• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN MANDIRI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii EKSISTENSI LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF (LMK)

SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DALAM MENJAMIN TERPENUHINYA

HAK EKONOMI PENCIPTA LAGU/MUSIK

TIM PENELITI:

Dr Candra Irawan, SH, M.Hum/0015107305(Ketua) Dr Drs Ahmad Muslih, M.Hum/0002016207 (Anggota 1)

M. Darudin, SH., M.H/0026105807 (Anggota 2)

UNIVERSITAS BENGKULU

FAKULTAS HUKUM

(3)
(4)

iv hak cipta di Indonesia. Pencipta mengalami kesulitan untuk menagih royalti kepada pihak lain yang menggunakan karyanya. Kehadiraan LMK diyakini dapat membantu dan memberi kepastian hukum untuk terpenuhinya hak ekonomi pencipta. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (doktrinal) yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum pustaka. Menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil penelitian menyatakan bahwa: (1) eksistensi Lembaga Manajemen Kolektif setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif semakin kuat dan memiliki kepastian hukum dalam melakukan kegiatan operasional usahanya, (2) pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif secara normatif sudah dapat menjamin terpenuhi hak ekonomi pencipta lagu/musik. LMK memiliki akuntabilitas publik sepanjang pengawasan dan evaluasi dari Kementerian Hukum dan HAM RI khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dilakukan secara konsisten dan penjatuhan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku.

(5)

v Kolektif (LMK) yang merupakan lembaga baru dalam sistem hukum hak cipta di Indonesia. Kehadiran LMK diharapkan menjadi lembaga berperan membantu pencipta yang kesulitan untuk menagih royalti kepada pihak pengguna ciptaanya lagu/musik. Kehadiraan LMK diyakini dapat membantu dan memberi kepastian hukum untuk terpenuhinya hak ekonomi pencipta.

Pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif untuk menjadi landasan yuridis kehadiran LMK di Indonesia. Sejauh ini LMK sudah berperan menagih dan mendistribusikan royalti dari pengguna di seluruh Indonesia kepada pencipta lagu/musik. Meskipun belum sepenuhnya efektif karena kurangnya keterjangkauan dan sumber daya yang dimiliki oleh LMK. Sampai saat ini eksistensi LMK semakin kuat dan memiliki kepastian hukum dalam melakukan kegiatan operasional usahanya, secara normatif sudah dapat menjamin terpenuhi hak ekonomi pencipta lagu/musik. LMK memiliki akuntabilitas publik sepanjang pengawasan dan evaluasi dari Kementerian Hukum dan HAM RI khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dilakukan secara konsisten dan penjatuhan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku.

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmatNya, sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan tepat waktu. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, baik secara personal maupun secara kelembagaan. Semoga hasil penelitian ini berguna secara teoritis dan praktis dalam membangun hukum kekayaan intelektual di Indonesia lebih baik.

Bengkulu, 19 Oktober 2016 Tim Peneliti,

Dr Candra Irawan, SH, M.Hum Dr Drs Ahmad Muslih, M.Hum M. Darudin, SH., M.H

(6)

vi

(7)

vii HALAMAN PENGESAHAN... ii RINGKASAN... iii PRAKATA ...iv DAFTAR LAMPIRAN...v DAFTAR ISI... vi BAB I. PENDAHULUAN...1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT... 8

BAB IV. METODE PENELITIAN...10

BAB V. HASIL DAN LUARAN PENELITIAN... 12

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN...25

DAFTAR PUSTAKA...26

(8)

BAB I PENDAHULUAN

Salah satu hal baru yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, adalah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Selama ini Pencipta mengalami kesulitan untuk menagih royalti kepada pihak lain yang menggunakan karyanya. Terlalu sulit bagi seorang pencipta mendatangi satu persatu pihak lain tersebut. Maka kehadiraan LMK sangat membantu dan memberi kepastian hukum untuk terpenuhinya hak ekonomi pencipta.

LMK adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan Royalti (Pasal 1 Angka (6) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional Serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif). Beberapa LMK yang sudah berdiri dan legal melaksanakan tugas dan fungsinya menghimpun dan menyalurkan royalti kepada Pencipta, antara lain:

1. Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI)1

Para tokoh seniman ini melahirkan YKCI pada tanggal 12 Juni 1990 di Jakarta. Lembaga ini menaungi para pencipta lagu memperjuangkan dan melaksanakan kegiatan penghimpunan royalti sehingga dapat dinikmati oleh para Pencipta Lagu sebagai Pemilik hak cipta selama hidupnya dan ahli warisnya.

2. ASIRINDO2

Asirindo adalah sebuah lembaga manajemen kolektif yang berdiri berdasarkan Akte Notaris dan berdasarkan izin dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk mengurusi hak – hak para produser rekaman dan perusahaan rekaman dalam memberikan lisensi/ijin reproduksi karya rekaman suara milik para produser dan perusahaan rekaman di Indonesia untuk keperluan

1http://kci-lmk.or.id/sejarah-kci/, 17/12/2016. 2http://www.asirindo.org/tentang-3.php, 17/12/2015.

(9)

pengumuman musik di wilayah hukum Indonesia. Asirindo adalah badan yang menerima secara langsung kuasa dari masing–masing produser/perusahaan rekaman untuk mengurus dan meng-administrasikan serta mengelola semua royalty atas Lisensi/ijin reproduksi karya rekaman suara seperti maksud diatas. 3. Wahana Musik Indonesia (WAMI)3

Wahana Musik Indonesia (WAMI), adalah suatu badan usaha yang bergerak dibidang Collective Management Organization (CMO) atau lembaga manajemen kolektif pengelola eksploitasi karya cipta lagu terutama untuk royalti atas Hak Mengumumkan (Performing Rights). WAMI didirikan oleh beberapa Penerbit Musik Indonesia seperti: Musica Studio, Aquarius Pustaka Musik, Trinity Optima Publishing, Jawara Pustaka Musik, Mobimax Multimedia, Penerbit Karya Musik Pertiwi, Mitra Kreasi Prima, ARKA Publishing & Universal Publishing) sebagai pemegang hak eksploitasi yang sah atas karya cipta lagu. Pada tanggal 7 Juni 2012 WAMI telah diterima menjadi anggota CISAC (International Confederation of Societies of Authors & Composers) yaitu suatu organisasi induk performing rights sedunia yang beranggotakan 269 Negara, dimana pemegang hak cipta asing secara otomatis dikelola WAMI berdasarkan perjanjian resiprokal.

Persoalan yang muncul adalah LMK yang sudah ada selama ini secara legal belum memenuhi ketentuan Pasal 87 – 93 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional Serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif. Sementara LMK tersebut sampai saat ini tetap melakukan kegiatan operasional menagih dan mengumpulkan royalti dari pihak-pihak pengguna hak cipta dan membaginya kepada pencipta sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing LMK. Maka persoalan hukum yang muncul dan akan diteliti adalah:

1. Bagaimana eksistensi Lembaga Manajemen Kolektif setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta?

2. Apakah pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif pada Undang-Undang 3http://www.wami.co.id/web2/home/index.php, 17/12/2015.

(10)

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dapat menjamin terpenuhi hak ekonomi pencipta?

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata (Pasal 1 Angka 1, 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta).

