• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Hukum Atas Pelanggaran Hak Cip

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penerapan Hukum Atas Pelanggaran Hak Cip"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology) yang pesat selalu diikuti atau diiringi dengan perkembangan kejahatan atau tindak pidana yang makin canggih dan maju pula. Hal ini

ditandai dengan pesatnya perkembangan cara melakukan kejahatan (modus

operandi) maupun alat yang digunakan. Begitu juga dengan tindak pidana

hak cipta sebagai salah satu lembaga Hak Milik Intelektual atau Hak atas

Kekayaan Intelektual (HKI).

Di zaman serba modern ini industri musik dalam bentuk digital sudah

bukan barang yang langka lagi. Dengan fasilitas internet beberapa lagu bisa

diakses, ada yang secara komersil maupun non komersil alias bajakan. lagu

merupakan suatu hasil cipta seseorang, tentunya tidak terlepas hak

kekayaan intelektual. Membicarakan mengenai aspek musik digital, maka

secara spesifik akan terkait dengan hak cipta. Menurut Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (selanjut disingkat UUHC), ciptaan

yang dilindungi ialah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan

sastra.

Dalam industri musik diera digital ini seringkali marak terjadi berbagai

pembajakan, hal ini dikarenakan kecanggihan teknologi sekarang ini

(2)

bahkan mengunduhnya secara bebas di dunia maya. Sehingga semua orang

bisa mengaksesnya tanpa perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk

membayar royalti kepada penciptanya, tentunya hal ini merugikan pencipta

dari segi ekonomi. Industri musik Indonesia saat ini betul-betul dalam

keadaan gawat darurat. Semakin tingginya angka pembajakan terhadap

karya musisi Indonesia baik berupa kaset dan CD membuat royalty yang

seharusnya diterima oleh para musisi (setelah dibagi oleh para label rekaman

dan produser) harus dengan rela hati diberikan kepada para insan pembajak

tersebut.

Pada teori hubungan antar grup (intergroup relations theory)1 menjelaskan bagaimana hubungan antara sebuah kelompok dengan

kelompok lain dengan masing-masing anggotanya dan terdapat interaksi

antara satu orang atau kolektif satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Demikian dengan kronik pembajakan di industri musik ini. Kelompok dibagi

menjadi tiga, yaitu industri musik, pemerintah, konsumen dan pembajak itu

sendiri. Ketiga kelompok tersebut memainkan peran yang sangat signifikan

dan saling memengaruhi satu sama lainnya.

Hak cipta merupakan suatu hak yang terbit karena daya kreativitas

seseorang dalam menciptakan suatu karya dibidang ilmu, sastra, dan seni,

adapun hasil karya tersebut bernilai sangat tinggi. Apabila hasil karya cipta

(3)

tersebut dijadikan sebagai salah satu hal yang bernilai ekonomis, maka karya

cipta tersebut akan menghasilkan kekayaan materi yang tak terhingga.

Untuk menghasilkan sebuah karya, pencipta telah mengeluarkan pikiran

orisinilnya agar dapat dinikmati oleh orang lain. Dalam prosesnya, pencipta

juga membutuhkan pemikiran dan mengeluarkan tenaga yang tidak sedikit.

Oleh karenanya, apabila hasil karya mereka tidak dihargai dan dapat ditiru

setiap saat oleh siapa saja, hal ini dapat menghambat kreativitas penciptaan

yang berbuntut dapat mematikan daya kreasi anak-anak bangsa. Kondisi ini

seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung

jawab dan tidak menghargai hasil karya orang lain serta hanya untuk mencari

keuntungan pribadi. Akibatnya pencipta dirugikan, yang pada akhirnya

memengaruhi gairah dan kreativitas orang untuk mencipta.

