• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009075 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009075 Full text"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOHESIVITAS KELOMPOK DENGAN PERILAKU AGRESI PADA KELOMPOK SUPORTER PANSER BIRU SEMARANG

Oleh

GEO GAMMA HUTAMA Nim: 802009075

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi.

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA KOHESIVITAS KELOMPOK DENGAN PERILAKU AGRESI PADA KELOMPOK SUPORTER PANSER BIRU SEMARANG

Geo Gamma Hutama Berta Prasetya Jusuf Tjahjo Purnomo

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(8)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi suporter Panser Biru Semarang.Populasi pada penelitian ini adalah supporter Panser Biru.Sampel diambil sebanyak 50 orang, yang terdiri dari 7 perempuan dan 43 laki-laki.Sampel diambil dengan teknik purposive sampling.Data kohesivitas kelompok dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur Grup Environment Questionnaire (GEQ) oleh Carron., dkk (1997) dan data agresi dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur Aggression Questionnaireoleh Buss & Perry(1992), kedua alat ukur tersebut telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional. Dari hasil analisa data diperoleh hubungan (r) sebesar 0,304 dengan sig. = (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang positif signifikan antara kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi suporter Panser Biru Semarang.

(9)

Abstract

This study aimed to determine the correlation between group cohesiveness and aggressive behavior of Panser Biru Semarang supporters. The population in this study was a supporter Panser Biru. Samples taken as many as 50 people(7 women and 43 men) and were taken by purposive sampling technique. The group cohesiveness data was collected using Group Environment Questionnaire (GEQ) by Carron., et al (1997) and the agression data was collected using Aggression Questionnaire by Buss & Perry (1992), both the instruments have been translated into Bahasa Indonesia. This is a correlational research study. From the analysis of the data, it is revealed that the relationship (r) is of 0.304 with sig. = (P <0.05), which means there is a significant positive relationship between group cohesiveness and aggressive behavior of Panser Biru Semarang supporters.

(10)

PENDAHULUAN

Industri sepakbola di Indonesia saat ini sedang menjadi sorotan dunia internasional karena telah mengalami peningkatan dalam penyelenggaraan liga Indonesia. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) saat ini sedang menjalin kerjasama dengan Union of European Football Associations (UEFA) khususnya dalam hal pembinaan klub sepakbola di Indonesia dan pengelolaan komunitas suporter (Republika, 2014). Kedua hal tersebut sedang menjadi fokus utama dalam program kerjasama, mengingat dunia internasional menilai PSSI masih lemah dalam memenuhi hak-hak pemain sepakbola dan dalam membina kelompok suporter di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya kerusuhan antar suporter klub sepakbola di Indonesia. Suryanto (dalam Nugroho, Hardjajani, & Wulansari, 2010) mengungkapkan bahwa dalam evaluasi 136 pertandingan sepakbola terjadi kerusuhan sebanyak 2,6% atau sekitar tiga hingga empat kali kerusuhan. Hal tersebut menunjukkan belum tercapainya tujuan kelompok suporter secara umum, yaitu mendukung tim disertai sportifitas tinggi sesuai dengan program fair-play yang dikeluarkan FIFA (Adi, 2011). Salah satu kelompok suporter yang kerap kali terlibat dalam kerusuhan adalah kelompok suporter klub Persatuan Sepakbola Indonesia Semarang (PSIS) yang disebut dengan Pasukan Semarang Biru (Panser Biru). Kelompok suporter ini dikenal sangat fanatik dalam mendukung PSIS Semarang, yang terkadang karena kefanatikan tersebut sering menimbulkan perilaku-perilaku agresif yang sangat merugikan dan memicu kerusuhan dengan kelompok suporter lainnya (Silwan, 2012).

(11)

2011 Panser Biru tercatat telah menunjukkan perilaku agresi baik verbal maupun non verbal dalam berbagai bentuk, seperti perkelahian, pelemparan, pengrusakan, maupun ejekan dalam bentuk lagu provokatif, yang ditujukan kepada kelompok suporter lawan (Nugroho dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Silwan (2012) menghasilkan temuan bahwa antara tahun 2001-2005 suporter PSIS Semarang yang disebut dengan Panser Biru mengalami bentrok sebanyak 9 kali dalam pertandingan tandang. Bahkan, pada tahun 2012, kelompok suporter Panser Biru terlibat perkelahian dengan sesama pendukung PSIS yang berujung pada tewasnya seorang suporter dan empat suporter lainnya luka parah (Poskotanews.com, 2012). Perilaku para suporter Panser Biru seperti kontak fisik, memaki, merusak fasilitas merupakan ciri-ciri dari perilaku agresi.