Pencipta memiliki 2 (dua) macam hak, yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta untuk mengumumkan dan memperbanyak atau memberi izin (lisensi) kepada pihak lain yang bersifat komersial. Sedangkan hak moral adalah hak yang tidak bisa dialihkan kepada pihak lain, bersifat sepanjang masa dan melekat pada diri pencipta, antara ciptaan dan penciptanya tidak dapat dipisahkan. Misalnya hak untuk dicantumkan nama pada ciptaannya, berhak mengubah dan merevisi ciptaaannya.4

Salah satu jenis ciptaan yang dilindungi menurut Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, adalah lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks. Lagu atau musik justru paling mudah ditemukan versi bajakan/hasil pelanggaran hak cipta, di pasar, pusat perbelanjaan modern (mall), usaha karaoke, dan secara on line (internet). Hal tersebut sangat merugikan pencipta lagu atau musik secara ekonomi (material), dan secara immaterial berdampak pada kekecewaan yang mengurangi hasrat menghasilkan karya baru dan bagi pemerintah telah menghilangkan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut Ketua Satuan Tugas Penanganan Pengaduan Pembajakan Karya Musik dan Film, Ari Juliano Gema, musik bajakan di Indonesia telah menguasai

4Candra Irawan, Aspek Hukum Hak Cipta, Paten dan Merek Di Indonesia, Bengkulu, UNIB Press, 2003, Hlm 33.

(12)

95,7 persen, sementara musik legal penjualannya tinggal 4,3 persen. Kondisi serupa terjadi pada industri perfilman. Catatan dari Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), pembajakan terhadap satu film saja melalui bioskop, televisi, digital, dan home video mengakibatkan potensi kerugian sebesar Rp 4,3 miliar. Jika pembajakan dilakukan kepada 100 film, maka potensi kerugian sangat besar, Rp 437,5 miliar.5 Sementara itu pengusaha rekaman Rahayu Kertawiguna (PT. Nagaswara) mengungkapkan soal kerugian yang dideritanya akibat pembajakan. Dalam hitungannya, lebih dari 10 tahun ini dirugikan Rp. 1 triliun akibat pembajakan yang dilakukan tempat hiburan karaoke.6

Suatu ciptaan boleh saja digunakan atau dikomersialkan oleh pihak lain sepanjang telah memperoleh izin (lisensi) dari pencipta atau pemegang hak cipta. Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu. Pihak yang mendapatkan lisensi wajib membayar royalti. Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait (Pasal 1 Angka 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta).

Ria Anjelfa dari hasil penelitiannya, menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk pembajakan hak cipta lagu atau musik terbagi dalam berbagai kategori yaitu Pirate, Couterfeit, dan Bootleging. Pelanggaran dalam bidang hak cipta lagu atau musik di dalam undang-undang diatur sanksi tegas baik dari segi sanksi pidana maupun sanksi perdata berupa ganti rugi. Oleh karenanya untuk memberantas masalah pembajakan hak cipta lagu atau musik dibutuhkan campur tangan pemerintah dalam penegakkan hukumnya dengan bantuan dari pihak kepolisian, pihak kejaksaan dan juga bea cukai. Dengan adanya perlindungan hukum terhadap hak cipta diharapkan dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap hak

5Aloysius B Kurniawan, Kerugian Akibat Pembajakan Musik Rp 4 Triliun per Tahun http://print.kompas.com/baca/2015/09/18/, Diakses 14/03/2016

6Alamanda, Ironi Industri Musik Indonesia, Rugi Triliunan Dilibas Pembajakan, Http://Www.Gulalives.Com/2015/05/18/, Diakses 14/03/2016.

(13)

cipta.7 Perbuatan pelanggaran hak cipta tentu saja merupakan suatu perbuatan melawan hukum, selain itu juga mengakibatkan kerugian dimana kerugian itu tidak hanya bagi pencipta atau pemegang hak cipta melainkan juga mengakibatkan kerugian pada:

1. Kerugian yang diderita oleh masyarakat berupa rendahnya kreativitas dalam menciptakan suatu karya cipta karena semakin banyaknya barang yang di jual di pasaran dengan harga relatif murah, selain itu karena karya cipta yang dihasilkan tidak mendapatkan penghargaan dan perlindungan hukum yang pasti.

3. Kerugian yang diderita negara merupakan hilangnya pajak yang seharusnya diterima oleh negara.

4.

Kerugian yang diderita pencipta, dimana keuntungan yang seharusnya didapat (royalti) dapat digunakan untuk biaya pengembangan tidak diperoleh karena tindakan tersebut.8

Pencipta atau pemegang hak cipta cukup sulit untuk mengidentifikasi dan menagih royalti pihak-pihak lain yang telah menggunakan atau mengkomersialkan lagu atau musik yang dimilikinya. Ada perusahaan penyiaran (Televisi, Radio), perusahaan karaoke, rumah makan/restoran/kafe, hotel, perusahaan penerbangan dan jenis usaha lainnya. Seorang pencipta tidak dapat melaksanakan sendiri secara maksimal tanpa adanya bantuan dari organisasi profesi hak cipta yang menangani secara khusus masalah itu. Para pencipta atau pemegang hak cipta secara perorangan tidak mungkin mendatangi setiap penyelenggara acara musik satu per satu seperti konser, televisi, radio, hotel, karaoke, klub malam dan lain-lain untuk menagih hak ekonominya.9 Maka kehadiran LMK membuka peluang bagi pencipta/pemegang hak cipta untuk mendapatkan royalti yang layak dan menekan pembajakan dan komersialisasi lagu/musik secara melanggar hak cipta. Misalnya 7Ria Anjelfa, Perlindungan Hukum Atas Karya Hasil Rekaman Suara Yang Dikonversi

Dalam Bentuk Compact Discs (CD), Jurnal Notarius Edisi 08 Nomor 2 September (2015), Fakultas

Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Hlm 315. 8Ibid, Hlm 338.

9Rezky Lendi Maramis, Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Karya Musik Dan Lagu

Dalam Hubungan Dengan Pembayaran Royalti, Jurnal Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014,

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/viewFile/4537/4065, Hlm 121, Diakses 17/03/2016.

(14)

yang dilakukan Anang Hermansyah selaku pemilik Anang Family Karaoke yang berada di Jl. Letjen Sutoyo No. 28 Kota Malang, menyerahkan royalti kepada para artis, pencipta lagu dan produser musik senilai Rp. 40 juta untuk satu bulan. Royalti itu diterima oleh salah satu LMK bernama Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI).10 Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) telah menyerahkan royalti kepada Soesilo Bambang Yudoyono (SBY) sebesar Rp. 16,600,000,- (enam belas juta enam ratus ribu rupiah) setelah dipotong pajak. Royalti tersebut diperoleh dari pembayaran para pengguna (user) seperti rumah-rumah karaoke, panggung pertunjukan, siaran radio dan televisi, hotel dan restoran serta tempat-tempat hiburan lainnya di seluruh Indonesia dan juga di seluruh dunia, selama kurun waktu 3 tahun berjalan.11

Di Amerika Serikat peranan LMK dalam melindungi hak ekonomi pencipta lagu/musik sangat besar. Contohnya ASCAP (American Society of Composers, Authors and Publishers) yang didirikan tahun 1914, pada tahun 2006 berhasil mengumpulkan royalti pemakaian lagu/musik US $680 juta (sekitar Rp. 6 triliun), JASRAG (Japanese Society for rights of Authors, Composers and Publishers) berhasil mengumpulkan royalti sebesar 113 miliar yen (sekitar Rp. 8,7 triliun).12

10 http://mediacenter.malangkota.go.id/2014/03/beri-contoh-anang-serahkan-royalti-pelaku-musik/, Diakses 17/03/2016

11 http://showbiz.liputan6.com/read/2113588/kci-berikan-royalti-ke-presiden-sby-rp-16600000, Diakses 17/03/2016.

12Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2008, Hlm 229, Iman Sjahputra, Menggali Keadilan Hukum Analisis Politik Hukum dan Hak Kekayaan Intelektual, PT. Alumni, Bandung, 2009, Hlm 81.

(15)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui, menganalisis dan menjelaskan eksistensi Lembaga Manajemen Kolektif setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

2. Mengetahui, menganalisis dan menjelaskan pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta agar dapat menjamin terpenuhi hak ekonomi pencipta.

B. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat secara teoritis

a. Memberikan deskripsi yang jelas mengenai eksistensi Lembaga Manajemen Kolektif setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Deskripsi tersebut memudahkan pihak lain yang mendalami masalah hukum kekayaan intelektual lebih mengerti dan dapat melakukan penelitian lanjutan berkenaan dengan LMK di Indonesia.

b. Memperkaya khazanah kajian hukum kekayaan intelektual dan dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan materi kuliah pada mata kuliah Hukum Kekayaan Intelektual.

2. Manfaat secara praktis

a. Memberi pemahaman secara utuh mengenai hukum kekayaan intelektual berkaitan dengan eksistensi LMK di Indonesia dan perlindungan terhadap hak ekonomi pencipta lagu/musik.

b. Bagi pengelola LMK dan pencipta dapat mengetahui posisinya masing-masing, dan menjadikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai pedoman dalam membuat kontrak

(16)

kerjasama hak ekonomi pada pengguna lagu/musik dan membagi hasil royalti yang berhasil dikumpulkan.

(17)

BAB IV

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (doktrinal) yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum pustaka. Hukum dimaknai tidak hanya dipandang sebagai suatu perangkat kaidah atau asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi juga mencakup lembaga (institutions) dan proses (proces) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.13 Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan agar dapat memperoleh bahan hukum yang akurat dan kontekstual serta mampu menjawab permasalahan yang diteliti. Pendekatan undang-undang (statute approach ) dilakukan dengan mempelajari berbagai aturan hukum mengenai hak cipta, LMK dan royalti. Pendekatan kasus (case approach) bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan persoalan sengketa hak cipta dan royalti. Pendekatan historis (historical approach) dilakukan mendalami latar belakang pengaturan LMK di dalam Undang-Undang Hak Cipta.14

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer (peraturan perundang-undangan, catatan resmi (risalah dalam pembuatan undang-undang) dan putusan pengadilan), bahan hukum sekunder (publikasi mengenai hukum hak cipta dan LMK, buku-buku, makalah/paper hukum, jurnal hukum, majalah hukum, artikel, media massa dan komentar atas putusan pengadilan). Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara mencari bahan hukum baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, melalui penelusuran berbagai sumber pustaka, Lembaran Negara, Internet, dan sumber informasi lainnya.

13Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan

Karya Tulis), Alumni, Bandung, 2006, hlm.91.

14Berdasarkan pendapat dari Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum

(18)

Analisis bahan hukum dilakukan secara kualitatif.15 Bahan hukum primer, bahan sekunder dan bahan non hukum yang diperoleh dari hasil penelitian disusun secara sistematis untuk kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis dipaparkan secara naratif preskriptif untuk menjelaskan eksistensi LMK dan kontirbusinya terhadap pemenuhan hak ekonomi bagi pencipta/pemegang hak cipta lagu/musik.

15Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hlm. 11 – 26, dan Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif

(19)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN LUARAN YANG DICAPAI

A. EKSISTENSI LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA

Pengaturan tentang LMK dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta merupakan hal yang baru. Hal ini dilakukan karena adanya kebutuhan mendesak berkaitan dengan keinginan dari pemerintah untuk dapat lebih melindungi kepentingan ekonomi pencipta lagu/musik. Selama ini pencipta lagu/musik mengalami kesulitan untuk mendapatkan hak ekonominya (royalti) dari pengguna lagu/musik ciptannya karena tidak memiliki lembaga yang bertugas menagih dan mengumpulkan royalti.

Pengaturan mengenai LMK dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, terdapat pada:

1. Pasal 1 angka 22

Merupakan definsi dari Lembaga Manajemen Kolektif, yang menyatakan: institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. 2. Pasal 23 ayat (5)

Pasal 23 ayat (5) menyinggung LMK berkaitan dengan penggunaan hak terkait dengan hak cipta, yang menyatakan:

Setiap Orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.

Pada penjelasan pasal tersebut, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan

“imbalan kepada pencipta” adalah royalti yang nilainya ditetapkan secara

standar oleh Lembaga Manajemen Kolektif. 3. Pasal 87, 88, 89, 90, 91, 92 dan 93.

(20)

(1) Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

(2) Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif.

(3) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar Royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan. (4) Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan

Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif.

Pasal 88

(1) Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) wajib mengajukan Permohonan izin operasional kepada Menteri.

(2) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. berbentuk badan hukum Indonesia yang bersifat nirlaba; b. mendapat kuasa dari Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti; c. memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 (dua ratus) orang Pencipta untuk Lembaga Manajemen Kolektif bidang lagu dan/atau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan paling sedikit 50 (lima puluh) orang untuk Lembaga Manajemen Kolektif yang mewakili pemilik Hak Terkait dan/atau objek Hak Cipta lainnya; d. bertujuan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti; dan e. mampu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait. (3) Lembaga Manajemen Kolektif yang tidak memiliki izin operasional

dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti.

(21)

Pasal 89

(1) Untuk pengelolaan Royalti Hak Cipta bidang lagu dan/atau musik dibentuk 2 (dua) Lembaga Manajemen Kolektif nasional yang masing-masing merepresentasikan keterwakilan sebagai berikut: a. kepentingan Pencipta; dan b. kepentingan pemilik Hak Terkait.

(2) Kedua Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti dari Pengguna yang bersifat komersial. (3) Untuk melakukan penghimpunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

kedua Lembaga Manajemen Kolektif wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran Royalti yang menjadi hak masing-masing Lembaga Manajemen Kolektif dimaksud sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan.

(4) Ketentuan mengenai pedoman penetapan besaran Royalti ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan disahkan oleh Menteri.

Pasal 90

Dalam melaksanakan pengelolaan hak Pencipta dan pemilik Hak Terkait Lembaga Manajemen Kolektif wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan diumumkan hasilnya kepada masyarakat melalui 1 (satu) media cetak nasional dan 1 (satu) media elektronik.

Pasal 91

(1) Lembaga Manajemen Kolektif hanya dapat menggunakan dana operasional paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan Royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya.

(2) Pada 5 (lima) tahun pertama sejak berdirinya Lembaga Manajemen Kolektif berdasarkan Undang-Undang ini, Lembaga Manajemen Kolektif dapat menggunakan dana operasional paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah keseluruhan Royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya.

Pasal 92

(1) Menteri melaksanakan evaluasi terhadap Lembaga Manajemen Kolektif, paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.

(2) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan Lembaga Manajemen Kolektif tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, Pasal 89 ayat (3), Pasal 90, atau Pasal 91, Menteri mencabut izin operasional Lembaga Manajemen Kolektif.

(22)

Pasal 93

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penerbitan izin operasional, serta evaluasi mengenai Lembaga Manajemen Kolektif diatur dengan Peraturan Menteri.