Timbulnya pelanggaran hak cipta tersebut disebabkan karena

rendahnya pemahaman masyarakat akan arti dan fungsi hak cipta dan

keinginan untuk memperoleh keuntungan dagang dengan cara yang mudah,

tentunya hal seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja karena kurang

menguntungkan bagi pencipta dan mengurangi minat seseorang di dalam

membuat suatu hasil karya cipta. Kebutuhan untuk mengakui, melindungi dan

memberi penghargaan terhadap pengarang, artis, pencipta perangkat lunak

(4)

Dalam hubungan kepemilikan terhadap hak cipta, hukum menjamin

pencipta untuk menguasai dan menikmati secara ekslusif hasil karyanya itu

dan penghargaan terhadap hasil kreasi dari pekerjaan manusia yang

memakai kemampuan intelektualnya, maka pribadi yang menghasilkannya

mendapatkan kepemilikannya berupa hak milik dan tidak seorang pun bisa

mempunyai hak atas apa yang dihasilkannya.2

Hal ini menunjukkan, bahwa perlindungan hukum adalah merupakan

kepentingan pemilik hak cipta baik secara individu maupun kelompok sebagai

subjek hak. Untuk membatasi penonjolan kepentingan individu, hukum

memberi jaminan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat, jaminan ini

tercermin dalam sistem hak kekayaan intelektual yang berkembang dengan

menyeimbangkan dua kepentingan yaitu pemilik hak cipta dan kebutuhan

masyarakat umum.3

Munculnya tindak pidana hak cipta dengan berbagai bentuk dan

jenisnya adalah sikap yang tidak menghargai hasil karya orang lain dan

memanfaatkan hasil ciptaan yang telah dilindungi oleh undang-undang hak

cipta hanya untuk mencari keuntungan pribadi. Di berbagai wilayah di

Indonesia khususnya perkotaan terutama di Kota Makassar, bisnis rumah

bernyanyi karaoke marak dan mewabah. Terbukti di beberapa kota besar

tempat usaha bisnis karaoke tersebut makin banyak bermunculan, baik yang

(5)

berkelas biasa maupun yang sekelas hotel bintang lima semuanya

mempunyai tujuan yang sama yaitu memberikan hiburan bagi anggota

keluarga atau sejenak melepas penat dari rutinitas keseharian. Dalam hal ini

pelaku usaha telah mengumumkan dan memperbanyak hak cipta lagu

pencipta yang mungkin tidak memiliki lisensi akan lagu yang diumukan dan

diperbanyak oleh pelaku usaha dari pencipta dari lagu tersebut.

Lahirnya Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002

menunjukkan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum

yang memadai, meskipun pada prinsipnya hak cipta dilindungi sejak suatu

karya cipta dilahirkan. Dalam undang-undang hak cipta ditentukan, bahwa

semua bentuk ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra

termasuk di dalamnya lagu atau musik dengan atau tanpa teks, merupakan

ciptaan yang dilindungi serta berlaku selama si pemegang hak cipta hidup,

sampai dengan 50 (lima puluh) tahun setelah meninggal dunia4.

Undang-udang hak cipta Indonesia pun mengklasifikasikan tindak pidana hak cipta itu

sebagai delik biasa yang dimaksudkan untuk menjamin perlindungan yang

lebih baik dari sebelum Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 diundangkan,

dimana sebelumnya tindak pidana hak cipta dikategorikan sebagai delik

aduan. Seyogianya lewat delik biasa si pemegang hak cipta dapat lebih

terjamin haknya, sebab tanpa diperkarakan terlebih dahulu atau tanpa

(6)

pengaduan dari si pemegang hak, pihak kepolisian atau penyidik lainnya

dapat menindak si pembajak.

Namun realitas menunjukkan pembajakan belum juga berhenti. Saat

ini ditengarai begitu banyaknya VCD bajakan tersebar secara luas dan dijual

bebas di pasar tradisional dan juga di pusat-pusat perbelanjaan modern yang

terdapat di Makassar. Pelakunya secara terang-terangan memasarkan hasil

bajakan itu. Perkembangan pembajakan saat ini terjadi karena penegakan

hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini pihak

kepolisian tidaklah dijalankan secara menyeluruh dan tuntas.

Persoalan ini memang perlu dikaji secara mendalam. Persoalan

penegakan hukum di Indonesia memang belum memperlihatkan tanda-tanda

yang menggembirakan5.

