• Tidak ada hasil yang ditemukan

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 ( )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EDUTECH CONSULTANT BANDUNG Jurnal AKSARA PUBLIC Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 ( )"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

237

ARAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PARIWISATA BAHARI PADA DAERAH 3 T (TERDEPAN, TERPENCIL DAN TERBELAKANG) (Studi Kasus di Kawasan Kepulauan Tiworo Kabupaten Muna Barat)

--- Muhammad Idham Handa, Alvian Ishak

Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Lakidende, Unaaha (Naskah diterima: 1 September 2019, disetujui: 28 Oktober 2019)

Abstract

This study uses a qualitative approach and survey design and field observations. Samples (informants) were determined by purposive sampling. The results showed that the potential and main tourist attraction objects of the Tiworo Islands are the existence of small islands (13 islands) and the waters of the Tiworo Strait which are rich in diversity of marine life where the potential is categorized according to marine tourism. The effective carrying capacity (ECC) of tourism in the Tiworo Islands is 93,131 people per day or 11,641 people in every 3 hours without causing disturbance to the ecosystem, this means that the development of the tourism industry is very potential given the average number of tourist visits in Muna Barat around the year 018 as many as 1,749 people or 60 people / day. Availability of facilities both basic, functional and supporting facilities in the Tiworo Islands is currently quite adequate in serving tourists. The direction of the development of the marine tourism industry in remote and backward areas in the Tiworo Islands is carried out through two approaches namely; (1) Direction of tourism industry development according to location and spatial structure by dividing four hierarchies according to the tourism function zone (2) Direction of tourism industry development according to the carrying capacity of eco-green-based regions.

Keywords: Direction of Tourism Development and 3T Region

Abstrak

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan desain survey dan observasi lapangan. Sampel (informan) ditentukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi dan obyek daya tarik wisata utama Kepulauan Tiworo adalah keberadaan pulau-pulau kecil (13 pulau) dan perairan Selat Tiworo yang kaya akan keragaman biota laut dimana potensi tersebut dikategorikan sesuai sebagai wisata bahari. Nilai daya dukung efektif (Efective Carrying Capacity/ECC) wisata di Kepulauan Tiworo adalah 93.131 orang per hari atau 11.641 orang dalam setiap 3 jam tanpa mengakibatkan gangguan pada ekosistem, hal ini berarti bahwa pengembangan industri pariwisata sangat potensial mengingat rata-rata jumlah kunjungan wisata di Muna Barat sekitar tahun 018 sebanyak 1.749 orang atau 60 orang/hari. Ketersedian fasilitas baik fasilitas pokok, fungsional dan pendukung yang ada di Kepulauan Tiworo saat ini cukup memadai dalam melayani wisatawan. Arahan pengembangan industri pariwisata bahari pada daerah terpencil dan terbelakang di Kepulauan Tiworo dilakukan melalui dua pendekatan yakni; (1) Arahana pengembangan industri pariwisata menurut penetapan lokasi dan struktur ruang

(2)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

238 dengan membagi empat hirarki menurut zona fungsi wisata (2) Arahana pengembangan industri pariwisata menurut daya dukung wilayah berbasis eco green.

Kata Kunci: Arahan Pengembangan Wisata dan Daerah 3T.

I. PENDAHULUAN

ercepatan pembangunan daerah terde-pan (perbatasan). tertinggal dan terbe-lakang (3T) telah diamanahkan dalam program Nawacita. Semangat tersebut lahir atas masalah ketimpangan dan kesenjangan pembangunan antarwilayah (antar desa-kota dan antar kawasan, barat-timur). Data yang ada tercatat ada 74.045 desa di Indonesia, sekitar 52% pada kategori tertinggal (39.091 desa), dan sekitar 3,32% atau 17.268 desa masuk kategoti desa sangat tertinggal.