(12)

kelompok. Seseorang dapat ikut terpengaruh oleh kelompok dalam berperilaku agresi pada saat mendapatkan provokasi atau desakan secara langsung dari kelompoknya (Putri, 2013). Pada kelompok suporter Panser Biru, kuatnya pengaruh kelompok ditunjukkan dengan menyanyikan lagu-lagu yang bersifat provokatif secara bersama-sama ketika wasit melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan pada saat pertandingan berlangsung. Selain itu, Panser Biru menunjukkan perilaku agresi terhadap kelompok suporter lawan dan aparat kepolisian. Seperti yang dipaparkan oleh Silwan (2012), bahwa pada tahun 2006 Panser Biru terbukti melakukan pengrusakkan sejumlah fasilitas stadion dan terlibat perkelahian dengan kelompok suporter Persita saat menjalani laga tandang. Kemudian pada tahun 2011, Panser Biru juga melakukan pelemparan terhadap kelompok suporter Mitra Kukar pada saat menjalani laga kandang di stadion Jatidiri.

(13)

terdapat kohesivitas di dalam kelompok suporter pendukung Persija Jakarta.Dalam penelitian tersebut, kohesivitas yang muncul disebabkan oleh antara lain, yaitu latar belakang kelompok (jumlah anggota, latar belakang tempat tinggal, teman sebaya tujuan yang sama), aktivitas dan kegiatan kelompok (menyanyikan yel-yel saat pertandingan, menonton pertandingan kandang maupun tandang, atau sekedar berkumpul setelah menonton pertandingan, bakti sosial), kebersamaan dalam kelompok (proses menumbuhkan keterikatan, saling membantu pada saat pertandingan maupun dalam keseharian).

(14)

tetap tinggal dalam kelompoknya, rasa saling percaya, timbul suasana yang nyaman (merasa aman dalam bekerja, untuk mengungkapkan pendapat & berinteraksi, saling pengertian) dan adanya kesadaran sebagai bagian dari kelompok.

Walgito (2007) menjelaskan mengenai adanya peran kohesivitas dalam mempengaruhi perilaku-perilaku anggota-anggota kelompok. Anggota kelompok yang kohesif akan memberikan respon positif terhadap para anggota dalam kelompok. Kelompok yang kohesif akan terdorong untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok dan merespon positif terhadap perilaku anggota kelompok yang lain. Hal ini di dukung dengan penemuan Festinger, Schacter, dan Black (dalam Shaw 1979) yang mendapati bahwa anggota kelompok yang kohesif mempunyai opini yang seragam dan umumnya dalam tindakan menyesuaikan diri dengan standar atau keinginan kelompok. Jadi tekanan terhadap keseragaman naik searah atau sejajar dengan naiknya kohesi kelompok. Dalam hal ini kohesivitas dalam suatu kelompok menjadikan anggotanya bersedia melakukan norma-norma atau perilaku yang diinginkan kelompok, termasuk perilaku agresi terhadap kelompok lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sunita dan Eliana (2011), menghasilkan temuan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kohesivitas dengan perilaku agresi. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Safitri dan Andrianto (2012) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan antara kohesivitas dengan intensi perilaku agresi pada kelompok suporter PSS Sleman. Kedua penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian dari Ravn (2007) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara kohesivitas tim dan kecenderungan perilaku agresi.

(15)

dirumuskan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi pada kelompok suporter Panser Biru?”.Oleh karena itu, penulis bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui adakah hubungan antara kohesivitas dengan perilaku agresi pada kelompok suporter PSIS Semarang Panser Biru. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu organisasi suporter klub sepakbola di Indonesia khususnya organisasi suporter Panser Biru dalam pengembangan pengelolaan kelompok suporter.

Kohesivitas Kelompok

Forsyth (2010) mengatakan kelompok adalah dua atau lebih individu yang dihubungkan dengan dan dalam hubungan sosial. Selain itu, jika dilihat secara menyeluruh, kelompok seperti satu kesatuan yang dibentuk dimana dorongan interpersonal yang mengikat anggota bersama-sama dalam satu unit dengan batas-batas yang menandai yang berada dalam kelompok dan diluar kelompok. Kualitas dalam hubungan dalam kelompok tersebut dinamakan kohesivitas kelompok. Kohesivitas kelompok dapat diklaim untuk menjadi teori yang paling penting dalam group dynamic (dinamika kelompok). Tanpa adanya kohesivitas kelompok, individu akan menarik diri dari kelompoknya. Selain itu kohesivitas kelompok menjadi indikasi dari keberhasilan dalam kelompok (Forsyth, 2010).

(16)

untuk anggotanya. Kemudian unidimensional mengenai kohesivitas kelompok menjadi bergeser menjadi pendekatan multi dimensional.

