Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Bangka Barat yang meliputi desa-desa pesisir di Kecamatan Muntok, Kecamatan Simpang Teritip, Kecamatan Kelapa, Kecamatan Tempilang dan Kecamatan Jebus. Istilah desa-desa pesisir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah desa-desa di Kabupaten Bangka Barat yang berbatasan langsung dengan laut atau desa-desa yang berbatasan langsung dengan sungai-sungai besar (ordo-0). Alasan menggunakan kriteria ini adalah desa-desa tersebut memiliki lahan yang berpeluang untuk pengembangan pertambakan, yang dicirikan dengan kehadiran tanaman mangrove. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai bulan Mei 2009, yang meliputi tahap persiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penulisan.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengambilan langsung di lapangan (data oseanografi) dan wawancara untuk memperoleh data harga-harga yang digunakan dalam analisis kelayakan usaha serta data faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengelolaan budidaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Bangka Barat.
Sebagian dari data oseanografi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil survei Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Khusus untuk daerah-daerah yang belum disurvei oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dilakukan pengambilan sampel langsung ke lapangan.
Di Kabupaten Bangka Barat belum terdapat budidaya laut/pantai, oleh karena itu data harga input (benih/bibit) dan output budidaya diperoleh dari survei terhadap pembudidaya di Kabupaten Bangka Tengah (kerapu), Bangka Selatan (rumput laut), Kota Pangkalpinang (udang vannamei), dan Kabupaten Belitung Timur (kerapu). Pada Tabel 1 ditampilkan jenis data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini.
Tabel 1 Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian
No. Jenis Data Data yang dikumpulkan
1. Biofisik wilayah - Data oseanografi (suhu, salinitas, DO,
kecepatan aurs, pH)
2. Harga untuk analisis kelayakan usaha - Harga pasar (input dan output) 3. Faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pengelolaan budidaya perikanan
- Wawancara:
kekuatan dan kelemahan (internal) peluang dan ancaman (eksternal)
Data sekunder parameter oseanografi yang berasal dari data Pusat Penelitian Oseanografi LIPI terdiri dari data Teluk Kelabat (Juni-Juli 2003) dan Perairan Muntok (Mei 2007). Lokasi titik sampling yang bersumber dari data Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dan data survey disajikan pada Gambar 3.
Selain dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, data sekunder juga diperoleh dari dinas/instansi terkait seperti Bappeda Bangka Barat, Kantor Dukcapil Bangka Barat, Dinas Pertanian dan Kehutanan Bangka Barat, dan pihak-pihak terkait lainnya. Data berupa peta dan data numerik atau tabular. Jenis dan sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari Analisis Kesesuaian Lokasi berdasarkan kriteria biofisik wilayah dengan menggunakan Analisis SIG, Analisis Kelayakan Usaha menggunakan Analisis Finansial yang terdiri dari Net Present
Value (NPV), net B/C ratio dan Internal Rate of Return (IRR), Analisis
penentukan desa-desa prioritas untuk pengembangan budidaya perikanan laut/pantai di Kabupaten Bangka Barat menggunakan Analisis Multivariate (Analisis Faktor/PCA, Analisis Cluster dan Analisis Diskriminan) dan Analisis SWOT untuk merumuskan arahan pengelolaan budidaya perikanan di Kabupaten Bangka Barat. Analisis SWOT dilakukan dengan memperhatikan hasil ketiga analisis sebelumnya dan wawancara terhadap stakeholder yang dianggap dapat memberikan masukan dalam pengelolaan budidaya perikanan laut/pantai di Kabupaten Bangka Barat. Tujuan, metoda analisis, data yang dikumpulkan, sumber data dan output yang diharapkan disajikan pada Tabel 3.
# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # 5 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 5 2 0 0 0 0 5 2 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0 5 4 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0 5 6 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0 5 8 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 9 7 6 0 0 0 0 9 7 6 0 0 0 0 9 7 8 0 0 0 0 9 7 8 0 0 0 0 9 8 0 0 0 0 0 9 8 0 0 0 0 0 9 8 2 0 0 0 0 9 8 2 0 0 0 0 9 8 4 0 0 0 0 9 8 4 0 0 0 0 Legenda : Desa Pesisir Desa Non Pesisir Titik Sampling :
# LIPI (Mei 2007)
# LIPI (Juni-Juli 2003)
# Survey / sampling primer (Oktober 2008)
Teluk Kampa Teluk Kelabat Laut Natuna Selat Bangka N Kilometer 10 0 10 Amini / A 156070244 Program Studi Ilmu Perencanaan W ilayah
Sekolah Pascasarjana IPB 2009
PETA LOKASI TITIK SAMPLING OSEANOGRAFI
KABUPATEN BANGKA
Sumber: Hasil Analisis
Data:
Peta Administrasi Kab. Babar skala 1:50.000 (Bappeda 2005) Peta Batimetri skala 1:200.000 (Dishidros 2005) Data LIPI (2003 dan 2007)
Data Survey (2008)
P. Bangka
Lokasi Penelitian
Tabel 2 Jenis data, tahun, skala dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
No. Jenis Data Tahun Skala Sumber
1. Peta
- Peta Rupa Bumi (batas kecamatan/desa, jalan, sungai)
- Peta Tanah (Land unit) - Peta Kontur
- Peta Batimetri
- Peta Penggunaan Lahan
2005 2006 2005 2005 2007 1:50. 000 1:100.000 1:25.000 1: 200 000 1:50.000
Bappeda Bangka Barat Dinas Pertanian Bangka Barat Bappeda Bangka Belitung Dishidros TNI-AL Bappeda Bangka Barat
Tabel 2 (lanjutan)
No. Jenis Data Tahun Skala Sumber
- Peta Kawasan Hutan 2004 1:250.000 Dinas Kehutanan Bangka
Belitung 2. Data Biofisik Wilayah
- Salinitas Perairan - Suhu
- Kadar Oksigen terlarut - Kecepatan Arus - pH Perairan - Pasang Surut - Iklim: Bulan Kering Curah Hujan 2003/2007 2003/2007 2003/2007 2003/2007 2003/2007 2007 2003 - 2007 1971-2000 - - - - - - Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (Data Teluk Kelabat diambil pada tahun 2003 dan data perairan Muntok/Selat Bangka diambil pada tahun 2007) Dishidros TNI-AL
Dinas Pertanian Bangka Barat BMG (data 30 tahunan)
3. - Data kependudukan 2007 - Kantor Dukcapil Bangka
Barat
Analisis Kesesuaian Lokasi untuk Budidaya Perikanan
Analisis kesesuaian lokasi untuk budidaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Bangka Barat meliputi kesesuaian lahan untuk budidaya pantai (tambak) dan kesesuaian perairan untuk budidaya laut (kerapu di dalam KJA dan rumput laut). Metode yang digunakan pada evaluasi kesesuaian lokasi adalah dengan mencocokkan (matching) antara parameter lokasi dengan kriteria yang ditentukan untuk kebutuhan penggunaan tertentu dengan menggunakan analisis SIG. Hasil akhir dari analisis SIG adalah diperolehnya lokasi yang sesuai untuk masing-masing penggunaan (budidaya tambak, budidaya kerapu dalam KJA dan budidaya rumput laut). Dalam penelitian ini karena keterbatasan waktu dan biaya kesesuaian lokasi untuk budidaya perikanan laut/pantai hanya dikaji dari segi kesesuaian fisik saja.
Analisis Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Pantai (Tambak)
Analisis kesesuaian lahan untuk budidaya tambak dalam penelitian ini adalah kesesuaian lahan untuk budidaya tambak secara umum baik untuk tambak udang maupun ikan. Menurut Poernomo (1992), kawasan pertambakan terutama untuk budidaya tradisional atau semi intensif dialokasikan pada jarak-jarak yang masih dapat dicapai oleh pasang surut, yaitu antara rataan surut rendah (MLWL:
Mean Low Water Level) dan rataan pasang tinggi (MHWL: Mean High Water Level).