Terdapat enam kabupaten dari 17 kabu-paten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara yang masuk kategori daerah tertinggal, salah satunya Kabupaten Muna Barat yang meliputi empat kecamatan dari 11 kecamatan yakni Kecama-tan Tiworo SelaKecama-tan, Tiworo Utara, Tiworo Kepulauan dan Kecamatan Maginti. Terdapat empat desa dengan kategori desa sangat terti-nggal yakni Desa Mandike, Pasipadang, Katela dan Desa Sangia. Wilayah tersebut secara umum berada diwilayah pesisir Kepulauan Tiworo (selat tiworo).

Wilayah pesisir memiliki arti strategis karena merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, serta memiliki

poten-si sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang sangat kaya. Kekayaan sumberdaya tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan sumberdayanya dan ber-bagai instansi untuk meregulasi pemanfaatan-nya, termasuk dalam industry pariwisata.

Industri pariwisata Indonesia mengalami pertumbuhan industri pariwisata cukup cepat di dunia. Pada tahun 010-2014, sektor pariwi-sata berada pada peringkat kelima dari 11 sekotor yang berkontribusi terhadap devisa nasional. Wisata bahari di Indonesia mendomi-nasi hingga 60% dari wisata pantai, wisata bentang laut seperti (cruise dan yacht) men-capai 5%, dan wisata bawah laut (snorke-ling dan diving) mencapai 15%.

Pesisir Tiworo memiliki potensi sumber-daya alam yang cukup potensial pengemba-ngan industri pariwisata bahari, diantaranya terdapat 34 buah gugusan pulau kecil baik yang bernama maupun berlum bernama. Selain itu, kawasan tersebut memiliki berbagai jenis biota khas dan endemic. Pada aspek ruang, dalam RTRW wilayah pesisir Tiworo ditetap-kan sebagai kawasan pariwisata bahari, maka upaya dalam percepatan pembangunan daerah

(3)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

239 3 T dapat dilakukan melalui pengembangan

industri pariwisata bahari.

Tantangan saat ini yang dihadapi adalah dalam pengembangan industri pariwisata di daerah tertinggal (Kepulauan Tiworo) adalah minimnya pengetahuan masyarakat dan wisata-wan mengenai pentingnya ekosistem dengan tidak memperhitungkan dampak terhadap eko-sistem laut. Aktivitas pariwisata juga memiliki dampak pada sumber daya air, udara, mineral dan masyarakat lokal yang berada di pinggir laut (WWF Indonesia, 009).

Upaya menjamin pemanfaatan sumber-daya pesisir (wisata) secara lestari dan mem-berikan manfaatan ekonomi bagi masyarakat, maka perlu dilakukan pengembangan pariwisa-ta bahari pada kawasan terpencil dan tertinggal khususnya di Kepulauan Tiworo Kabupaten Muna Barat.

II. KAJIAN TEORI

2.1 Daerah Tertinggal dan Terpencil

Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 07/PER/M-PDT/III/ 007, disebutkan bahwa daerah tertinggal ada-lah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang diban-dingkan dengan daerah lain dalam skala nasio-nal. Pengertian tersebut mengandung tiga pe-maknaan; 1) Daerah kabupaten bukan daer-ah

yang bernomenklatur kota; ) Masyara-kat dan wilayah, dua aspek ini dirinci kedalam enam kriteria pokok ketertinggalan yaitu: perekono-mian masyarakat, sumber daya manusia, prasa-rana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakte-ristik daerah; dan 3) Relatif dalam skala nasio-nal, daerah yang tergolong dalam kumpulan daerah 3T merupakan daerah yang telah didata dan diperbandingkan secara relatif dengan seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

Daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3 T) merupakan suatu konsepsi pembangunan dalam Nawacita yang diarahkan pada pemba-ngunan yang secara merata mengena daerah-daerah 3T sebagaimana tertuang dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Me-nengah Nasional) hingga tahun 025 dengan ditetapkan sebelas prioritas nasional yang salah satunya adalah “Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik”.