Hal ini seperti dinyatakan Forsyth (2010) bahwa kohesivitas bukan konsep yang sederhana, namun merupakan multi component procces dimana terdapat berbagai macam pendekatan yang terdiri dari social cohesion, task cohesion, perceived cohesion dan emotional cohesion. Forsyth (2010) menjelaskan satu persatu pendekatan tersebut, social cohesion adalah pendekatan yang dilakukan oleh Lewin dan Festinger, mengambil pendekatan psikologi sosial untuk menjelaskan kohesivitas kelompok, menekankan pengaruh dari interaksi (baik individu maupun kelompok) dalam kelompok. Pendekatan task cohesion, menjelaskan kekuatan dari kelompok fokus dari tugas, dan tingkat dari kerja sama ditampilkan dari anggota kelompok dimana mereka berkoordinasi dalam usaha yang dijalankan dan adanya collective efficacy dalam kelompok. Pendekatan perceived cohesion menyatakan sejauh mana anggota kelompok merasakan mereka berada dalam kelompok (tingkat individu) dan keseluruhan proses dalam kelompok (tingkat kelompok). Sedangkan pendekatan emotion cohesion menyatakan tentang kedekatan afektif dalam kelompok, semangat dalam kelompok atau tingkat positif afektif. Di tingkat kelompok, emosi kelompok berbeda dari emosi tingkat individu.

(17)

keanggotaannya dalam kelompok, serta atribut kelompok yang di refleksikan melalui hubungan antara individu dengan kelompoknya adalah perceived cohesion (Bollen & Hoyle, dalam Nisa & Juneman, 2010).

Komponen Kohesivitas

Salah satu definisi yang mengacu pada beberapa pendekatan yang disampaikan oleh Forsyth (2010) adalah model hierarki Carron tentang kohesivitas kelompok. Menurut Carron, Brawley, dan Widmeyer (dalam Prapavessis & Carron, 1997) menjelaskan kohesivitas kelompok adalah proses dinamis yang tercermin dalam kecenderungan kelompok untuk tetap bersama dan menjaga kebersamaan dalam mengejar tujuan dasar kelompok dan atau untuk pemenuhan kebutuhan afektif anggota kelompok.

Model hierarki Carron (dalam Castonguay, 2008) tentang kohesivitas kelompok mengusulkan sebuah model hierarki kohesi yang dibedakan menjadi komponen individu (daya tarik individu ke grup) dan komponen kelompok (kelompok integrasi) kemudian kedua komponen tersebut terdiri ke subkomponen tugas dan sosial. Penjelasan dari Carron (dalam Dion, 2000) mengenai model hierarki kohesivitas kelompok menghasilkan empat komponen, yaitu:

1. Integrasi Kelompok-Sosial (lK-S)

(18)

2. Integrasi Kelompok-Tugas (IK-T)

Integrasi Kelompok-Tugas adalah persepsi individu tentang kedekatan, ketertutupan dan ikatan dalam kelompok sebagai keseluruhan dari tujuan kelompok. Penjelasan mengenai komponen IK-T adalah anggota kelompok memiliki penilaian yang sama bahwa kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam rangka mencapai tujuan kelompok.

3. Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Sosial (KIK-S)

Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Sosial adalah perasaan tiap anggota kelompok tentang penerimaan personal seseorang dan interaksi sosial dengan kelompok. Penjelasan mengenai komponen KIK-S adalah ketika dalam kelompok mengadakan agenda rutin untuk berkumpul bersama, maka peserta tersebut memiliki rasa nyaman untuk hadir dalam agenda tersebut.

4. Ketertarikan Individu dalam Kelompok -Tugas (KIK-T)

Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Tugas adalah daya tarik dari tujuan kelompok, produktivitas dan tujuan bagi individu secara pribadi. Penjelasan mengenai komponen KIK-T adalah ketika dalam kelompok, anggota kelompok tersebut memiliki kenyamanan untuk mencapai tujuan dari keberhasilan kelompok bersama.

Dampak Kohesivitas Kelompok

(19)

meningkatkan komunikasi di antara anggota kelompok (Wech, Mossholder, Steel, & Bennett, 1997 dalam Treadwell, 2001), meningkatkan problem solving (Rempel & Fisher, 1997 dalam Treadwell, 2001), dan meningkatkan hasil pekerjaan (Langfred, 1998; Prapavessis & Carron, 1997) dalam Treadwell, 2001).

Forsyth (2010) menjelaskan, kelompok yang kohesif memiliki kemampuan berkembang dari waktu ke waktu karena menjaga anggotanya dan memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan yang dimiliki. Kelompok yang tidak kohesif beresiko karena banyak anggotanya keluar dari tujuan sehingga kelompok tidak mampu bertahan. Kohesivitas kelompok diasosiasikan mampu meningkatkan kenyamanan anggota dalam kelompok dan menurunkan stress dananggota yang keluar. Selain itu kohesivitas kelompok dan kinerja saling memiliki hubungan yang positif. Kelompok yang kohesif cenderung mengungguli kelompok yang kurang kohesif.