Tabel 3 Tujuan penelitian, metoda analisis, output yang diharapkan dan data yang dibutuhkan
No Tujuan Penelitian Metode Analisis Data yang dikumpulkan Sumber Data Output yang diharapkan
1. Menentukan lokasi yang sesuai untuk budidaya perikanan pantai (tambak) dan laut (kerapu dalam KJA dan rumput laut)
Analisis Kesesuaian Lokasi menggunakan Analisis SIG dengan metode “matching”
Tambak : lereng, kedalaman solum, tekstur, elevasi, kedalaman pirit, CH, bulan kering KJA : Kedalaman perairan, suhu,
salinitas, DO,kecepatan arus, pH
Rumput Laut : Kedalaman perairan, suhu, salinitas, DO, kecepatan arus, pH
- Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (Tahun 2003 dan 2007)
- Data survey Tahun 2008
Lokasi yang sesuai untuk budidaya tambak (S1, S2, S3 dan N), KJA dan rumput laut (S,N)
2. Menentukan kelayakan usaha secara ekonomi
Analisis Finansial Benefit : harga pasar penjualan ikan kerapu, rumput laut dan udang vannamei
Cost : biaya investasi, biaya variabel dan biaya tetap
Pembudidaya di Kabupaten Bangka Tengah, Bangka Selatan, Belitung Timur dan Kota Pangkalpinang
NPV, IRR, net B/C Ratio
3. Mengelompokkan desa pesisir berdasarkan kemungkinan pengembangan budidaya perikanan laut/pantai Analisis Multivariate: - Analisis Faktor/PCA - Cluster - Diskriminan - Persentase nelayan
- Rasio panjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4/luas lahan
- Rasio luas lahan pertambangan/luas lahan
- Dukcapil Bangka Barat (Data Kependudukan)
- Bappeda Bangka Barat (di ekstrak dari Peta Jalan dan Peta
Penggunaan Lahan)
- Faktor Utama
- Kelompok Desa Pesisir (cluster) - Penciri masing-masing cluster desa
pesisir 4. Merumuskan strategi
pengelolaan budidaya perikanan
Analisis SWOT - Hasil analisis 1,2 dan 3 - Wawancara dalam menilai faktor
internal dan eksternal
- Hasil Analisis
- Stakeholder di Kabupaten Bangka Barat
Arahan strategi pengelolaan budidaya perikanan berdasarkan cluster desa dan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kegiatan budidaya perikanan di masing-masing cluster desa
Data pasut 1 tahun (2007) dan hasil perhitungan MLWL dan MHWL ditampilkan pada Lampiran 1 dan 2. Kawasan yang tidak dialokasikan untuk pertambakan adalah : kawasan greenbelt/mangrove selebar 130 x range pasang surut ke arah daratan, sempadan sungai (selebar 100 m di kiri dan kanan sungai), hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi sesuai dengan UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan Kepres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung serta kawasan permukiman.
Kriteria yang digunakan untuk penilaian kesesuaian lahan budidaya tambak adalah menurut kriteria Departemen Kelautan dan Perikanan (2001), diacu dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Kriteria lengkap yang digunakan dalam analisis ditampilkan pada Tabel 4. Peta-peta tematik yang dibuat sesuai dengan kriteria sebagaimana disajikan pada Tabel 4 selanjutnya digunakan dalam analisis kesesuaian lahan untuk budidaya tambak. Peta-peta tematik tersebut selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 3-8. Analisis kesesuaian lahan untuk budidaya tambak menggunakan Analisis SIG melalui proses overlay (tumpang susun), dalam penelitian ini menggunakan software ArcView 3.2. Tahapan operasi overlay (tumpang susun) dalam menentukan kelas kesesuaian lahan untuk budidaya tambak disajikan pada Gambar 4.
