketidakpastian, ketidakberdayaan. dan kelangkaan
(dana dengan kata lain harus pula menyesuaikan diri
dengan frustasi dan deprivasi). Menurut teori fungsional,
inilah karakteristik esensial kondisi manusia, karena itu
sampai tingkat tertentu tetap ada dise.ua masyarakat.
Agama dalam artian ini dipandang sebagai "mekanisme"
Penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur yang
mengecewakan dan menjatuhkan.
Teori fungsional. menegaskan bahwa agama
mengiden-tifikasikan individu dengan kelompok, menolong individu
dalam ketidakpastian, menghibur ketika dilanda keoewa,
mengaitkannya dengan tujuan-tujuan masyarakat, memperkuat
moral, dan menyediakan unsur-unsur identitas.
Dari uraian di atas, tampak bahwa kaitan agama
denga„ masaiah moral demikian erat. Dilain pihak
morali-tas menjadikan indikasi masaiah kemandirian. Hal senada
(1993),
bahwa
manusia mandiri
adalah manusia yang me„ilikl
keunggulan dalam kemampuan, berkepribadian sehat dan
bermoral kuat
Masih dalam kaitan dengan arti penting agama dalam
kehidupan, seoara konseptual Zakiah Darajat (1992 : 57)
"enyatakan
"»»»« ^yakinan terhadap agama yang
-enjadi bagian dari unsur-unsur kepribadian itu, akan
-engatur sikap dan tingkah laku bahwa agama merupakan
unsur penting kepribadian yang mengatur sikap dan tingkah
laku seseorang seoara otomatis dari dalam, fungsi dan
Peran agama tersebut dapat memberikan kontribusi yang
oukup besar untuk menghindari sifat-sifat negatif yang
dialami oleh para napi seperti kehilangan kemerdekaan
(Loss of Liberty), kehilangan hubungan seksual (Loss of
Hitero Sexual Relationship), kehilangan rasa aman (Loss
°f Seourity), kehilangan barang dan pelayanan sebagai
-anusia (Loss of Goods and Servioes),
kehilangan untuk
bertindak sendiri (Loss of Outhonomy) (Zarkasi
dkk,
1978:73).
Kemandirian seseorang pada hakekatnya erat
kaitan-nya dengan nilai-nilai religius atau agama yang menjadi
landasan dalam perilaku seseorang. Dilihat dari segi
hasil, kemandirian pada hakekatnya sebagai konsekwensi
dari adanya keyakinan atau iman dan takwa, hal ini
Aqidah berarti ikatan, kepercayaan atau keyakinan.
Rata ini sering pula digunakan dalam ungkapan-ungkapah
seperti "akad nikah atau akad jual beli", yang berarti
sebagai suatu upacara untuk menjalin ikatan antara dua
pihak dengan ikatan pernikahan atau jual beli. Dengan
demikian, aqidah disini bisa diartikan sebagai "ikatan
antara manusia dengan Tuhan".
Secara fitrah manusia terikat ke luar dirinya, ia
adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup menyendiri, ia
harus berkomunikasi dengan luar dirinya. Diantara ikatan
yang harus melandasi komunikasi ini adalah bahwa ia harus
mempunyai rasa percaya kepada pihak lain. Tanpa ada rasa
percaya ini manusia tidak akan mampu atau berani berbuat
apa-apa.
Kepercayaan bagi manusia merupakan sesuatu yang
sangat esensial, karena dari situ lahirnya ketentraman,
optimisme dan semangat hidup. Tidak mungkin seseorang
dapat bekerja, jika tidak ada kepercayaan pada dirinya
bahwa pekerjaan itu dapat membawanya kepada tujuan yang
ingin dicapanya.
Kepercayaan adalah anggapan bahwa sesuatu itu
benar atau sesuatu yang diakui sebagai benar. Sesuatu
yang dianggap benar itu dapat diperoleh melalui tiga
institusi kebenaran, yaitu melalui ilmu pengetahuan,
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
ber-asal dari pengamatan sab pengalaman empirik yang disusun
secara sistematik untuk mengetahui prinsip-prinsip
ten-tang sesuatu yang dipelajari. Ilmu adalah hasil dari
proses akal untuk memahami kenyataan dan hukum-hukum yang
berlaku dalam alam semesta. Kebenaran ilmu pengetahuan
bersifat nisbi, yaitu sepanjang bisa dibuktikan secara
ilmiah. Dan ini sangat tergantung kepada metode yang
digunakan.
Filsafat mencoba memberikan gambaran tentang
kebenaran. Filsafat adalah usaha manusia dalam kekuatan
akal budinya untuk memahami sesuatu secara mendalam.
Dalam mencari kebenaran, filsafat berpegang kepada
landasan dan pandangan dasar yang digunakannya, yang
masing-masing ahli filsafat memiliki pandangan-pandangan
sendiri. Misalnya materialisme menganggap bahwa sesuatu
yang ada itu adalah materi, lebih jauh lagi menyebutkan
bahwa kebenaran itu bersifat material. Mencari kebenaran
filsafat sangat tergantung kepada para penganjurnya. Oleh
karena itu kebenarannya bersifat nisbi pula.
Suatu kepercayaan yang merupakan implikasi dari
kebenaran yang tinggi adalah agama. Dan aqidah merupakan
dasar-dasar kepercayaan dalam agama yang mengikat sese
orang dengan persoalan-persoalan yang prinsipil dari
tauhid, yaitu keyakinan bahwa Allah itu esa. Tauhid merupakn aqidah Islam yang menopang seluruh bangunan
ke-Islaman seseorang. Hal itu tidak hanya sebatas keper
cayaan, melainkan keyakinan yang mempengaruhi corak
kehidupannya. Keyakinan mendorong seseorang untuk
konsisten dan berpegang teguh, bahkan sanggup menyerahkan
seganap hidupnya bagi keyakinannya itu.
Kepercayaan tertinggi dalam Islam adalah tauhid
dimana segenap hidup seorang muslim diserahkan kepada
Allah. Penyerahan ini melahirkan ketentraman dan ketenang
an baginya.
Lebih jauh mengenai aqidah ini Hasan Albanna
merumuskan pengertiannya sebagai sesuatu yang mengharus-kan hati membenarmengharus-kannya, membuat jiwa tenang dan tentram
kepada atau bersamanya, dan menjadikan sandaran yang
bersih dari kebimbangan atau keraguan (Al-Banna, 1983).
Dengan memperhatikan arti estimologisnya, Hamka
menjelas-kari, bahwa aqidah berarti mengikatkan hati dan perasan
dengan suatu kepercayaan dan tidak bisa ditukar lagi
dengan yang lain, sehingga jiwa dan raga, fikiran dan
pandangan hidup terikat kuat kepadanya.
