PENGARUH PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING) TERHADAP KPS DAN HASIL
BELAJAR PESERTA DIDIK MATERI SISTEM GERAK
KELAS VIII MTs DARUL AMIN PALANGKARAYA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
MELLISA FARDANI N.M
NIM. 1401140387
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
iii
vi
PENGARUH PEMBELAJARAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING) TERHADAP KPS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK MATERI SISTEM GERAK KELAS V III MTS DARUL AMIN
PALANGKA RAYA ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi kesulitan peserta didik dalam memahami materi sistem gerak, dilihat dari hasil belajar dan KPS peserta didik yang masih rendah ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Penelitan ini bertujuan untuk (1) Mengetahui pengaruh model pembelajaran CTL terhadap KPS peserta didik, (2) Mengetahui pengaruh model pembelajaran CTL terhadap Hasil belajar peserta didik (3) Mendeskripsikan pengaruh model pembelajaran CTL terhadap KPS peserta didik (4) Mendeskripsikan pengaruh model CTL terhadap hasil belajar peserta didik.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group Design dengan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, sampel yang dipilih adalah kelas VIII A berjumlah 27 orang sebagai kelas eksperimen dan VIII B berjumlah 26 orang sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes KPS kognitif, tes hasil belajar dan lembar observasi KPS. Analisis perhitungan menggunakan Microsoft Excel.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) Berdasarkan analisis uji hipotesis menunjukkan ada pengaruh model pembelajaran CTL terhadap KPS peserta didik, dengan nilai thitung = 1,885 dimana thitung>ttabel yaitu 1,885>1,675 (2) Berdasarkan
analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran CTL terhadap hasil belajar peserta didik, dengan nilai thitung = 4,701 dimana thitung>ttabel
yaitu 4,701>1,675 (3) Berdasarkan analisis lembar observasi KPS menggunakan perhitungan skala Likert diperoleh persentase KPS sebesar 79,69% dengan kategori baik (4) Berdasarkan hasil perhitungan N-gain diperoleh nilai pretest sebesar 31,9 dan nilai posttest sebesar 73,3 dengan N-gain sebesar 0,6 yang berkategori sedang.
Kata Kunci : Hasil Belajar, Keterampilan Proses Sains, Model Pembelajaran CTL
vii
THE INFLUENCE OF LEARNING CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) OF KPS AND THE RESULTS OF THE LEARNING LEARNERS MATERIAL MOTION SYSTEMS GRADE VIII MTS DARUL
AMIN PALANGKA RAYA ABSTRACT
The research was distributed learner difficulties in understanding the material System of motion, as seen from the results of the learning learners and KPS learners are still low when learning activity. The study aims to (1) find out the influence of model learning CTL against KPS learners, (2) know the influence model of learning Learning Outcomes against CTL students, (3) Describe the influence of model learning CTL against KPS learners, (4) Describe the influence of model learning outcomes against CTL learners.
This research is quantitative research design with Nonequivalent Control Group Design research with sampling using a Purposive Sampling technique, the sample selected is the class VIII A with numbered 27 people as a class experiment and VIII B amounted to 26 as the class of the control. The instruments used are test results of tests of cognitive, KPS study and observation sheet KPS. Analysis of calculations using Microsoft Excel.
The results showed that (1) based on the analysis of the test of the hypothesis suggests there is influence of model learning CTL against KPS learners, with a value of thitung = 1.885 where thitung > ttabel i.e. 1,885 > 1,675 (2)
based on an analysis of the hypothesis test indicates that there is the influence of model learning outcomes against CTL learning learners, with a value of thitung =
thitung > ttabel 4.701 where i.e. 4,701 > 1,675 (3) based on the analysis of the
observation sheet using Likert scale calculation KPS acquired KPS percentage of 79.69% with both categories and the value N-gain of 0.4 by category are (4) based on the results of the calculation of N-gain obtained the value of 31.9 pretes and postes value amounting to 73.3 with N-gain of 0.6 which is in the medium category.
Keywords: Results Of The Study, The Science Process Skills, Learning Model Of CTL
viii
KATA PENGANTAR
ِمْيِحَّرلا ِن هم ْحَّرلا ِ
هٰاللّ ِمْسِب
Alhamdulillah, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap KPS dan Hasil Belajar Peserta Didik Materi Sistem Gerak Kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya” ini telah diselesaikan dengan baik. Penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana S1 pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Palangka Raya.
Dalam merencanakan, melaksanakan penelitian sampai dengan menyusun laporan penelitian, penulis tidak bekerja sendirian, skripsi ini tidak mungkin dapat terwujud dengan baik tanpa bimbingan, dorongan dan bantuan dari beberapa pihak, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Ibnu Elmi As Pelu, SH, MH Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Palangka Raya.
2. Bapak Drs. Fahmi, M.Pd Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang
telah mengesahkan skripsi ini.
3. Ibu Dra. Rodhatul Jennah, M.Pd Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yang telah membantu proses akademik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Ibu Sri Fatmawati, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IAIN Palangka Raya yang telah memberikan waktu, dan membantu mengesahkan judul skripsi.
5. Bapak H. Mukhlis Rohmadi, M.Pd Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu dan memberikan nasehat serta motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ibu Nanik Lestariningsih, M.Pd selaku Dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing dan memberikan petunjuk serta motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
ix
7. Ibu Ayatusa’adah M.Pd selaku Dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
8. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Palangka Raya yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan selama dibangku kuliah.
9. Bapak Fauzidinnor, M.Pd. I Kepala MTs Darul Amin Palangka Raya atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
10.Ibu Desi Wati, S.Pd Guru IPA di MTs Darul Amin Palangka Raya yang telah banyak membantu menyelesaikan skripsi ini.