Tabel 4 Kriteria kesesuaian lahan untuk budidaya tambak menurut kriteria Departemen Kelautan dan Perikanan (2001), diacu dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)
Parameter S1 S2 S3 Tidak sesuai
Lereng (%) < 2 < 2 2 - 3 > 3 Kedalaman solum (cm) >150 100 - 150 75 - 100 < 75 Tekstur cl,scl,sicl (agak halus) Vfsl, l, sil,si (sedang) sc,sic, c ( halus) Cosl,fsl (agak kasar)
Tebal gambut (cm) tanpa tanpa < 25 25 - 50
Kedalaman pirit (cm) > 100 75 - 100 50 - 75 < 50 Bulan kering (<60 mm) 1 - 2 2 - 3 3 - 5 < 1 Curah hujan (mm/th) 2500 - 3000 2000 - 2500 1000 - 2000 3000 - 3500 > 3500 <1000 Elevasi (m)* MLWL-MHWL s/d 2m diatas MHWL >2m MHWL diatas Ket: * Poernomo (1992), merupakan kriteria tambahan karena tidak terdapat pada
kriteria Departemen Kelautan dan Perikanan (2001), yang diacu dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)
Gambar 4 Proses overlay (tumpang susun) pada penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya tambak di Kabupaten Bangka Barat
Analisis Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Laut
Lokasi yang menjadi target penilaian kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu dalam KJA dan rumput laut adalah perairan laut Kabupaten Bangka Barat yang dihitung sejauh 4 mil dari pantai. Jarak tersebut merupakan jarak untuk wilayah pengelolaan suatu derah kabupaten sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Parameter oseanografi yang dipergunakan dalam analisis kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu dan rumput laut dalam penelitian ini adalah: kedalaman perairan (batimetri), oksigen terlarut, salinitas, suhu perairan, pH dan kecepatan arus. Data parameter perairan dan peta tematik yang digunakan ditampilkan pada Lampiran 10-19.
Analisis Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Kerapu dalam Karamba Jaring Apung (KJA)
Karamba jaring apung merupakan wadah yang digunakan untuk memelihara ikan yang terbuat dari jaring biasanya berbentuk segi empat. Karamba ini diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu atau besi.
Peta Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak yang tersedia Peta Kesesuaian Lahan
untuk Budidaya Tambak
Peta Tanah Peta Lereng Administrasi Penggunaan Lahan Peta Kawasan Hutan Peta Iklim (Curah Hujan, Bulan Kering) Peta Elevasi Green belt Sempadan sungai
Kriteria yang dipergunakan adalah kriteria Bakosurtanal (2004) dan Akhmad et al. (1991), diacu dalam Utojo et al. (2007) seperti ditampilkan pada Tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5 Kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu dalam karamba jaring apung menurut Bakosurtanal (2004)
Parameter S1 S2 S3 Tidak sesuai
Kedalaman perairan (m) (Batimetri) 8 - 12 12 - 16 4 - 8 16 - 20 < 4 atau > 20 Oksigen terlarut (ppm) > 6 > 5 – 6 4 - 5 < 4 Salinitas (0/ 00) 31- 33 28 - < 31 > 33 - 35 25 - <28 <25 atau > 36 Suhu (0 C) 25 - 31 23- 25 >31-33 20-23 >33-36 < 20 atau > 36 pH 7,5-8,3 7 - < 7,5 >8,3-8,5 6,5-<7 >8,5-9 <6,5 atau >9 Kecepatan arus (cm/det)1 5-10 11-15 16-20 <5 & >20
Tahapan proses overlay (tumpang susun) untuk mendapatkan kesesuaian perairan untuk budidaya kerapu dalam karamba jaring apung ditampilkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Proses overlay (tumpang susun) pada penentuan kesesuaian lokasi budidaya kerapu dalam KJA di Kabupaten Bangka Barat
Peta Kesesuaian Perairan Budidaya Kerapu dalam KJA
yang tersedia
Peta Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Kerapu dalam KJA
Buffer Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Batimetri Oksigen Terlarut Salinitas Suhu pH Kec. Arus
Ket: 1 Ahmad et al. (1991) diacu dalam Utojo et al. (2007), merupakan kriteria tambahan
Analisis Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut
Kriteria penilaian kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut menggunakan kriteria yang digunakan oleh Bakosurtanal (2004) dan Mubarak et
al. (1990), diacu dalam Utojo et al. (2007) seperti disajikan pada Tabel 6 di bawah
ini. Tahapan proses overlay (tumpang susun) untuk mendapatkan kesesuaian perairan budidaya rumput laut seperti ditampilkan pada Gambar 6.
