• Tidak ada hasil yang ditemukan

LOGAM BERAT DI AIR, SEDIMEN DAN IKAN DARI DANAU PINANG DALAM, RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LOGAM BERAT DI AIR, SEDIMEN DAN IKAN DARI DANAU PINANG DALAM, RIAU"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

e-ISSN:2722-6026

LOGAM BERAT DI AIR, SEDIMEN DAN IKAN DARI

DANAU PINANG DALAM, RIAU

Lidia Sari Ginting1, Budijono2*, Muhammad Hasbi3

1,2,3Institusi/Afiliasi; alamat, telp/fax

1Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan,

Universitas Riau

2Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan

Kelautan,Universitas Riau

Corresponding author*: bjonoeno@gmail.com

Abstrak

Danau Pinang Dalam merupakan habitat jenis ikan baung (Hemibagrus nemurus) dan selais (Ompok hypopthalmus) yang bernilai ekonomi tinggi. Keberlanjutan kehidupana dan kualitas nutrisi kedua ikan ini dipengaruhi oleh kondisi perairan danau atau sungai utama yang telah terkontaminasi logam berat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai konsentrasi logam berat Cd dan Cr di air, sedimen dan organ (kulit, ginjal, hati) kedua jenis ikan di danau ini yang masih terbatas diteliti. Sampel air, sedimen dan dua jenis ikan dikumpulkan dan dipreservasi sesuai prosedur standar dari danau ini dan konsentrasi logam berat (Cd, Cr) dianalisis setelah diekstraksi asam dan diuji menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) Shimadzu AA- 7000 tipe flame. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urutan logam berat tertinggi dan terendah di air dan sedimen adalah sama, yaitu: Cr>Cd dan konsentrasi Cd telah di atas baku mutu air, kecuali Cr, termasuk konsentrasi kedua jenis logam berat dalam sedimen. Urutan yang sama juga terdapat pada organ kedua jenis ikan dengan urutannya, yaitu: ikan baung (Cr: ginjal>kulit>hati dan Cd: ginjal>hati>kulit) dan selais (Cr: kulit>ginjal>hati dan Cd: ginjal>hati>kulit) dengan konsentrasinya di tiap organ tersebut masih layak untuk dikonsumsi, Tingkat biokonsentrasi dan bioakumulasi kedua logam berat dalam organ kedua jenis ikan dikategorikan rendah.

Kata kunci—Danau Pinang Dalam, logam berat, bioakumulasi, ikan baung dan selais Abstract

Lake Pinang Dalam is a habitat for species of fish baung (Hemibagrus nemurus) and selais (Ompok hypopthalmus) of high economic value. The sustainability of life and nutritional quality of the two fish is influenced by the condition of the main lake or river waters that have been contaminated with heavy metals. The purpose of this study was to assess the concentration of Cd and Cr heavy metals in water, sediments and organs (skin, kidney, liver) of the two types of fish in this lake which are still limited to be studied. Water samples, sediments and two types of fish were collected and preserved according to standard procedures from this lake and the concentration of heavy metals (Cd, Cr) was analyzed after acid extraction and tested using Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) Shimadzu AA-7000 flame type. The results showed that the order of the highest and lowest heavy metals in water and sediments was the same, namely: Cr> Cd and Cd concentrations had been above the water quality standard, except Cr, including concentrations of the two types of heavy metals in sediments. The same sequence is

(2)

e-ISSN: 2722-6026 kidney> liver skin) with concentration in each of these organs is still suitable for consumption. The level of bioaccumulation of the two heavy metals in the organs of the two types of fish are categorized as low.

Keywords—Lake Pinang Dalam, heavy metals, bioaccumulation, baung fish and selais

1. PENDAHULUAN

Danau Pinang Dalam merupakan salah satu danau dari 12 danau yang banyak ditemukan di kanan kiri Sungai Kampar (sungai induk) tepatnya di Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu, Kampar. Luas danau ini sekitar 3 ha dikelilingi beragam pohon khas hutan rawa dan kebun sawit. Danau ini menerima pasokan air melalui Danau Pinang Luar yang secara langsung bersumber dari aliran Sungai Kampar Kiri yang dipengaruhi oleh musim. Akibatnya, terjadi kondisi ekstrim tinggi muka air danau saat musim kemarau dan meluap (banjir) hingga menggenangi lahan daratan ketika curah hujan tinggi di musim penghujan.

Danau kecil ini dikategorikan danau tipe rawa banjiran dan tercatat 28 spesies ikan didalamnya terdiri dari 9 famili dan 21 genus (Efizon et al., 2017). Ikan-ikan tersebut merupakan representasi beragam white dan black fishes yang bernilai ekonomi tinggi, diantaranya adalah ikan baung (Hemibagrus nemurus) dan selais (Ompok hypopthalmus). Kedua ikan ini merupakan ikan asli di perairan Sumatera dan menjadi menu makanan yang sangat digemari oleh masyarakat Riau sehingga permintaannya selalu tinggi. Oleh sebab itu, danau ini telah puluhan tahun menjadi sumber penghidupan yang penting secara ekonomi, social dan budaya masyarakat sungai untuk mendukung ketahanan pangan mandiri dan daerah Riau. Namun, akibat terus menerus dieksploitasi, populasinya cenderung menurun dan dipengaruhi oleh mutu air sungai induk (Sungai Kampar).