Belum lagi pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha rumah

benyanyi karaoke atas mengumumkan dan memperbanyak lagu atau musik

tanpa adanya lisensi yang diperolehnya dari pencipta lagu.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas menurut Penulis, ternyata

dalam kenyataan, masih banyak pelanggaran hak cipta, walaupun sudah

diklasifikasikan sebagai delik biasa. Oleh karenanya perlu kiranya diketahui

lebih jauh mengenai pemberlakuan ketentuan pidana dalam penanggulangan

pelanggaran hak cipta terutama hak cipta yang menyangkut lagu dan rumah

(7)

bernyanyi karaoke sebagai pelaku usaha serta peranan dari pihak penyidik

kepolisian sebagai penegak hukum. Untuk itulah penelitian ini Penulis angkat

dengan judul “Penerapan Hukum Atas pelanggaran Hak Cipta Lagu (Studi

Kasus di Rumah Bernyanyi Karaoke)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian dan latar belakang di atas maka ruang lingkup

masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana peranan penyidik kepolisian dalam penerapan delik biasa

atas pelanggaran hak cipta di Kota Makassar?

2. Bagaimana Pemberlakuan ketentuan pidana terhadap kasus

pelanggaran hak cipta lagu yang dilakukan oleh rumah bernyanyi

karaoke di Kota Makassar?

3. Bagaimana upaya penanggulangan pelanggaran hak cipta pada

rumah bernyanyi karaoke yang tidak memperoleh lisensi atas hak

cipta lagu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan

sebagaimana telah dikemukakan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui peranan penyidik kepolisian dalam penerapan

delik biasa atas pelanggaran hak cipta di Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui sejauhmana pemberlakuan ketentuan pidana pada

(8)

kasus pelanggaran hak cipta lagu yang dilakukan oleh rumah

bernyanyi karaoke di Kota Makassar.

3. Untuk mengetahui upaya penanggulangan pelanggaran hak cipta

pada rumah bernyanyi yang tidak memperoleh lisensi atas hak cipta

lagu.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat

pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan menambah

bahan pustaka mengenai penerapan delik biasa dalam undang-undang

hak cipta atas pelanggaran hak cipta terutama hak cipta lagu oleh rumah

bernyanyi yang berdasarkan sistem hukum pidana.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penulisan ini, yaitu :

Sebagai sumbangan pemikiran untuk penyelesaian masalah terhadap

kasus pelanggaran hak cipta sehingga dapat memberikan masukan

kepada aparat penegak hukum di dalam penyelesaian kasus-kasus

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tentang tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah Strafbaarfeit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan

pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak

pidana.

Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu

pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan

kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.

Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa

yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana

haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk

dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupam

masyarakat.

Pakar asing hukum pidana menggunakan istilah Tindak Pidana atau

Perbuatan Pidana atau Peristiwa Pidana, dengan istilah:

(10)

2. Strafbare Handlung diterjemahkan dengan Perbuatan Pidana, yang digunakan oleh para sarjana Hukum Pidana Jerman; dan

3. Criminal Act diterjemahkan dengan istilah Perbuatan kriminal.

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu straf, baar, feit. Yang masing-masing memiliki arti

Straf diartikan sebagai pidana dan hukum

Baar diartikan sebagai dapat dan boleh

Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Jadi istilah Strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana, sedangkan delik dalam bahasa asing disebut

delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).

Andi Hamzah dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana memberikan

definisi mengenai delik, yakni:6

Delik adalah “suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).”

Lanjut Moeljatno mengartikan Strafbaarfeit sebagai berikut:7

Strafbaarfeit itu sebenarnya adalah “suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.”

Sementara Jonkers merumuskan bahwa:8

6 Andi Hamzah,Asas-asas Hukum Pidana,( Jakarta,1994) hlm. 72, hlm. 88.

Dalam Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan. (Yogyakarta, 2012), hlm. 19

7Ibid.

(11)

Strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikannya sebagai “suatu perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.”

Strafbaarfeit juga diartikan oleh Pompe sebagaimana dikutip dari buku karya Lamintang, sebagai:9

“Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah pelu demi terpeliharanya tertib hukum.”

Adapun Simons masih dalam buku yang sama dan juga dikutib dalam

buku karya Lamintang merumuskan strafbaarfeit adalah:10

“Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.”

Istilah delik (delict) dalam bahasa Belanda disebut strafbaarfeit dimana setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, oleh beberapa sarjana

hukum diartikan secara berlainan sehingga otomatis pengertiannya berbeda.