Atas dasar pertimbangan yang telah dikemukakan
dalam latar belakang tersebut di atas, dirasakan peran
untuk mengungkap secara detail tentang da»feW^,feg£i^
/,' .;v .-/• ••!,,• -c- a
pembinaan
keagamaan
bagi pembentukan
p*^4^aki^ Wnd^TS>i
para napi. Itulah sebabnya penelitian ini berkisar pada
masaiah "Pembinaan Keagamaan Terhadap Narapidana Demi
Tercapainya Insan Yang Mandiri" (Studi Kasus di Lembaga
Pemasyarakatan I Cirebon).
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan fenomena yang muncul di LP I Cirebon,
pembinaan keagamaan telah dilakukan dengan cara
menda-tangkan penceramah, peringatan hari besar Islam,
melaksa-nakan sholat Jum'at, bimbingan baca tulis Al-Qur'an, dan
kegiatan keagamaan lainnya.
Mengingat nara pidana merupakan pribadi
bermasa-lah, di lain pihak LP merupakan lembaga yang berupaya
mengembalikan kepada potensi dan kodrat manusiawi yang hakiki, yaitu manusia yang benar sesuai dengan norma
kemasyarakatan maupun norma agama. Hal ini memberi
im-plikasi bahwa berbagai upaya layanan yang telah dirancang
oleh LP merupakan layanan terhadap individu yang
bermasa-lah. Dengan demikian, dilihat dari sisi individu yang
bermasalah pada awalnya berbagai program LP, termasuk pembinaan keagamaan merupakan sesuatu yang diwajibkan
(keharusan) bagi setiap penghuni LP. Namun yang paling
penting, bagaimana upaya tersebut berubah menjadi suatu
kebutuhan bagi para nara pidana, hal ini menyangkut
Fenomena menarik yang timbul di LP, bahwa beberapa
layanan latihan keterampilan yang diperuntukan bagi para
napi telah lama diselenggarakan. Dengan mengikuti latihan
keterampilan, hasil pengamatan sementara beberapa napi
oenderung dapat hidup mandiri.
Indikasinya
terlihat
mereka mampu memperbaiki mesin, menjahit pakaian,
dan
bercocok tanam dengan balk dan penuh ketekunan.
Kemandirian di sini mengacu kepada konsep yang
dikemukakan Nana Shaodih Sukmadinata, (1993:8-9), bahwa
seorang yang mandiri memiliki kebebasan (freedom)
dalam
berfikir dan berbuat, tetapl ia juga memiliki rasa
tang-gungjawab
(responsibility) atas segala hasil pemikiran
dan perbuatannya.
Dari dua sisi aktivitas yakni kegiatan keagamaan
dan keterampilan yang sudah lama berlangsung di LP I
Cirebon, ternyata mendapat perhatian berbeda dari napi
yang satu dengan yang lainnya. Ada yang serius dalam
mengikuti program yang dilaksanakan LP, sehingga mereka
mengalami peningkatan kualitas individu baik dari
pembe-kalan nilai-nilai agama maupun dalam hal kemampuan
prak-tek keterampilan. Sedangkan napi lainnya yang kurang
responsif terhadap program mereka cenderung tidak mengala
mi peningkatan kualitas individu dalam kedua visi nilai
m
Oleh karenanya, diajukan hipotesis bahwa para napi
yang antusias dalam mengikuti program pembinaan ada
kecenderungan
hidupnya
lebih mandiri dari
pada
mereka
yang
acuh
tak
acuh terhadap kegiatan.
Dan
napi
yang
mandiri dalam hal bekerja atau berlatih kemampuan-kemam-puan keterampilan adalah mereka yang telaten dan serius
dalam mengikuti kegiatan keagamaan.
Namun demikian, pembinaan keagamaan sebagai suatu proses pendidikan dan proses sosialisasi nilai keagamaan
memerlukan
mekanisme dan proses yang
dapat
menciptakan
iklim kondusif dikaitkan dengan karakteristik nara pidana
sebagai
sasaran
pembinaan.
Hal
ini,
tampaknya
telah
diupayakan oleh LP Cirebon I. Yang menjadi
permasalahan,
bagaimana pola dan proses pembinaan tersebut secara
paradigmatik, dan teoritis mengacu kepada paradigma
yang
menekankan
penerapan
pendekatan
pendidikan.
Sehingga
hasil pembinaan dapat mengembalikan para nara pidana pada
lingkungan msyarakat secara alamiah.
Dari rumusan permasalahan, diidentifikasi pokok
permasalahan berikut: Terdapat kesenjangan proses dan
hasil pembinaan yang diselenggarakan LP Cirebon I,
dili-hat dari keterlibatan nara pidana dalam program pembinaan
keagamaan
cenderung
rendah, sedangkan napi
yang
raj in
mengikuti
pembinaan
keagamaan
ini
relatif
dapat
11
Berdasarkan fokus masaiah di atas, penelitian ini dikembangkan kedalam tiga pertanyaan penelitian berikut:
1. Bagaimanakah pola dan proses pembinaan keagamaan yang
dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan I Cirebon ?
2. Nilai-nilai keislaman apakah yang menjadi faktor
pendorong napi untuk hidup mandiri ?
3. Profil kemandirian yang bagaimanakah yang ditampilkan
oleh para nara pidana dalam berfikir, bekerja maupun
berusaha mengikuti berbagai kegiatan atau program
pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan I Cirebon ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pola dan proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai agama yang melandasi perilaku mandiri para napi, oleh karena itu aspek yang diungkap, meliputi; keberadaan
aktivitas pembinaan, nilai-nilai agama yang potensial
menjadi faktor pendorong dan profil kemandirian pada para
napi di Lembaga Pemasyarakatan I Cirebon.
Tujuan di atas mengandung makna bahwa konteks atau
setting penelitian di lembaga pemasyarakatan memiliki
dimensi kontekstual yang kompleks. Lingkungan sosial atau kehidupan para napi yang memiliki karakteristik hetero-gen, dan lingkungan lembaga yang kecenderungan memiliki
12
Hal ini memberi pengaruh terhadap proses
sosialis-asi dan internalisasi nilai-nilai agama dalam membentuk
perilaku mandiri para narapidana. Di samping
aspek-aspek
internal dari pembina dan narapidana itu sendiri.
Keter-kaitan berbagai aspek tersebut secara paradigmatis
dapat
[image:21.595.52.530.64.731.2]dilihat pada fishbone diagram di bawah ini.