Ikan adalah sumber nutrisi yang kaya, namun, nilai nutrisinya mungkin dipengaruhi oleh lingkungan di mana ia ada (Isangedighi, 2019). Dari berbagai riset, kehadiran logam berat telah terdeteksi di Sungai Kampar (Erlangga, 2007) dan teridentifikasi tercemar dalam kurun waktu 2007-2016 (BPS, 2017) yang bersumber dari aktivitas perkebunan dan pertanian (PPL-LIPI, 2019) serta pemukiman dan pertambangan galian C di dalamnya. Cd dan Cr merupakan material antropogenik dan menjadi polutan terpenting dan bersifat toksik (non esensial dan esensial) diduga telah terakumulasi dalam organ ikan baung dan selais. Oleh sebab itu, kedua jenis ikan ini sebagai bioindikator yang dapat merepresentasikan kondisi kesehatan ikan lainnya dan keamanannya untuk dikonsumsi. Hal ini karena ikan membentuk mata rantai untuk mentransfer logam berat beracun dari air ke manusia (Ashraf et al. 2010). Masuknya logam berat kedalam tubuh organisme perairan dengan tiga cara, yaitu melalui makanan, insang, dan difusi melalui permukaan kulit (Sahetapy, 2011). Kontaminasi Cd dan Pb telah ditemukan di rawa banjiran dalam kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil pada 5 jenis ikan, yaitu: H. nemurus, Wallago leeri, Channa micropeltes, Channa lucius dan Helostoma temminckii) dengan hasilnya adalah semua organ (otot, insang, hati dan ginjal) terdeteksi tinggi di atas baku mutu dalam pangan (Husnah dan Mariani, 2011), padahal lokasinya masih relatif alami dan sangat jauh dari aktivitas industri.

Efek toksik dari logam berat pada ikan di Danau Pinang Dalam atau danau rawa banjiran lainnya di sepanjang Sungai Kampar belum ditemukan bersifat lethal, tetapi efek sublethal diyakini telah terjadi dan belum diungkapkan. Ikan memiliki kemampuan

(3)

e-ISSN: 2722-6026 untuk mengambil dan mengkonsentrasikan logam secara langsung dari air di sekitarnya atau secara tidak langsung dari organisme lain seperti ikan kecil, invertebrata, dan vegetasi air (Polat et al., 2015). Tingkat polusi yang sangat rendah mungkin tidak memiliki dampak nyata pada ikan itu sendiri, tetapi hal itu dapat menurunkan fekunditas populasi ikan, yang mengarah pada penurunan jangka panjang dan akhirnya punahnya sumber daya alam yang penting ini (Ebrahimi dan Taherianfard, 2011; Omar et al., 2014). Karena itu, riset ini bertujuan untuk menilai kontaminasi logam berat Cd, Cr dalam air, sedimen dan organ ikan baung dan selais.

2. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakanakan pada Oktober 2019 – Februari 2020 di Danau Pinang Dalam, Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu, Kampar (Gambar 1). Logam berat dianalisis di laboratorium bersertifikasi, yaitu: UPT. Laboratorium Bahan Kontruksi, Dinas Pekerjaan Umum, Provinsi Riau.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel air, sedimen dan ikan dari nelayan Danau Lubuk Siam untuk diambil organnya (insang, tulang dan otot), aquabides, HNO3, H2O2,

MnSO4, NaOH-KI, H2SO4, Na2S2O3 5 H2O, Amilum, Na2CO3 0,0454 N, larutan

phenolphthalein, larutan standar logam berat Cd dan Cr. Peralatannya terdiri tongkat berskala, meteran, TDS & EC meter (ATC), pH (Hanna), secchi disk, botol BOD 125 ml, erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 50 ml, pipet tetes, beuret, botol sampel, timbangan analitik, penggaris, spatula, oven, tabung reaksi, beaker glass, hot plate, corong kaca, kertas whatman no. 41, lampu katoda, mesin kompresor dan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) Shimadzu AA – 7000 tipe flame.

Prosedur Penelitian

Sampel air dan sedimen diambil dari 3 titik berbeda (inlet, tengah dan outlet danau) menggunakan Van Dron water sample dan ekman grab sebanyak 3 kali (Nopember, Desember, Januari). Masing-masing cuplikan sampel air dan sedimen ini dikompositkan secara terpisah dan dipindahkan kedalam wadah atau botol sampel yang telah diasamkan. Di titik yang sama juga dilakukan pengukuran secara insitu seperti suhu, pH, kedalaman air, kecerahan, CO2 dan DO.

(4)

e-ISSN: 2722-6026

Gambar 1. Peta Danau Pinang Dalam

Total sampel tiap jenis ikan adalah 15 ekor ikan baung (289 mm dan 265,46 g) dan 15 ekor ikan selais (270 mm dan 92,97 g) yang dipilih secara simple random sampling, kemudian didinginkan kedalam kotak es dan diambil organnya tiap individu jenis ikan. Organ kulit (6-12 g), ginjal (4-8 g) dan hati (4-9 g) yang dikumpulkan dari tiap individu ikan dan dikompositkan berdasarkan jenis organ dan jenis ikan, kemudian dimasukkan kedalam botol sampel yang diasamkan. Analisis kandungan logam berat dalam organ ikan dilakukan melalui penghancuran, penyaringan, dan membuat larutan standar. Larutan Cd diperoleh dari CdNO3 dan Cr diperoleh dari CrSO4, kemudian

larutan diencerkan masing-masingnya adalah 0,05; 0,1; 0,2; 0,5; 1; 2 ppm) dan 0,2; 0,5; 1; 2; 3; 4; 5 ppm. Filtrat masing-masing contoh uji diperiksa konsentrasi logam berat dengan alat AAS. Untuk melihat perbandingan koefisien distribusi logam berat dalam air-sedimen digunakan rumus berikut:

... (1) Untuk melihat tingkat bioakumulasi faktor (BCF) digunakan rumus berikut:

dan ... (2) dimana:

BCF = Bioaccumulation factor (o - w) = organism – water (o - s) = organism – sediment

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati meliputi suhu, pH, DO, CO2, kecerahan, kedalaman,

konsentrasi Cd dan Cr di air, sedimen dan organ ikan.

Analisis Data

Parameter yang diamati ditampilkan dalam bentuk grafik dan dianalisis secara komparatif berdasarkan baku mutu air (PP.82/2001), sedimen (ANZECC/ARMCAND,

(5)

e-ISSN: 2722-6026 2000) dan cemaran logam berat dalam pangan nasional (SNI 7387-2009; BPOM RI, 2018) dan negara lain serta tingkat akumulasi logam berat dari nilai BCF logam berat

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Fisika Kimia Air

Kondisi fisika dan kimia yang diperoleh terdiri dari kiaran suhu 28 0C – 30 0C,

pH 6,16 – 6,86, kedalaman 2,4 – 6,7 m, kecerahan 0,52 – 0,82 m, DO 3,8 – 5,5 mg/L dan CO2 8,9 – 15,2 mg/L. Hasil ini tidak jauh berbeda dari riset sebelumnya yang

memperoleh kisaran suhu 28,3-28,6, kecerahan 27,3-28,5 cm, pH 5, nitrat 0,02-0,34 mg/L, fospat 0,05-0,71 mg/L, DO permukaan sampai kedalaman 2,5 m berkisar 3,51-4,87 mg/l, kecuali di dasar (2,04-2,58 mg/L) (Siagian dan Simarmata, 2015; Zaki et al., 2014). Artikel lain di lokasi yang sama tercatat kedalaman 130-450 cm, kecerahan 31-76 cm, suhu 28-29oC, pH 5 dan DO 4,10-6,56 mg/L (Efizon et al., 2015). Kondisi

kualitas ini masih mendukung untuk kehidupan ikan berdasarkan pH dan DO, karena pH pada rentang 6-9 dan nilai DO minimum hampir mendekati 4 mg/L (PP.82/2001). Karakteristik habitat ikan baung di Sungai Sia tercatat suhu 28,3-29,3oC, pH 5,53-5,83,

DO 2,5-2,8 mg/L, kecerahan 0,24-0,36 m, kedalaman 11,5-16,8 m, kecepatan arus 0,31-0,36 m/detik dan salinitas 2,3-3,5o/

oo (Anggraini et al., 2018; Nasution et al., 2018). Konsentrasi Cd dan Cr dalam Air dan Sedimen

Konsentrasi logam berat Cr lebih tinggi dalam air (Gambar 2). Secara berurutan, Cr dan Cd di air adalah 0,0295 mg/L dan 0,0108 mg/L dengan nilai Cd di atas nilai baku mutu air, yaitu: 0,01 mg/L, kecuali Cr(< 0,05 mg/L) (PP.82/2001). Konsentrasi Cr ditemukan tinggi di air daripada Cd menunjukkan sifat kelarutan Cd lebih rendah dalam air. Konsentrasi Cd ini lebih rendah dari rata-rata Cd yang tercatat di Sungai Kampar sebesar 0,03863 mg/L (Erlangga, 2007) bahkan lebih rendah dari hasil pemantauan BLH Riau (2014) dengan nilai keduanya di bawah 0,001 mg/L. Konsentrasi logam berat di Danau Pinang Dalam dapat dipengaruhi oleh pH air yang saat tertentu mendekati netral seperti riset ini dan dapat bersifat asam dari riset-riset terdahulu. Dijelaskan oleh Erlangga (2007), kelarutan logam berat akan lebih tinggi pada pH rendah sehingga menyebabkan toksisitasnya semakin besar. Kenaikan pH pada badan perairan biasanya diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan dari senyawa-senyawa logam tersebut.

Dalam lingkungan air, pencemaran logam berat dihasilkan dari deposisi atmosfer langsung, pelapukan geologis atau melalui pembuangan produk limbah pertanian, kota, perumahan atau industri (Dhanakumar et al., 2015) dan runoff terestrial (Cevik et al., 2009). Kontaminasi Cd dalam air berasal dari penggunaan Cd dalam pupuk, bahan kimia pertanian, pestisida dan lumpur limbah di lahan pertanian (ATSDR, 2003) dan ini sesuai sebagai sumber Cd dalam danau ini yang dikelilingi oleh perkebunan kelapa sawit/karet dan hutan rawa, selain terbawa oleh aliran Sungai Kampar. Artikel lain menyebutkan bahwa Cd masuk ke perairan melalui proses korosi, pupuk posfat dan endapan sampah (Clark, 1986). Cr pula dapat berasal dari alam, jumlahnya 30–40 % (seperti dari pelapukan batuan, air hujan dan dari atmosfer) dan limbah antropogenik jumlahnya 60–70 % seperti limbah rumah tangga dan pertanian (Nurkhasanah, 2015) dan korosi logam berlapis Cr (Abbas et al., 2007).

(6)

e-ISSN: 2722-6026

Gambar 2. Konsentrasi Cd dan Cr dalam Air dan Sedimen (A) dan Koefisien Distribusi Kedua Logam Berat di Sedimen dengan Air

Tingginya logam berat di perairan berkorelasi positif terhadap peningkatannya di sedimen (Gambar 2) dengan urutan tertinggi dan terendah yang sama dengan air, yaitu: Cr>Cd dengan Kd Cr lebih tinggi dari Cd dan keduanya masih di bawah nilai baku mutu sedimen (ANZECC/ARMCANZ, 2000). Riset lain mengungkapkan bahwa logam berat seperti timbal dan kadmium merupakan material antropogenik yang sering ditemukan pada sedimen di rawa banjiran. Tingginya ketersediaan dan mobilitas logam berat tersebut diantaranya berkaitan erat dengan rendahnya topografi, seringnya frekuensi banjir, dan tingginya tingkat keasaman dan bahan organik di rawa banjiran (Du Laing et al, 2009). Tampaknya, Cr dalam sedimen belum ada informasi, kecuali Cd dan konsentrasinya lebih rendah dari rata-rata Cd yang tercatat di Sungai Kampar sebesar 0,03699 mg/kg (Erlangga, 2007). Cr terakumulasi di sedimen sekitar 3,833-13,904 ka li dari konsentrasinya dalam air dan Cd hanya berkisar 1,265-1,495 kali. Konsentrasi Cr dan Cd yang tinggi di sedimen ini juga dipengaruhi pH air yang mendekati netral dalam riset ini. Umumnya pada pH yang semakin tinggi, maka kestabilan akan bergeser dari karbonat ke hiroksida. Hidroksida-hidroksida ini mudah sekali membentuk ikatan permukaan dengan partikel-partikel yang terdapat pada badan perairan. Lama-kelamaan persenyawaan yang terjadi antara hidroksida dengan partikel-partikel yang ada di badan perairan akan mengendap dan membentuk lumpur (Erlangga, 2007). Fraksi logam dapat mempengaruhi tingkat pengayaan logam sedimen sungai (Eimers et al., 2002) dan terdapat korelasinya antara kandungan bahan organik sedimen dengan kadar logam sedimen. Selain bahan organik, oksida besi memainkan peran penting dalam retensi logam berat dalam sedimen permukaan (Jones-Lee dan Lee, 2005; Lévêque et al., 2006) dan telah diketahui dengan baik bahwa pengendapan bersama dengan mineral karbonat sangat penting bagi banyak logam (Sipos et al., 2008).

Perpindahan ion logam berat dari air kedalam sedimen yang kaya bahan organik melalui proses adsorpsi (Nisa et al., 2013). Proses pengendapan dan pendistribusian logam berat membutuhkan waktu yang cukup lama dan banyak faktor fisika dan kimia perairan. Logam berat yang masuk ke sistem perairan dapat diimobilisasi dalam sedimen aliran dengan proses utama seperti adsorpsi, flokulasi, dan pengendapan bersama. Akhirnya sedimen perairan berfungsi sebagai kolam yang dapat menahan logam atau melepaskan logam ke kolom air dengan berbagai proses remobilisasi atau terakumulasi tinggi di sedimen (Pekey, 2006; Marchand et al., 2006) dan

0.0104 0.0335 0.0152 0.1284 0.0113 0.0372 0.0143 0.1247 0.0107 0.0177 0.016 0.2461 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 Cd Cr Cd Cr Air Sedimen Ko ns en tr as i L og am B er at (m g/ L) A. 1.462 3.833 1.265 3.352 1.495 13.904 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 Cd Cr Ko efi si en Di str ib us i L og am B er at B.

(7)

e-ISSN: 2722-6026 konsentrasinya dalam sedimen dapat beberapa kali lipat lebih besar daripada di perairan atasnya (Authman et al., 2015). Konsentrasi logam dalam sedimen dapat menjadi indikator sensitif kontaminan dalam sistem perairan (Sekabira et al., 2010 dan Mhamdi

et al., 2010), karena dapat mengganggu integritas mekanisme fisiologis dan biokimia ikan (Gaber et al. 2013).

Bioakumulasi Cd dan Cr dalam Organ

Konsentrasi logam berat yang terakumulasi kedalam organ kedua jenis ikan ini berbeda (Gambar 3). Di ikan baung, Cd dan Cr tertinggi secara berurutan pada ginjal (0,0524 mgkg dan 0,0347 mg/kg) dan terendah pada kulit (0,0099 mg/kg) dan hati (0,028 mg/kg). Di ikan selais pula, Cd tertinggi pada ginjal (0,0262 mg/kg) dan terendah pada kulit (0,009 mg/kg) dan Cr tertinggi pada kulit (0,0506 mg/kg) dan terendah pada hati (0,0387 mg/kg). Bioakumulasi Cd bersifat toksik dan non esensial oleh ikan baung lebih tinggi jika dibandingkan ikan selais dengan tingkat trofik yang sama, yaitu: karnivora, tetapi ikan baung lebih berat 2,8 kali dari berat total ikan selais mengakumulasi Cd lebih tinggi. Sebaliknya, bioakumulasi Cr lebih tinggi pada ikan selais berkaitan dengan ukurannya lebih kecil memudahkan untuk beruaya lebih aktif sehingga Cr dibutuhkan untuk metabolisme karbohidrat menjadi energi. Perbedaan akumulasi logam berat oleh 2 jenis ikan ini selain ukuran, mungkin berbeda dalam perilaku makan, keragaman menu makanan, habitat, ukuran dan pertumbuhan ikan serta sejarah hidupnya.

Gambar 3. Konsentrasi Cd dan Cr dalam Organ (A) dan Nilai BCF Logam Berat (B)

Tingkat akumulasi logam berat pada ikan tergantung pada tingkat pertumbuhan, metabolisme, pola makan dan persyaratan ekologis spesies ikan tertentu (Yilmaz et al., 2010). Faktor lain adalah perbedaan dalam pola sejarah kehidupan di antara spesies (termasuk tingkat trofik dan distribusi geografis tahap kehidupan), yang mempengaruhi paparan mereka terhadap logam berat (Allen-Gil & Martynov,1995). Namun akumulasi

0.0099 0.0322 0.009 0.0506 0.0524 0.0347 0.0262 0.0433 0.0204 0.028 0.0208 0.0387 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 Cd Cr Cd Cr

Ikan Baung Ikan Selais

Ko ns an tr as i C d da n Cr (m g/ kg ) A.

Kulit Ginjal Hati

2. 429 6. 5422 1. 7259 1. 1587 4. 9568 1. 1164 3. 5219 0. 1977 1. 6481 5. 9823 1. 1711 1. 0595 1. 8333 0. 9728 1. 3026 0. 1723 0. 9352 1. 7385 0. 6645 0. 3079 1. 1667 1.0949 0. 8289 0. 1939 0 1 2 3 4 5 6 7 BC F

(o-w) Cd BC F (o-w) Cr BC F (o-s) Cd BC F (o-s) Cr BC F (o-w) Cd BC F (o-w) Cr BC F (o-s) Cd BC F (o-s) Cr

Selais Bau ng N ila i B CF L og am B er at B.

(8)

e-ISSN: 2722-6026 eliminasi yang rendah dalam jaringan ikan diperkirakan akan terakumulasi ke tingkat yang lebih tinggi (Kalay dan Canli, 2000; Idriss dan Ahmad, 2015).

Perbandingan konsentrasi logam berat dalam tubuh kedua jenis ikan ini dapat diketahui urutan konsentrasinya, yaitu: Cr (ginjal>kulit>hati) dan Cd (ginjal>hati>kulit) pada ikan baung dan sebaliknya di selais, didapatkan Cr (kulit>ginjal>hati) dan Cd (ginjal>hati>kulit). Tampaknya Cr diakumulasi tinggi dari air melalui sebagai organ aktif dan didistribusikan melalui aliran darah kedalam ginjal yang ditandai oleh kaitannya yang erat antara konsentrasi tinggi dalam air dengan kulit. Berbeda dengan ginjal, tampaknya menjadi organ target akumulasi Cd oleh kedua jenis ikan ini, walaupun konsentrasinya dalam air adalah rendah dan terakumulasi rendah pada kulit sebagai organ yang terpapar langsung oleh Cd dalam air. Hal ini menjadi indikasi kuat proses masuknya Cd melalui proses rantai makanan dibandingkan dari insang dan kulit, termasuk ke organ hati sebagai organ target kedua akumulasi Cd setelah ginjal. Logam-logam berat yang diserap dari saluran pencernaan dibawa oleh vena portal ke hati, di mana penyimpanan, metabolisme, dan aktivitas biosintesis terjadi (Peterson et al.,

2007). Dalam riset Erlangga (2007) menemukan nilai korelasi antara air dengan insang adalah -0,9127 dan air dengan ginjal adalah -0,8300, yang menunjukkan semakin tinggi kandungan Cd dalam air, maka semakin rendah kandungan Cd dalam insang dan ginjal ikan baung. Artinya proses masuknya Cd pada ikan baung sangat sedikit melalui proses respirasi pada insang dan diduga Cd masuk melalui permukaan kulit ataupun proses metabolisme (dari organisme lain melalui proses rantai makanan). Artikel lain menjelaskan bahwa logam berat dapat diambil oleh ikan dari konsumsi makanan yang terkontaminasi melalui saluran pencernaan atau melalui insang dan kulit (Sfakianakis et al., 2015). Secara efektif setelah penyerapan, logam dalam ikan kemudian diangkut melalui aliran darah ke organ dan jaringan di mana mereka terakumulasi (Fazio et al.,

2014) yang mencerminkan paparan masa lalu melalui air dan/atau makanan (Birungi et al., 2007).

Konsentrasi Cd ini dalam tiap organ kedua jenis ikan masih di bawah batas cemarannya dalam pangan, yaitu: 0,1 mg/kg (BPOM RI, 2018 dan SNI 7387 : 2009); 0,1 mg/kg (China); 1 mg/kg (Malaysia); dan 0,2 mg/kg (Singapura), tetapi di atas standar Uni Eropa dan Vietnam, yaitu: 0,05 mg/kg. Sebaliknya Cr, belum ada batas maksimum yang diatur secara nasional, termasuk negara-negara lain. Bioakumulasi Cd di organ yang sama pada kedua ikan tetapi konsentrasinya relatif rendah di ginjal (0,0296 mg/kg) > insang (0,0275 mg/kg) ikan baung di Sungai Kampar (Erlangga, 2007). Konsentrasi Cd yang rendah dari riset ditemukan pada artikel lain dengan nilai Cd (0,023-0,049 mg/kg) pada ikan baung di Sungai Kelantan, Malaysia (Hasyim et al.,

2014). Berbeda dengan ikan putak (Notopterus notopterus) di Sungai Sail diketahui urutan tertinggi dan terendah bioakumulasi logam berat dalam organ, yaitu: Cd (otot>organ reproduksi> hati> ginjal> insang>tulang) dan Cr (hati> tulang> ginjal>otot>organ reproduksi>insang) (Budijono et al., 2019).

Efek Cd sebagai logam berat toksik non esensial masih bersifat kronis dari riset ini karena tiada kasus kematian yang tercatat yang disebabkan konsentrasinya masih rendah dan ginjal sebagai organ ekskresi masih mampu menganulir dengan cara mengekskresikan keluar dari sistem tubuh, tetapi perannya terbatas ditandai oleh konsentrasinya masih tinggi dalam ginjal. Namun demikian, pada konsentrasi lebih rendah dalam artikel lain ditemukan kelainan pada struktur sel ginjal ikan baung secara histopatologis, yaitu: terdapat bintik hitam (tanda adanya mineralisasi), sel radang (limfosit), nekrosis pada tubulus, pendarahan dan glomerulus mengalami infeksi

(9)

e-ISSN: 2722-6026 (Erlangga, 2007). Cd terutama beracun bagi ginjal terutama, ke sel-sel tubular proksimal; situs utama akumulasi. Cd juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang baik melalui kerusakan tulang langsung atau tidak langsung sebagai akibat dari disfungsi ginjal (ATSDR, 2007). Perubahan histopatologis pada hati kedua jenis ikan dari lokasi ini belum diungkapkan dan ditemukan perlemakan sel, kongesti, pembengkakan sel dan lisis pada lobus kiri dan kanan hati pada ikan Ompok hypopthalmus di Sungai Siak (Rahmadani et al., 2012). Struktur lobus hati pada ikan

Ompok hypopthalmus sama dengan struktur lobus hati kan baung (Erlita, 2010). Dilaporkan oleh Hinton dan Lauren (1990), sel hepatosit yang terpapar oleh Cd akan menyebabkan terjadinya pembengkakan hepatosit sebagai akibat langsung dari zat toksik yang berpengaruh langsung pada mekanisme transpor ion

Secara keseluruhan hasil riset ini membuktikan bahwa logam berat Cd dan Cr telah hadir dan mengkontaminasi ekosistem Danau Pinang Dalam sebagai petunjuk belum ooptimalnya pengelolaan danau rawa banjiran selama ini. Kondisi ini terus berlanjut yang dapat menjadi ancaman serius bagi biota didalamnya dan kesejahteraan masyarakat setempat di masa mendatang sehingga diperlukan langkah-langkah antisifatif yang dimodifikasi dari Isangedighi (2019), yaitu: (1) penegakan hukun untuk melindungi lingkungan akuatik dari bahan beracun; (2) pengaturan tata ruang danau dan lahan daratan; (3) perencanaan sumberdaya secara terpadu; (4) implementasi teknologi untuk menurunkan atau meningkatka kualitas air; (5) penerapkan pelaksanaan monitoring secara berkala terhadap bahan kimia dalam air, sedimen dan organisme; (6) melaksanakan restoking ikan asli; dan (7) keseriusan implemntasi pendidikan lingkungan berkelanjutan di semua jenjang pendidikan formal. Langkah-langkah tersebut selama ini mungkin ada dan baru berpihak pada ekosistem sungai atau danau besar dan belum menyentuh ekosistem danau rawa banjiran yang sering dianggap masih dalam kondisi baik.

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kondisi kualitas air Danau Pinang Dalam cukup layak untuk mendukung kehidupan ikan baung dan selais, kecuali Cd telah di atas baku mutu air dan konsentrasi keduanya dalam sedimen di bawah baku mutu sedimen. Semuaa organ ikan baung dan selais telah terkontaminasi Cd dan Cr. Pada ikan baung, bioakumulasi Cd dan Cr tertinggi secara berurutan pada ginjal (0,0524 mgkg dan 0,0347 mg/kg) dan terendah pada kulit (0,0099 mg/kg) dan hati (0,028 mg/kg). Ikan selais pula, Cd tertinggi pada ginjal (0,0262 mg/kg) dan terendah pada kulit (0,009 mg/kg) dan Cr tertinggi pada kulit (0,0506 mg/kg) dan terendah pada hati (0,0387 mg/kg). Bioakumulasi Cd dan Cr yang terdeteksi di organ kedua jenis ikan berada masih di bawah batas cemaran logam berat dalam pangan yang ditetapkan secara nasional dan internasional sehingga masih aman untuk dikonsumsi, dengan urutan konsentrasinya dalam organ adalah Cd (ginjal>hati>kulit) dan Cr (ginjal>kulit>hati) pada ikan baung dan Cd (ginjal>hati>kulit) dan Cr (kulit>ginjal>hati) pada ikan selais. Walaupun demikian, perlu diwaspadai di masa depan dan menjadi petunjuk belum optimalnya pengelolaan danau ini sebagai bagian dalam pengelolaan Sungai Kampar.

(10)

e-ISSN: 2722-6026

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, H.H. and F.K. Ali. 2007. Study the effect of hexavalent chromium on some biochemical, cytotoxicological and histopathological aspects of the

Oreochromis spp. Fish. Pak. J. Biol. Sci., 10: 3973-3982.

Abdallah, M.A.M. and F.A.E. Morsy. 2013. Persistent organochlorine pollutants and metals residues in sediment and freshwater fish species cultured in a shallow lagoon, Egypt. Environ Technol., 34: 2389-2399.

ANZECC/ARMCANZ. 2000. Australian and New Zealand guidelines for fresh and marine water quality/Australian and New Zealand environment and conservation council and agriculture and resource management council of Australia and New Zealand, Canberra.

ATSDR (Agency for Toxic Substances and Disease Registry). 2003. Toxicological Profile for Cadmium, U.S. Department of Health and Humans Services, Public Health Service, Centres for Diseases Control, Atlanta, GA. Anggraini, P.N., Budijono and E. Purwanto. 2018. Concentration of Pb in gill, kidney

and muscle of Hemibagrus nemurus (C.V) from the Siak River, Teluk Mesjid Village, Sungai Apit Regency, Riau Province, JOM FAPERIKA.1-9.

Authman, M.M.N., M.S. Zaki, E.A. Khallaf, H.H. Abbas, U. Celik and J. Oehlenschlager. 2015. Use of Fish as Bio-indicator of the Effects of Heavy Metals Pollution. J. Aquatic Res. Development, 6(4):1-13.

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau. 2014. Laporan Monitoring Kualitas Air Sungai Kampar. BLH Provinsi Riau, Pekanbaru.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2018. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Nomor 8 Tahun 2018 tentang Bataas Maksimum Cemaran Kimia Kimia dalam pangan olahan. Badan POM RI, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2017. Status kualitas air sungai 2007-2016.

https://www.bps.go.id/statictable/2014/09/05/1372/status-kualitas-air-sungai-2007---2016.html

Birungi, Z., B . Masola, M . F . Zaranyika, I . Naigaga and B. Marshall. 2007. Active biomonitoring of trace heavy metals using fish (Oreochromis niloticus) as bioindicator species. The case of Nakivubo wetland along Lakealong Lake along Lake Victoria. Phys. Chem. Earth, 32: 1350-1358.

Budijono, M. Hasbi and R.D. Sibagariang. 2019. Heavy metals content in tissues of feather back fish (Notopterus notopterus) from the Sail River, Pekanbaru. IOP

(11)

e-ISSN: 2722-6026 Conf. Deries: Earth and Environmental Science, 430 (2020) 012034. Doi:10.1088/1755-1315/430/1/012034.

Clark, R. B. 1986. Marine Pollution. Clarendon Press. London.

Dhanakumar, S., G. Solaraj and R. Mohanraj. 2015. Heavy metal partitioning in sediments and bioaccumulation in commercial fish species of three major reservoirs of river Cauvery delta region, India. Ecotoxicol. Environ. Saf., 113:145-151.

Du Laing, G., J. Rinklebe, B. Vandecasteele, E. Meers and F.M.G. Tack. 2009. Trace metal behaviour in estuarine and riverine floodplain soils and sediment: A Review. Science of the total environment. 407: 3972-3985.

Ebrahimi, M. and M. Taherianfard. 2011. The effects of heavy metals exposure on reproductive systems of cyprinid fish from Kor River. Iran J. Fish Sci., 10:13-24. Efizon, D., R.M. Putra, F. Kurnia, A.H. Yani dan M. Fauzi. 2015. Keanekaragaman jenis-jenis ikan di Oxbow Pinang Dalam Desa Bulh Cina Kabupaten Kampar, Riau. Prosiding Seminar Antarabangsa Ke-8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran, 24-46.

Eimers, M.C., R.D. Evans and P.M. Welbourn. 2002. Partioning and bioaccumulation of cadmium in artificial sediment systems: application of the stable isotope tracer technique. Chemosphere, 46:543-551.

Erlangga. 2007. Efek pencemaran perairan Sungai Kampar di Provinsi Riau terhadap ikan baung (Hemibagrus nemurus). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor.

Erlita TA. 2011. Histologi h ati i kan b aung (Mystus nemurus C.V.) dari p erairan Sungai Siak Propinsi Riau. Skripsi FMIPA Universitas Riau. Pekanbaru.

Fazio, F., G. Piccione, K. Tribulato, V. Ferrantelli, G. Giangrosso, F. Arfuso and C. Faggio. 2014. Bioaccumulation of heavy metals in blood and tissue of striped mullet in two Italian Lakes. J. Aquat. Anim. Health, 26(4): 278-284.

Gaber, H.S., M.A. El-Kasheif, S.A. Ibrahim and M.M.N. Authman. 2013. Effect of water pollution in El-Rahawy drainage canal on hematology and organs of freshwater fish Clarias gariepinus. World Appl. Sci. J., 21: 329-341.

Hinton, D.E. and D.J. Lauren. 1990. Integrative histopathological effects of environmental stressors on fishes. American Fisheries Society Symposium; 8: 51–66.

(12)

e-ISSN: 2722-6026 Idriss, A.A. and A.K. Ahmad. 2015. Heavy metal concentrations in fishes from Juru

River, estimation of the health risk. Bull. Environ. Contam. Toxicol., 94: 204-208.

Isangedighi, I.S. and G.S. David. 2019. Heavy metals contamination in fish: Effects on human health. Journal of Aquatic Science and Marine Biology, 2(4):7-12.

Jones-Lee, A. and G.F. Lee. 2005. Role of iron chemistry in controling the release of pollutans from resuspended sediments. Journ. Remedition, 16(1):33-41.

Kalay, M. and M. Canli. 2000. Elimination of essential (Cu, Zn) and non-nssential (Cd, Pb) metals from tissues of a freshwater fish Tilapia zilli. Turk J. Zool., 24:429-436.

Lévêque, , F. and G. Gohier. 2006. Role of iron oxides in the retention of trace metal elements: example of the sediments of Marennes- d'Oléron. Cah. Biol. Mar., 47(1):127-128.

Marchand, C., E. Lalliet Verges, F. Baltzer, P. Alberic, D. Cossa and P. Baillif. 2006. Heavy metals distribution in mangrove sediments along the mobile coastline of French Guiana. Mar. Chem., 98: 1-17.