2.2 Pariwisata Bahari

Wisata Bahari adalah suatu kegiatan wisata yang menggunakan potensi pantai (air) sebagai daya kudung kegiatan wisata bahari. Pariwisata bahari diartikan sebagai seluruh ke-giatan yang bersifat rekreasi yang aktifitasnya dilakukan pada media kelautan atau bahari dan

(4)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

240 meliputi daerah pantai, pulau-pulau sekitarnya,

serta kawasan lautan dalam pengertian dan permukaanya, dalamnya, ataupun dasarnya ter-masuk taman laut.

2.3 Industri Pariwisata

Industri pariwisata (tourism industry) merupakan suatu istilah yang bertujuan mem-berikan dayatarik agar pariwisata dianggap seba-gai sesuatu yang menarik dan member arti bagi perekonomian Negara. Gambaran pa-riwisata sebagai suatu industri diberikan hanya untuk menggambarkan pariwisata secara kon-kret, dengan demikian dapat memberikan pe-ngertian yang lebih jelas. Fungsi perusahaan secara langsung memberikan pelayanan kepada wisatawan bila datang berkunjung pada suatu tempat wisata. Jenis-jenis perusahaan dimaks-udkan sebagaimana di sajikan pada Tabel .1.

2.4 Pengembangan Pariwisata dalam Perekonomian Nasional

WTO (2008)menyepakati bahwa pariwi-sata telah menjadi fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan ke-hidupan dan pergaulan global antar bangsa-ba-ngsa di dunia. Pariwisata menjadi penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Pariwisata merupakan

salah satu sumber devisa terbesar bagi negara berkembang. Sektor pariwisata memiliki fung-si sebagai katalisator pembangunan (agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri, antara lain akan sangat berperan dalam; 1) Peningkatan perolehan devisa negara; ) Memperluas dan memercepat proses kesempatan berusaha; 3) Memperluas kesempatan kerja; 4) Memperce-pat pemerataan pendaMemperce-patan (Distribution of Income); 5) Meningkatkan penerimaan pajak negara dan retribusi daerah; 6) Meningkatkan pendapatan nasional; 7) Memperkuat posisi neraca pembayaran; 8) Mendorong pertumbu-han pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang terbatas.

Sebagai wilayah pesisir, maka kawasan pesisir Tiworo dapat dikembangkan sebagai industri pariwisata sehingga mampu memberi-kan ruang bagi masyarakat dalam berusaha se-suai dengan fungsi layanan wisata. Sebagai sumber daya yang bersifat terbatas, maka as-pek kelestarian lingkungan pesisir menjadi per-hatian utama untuk menjamin fungsi ekologis kawasan. Dengan demikian, Outpou riset ini akan melahirkan arahan pengembangan wisata yang dapat memberdayakan daerah dan desa menjadi lebih maju dan mengurangi bahkan

(5)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

241 mengatasi ketimpangan pembangunan yang

selama ini terjadi.

Menurut Bastiyani dan Safitri (2013) arahan pengembangan wisata dapat dilakukan dengan menetapkan visi wisata, struktur kawa-san wisata, fungsi dan peran kawakawa-san wisata, jalur dan paket wisata, infrastruktur, even dan promosi, serta kelembagaan.

III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan teknik deskriptif kualitatif dengan menggunakan de-sain survey dan observasi lapangan untuk men-dapatkan data-data sesuai dengan teman pene-litian, Pengumpulan data dilakukan dengan ca-ra survey, observasi (pengamatan lapangan), wawancara, dokumentasi dan studi kepustaka-an.

Sampel atau informan dalam penelitian ini adalah masyarakat di pesisir tiworo. Jumlah sampel ditentukan secara purposive, yaitu menentukan sampel secara sengaja dengan menetapkan kriteria dari populasi yang layak dijadikan sampel dengan pertimbangan dapat memberi informasi dan/atau dapat menjawab permasalahan penelitian (Silalahi, 2009).