GAMBAR 1
FISH BONE DIAGRAM
PEMBINA J
i mtcraksi
Psmbina &Napl'
2 Ptnguasaan Mat«rlN
dan Mtthodologl
1 TataT«rOb Napl
s«eara tertulls
(ESka P«rgaulan) 2 Tan Tartib Napi
sscara Konv«n-slonal ATURAN KELEMBAGAAN LP 1 Psngetahuan Ajaran Islam
2 Sikap terhadap
Ajaran Islam
3 ParUaku dalam
menja-lenkan AjaranIslam
1 Cera P»nataan Gedung
2 Pariangkepan Prektek
3 Sarana Membaca/
bacaan dan sarana Ibadah
PENATAAN SITUASI
FISIK LP
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan dari penelitian ini memberikan manfaat,
bagi
pola
dan proses pembinaan keagamaan para
napi
di
Lembaga Pemasyarakatan. Secara teoritis dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berharga bagi
pen-gembangan kerangka teori pola pembinaan keagamaan di
Lumbatfu Pumuuyui-ukulun I Cirebon, artinya teori apa
saja
13
diharapkan dapat ditemukan kerangka operasional yang
dapat menjadi rujukan dalam penyelenggaraan pembinaan
keagamaan di lembaga tersebut yang lebih bermakna.
Disamping itu penelitian ini diharapkan mampu
memberikan masukan bagi pengayaan hasil-hasil penelitian
terdahulu yang dilaksanakan di lingkungan LP (Lembaga Pemasyarakatan) serta memberikan peluang kepada peneliti yang lainnya untuk semakin memperdalam persoalan yang
sama dalam visi kajian yang berbeda.
E. Tinjauan Pustaka
Pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan I
Cirebon, hakekatnya merupakan bagian dari pembinaan
kemasyarakatan, oleh karenanya tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat, karena napi selain sebagai anggota
individu juga sebagai anggota masyarakat, dimana hak dan
kewajibannya sama dengan masyarakat biasanya. (Syafii :
1995:35). Pembinaan keagamaan merupakan salah satu faktor
terpenting dalam proses pembinaan narapidana, karena
setiap narapidana apabila telah meresap rasa keagamaannya
tidak akan melakukan lagi kejahatan.
Permasalahan ini timbul karena tidak terlepas dari
hakekat manusia itu sendiri, manusia merupakan mahluk
biologis, psikologis dan sebagai mahluk sosiologis dis
14
Manusia yang sehat mentalnya dapat diartikan
sebagai suatu keadaan sejahtera baik fisik maupun mental
sosialnya,
juga bebas dari penyakit dan kelemahan.
Bagi
seorang muslim istilah sehat adalah mencakup kehidupan di
dunia dan di akhirat.
Manusia di ciptakan oleh Allah sebagai mahluk yang
lemah, sebab diliputi perasaan cemas, gelisah dan
keti-dakpuasan, kecemasan, kegelisahan serta ketidakpuasan
seseorang adalah penghambat dalam mewujudkan kehidupannya
yang dinamis dan sejahtera, semua itu dapat menimbulkan
berbagai penyakit yang sukar diobati secara medis, karena
telah mengkristal di dalam dadanya. Potensi ini sesuai
dengan firman Allah SWT, dalam Surat Al- Ma'arif ayat 19 - 23 yang berbunyi : "Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir, dan apabila ditimpa
musibah ia mengeluh dan apabila mendapat kesenangan ia
lupa (kikir), kecuali orang-orang yang mengerjakan
sho-lat, yang mereka tetap mengerjakan sholatnya.
Apabila manusia beriman dan bertaqwa yang
diama-natkan GBHN dan USPN, direalisasikan dengan baik, maka
sejalan dengan moralitas dan intelektualitas yang diduga
menjadi gejala dalam pembangunan nasional akan dapat
terealisasi kearah yang lebih baik, sebab keimanan dan
ketaqwaan seseorang dapat mengayomi dan menjadi perisai
Agama islam berfungsi sebagai pandangan hidup (Way
of Life), bersifat dinamis serta mencakup segala aspek kehidupan> Kriteria manusia yang memiliki iman dan taqwa
adalah manusia yang mampu memandang segala sesuatu dengan
penuh kebijakan, baik berperilaku sebagai individu,
sebagai anggota suatu komunitas masyarakat, atau sebagai
khalifah fil ardhi. Manusia yang beriman dan bertaqwapun
akan mampu menjadi sosok manusia yang sadar akan kenya
taan dalam hidupnya serta mampu melakukan hubungan baik
secara vertikal dengan Allah SWT, mampu secara horizontal
dengan sesama manusia (Mardiatmadja, 1990 : 19).
Pembinaan keagamaan menekankan pendidikan keimanan
dan ketaqwaan, merupakan "sentral" dalam pendidikan
nilai. Dengan demikian pendidikan nilai keimanan dan
ketaqwaan merupakan dimensi yang sangat penting dari
pendidikan secara umum. Yang mencakup pada pelestarian
pengembangan nilai-nilai. Sebagaimana Kosasih Djahiri,
(1992:2) berpendapat bahwa: nilai logik, etik dan estetik
3alah satunya bersumber dari agama, disamping ilmu penge
tahuan dan ipoleksosbudhankam. Selain itu dalam pandangan
dunia makna yang dikemukakan oleh PH.Phenix (1957:7)
konteks nilai yang lahir dari agama termasuk pada dunia
ilmu sinoptik. Phenix berpendapat, agama berkenaan dengan
makna-makna yang mutlak (ultimate meaning) yang
16
F. DEFINISI OPERASIONAL
1. Pembinaan; merupakan salah satu fungsi manajemen,
yaitu upaya pengendalian profesional terhadap semua
unsur organisasi/program agar unsur tersebut berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga rencana untuk mencapai
tujuan dapat terlaksana atau tercapai secara efektif
dan efisien. (Hersey dan Blanchard, 1982:3). Secara
operasional, Djudju Sudjana (1992:38) menyatakan;
pembinaan memiliki dua sub-fungsi, yaitu pengawasan
dan supervisi. Prinsip dasar supervisi ini bimbingan
dan kerjasama maka pembinaan ini cenderung memiliki
makna upaya pembelajaran dalam makna yang luas. Dapat ditegaskan bahwa pembinaan dalam penelitian ini,
dilihat dari segi proses yang bermakna pembelajaran.
2. Pendidikan umum; membekali individu dengan pengeta
huan, keterampilan, kemampuan, dan sikap secara
inte-gratif agar dapat dipergunakan untuk menjalani hidup
yang utuh, baik selaku individu, anggota keluarga,
anggota masyarakat, maupun selaku warga negara.
4. Narapidana; adalah orang yang secara resmi telah
dinyatakan bersalah oleh hakim karena telah melanggar
ketentuan pidana sebagaimana dalam undang-undang.
mengikat seseorang dengan persoalan yang prinsipil
dari agama itu. Kepercayaan tertinggi dalam Islam
adalah tauhid dimana segenap hidup seorang muslim
diserahkan kepada Allah. Penyerahan ini melahirkan
ketentraman dan ketenangan baginya.