4. Pasal 119

Setiap Lembaga Manajemen Kolektif yang tidak memiliki izin operasional dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) dan melakukan kegiatan penarikan royalti dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

5. Pasal 121 huruf e, f dan g

e. penghimpunan dan Pendistribusian Royalti yang dilakukan oleh organisasi profesi atau lembaga sejenis dengan sebutan apapun yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap dapat dilakukan sampai dengan terbentuknya Lembaga Manajemen Kolektif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;

f. organisasi profesi atau lembaga sejenis dengan sebutan apapun sebagaimana dimaksud dalam huruf e, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 88, dan Pasal 89 terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini;

g. organisasi profesi atau lembaga sejenis dengan sebutan apapun yang telah ada yang tugas dan fungsinya menghimpun, mengelola, dan/atau mendistribusikan Royalti sebelum berlakunya Undang-Undang ini wajib menyesuaikan dan berubah menjadi Lembaga Manajemen Kolektif dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan penerbitan izin operasional, serta evaluasi mengenai Lembaga Manajemen Kolektif diatur dengan Peraturan Menteri. Maka diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif.

Syarat dan tata cara permohonan dan penerbitan izin operasional Lembaga Manajemen Kolektif diatur pada Pasal 2, 3 dan 4, Bab II, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata

(23)

Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif. Setiap LMK wajib memiliki izin operasional. Secara ringkas melalui mekanisme sebagai berikut:

1. LMK dalam mengurus izin operasiona harus memenuhi syarat: a. berbentuk badan hukum indonesia yang bersifat nirlaba; b. mendapat kuasa dari pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti; c. memiliki pemberi kuasa sebagai anggota paling sedikit 200 (dua ratus) orang pencipta untuk LMK bidang lagu dan/ atau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan paling sedikit 50 (lima puluh) orang untuk LMK yang mewakili pemilik hak terkait dan/ atau objek hak cipta lainnya; d. bertujuan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royal ti; dan e. mampu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait.

2. LMK mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM RI yang disampaikan secara langsung dengan melampirkan dokumen pendukung: a. salinan Akta Pendirian; b. salinan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum; c. surat kuasa dari pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait; c. anggaran dasar LMK; d. fotocopy kartu tanda penduduk pengurus LMK; e. daftar nama anggota LMK; f. daftar karya Ciptaan dan/ atau daftar produk hak terkait yang dikelola oleh lmk; dan g. surat pernyataan mampu menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait.

3. Menteri melakukan pemeriksaan terhadap permohonan.

4. Dalam hal permohonan telah memenuhi persyaratan, Menteri memberikan izin operasional dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.

5. Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan disertai dengan alasan penolakan.

(24)

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif membedakan dua jenis LMK, yaitu LMK Nasional Pencipta dan LMK Nasional Hak Terkait. LMK Nasional Pencipta dan LMK Nasional Hak Terkait memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial. Dalam menghimpun royalti dari pengguna, LMK Nasional Pencipta dan LMK Nasional Hak Terkait wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing LMK sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan. LMK Nasional Pencipta dan LMK Nasional Hak Terkait dapat mendelegasikan kewenangannya kepada LMK sejenis yang berada di bawah koordinasinya (Pasal 5).

Secara normatif tugas LMK Nasional Pencipta dan LMK Nasional Hak Terkait, adalah: a. menyusun kode etik LMK di bidang lagu dan/atau musik; b. melakukan pengawasan terhadap LMK di bidang lagu dan/atau musik; c. memberikan rekomendasi kepada Menteri untuk menjatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh pengurus LMK; d. memberikan rekomendasi kepada Menteri terkait dengan perizinan LMK di bidang lagu dan/atau musik yang berada di bawah koordinasinya; e. menetapkan sistem dan tata cara penghitungan pembayaran Royalti oleh pengguna kepada LMK; f. menetapkan tata cara pendistribusian Royalti dan besaran Royalti untuk Pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait; g. melakukan mediasi atas sengketa Hak Cipta dan Hak Terkait; dan h. memberikan laporan kinerja dan laporan keuangan kepada Menteri (Pasal 6).

LMK Nasional Pencipta dan LMK Nasional Hak Terkait dipimpin oleh komisioner yang bersifat independen, berjumlah ganjil paling banyak 5 (lima) orang yang berasal dari unsur: a. LMK di bidang lagu dan/atau musik; b. pencipta; c. akademisi; dan d. ahli/pakar hukum di bidang hak cipta. Masa jabatan komisioner LMK nasional paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pertama kali, komisioner

(25)

LMK nasional dipilih oleh panitia seleksi yang bersifat independen yang dibentuk dan ditetapkan oleh Menteri, dan selanjutnya dipilih oleh panitia seleksi yang bersifat independen yang dibentuk dan ditetapkan oleh komisioner (Pasal 7, 8). Pertama kali komisioner LMKN Pencipta terdiri dari: Rhoma Irama, James Freddy Sunda, Adi Adrian (Adi Kla Project), Iman Haryanto, Slamet Adriyadie dan LMKN Hak Terkait terdiri dari: Rd. M. Samsudin Dajat Hardjakusumah (Sam Bimbo), Ebiet G. Ade, Djanuar Ishak, Miranda Risang Ayu, dan Handi Santoso.16

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 juga mengatur tentang akuntabilitas LMK Pencipta dan LMK Hak Terkait Nasional. LMK nasional wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali yang disampaikan kepada Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah selesai dilakukan audit dan diumumkan hasilnya kepada masyarakat melalui media cetak nasional dan media elektronik. Hasil audit tersebut akan menjadi pertimbangan bagi Menteri dalam evaluasi terhadap LMK dan LMK nasional (Pasal 9, 10). Menteri dapat mencabut izin operasional LMK setelah dilakukan evaluasi, apabila: a. bentuk badan hukumnya berubah menjadi badan hukum yang bersifat mencari keuntungan; b. tidak mendistribusikan royalti kepada pencipta dan/atau pemilik hak terkait; c. tidak memiliki atau kurang dari 200 (dua ratus) orang pemberi kuasa untuk LMK bidang lagu dan/ a tau musik yang mewakili kepentingan pencipta dan kurang dari 50 (lima puluh) orang pemberi kuasa untuk LMK yang mewakili pemilik hak terkait dan/ atau objek hak cipta lainnya; d. tidak melakukan koordinasi dalam menetapkan besaran royalti, baik antar LMK sejenis maupun antara LMK kepentingan Pencipta dengan LMK kepentingan pemilik hak terkait; e. tidak melakukan audit kinerja dan audit keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik; f. tidak mengumumkan kepada masyarakat hasil audit 16Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menkumham

Melantik Komisioner LMKN Pencipta dan LMKN Hak Terkait,

http://www.kemenkumham.go.id/v2/berita/330-menkumham-melantik-komisioner-lmkn-pencipta-dan-lkmn-hak-terkait#sthash.s5RjH8YI.dpuf, Diakses tanggal 12/10/2016.

(26)

kinerja dan audit keuangan melalui media cetak nasional dan media elektronik; dan g. menggunakan dana operasional lebih dari 20°/o (dua puluh persen) setelah 5 (lima) tahun pertama dan/ a tau menggunakan dana operasional lebih dari 30% (tiga puluh persen) untuk 5 (lima) tahun pertama dari jumlah keseluruhan Royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya (Pasal 11). Menteri dalam melakukan pencabutan izin LMK, mendengar dan memperhatikan rekomendasi dari LMK nasional terkait yang didahului memperingatkan LMK yang tidak mematuhi atau LMK yang melakukan pelanggaran setelah diberikan peringatan sebanyak 3 (tiga) kali, sleanjutya Menteri mengumumkan pencabutan izin operasional LMK dalam laman elektronik resmi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Direktorat Jenderal. Menteri mendelegasikan kepada Direktur Jenderal untuk melaksanakan seluruh kewenangan Menteri berdasarkan Peraturan ini (Pasal 12, 13).

