LEMBARAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
No. 269, 2020 HUKUM. Tata Cara. Kebiri Kimia. Pendeteksi Elektronik. Rehabilitasi. Identitas Kekerasan Seksual Anak. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6585) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 70 TAHUN 2020 TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN TINDAKAN KEBIRI KIMIA, PEMASANGAN ALAT PENDETEKSI ELEKTRONIK, REHABILITASI, DAN PENGUMUMAN
IDENTITAS PELAKU KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat (4) dan Pasal 82A ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5946);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TINDAKAN KEBIRI KIMIA, PEMASANGAN ALAT PENDETEKSI ELEKTRONIK, REHABILITASI, DAN PENGUMUMAN IDENTITAS PELAKU KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2. Tindakan Kebiri Kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, sehingga menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
3. Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak adalah pelaku tindak pidana persetubuhan kepada Anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dan pelaku tindak pidana perbuatan cabul kepada Anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
4. Pelaku Tindak Pidana Persetubuhan kepada Anak dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan Seksual Memaksa Anak Melakukan Persetubuhan Dengannya atau dengan Orang Lain, yang selanjutnya disebut Pelaku Persetubuhan adalah terpidana atau orang yang telah selesai menjalani pidana pokok atas tindak pidana persetubuhan kepada Anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. 5. Pelaku Tindak Pidana Perbuatan Cabul kepada Anak
dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan Seksual, Memaksa, Melakukan Tipu Muslihat, Melakukan Serangkaian Kebohongan, atau Membujuk Anak untuk Melakukan atau Membiarkan Dilakukan Perbuatan Cabul, yang selanjutnya disebut Pelaku Perbuatan Cabul adalah terpidana atau orang yang telah selesai menjalani pidana pokok atas tindak pidana perbuatan cabul kepada Anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
BAB II TINDAKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 2
(1) Tindakan Kebiri Kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap Pelaku Persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
(2) Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi dikenakan terhadap Pelaku Perbuatan Cabul berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
(3) Pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan atas perintah jaksa setelah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pasal 3
Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.
Pasal 4
Pelaku Anak tidak dapat dikenakan Tindakan Kebiri Kimia dan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Bagian Kedua
Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia
Paragraf 1 Umum
Pasal 5
Tindakan Kebiri Kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 6
Tindakan Kebiri Kimia dilakukan melalui tahapan: a. penilaian klinis; b. kesimpulan; dan c. pelaksanaan. Paragraf 2 Penilaian Klinis Pasal 7
(1) Penilaian klinis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan oleh tim yang terdiri dari petugas yang memiliki kompetensi di bidang medis dan psikiatri.
(2) Penilaian klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. wawancara klinis dan psikiatri; b. pemeriksaan fisik; dan
c. pemeriksaan penunjang.
(3) Penilaian klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan pemberitahuan kepada jaksa;
b. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan paling lambat 9 (sembilan) bulan sebelum terpidana selesai menjalani pidana
pokok;
c. dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, jaksa menyampaikan pemberitahuan dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk dilakukan penilaian klinis; dan
d. penilaian klinis dimulai paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
Paragraf 3 Kesimpulan
Pasal 8
(1) Kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b memuat hasil penilaian klinis untuk memastikan Pelaku Persetubuhan layak atau tidak layak untuk dikenakan Tindakan Kebiri Kimia.
(2) Kesimpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada jaksa paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya pemberitahuan dari jaksa.
Paragraf 4 Pelaksanaan
Pasal 9
Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
a. pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dilakukan setelah kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyatakan Pelaku Persetubuhan layak untuk dikenakan Tindakan Kebiri Kimia;
b. dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya kesimpulan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, jaksa memerintahkan dokter untuk melakukan pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia kepada Pelaku Persetubuhan;
c. pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok;
d. pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk;
e. pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dihadiri oleh jaksa, perwakilan dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
f. pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dituangkan dalam berita acara; dan
g. jaksa memberitahukan kepada korban atau keluarga korban bahwa telah dilakukan pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia.
Pasal 10
(1) Dalam hal kesimpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyatakan Pelaku Persetubuhan tidak layak untuk dikenakan Tindakan Kebiri Kimia maka pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia ditunda paling lama 6 (enam) bulan.
(2) Selama masa penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang untuk memastikan layak atau tidak layak dikenakan Tindakan Kebiri Kimia.
(3) Dalam hal penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masih tetap menyatakan Pelaku Persetubuhan tidak layak maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat
pertama dengan melampirkan hasil penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang.
Pasal 11
(1) Jika Pelaku Persetubuhan melarikan diri dari Tindakan Kebiri Kimia maka ditunda pelaksanaannya. (2) Untuk penanganan bagi yang melarikan diri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Dalam hal Pelaku Persetubuhan tertangkap atau menyerahkan diri setelah melarikan diri, jaksa berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan untuk dilaksanakan Tindakan Kebiri Kimia.