Dari dampak negatif, Janis (1972 dalam Treadwell, 2001) menjelaskan ketika kelompok menjadi kohesif, mereka mengisolasi kelompok mereka, mengurangi pengaruh dari luar dan memungkinkan munculnya “groupthink”. Mondy, Sharplin dan Premeaux (dalam Treadwell, 2001) berpendapat tingginya kohesivitas kelompok yang memiliki tujuan berbeda dengan tujuan organisasi kemungkinan akan menyabotase upaya manajemen terhadap peningkatan produktivitas.

AgresiTerhadap Suporter Lawan

(20)

menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisik atau verbal dan langsung atau tidak langsung.

Jika menelaah beberapa defenisi yang ditampilkan maka penelitian dalam hal ini akan menggunakan konsep perilaku agresi menurut Buss dengan asumsi defenisi ini cukup lengkap dan detail dalam menjelaskan perilaku agresi. Pada kelompok suporter, perilaku agresi muncul dalam berbagai bentuk dan biasanya agresi ini ditujukan kepada kelompok suporter lawan. Seperti pada pertandingan PSIS Semarang saat bertandang ke Jepara pada bulan Januari 2006, dimana puluhan orang menjadi korban atas tindak agresi yang dilakukan kedua belah pihak suporter (Antaranews, 2006).

Dimensi Perilaku Agresi

Berikut 4 dimensi agresi menurut Buss dan Perry (1992) : 1. Physical Aggression (PA)

Merupakan agresi overt (terlihat). Tendensi individu melakukan serangan secara fisik untuk mengekspresikan kemarahan atau agresi. Bentuk serangan fisik tersebut seperti mendorong, memukul, mencubit, menendang, dan lainnya.

2. Verbal Aggression (VA)

Tendensi menyerang orang lain atau memberikan stimulus yang merugikan dan menyakitkan secara verbal, melalui kata-kata atau penolakan. Bentuk serangan verbal tersebut meliputi cacian, makian, mengumpat, penolakan.

3. Anger (A)

(21)

4. Hostility (H)

Tergolong perilaku covert (tidak terlihat). Hostility terdiri dari dua bagian, yaitu resenment yaitu perasaan iri dan cemburu terhadap orang lain, dan suspicion seperti adanya ketidakpercayaan, kekhawatiran, dan proyeksi dari rasa permusuhan terhadap orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresi

Sarwono (1999) membagi faktor-faktor yang mencetuskan agresi yang berupa rangsangan atau pengaruh terhadap agresivitas itu dapat datang dari luar diri sendiri (yaitu kondisi lingkungan atau pengaruh kelompok) atau dapat juga berasal dari dalam diri (pengaruh kondisi fisik dan kepribadian).

a. Kondisi lingkungan

Pada manusia, bukan hanya sakit fisik yang dapat memicu agresi, melainkan juga sakit hati (psikis). Selain itu, udara yang sangat panas juga lebih cepat memicu kemarahan dan agresi. Demikian pula pada saat adanya serangan cenderung memicu agresi karena pihak yang diserang cenderung membalas. Rasa sesak (crowding) juga dapat memicu agresi. Peningkatan agresivitas di daerah yang sesak berhubungan dengan penurunan perasaan akan kemampuan diri untuk mengendalikan lingkungan sehingga terjadi frustrasi.

b. Pengaruh kelompok

(22)

anggap bukan anggota kelompok), adanya deindividuasi (identitas sebagai individu tidak di kenal).

c. Pengaruh kepribadian dan kondisi fisik

Kondisi diri atau fisik juga mempengaruhi agresivitas. Banyaknya kadar adrenalin dalam tubuh, misalnya meningkatkan rangsangan dalam tubuh sehingga orang yang bersangkutan lebih siap dan lebih cepat bereaksi. Berbagai keadaan arousal terlepas dari sumber dan jenisnya memang dapat saling memperkuat perilaku agresif. METODE

Partisipan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh supporter Panser Biru yang tergabung dalam keanggotaan Panser Biru. Sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang anggota suporter Panser Biru. Adapun yang menjadi karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah responden merupakan anggota tetap kelompok suporter Panser Biru yang terdaftar dalam kesekertariatan dan dibuktikan dengan kartu tanda anggota Panser Biru serta berusia 18 tahun sampai 30 tahun, responden berdomisili di Kota Semarang dan sekitarnya, dan responden terlibat secara langsung dalam setiap pertandingan PSIS di stadion, baik pertandingan kandang maupun tandang.