Tabel 6 Kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut (Bakosurtanal, 2004)
Parameter S1 S2 S3 Tidak sesuai Kedalaman perairan (m) 1- 5 5-102 11-151 16-201 < 1 atau > 20 Oksigen terlarut (ppm) > 6 > 5 - 6 4 - 5 < 4 Salinitas (‰) 28- 36 >20 - 28 12 - 20 < 12 atau > 36 Suhu (°C) 26 -31 24- 26 >31-33 20-24 >33-35 < 20 atau > 35 pH 7,5-8,5 >8,5-8,7 7 - <7,5 6,5-<7 >8,7-8,8 <6,5 atau >8,8 Arus (cm/det)1 20-30 31-40 41-50 <20 & >50
Gambar 6 Proses overlay (tumpang susun) pada penentuan kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut di Kabupaten Bangka Barat.
Peta Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut
yang tersedia
Peta Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Rumput Laut Buffer Daerah Lingkungan
Kepentingan Pelabuhan Batimetri Oksigen Terlarut Salinitas Suhu pH Kec. Arus
Ket: 1 Mubarak et al. (1990), diacu dalam Utojo et al. (2007), merupakan kriteria
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Perikanan
Analisis kelayakan usaha budidaya perikanan dalam penelitian ini adalah untuk menilai kelayakan usaha budidaya tambak (udang vannamei), budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dan budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes
altivelis) dalam KJA di Kabupaten Bangka Barat. Usaha budidaya perikanan
tersebut diasumsikan dilakukan oleh para nelayan/kelompok nelayan atau masyarakat di desa pesisir Kabupaten Bangka Barat, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Kriteria kelayakan dinilai dari tiga indikator yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (B/C ratio) dan Internal
Rate of Return (IRR) menurut Gray et al. (2007).
Beberapa acuan umum yang berlaku dalam analisis kelayakan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Bangka Barat adalah:
1. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku di pasar tahun 2008 di Kabupaten Bangka Barat.
2. Harga penjualan hasil panen yang digunakan berasal dari harga yang berada di tingkat pembudidaya sehingga faktor pajak tidak dimasukkan di dalam perhitungan karena akan mengakibatkan double counting.
3. Faktor diskonto (diskon faktor) yang digunakan adalah 15% berdasarkan suku bunga yang tertinggi pada tahun 2008 yaitu bunga kredit investasi dari Bank Pemerintah Daerah dengan nilai 14.56% (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia Januari 2009 yang diterbitkan Bank Indonesia (BI))
- Net Present Value (NPV)
NPV merupakan nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan
selama masa penanaman investasi. Metode ini menghitung manfaat sekarang suatu usaha dikurangi dengan biaya sekarang dari suatu usaha pada tahun tertentu. Rumus perhitungannya disajikan di bawah ini:
n
1
t
(1
i)
t
Ct)
(Bt
NPV
dimana: NPV = Net Present Value
Bt = Manfaat yang diperoleh dari suatu kegiatan pada waktu ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan dari suatu kegiatan pada waktu ke-t i = Tingkat bunga yang relevan (discount rate)
t = periode (1,2,3...n)
Apabila nilai NPV lebih besar dari nol (positif) maka kegiatan tersebut dianggap layak untuk dilaksanakan dan apabila bernilai negatif maka tidak layak untuk dilaksanakan.