11.Teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang tidak segan-segan memberikan bantuan dan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan dapat menjadi ladang amal di akhirat kelak. Demikian skripsi ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya para pembaca umumnya. Atas bantuan dan partisipasi yang diberikan kepada penulis semoga menjadi amal ibadah disisi Allah SWT, Aamin.
Palangka Raya, 24 Oktober 2018
Penulis,
x MOTTO
“Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang,
Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu”. (Q.S. Al-Infithaar : 6-8)
xi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas izinNya lah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi ini ku persembahkan untuk,
Ayah dan ibuku yang selalu menyayangi dan memberikan dukungan penuh dalam segala hal serta doa yang tiada henti mereka panjatkan, terima kasih sebanyak-banyaknya untuk kedua orang tuaku tercinta. Semoga Ayah dan Ibu selalu berada
dalam lindungan Allah SWT.
Keluarga besarku yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta nasihat kepadaku
Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangati dan memberi dukungan kepadaku, terima kasih untuk kebersamaan dan pertemanan yang tercipta selama ini dan terima kasih pula karena telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian skripsi ini
Teman-teman seperjuangan Biologi angkatan 2014 terima kasih untuk kebersamaan yang telah terjalin selama ini. Terima kasih untuk semua solidaritas
yang luar biasa bermakna sehingga membuat kenangan semasa kuliah menjadi lebih berarti. Semoga suatu saat kita semua bisa menjadi orang yang sukses dan
xii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
PERSETUJUAN SKRIPSI ... iii
NOTA DINAS ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
MOTTO ... x
PERSEMBAHAN ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 5 C. Batasan Masalah... 5 D. Rumusan Masalah ... 6 E. Tujuan Penelitian ... 6 F. Manfaat Penelitian ... 7 G. Definisi Operasional... 8 H. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis ... 10
1. Definisi Belajar ... 10
2. CTL (Contextual Teaching and Learning) ... 11
3. Media Pembelajaran ... 24
4. Keterampilan Proses Sains (KPS) ... 30
5. Hasil Belajar ... 36
xiii
B. Penelitian yang Relevan ... 49
C. Kerangka Berpikir ... 52
D. Hipotesis Penelitian ... 53
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 54
B. Populasi dan Sampel ... 55
C. Variabel Penelitian ... 56
D. Teknik Pengambilan Data ... 56
E. Instrumen Penelitian... 58
1. Bentuk Instrumen ... 58
2. Keabsahan Instrumen ... 59
F. Teknik Analisis Data ... 66
1. Analisis Data Lembar Observasi ... 66
2. Uji Prasyarat Analisis Data ... 66
a. Uji Normalitas ... 67
b. Uji Homogenitas ... 67
3. Uji Hipotesis ... 68
4. Analisis N-gain ... 69
G. Jadwal Penelitian ... 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 71
1. KPS Kognitif Menggunakan Pembelajaran CTL ... 72
2. Hasil Belajar Menggunakan Pembelajaran CTL ... 74
3. Keterampilan Proses Sains ... 77
4. Hasil Belajar ... 81
5. Keterterapan Pembelajaran Menggunakan CTL ... 83
B. Pembahasan ... 85
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 97
B. Saran ... 97
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Desain Penelitian Nonequivalent Control Group ... 54
Tabel 3.2 Klasifikasi Validitas Butir Soal... 60
Tabel 3.3 Hasil Uji Validasi KPS Kognitif ... 60
Tabel 3.4 Hasil Uji Validasi Hasil Belajar ... 60
Tabel 3.5 Klasifikasi Reliabilitas Butir Soal ... 62
Tabel 3.6 Indeks Tingkat Kesukaran Soal ... 63
Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda ... 65
Tabel 3.8 Kriteria Persentase Lembar Observasi ... 66
Tabel 3.9 Jadwal Penelitian... 70
Tabel 4.1 Uji Normalitas Data KPS Kognitif ... 72
Tabel 4.2 Uji Homogenitas Data KPS Kognitif ... 73
Tabel 4.3 Hasil Uji Hipotesis Perhitungan KPS ... 74
Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Hasil Belajar ... 75
Tabel 4.5 Uji Homogenitas Data Hasil Belajar ... 75
Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis Perhitungan Hasil Belajar ... 76
Tabel 4.7 Hasil Pretes dan Postes KPS Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 78
Tabel 4.8 Hasil Penilaian Observasi Keterampilan Proses Sains ... 80
Tabel 4.9 Hasil Pretes dan Postes Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 81
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rangka Manusia ... 39
Gambar 2.2 Macam-macam Sendi dan Letaknya ... 43
Gambar 2.3 Macam-macam Otot ... 46
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir ... 52
Gambar 4.1 Nilai N-gain KPS Kognitif Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 78
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 RPP DAN LKPD
Lampiran 1.1 RPP kelas Eksperimen ... 102
Lampiran 1.2 RPP kelas Kontrol ... 132
LAMPIRAN 2 INSTRUMEN PENELITIAN Lampiran 2.1 Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar... 147
Lampiran 2.2 Kisi-kisi Tes Uji Coba KPS ... 150
Lampiran 2.3 Instrumen Tes Hasil Belajar dan KPS Kognitif... 152
Lampiran 2.4 Instrumen Observasi KPS ... 167
Lampiran 2.5 Instrumen Keterterapan Model Pembelajaran ... 173
LAMPIRAN 3 ANALISIS DATA Lampiran 3.1 Hasil Uji Validasi Instrumen Penelitian ... 175
Lampiran 3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 177
Lampiran 3.3 Hasil Uji Kesukaran Soal Instrumen Penelitian ... 179
Lampiran 3.4 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Penelitian ... 181
Lampiran 3.5 Hasil Rekapitulasi Uji Coba Instrumen Penelitian ... 183