Prosedur Sampling

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 anggota suporter Panser Biru.

Pengukuran

(23)

1. Skala Kohesivitas yang dimodifikasi dari skala Grup Environment Questionnaire

(GEQ) untuk mengukur kohesivitas kelompok, yang terdiri dari 18 item dalam bentuk skala likert. GEQ merupakan instrumen yang dikembangkan oleh Carron.,dkk (1997) melalui empat dimensi kohesivitas kelompok, keempat dimensi tersebut adalah Integrasi Kelompok-Tugas T), Integrasi Kelompok-Sosial (IK-S), Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Sosial (KIK-(IK-S), Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Tugas (KIK-T). Dalam penelitian Darwita (2012) penggunaan skala ini diketahui reliabilitas sebesar 0,81 yang berarti alat ukur ini layak dipakai sebagai alat ukur dalam penelitian. Berikut ini adalah contoh item dari masing-masing aspek kohesivitas kelompok:

a) Aspek Integrasi Kelompok Tugas (IK-T)

Kelompok suporter kami bersatu dengan tujuan untuk mendukung tim PSIS. b) Aspek Integrasi Kelompok Sosial (IK-S)

Kelompok suporter kami ingin menghabiskan waktu bersama meskipun sedang tidak ada pertandingan sepakbola.

c) Aspek Ketertarikan Individu dalam Kelompok Sosial (KIK-S)

Bagi saya kelompok suporter ini adalah salah satu kelompok sosial terpenting dimana saya berada.

d) Aspek Ketertarikan Individu dalam Kelompok Tugas (KIK-T)

Saya tidak senang dengan usaha kelompok suporter ini dalam mendukung PSIS

(24)

dihilangkan, nilai reliabilitas untuk skala kohesivitas menjadi 0,881. Maka dapat dikatakan bahwa skala kohesivitas reliabel.

2. Skala Agresivitas yang dimodifikasi dari skala Buss & Perry Aggression

Questionnaire untuk mengukur agresivitas, yang terdiri dari 28 item dalam bentuk skala likert. Buss & Perry Aggression Questionnaire merupakan instrumen yang dikembangkan oleh Buss & Perry (1992) melalui empat dimensi agresivitas. Keempat dimensi tersebut antara lain yaitu, Physical Aggression (PA), Verbal Aggression (VA), Anger (A), Hostility (H). Dalam penelitian Kaplan & Sacuzzo

(dalam, Reyna, dkk; 2011) diketahui nilai reliabilitas berkisar diantara 0,70 sampai 0,80 yang berarti alat ukur ini layak dipakai sebagai alat ukur dalam penelitian. Berikut ini adalah contoh item dari masing-masing aspek agresi:

1. Physical Aggression

Sesekali saya tidak bisa menahan diri untuk menyerang kelompok suporter lawan.

2. Verbal Aggression

Saya tidak segan untuk beradu mulut dengan kelompok suporter lawan. 3. Anger

Saya memiliki masalah dalam mengendalikan emosi jika berhadapan dengan kelompok suporter lawan.

4. Hostility

(25)

gugur dihilangkan, nilai reliabilitas untuk skala agresi menjadi 0,945. Maka dapat dikatakan bahwa skala agresi reliabel.

Sebelum menggunakan kedua skala tersebut, penulis melakukan modifikasi alat ukur terlebih dahulu dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Responden akan diminta untuk mengerjakan kedua skala tersebut sesuai dengan keadaan dirinya yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, responden juga diminta untuk identitas diri, usia, dan tempat tinggal untuk mengetahui bahwa responden memenuhi kriteria dalam penelitian ini.

Prosedur Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif korelasional. Penelitian ini akan di lakukan di kantor-kantor sekertariat Panser Biru. Penulis akan membagikan kuisioner yang terdiri dari dua skala, yaitu skala kohesivitas yang dimodifikasi dari skala GEQ dan skala agresivitas yang dimodifikasi dari skala Buss & Perry Aggression Questionnaire, yang nantinya akan diisi oleh anggota kelompok suporter Panser Biru yang telah memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian.

HASIL PENELITIAN Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

(26)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Agresivitas Kohesivitas

N 50 50

Normal Parametersa Mean 71.2200 60.1400

Std. Deviation 17.62221 7.64522

Most Extreme Differences Absolute .110 .185

Positive .106 .123

Negative -.110 -.185

Kolmogorov-Smirnov Z .775 1.307

Asymp. Sig. (2-tailed) .585 .066

a. Test distribution is Normal.