Agar lebih jelasnya, Amir Ilyas11 mengelompokkan dalam 5 kelompok istilah

yang lazim digunakan oleh beberapa sarjana hukum sebagai berikut:

Ke-1 : “Peristiwa Pidana” digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1962:32),

Rusli Effendy (1981:46), Utrecht (Sianturi 1986:206) dan lain-lainnya;

Ke-2 : “Perbuatan Pidana” digunakan oleh Moeljatno (1983:54) dan lain-lain;

9 Lamintang, P.A.F.,Dasar-Dasar Hukum pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, (Bandung, 1997) hlm. 34

10Ibid., hlm. 35

(12)

Ke-3 : “Perbuatan yang Boleh di Hukum” digunakan oleh H.J. Van

Schravendijk (Sianturi 1986 : 206) dan lain-lain;

Ke-4 : “Tindak Pidana” digunakan oleh Wirjono Projodikoro (1986:55),

Soesilo (1979:26) dan S.R Sianturi (1986:204) dan lain-lain;

Ke-5 : “Delik” digunakan oleh Andi Zainal Abidin Farid (1981:146) dan

Satochid Karta Negara (tanpa tahun: 74) dan lain-lain.

H.J. Van Schravendijk mengartikannya delik sebagai perbuatan yang

boleh dihukum, sedangkan Utrecht lebih menganjurkan pemakaian istilah

peristiwa pidana, karena istilah pidana menurut beliau dalam buku Amir Ilyas,

meliputi perbuatan (andelen) atau doen positif atau melainkan (visum atau

nabetan atau met doen, negatif/maupun akibatnya)12.

Andi Zainal Abidin dalam buku yang sama13 mengemukakan pada

hakikatnya istilah yang paling tepat adalah “delik” yang berasal dari bahasa

latin “delictum delicta” karena:

1. Bersifat universal, semua orang di dunia ini mengenalnya;

2. Bersifat ekonomis karena singkat;

3. Tidak menimbulkan kejanggalan seperti “Peristiwa Pidana”,

“Perbuatan pidana” (bukan peristiwa perbuatan yang dipidana, tetapi

pembuatnya); dan

(13)

4. Luas pengertiannya sehingga meliputi juga delik-delik yang

diwujudkan oleh korporasi orang tidak kenal menurut hukum pidana

ekonomi Indonesia.

Dari beberapa istilah yang dipergunakan oleh sarjana-sarjana tersebut

sebagai terjemahan delik (Strafbaarfeit) menurut Amir Ilyas, tidaklah mengikat. Untuk istilah mana yang ingin dipergunakan asalkan tidak merubah

makna strafbaarfeit, merupakan hal yang wajar-wajar saja tergantung dari pemakaiannya, misalnya saja Wirjono Prodojikoro menggunakan istilah

peristiwa pidana dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia cetakan ke

V 1962, sedangkan selama kurang lebih dua puluh tahun beliau

menggunakan istilah “tindak pidana”.

b. Jenis-Jenis Delik atau Tindak Pidana

Dalam membahas hukum pidana, akan ditemukan beragam tindak

pidana yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan penulisan

ini, Penulis menitikberatkan pada jenis-jenis Tindak pidana yang dapat

dibedakan atas dasar-dasar menurut sistem di dalam KUHP, menurut cara

perumusannya, dan berdasarkan pada perlu tidaknya pengaduan dalam hal

penuntutan14.

a) Menurut Sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan yang dimuat

dalam buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam buku III

14 Lihat juga jenis-jenis tindak pidana dalam buku Amir Ilyas, Asas-asas Hukum

(14)

Pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah jenis

pelanggaran lebih ringan daripada kejahatan.

b) Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil

dan tindak pidana materil

1. Tindak pidana formil itu adalah tindak pidana yang

perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yang

dilarang. Tindak pidana tersebut telah selesai dengan

dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan

delik. Misal: penghasutan (Pasal 160 KUHP), di muka umum

menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau

penghinaan kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di

Indonesia (Pasal 156 KUHP); penyuapan (Pasal 209, 210

KUHP); sumpah palsu (Pasal 242 KUHP); pemalsuan surat

(Pasal 263 KUHP); pencurian (Pasal 362 KUHP).

2. Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang

perumusannya dititikberatkan kepada akibat yang tidak

dikehendaki (dilarang). Tindak pidana ini baru selesai apabila

akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum

maka paling banyak hanya ada percobaan. Misal :

pembakaran (Pasal 187 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP),

(15)

c) Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka

dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan

Tindak pidana biasa dimaksudkan ini adalah tindak pidana yang

untuk dilakukannya penuntutan terhadap pembuatnya, tidak

disyaratkan adanya pengaduan dari yang berhak, sementara itu tindak

pidana aduan adalah tindak pidana yang dapat dilakukan penuntutan

pidana apabila terlebih dahulu adanya pengaduan oleh yang berhak

mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya, atau keluarga

tertentu dalam hal-hal tertentu atau orang yang diberi kuasa khusus

untuk pengaduan oleh orang yang berhak.

B. Tinjauan Umum tentang Hak Cipta a. Pengertian Hak Cipta

Perlindungan hak cipta akan meliputi pengekspresian dan tidak

meliputi gagasan, prosedur, metode kerja atau konsep matematika. Dengan

patokan rumusan perlindungan hukum terhadap ciptaan yang demikian itu,

maka di dalam UUHC 1997 dirumuskan, bahwa yang dimaksud dengan

“ciptaan” adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan

menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.

Kemudian rumusan tentang ciptaan tersebut diubah dengan menghapus

kalimat “dalam bentuk khas” sehingga menjadi “Ciptaan adalah hasil setiap

(16)

pengetahuan, seni, dan sastra” (Vide ketentuan Pasal 1 angka 3 UUHC

2002).

Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia

yang lazim dipakai sekarang) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah

hak pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda,

Auteursrecht. Baru pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena

dipandang menyempitkan15 pengertian hak cipta. Jika istilah yang dipakai

adalah hak pengarang, seolah-olah yang diatur hak cipta hanyalah hak-hak

dari pengarang saja dan hanya bersangkut paut dengan karang-mengarang

saja, sedangkan cakupan hak cipta jauh lebih luas dari hak-hak pengarang.

Karena itu, kongres memutuskan untuk mengganti istilah hak pengarang

dengan istilah hak cipta.

Istilah ini merupakan istilah yang diperkenalkan oleh ahli bahasa

Soetan Moh. Syah dalam suatu makalah pada waktu Kongres. Menurutnya

terjemahan Auteursrecht adalah hak pencipta, tetapi untuk penyederhanaan dan kepraktisan disingkat menjadi hak cipta16. Menurut bahasa Indonesia,

istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya atas hasil

penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang dilindungi

oleh undang-undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copy Right yang berarti

15 Stephen Fishmen, “The Copyright Handbook: How to Protect and Use Written Works”, dalam Eddy Damian, Hukum Hak Cipta,(Bandung,2002), hlm. 111.

(17)

hak cipta. Adapun pengertian secara yuridis menurut Pasal 2 UUHC

menyatakan Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima

hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi

izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian dalam Pasal 1 UUHC yang dimaksud dengan Hak Cipta

adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan

atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak

mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

b. Subjek Hak Cipta: Pencipta & Pemegang Hak Cipta

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan

pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama

melahirkan suatu ciptaan. Selanjutnya dapat pula diterangkan bahwa yang

mencipta suatu ciptaan menjadi pemilik pertama dari hak cipta atas ciptaan

bersangkutan17.

Pasal 1 angka (2) UUHC mendefinisikan pencipta secara rinci sebagai

berikut:

“Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran,

(18)

imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.

Dari bunyi Pasal 1 angka (2) UUHC tersebut, secara singkat bahwa

pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

melahirkan suatu ciptaan dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra. Dengan sendirinya, pencipta juga menjadi pemegang hak cipta, tetapi

tidak semua pemegang hak cipta adalah penciptanya. Pengertian pemegang

hak cipta dinyatakan dalam Pasal 1 angka (4) UU Nomor 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta yaitu:

“Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut”.

Dengan demikian, pencipta hak cipta otomatis menjadi pemegang hak

cipta, yang merupakan pemilik hak cipta, sedangkan yang menjadi

pemegang hak cipta tidak harus penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang

menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih

lanjut hak tersebut dari pencipta atau pemegang hak cipta yang

bersangkutan. Pada bagian kedua, UUHC mengatur orang-perorangan dan

badan hukum yang dapat menjadi pencipta dalam penggolongan:

a. Seorang tertentu (Pasal 5);

b. Dua atau lebih orang (Pasal 6 dan 7);

c. Seorang karyawan (Pasal 8);

(19)

Pembedaan pencipta dalam beberapa golongan memiliki implikasi

yang sangat penting terhadap hak dan kewajiban pencipta, pendaftaran

ciptaan, lama berlaku hak cipta dan pertanggungjawaban dalam hal

terjadinya pelanggaran hak cipta. Beberapa definisi mengenai pencipta di

atas menjelaskan bahwa pada dasarnya secara konvensional yang

digolongkan sebagai pencipta adalah seseorang yang melahirkan suatu

ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang

mempunyai hak-hak sebagai pencipta yang sebutan ringkasnya untuk

kepraktisannya disebut hak pencipta, dan lebih ringkas lagi menjadi hak

cipta.

Pada mulanya, untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta

pertama dari suatu ciptaan tertentu tidaklah terlalu sulit. Misalnya: pencipta

suatu ciptaan karangan ilmiah adalah seorang yang menulis tulisan ilmiah

bersangkutan; pencipta suatu ciptaan musik adalah komposer; dan pencipta

suatu ciptaan potret adalah fotografer. Meskipun demikian, dengan semakin

berkembangnya teknologi canggih pada akhir-akhir ini, untuk menentukan

siapa yang menjadi pencipta pertama dari suatu ciptaan tertentu,

memerlukan penjelasan dengan suatu pendekatan yang agak berbeda,

terutama dalam menentukan pencipta dari ciptaan-ciptaan yang tergolong

sebagai hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta, misalnya: pencipta dari

(20)

adalah Produser rekaman suara; dan Pencipta dari tayangan

pertunjukan/pergelaran musik melalui siaran televisi adalah lembaga

penyiaran.

Mengetahui siapa yang merupakan pencipta pertama suatu ciptaan

adalah sangat signifikan, karena18 :

a. Hak-hak yang dimiliki seorang pencipta pertama sangat berbeda

dengan hak-hak pencipta terhadap hak terkait dengan hak cipta.

b. Masa berlakunya perlindungan hukum bagi pencipta pertama biasanya

lebih lama dari mereka yang bukan pencipta pertama.

c. Pengidentifikasian pencipta pertama secara benar merupakan syarat

bagi keabsahan pendaftaran ciptaan (Pasal 5 ayat (1) UUHC),

walaupun pendaftaran tidak mutlak harus dilakukan.

Untuk menjelaskan tentang siapakah yang disebut sebagai pencipta,

UUHC menentukan bahwa pencipta adalah orang yang membuat atau

melahirkan suatu ciptaan. Akan tetapi, perkecualian dari pedoman umum

tersebut ditentukan sebagai berikut:

a. Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang

diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta

ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh

ciptaan itu, atau dalam hal tidak orang tersebut, yang dianggap

sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak

(21)

mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya itu

(Pasal 6).

b. Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan

dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang

yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan

itu (Pasal 7).

c. Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain

dalam lingkungan pekerjaannya, pemegang hak cipta adalah pihak

yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada

perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak

pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas sampai keluar

hubungan dinas. (Pasal 8 ayat (1)).

c. Perlindungan Hak Cipta

Ciptaan atau karya cipta atau “works” adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam

lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Bandingkan dengan arti kata

works” di dalam Pasal 102 UUHC Amerika Serikat bahwa yang dimaksud dengan “works” dalam lingkup ciptaan adalah karya cipta sastra, ciptaan musik termasuk kata-kata yang menyertainya, karya cipta drama termasuk

setiap musik yang menyertainya, pantomin dan tari, majalah menggambar

(22)

(sculptural), karya cipta film dan ciptaan audiovisual lainnya, rekaman suara, dan karya cipta arsitektur.