Lampiran 3.6 Keputusan Soal ... 186
Lampiran 3.7 Nilai N-gain ... 188
Lampiran 3.8 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi KPS Kognitif ... 192
Lampiran 3.9 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar ... 201
xvii
Lampiran 3.11 Perhitungan Uji Homogenitas ... 220
Lampiran 3.12 Pengujian Hipotesis Data ... 225
Lampiran 3.13 Rekapitulasi Hasil Penilaian Observasi KPS ... 231
Lampiran 3.14 Perhitungan Keterterapan Model CTL ... 232
Lampiran 3.15 Penilaian Autentik Peserta Didik ... 233
LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI Lampiran 4.1 Dokumentasi ... 254
LAMPIRAN 5 ADMINISTRASI PENELITIAN LAMPIRAN 6 RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, nonormal dan informal di sekolah, dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi kemampuan-kemampuan individu, agar di kemudian hari dapat dapat memainkan peranan hidup secara tepat (Triwiyanto, 2014 : 22-23). Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa, karena pendidikan merupakan sarana yang paling tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Pendidikan yang baik akan tercipta jika adanya keterlibatan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, hal ini sangat diperlukan karena dalam kegiatan belajar mengajar sudah seharusnya terjadi interaksi antara berbagai komponen. Salah satu cara untuk melihat keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran adalah dengan cara melihat Keterampilan Proses Sains (KPS) peserta didik ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak-penggerak kemampuan yang lebih tinggi. Menurut Indrawati (dalam Trianto, 2010 : 148), KPS memberi penekanan pada keterampilan-keterampilan berfikir yang dapat berkembang pada peserta didik. Dengan adanya keterampilan ini, peserta didik dapat mempelajari IPA sebanyak mereka dapat mempelajarinya dan ingin mengetahuinya.
Peserta didik merupakan salah satu komponen utama dalam pembelajaran, sehingga pemahaman terhadap peserta didik agar dapat menciptakan situasi yang tepat serta memberi pengaruh yang optimal bagi peserta didik untuk berhasil dalam belajar baik dilihat dari aspek kognitif maupun aspek psikomotorik (keterampilan). KPS merupakan salah satu aspek keterampilan yang harus dimiliki peserta didik ketika mengikuti pembelajaran IPA. Sedangkan hasil belajar yang diamati yaitu pada hasil kognitif yang dapat dilihat dengan menggunakan soal tes. Dalam proses pembelajaran, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan keterampilan proses sains yang dimilikinya pada aspek mengamati, memprediksi, mngklasifikasi, menerapkan konsep, mengkomunikasi dan menyimpulkan. Sedangkan dalam hasil belajar peserta didik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kognitif yang dimilikinya setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru mata pelajaran IPA kelas VIII di MTs Darul Amin Palangka Raya diketahui bahwa hasil belajar dan KPS peserta didik pada materi sistem gerak masih
rendah ketika mengikuti kegiatan belajar mengajar. Hal ini karena guru yang mengajar lebih sering menggunakan model konvensional yang mengandalkan metode ceramah dan mencatat tanpa disertai dengan bantuan media sehingga peserta didik kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran. Padahal sekolah ini sudah menerapkan kurikulum 2013 yang peserta didiknya dituntut agar lebih aktif saat mengikuti proses belajar mengajar di dalam kelas. Model konvensional yang digunakan pada saat mengajar hanya menitik beratkan pada keaktifan guru sedangkan sedangkan peserta didik cenderung pasif, ramai, kurang tertarik dengan cara guru menyampaikan materi, konsentrasi dalam belajar kurang terfokus, sulit mengutarakan ide atau gagasan dan takut untuk bertanya. Selain itu, pada materi Sistem Gerak peserta didik jarang melihat langsung objek yang dibahas. Hal ini dianggap menyebabkan rendahnya KPS dan hasil belajar peserta didik.
Pada materi sistem gerak ini peserta didik dituntut untuk mampu memahami dan membedakan bentuk-bentuk tulang, sendi dan otot yang terdapat pada makhluk hidup, sehingga untuk memahami materi diperlukan model pembelajaran yang menarik dan menggunakan bantuan media agar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tidak merasa bosan dan jenuh serta bisa lebih aktif dan mudah memahami materi yang diajarkan. Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada materi Sistem Gerak adalah CTL (Contextual Teaching and Learning) yang dapat mengkaitkan pembelajaran yang sedang dipelajarinya dengan kehidupan nyata peserta
didik tersebut. Diharapkan dengan adanya pembelajaran CTL ini KPS dan hasil belajar peserta didik akan meningkat.
Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung ilmiah dalam bentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami. Bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru ke peserta didik (Majid, 2013). Penelitian dengan menggunakan pembelajaran CTL ini pernah dilakukan oleh Nurhidayati (2016) dengan judul Pengaruh pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa pada materi suhu dan kalor kelas X di SMA Negeri 5 Banda Aceh. Hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah terdapatnya pengaruh pembelajaran CTL terhadap hasil belajar peserta didik pada materi suhu dan kalor kelas X di SMA Negeri 5 Banda Aceh.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang
Pengaruh Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)
terhadap KPS dan Hasil Belajar Peserta didik materi Sistem Gerak kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah.