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif, sampai tahun 2016, ada 6 (enam) LMK yang telah memiliki izin operasional, terdiri dari:

a. Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) yang merupakan LMK pencipta, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor HKI.2-OT.03.01-06 tentang Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI).

b. Wahana Musik Indonesia (WAMI) yang merupakan LMK pencipta, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor HKI.2-OT.03.01-05 tentang Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif Wahana Musik Indonesia (WAMI).

c. Royalti Anugrah Indonesia (RAI) yang merupakan LMK pencipta, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor HKI.2-OT.03.01-08 tentang Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif Royalti Anugrah Indonesia (RAI).

(27)

d. Perlindungan Hak Penyanyi dan Pemusik Rekaman Indonesia (PAPPRI) yang merupakan LMK hak terkait, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor HKI.2.-OT.03.01-07 tentang Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif Perlindungan Hak Penyanyi dan Pemusik Rekaman Indonesia (PAPPRI).

e. Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) yang merupakan LMK hak terkait, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor HKI.2-OT.03.01-04 tentang Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI).

f. Artis Dangdut Indonesia (ARDI) yang merupakan LMK hak terkait, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor HKI.2-OT.03.01-08 Tahun 2015 tentang Izin Operasional Lembaga Manajemen Kolektif Artis Dangdut Indonesia (ARDI).

Pengaturan LMK di Indonesia sudah cukup kuat dalam memberikan landasan hukum dan landasan operasional LMK. Eksistensi LMK sudah lebih terjamin dan terlindungi oleh hukum serta memiliki akuntabilitas publik sepanjang pengawasan dan evaluasi dari Kementerian Hukum dan HAM RI khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dilakukan secara konsisten dan penjatuhan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku.

B. LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF DAN JAMINAN TERPENUHI HAK EKONOMI PENCIPTA

Berkaitan dengan LMK dan royalti, masih ada ketidakjelasan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC 2014) meskipun sudah terjawab dengan terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif. Ada tiga permasalahan, yaitu:17

17Agus Riyanto, Penentuan dan Penetapan Besaran Royalti, http://business-law.binus.ac.id/2015/04/21/penentuan-dan-penetapan-besaran-royalti/, Diakses 16/10/2016.

(28)

Pertama, siapa yang dimaksud dengan pengguna lagu yang bersifat komersial sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (24) juncto Pasal 87 ayat (1), (4) dan Pasal 89 ayat (2) UUHC 2014. yang menjadi pertanyaan adalah siapa yang termasuk kategorisasi pengguna lagu yang bersifat komersial itu? Pasal 1 ayat (24) UUHC 2014 menggunakan kata penggunaan secara komersial tanpa adanya kata lagu. Penggunaan secara komersial diterjemahkan pemanfaatan ciptaan dan/atau produk hak terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar. Terdapat dua kemungkinan, yaitu (1) merujuk kepada arti pengguna lagu secara komersial dan (2) juga terbuka tidak termasuk arti pengguna lagu secara komersial, sementara di dalam penjelasan UUHC 2014 dikatakan cukup jelas. Hal ini berarti membuka penafsiran yang berbeda-beda dan semuanya kembali kepada yang memberikan penilaian terhadap kata penggunaan secara komersial. Apakah pengguna lagu secara komersial itu merujuk kepada penggunaan (dengan memperdengarkan) karya cipta yang telah dibelinya (seperti kaset atau compact disc/CD) sepanjang tidak untuk diperdengarkan dan dengan tujuan untuk tidak mendapat keuntungan yang bersifat materi/komersial adalah diperbolehkan dan hal ini berarti tidaklah termasuk penggunaan lagu yang bersifat komersial. Kondisi yang berbeda terhadap karya cipta (musik misalnya) kemudian dipergunakannya (diumumkan atau diperbanyak) untuk kepentingan komersial, maka ada kewajiban untuk membayar royalti. Misalnya, menjadikan musik sebagai bagian dari proses dan aktivitas pertunjukan yang memang memungut biaya dari penontonnya atau memperdengarkan musik itu sebagai daya tarik untuk berkunjungnya konsumen. Penggunaan karya cipta tersebut akan dapat dikenakan kewajiban pembayaran royalti. Jika hal itu termasuk, maka berarti industri hiburan dan para pengusaha harus membayar royalti jika menggunakan musik untuk kepentingan mereka. Seperti mal-mal besar (di mana perusahaan retail besar ada di dalamnya), kafe-kafe, tempat karaoke, warung makan, konser, pentas seni mahasiswa, termasuk tempat seperti

(29)

house musik, seperti kafe-kafe dangdut di pinggir jalan adalah pihak-pihak yang akan terkena membayar besaran royalti.

Kedua, arti terminologi imbalan yang wajar yang diatur oleh Pasal 87 (ayat 1) UUHC 2014 dan Ketiga, LMKN dalam penetapan besaran royalti haruslah sesuai dengan kelaziman di dalam praktik berdasarkan keadilan (Pasal 89 ayat (1) dan (2) UUHC 2014). Arti terminologi imbalan yang wajar yang diatur Pasal 87 ayat (1) UUHC 2014 juga mengundang tanya yang tidak terjawabkan UUHC 2014 itu sendiri. Wajar itu batasannya apa dan ukuran wajar itu menurut siapa (sehingga menjadi subjektif)? Wajar menurut LMKN akan berbeda ukurannya dengan pengguna lagu secara komersial tentang besaran royaltinya. Ketentuan yang seperti ini membuka peluang terjadinya salah pengertian penentuan jika di dalam menentukannya dilakukan secara sepihak saja dan pihak yang akan dikenakan tidak didiskusikan terlebih dahulu dengannya. Artinya, besaran royalti yang telah ditentukan secara sepihak dapat berakibat kepada penolakan dari pihak lainnya. Di samping itu, berapa sesungguhnya besaran imbalan yang wajar menjadi relatif sulit ditentukan jika tidak ada standar yang jelas dan disetujui oleh para pihak. Dengan kondisi demikian ini, maka tidak tercapai kesepakatan menjadi besar kemungkinan terjadi. Tidak tercapainya suatu kesepakatan bersama itu juga pada akhirnya akan berdampak buruk kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait, termasuk juga kepada negara dari aspek pajaknya.

Ketiga, apa yang dimaksud dengan ketentuan kelaziman dan keadilan itu? LMKN dalam penetapan besaran royalti harus sesuai kelaziman dalam praktiknya berdasarkan keadilan (Pasal 89 (ayat 1) dan (2) UUHC 2014). Artinya, kelaziman dan keadilan yang diatur adalah terlalu umum dan tidak ada paramter yang dapat dijadikan pegangan di dalam menentukan besaran royalti yang ditetapkan LMKN dan yang harus dibayar royalti pengguna lagu secara komersial, sehingga kedua wording tersebut terbuka diperdebatkan oleh masing-masing pihak. Akibat dari masalah ini, maka sulit sekali mencari titik temu angka besaran royaltinya.