2. Uji Linearitas

(27)

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Kohesivitas *

Agresivitas

Between

Groups

(Combined) 2408.353 36 66.899 1.909 .106

Linearity 264.308 1 264.308 7.541 .017

Deviation from

Linearity

2144.045 35 61.258 1.748 .141

Within Groups 455.667 13 35.051

Total 2864.020 49

3. Analisis Deskriptif Perilaku Agresi

Hasil analisis deskriptif Skor Perilaku Agresi

No Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar

Deviasi

1. 100,8 x 120 Sangat Tinggi

1 2%

2. 81,6 x <100,8 Tinggi 18 36% 3. 62,4 x < 81,6 Sedang 16 32% 4. 43,2 x <62,4 Rendah 13 26% 5. 24 x <43,2 Sangat

Rendah

2 4%

(28)

frekuensi 1 orang. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 71,22 dengan standar deviasi sebesar 17,62. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku agresi pada kelompok suporter Panser Biru berdasarkan penelitian ini yang dilakukan di Semarang ini berada pada tingkat yang sedang.

Kohesivitas Kelompok

Hasil Analisis Deskriptif Skor Kohesivitas Kelompok

No Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar

Deviasi

1. 63 x 75 Sangat Tinggi

24 48%

2. 51 x <63 Tinggi 18 36%

3. 39 x <51 Sedang 8 16%

4. 27 x <39 Rendah 0 0%

5. 15 x <27 Sangat Rendah

0 0%

Data di atas menunjukkan tingkat kohesivitas kelompok dari 50 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori sangat rendah dan rendah didapati prosentase sebesar 0% dengan frekuensi 0, kategori sedang 16% dengan frekuensi 8 orang, kategori tinggi sebesar 36% dengan frekuensi 18 orang, dan kategori sangat tinggi sebesar 48% dengan frekuensi 24 orang. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 60,14 dengan standar deviasi sebesar 7,64. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa kohesivitas kelompok pada kelompok suporter Panser Biru berdasarkan penelitian yang dilakukan di Semarang ini berada pada tingkat yang tinggi

4. Uji korelasi

(29)

Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan korelasi positif yang signifikan antara Kohesivitas Kelompok dengan perilaku agresi pada kelompok suporter Panser Biru Semarang. Nilai koefisiensi determinasi (r2) pada penelitian ini adalah 9,24%, dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa kohesivitas kelompok memiliki sumbangan sebesar 9,24% terhadap munculnya perilaku agresi.

Correlations

Agresivitas Kohesivitas

Agresivitas Pearson Correlation 1 .304*

Sig. (2-tailed) .032

N 50 50

Kohesivitas Pearson Correlation .304* 1

Sig. (2-tailed) .032

N 50 50

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan Uji Korelasi Product Moment Pearson untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi. Dari analisis uji korelasi didapatkan hasil signifikasi (p) sebesar 0,032 (p < 0,05) dan nilai (r²) sebesar 9,24?% yang berarti terdapat hubungan korelasi

(30)

dan mempengaruhi perilaku-perilaku individu termasuk di dalamnya yaitu perilaku agresi. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil dari penelitian Sunita dan Eliana (2011); Safitri dan Adrianto (2012); dan Ravn (2007) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kohesivitas dengan perilaku agresi.

Gibson (2003) mengungkapkan bahwa kohesivitas kelompok adalah kekuatan ketertarikan anggota yang tetap pada kelompoknya daripada kelompok lain. Mengikuti kelompoknya akan memberikan rasa kebersamaan dan rasa senang. Kelompok yang kohesif memiliki kemampuan berkembang dari waktu ke waktu karena menjaga anggotanya dan memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan yang dimiliki. Ketika kelompok menjadi kohesi, mereka akan mengisolasi kelompok mereka, mengurangi pengaruh dari luar, dan memungkinkan munculnya groupthink. Anggota kelompok yang kohesif mempunyai opini yang seragam dan umumnya dalam tindakan menyesuaikan diri dengan standar atau keinginan kelompok. Jadi pressure atau tekanan terhadap keseragaman naik searah atau sejajar dengan naiknya kohesi kelompok. Dalam hal ini kohesivitas dalam suatu kelompok menjadikan anggotanya bersedia melakukan norma-norma atau perilaku yang diinginkan kelompok, termasuk perilaku agresi terhadap kelompok lain.

(31)

Panser Biru dan masing-masing koordinator wilayah mampu menciptakan kondisi yang membangun anggota kelompoknya dengan kegiatan-kegiatan yang memicu kreativitas dan menghasilkan kontribusi bagi masyarakat. Seperti menyelenggarakan musyawarah bersama (mubes) secara rutin yang diisi dengan diskusi, penyampaian aspirasi, dan pergantian kepengurusan (www.bolanews.com, 2015). Selain itu setiap isra miraj, Panser Biru mengadakan pengajian yang dihadiri anggota Panser Biru, dan juga khitanan massal (www.hooligans1932.com, 2012). Tingginya nilai kohesivitas yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang positif dapat menurunkan munculnya perilaku agresi di kelompok suporter Panser Biru.