1. Jenis-Jenis Ciptaan yang Dilindungi

Menurut Pasal 1 angka (3) UUHC, “Ciptaan adalah hasil setiap

karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu

pengetahuan, seni atau sastra”. Lebih lanjut ditentukan, ciptaan-ciptaan

yang dilindungi berdasarkan UUHC adalah ciptaan di bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup19 :

a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan yang sejenis dengan itu;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim;

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, seni pahat, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;

Menurut L. J. Taylor yang dilindungi hak cipta adalah ekspresi

dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Dengan

demikian yang dilindungi adalah bentuk nyata dari sebuah ciptaan dan

19 Rachmadi Usman : Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi hukumnya di

(23)

bukan yang masih merupakan sebuah gagasan atau ide. Bentuk nyata

ciptaan tersebut bisa berwujud khas dalam bidang kesusastraan, seni

maupun ilmu pengetahuan20.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 dalam Penjelasannya

menyatakan bahwa :

“Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar”.

Yang tidak mendapatkan perlindungan Hak Cipta terdapat

Pasal 3 UUHC yaitu:

1. Hasill rapat terbuka lembaga-lembaga negara Peraturan

perundang-undangan.

2. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah

3. Putusan pengadilan atau penetapan hakim, atau

4. Keputusan hadan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis

lainnya.

2. Lamanya Perlindungan

Dasar filosofi berlakunya hak cipta adalah sesuai dengan

konsepsi hak milik yang bersifat immaterial yang merupakan hak

kebendaan. Hak kebendaan yang mempunyai sifat droit de suit,

20 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, & Praktiknya di

(24)

senantiasa mengikuti dimana benda tersebut berada, sehingga pemilik

boleh melakukan tindakan hukum apa saja terhadap haknya. UUHC

membedakan jangka waktu perlindungan bagi ciptaan-ciptaan yang

dilindungi oleh hak cipta. Bagi hak cipta atas ciptaan buku, ceramah, alat

peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik,

terjemahan, tafsir, saduran, diberikan jangka waktu selama hidup

pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.

Selanjutnya hak cipta atas ciptaan program komputer,

sinematografi, fotografi, database, dan karya hasil pengalihwujudan diberikan perlindungan selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.

Ciptaan yang dimilki atau dipegang oleh badan hukum, berlaku selama

50 tahun sejak pertama kali diumumkan.

Adanya batasan waktu pemilikan hak cipta dalam jangka waktu

selama hidup ditambah 50 tahun, diharapkan hak cipta tidak tertahan

lama pada tangan seseorang pencipta sebagai pemiliknya. Sehingga

setelah si pencipta meninggal dan ditambah dengan 50 tahun,

selanjutnya haknya dapat dinikmati oleh masyarakat luas secara bebas

sebagai milik umum (Public domain), artinya masyarakat boleh mengumumkan atau mernperbanyak tanpa harus minta izin kepada si

pencipta atau si pemegang hak dan tidak dianggap sebagai pelanggaran

(25)

Pembatasan jangka waktu hak cipta yang tercantum pada

UUHC, dikenal juga pada aturan Belanda yaitu Auterswet 1912. Ketentuan auterswet ini merupakan pengambilalihan dari ketentuan Internasional Konvensi Bern.

Pembatasan hak cipta mempunyai makna supaya hak pencipta

sebagai pemilik suatu ciptaan senantiasa benar-benar dihormati sebagai

hak individu, dengan jangka waktu yang relatif panjang akan tercipta

keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat yang dikenal

dengan konsepsi hak milik yang berfungsi sosial. Walaupun demikian

dalam praktik ternyata batasan kepemilikan hak cipta ini justru sering

menguntungkan pihak lain yaitu pihak prosedur dalam hal karya lagu

serta karya seni lainnya dan pada pihak penerbit dalam hal karya cipta

berupa buku. Hal ini tidak terlepas dari hak cipta yang mengandung sifat

komersial, yaitu ada unsur ekonomis dalam rangka mencari keuntungan.

d. Hak Moral dan Hak Ekonomi 1. Hak Moral

Teks Konvensi Bern yang ditandatangani di Roma tahun 1928

mencoba mengatur masalah hak moral dalam dua hal, yaitu paternity right

dan integrity. Di dalam teks yang ditandatangani di Brussels tahun 1948 diatur juga mengenai perbuatan yang merusak, memotong-motong atau

(26)

yang ditandatangani tahun 1967 dijamin bahwa hak moral akan berlangsung

paling tidak sampai dengan daluwarsanya hak ekonomi.