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini dalam merumuskan arahan pengembangan in-dustri pariwisata bahari adalah; potensi dan daya tarik wisata bahari; daya dukung wisata;

sarana dan prasarana wisata; serta layanan wisata..

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis dalam penelitian dilaku-kan secara deskriptif kualitatif dilakudilaku-kan pada tahapan:

1. Analisis potensi dan kesesuaian sebagai wisata bahari.

Tabel 3.1. Variabel Potensi dan Penilaian Kesesuaian Wisata Wisata Bahari

No. Parameter Bobot

Skor (Frekunsi Responden) Jumlah 1. Kecerahan perairan 10 Jumlah responden (Bobot x Skor) 2. Minimnya karang berbahaya 8 Jumlah responden (Bobot x Skor) 3. Keindahan terumbu karang 4. Keindahan dan keragaman Ikan karang 8 Jumlah responden (Bobot x Skor) 5. Kedalaman dasar 6 Jumlah responden (Bobot x Skor) 6. Arus dan gelombang yang tenang 6 Jumlah responden (Bobot x Skor) Total Sumber : Rini, dkk (2015) Kategori (Jumlah) : S1 (Sangat sesuai) = 700-740 : S2 (Sesuai) = 620-699 : S3 (Cukup sesuai) = 360-619 : S4 (Tidak sesuai) = < 300

(6)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

242 2. Analisis ketersedian fasilitas wisata

(fasilitas pokok, fungsional dan pendukung) wisata bahari.

Tabel 3.2. Variabel dan Penilaian Ketersedian Fasilitas Wisata Bahari

No. Parameter Bobot

Skor (Frekunsi Responden) Jumlah 1. Fasilitas pokok 10 Jumlah responden (Bobot x Skor) 2. Fasilitas fungsional 8 Jumlah responden (Bobot x Skor) 3. Fasilitas pendukung 6 Jumlah responden (Bobot x Skor) Total

Sumber : Diolah dari Rini, dkk (2015) Kategori (Jumlah)

: S1 (Sangat memadai) = 700-740 : S2 (memadai) = 620-699 : S3 (Cukup memadai) = 360-619 : S4 (Tidak memadai) = < 300

3. Analisis daya dukung wisata, dengan menggunakan persamaan:

Keterangan :

ECC: Efective Carrying Capacity, adalah jumlah optimum Wisatawan yang dapat ditampung berdasarkan pertimbangan pengelola

RCC: Real Carrying Capacity, jumlah maksi-mum wisatawan yang diperbolehkan ber-kunjung sesuai dengan daya dukung fisik wisata

MC: Management Capacity, adalah jumlah petugas pengelola wisata

IV. HASIL PENELITIAN

4.1 Potensi Daya Tarik dan Kesusaian

Sebagainya Wisata Bahari Di

Kepulauan Tiworo Kabupaten Muna Barat

Kepualuan Tiworo merupakan wilayah perairan yang terletak di Selat Tiworo, terletak di sebelah barat Pulau Muna, Sulawesi Tengg-ara. Koordinat GPS : -4° 40' 52.10" S 122° 25' 50.20" E. Kepulauan Tiworo terdiri dari gugu-san pulau-pulau kecil yang sebagian berpeng-huni (penduduk lokal dan suku bajau).

4.1.1 Pulau Tak Berpenghuni

a. Pulau Indo b. Pantai Pajala c. Pulau Gala Kecil

4.1.2 Pulau Berpenghuni

a. Pulau Tasipi b. Pulau Tiga c. Pulau Santigi

d. Pulau Pasi Padangan e. Pulau Mandike f. Pulau Maginti g. Pulau Katela h. Pulau Gala ECC = RCC x MC RCC = PCC – Cf1+ Cf2+ … Cfn

(7)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

243 i. Pulau Bangko

j. Pulau Balu

4.2 Daya Dukung Wilayah (Efective

Carrying Capacity) Wisata Bahari

Kepulauan Tiworo Kabupaten Muna Barat

Secara umum, aspek daya dukung wisata terdiri dari tiga aspek yakni aspek jumlah wisa-tawan, luas wisata dan lansekap (Fandeli dan Muhammad, 2009 dalam Muta’ali, 2012).