- Net Benefit Cost Ratio
Merupakan perbandingan nilai ekuivalen semua manfaat terhadap nilai ekuivalen semua biaya. Rumus untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:
dimana: B/C = Net Benefit Cost Ratio
NPV Positif = NPV yang mempunyai nilai positif
NPV Negatif = NPV yang mempunyai nilai negatif t = periode (1,2,3...n)
jika B/C > 1, suatu kegiatan layak dilakukan dan jika B/C <1, kegiatan tersebut tidak layak dilakukan.
- Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga maksimal untuk
sampai kepada NPV = 0, yaitu merupakan keadaan batas tidak untung dan tidak rugi. IRR dihitung dengan menggunakan rumus:
''
NPV
'
NPV
'
NPV
)
'i
''
(i
'i
IRR
n ∑ NPV Positip t=1 B/C= n ∑ NPV Negatif t=1dimana: IRR = Internal Rate of Return
i ’ = Tingkat suku bunga/discount rate yang menghasilkan NPV positif
i ” = Tingkat suku bunga /discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV’ = NPV pada tingkat suku bunga i ’
NPV” = NPV pada tingkat suku bunga i”
Apabila IRR > social discount rate (diskon faktor), berarti kegiatan dapat dilaksanakan dan bila IRR < social discount rate berarti kegiatan tidak layak dilaksanakan.
Penentuan Desa-Desa Prioritas untuk Mengembangkan Budidaya Perikanan Analisis yang digunakan adalah Analisis Multivariate yang meliputi Analisis Faktor (PCA), Analisis Cluster dan Analisis Diskriminan. Analisis dilakukan terhadap desa-desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat dengan maksud untuk menentukan desa-desa yang diprioritaskan dalam pengembangan budidaya perikanan laut/pantai di Kabupaten Bangka Barat. Pengelompokan dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang dianggap berpengaruh dalam pengembangan budidaya perikanan laut/pantai di Kabupaten Bangka Barat.
Dari hasil Analisis Multivariate ini akan didapatkan kelompok-kelompok desa pesisir dengan karakter tertentu yang menjadi ciri dominan dari masing-masing kelompok desa tersebut. Hasil analisis ini memberikan gambaran kondisi masing-masing cluster (kelompok) desa ditinjau dari variabel-variabel yang menjadi penciri masing-masing kelompok desa tersebut. Hasil dari pengelompokan desa ini merupakan salah satu input bagi analisis SWOT.
Analisis Faktor (PCA)
Analisis Faktor digunakan untuk mendapatkan variabel yang akan dipakai dalam Analisis Cluster (analisis pengelompokan desa pesisir). Berdasarkan ketersediaan data, variabel-variabel yang berhasil diekstrak dan dianggap dapat memenuhi tujuan penelitian ini adalah aktivitas pesisir (persentase jumlah nelayan pada suatu desa), aksesibilitas (rasio jalan yang dapat dilalui kendaraan roda
empat per luas lahan) dan aktivitas tambang (luas penutupan lahan tambang per luas lahan di suatu desa). Ketiga faktor tersebut dianggap merupakan faktor yang berpengaruh dalam pengembangan budidaya perikanan laut/pantai di Kabupaten Bangka Barat. Sehingga desa-desa dengan kondisi faktor-faktor tersebut yang terbaik adalah yang menjadi desa prioritas untuk pengembangan budidaya perikanan.
Aktivitas pesisir yang dalam penelitian ini menggunakan pendekatan persentase jumlah nelayan pada suatu desa diasumsikan dapat menunjukkan ketersediaan sumberdaya manusia yang akan melakukan kegiatan budidaya perikanan laut/pantai. Penduduk yang sudah terbiasa bekerja di laut (nelayan) dianggap akan lebih mudah melakukan kegiatan budidaya laut/pantai dari pada penduduk yang biasa bekerja di daratan. Desa yang mempunyai nilai persentase aktivitas pesisir yang tinggi dianggap akan lebih mudah melaksanakan kegiatan budidaya perikanan laut/pantai.