(30)

Kata kelaziman dan keadilan itu menjadi sangat relatif dan tergantung sudut pandang mana menilainya. Terjadinya kondisi demikian terjadi karena keduanya berpegang kepada dalilnya sendiri-sendiri. Hal ini semuanya bermula dari ketidakjelasan apa yang diatur oleh Pasal 89 (ayat 1) dan (2) UUHC 2014 tersebut. Pasal 89 ayat (4) UUHC 2014 itu sendiri telah membuka untuk dapat lebih memperjelasnya. Pasal tersebut mengatur bahwa mengenai pedoman di dalam penetapan besaran royalti ditetapkan oleh LMKN. Hal ini berarti kekurangan ketidakjelasaan yang ada di dalam hal penetapan besaran royalti itu masih dapat diselesaikan. Lebih tepat jika dalam penetapannya juga melibatkan dan berdiskusi dengan pihak yang akan menjadi objek besaran royalti, yaitu pengguna secara komersial. Artinya, ada suatu tahapan perundingan terlebih dahulu dan tertuang jelas di dalam kesepakatan perdata antara LMKN dengan pengguna secara komersial dan untuk itu ada besaran royalti yang telah disetujui bersama. Oleh karena itu, harus ada formula perhitungan yang jelas yang ditetapkan LMKN dan telah disetujui oleh Menteri.

Secara normatif keberadaan LMK sudah dapat menjamin bagi pencipta lagu/musik dalam mendapatkan hak ekonominya. Sudah ada kepastian hukum bagi legalitas eksistensi LMK di Indonesia.18 Pencipta lagu/musik harus aktif menjadi anggota dari LMK dan secara mandiri juga melakukan pemantauan terhadap penggunaan lagu/musik oleh para pengguna di seluruh Indonesia. Pencipta lagu/musik juga memiliki pilihan untuk masuk menjadi anggota LMK, dan apabila LMK yang dimasukinya dianggap merugikan kepentingan ekonomi pencipta dapat keluar dan pindah pada LMK lainnya yang lebih profesional. Semakin banyak LMK yang didirikan dan diizinkan oleh Menteri maka akan terjadi persaingan sehat antar LMK, yang pada akan menguntungkan pencipta.

18Arief Rahmat Gustian

,

Pemberdayaan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Melindungi Hak Ekonomi Pencipta Lagu atau Musik, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (tidak

(31)

C. LUARAN YANG DICAPAI

Luaran penelitian ini masih berupa laporan penelitian dan akan dirancang secepatnya artikel ilmiah hukum yang direncanakan dimuat dalam jurnal ilmiah hukum nasional yang tidak terakreditasi atau terakreditasi DIKTI. Diperkirakan akan diajukan pemuatannya pada tahun 2017 setelah melalui perbaikan dan pemutakhiran data sesuai dengan perkembangan hukum hak cipta dan LMK di Indonesia.

(32)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Eksistensi Lembaga Manajemen Kolektif setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan diterbitkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif semakin kuat dan memiliki kepastian hukum dalam melakukan kegiatan operasional usahanya.

2. Pengaturan Lembaga Manajemen Kolektif pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif secara normatif sudah dapat menjamin terpenuhi hak ekonomi pencipta lagu/musik. LMK memiliki akuntabilitas publik sepanjang pengawasan dan evaluasi dari Kementerian Hukum dan HAM RI khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dilakukan secara konsisten dan penjatuhan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku.

B. SARAN

1. LMKN sebagai lembaga yang dibentuk pemerintah harus pro aktif melakukan pengawasan terhadap LMK baik sudah diberikan izin oleh Kementerian Hukum dan HAM RI maupun LMK yang belum berizin. 2. Pencipta lagu/musik harus aktif menjadi anggota LMK yang sudah berizin

dan secara aktif juga melakukan pemantauan terhadap penggunaan ciptaan lagu/musik secara mandiri dan berkoordinasi dengan LMK.

3. LMK Pencipta dan LMK Hak Terkait harus lebih mampu menjangkau pengguna lagu/musik di seluruh Indonesia dan melaporkan hasil penagihan royaltinya secara jujur dan akuntabel.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Agus Riyanto, Penentuan dan Penetapan Besaran Royalti, http://business-law.binus.ac.id/2015/04/21/penentuan-dan-penetapan-besaran-royalti/, Diakses 16/10/2016.

Arief Rahmat Gustian, Pemberdayaan Lembaga Manajemen Kolektif Dalam Melindungi Hak Ekonomi Pencipta Lagu atau Musik, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (tidak diterbitkan), 2016.

Alamanda, Ironi Industri Musik Indonesia, Rugi Triliunan Dilibas Pembajakan, Http://Www.Gulalives.Com/2015/05/18/, 14/03/2016.

Aloysius B Kurniawan, Kerugian Akibat Pembajakan Musik Rp 4 Triliun per Tahun, http://print.kompas.com/baca/2015/09/18/, 14/03/2016

Candra Irawan, Aspek Hukum Hak Cipta, Paten dan Merek Di Indonesia, Bengkulu, UNIB Press, 2003.

http://kci-lmk.or.id/sejarah-kci/, 17/12/2016. http://mediacenter.malangkota.go.id/2014/03/beri-contoh-anang-serahkan-royalti-pelaku-musik/, Diakses 17/03/2016 http://showbiz.liputan6.com/read/2113588/kci-berikan-royalti-ke-presiden-sby-rp-16600000, 17/03/2016. http://www.asirindo.org/tentang-3.php, 17/12/2015. http://www.wami.co.id/web2/home/index.php, 17/12/2015.

Iman Sjahputra, Menggali Keadilan Hukum Analisis Politik Hukum dan Hak Kekayaan Intelektual, PT. Alumni, Bandung, 2009.

Menteri Hukum dan HAM RI, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Tata Cara Permohonan dan Penerbitan Izin Operasional serta Evaluasi Lembaga Manajemen Kolektif, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1699.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2016 tentang Hak Cipta, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599.

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006.

(34)

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis), Alumni, Bandung, 2006.

Otto Hasibuan, Hak Cipta Di Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2008.

Rezky Lendi Maramis, Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Karya Musik Dan Lagu Dalam Hubungan Dengan Pembayaran Royalti, Jurnal Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014, http://ejournal.unsrat.ac.id /index.php/lexprivatum/ article/viewFile/4537/4065, 17/03/2016.

Ria Anjelfa, Perlindungan Hukum Atas Karya Hasil Rekaman Suara Yang Dikonversi Dalam Bentuk Compact Discs (CD), Jurnal Notarius Edisi 08 Nomor 2 September (2015), Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Cetakan Ke-4, Jakarta, 1995.