6. Kemandirian; merupakan salah satu ciri dari
kedewa-saan. Orang yang mandiri memiliki kemauan dan kemam
puan usaha untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya
secara sah, wajar dan bertanggung jawab. Namun ini
tidak berarti bahwa orang mandiri lepas dari bantuan
orang lain, tidak identik dengan orang yang memiliki
sikap individualistik. Orang yang mandiri adalah orang yang hidup ditengah-tengah masyarakat sekitarnya,
namun memiliki tanggung jawab untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan hidupnya secara wajar. Karena itu mandiri
mempunyai makna tanggung jawab, tidak menyita hak-hak
orang lain, mampu mememnuhi tuntutan kebutuhan pokok
BAB III
METODOLOGI, PROSEDUR, DAN TEKNIK PENELITIAN
Metodologi penelitian pada hakekatnya pembahasan metode yang diterapkan dalam proses penelitian. Secara teknis operasional, metodologi menunjukkan prosedur dan teknik. Prosedur berkenaan dengan tahapan-tahapan peneli tian, sedangkan teknik menitik beratkan pada cara-cara pengumpulan data, pemilihan kasus, dan analisa data. Dapat ditegaskan metodologi, prosedur, dan teknik peneli tian merupakan suatu kesatuan dan menjadi persyaratan penting untuk dapat memberikan arahan yang cermat dan teliti dalam keseluruhan pelaksanaan penelitian.
A. Metode Penelitian
1. Pendekatan terhadap Masaiah
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pola
dan proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai
agama yang melandasi perilaku mandiri para napi, oleh karena itu permasalahan pokok yang akan diungkap sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan pada sub pokok bahasan terdahulu yang berkenaan dengan kebera-daan aktivitas pembinaan, nilai-nilai agama yang
poten-sial menjadi faktor pendorong dan profil kemandirian pada
para napi di Lembaga Pemasyarakatan I Cirebon.
75
Dengan demikian, penelitian menyentuh kealamiahan sumber data yang bersifat menyeluruh dari kehidupan nara pidana di LP. Sekaitan dengan ini, Lexy J. Moleong (1991:91) mengingatkan, penelitian dalam pandangan fenomenologis
berusaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitannya
terhadap orang-orang dalam situasi tertentu.
Mencermati kondisi permasalahan tersebut dan untuk mencapai tujuan penelitian, maka pendekatan yang dipan-dang relevan adalah pendekatan kualitatif. Alasannya
adalah berdasarkan pertimbangan berikut.
a. Berkenaan dengan sifat masaiah yang ditelititi
Penelitian ini bertitiktolak dari suatu gejala
sosialisasi dan transformasi nilai-nilai keagamaan di
lembaga pemasyarakat. Permasalahan pokok berangkat dari asumsi dan realitas bahwa perilaku mandiri atau kemandi rian para narapidana merupakan kunci keberhasilan para lembaga pemasyarakat. Dilain pihak karakteristik narapi dana sangat beragam, dengan latar belakang kasus kejaha tan dan kondisi kesehatan jiwa yang rusak, hal ini memp ersyaratkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku para narapidana yang mengacu kepada perilaku kemandirian, untuk bisa hidup dan diterima oleh masyarakat kelak.
Mengingat perubahan sikap dan perilaku merupakan masaiah
pendidikan, maka proses pembinaan diasumsikan menjadi
Untuk memahami perilaku seperti digambarkan di atas, peneliti bermaksud melakukan kajian secara mendalam mengenai profil perilaku mandiri dan pola pembinaannya.
Dengan
demikian,
perilaku mandiri narapidana
dan
pola
pembinaan
pada lembaga pemasyarakatan I Cirebon,
dapat
ditangkap
dari
berbagai
sisi
yang
menjadikan
kajian
semakin luas, dalam, dan menyeluruh.
Pendekatan kualitatif diasumsikan membantu peneli
ti
dalam
mencari dan menemukan
konsep
atau
proposisi
bahkan
teori
berdasarkan pada data
(grounded
theory).
Pendekatan grounded yang induktif mengandung pembaharuan
dan terstruktur lebih longgar dalam menjaring data, yaitu
penyusunan teori substantif yang berakar pada data (Abdul
Syukur Ibrahim dan Machrus Syamsuddin, 1985:15).
b. Pengetahuan Mengenai Subjek Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di lapangan kehi
dupan
narapidana
di
lembaga
pemasyarakatan,
sebagai
tempat belajar (sosialisasi) dan tempat tinggal. sumber
informasi atau responden adalah; para narapidana dengan kriteria dipandang telah menunjukan kondisi perilaku
mandiri.
Dalam rangka menguji validasi data sumber infor
masi diklasifikasi menjadi; narapidana, pengelola atau
Pimpinan dan staf lembaga pemasyarakatan, dan nara sumber
narapi-dana.
Dalam
hal ini, peneliti
akan
berhadapan
dengan
beberapa
aspek perilaku mandiri narapidana yang
diamati
dan
diwawancarai
dari aspek sifat-sifatnya
dan
proses
pembinaannya.
2. Subjek Penelitian
Di dalam suatu penelitian, subjek peneliti merupa
kan sesuatu yang kedudukannya sangat sentral karena
pada
subjek itulah terdapat variabel penelitian (dalam peneli
tian kualitatif disebut sistem pola yang diamati).
Kete-patan
memilih subjek penelitian menentukan
hasil
karya
yang mengandung kebenaran ilmiah dan secara konsepsional
dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga, hasil penelitian dapat terhindar dari error bila subjek penelitian diambil
secara cermat yang didasari pemikiran ilmiah.
Dalam penelitian ini subjeknya ialah narapidana
di
lingkungan
lembaga
pemasyarakatan.
Sedangkan
yang
menjadi objek ialah peristiwanya (event) yang dalam hal
ini ialah perilaku mandiri narapidana dan pola dan proses
pembinaannya. Subjek penelitian dibagi menjadi duakate-gori, yakni sumber informasi dan informan.
Narapidana sebagai sumber informasi atau responden
adalah orang yang menjadi kasus penelitian yang memberi
kan
data utama tentang diri sendiri dan
latar
belakang
kehidupannya. Sumber informasi ialah orang yang
Informan adalah pimpinan dan staf lembaga serta
narapidana lainnya. Informan inilah yang memberikan data
pelengkap tentang identitas kehidupan kasus, yaitu orang
yang menceritakan orang lain (menceritakan kehidupan kasus). Lexy J. Moleong (1991 : 90) menyebutkan bahwa :
"informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang
penelitian". Di samping itu ditegaskan juga bahwa
"pe-manfaatan informan bagi peneliti adalah agar dalam waktu
yang relatif singkat, banyak informasi yang terjangkau,
jadi sebagai internal sampling, karena informan diman
faatkan untuk berbicara, bertukar pikiran, atau
memband-ingkan suatu kejadian yang ditemukan dari subjek
lainnya".