Tingkat aksesibilitas dalam penelitian ini dikaji menggunakan pendekatan rasio jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat per luas lahan. Aksesibilitas ini sangat diperlukan untuk berbagai aktivitas perekonomian termasuk dalam kegiatan budidaya perikanan laut/pantai. Asumsinya, aktivitas budidaya perikanan akan lebih mudah dilakukan dengan tersedianya prasarana jalan.
Aktivitas tambang yang dilihat dari luas penutupan lahan tambang timah per luas lahan di suatu desa, dianggap sebagai faktor yang menghambat keberhasilan kegiatan budidaya perikanan laut/pantai di Kabupaten Bangka Barat. Kegiatan tambang ini merupakan kegiatan yang cukup menggiurkan bagi masyarakat di Kabupaten Bangka Barat tak terkecuali masyarakat pesisir, karena merupakan cara yang mudah untuk menghasilkan uang dalam waktu yang relatif singkat. Diasumsikan bahwa semakin besar aktivitas pertambangan di suatu desa akan semakin sulit mengarahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan budidaya perikanan. Pada Tabel 7 ditampilkan variabel-variabel yang digunakan dalam Analisis Faktor (PCA).
Tabel 7 Variabel-variabel yang digunakan dalam Analisis Multivariate
No Variabel Unit 1 Persentase penduduk dengan matapencaharian nelayan %
2 Rasio panjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda 4/luas lahan -
3 Luas penutupan lahan tambang/luas lahan -
- Sumber: Kantor Dukcapil Bangka Barat (Data Kependudukan Tahun 2007), Bappeda Bangka Barat (diekstrak dari Peta Jalan dan Peta Penggunaan Lahan Tahun 2007)
Analisis Cluster (Kelompok)
Tujuan Analisis Cluster (kelompok) adalah untuk menempatkan sekumpulan objek ke dalam suatu grup berdasarkan kesamaan objek atas dasar berbagai karakteristik (Simamora 2005). Asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam Analisis Cluster adalah variabel-variabel yang digunakan dalam analisis harus saling bebas. Untuk memenuhi asumsi tersebut sebelumnya dilakukan Analisis Faktor (PCA), sehingga variabel yang dianggap berkorelasi akan dikelompokkan menjadi satu faktor.
Pada penelitian ini pengelompokan desa-desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat dilakukan dengan Metode Clustering. Dengan menggunakan
Tree-clustering disajikan pengelompokan objek-objek berdasarkan persentase
ketakmiripannya yaitu dengan memperhatikan grafik Tree-Diagram.
Analisis Diskriminan
Analisis Diskriminan dilakukan setelah Analisis Cluster (kelompok). Dalam penelitian ini Analisis Diskriminan digunakan untuk mengecek ketepatan pengklasifikasian cluster (kelompok) dan untuk mengetahui penciri masing-masing kelompok dari fungsi klasifikasi. Dengan melakukan Analisis Korelasi antara skor fungsi klasifikasi dan variabel (Faktor skor dari hasil Analisis Faktor/PCA) dapat ditentukan penciri dari masing-masing cluster desa. Dalam penelitian ini penciri dari masing-masing kelompok tersebut ditentukan dengan melihat koefisien korelasi dengan pengkategorian sangat tinggi (≥ 0,7), tinggi (<0,7), rendah (>- 0,7) dan sangat rendah (≤-0,7).
Arahan Strategi Pengelolaan Budidaya Perikanan Laut/Pantai di Wilayah Pesisir Kabupaten Bangka Barat
Untuk menentukan strategi pengelolaan budidaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Bangka Barat digunakan Analisis SWOT. Analisis SWOT berfungsi mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi kegiatan (Rangkuti 1997). Dalam analisis SWOT, kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (oppurtunities), dan ancaman
(threats) digolongkan ke dalam faktor faktor internal dan eksternal.