(32)

sering melakukan aktivitas sosial bersama-sama seperti membangun posko mudik untuk memberikan pelayanan bagi pemudik yang singgah (bolanasional.com, 2014), membersihkan shelter Bus Rapid Transitdengan tujuan menjadikan kota Semarang lebih bersih dan indah (semarangkota.go.id, 2015). Hal tersebut menunjukkan komitmen dan kenyamanan dari setiap anggota panser biru untuk mencapai tujuan bersama. Namun dorongan untuk berjuang bersama dan kenyamanan yang ada di dalam kelompok tidak selalu memberikan dampak positif bagi kelompok tersebut. Seperti ketika Panser Biru sedang mendukung PSIS di stadion, seringkali Panser Biru bersama-sama menyanyikan lagu provokatif yang mengandung unsur cacian dan makian yang bisa menekan kondisi tim lawan. Tidak hanya itu, kebersamaan yang kuat di dalam suporter Panser Biru digunakan untuk menyerang suporter lawan yang berujung pada pelemparan, perkelahian, hingga bentrok dengan aparat kepolisian (Silwan, 2012).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan positif antara kohesivitas dengan perilaku agresi pada

suporter Panser Biru Semarang.

2. Kohesivitas kelompok yang dimiliki kelompok suporter Panser Biru masuk

dalam kategori tinggi.

(33)

SARAN

1. Saran bagi Persatuan Sepakbola Indonesia Semarang (PSIS)

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan efektif terutama kepada PSIS untuk dapat menyelenggarakan pembinaan terhadap suporter (Panser Biru) klub untuk lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan yang bersifat kontributif bagi kelompok suporter Panser Biru sendiri dan bagi masyarakat secara umum. 2. Saran bagi Panser Biru

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan disimpulkan, peneliti menghimbau kepada kelompok suporter Panser Biru untuk tetap menjadikan kelompok sebagai sarana interaksi, namun tidak dengan mengisolasi anggotanya dan mulai untuk membuka pengaruh dari luar seperti menjalin kerjasama dengan anggota kelompok suporter lain.

3. Saran bagi peneliti selanjutnya

a) Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti hubungan kohesivitas

kelompok terhadap perilaku agresi. Dengan demikian masih ada variabel lain yang turut memberi pengaruh pada perilaku agresi pada kelompok suporter yang belum dijelaskan dan diteliti. Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk mengkaji perilaku agresi dari sudut pandang atau variabel-variabel yang lain, seperti frustasi, social modeling, stimulus situasional, kondisi lingkungan, pengaruh kepribadian dan kondisi fisik. b) Pada saat pengambilan data, penulis kurang memperhatikan situasi di

(34)
(35)

Daftar Pustaka

Adi, C. (2011, Juni). Artikel Pembaca, Mengenai Prinsip Fair Play. Available (Online):

http://pasoepati.net/artikel-pembaca-mengenal-prinsip-fair-play/

Antaranews.(2006). Komisi Lakukan Evaluasi Terkait Kerusuhan Suporter di Jepara. Retrieved from http://www.antaranews.com/print/29836/

Bolanasional.co. (2014).Panser Biru buka posko mudik lebaran. Retrieved from

http://bolanasional.co/2014/07/24/bolanasional-co-2/panser-biru-buka-posko-mudik-lebaran/

Bolanews.com. (2015).Panser Biru siap gelar pemilu. Retrieved from

http://www.bolanews.com/brazil/read/nasional/liga.indonesia/101742-panser.biru.siap.gelar.pemilu

Bollen, K.A., & Hoyle, R.H. (1990). Perceived cohesion: A conceptual and empirical examination. Journal of Psychology Social, 69 (2), 479-504.

Brawley L. R., Carron A. V., &Widmeyer W. N., (1987).Assessing the Cohesion of Teams:Validity of the Group Environment Questionnaire. Journal Of Sport Psychology 9, 275 294.

Buss, H. B. (1989).Social Behaviour and Personality. London: Lawrence ErlbaumAssociation

Buss, A.H., & Perry, M. (1992). The Agression Questionaire.Journal of Personality and Social Psychology, 63, 452-459.

Carron, A.V., Brawley, L.R., & Widmeyer, W.N. (1997). “The measurement of cohesiveness in sport groups”.In J.L. Duda (Ed.).Advances in sport and exercise psychology measurement. Morgantown, WV: Fitness Information Technology. Page 1-4.

Castonguay, A. (2008). The Influence of group goal type on cohesion(Thesis).Available from ProQuest Dissertations and Theses Database.