4.2.1 Jumlah Wisatawan

Seiring dengan keterbukaan informasi berdampak positif terhadap minat dan jumlah kunjungan wisatawan pada beberapa daerah termasuk di Kabupaten Muna Barat.

Tabel 4.12 Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisata di Kepulauan Tiworo Kabupaten Muna

Barat Tahun 2016-2018

No. Tahun Jumlah Wisatawan

1. 2018 21.749

2. 2017 18.002

3. 2016 13.723

Sumber : Data Primer, Diolah 2019 dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Muna Barat, 2019.

Tabel 4.12 terlihat bahwa jumlah wisata-wan yang berkunjung di Kepulauan Tiworo tahun 2018 sebanyak 21.749 orang. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2017 dengan jumlah kunjungan wisata di Kepualaun Tiworo sebanyak 18.002 orang, begitupun

jumlah wisatawan yang berkunjung di Kepulauan Tiworo tahun 2016 sebanyak 13.723 orang saja.

4.2.2 Luas Wilayah Wisata Pulau Indo

Luas wilayah dalam kajian ini adalah luas daratan pada pulau-pulau kecil yang terda-pat di Kepulauan Tiworo. Total luas wilayah daratan pada semua pulau adalah 928,5 ha ya-ng tersebar pada 13 pulau yaya-ng diidentifikasi memiliki daya tarik obyek wisata dan potensial untuk dikembangkanLuas wilayah tersebut se-lanjutnya disajikan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.12 Luas Wilayah Daratan Wisata Kepulauan Tiworo Kabupaten Muna Barat

Tahun 2019

No. Nama Pulau Luas (Ha) Persentase (%)

1 Indo 0,50 0,05 2 Pajala 1,30 0,14 3 Gala Kecil 0,70 0,08 4 Tasipi 3 0,32 5 Tiga 109 11,74 6 Santigi 300 32,31 7 Pasi Padangan 2 0,22 8 Mandike 7 0,75 9 Maginti 35 3,77 10 Katela 8 0,86 11 Gala 62 6,68 12 Bangko 300 32,31 13 Balu 100 10,77 Jumlah 928,50 100

Sumber: Data Primer, Diolah 2019

4.2.3 Penentuan Nilai Daya Dukung Wisata

Hasil analisis penilaian daya dukung wisata Kepulauan Tiworo berdasarkan lanse-kap sebagaimana disajikan pada Tabel 4.13.

(8)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

244 Tabel 4.13 Penilaian Terhadap Indeks Daya

Dukung menurut Kirteria Lansekap pada Wisata Kepulauan Tiworo Tahun 2019

No Variabel Kriteria Skor/Nilai

1 Topografi Tidak berbukit, Bukit

rendah dan

berombak/gelombang

1

2 Vegetasi Terdapat beberapa vegetasi

dan hanya 1-2 jenis yang dominan

3

3 Variasi

warna lansekap

Terdapat jenis-jenis warna, ada pertentangan dari tanah, batu dan vegetasi tetapi bukan pemandangan yang dominan 1 4 Pemandanga n Pemandangan didekatnya sedikit/tidak berpengaruh terhadap kuliatas pemandangan 5 5 Latar belakang alam

Mempunyai latar belakang yang menarik tetapi hampir sama dengan keadaan umum dalam suatu daerah

1

6 Modifikasi/

perubahan alam

Pembangunan sarana-sarana seperti instalasi listrik, air,

rumah memberikan

modifikasi yang mampu

menambah keragaman

visual, dan/atau tidak ada modofikasi

2

Jumlah 13

Indeks Potensi Lansekap (Jumlah Nilai/Jumlah Kriteria)

0,72

Sumber : Data Primer, dan Fandeli dan Muhammad, 2009 dalam Muta’ali (2012)

Hasil penilain Terhadap Indeks Daya Dukung menurut Kirteria Lansekap pada Wisata Kepulauan Tiworo diperoleh nilai 0,72.