(35)

Lampiran 1

Personalia Tenaga Pelaksana Penelitian

Ketua Peneliti A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap (dengan gelar)

Dr Candra Irawan, S.H., M.Hum

2 Jenis Kelamin Laki-laki

3 Jabatan Fungsional Lektor Kepala

4 NIP/NIK/Identitas lainnya 197310151997021001

5 NIDN 0015107305

6 Tempat dan Tanggal Lahir Kayuara, 15 Oktober 1973

7 E-mail Candrawan73@gmail.com

8 Nomor Telepon/HP 0852 9590 4007

9 Alamat Kantor Jalan WR Supratman Bengkulu 10 Nomor Telepon/Faks 0736-20653/0736-20653 11 Lulusan yang Telah

Dihasilkan

S-1 = 40 orang; S-2 = 7 orang; S-3 = - orang 12 Mata Kuliah yg Diampu 1. Hukum Hak Kekayaan Intelektual

2. Hukum Ekonomi 3. Hukum Investasi

4. Transaksi Bisnis Internasional B. Riwayat Pendidikan S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Universitas Bengkulu, Bengkulu Universitas Diponegoro, Semarang Universitas Padjadjaran, Bandung

Bidang Ilmu Ilmu Hukum Ilmu Hukum,

Konsentrasi Hukum Ekonomi dan Teknologi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis Tahun Masuk-Lulus 1991-1996 1999-2001 2007-2010 Judul Skripsi/Tesis/ Disertasi Praktik Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku Pada Perusahaan Studio Photo di Kota Bengkulu

Hukum dan

Pemberdayaan Usaha Kecil: Kajian Kritis Implementasi Kebijakan

Pemerintah Terhadap Pemberdayaan Usaha Kecil di Kota Bengkulu

Politik Hukum Dalam Kerangka Harmonisasi Prinsip-Prinsip Perjanjian Perdagangan Terkait Aspek-Aspek Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs Agreement Dalam Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia Dikaitkan Dengan Perlindungan Terhadap Kepentingan

(36)

Nasional Nama Pembimbing/ Promotor Joko Susetyanto, S.H., M.S Nengsih, S.H Prof Dr Esmi Warassihpujirahayu, S.H., M.S Prof Dr Eddy Damian, S.H Prof Dr Ahmad M. Ramli, S.H, M.H Prof Dr Huala Adolf, S.H., LL.M

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp) 1 2008 Model Penanggulangan

Tindakan Pelanggaran Hak Cipta Atas Software Pada Pelaku Usaha Jual Beli Kumputer dan Penyewaan Komputer, Penelitian Hibah Bersaing, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional 40.000.000,00

2 2006 Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Pengetahuan Tradisional Masyarakat Bengkulu Penelitian Hibah Bersaing, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional 45.000.000,00

3 2006 Kajian Kemitraan Petani Dengan Perusahaan Perkebunan Di Propinsi Bengkulu Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Bengkulu 60.000.000,00

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta Rp) 1 2013 Perubahan Anggaran Dasar

PT. Bank Bengkulu.

PT. Bank Bengkulu

(37)

2 2010 Penyuluhan Hukum Interaktif Tentang Hak Cipta,

Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Propinsi Bengkulu di Radio ELBAS FM Bengkulu. Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Propinsi Bengkulu 5.000.000,00

3 2011 Penyuluhan Hukum Interaktif Tentang Hukum Pendaftaran Merek Dagang dan Jasa, Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Propinsi Bengkulu di Radio ELBAS FM Bengkulu. Kementerian Hukum dan HAM RI Kantor Wilayah Propinsi Bengkulu 5.000.000,00

3 2010 Dialog Hukum Hak Cipta Batik Besurek Bengkulu, TVRI Stasiun Daerah Bengkulu

TVRI Stasiun Daerah Bengkulu

500.000,00

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal alam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/ Nomor/Tahun 1 2015 Problematika Penerapan

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 dalam Penyelesaian Sengketa Perdata di Indonesia Jurnal Hukum Acara Perdata (ADHAPER) Vol. 1, No. 2, Juli – Desember 2015

1 2011 Filsafat Pancasila Sebagai Landasan Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia

Bengkoelen Justice, Program Studi Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Bengkulu Vol. 1 No. 2 Tahun 2011 2 2011 Persoalan Cacat

Konstitusional Dalam Hukum Ekonomi Indonesia: Analisis Yuridis Konstitusional Terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun

Jurnal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi dan Pusat Kajian Konstitusi Hukum Universitas Volume IV No. 2 November 2011

(38)

2001 tentang Minyak dan Gas Gas, dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Bengkulu.

3 2007 Refleksi dan Relevansi Mahzab-Mahzab Pemikiran

Hukum Terhadap

Pengembangan Ilmu Hukum

Jurnal Ilmiah KUTEI FH UNIB Edisi 12 maret 2007, ISSN 1412-9639 4 2006 Analisis Yuridis Faktor-Faktor

Penghambat Pemberantasan Tindak Pidana Hak Cipta di Kota Bengkulu Jurnal Ilmiah KUTEI FH UNIB Edisi 11 September 2006, ISSN 1412-9639 F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Pertemuan Ilmiah / Seminar

Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat 1 Seminar Pengkajian Hukum Nasional (SPHN), Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia (KHN RI)

Politik Hukum Dan

Harmonisasi Prinsip-Prinsip TRIPs Agreement Ke Dalam Undang-Undang Kekayaan Intelektual Demi Kepentingan Nasional Tanggal, 15 -16 November 2011, di Hotel Millenium, Jakarta 2 Seminar Nasional

Peran OJK Dalam Investasi Bodong di Bengkulu

Produk Investasi Ilegal (Bodong) Dan Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Melindungi Masyarakat (Investor/Nasabah/Konsumen)

Bengkulu, 09 Februari 2016

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul Buku Tahun Jumlah

Halaman

Penerbit 1 Politik Hukum Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) Indonesia

2011 XVII + 390 CV Mandar Maju Bandung (Anggota IKAPI) 2 Aspek Hukum dan Mekanisme

Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan (ADR) Di Indonesia

2010 IX + 215. CV Mandar Maju Bandung (Anggota IKAPI) 3 Dasar-Dasar Pemikiran Hukum

Ekonomi Indonesia, (saat ini sudah terikat kontrak penerbitan dan sedang proses editing oleh Penebit).

2013 VII + 130 CV Mandar Maju, Bandung (Anggota IKAPI)

(39)

H. Perolehan HKI dalam 5–10 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

1 2 3

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 5 Tahun Terakhir

No Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan

Tahun Tempat Penerapan

Respon Masyarakat 1 Revisi AD PT. Bank Bengkulu

(BUMD)

2013 PT. Bank Bengkulu

J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)

No Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun 1 Dosen Berprestasi

Fakultas Hukum

Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

2011 2 Dosen Berprestasi

Fakultas Hukum

Fakultas Hukum Universitas Bengkulu 2013 3 Pemakalah terbaik dalam Seminar Nasional Hasil Penelitian HEDS Project Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI

Direktur HEDS Project

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

2005

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian.

Bengkulu, 19 Oktober 2016 Ketua,

Dr Candra Irawan, S.H., M.Hum NIP. 197310151997021001

(40)

Anggota Peneliti (1)

1. Nama : Dr. Akhmad Muslih, M. Hum

2. NIP : 19620102 199103 1 003

3. NIDN : 0002016207

4.

Nomor Sertifikasi

Dosen : 091103003579/bidang ilmu hokum

5. Jabatan/Pangkat /Gol, : Lektor Kepala/Pembina Utama Muda/ IVc 6. Tempat/Tanggal lahir : Boyolali 2 Januari 1962

7. Agama : Islam

8. Jenis Kelamin : Laki-laki 9. Alamat Rumah/HP/Telp

: Jl. UNIB PERMAI IVA No.38 Bengkulu (0736)7310829 HP. 085267870710

10. Alamat Kantor/Telp : Fakultas Hukum Universitas Bengkulu 11. Status Mengajar : Dosen tetap Fak.Hukum UNIB

12. Jabatan : Lektor Kepala

13. Masa Jabatan : 24 Tahun

14. Pendidikan Terakhir : S3 Ilmu Hukum Universitas Brawijaya Malang 15. Riwayat Pendidikan :

Jenjang

Pendidikan Jurusan Fakultas Universitas Tahun

Sarjana Hukum Islam

Hukum

Perdata-Pidana Islam Syari’ah

UIN Sunan

Kalijaga 1989 Magister Hukum Peradilan Islam Hukum USU Medan 2000

S3 Ilmu Hukum

Ilmu

Perundang-undangan Hukum

UNIBRAW

Malang 2011

16. Pelatihan yang pernah diikuti

No. Nama Pelatihan Tempat Penyelenggara Tahun

1 TOT Sosialisasi UUDNRI Bengkulu MPR-RI 2008

(41)

Jakarta

3

Konggres Nasional Dosen Pendidikan

Agama Jakarta

ADPISI dan

DEPAG 2009

4 Implementasi UUDNRI 1945 Jakarta MPR-RI 2009

5 Kebijakan Pengelolaan SDA Malang

UNIBRAW

Malang 2009

6

Workshop Standar Nasional

Pendidikan Agama Jakarta

Kementerian

Agama 2010

7

Workshop Outlook Pendidikan

Nasional Bogor Kemendiknas 2011

17. Mata Kuliah yang diajarkan :

1. Filsafat Hukum (pada Prodi S1-dan S2 Ilmu Hukum)

2. Pengantar Ilmu Hukum (pada Prodi S1-dan S2 Ilmu Hukum) 3. Hukum dan Masyarakat (S2 Ilmu Hukum)

4. Politik Hukum (S2 Ilmu Hukum)

5. Etika dan Tanggung Jawab Profesi (pada Prodi S1 Ilmu Hukum) 6. Perundang-undangan (Prodi Kes-Ling Poltekkes Kemenkes) 7. Kapita selekta Hukum Islam (pada Prodi S1 Ilmu Hukum) 8. Praktik Peradilan (pada Prodi S1 Ilmu Hukum)

9. Keterampilan Komunikasi Hukum (pada Prodi S1 Ilmu Hukum) 10. Pendidikan Agama (pada Prodi S1 semua jurusan)

11. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan(pada Prodi S1 semua jurusan) 18. Buku yang pernah ditulis antara lain:

1. Aktualisasi Syari’at Islam Secara Komprehensif tahun 2004 (ISBN 979-97929-3-2).

2. Kapita Selekta dan Dinamika Hukum Islam, tahun 2007 (ISBN 978-979-9469-19-9)

3. Mengenal Filsafat Hukum Teori Hukum dan Politik Hukum, tahun 2008 (ISBN 978-929-97929-5-2)

4. Kedudukan Peraturan Kebijakan Dalam Peraturan Perundang-undangan, tahun 2011 Penerbit Cipta Grafika Jakarta (ISBN 978-602-18661-1-5) 5. Kedudukan Instruksi Presiden Sebagai Sumber Dalam Sistem Hukum di

Indonesia, tahun 2014 Penerbit UNS PRESS Surakarta (ISBN 978-979-498-874-9)

19. Pengalaman Penelitian:

1. Pola Pengaturan Perizinan Usaha Di Bidang UMKM di Sepanjang Wilayah Objek Wisata Pantai Panjang di Kota Bengkulu (2014- POPTN-UNIB)

(42)

2. Kedudukan Kompilasi Hukum Islam Sebagai Sumber Dalam Sistem Hukum di Indonesia (2011)

3. Perjanjian InstitusiSyari’ahEkonomiIslam dalam(2011)

4. Kegagalan Pendidikan Hukum di Indonesia (Internalisasi Hukum Yang belum sesuai Dengan Falsafaf Bangsa) tahun 2011

5. Revitalisasi Pranata Adat Dalam mencegah Kerusuhan di Bengkulu Utara-Muko-Muko (2004 Dikti Dosen Muda)

6. Peran Bank Muamalat Dalam Pemberdayaan ekonomi Kerakyatan di Bengkulu (2003 Dikti Dosen Muda)

7. Efektitifas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama di Bengkulu (2001)

8. Persepsi Ulama Islam Terhadap Perempuan Yang Bekerja Pada Sektor Formal

9. Peran Remaja Islam Dalam Pembinaan Etika Generasi Muda 10. Persepsi Mahasiswa Terhadap Etika dan Tanggung jawab Profesi.

Bengkulu, 19 Oktober 2016

Dr. Akhmad Muslih, M.Hum NIP. 19620102199103 1 003

(43)

Anggota Peneliti (2)

Nama MUHAMMAD DARUDIN

NIDN/NUP 0026105807

Perguruan Tinggi Universitas Bengkulu Program Studi Ilmu Hukum S-1 Jenis Kelamin Laki-laki

Jabatan Fungsional LEKTOR KEPALA Pendidikan Tertinggi S-2

Status Ikatan Kerja DOSEN TETAP Status Aktivitas AKTIF MENGAJAR RIWAYAT MENGAJAR No. Semester Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah Perguruan Tinggi

12 Ganjil 2009 ISP106 SISTIM HUKUM

INDONESIA Universitas Bengkulu 14 Ganjil 2008 HSB441 HUKUM PERBANKAN ISLAM Universitas Bengkulu

15 Ganjil 2008 HIB205 HUKUM ISLAM Universitas

Bengkulu

16 Ganjil 2008 HIB205 HUKUM ISLAM Universitas

Bengkulu

17 Ganjil 2008 HIB101 PIH Universitas

Bengkulu 18 Genap 2007 HSB441 HUKUM PERBANKAN ISLAM Universitas Bengkulu 19 Genap 2007 HSB436 PERBANDINGAN HUKUM Universitas Bengkulu

(44)

No. Semester Kode Mata Kuliah Nama Mata Kuliah Perguruan Tinggi PERDATA 20 Genap 2007 HSB204 HUKUM MUAMALAH Universitas Bengkulu

21 Genap 2007 HIB205 HUKUM ISLAM Universitas

Bengkulu RIWAYAT PENDIDIKAN

No. Perguruan Tinggi Gelar

Akademik

Tanggal Ijazah Jenjang

1 Universitas Indonesia MH 26 Nopember

1990 S-2 2 Universitas Negeri Semarang S.H. 10 Mei 1986 S-1 Bengkulu, 19 Oktober 2016

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjian lisensi antara Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait dengan arranger yang telah didaftarkan dalam daftar umum perjanjian lisensi Hak

LMK lama tidak memiliki standar yang sama, bahkan pencipta atau pemegang hak ciptadan hak terkait masih banyak yang merasa profit sharing yang didapat dari LMK tidak

28 Tahun 2014 tersebut diharapkan bisa melindungi pencipta dan pemilik hak terkait serta pemegang hak cipta dari tindakan- tindakan pemanfaatan atas hak-hak mereka

sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. d) Pemegang Hak Cipta adalah pencipta lagu sebagai pemilik hak cipta. atau pihak yang menerima hak tersebut

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait tidak diketahui dan/atau tidak menjadi anggota

Hak eksklusif merupakan salah satu ruang lingkup dalam hak cipta, pencipta, pemegang hak cipta atau orang yang menerima hak tersebut dari pencipta yang memiliki

Bahwa secara umum setiap anggota masyarakat dapat membentuk Lembaga Manajemen Kolektif untuk mengelola hak pencipta atau pemegang hak cipta sesuai dengan jenis Ciptaan dan atau jenis

Eksistensi LMKN dapat dikatakan sebagai Lembaga Penegak Hukum Royalti bidang Musik dan Lagu, mengingat LMKN akan menegakkan hak-hak Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan Pemilik Hak Terkait