Data yang digunakan sebagai input analisis SWOT adalah data hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya (Analisis Kesesuaian Lahan/Lokasi, Analisis Kelayakan Usaha, dan Analisis Pengelompokan Desa) serta data hasil wawancara dengan stakeholder di Kabupaten Bangka Barat. Data-data tersebut kemudian dikelompokkan kedalam kelas kekuatan (strength), kelemahan (weaknesses), peluang (oppurtunities), dan ancaman (threats). Bentuk matriks faktor strategi internal dan eksternal disajikan pada Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8 Matriks pemberian bobot untuk setiap unsur dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
Unsur SWOT Bobot Rating Total skor Kode Faktor Internal Kekuatan 1………dst Kelemahan 1………dst TOTAL 1.00 Eksternal Peluang 1………dst Ancaman 1………dst TOTAL 1.00
Dari hasil pembobotan dan pemberian rating selanjutnya dapat disusun matriks formulasi strategi SWOT. Strategi SWOT merupakan strategi silang antara unsur-unsur faktor internal dan eksternal yang terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT seperti disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Matriks Strategi SWOT Internal Eksternal Strength/Kekuatan (S) Weaknesses/Kelemahan (W)
Oppurtunities/Peluan (O) Strategi SO Strategi WO
Threats/Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
Tahap selanjutnya adalah menilai keterkaitan antara masing-masing strategi dengan faktor-faktor eksternal dan internal, memberi rangking dan menetapkan prioritas strategi berdasarkan urutan rangking. Pada Tabel 10 disajikan bentuk matriks keterkaitan antara unsur-unsur SWOT.
Tabel 10 Matriks keterkaitan unsur-unsur SWOT
Unsur SWOT Keterkaitan Skor Prioritas
Kebijakan SO S1, O1, S4, O2, O3, T1…..dst 1
Kebijakan ST O1, O2, O3, W1, W2, …dst 2
Kebijakan WO S1, T1, T2, S3…….dst 3
Kebijakan WT W3, W4, T1, T3……dst 4...dst
Hasil dari analisis SWOT adalah arahan strategi pengelolaan budidaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Bangka Barat dengan memperhatikan karaktristik masing-masing wilayah (berdasarkan cluster desa). Diagram alur penelitian disajikan pada Gambar 7 di bawah ini.
Keterbatasan Penelitian
1. Pengukuran data primer parameter perairan (data oseanografi) hanya dilakukan pada jarak yang tidak terlalu jauh dari pantai ( s/d ± 2 km dari tepi pantai) dikarenakan keterbatasan waktu dan dana, sedangkan data sekunder yang berasal dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mencapai jarak ± 20 km
2. Disamping data primer yang diukur, penelitian ini menggunakan berbagai data sekunder dari sumber yang berbeda dan beberapa peta yang digunakan mempunyai skala yang kecil dan berbeda. Dengan demikian tingkat keakurasian peta yang dihasilkan dari hasil analisis juga rendah.
Gambar 7 Diagram alur penelitian Persyaratan Kesesuaian
Lokasi untuk Budidaya Perikanan
Wilayah Pesisir Kabupaten Bangka Barat
Parameter Biofisik
Analisis (SIG)
Lokasi yang sesuai dan tersedia untuk budidaya : - Tambak
- Kerapu (KJA) - Rumput Laut (RL)
Cluster desa pesisir di Kabupaten Bangka Barat Aktivitas Pesisir, Aksesibilitas,
Aktivitas Pertambangan
Arahan Pengelolaan Budidaya Perikanan Laut/Pantai Wilayah Pesisir
Analisis (SWOT) Faktor Internal dan Eksternal Analisis Kelayakan Usaha Analisis Multivariate (PCA, Cluster, Diskriminan) Tambak: Kawasan Hutan, LU 2007, Green belt, sempadan sungai
KJA & RL: Daerah Lingkungan Kerja / Kepentingan Pelabuhan