Tabel 5.14. Penilaian Indeks Daya Dukung menurut Kelerengan pada Wisata Kepulauan

Tiworo Tahun 2019

No. Variabel Kriteria Skor/Nilai

1. Trek atau aksesbilitas

menuju lokasi

Landai 40

2. Topografi Kepulauan Datar 20

Rata-Rata 30

Sumber : Data Primer, diolah September 2019 dan SK Menteri Pertanian No.837 Tahun 1980 dalam Muta’ali (2012).

Berdasarkan penilaian terhadap indeks lansekap dan kelerengan berdasarkan faktor koreksi, maka dapat diketahui nilai daya du-kung wisata Kepulauan Tiworo sebagaimana disajikan pada Tabel 5.15.

Tabel 4.15 Nilai Faktor Koreksi pada Penentuan Nilai Daya Dukung Wisata

Kepulauan Tiworo Tahun 2019

No. Variabel/Parameter Faktor Koreksi

(x100%)

1. Lansekap (Indeks Bureau of Land

Management)

0,56

2. Kelerengan 0,30

Sumber : Data Primer, diolah September 2018 dan Muta’ali (2012).

Dengan demikian, maka dapat dilakukan perhitungan daya dukung/tampung wisatawan (Efective Carrying Capacity/ECC) melalui persamaan: ECC=RCCxMC, yaitu daya tam-pung wisatawan (ECC) diperoleh dari perkali-an jumlah maksimum wisatwperkali-an yperkali-ang diperbo-lehkan berkunjung sesuai denga daya dukung wisata (RCC) dengan jumlah petugas pengelo-la wisata MC.

RCC diperoleh dari persamaan: Sehingga PCC dianalisis dengan:

(9)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

245 Keterangan

: A= Luas areal wisata yakni 928,50 ha atau 9.285.000 m2

: B= Kebutuhan areal wisata berpiknik yakni 72 m2

(Fandeli dan Muhammad, 2009)

Rf= Jam buka wisata/lama kunjungan (14,5 jam/3 = 4,83 jam

Lama waktu kunjungan; 3 jam (Fandeli dan Muhammad, 2009 dalam Muta’ali (2012). PCC = 9.285.000 x x 4,83

PCC = 622.868,75

Selanjutnya adalah analisis faktor-faktor pereduksi daya dukung fisik areal wisata (lansekap) melalui persamaan RCC (Real Carrying Capacity).

RCC = PCC x Cf1-3 (Faktor koreksi) RCC = 622.868,75 x 0,56 x 0,30 RCC = 104.642

Perhitungan jumlah petugas pengelola wisata dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor daya dukung fisik areal wisata dan jumlah pengunjung melalui persamaan MC (Management Capacity). Jumlah sumber-daya pengelola wisata Kepulauan Tiworo ada-lah masyarakat sekitar sebanyak 28 orang (ya-ng terdiri dari 7 ora(ya-ng di Pulau Indo, 5 ora(ya-ng di Pantai Pajala, 11 orang di Pulau Gala Kecil dan 5 orang dari Dinas Pariwisata Kabupaten

Muna Barat). Jumlah tersebut dikurangi de-ngan 10 % yakni 2,8 (bulatkan menjadi 3 orang) dimungkinkan tidak hadir atau tidak aktif dalam pengelolaan wisata yakni 25 orang. MC = x 100 %

MC = 89,29 %

Dengan demikian, maka diperoleh nilai daya dukung/tamping wisatawan atau Efective Carrying Capacity/ECC.

ECC = RCC x MC

ECC = 104.642 x 0,89 = 931,31.