Pasal 12
Jika Pelaku Persetubuhan meninggal dunia maka jaksa memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama.
Pasal 13
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur teknis penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 huruf a, Pasal 9 huruf c, Pasal 9 huruf d, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 10 ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan kepada jaksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a dan Pasal 7 ayat (3) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik
Pasal 14
(1) Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dikenakan kepada:
a. Pelaku Persetubuhan; dan b. Pelaku Perbuatan Cabul.
(2) Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan segera setelah pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjalani pidana pokok.
(3) Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 15
Alat pendeteksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dalam bentuk gelang elektronik atau lainnya yang sejenis.
Pasal 16
Tindakan pemasangan dan pelepasan alat pendeteksi elektronik dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: a. Kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum menyampaikan surat pemberitahuan kepada jaksa, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial paling lama 1 (satu) bulan sebelum Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak selesai menjalani pidana pokok.
b. Sebelum dilakukan pemasangan alat pendeteksi elektronik, kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum harus memastikan bentuk alat pendeteksi elektronik yang akan dipasang dan alat tersebut harus dalam keadaan baik dan layak dipakai.
c. Sebelum dilakukan pemasangan alat pendeteksi elektronik, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan harus memeriksa dan memastikan bagian tubuh yang tepat dalam pemasangan alat pendeteksi elektronik Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
d. Kementerian sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c menyampaikan surat pemberitahuan kepada jaksa atas hasil pemeriksaan yang telah dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak selesai menjalani pidana pokok.
e. Pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan atas perintah jaksa dengan memerintahkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum bekerja sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
f. Pelaksanaan pemasangan alat pendeteksi elektronik dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok.
g. Pelepasan alat pendeteksi elektronik dilakukan atas perintah jaksa dengan memerintahkan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum bekerja sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
h. Pelaksanaan pemasangan dan pelepasan alat pendeteksi elektronik dihadiri oleh jaksa, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
i. Pelaksanaan pemasangan dan pelepasan alat pendeteksi elektronik dituangkan dalam berita acara. j. Jaksa memberitahukan kepada korban atau keluarga
korban bahwa telah dilakukan pelaksanaan pemasangan dan pelepasan alat pendeteksi elektronik.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis tata cara pelaksanaan tindakan pemasangan dan pelepasan alat pendeteksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Bagian Keempat Rehabilitasi
Pasal 18
(1) Rehabilitasi diberikan kepada Pelaku Persetubuhan yang dikenakan Tindakan Kebiri Kimia berupa:
a. rehabilitasi psikiatrik; b. rehabilitasi sosial; dan c. rehabilitasi medik.
(2) Rehabilitasi yang dikenakan kepada Pelaku Perbuatan Cabul berupa:
a. rehabilitasi psikiatrik; dan b. rehabilitasi sosial.
(3) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan atas perintah jaksa secara terkoordinasi, terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan.
Pasal 19
ayat (1) mulai diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia.
(2) Jangka waktu pelaksanaan rehabilitasi sesuai dengan jangka waktu pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia. (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat diperpanjang untuk paling lama 3 (tiga) bulan setelah pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia terakhir.
Pasal 20
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi psikiatrik dan rehabilitasi medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a, Pasal 18 ayat (1) huruf c, dan Pasal 18 ayat (2) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b dan Pasal 18 ayat (2) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
BAB III
TATA CARA PENGUMUMAN IDENTITAS PELAKU
Pasal 21
(1) Pengumuman identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
a. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyampaikan surat pemberitahuan kepada jaksa paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak selesai menjalani pidana pokok.
b. Pengumuman identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak dilaksanakan oleh jaksa paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Pelaku
Kekerasan Seksual Terhadap Anak selesai menjalani pidana pokok.
(2) Pengumuman identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 1 (satu) bulan kalender melalui: a. papan pengumuman;
b. laman resmi kejaksaan; dan
c. media cetak, media elektronik, dan/atau media sosial.
(3) Pengumuman identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak melalui media cetak, media elektronik, dan/atau media sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan bekerja sama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan anak, dan pemerintah daerah.
(4) Pelaku Anak tidak dapat dikenakan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
Pasal 22
Pengumuman identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak paling sedikit memuat:
a. nama pelaku; b. foto terbaru;
c. nomor induk kependudukan/nomor paspor; d. tempat/tanggal lahir;
e. jenis kelamin; dan
f. alamat/domisili terakhir.
BAB IV PENDANAAN
Pasal 23
Pendanaan pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan
pengumuman identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan c. sumber lain yang sah dan tidak mengikat,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V PENGAWASAN
Pasal 24
(1) Pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, sesuai dengan kewenangan masing-masing.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2020
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 November 2020
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd