• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Gangguan Tidur Terhadap Prestasi Belajar Pada Remaja Usia 12-15 Tahun Di Semarang: Studi Pada Siswa SMP N 5 Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Gangguan Tidur Terhadap Prestasi Belajar Pada Remaja Usia 12-15 Tahun Di Semarang: Studi Pada Siswa SMP N 5 Semarang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

HUBUNGAN GANGGUAN TIDUR TERHADAP PRESTASI BELAJAR

PADA REMAJA USIA 12-15 TAHUN DI SEMARANG: STUDI PADA

SISWA SMP N 5 SEMARANG

Allerma Herdiman1, Fitri Hartanto2, Meita Hendrianingtyas3

1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro 2 Staf pengajar Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

3 Staf pengajar Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Jl. Prof. H. Soedarto, SH., Tembalang -Semarang 50275, Telp. 02476928010

ABSTRAK

Latar Belakang: Belajar merupakan hal penting bagi siswa, karena dapat menghasilkan perubahan yang dapat dinilai dari hasil belajarnya yaitu prestasi belajar. Gangguan tidur banyak terjadi pada remaja dan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar.

Tujuan: Menganalisis hubungan antara gangguan tidur terhadap prestasi belajar siswa remaja usia 12-15 tahun di SMP N 5 Semarang.

Metode: Penelitian observasional analitik dengan desain belah lintang dilakukan pada siswa SMP N 5 Semarang selama bulan April - Juni 2015. Kuisioner Sleep Disturbance Scale for Children(SDSC) diisi oleh orang tua siswa. Data nilai diambil dari arsip sekolah. Data yang diperoleh dianalisis secara bivariat menggunakan uji Kai kuadrat.

Hasil: Subjek berjumlah 140 orang terdiri dari 45 siswa dan 95 siswi. Sebanyak 109(77,86%) siswa mengalami gangguan tidur. Distribusi usia terbanyak terdapat pada usia 14 tahun yaitu sebanyak 122 siswa (87,14%). Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara skor gangguan tidur dengan prestasi belajar pelajaran matematika (p=0,919), IPA (p=0,655), bahasa Indonesia (p=0,946), dan bahasa inggris (p=0,295).

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan prestasi belajar pada siswa remaja usia 12 ± 15 tahun di SMP N 5 Semarang

Kata kunci: Gangguan tidur, prestasi belajar, SDSC

ABSTRACT

SLEEP DISTURBANCE RELATED TO ACADEMIC PERFORMANCE IN ADOLESCENT AGED 12-15 YEARS IN SEMARANG: STUDY ON STUDENT SMP N 5 SEMARANG

Background: Learning is an important thing for students as it can result in a change which can be assessed by the result of the study namely academic performance. Sleep disturbance occur very often in adolescents and it is one of the factors that can influence academic performance.

Aim: To analyze the relation between sleep disturbance and academic performance in students aged 12-15 years in SMP N 5 Semarang.

Methods: Observational analytic study with cross sectional design was conducted on students of SMP N 5 Semarang during April to June 2015. The Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) questionnaire filled out by parents. Academic performance were taken from school database. The data obtained were analyzed using bivariate Chi-square test.

(2)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

Results: The whole subject amounting to 140 people consisted of 45 male students and 95 female students. A total of 109 (77.86%) students had sleep disturbance. Most are in the age distribution of 14 years amounting to 122 students (87.14%). Statistical test results did not showed significant differences between sleep disturbance and academic achievement of math (p=0,919), science (p=0,655), Indonesian (p=0,946), and English (p=0.295).

Conclusions: There is no relation between sleep disturbance and academic performance in students adolescents aged 12-15 years in SMP N 5 Semarang.

Key words: Sleep disturbance, academic performance, SDSC

PENDAHULUAN

Pendidikanadalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.1 Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Belajar akan menghasilkan perubahan ± perubahan dalam diri seseorang yang dapat dinilai dari hasil belajarnya yaitu prestasi belajar. Evaluasi hasil belajar pada siswa berupa sebuah test tertulis yang diujikan sesuai dengan tujuan pembelajaran awal yang hasilnya berupa skala numerik. Prestasi belajar menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan,2 serta dapat mengetahui efektifitas proses belajar.

Faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi aspek fisiologis dan psikologis. Faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kondisi fisik yang sehat sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorangdan dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya merupakan istirahat atau tidur yang cukup. 3

Tidur merupakan kebutuhan dasar bagi manusia terutama bagi anak ± anak, dimana tidur dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Tidur juga merupakan sebuah kebiasaan yang aktif, berulang dan reversible adalah kehidupan sehari ± hari yang memiliki beberapa fungsi yaitu perbaikan dan pertumbuhan, proses belajar atau konsolidasi memori, dan proses penyembuhan: proses ± proses ini terjadi pada otak dan tubuh manusia.4 Kebutuhan tidur masing masing umur berbeda, pada remaja dibutuhkan 8,5-9 jam perhari untuk tidur yang cukup.5 Selama tidur, proses fisiologi dan neurokognitif terjadi, proses tersebut akan terganggu apabila mengalami kekurangan tidur. Dampak kekurangan tidur pada remaja adalah meningkatkan angka ketidakhadiran di kelas, mempengaruhi prestasi di sekolah, meningkatkan risiko obesitas, dan menurunkan daya tahan tubuh.6

(3)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

Penelitian epidemiologi dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa jumlah remaja yang mengalami gangguan tidur semakin meningkat.7 Penelitian oleh Mindell dkk8(2008) menunjukkan bahwa prevalensi gangguan tidur anak dan remaja bervariasi mulai dari 25% hingga 40%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haryono dkk9 terhadap remaja di Indonesia usia 12 ± 15 tahun pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di Jakarta Timur menggunakan skala gangguan tidur pada anak SDSC (Sleep Disturbances Scale

for Children) menyatakan prevalensi gangguan tidur adalah 62,9%. Menurut penelitian diatas

dapat disimpulkan bahwa tidak jarang anak mengalami gangguan tidur pada masa remaja. Gangguan tidur sendiri merupakan sekumpulan gejala yang ditandai oleh gangguan dalam jumlah, pernafasan irregular atau kenaikan dari pergerakan disaat tidur, kesulitan tidur dan tidur yang abnormal.10 Gangguan tidur pada remaja dipengaruhi berbagai faktor, baik medis maupun non-medis. Faktor ± faktor non-medis yang mempengaruhi tidur antara lain jenis kelamin, purbertas, kebiasaan tidur, status sosioekonomi, keadaan keluarga, gaya hidup, dan lingkungan yang berhubungan dengan gangguan tidur. Sedangkan faktor medis yang mempengaruhi tidur antara lain berbagai gangguan neuropsikiatri dan penyakit kronis, seperti asma dan dermatitis atopi.11,12

Diagnosis gangguan tidur pada remaja sulit ditegakkan, karena keluhan gangguan tidur seringkali jarang disampaikan oleh remaja atau mereka merasa bahwa gangguan tersebut merupakan hal yang biasa dalam proses kedewasaan mereka. Selain hal tersebut, banyak remaja yang lebih mengutamakan bermain secara berlebihan dibanding tidur yang cukup. Gangguan tidur pada remaja seringkali tidak disadari sehingga mereka tidak merubah kebiasaan mereka yang kurang baik dan tidak dapat terobati.13

Salah satu cara mengetahui gangguan tidur pada anak dan remaja dapat diukur dengan penilaian berupa kuesioner gangguan tidur. Salah satu contohnya adalah kuesioner SDSC. Kuesioner SDSC merupakan kuesioner penilaian gangguan tidur yang telah divalidasi oleh sari pediatri pada tahun 2011 dibawah pengawasan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai kuesioner penilaian gangguan tidur serta memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 71,4% dan 54,5%.14

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan fakta yang berkaitan mendorong peneliti untuk meneliti apakah ada gangguan tidur pada siswa SMP N 5 Semarang serta hubungan antara gangguan tidur dengan prestasi belajar siswa.

(4)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian belah lintang. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2015 di SMP N 5, Semarang. Sampel adalah siswa remaja yang berusia 12 -15 tahun. Total sampel yang didapatkan sejumlah 140 siswa yang memenuhi kriteria inklusi serta bersedia mengikuti penelitian.

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Subjek dibagikan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) lalu dibawa pulang dan diisi oleh orang tua. Beberapa hari kemudian kuesioner dikumpulkan kembali. Data nilai yang diambil berasal dari hasil prestasi belajar ujian tengah semester dan diukur berdasarkan standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

HASIL

Tabel 1. Karakteristik Subjek

No Variabel Jumlah Persentase (%)

1 Jenis Kelamin Laki ± laki 45 32,14

Perempuan 95 77,86 2 Usia 13 tahun 15 10,72 14 tahun 122 87,14 15 tahun 3 2,14 3 Gangguan Tidur dan Jenis Gangguan Tidur menurut SDSC Gangguan tidur 109 77,86

Gangguan Memulai dan Mempertahankan Tidur (GMMT)

48 34,28

Gangguan Pernafasan (GP) 4 2,86

Gangguan Kesadaran (GK) 32 22,86

Gangguan Transisi

Tidur-Bangun (GTTB) 60 42,86 Gangguan somnolen (GS) 29 20,71 Hiperhidrosis (H) 7 5 4 Matematika Diatas KKM 112 80 Dibawah KKM 28 20 IPA Diatas KKM 125 89,29 Dibawah KKM 15 10,71 Bahasa Indonesia Diatas KKM 126 90 Dibawah KKM 14 10

Bahasa Inggris Diatas KKM 109 77,86

Dibawah KKM 31 22,14

(5)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

Berdasarkan sistem penilaian kuesioner SDSC dari kuesioner yang telah disebar didapatkan sebanyak 109 siswa yang mengalami gangguan tidur (skor>39) dan 31 siswa tidak mengalami gangguan tidur. Distribusi jenis kelamin didapatkan terbanyak pada wanita sebanyak 95 siswi (77,86%). Distribusi usia pada penelitian ini terdiri dari rentang usia 13-15 tahun. Distribusi usia terbanyak terdapat pada usia 14 tahun yaitu sebanyak 122 siswa (87,14%). Berdasarkan jenis gangguan tidur menurut SDSC, didapatkan terbanyak pada gangguan transisi tidur bangun sebanyak 60 siswa (42,86%). Distribusi hasil prestasi belajar yang diatas kriteria ketuntasan minimal (KKM) dimana nilai>2,66 pada masing masing mata pelajaran mencapai lebih dari 50 % jumlah siswa. Nilai di atas KKM terbanyak yaitu sebanyak 126 siswa didapatkan pada nilai pelajaran bahasa indonesia.

Tabel 2. Analisis hubungan gangguan tidur dengan skor matematika

*Uji chi-square

Tabel 3. Analisis hubungan gangguan tidur dengan skor IPA Pelajaran IPA Total p Diatas KKM Dibawah KKM Normal 27 (87,1%) 4 (12,9%) 31 (100%) Gangguan tidur 98 (89,9%) 11 (10,1%) 109 (100%) 0,655* Total 125 15 140 *Uji chi-square

Tabel 4. Analisis hubungan gangguan tidur dengan skor bahasa Indonesia Pelajaran Bahasa Indonesia

Total p Diatas KKM Dibawah KKM Normal 28 (90,32%) 3 (9,68%) 31 (100%) Gangguan tidur 98 (89,8%) 11 (10,1%) 109 (100%) 0,946* Total 126 14 140 *Uji chi-square 331 Pelajaran Matematika Total p Diatas KKM Dibawah KKM Normal 25 (80,65%) 6 (19,35%) 31 (100%) Gangguan tidur 87 (79,82%) 22 (20,18%) 109 (100%) 0,919* Total 112 28 140

(6)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

Tabel 5. Analisis hubungan gangguan tidur dengan skor bahasa inggris Pelajaran Bahasa Inggris

Total p Diatas KKM Dibawah KKM Normal 22 (70,97%) 9 (29,03) 31 (100%) Gangguan tidur 87 (79,82%) 22 (20,18%) 109 (100%) 0,295* Total 109 31 140 *Uji chi-square

Uji mengenai hubungan antara skor gangguan tidur dengan hasil prestasi belajar tidak didapatkan hubungan antara gangguan tidur dengan prestasi belajar pelajaran matematika (p=0,919), IPA (p=0,655), bahasa Indonesia (p=0,946), dan bahasa inggris (p=0,295).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa insidensi gangguan tidur pada siswa kelas VIII di SMP N 5 Semarang sebesar 77,86% dari 140 sampel yang terkumpul. Hal ini dapat dikatakan bahwa sebanyak 101 siswa di SMP N 5 Semarang mengalami gangguan tidur selama 6 bulan terakhir. Uji statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p> 0,05) antara gangguan tidur dengan hasil prestasi belajar pada mata pelajaran matematika, IPA, bahasa Indonesia dan bahasa inggris. Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Sinta Dewi (2013) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang lemah dan berpola negatif antara gangguan pola tidur dengan prestasi belajar.15 Hasil tersebut menyatakan bahwa semakin tinggi skor gangguan pola tidur maka semakin rendah hasil prestasi belajarnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara prestasi belajar dengan siswa yang menderita gangguan tidur. Hal tersebut bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa tidur merupakan proses fisiologis yang penting untuk tubuh dan kekurangan tidur akan menyebabkan rasa mengantuk pada siang hari, perasaan lelah, sulit berkonsentrasi serta dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan tingkah laku.4 Teori tersebut didukung oleh penelitian James F Pagel (2010) yang menunjukan bahwa secara jelas terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan prestasi belajar dan gangguan tidur mempengaruhi performa siswa di sekolah.57 Siswa menjadi cenderung mengantuk di siang hari dan tidak dapat berkonsentrasi. Saat ini banyak hal yang dapat membantu siswa dalam

(7)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

menangani performa yang kurang baik di sekolah salah satunya melalui bimbingan belajar tambahan. Bimbingan belajar yaitu proses bimbingan yang diarahkan untuk membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan keterampilan dalam belajar, dan memecahkan masalah ± masalah belajar.58 Tidak jarang banyak siswa saat ini yang mengikuti bimbingan belajar tambahan dan mungkin hal ini juga yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka walaupun performa saat di sekolah kurang baik.

Hasil yang didapatkan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Gangguan tidur hanya menjadi salah satu dari banyak faktor yang berperan dalam menentukan prestasi belajar. Tingkat kecerdasan tiap siswa pun berbeda ± beda, ada kalanya seorang anak pada usia tertentu memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi dari teman sebayanya karena tergantung masing ± masing anak mengembangkannya.56 Penelitian ini tidak mengeksplorasi mengenai tingkat kecerdasan masing ± masing siswa, mungkin hal ini dapat dianalisis pada penelitian selanjutnya.

Terdapat juga faktor lingkungan yang berbeda ± beda dan berpengaruh dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan rumah atau keluarga merupakan lingungan pertama dan utama dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang diantaranya seperti cara didik dalam keluarga30, hubungan yang harmonis, perhatian yang besar dari orang tua, suasana lingkungan rumah yang mendukung dan keadaan ekonomi keluarga.3 Penelitian ini tidak memasukkan variabel ± variabel diatas sebagai faktor perancunya.

Hal lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil sehingga tidak sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya seperti faktor ketika orang tua mengisi kuesioner juga sangat penting yaitu apakah ada hal ± hal lain yang mempengaruhi seperti kurangnya pemahaman orang tua terhadap pertanyaan di kuesioner sehingga kuesioner yang mewakili keadaan gangguan tidur siswa tidak dapat dijawab dengan baik. Berbeda dari penelitian sebelumnya oleh Christine Natalita (2011) yang dilakukan pada siswa di SLTP Galatia Jakarta11, peneliti berkunjung kerumah dan melakukan sosialisasi langsung pada orang tua serta memasang alat

wrist actigraphy sehingga maksud peneliti dapat tersampaikan dengan baik dan mendapatkan

hasil yang lebih akurat.

Perbedaan pola hidup atau kebiasaan tidur tiap siswa turut mempengaruhi penelitian ini. Berdasarkan tinjauan pustaka tidur yang cukup pada remaja dibutuhkan 8,5-9 jam perhari5, namun pada prakteknya beberapa siswa cenderung memiliki jam belajar di malam

(8)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

hari sehingga dapat mengurangi jam tidur mereka. Hal ini yang mungkin dapat mengakibatkan jam tidur siswa berkurang namun mereka gunakan untuk belajar sehingga prestasi belajar mereka tetap baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pemaparan dan hasil analisa yang didapatkan dari penelitian ini dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan prestasi belajar pada siswa remaja usia 12 ± 15 tahun di SMP N 5 Semarang.

Tingginya prevalensi gangguan tidur pada siswa remaja usia 12 - 15 tahun di SMP N 5 Semarang tidak dapat diabaikan oleh orang tua, tenaga kesehatan maupun pihak sekolah karena gangguan tidur dapat mempengaruhi kondisi fisik seseorang oleh karena itu, diharapkan orang tua, tenaga kesehatan maupun pihak sekolah lebih memperhatikan hal gangguan tidur pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. DPR RI. Undang ± Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003 [cited 2015 Feb 02]. Available from : http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_perundangan&id=323&task=detail&cati d=1&Itemid=42&tahun=2003.

2. Reni H.A. Psikologi Perkembangan Anak : Mengenal Sifat, Bakat, dan Kemampuan Anak. Jakarta : Grasindo. 2011. p43-5

3. Hakim T. Belajar Secara Efektif. Jakarta : Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. 2005. p11

4. Curcio G, Michele Ferrara, Luigi De Gennaro.Sleep Loss, Learning Capacity and Academic Performance. 2006; 10: 323-37

5. Sheldon, Ferber, Kryger, Gozal. Principles and Practice of Pediatric Sleep Medicine. J arch dis child [internet]. 2014; 91(6) :546-7

6. Liu x, Uchiyama M, Okawa M, Kurita H. Prevalence and correlates of self reported sleep sleep problems among Chinese adolescents. 2010;23:27-34.

7. Liu X, Yuyan M, Yizhuo W, Jiang Q, Rao X, Lu X, dkk. Brief report : an epidemiologic survey of the prevalence of sleep disorders among children 2 to 12 years old in Beijing, China [Internet]. 2005 [cited 2015 Jan 13]; 115:266-8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15866861.

8. Mindell JA, Meltzer LJ. Behavioral sleep disorder in children and adolscents. J Ann Acad Med Singapore [Internet]. 2008. [cited 2015 Jan 13]; 37(8):722-8. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18797569.

(9)

MMM, Vol. 4 No. 4 Oktober 2015 : 327-335

9. Haryono A, Rindiarti A, Arianti A, Pawitri A, Ushuluddin A, Setiawati A,dkk. Prevalensi gangguan tidur pada remaja usia 12 ± 15 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri 2009;11:1494-54.

10. Mayo clinic staff. Sleep Disorders [Internet]. 2014. [updated 2014 Feb 7]. Available from: www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sleep-disorders/basics/definition/con-20037263.

11. Garcia-Jimenez MA, Salceldo-Aguilar F, Rodriguez-Almonacid FM, Redondo-Martinez MP, Monterde-Aznar ML, Marcoz-Navarro AI, dkk. The prevalence of sleep disorder among adolescents in Cuenca, Spain. 2004 Jul 1-15;39(1):18-24.

12. Nutter DA. Sleep disorder: problems associated with other disorders. 2007. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/916611-overview. Diakses pada 11 Januari 2015. 13. Blunden S, Lushington K, Lorenzen B, Ooi T, Fung F, Kennedy D. Are sleep problems

under-recognised in general practice. J Arch Dis Child [internet]. 2004;89:708-12. Diunduh dari: http://adc.bmj.com/cgi/content/full/89/8/708.

14. Natalita C, Sekartini R, Poesponegoro H. Skala gangguan tidur untuk anak (SDSC) sebagai instrumen skrining gangguan tidur pada anak sekolah lanjutan tingkat pertama. Sari Pediatri 2011;12(6):366-72.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Subjek
Tabel 5. Analisis hubungan gangguan tidur dengan skor bahasa inggris  Pelajaran Bahasa Inggris

Referensi

Dokumen terkait

Shahabah karya Abu Ma’syar Abdul Karim bin Abdus Samad al-Thabari dan Juz’u Yadain fi al-Shalat karya al-Bukhari. Al-Athraf adalah setiap kitab yang hanya

Menurut hasil penelitian Kuswanhadi (1993), batang bawah dan batang atas berpengaruh pada pemecahan tunas okulasi dan laju tumbuh mata tunas sangat berpengaruh

Berdasarkan hasil analisis regresi 2 tahap, dapat diketahui bahwa variabel word of mouth dapat menjadi variabel intervening dari destinastion branding dan produk

Hasil simulasi yang dilakukan pada pra siklus untuk melihat kemampuan awal anak usia dini tunagrahita menunjukkan tingkat kemampuan fisik motorik kasar anak masih rendah,

Nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat satu orang pemohon SKCK dalam sistem, baik permohon dalam antrian maupun dalam pelayanan atau sedang

Pemberian daun lamtoro ( Leucaena leococephala ) dilakukan untuk penambahan kandungan protein dalam silase, dimana daun lamtoro diharapkan dapat dipergunakan sebagai

Analisis data dilakukan dengan Regresi Logistik dengan bantuan software statistik SPSS untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan yang paling dominan yang menjadi

Indonesia sebagai negara yang pernah menjadi salah satu negara pengekspor sapi di dunia saat ini telah berada dalam tahap dimana pemenuhan kebutuhan dalam negerinya