Jadi nilai ECC = 93.131,34 (dibulatkan menjadi 93.131). Jadi nilai daya dukung efektif (Efective Carrying Capacity/ECC) wisata di Kepulauan Tiworo adalah sebanyak 93.131 orang per hari. Dilihat dari rata-rata lama buka wisata yakni 14,5 jam dan rata-rata lama kunjungan 3 jam (Fandeli dan Muhammad, 2009 dalam Muta’ali, 2012), maka daya du-kung efektif (ECC) wisata Kepulauan Tiworo sebanyak 11.641 orang setiap 3 jam. Artinya bahwa jumlah tersebut tanpa mengakibatkan gangguan pada ekosistem sehingga jumlah wi-sata yang berkunjung di kawassan Kepulauan Tiworo tidak boleh lebih dari 93.131 orang per hari atau 11.641 orang/3 jam. Jika melebihi daya tampung tersebut, maka akan berdampak buruk terhadap ekosistem, daya dukung

(10)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

246 yah wisata serta ketersediaan fasilitas yang

ada.

Dengan demikian, ketika jumlah kunju-ngan sudah mencapai 93.131 orang atau men-capai kisaran kunjungan 11.641 orang dalam 3 jam pertama atau dalam setiap 3 jam berkisar 11.641 orang, maka pengelolaan wisata kawa-san Kepulauan Tiworo dapat melakukan tinda-kan menutup sementara lokasi wisata terhadap pengunjung yang akan masuk untuk menghin-dari over capacity yang menimbulkan ketidak-nyamanan bagi wisatawan termasuk gangguan ekosiostem pantai.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dibuatkan kesimpulannya sebagai berikut: 1. Pengembangan kawasan berdasarkan lokasi

dan struktur ruang yang dibagi dalam empat (4) hirarki menurut fungsi zona (core) yak-ni; zona (core) I berfungsi sebagai tujuan utama wisata yakni seluruh pulua (13 pulau) yang ada di Kepulauan Tiworo; zona II berfungsi sebagai (sub core) atau pendu-kung kegiatan utama wisata yakni perairan Selat Tiworo, serta zona (core) II dan III berfungsi sebagai sub-core berfungsi seba-gai pendukung kegiatan wisata sebaseba-gai pin-tu masuk menuju wisata utama dan perairan

Selat Tiworo yang berlokasi di dermaga Lasama dan Derama Tondasi, dan

2. Pengembangan wisata menurut daya du-kung wilayah berbasis eco green untuk menjaga lansekap alami baik vegetasi, vari-asi lansekap, pemandangan, latar belakang alam, serta perubahan/modifikasi alam ya-ng diarahkan pada sehiya-ngga terseleya-nggara- terselenggara-nya layanan fasilitas wisata bahari yang layak, memadai dan ramah lingkungan untuk tujuan pembangunan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendes PDT). 2015. Pro-gram Pengembangan Desa dan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019; Target dan Lokasi Prioritas. Jakarta.

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Provinsi Sulawesi Tenggara. 2018. Laporan Kinerja Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2017. BPMD Sultra. Kendari.

Hidayat, Marceilla. 2011. Strategi Peren-canaan dan Pengembangan Obyek Wisata (Studi Kasus Pantai Pangan-daran Kabupaten Ciamis Jawa Barat). Tourism and Hospitality Essential (The) Journal, Vol. 1, No. 1, Hal 33-44.

Khrisnamurti,. Utami, Heryanti., dan Dar-mawan, Rahmat. 2016. Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan Di

(11)

EDUTECH CONSULTANT BANDUNG

Jurnal AKSARA PUBLIC

Volume 3 Nomor 4 Edisi November 2019 (237-247)

247 Pulau Tidung Kepulauan Seribu. Jurnal

Kajian, Vol 21. No. 3, Hal 257-273. WWF Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria

Ekowisata Berbasis Masyarakat. Depar-temen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia. Jakarta.

Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (Permen PDT) Nomor 07/PER/M-PDT/III/2007. tentang Stra-tegi Nasional Percepatan Pem-bangunan Daerah Tertinggal. Jakarta.