Darwita, F. A. (2012). Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok Pada Kelompok Peserta Mentoring Agama Islam Dengan Tanggung Jawab Siswa SMA.Fakultas Psikologi.Universitas Indonesia.

Forrest, R. & A. Kearns (2001). Social cohesion, social capital and the neighbourhood.Journal Urban Studies, 38(12), 2125-2143.

Forsyth, D. R. (1999).Group Dynamics3rded . New York: Brooks/Cole. Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics5th ed . USA: Cengage Learning.

(36)

Hooligan1932.com. (2012).Bakti sosial memperingati Isra Mi’raj. Retrieved from

http://www.hooligans1932.com/2012/06/bakti-sosial-memperingati-isra-miraj.html

Janis, I.L. (1972). Victims ofGroupthink. New York: Houghton Mifflin.

M. Sepakbola.com. (2015). Panpel cetak 15 ribu tiket untuk laga PSIS vs Persija. Retrived from http://m.sepakbola.com/2015/02/panpel-cetak-15-ribu-tiket-untuk-laga-psis-vs-persija

Poskotanews.com. (2012). Suporter PSIS tawuran 1 tewas, a luka parah. Retrieved from

http://poskotanews.com/2012/01/15/suporter-psis-tawuran-1-tewas-4-luka-parah/

! " # $ % ! !& !%

! ! ! " ! !

# '( )'*+ & + +(#, +- )' ( '(

Ravn, T.M. (2007). Relational Aggression and Team Cohesion Among Female Adolescent

Athletic Teams. The Graduate School University of Wisconsin-Stout Menomonie, WI.

Reyna, C., Lello, M.G., &Sanchez, A., Brussino, S., (2011).The Buss-Perry Aggression Questionnaire: Construct validity and gender invariance among Argentineanadolescents. International Journal of Psychological Research, 4(2), 30-37.

Safitri, A & Adrianto, S. (2012). Hubungan Antara Kohesivitas Dengan Intensi Perilaku Agresi Pada Suporter Sepak Bola.Jurnal Psikologi Sosial, 1, 4-12.

Sarwono, S.W. (1999). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.

Scheneiders, Alexander. A. 1955. Personal Adjusment and Mental Healty. New York : Holt, Rinehart dan winston.

Semarangkota.go.id. (2015). Libatkan supporter ngecat selter Brt. Retrieved from

http://semarangkota.go.id/berita/read/7/berita-kota/374/libatkan-suporter-ngecat-selter-brt

Shaw, M.E. (1981). Group dynamics the psychology of small group behavior. (3rded). New York: McGraw-Hill.

(37)

Group PSIS Semarang. $ % '#)(.

$ ! / 0 ! 1 '+ & ' ( ) * %

% + ( + $2 & 2 & 2 ! 3!

$ 3 & !

$ ! % *' 4 5 1 & %

,, 6 &, &, ! ,. -(

Treadwell, T., Lavertue, N., Kumar, V. K.,& Veeraraghavan, V. (2001). The group cohesion scale-revised: Reliability and validity. The International Journal of Action Methods: Psychodrama, Skill Training and Role Playing, 54, 3-12. doi : 10.1234/12345678

Tribunnews.com. (2013). Bus dilempari fans PSIS, Manajer Persip pertimbangkan lapor ke PT. LI. Retrieved from http://www.tribunnews.com/superball/2013/06/01/bus-dilempari-fans-psis-manajer-persip-pertimbangkan-lapor-ke-pt-li

Walgito, B. (2007). Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keputusan konsumen dalam membeli produk laptop merek Acer diantaranya adalah faktor produk, harga, merk dan lokasi toko, disusun tujuan

Beberapa hal yang berkaitan dengan batasan penelitian yang diajukan sehubungan dengan penelitian ini antara lain : (a) deteksi secara visual pelanggaran lalulintas

Sedangkan bagi hakim yang menolak permohonan perkawinan beda agama alasan yang secara umum digunakan adalah: a Agama adalah unsur dari perkawinan yang tidak dapat dilepaskan, b Pasal

Buku ini memuat tentang pengertian dasar, nilai-nilai, tujuan yang ingin dicapai dengan pelaksanaan “Gerakan Nasional Revolusi Mental”, yang mana akan menjadi suatu gerakan hidup

Karyawan yang memiliki hubungan yang kurang baik dengan pemimpinnya akan menunjukkan kinerja yang rendah dan cenderung berkeinginan keluar dari pekerjaannya ( turnover

Bila suatu lapisan tanah jenuh yang kemampuan tanah dalam meloloskan air ( permeabilitas) rendah di beri beban, maka tekanan air pori dalam tanah tersebut akan segera

Jajar legowo (2:1) adalah cara tanam padi dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris sedangkan