Menyadari pentingnya kedudukan subjek penelitian
untuk memberikan jaminan terhadap hasil penelitian ini,
maka dalam uraian berikut disajikan proses penelusuran
sumber informasi dan kriteria persyaratannya.
a. Su»ber informasi
Sebagaimana dikemukakan, sumber informasi atau
responden ialah orang yang menjadi kasus penelitian, yaitu orang yang menceritakan tentang dirinya sendiri sehingga diperoleh data utama tentang diri dan latar
Jack R. Fraenkel dan Norman E. Wallen (1990 : 374)
peneliti dari San Fransisco State University, menyatakan
bahwa sampling dalam studi-studi observasi pada Qualita
tive Research, memungkinkan bagi para peneliti untuk
menyeleksi sample purposif. Sampel yang dicari sudah
jelas dan dipilih yang itu saja. Sehingga, perihal yang
diobservasi sudah terarah dan itulah yang dipilih.
Subjek penelitian ini ialah manusia, sedangkan objeknya adalah event atau peristiwanya, yaitu perilaku
mandiri narapidana dan proses pembinaannya.
Menurut Earl Babbie, ada dua tingkatan sampling studi observer dalam penelitian kualitatif. Pertama,
apakah sampel yang dapat diambil memiliki situasi yang
serupa itu. Misalnya, apabila satu buah kelas observasi, maka kelas yang lain sudah diwakili. Kedua, apakah obser
vasi yang dilakukan oleh peneliti itu mewakili seluruh
kemungkinan observasi dapat dilakukan. Maksudnya, dari
sebagian komponen yang diobservasi itu dapat mengerti
seluruh komponen yang ada.
Pemilihan sumber informasi dilakukan secara purpo
sif, yaitu penetapan sampel berdasarkan tujuan tertentu.
Tegasnya sampel-sampel penelitian kualitatif cenderung
menjadi lebih purposif dari pada acak (Miles dan
Lincoln
dan
Guba (dalam Sanafiah Faisal)
menye
butkan bahwa dalam proses pengumpulan data tentang suatu
topik, bila variasi informasi tak muncul atau ditemukan
lagi, maka peneliti tak perlu lagi melanjutkannya dengan mencari informasi atau sampel baru, artinya jumlah sampel atau sumber informasi bisa sangat sedikit atau beberapa
orang saja, tetapi bisa juga sangat banyak. Hal ini
sangat tergantung dari pemilihan sumber informasi dan
keragaman fenomena yang diteliti.
Dalam pemilihan kasus yang diteliti, Miles dan
Huberman (1992 : 30) menegaskan bahwa istilah kasus
dengan kata situs, sebagai berikut.
Perlu dicatat kami menggunakan kata "situs" dalam
pengertian yang sama dengan kata "kasus". Kedua-duanya
mengacu pada fenomena yang sama; yaitu suatu konteks
terbatas, dimana seseorang mengkaji
peristiwa-peristi-wa, proses dan hasilnya. Perlu ditegaskan pula bahwa
suatu "kasus" dapat mencakup lingkup latar yang luas,
sebuah sekolah, sebuah program, sebuah proyek
khusus',
suatu jaringan, suatu komunitas, dan bahkan perilaku seseorang individu sepanjang waktu dalam suatu ling kungan yang khusus. Kata "situs" dipilih disini karenahal itu mengingatkan pada kami bahwa suatu "kasus"
senantiasa terjadi dalam latar yang khusus, sementara kita tidak dapat mengkaji "kasus-kasus" individual
tanpa sama sekali mengaitkannya dengan cara memandang
yang sering dilakukan oleh peneliti kualitatif.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dalam pemi
lihan kasus penelitian ini yang menjadi kasusnya ialah narapidana, sedangkan yang merupakan lingkup latarnya
proses pembinaan narapidana. b. Kriteria kasus penelitian
Dalam rangka memilih kasus penelitian, maka seper
ti
yang
telah digariskan
terdahulu
bahwa
penelusuran
kasus
dilakukan
melalui wawancara kepada
informan
dan
kemudian
dilanjutkan
dengan wawancara
terhadap
setiap
calon kasus sehingga ditemukan kasus atau sumber informa si yang memenuhi kriteria persyaratan, sebagai berikut :
1) Memiliki data identitas warga yang tercatat di lembaga
pemasyarakatan I Cirebon.
2) Tercatat
sebagai narapidana dengan kondite baik,
dan
mengacu kepada pola hidup mandiri.
3) Usaha warga tidak terbatas pada golongan usia
produk-tif kerja, tetapi semua golongan masih dapat berusaha (Diadaftasikan dari Malcolm S. Knowles, 1980 : 24).
Kasus-kasus penelitian yang berindikasi seperti
dipersyaratkan
tersebut merupakan sumber informasi
atau
responden yang diwawancarai secara mendalam untuk member! kan jawaban terhadap fokus masaiah penelitian J.
Vreden-bregt (1978 : 38) menegaskan bahwa :
Sifat khas dari :case study" adalah suatu pendeka
tan yang bertujuan untuk memepertahankan keutuhan
(wholeness) dari objek, artinya data yang
dikumpulkan
dalam rangka "studi kasus", dipelajari sebagai suatu
keseluruhan yang terintegrasi. Tujuannya adalah
untuk
memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai
objek yang bersangkutan, yang berarti bahwa studi
kasus
harus disifatkan sebagai suatu penelitian
yang
Mendasari pemikiran di atas, maka wawancara dan
pengamatan serta teknik lainnya adalah untuk mendalami
keutuhan objek penelitian ini yaitu perilaku mandiri
narapidana dan pola pembinaannya.
B. Prosedur Penelitian
Sebagaimana dijelaskan pada bagian awal penulisan
bab III ini, bahwa prosedur penelitian merupakan unsur penting dari metodologi yang membahas langkah-langkah di dalam suatu proses penelitian. Suharsimi Arikunto (1992 : 14-15) mengisyaratkan sebelas langkah prosedur penelitian yang harus dilalui, adalah :
(1) meroilih masaiah, (2) Studi pendahuluan, (3)
Merumuskan masaiah, (4) Merumuskan anggaran dasar
(4a) Merumuskan hipotesis, (5) Memilih pendekatan, (6)
Menentukan variabel dan sumber data, (7) Menentukan
dan
menyusun
instrumen, (8) Mengumpulkan
data,
(9)
Analisa data, (10) Menarik kesimpulan dan (11) Menulis laporan.Menyimak prosedur penelitian tersebut, ternyata menunjukkan unsur yang utuh dan sistematis dalam proses
penelitian. Modifikasi prosedur penelitian dari
kuantita-tif menjadi kualitakuantita-tif, sepuluh langkah yang telah
dimo-dofikasi,
diklasifikasikan menjadi tiga
langkah
pokok,
yaitu : 1) Pembuatan rancangan penelitian, 2) Pelaksanaan
penelitian, dan 3) Pembuatan laporan penelitian.
Adapun ketiga prosedur pokok dan komponennya dalam
B.v
1. Penbuatan rencana penelitian
'Pada tahap ini, peneliti melakukan
persiapan-persiapan yang meliputi : memilih masaiah, studi
pendahu-luan, merumuskan fokus masaiah, memilihpendekatan, menen
tukan sistem pola yang diamati dan sumber data. Sebagai
mana layaknya suatu penelitian ilmiah, pada tahap ini
peneliti menyusun desain penelitian untuk kemudian
dikon-sultasikan kepada para pakar di bidang pendidikan,
teru-tama mengenai penting dan aktualnya masaiah yang dipilih
yang dalam hal ini menyoroti perilaku mandiri narapidana
dan proses pembinaannya.
2. Pelaksanaan Penelitian
Pada langkah ini, peneliti melakukan kegiatan yang
meliputi: menentukan dan menyusun kembali instrumen,
mengumpulkan data, analisa data, dan membuat kesimpulan
temuan peneliti. Dalam konteks penelitian kualitatif
beberapa aspek kegiatan dalam pelaksanaan dikerjakan
sebelum dan selama penelitian berlangsung. Misalnya,
pembuatan instrumen baik berupa pedoman observasi, wawan
cara maupun pedoman untuk studi dokumen.
Tetapi yang prinsip dalam penelitian ini bahwa
instrumen penelitian ialah peneliti sendiri (human in
strument), sedangkan pedoman observasi dan wawancara
hanya memuat pertanyaan kunci untuk membuka masaiah
karak-84
teristik narapidana, perilaku mandiri narapidana dan
pembinaannya, serta penelusuran nilai-nilai agama islam
yang disosialisasikan.
3. Pembuatan laporan penelitian
Langkah ini merupakan puncak kegiatan penelitian
yaitu dilakukan setelah penelitian lapangan berakhir, sekalipun laporan ini telah dimulai dalam proses peneli
tian berlangsung, seperti pembuatan analisa data. Penuli
san laporan dalam penelitian ini menjurus kepada penuli
san tesis sebagai suatu karya ilmiah.
Pengorganisasian penulisan laporan penelitian ini
dituangkan ke dalam lima bab, yaitu bab pendahuluan,
tinjauan kepustakaan, metodologi, hasil penelitian,
pembahasan hasil penelitian, kesimpulan dan saran.
C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Pada bagian ini disajikan pemikiran teknis peneli tian mengenai instrumen, teknik pengumpulan data, analisa
data, dan batas akhir penelitian.
1. Instrumen penelitian
Dalam upaya menemukan fakta dan data secara
alami-ah peneliti langsung berperan sebagai intsrument peneli tian. Artinya, peneliti secara langsung berinteraksi
65
mengamati situasi sosial serta informasi yang tersedia
dalam dokumen.
Dalam kaitannya dengan fokus penelitian, peneliti
membekali diri dengan pedoman wawancara yaitu profil
perilaku manidir dan pola pembinaannya, serta nilai-nilai
mandiri. Pedoman wawancara dimaksud merupakan
pertanyaan-pertanyaan kunci untuk membuka pemikiran kasus dalam
mengungkapkan pengalaman hidup dan belajar. Hal ini
berarti, bahwa selain pedoman wawancara (terlampir)
masih terbuka kesempatan peneliti untuk meminta
penjela-san sekitar mendalami ungkapan-ungkapan kasus atau sumber
informasi.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah wawancara yang mendalam (indepth interview) dengan
responden dan melakukan pengamatan langsung (participant
observation) terhadap situasi sosial di lapangan baik di
rumah, ditempat kerja, maupun di berbagai tempat kegiatan
lainnya, dan melakukan kajian dokumen. Selama pengamatan,
peneliti sepenuhnya melebur dalam kegiatan-kegiatan
tersebut, dan bertindak sebagai pembinaan atau da'i tetap
di lembaga pemasyarakatan I Cirebon.
Alat yang dipergunakan dalam wawancara, pengamatan
dan kajian dokumen adalah lembar isian, pedoman wawan
86
3. Analisis data
Data yang dikumpulkan pada setiap pertemuan lang
sung di analisa. Miles dan Huberman (1992 : 16)
berpan-dangan bahwa analisa terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersama yaitu : reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Meliputi
pembuatan pedoman analisis data dan analisis yang berkai
tan dengan konsep dan teori dalam pembahasan.
Dari hasil analisis inilah peneliti pada akhirnya
dapat memberikan jawaban pertanyaan penelitian yang
diajukan, sehingga menjadi suatu kesimpulan penelitian.
4. Akhir penelitian
Penelitian ini dilakukan 8 bulan, mengingat penelu
suran kasus amat beragam karakteristiknya serta cakupan
wilayah usaha yang luas. Walaupun demikian penelitian ini
dibatasi sesuai dengan tujuan penelitian berikut:
a) Menemukan kasus dengan berbagai karakteristiknya.
b) Menemukan gambaran profil perilaku mandiri narapidana
dalam mengikuti berbagai kegiatan di lembaga pemasya
rakatan.
c) Memperoleh kejelasan tentang pola pembinnaan nilai
kemandirian narapidana dengan berbagai permasalahan
dan potensinya.
d) Memperoleh gambaran tentang niali-nilai islam yang
87
D. Validitas Hasil Penelitian
Untuk
mempertahankan
kebenaran
informasi
yang
diperoleh
selama
penelitian berlangsung,
ada
beberapa
kegiatan yang peneliti lakukan, kegiatan itu meliputi :
1. Member check
Hasil laporan yang dituangkan dalam bentuk laporan
lapangan
diperlihatkan
kepada sumber
informasi
untuk
dibaca
dan diperiksa kebenarannya, apakah sesuai
dengan
yang dikatakannya ketika peneliti mengadakan wawancara.
2. Triangulasi
Untuk membuktikan kebenaran informasi yang dipero
leh,
cara yang ditempuh melalui
triangulasi,
maksudnya
data yang diberikan oleh seorang responden diperiksa lagi
kebenarannya
kepada responden lainnya
sampai
diperoleh
informasi
tentang
data yang
diberikan
oleh
responden
sebelumnya, agar dapat memverifikasi atau
mengkonformasi
informasi.
Ini dilakukan terhadap 3 pihak
sumber
data,
yaitu napi, pembina dan petugas LP.
3. Audit trail
Untuk membuktikan kebenaran data yang dilaporkan
dalam penelitian ini, maka setiap informasi yang
dipero
leh
dicantumkan
dalam
suatu
bentuk
laporan
lapangan
4. Kerahasiaan
Guna menjamin kerahasiaan, maka semua informasi
yang diberikan oleh responden, diupayakan hanya. diketahui oleh peneliti. Data/informasi yang diberikan responden yang satu tidak diperlihatkan kepada responden lainnya.
Kerahasiaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini lebih bersifat pribadi. Artinya hal yang menyangkut masaiah pribadi responden dan terungkapkan melalui pene
litian ini, hanya diketahui oleh peneliti. Sedangkan kerahasiaan sosial dan perusahaan tidak dipersoalkan, artinyaaspke-aspek sosial kemasyarakat yang berkaitan
dengan responden maupun perusahaan dapat dan bahkan biasa
BAB V
KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMNDASI
A. Kesimpulan
1. Pendidikan umum merupakan program pendidikan yang
berupaya membekali individu dengan pengetahuan, keter
ampilan, kemampuan, dan sikap secara integratif agar
dapat dipergunakan oleh individu untuk menjalani hidup
yang utuh, baik selaku individu, anggota keluarga,
anggota masyarakat, maupun selaku warga negara.
2. Landasan filosofis pada kurikulum pendidikan umum
jangkauan dan isinya amat luas (integral), yang
uru-tannya disesuaikan berdasarkan pertimbangan yang
fundamental pada human nature dan pengetahuan ini
mensyaratkan pemetaan bidang-bidang makna.
3. Materi pokok yang dijadikan sebagai bahan untuk melak sanakan pendidikan umum adalah materi yang berasal
dari bidang-bidang ilmu luas cakupannya, yakni yang
mengarah pada pengembangan keterampilan, kemampuan,
sikap dan nilai-nilai yang dapat dipergunakannya
secara lebih efektif untuk mengatasi persoalan pribadi
dan persoalan sosial yang terdapat dalam kehidupannya.
1.7B
4. Pendekatan yang dipergunakan dalam pendidikan umum
bertumpu pada pendekatan bidang pengetahuan dasar, pendekatan disiplin 'mental, pendekatan minat dan
kebutuhan mahasiswa, serta pendekatan seni yang bebas
(1iberal art).
5. Objek pendidikan umum menjurus pada pemenuhan kehidu
pan manusia melalui perluasan, penajaman, dan
pendala-man makna. Tujuannya adalah untuk mengembangkan manu
sia seutuhnya, yang terindikasikan dari kompetensi
dasar pendidikan umum yang harus dikembangkan pada
diri setiap manusia. Manusia yang utuh berdasarkan
enam bidang makna yang diketengahkan oleh Phenix,
haruslah memiliki keterampilan dalam menggunakan
simbol-simbol, ujaran, dan isyarat, dapat menciptakan
dan mengapresiasi objek-objek estetik yang bermakna,
diberkahi dengan kekayaan dan disiplin kehidupan dalam
kaitannya dengan dirinya serta orang lain, dapat
mengambil keputusan secara bijaksana dan
mempertim-bangkan kebenaran serta kesalahan dan memiliki suatu
pandangan yang integral (Phenix, 1964 : 8).
6. Tujuan utama dari pendidikan umum dapat diarahkan untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan dan
1/9
tidak dapat diabaikan adalah mempertebal keimanan dan
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, . memberikan
bekal pengetahuan yang luas dan menyeluruh,
membang-kitkan kesadaran nasional yang tinggi, membina moral
yang berazaskan Panacasila, memupuk tanggung jawab
selaku individu, anggota keluarga, warga masyarakat,
dan warga negara.
7. Indikator pencapaian tujuan pendidikan umum yang
merujuk pada pembentukan manusia utuh. Dalam konteks
pendidikan secara luas, tujuan pendidikan umum dapat
dikatakan tercapai apabila output yang dihasi1kannya
memiliki indikator karakteristik yang dijabarkan dari
dimensi manusia utuh yang dimaksudkan dalam tujuan
pendidikan nasional.
8. Penelitian ini, tidak semua indikator tersebut dijadi
kan sebagai tolok ukur untuk menentukan kaitan antara
upaya pembinaan nilai keagamaan dengan pencapaian
tujuan pendidikan umum. Hanya aspek tertentu yang
diapandang erat hubungannya , yang diajdikan indikator
terbatas, yaitu indikator budi pekerti, kemandirian
dan tanggung jawab sosial.
9. Penyusunan program pembinaan meliputi aspek-aspek
sebagai berikut: Tujuan kegiatan, target kegiatan,
Pelaksanaan kegiatan (petugas), Peserta kegiatan
dan biaya, Jangka waktu dan skedul kegiatan, Monito
ring dan Evaluasi.
10. Faktor yang menyangkut warga binaan pemasyarakatan yang perlu diperhatikan: Jenis perkara, jenis pidana,
Lamanya masa pidana, Jenis kelamin, Usia, Agama, Suku
bangsa, Kondisi fisik dan Psikologis, Residivis atau
bukan, Latar belakang pribadi; Pendidikan, Status
keluarga, Tingkat sosial, Status sosial.
11. Metode pembinaan atau bimbingan yang diterapkan di lembaga pemasyarakatan I Cirebon, meliputi: a. pembi
naan berupa interaksi langsung yang sifatnya
kekeluar-gaan antara pembina dengan yang dibina (warga binaan
pemasyarakatan); b. Pembinaan bersifat persuatif,
edukatif yaitu berusaha merubah tingkah lakunya mela
lui keteladanan dan memperlakukan adil diantara sesama
mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan
hal-hal yang terpuji, menempatkan warga binaan pemasyaraka
tan sebagai manusia yang memiliki potensi dan memiliki
harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya yang sama
dengan manusia lainnya; c. Pembinaan berencana, terus
menerus dan sistematis; d. Pemeliharaan dan peningka
1 81
jawab dalam melaksanakan tugas serta menanamkan
kese-tiaan, ketaatan, dan keteladanan di dalam
pengabdian-nya terhadap negara, hukum dan masuyarakat, para
petugas dalam jajaran pemasyarakatanper1u memiliki
kode perilaku dan dirumuskan dalam bantuan ETOS KERJA.
12. Paradigma
kurikulum pendidikan umum,
dengan
merujuk
pada
Pancasila
dan
Undang-undang
dasar
1945
yang
secara lebih khusus dituangkan dalam UUSPN 1989,
setidaknya perlu mempertimbangkan keterkaitan antara
tujuan, aspek-aspek yang hendak diprioritaskan untuk
dicapai
melalui pendidikan umum, metode yang
diguna
kan, peserta didik, dan evaluasinya.
13. 4 macam pembinaan, yaitu:
a. Pembinaan Mental,
yaitu:
1) Memberikan pengertian untuk dapat menerima dan
menanggapi rasa frustasi dengan wajar, 2)
Memperlihat-kan
perhatian dan keinginan membantu,
3)
Merangsang
dan
menggugah semangat narapidana untuk
mengembangkan
daya
cipta, rasa dan karsanya, 4)
Memberikan
keper
cayaan kepada kesanggipan narapidana dan menanamkan
rasa percaya diri sendiri serta terhadap 1ingkungannya
untuk menghilangkan rasa cemas dan gelisah dengan
menekankan pentingnya agama dalam mencapai
kesenangan
batin dengan melalui ceramah-ceramah agama, beribadah sesuai dengan kepercayaannya, membaca dan mempelajari
(Kemasyarakatan), dan c. Pembinaan Keterampilan.