Mhamdi, A.A., M. Choura, M. Maanan, B. Zourarah, M. Robin, M.F. Conceic¸a˜o, C. Andrade, M. Khalid and C. Carruesco. 2010. Metal fluxes to the sediments of the Moulay Bousselham lagoon, Morocco. Environ. Earth Sci., 61: 275-286. Nasution, I.I.R., Budijono dan E. Purwanto. 2018. Kandungan logam berat Pb pada air,

sedimen dan daging ikan juaro (Pangasius polyuronodon Blkr) di perairan Sungai Siak Desa Teluk Mesjid Kecamatan Sungai Apit, Provinsi Riau. JOM FAPERIKA, 1-8.

Nisa, C., U. Irawati dan Sunardi. 2013. Model adsorpsi timbal (Pb) dan Seng (Zn) dlam sistem air-sedimen di Waduk Riam Kanan Kalimantan Selatan. Koversi, 2(1):7-13.

Nurkhasanah, S. 2015. Kandungan Logam Berat Kromium (Cr) dalam Air, Sedimen, dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta Karakteristik Biometrik dan Kondisi Histologisnya di Sungai Cimanuk Lama, Kabupaten Indramayu. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Omar, W.A., Y.S. Saleh and M.A.S. Marie. 2014. Integrating multiple fish biomarkers and risk assessment as indicators of metal pollution along the Red Sea coast of Hodeida, Yemen Republic. Ecotoxicol. Environ. Saf., 110: 221-231.

Pekey, H. 2006. The distribution and sources of heavy metal in Izmit Bay urface affected by a polluted stream. Mar. Pollut. Bull., 52(10):1197-1208.

(13)

e-ISSN: 2722-6026 Polat, F., S. Akın, A . Yıldırım and T. Dal. 2015. The effects of point pollutants originated heavy metals (lead, copper, iron, and cadmium) on fish living in Yeşilırmak River, Turkey. Toxicol. Ind. Health, 32(8):1438-1449.

Pusat Penelitian Limnologi LIPI. 2019. Potensi, pengembangan dan pemanfaatan perikanan KKP PUD 438. AMaFRaD Press, Jakarta. 241 hal.

Rahmadani, A.P., Yusfiati dan R. Elvyra. 2012. Struktur hati ikan selais (Ompok hypopthalmus Bleeker, 1846) di perairan Sungai Siak Kota Pekanbaru. JOM FMIPA, 1-7.

Sahetapy, J. M. 2011. Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) dan Pengaruhnya pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi Juvenil Ikan Kerapu Macan. Thesis. Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Sekabira, K., T.A. Oryem-Origa, G. Basamba, E. Mutumba, A.K. Singh, S.I. Hasnain and D.K. Banerjee, 2003. Grain size and geochemical portioning of heavy metals in sediments of the Damodar River-a tributary of the lower Ganga India. Environ. Geol., 39: 90-98.

Sfakianakis, D.G., E. Renieri, M.Kentouri and A.M. Tsatsakis. 2015. Effect of heavy metals on fish larvae deformities: A review. Enviro. Res., 137: 246-255. Sipos, P., S. Zeller, E. Kuzman, A. Vertes, Z. Hamonnay, M. Walezak and S.E. Canton.

2008. The structure of Fe(III) in strongly alkaline aqueous solutions from EXAFS and Mössbauer spectroscopy. Dalton Trans., 7(41): 5603-5611.

Siagian, M. dan A.H. Simarmata. 2015. Profil Vertikal Oksigen Terlarut di Danau Oxbow Pinang Dalam, Desa Buluh Cina- Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Akuatika, 6(1), 87-94.

Yilmaz, A B., M.K. Sangün, D. Yağlıoğlu and C. Turan . 2010. Metals (major, essential to non-essential) composition of the different tissues of three demersal fish species from İskenderun Bay, Turkey. Food Chemistry 123(2): 410–415.

Zaki,M., M. Siagian dan A.H. Simarmata. 2014. The vertical profile of nitrate in Pinang Dalam Oxbow Lake Buluh Cina Village Siak ulu Sub District Kampar District Riau. JOM FAPERIKA, 1-12.

Gambar

Gambar 1. Peta Danau Pinang Dalam
Gambar  2.  Konsentrasi  Cd  dan  Cr  dalam  Air  dan  Sedimen  (A)  dan  Koefisien  Distribusi Kedua Logam Berat di Sedimen dengan Air
Gambar 3. Konsentrasi Cd dan Cr dalam Organ (A) dan Nilai BCF Logam     Berat (B)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu ekstraksi buah dan kulit pisang jarum dengan metode refluks menggunakan tiga pelarut, yaitu metanol, etanol, dan

Hasil penerapan pembelajaran berbasis reward untuk meningkatkan motivasi belajar siswa mata pelajaran fikih di MTs Sunan Kalijogo Malang yaitu setelah diterapkan reward kepada

Kurikulum 2013 sebagai penyempurnaan kurikulum sebelumnya, berfokus pada proses pendidikan yang memberi kesempatan lebih pada peserta didik untuk mengembangkan

Selain menggunakan uji performa untuk mengetai keadaan pada jaringan di SMK N 1 Bancak seperti pada gambar 2, pengujian juga menggunakan pengujian menggunakan torch yang

SAW sholat Dhuhur bersama mereka beliau berdiri pada dua rakaat pertama dan tidak duduk tasyahhud orang-orang ikut berdiri bersamanya hingga beliau akan mengakhiri

Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Instalasi Jaringan LAN Berbasis Android untuk

BAB IV ANALISIS MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUNTUKAN DAN FUNGSI HUTAN DALAM KASUS PEMANFAATAN TANAH