1. Metode mengajar yang digunakan guru masih menggunakan model
konvensional (ceramah) tanpa disertai bantuan media
2. Peserta didik kurang tertarik mengikuti pembelajaran dan takut untuk bertanya sehingga hasil belajar rendah
3. Peserta didik masih cenderung pasif dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga keterampilan proses sains masih rendah.
4. Keterbatasan adanya media pembelajaran.
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah.
1. Subjek penelitian yaitu peserta didik MTs Darul Amin Palangka Raya kelas VIII A dan VIII B.
2. Hasil belajar yang diukur meliputi ranah kognitif yang terdiri dari :
a. KPS kognitif yang diamati meliputi indikator mengamati,
memprediksi, mengklasifikasi, menerapkan konsep,
mengkomunikasi, dan menyimpulkan.
b. Hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif yang tingkat berpikirnya meliputi C1, C2, C3 dan C4
3. Lembar observasi KPS hanya digunakan pada kelas eksperimen untuk mengetahui keterlibatan peserta didik sehingga tidak dipakai untuk menjawab hipotesis.
4. Materi pembelajaran hanya dibatasi pada materi Sistem Gerak pada Manusia.
5. Media pembelajaran yang digunakan meliputi media torso, gambar dan video.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah :
1. Apakah ada pengaruh pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) terhadap KPS Peserta didik materi Sistem Gerak kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya ?
2. Apakah ada pengaruh pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) terhadap hasil belajar Peserta didik materi Sistem Gerak kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya ?
3. Bagaimana KPS peserta didik pada pembelajaran Sistem Gerak yang diajarkan menggunakan pembelajaran CTL ?
4. Bagaimana hasil belajar peserta didik pada pembelajaran Sistem Gerak yang diajarkan menggunakan pembelajaran CTL ?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) terhadap KPS peserta didik materi Sistem Gerak kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya.
2. Mengetahui pengaruh pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) terhadap hasil belajar peserta didik materi Sistem Gerak kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya.
3. Mendeskripsikan pengaruh pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) terhadap KPS peserta didik materi Sistem Gerak kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya.
4. Mendeskripsikan pengaruh pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning) terhadap hasil belajar peserta didik materi Sistem Gerak kelas VIII MTs Darul Amin Palangka Raya
F. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah dapat memperoleh ilmu pengetahuan baru yang diperoleh dari penelitian secara langsung dengan menerapkan model pembelajarn CTL (Contextual Teaching and Learning)
2. Bagi Peserta Didik
Manfaat penelitian ini bagi peserta didik adalah memberikan pengalaman baru tentang pembelajaran CTL yang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata yang dialami peserta didik
3. Bagi Guru dan Sekolah
Manfaat penelitian ini bagi guru dan sekolah adalah dapat memberikan masukkan dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat
sebagai salah satu upaya memperbaiki dan memudahkan pembelajaran biologi sehingga pencapaian hasil belajar dapat ditingkatkan.
G. Definisi Operasional
Penelitian ini menitik beratkan kepada dua aspek, yaitu pengaruh pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dan Keterampilan Proses Sains, yang terperinci sebagai berikut.
1. Pembelajaran CTL adalah model pembelajaran dimana peserta didik diberikan masalah yang ada pada materi Sistem Gerak serta dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seperti bentuk-bentuk tulang, macam-macam sendi dan otot serta penyakit yang menyerang sistem gerak. Pembelajaran CTL ini menuntut peserta didik agar dapat mengaitkan materi yang dipelajarinya dengan kehidupan nyata
2. Keterampilan Proses Sains yang dimaksud adalah kemampuan peserta didik dalam mengamati, memprediksi, mengklasifikasi, menerapkan konsep, mengkomunikasi dan menyimpulkan secara menyeluruh yang dinilai dalam bentuk tes kognitif dan lembar observasi.
3. Hasil belajar adalah kemampuan kognitif yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini terbagi menjadi beberapa bagian yaitu: (1) bab 1, pendahuluan yang memuat latar belakang penelitian diambil, identifikasi masalah yang berdasarkan dengan kondisi dilapangan sehingga
dirasa perlu untuk melakukan penelitian, pembatasan masalah agar mengetahui batasan masalah yang hendak diteliti serta rumusan masalah agar penelitian ini lebih terarah. Kemudian dilanjutkan dengan tujuan, manfaat
penelitian, definisi operasional dan sistematika penulisan untuk
mempermudah penyusunan penelitian; (2) bab II, kajian pustaka yang berisi kajian teoretis untuk memaparkan deskripsi teoretik dalam penelitian ini, belajar, CTL, media pembelajaran, keterampilan proses sains (KPS), hasil belajar, materi pembelajaran, penelitian yang relevan (penelitian sebelumnya) agar mendukung penelitian yang akan dilakukan, kerangka berpikir untuk menggambarkan proses awal perlakuan dan hipotesis penelitian; (3) bab III, metode penelitian berisi tentang desain penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, teknik pengambilan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, kemudian penyusunan jadwal dari awal penelitian sampai akhir penelitian; (4) bab IV, Hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang hasil penelitian sebagai jawaban-jawaban dari rumusan masalah dan pembahasan berupa deskripsi kuantitatif dan (5) bab V, penutup berisi tentang kesimpulan dan saran peneliti.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Belajar
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu tanda seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan, keterampilan maupun yang menyangkut nilai dan sikap (Siregar, 2010 : 3). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2010 : 2). Pengertian belajar juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan (Suprihatiningrum, 2014 : 15)
Hakikat proses belajar menurut Ivor K Davies secara pasti masih banyak terdapat perbedaan pandangan dari para ahli psikologi namun terdapat prinsip-prinsip belajar yang telah disepakati; seperti yang
dikemukakan oleh Alvin C. Eurich (1962) dari Foundation; yang menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a. Hal apapun yang dipelajari oleh peserta didik, maka ia harus mempelajarinya sendiri, tidak ada seorang pun dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
b. Setiap peserta didik belajar menurut tempo (kecepatannya) sendiri, dan untuk setiap kelompok umur, terdapat variasi dalam kecepatan belajar.
c. Seorang peserta didik belajar lebih banyak bilamana tiap langkah diberikan penguatan.
d. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar
secara keseluruhan lebih berarti.
e. Apabila peserta didik diberikan tanggung jawab untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar; ia akan belajar dan mengingat secara lebih baik.
2. CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan peserta didik secara penuh dalam proses pembelajaran untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan
pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar peserta didik hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar peserta didik dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya peserta didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata, bukan saja pada peserta didik materi ini akan bermakna secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori peserta didik, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
Ketiga, CTL mendorong peserta didik untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan peserta didik dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan CTL.
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh
peserta didik adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowlwdge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,
artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara
keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik, sehingga tampak perubahan perilaku peserta didik.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge), terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
CTL berlandaskan pada asumsi bahwa pengetahuan diperoleh anak bukan melalui pemberian informasi oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi dari proses menemukan dan mengkonstruksikannya sendiri oleh anak. Oleh karena itu, guru harus menghindari mengajar sebagai
proses penyampaian informasi. Peserta didik adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalau pun guru memberi informasi kepada peserta didik, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka. CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh komponen atau asas yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL (Suriansyah, 2014 : 89-97).
a. Konstruktivisme (Contructivism)
Filsafat konstruktivisme menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Konstruktivisme mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (constructivism). Pembelajaran
dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima
pengetahuan. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan dibentuk oleh dua faktor yang penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan
dan kemampuan subjek untuk menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian, pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
Lebih jauh Piaget (dalam Sanjaya, 2006 : 255-256) menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut :
1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan
belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan
struktur yang perlu untuk pengetahuan
3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.
Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
Asumsi itu yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran melalui CTL pada dasarnya mendorong agar peserta didik bisa mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan pengalaman. Sebab, pengetahuan hanya akan fungsional manakala dibangun oleh individu. Pengetahuan yang hanya diberikan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Atas dasar asumsi yang mendasarinya itulah, maka penerapan asas konstruktivisme dalam
pembelajaran melalui CTL, peserta didik didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.
b. Menemukan (Inquiry)
Inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkan peserta didik berkembang secara utuh baik secara intelektual, mental, emosional, maupun pribadinya. Oleh karena itu, dalam proses perencanaan pembelajaran, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta). Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dialakukan melalui proses inkuiri. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :
1) Merumuskan masalah
2) Mengajukan hipotesis
4) Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
5) Membuat kesimpulan
Penerapan asas inkuiri dalam proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya kesadaran peserta didik akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian, peserta didik harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas, selanjutnya peserta didik dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntun peserta didik untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Bila data telah terkumpul, peserta didik selanjutnya dituntun untuk menguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan merupakan asas yang penting dalam pembelajaran CTL. Melalui proses berpikir yang sistematis seperti diatas, diharapkan peserta didik memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.
c. Bertanya (Questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi
begitu saja, akan tetapi memancing agar peserta didik dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya (questioning). Aktivitas bertanya ditemukan ketika peserta didik berdiskusi, bekerja kelompok, menemui kesulitan, mengamati, mencari informasi baik antar peserta didik, peserta didik-guru, guru-peserta didik, peserta didik orang lain.
Dalam setiap tahapan dalam proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Leo Semenovic Vigotsky seorang psikolog Rusia, menekankan hakikat sosiokultural dalam pembelajaran. Ia mengikuti pendapat piaget yang menyatakan bahwa faktor utama yang mendorong perkembangan kognitif seorang adalah motivasi atau daya dari individu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan lingkungan. Vigotsky justru berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain, merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Sebagai contoh seorang anak belajar berbicara sebagai akibat dari interaksi anak itu dengan orang-orang di sekelilingnya, terutama orang yang sudah lebih dewasa (yang sudah
mahir berbicara daripada si anak). Interaksi dengan orang-orang lain memberi rangsangan dan bantuan bagi si anak untuk berkembang.
Proses-proses mental yang dialami atau dilakukan oleh seorang anak dalam interaksinya dengan orang-orang lain, di internalisasi oleh si anak. Dengan cara ini kemampuan kognitif si anak berkembang. Vigotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara efektif dan efisien apabila si anak belajar secara koperatif dengan anak-anak lain di dalam suasana lingkungan yang mendukung, dibawah bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih dewasa atau lebih mampu, seperti seorang guru.
e. Pemodelan (Modeling)
Asas modeling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik. Memodelkan (modeling) sesuatu agar peserta didik dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajarn CTL, sebab melalui modeling peserta didik dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.
Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan peserta didik yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan peserta didik yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan
kebolehannya di depan teman-temanny, dengan demikian peserta didik dapat dianggap sebagai model.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas peserta didik menafsirkan pengalamannnya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi peserta didik akan memperbarui pengetahuan yang telah dibentuknya, atau menambah khazanah pengetahuannya.
g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini, biasanya ditekankan pada perkembangan aspek
intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa peserta didik telah meguasai materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan
pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan
kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata adalah proses yang
dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan peserta didik. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah peserta didik benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar peserta didik memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental peserta didik.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Menurut Depdiknas (dalam Majid, 2013 : 229) pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah.
Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut :
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic. c. Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik untuk bertanya.
d. Menciptakan masyarakat belajar.
e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Kelebihan dan Kekurangan CTL :
a. Kelebihan CTL
1) Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan real. Artinya peserta didik dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat pentng sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan hanya bagi peserta didik mater itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori peserta didik. sehingga tidak akan mudah dilupakan.
2) Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
menganut aliran konstruktivsme, peserta didik diharapkan belajar melalui “pengalaman” bukan “menghapal”.
b. Kelemahan CTL
1) Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam strategi CTL guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru bagi peserta didik. peserta didik dipandang sebagai ndividu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasaan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau “penguasa” yang memaksa kehendak, melainkan guru adalah pembimbing peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannnya.
2) Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak peserta didik agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap peserta didik agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula (Sari, 2015 : 26)
3. Media Pembelajaran
Kata “media” berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, DKK, 1996:6)
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan denga bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakkan bahan dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Dengan demikian anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan media.
Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri karena memang gurulah yang menghendakinya untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada peserta didik. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh setiap peserta didik, terutama bahan pelajaran yang rumit atau kompleks.
Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat
bantu tetapi di lain pihak ada mata pelajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pengajaran seperti globe, grafik, gambar dan sebagainya. Bahan pelajaran dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apalagi bagi anak didik yang kurang menyukai bahan pelajaran yang disampaikan itu.
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar mengajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar peserta didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar peserta didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik daripada tanpa bantuan media.
Walaupun begitu, penggunaan media sebagai alat bantu tidak bisa sembarangan menurut sekehendak hati guru. Tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan. Media yang dapat menunjang tercapainya tujuan pengajaran tentu lebih diperhatikan. Sedangkan media yang tidak menunjang tentu saja harus disingkirkan jauh-jauh untuk sementara. Kompetensi guru sendiri patut dijadikan perhitungan. Apakah mampu atau tidak utuk mempergunakan media tersebut. Jika tidak maka jangan mempergunakannya, sebab hal itu akan sia-sia. Malahan akan mengacaukan proses belajar mengajar (Djamarah. 2010. 120-122)
a. Media Torso
Torso adalah alat peraga berbentuk model. Menurut Poerwadarminta (1987) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia torso adalah “patung, model tubuh manusia, batang tubuh manusia tanpa lengan dan kaki, digunakan sebagai alat peraga dalam proses belajar, model tubuh manusia untuk tujuan belajar bidang kesehatan, atau satu tingkat pendidikan lainnya. Menurut Hamalik (1994) model torso termasuk kategori alat peraga tiga dimensi. Alat peraga dalam bentuk tiga dimensi akan banyak mengandung pemahaman dibandingkan dengan yang lain serta memberi pengalaman yang lengkap dan mendalam (Utami, 2011 : 17)
Penggunaan media model torso dalam proses pembelajaran sangat melibatkan indera penglihatan. Melalui media ini peserta didik akan tahu yang sebenarnya. Dalam proses pembelajaran media ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik, keberadaannya akan membantu mempercepat proses pemahaman dan memperkuat ingatan. Sehingga tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan materi
pelajaran. Menurut Arsyad (2002) bahwa visual dapat
menumbuhkan minat peserta didik dan dapat memberikan hubungan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata.
Torso membantu peserta didik dalam dua hal. Pertama, guru menggunakannya untuk menunjukkan posisi setiap organ tubuh, pada waktu mengajar. Lalu peserta didik dibagi dalam kelompok
kecil, untuk menggunakan model tersebut. Untuk mengulang kembali apa yang mereka ketahui penempatan dan fungsi organ-organ tubuh bagian dalam. Kedua, untuk mengerjakan hal tersebut mereka menebarkan masing-masing bagian torso diatas meja, dan setiap peserta didik bergantian menyebutkan suatu organ, dan meletakkannya kembali ke posisi yang sebenarnya pada torso itu. Kemudian peserta didik menjelaskannya secara singkat fungsi organ-organ tersebut. Kawan-kawan mereka mengawasi membetulkan beberapa kesalahan yang dibuat, atau menambahkan keterangan penting lainnya. Torso hanya digunakan bilamana guru berada di kelas (Sudjana dan Rivai, 2002:164)
b. Media Gambar
Gambar adalah media yang paling umum dipakai diantara media pendidikan. Keduanya merupakan bahasa yang paling umum, yang dapat dimengerti dan dapat dinikmati di mana-mana. Beberapa kelebihan media gambar sebagai berikut.
1) Sifatnya konkret, gambar lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.
2) Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu. Tidak semua
benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan peserta didik tidak selalu bisa dibawa ke objek atau peristiwa tersebut. Gambar dapat mengatasi hal tersebut.
3) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan. Sel atau penampang yang tidak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar. 4) Gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa
saja dan untuk tingkat usia berapa saja sehingga dapat mencegah kesalah pahaman.
5) Harga gambar murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar mempunyai beberapa kelemahan yaitu :
1) Gambar hanya menekankan persepsi indera mata
2) Gambar benda yang terlalu kompleks kurang aktif untuk
kegiatan pembelajaran.
3) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
(Hamdani,2011)
c. Media Video
Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak. Video dapat bersifat informatif, edukatif maupun instruksional (Sadiman, 1996:74). Media Video sangat cocok digunakan untuk mengajarkan materi dalam ranah prilaku atau psikomotor. Akan tetapi, video mungkin saja kehilangan detail dalam pemaparan materi karena peserta didik harus mampu mengingat detail dari scene ke scene. Umumnya peserta didik menganggap bahwa belajar
melalui video lebih mudah dibandingkan melalui teks sehingga mereka kurang terdorong untuk lebih aktif dalam berinteraksi dengan materi. Video memaparkan keadaan real dari suatu proses, fenomena atau kejadian sehingga dapat memperkaya pemaparan. Penggunaan multimedia dalam pendidikan memiliki beberapa kelebihan, yaitu :
a. Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif;
b. Guru akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran;
c. Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik,
animasi, gambar atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran;
d. Mampu menimbulkan rasa senang selama proses PBM
berlangsung. Hal ini akan menambah motivasi peserta didik selama proses PBM hingga didapatkan tujuan pembelajaran yang maksimal;
e. Mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional;
f. Media penyimpanan yang relative gampang dan fleksibel
4. Keterampilan Proses Sains (KPS)
Keterampilan Proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Dengan kata lain keterampilan ini dapat digunakan sebagai wahana penemuan dan
pengembangan konsep. Konsep yang telah ditemukan atau
dikembangkan ini akan memantapkan pemahaman tentang keterampilan proses tersebut.
Keterampilan proses adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai penggerak-penggerak kemampuan yang lebih tinggi. Kemampuan mendasar yang telah dikembangkan terlatih lama-kelamaan akan menjadi suatu keterampilan.
Funk (dalam Trianto, 2010 : 144) membagi keterampilan proses menjadi dua tingkatan, yaitu keterampilan proses tingkat dasar dan keterampilan proses terpadu. Keterampilan proses tingkat dasar meliputi : observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran, prediksi dan inferensi (kesimpulan). Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan,
menyusun hipotesis, menentukan variabel secara operasional, merencanakan penyelidikan dan melakukan eksperimen.
Menurut Rustaman (2005 : 78), aspek-aspek keterampilan proses sains terdiri dari observasi, klasifikasi, interpretasi, prediksi, mengajukan pertanyaan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep, berkomunikasi dan melaksanakan percobaan.
a. Mengamati (Observasi)
Mengamati adalah proses mengumpulkan data tentang fenomena atau peristiwa dengan menggunakan inderanya. Untuk dapat mengusasai keterampilan mengamati, peserta didik harus menggunakan sebanyak mungkin inderanya, yakni melihat, mendengar, merasakan, mencium dan mencicipi. Dengan demikian dapat mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dan memadai.
b. Mengelompokkan (klasifikasi)
Mengelompokkan adalah suatu sistematika yang digunakan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses mengklasifikasikan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari persamaan, mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, membandingkan dan mencari dasar penggolongan.
c. Menafsirkan (interpretasi)
Menafsirkan hasil pengamatan ialah menarik kesimpulan tentatif dari data yang dicatat. Hasil-hasil pengamatan tidak akan
berguna bila tidak ditafsirkan. Karena itu, dari mengamati langsung, lalu mencatat setiap pengamatan secara terpisah, kemudian menghubungkan hasil-hasil pengamatan itu. Selanjutnya peserta didik mencoba menemukan pola dalam suatu seri pengamatan, dan akhirnya membuat kesimpulan.
d. Meramalkan (prediksi)
Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan yang reliabel. Apabila peserta didik dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatannya untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang diamatinya, maka peserta didik tersebut telah mempunyai kemampuan proses meramalkan.
e. Mengajukan pertanyaan
Keterampilan proses mengajukan pertanyaan dapat diperoleh peserta didik dengan mengajukan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan untuk meminta penjelasan atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis.
f. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu.
g. Merencanakan percobaan
Agar peserta didik dapat memiliki keterampilan
menentukan alat dan bahan yang akan digunakan dalam percobaan. Selanjutnya peserta didik harus dapat menentukan variabel-variabel, menentukan variabel yang harus dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah. Demikian pula peserta didik perlu untuk menentukan apa yang akan diamati, diukur atau ditulis, menentukan cara dan langkah-langkah kerja.
h. Menggunakan alat bahan
Untuk dapat memiliki keterampilan menggunakan alat dan bahan, dengan sendirinya peserta didik harus menggunakan secara langsung alatdan bahan agar dapat memperoleh pengalaman langsung. Selain itu, peserta didik harus mengetahui mengapa dan bagaimana cara menggunakan alat dan bahan.
i. Menerapkan konsep
Keterampilan menerapkan konsep dikuasai peserta didik apabila peserta didik data menggunakan konsep yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada pengalaman-pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.
j. Berkomunikasi
Keterampilan ini meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk
berkomunikasi. Keterampilan menyampaikan gagasan atau hasil penemuannya kepada orang lain.
Keterampilan proses perlu dilatihkan atau dikembangkan dalam pengajaran IPA karena keterampilan proses mempunyai peran-peran sebagai berikut :
a. Membantu peserta didik belajar mengembangkan pikirannya
b. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
penemuan
c. Meningkatkan daya ingat.
d. Memberikan kepuasan intrinsik bila peserta didik telah berhasil melakukan sesuatu.
e. Membatu peserta didik mempelajari konsep-konsep sains.
Dengan menggunakan keterampilan proses akhirnya akan terjadi interaksi antara konsep yang telah ditemukan atau dikembangkan dengan pengembangan keterampilan proses itu sendiri. Di sekolah, keterampilan proses kebanyakan digunakan untuk menguji konsep yang telah ada atau verifikasi saja. Dengan adanya interaksi tersebut, akan timbul sikap dan nilai yang diperlukan dalam penemuan ilmu pengetahuan. Nilai ini meliputi teliti, kreatif, tekun, tenggang rasa, bertanggung jawab, kritis, objektif, rajin, jujur, terbuka dan berdisiplin.