Syahza, Almasdi dan Suarman, 2013. Strategi Pengembangan Daerah Tertinggal Da-lam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 14, No. 1. Hal 126-139. Pekanbaru.

Djuwendah, Endah., Hapsari, Hepi., Renaldy Eddy., dan Saidah, Zumi. 2013. Stategi Pengembangan Daerah Tertinggal di Kabupaten Garu. Artikel Penelitian, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Ban-dung, Hal 1-19.

Ferdinandus, Alfriani Maria dan Suryasih, Ida Ayu. 2014. Studi Pengembangan Wisata Bahari Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan Di Pantai Natsepa Kota Ambon Provinsi Maluku. Jurnal Des-tinasi Pariwisata, Vo. 2 No. 2. Hal 1-12. Kementerian Pariwisata, R.I., 2017. Laporan

Akuntabilitas dan Kinerja Instansi Pemerintah Kementerian Pariwisata 2016. Pusat Data dan Informasi Kemen-terian Pariwisata. Jakarta.

Yoeti, Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Penerbit Kompas. Jakarta

WTO (World Tourism Organization). 2008. Tourism Market Trend. World Tourism Organization. Routledge, USA and Canada.

Febriawan, R. 2009. Analisis Peranan Sektor Hotel dan Restoran Dalam Per-ekonomian Kota Bandung. Artikel peneloitian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sayogi, Karina Wulan dan Demartoto, Argyo. 2018. Pengembangan Pariwisata Bahari (Studi Deskriptif Pada Pelaku Pengem-bangan Pariwisata Bahari Pantai Watukarung Desa Watukarung Keca-matan Pringkuku Kabupaten Pacitan). Journal of Development and Social Change, Vol. 1, No. 1. Hal 9-17.

Hasegawa Tadaki Santoso., dan Umilia, Ema, 2017, Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Nepa Berdasarkan Pre-ferensi Pengunjung Di Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang. 2017, Surabaya. Jurnal Teknuk ITS, Vol 6, No. 1, Hal 106-111.

Bastiyani, Azarine hana dan Safitri, Ira. 2013. Arahan Pengembangan Pariwisata Di Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 13, No. 2. Hal 1-12.

Silalahi, Ulber, MA. 2009. Metode Penelitian Sosial. PT. Refika Aditama. Bandung.

Gambar

Tabel 4.12 Perkembangan Jumlah Kunjungan  Wisata di Kepulauan Tiworo Kabupaten Muna

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirabbila’lamin, rasa syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir tentang “Perancangan

Dalam rangka mendukung visi BPKIMI tahun 2025 untuk menjadi lembaga penyedia rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis teknologis terkini yang mampu

Sektor pengolahan makanan berdasarkan data dalam Profil Kesehatan Kota Semarang 2015 (Tim Penyusun Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015), diggambarkan bahwa hanya 22% dari

Penelitian terhadap kambing Mongolia, Jepang, Korea, Indonesia, Bangladesh, dan Filipina diketahui terdapat 4 garis keturunan, yaitu A, B, C, dan D yakni haplogroup A

Dubinsky (2000), mengungkapkan bahwa APOS merupakan suatu teori dalam pembelajaran, karena memenuhi enam karakteristik teori pembelajaran. Keenam karakteristik tersebut

Kocok mentega dengan Speedy Chef hingga berwarna pucat dan pindahkan ke Tupperware Mixing Bowl 7 L.. Kocok kuning telur dan gula dengan Speedy Chef sampai berwarna pucat

warga desa lain) sebagai penonton. Mengkaji gerak tari rejang adalah mengkaji motif aksinya, ruangnya, waktunya, dan tenaganya. Motif aksi gerak rejang ditin- jau dari gerak

Agenda Clustering Requirement untuk clustering Tipe data dalam cluster analysis Interval-scale variable Binary variable Nominal variable Ordinal variable Ratio-scaled