14. Hambatan dalam pelaksanaan pemasyarakatan.
Hambatan-hambatan tersebut secara garis besarnya adalah: a.
Peraturan Perundang-undangan, b. Person!1, c.
Adminis-trasi Keuangan, d. Sarana Fisik.
15. Pola
hidup mandiri narapidana
kecenderungan
mengacu
kepada
nilai-nilai
ajaran
Islam
sebagai
berikut;
Tauhidullah (mengesakan Allah dalam beri'tikad
ucapan
dan perbuatan yakni menomorsatukan Allah diatas
sega-la-galanya), Amilussolihat (Melakukan amal soleh dalam
kehidupannya), Musaawah (melakukan derajat manusia, ia
memandang bahwa manusia mempunyai derajat yang samadisisi
Allah), Ukhuwah Islamiah (persaudaraan
Islam,
memandang/memperlakukan orang Islam lainnya seperti
kepada saudara kandung sendiri), Ta'awun (sikap
kompe-titif dalam kebaikan), Takafulul Ijtima (memiliki
sikap tanggung jawab sosial yang tinggi), Tasamuh (memiliki sikap tanggung jawab susila yang tinggi),
Istiqomah
(kuat mempertahankan
prinsip-prinsip
yang
benar), Tawakal (sikap menerima terhadap hasil usahayang maksimal), Ijtihad (sungguh-sungguh dalam mengga
li ajaran Islam), Jihad (sungguh-sungguh dalam
mem-perjuangkan dan mempertahankan ajaran Islam), Ikhlas
(tanpa pamrih dalam melaksanakan amal kecuali menharap
16. Adanya kecenderungan bahwa kasus (KN:1,2,3,4, dan 5),
menunjukkan profil sikap dan perilaku atau pola hidup
mandiri yang mengacu kepada unsur-unsur sikap dan
perilaku: bertanggung jawab, hak dan kewenangan orang
lain tidak dijadikan fasilitas dirinya, mampu memenuhi
kebutuhan pokok minimal, mempunyai etos kerja yang
baik, berdisipiin dan berani mengambil resiko atas
segala perbuatan yang di1akukannya.
17. Profil sikap perilaku atau pola hidup mandiri ini
terungkap dalam aktivitas yang menyangkut kegiatan
dalam hubungannya dengan; pelaksanaan tugas dari
lembaga pemasyarakatan, dalam berhubungan dengan pimpinan, staf, maupun pembina, dalam pergaulan dengan
sesama narapidana, dalam mengerjakan tugas-tugas
pribadi, serta dalam melaksanakan ibadah.
18. Pola Pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyara katan Cirebon, meliputi: a. Pembinaan Kepribadian,
yanq terdiri dari; 1) Pembinaan kesadaran beragama, 2) Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, 3) Pembi
naan kemampuan intelektual, 4) Pembinaan kesadaran
hukum, 5) Pembinaan sosial. b. Pembinaan Kemandirian,
yang terdiri dari; 1) Keterampilan untuk mendukung
usaha-usaha mandiri (kerajinan tangan), 2) Keterampil
an yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya, 3) Keter
Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau
pertanian yang menggunakan teknologi madya atau tekh
nologi tinggi.
19. Agama Islam adalah risalah (pesan-pesan) yang diturun-kan Tuhan kepada para nabi dan rasul sebagai petunjuk
dan pedoman yang mengandung hukum-hukum sempurna untuk
dipergunakan dalam menyelenggarakan tata cara kehidu
pan manusia, yaitu mengatur hubungan manusia dengan
manusia lainnya, hubungan manusia dengan alam dan
hubungan manusia dengan Khaliknya. Sebagai sumber
nilai, Agama Islam memberikan petunjuk, pedoman dan
pendorong bagi manusia dalam menciptakan dan mengem
bangkan
budaya
serta memberikan
pemecahan
terhadap
segala persoalan hidup dan kehidupan. Di dalamnya
mengandung ketentuan-ketentuan keimanan, ibadah,
mu'a-malah, dan pola tingkah laku dalam berhubungan dengan
sesama mahluk yang menentukan proses berpikir, merasa
dan pembentukan kata hati.
20. Agama Islam itu membawa peraturan-peraturan Allah bagi
manusia, bukan hanya sebatas melaksanakan kebajikan
dan menjauhi kemungkaran dalam arti tekstual, akan
tetapi harus mengajak orang lain untuk berbuat kebaji
kan dan menjauhi kemungkaran.
21. Dengan memegang teguh ajaran Islam manusia akan memi
keislamannya dan dapat terlihat dari perilaku
sehari-hari baik dalam hubungannya dengan sesama ummat Islam
maupun dalam hubungannya denqan orang-orang nonmuslim.
22. Manusia mandiri adalah manusia yang memiliki keunggu
lan dalam kemampuan, berkepribudian sehat dan bermoral
kuat. Manusia unggul sclalah manusia yang memiliki
kemampuan tertentu, yang dapat dimanfaatkan dalam
kehidapannyu, baik dalam kehidupan pribadi, sosial,
maupun dalam karir atau pekerjaan. Keunngulan tidak
berarti harus unggul dalam segala hal, dan mengungguli
semua orang, tetapi unggul (excellent) dalan satu
biuang tertentu dan pada tingkat tertentu.
Kemandirian merupakan salah satu ciri dari kedewasaan.
Orang yang mandiri memiliki kemauan dan kemampuan
usaha untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya secara
sah, wajar dan bertanggung jawab. Namun ini tidak
berarti bahwa orang yang mandiri itu lepas dari
ban-tuan orang lain. Orang yang mandiripun tidak identik
dengan orang yang memiliki sikap individualistik.
Orang yang mandiri adalah orang yang hidup
ditengah-tengah masyarakat sekitarnya, namun memiliki tanggung
jawab untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya
secara wajar. Karena itu mandiri mempunyai makna
tanggung jawab, tidak menyita hak-hak orang lain,
punya keberanian mengambil resiko.
24. Yang
menjadi rintangan bagi kami
untuk
melaksanakan
sistem
kepenjaraan ini ialah warisan yang kami
dapat
dari jaman lampau, yang merupakan mirus besar.
Rumah-rumah
penjara yang keadaannya menyedihkan yang
sulit
untuk
disesuaikan
dengan tugas
pemasyarakatan
yang
letaknya ditengah-tengah kota.
B. Saran-saran
1- Untuk Departemen Kehakiman
a. Pembinaan
narapidana
di
lembaga
pemasyarakatan
merupakan masaiah kompleks yang memerlukan penangan
an
secara