Dalam proses sains diperlukan adanya sikap jujur dalam mengambil suatu data agar hipotesis yang ada terjawab dengan data yang
benar. Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Qur’an surah An – Nahl ayat 105 mengenai kejujuran sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta” (Q.S. An-Nahl : 105)
Ayat diatas memberitahukan bahwa Rasul bukan seorang yang mengada-ada dan bukan pula pembohong, sebab yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah dan Rasul-Nya adalah makhluk yang paling jahat, “Yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah”, dari kalangan kaum kafir, atheis, yang di masyarakat dikenal sebagai pendusta. Sedangkan Rasulullah, Muhammad saw, merupakan orang yang paling jujur, paling baik, dan paling sempurna ilmu, amal, iman dan keyakinannya. Beliau dikenal sebagai orang yang paling jujur di kalangan kaumnya, dan tidak ada seorang pun yang meragukan hal tersebut, sehingga di kalangan mereka, beliau diberi gelar “al-Amin”. Ayat yang menganjurkan kita untuk selalu bersikap jujur dan tidak berdusta. (Al Qurthubi, 2008 : 405)
Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan proses IPA, peserta didik akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap nilai yang dituntut. Dengan demikian, keterampilan-keterampilan ini menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta penumbuhan dan pngembangan sikap dan nilai (Trianto. 2010. 148-149)
5. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar. Keller menyatakan bahwa hasil belajar adalah terjadinya perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari lingkungan berupa rancangan dan pengelolaan motivasional tidak berpengaruh terhadap besarnya usaha yag dicurahkan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan belajar (Nashar, 2004 : 77).
Prinsip-prinsip belajar yang berkenaan dengan perubahan tingkah laku sebagai bentuk hasil belajar seseorang harus bersifat permanen, fungsional dan normatif. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar peserta didik secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intrenal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. (Slameto, 2010 : 54)
a. Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi belajar peserta didik adalah sebagai berikut.
1) Faktor Jasmaniah/fisiologis
Kesehatan jasmani sangat berpengaruh terhadap
kemampuan belajar. Bila seseorang yang tidak selalu sehat, sakit kepala, demam, pilek dan sebagainya dapat mengakibatkan tidak bergairahnya untuk belajar, demikian pula halnya jika kesehatan rohani kurang baik.
2) Faktor psikologis
Terdapat banyak faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas belajar peserta didik. Namun diantara faktor tersebut ialah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.
3) Cara belajar
Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil yang kurang.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu :
1) Keluarga
Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar misalnya tinggi rendahnya pendidikan, besar kecilnya penghasilan dan perhatian.
2) Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan anak. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesusuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau perlengkapan di sekolah dan sebagainya, semua ini mempengaruhi keberhasilan belajar.
3) Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar, bila sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpndidikan, terutama anak-anaknya, rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak giat belajar.
6. Materi Pembelajaran
a. Rangka Tubuh
Manusia dapat bergerak bebas karena adanya sistem rangka dan sistem otot. Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada makhluk hidup. Rangka dapat digerakkan karena ada otot yang melekat pada rangka. Oleh karena itu rangka disebut sebagai alat gerak pasif, sedangkan otot sebagai alat gerak aktif. Secara umum, rangka tubuh manusia memiliki fungsi sebagai berikut.
a. Memberikan bentuk, contohnya tulang tengkorak yang memberi bentuk pada wajah
b. Sebagai penopang tubuh, contohnya tulang kaki yang menopang seluruh tubuh.
c. Melindungi organ-organ dalam, contohnya tulang-tulang rusuk yang melindungi jantung dan paru-paru.
d. Alat gerak pasif
e. Tempat melekatnya otot, misalnya pada tulang kering (tibia) menempel otot.
Gambar 2.1 Rangka Manusia
Secara umum, rangka tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu skeleton aksial dan skeleton apendikuler
1) Skeleton Aksial
Terdiri atas sekelompok tulang yang menyusun poros tubuh dan memberikan dukungan dan perlindungan pada organ di kepala, leher dan badan. Macam-macam skeleton aksial, yaitu tulang tengkorak, tulang dada, tulang rusuk, dan ruas-ruas tulang belakang.
1) Tulang tengkorak bagian kepala
2) Tulang tengkorak bagian wajah
3) Tulang dada
4) Tulang rusuk
5) Ruas-ruas tulang belakang
2) Skeleton Apendikular
Tersusun atas tulang-tulang yang merupakan tambahan dari skeleton aksial. Skeleton apendikular terdiri dari.
1) Tulang anggota gerak atas
2) Tulang anggota gerak bawah
3) Tulang Gelang Bahu
4) Tulang Panggul
b. Proses Pembentukan Tulang
Pembentukan tulang pada manusia dimulai dari tulang rawan yang dibentuk pada saat janin berumur tiga bulan. Rangka ini berasal dari jaringan ikat embrional atau mesenkim. Setelah kartilago terbentuk, rongga yang ada di lengannya atau berisi sel-sel pembentuk atau osteoblast. Pembuluh dari sistem havers becabang-cabang menuju matriks, mengangkut zat fosfor dan kalsium. Senyawa fosfor dan kalsium ini menyebabkan matriks tulang menjadi keras. Proses pengerasan tulang disebut osifikasi.
Secara umum, tulang dibedakan menjadi tulang keras dan tulang rawan atau disebut juga kartilago. Contoh tulang keras, yaitu