Definisi hak moral merujuk pada hak pencipta untuk melindungi

reputasi dan integritas ciptaannya dari penyalahgunaan dan penyelewengan

hak moral bersifat personal dan berbeda dengan hukum hak cipta. Hak moral

adalah bentuk hak cipta yang non ekonomi. Setelah pencipta menjual hak

ciptanya ia akan menerima dua hak yang spesifik yang tidak dapat dihapus

atau dijual yaitu pertama, hak untuk dicantumkan namanya pada ciptaan

bersangkutan dan kedua, hak untuk tujuan setiap perlakuan terhadap ciptaan

bahwa setiap tindakan yang merugikan atau berakibat merugikan

kehormatan dan reputasi artis.

Hak moral merupakan perwujudan dari hubungan yang terus

berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun si

penciptanya telah kehilangan atau telah memindahkan hak ciptanya kepada

orang lain, sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama pencipta,

maka pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang

hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

Dengan demikian sekalipun hak moral itu sudah diserahkan baik

seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain, namun penciptanya atau

ahli warisnya tetap mempunyai hak untuk menggugat seseorang yang tanpa

persetujuannya21 :

(27)

(a) meniadakan nama pencipta yang tercantum dalam ciptaan;

(b) mencantumkan nama pencipta pada ciptaannya;

(c) mengganti atau mengubah judul ciptaan; dan

(d) mengubah isi ciptaan.

Menurut Desbois dalam bukunya Le Droit D Auteur22 (1966)

berpendapat bahwa sebagai suatu elektrin mengandung empat makna, yaitu:

a. Droit Depublication: hak untuk melakukan atau tidak melakukan pengumuman ciptaanya;

b. Droit De Repentier: hak untuk melakukan perubahan-perubahan yang dianggap perlu atas ciptaannya dan hak untuk menarik

dari peredaran atas ciptaan yang telah diumumkan;

c. Droit Au Respect: hak untuk tidak menyetujui dilakukannya perubahan-perubahan atas ciptaannya oleh pihak lain

d. Droit A La Patemite: hak untuk mencantumkan nama pencipta: hak untuk tidak menyetujui perubahan atas nama pencipta yang

akan dicantumkan: dan hak untuk mengumumkan sebagai

pencipta setiap waktu yang diinginkan.

Pada dasarnya hak moral pencipta itu adalah tindakan yang berkaitan

dengan perubahan ciptaan yang menghina dan dapat merugikan kehormatan

(28)

atau nama baik si pencipta. Keberadaan hak moral dapat dibagi ke dalam

dua kelompok, yaitu: (1) attribution right, yang bertujuan untuk meyakinkan nama pencipta dicantumkan di dalam ciptaannya; dan (2) integrity right, yang bertujuan untuk melindungi ciptaan pencipta dari penyimpangan,

pemenggalan atau pengubahan yang merusak integritas pencipta.

2. Hak Ekonomi

Apabila memahami pasal-pasal yang ada di dalam Undang-Undang

No. 19 Tahun 2002, maka pencipta memiliki hak eksklusif (eksklusif right) yang tersebar di dalam Pasal 2, Pasal 26, dan Pasal 45. Pasal 2 UUHC

menentukan, bahwa: (1) Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta

maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya

maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan (2)

pencipta dan/atau penerima hak cipta atas karya film dan program komputer

memiliki hak untuk memberi izin atau melarang orang lain yang tanpa

persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang

bersifat komersial.

Hak Ekonomi (Economy Right) adalah hak yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Hak ekonomi ini

merupakan hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya dan memberi izin untuk itu. Hak ekonomi ini dapat

(29)

a. Hak pengadaan atas ciptaan

Bentuk penggandaan atau perbanyakan ini bisa di lakukan

secara tradisional maupun melalui peralatan modern Hak

penggandakan ini juga mencakup perubahan bentuk ciptaan satu

keciptaan lainnya misalnya: karya tulis, rekaman musik,

pertunjukan drama dan film.

b. Hak adaptasi

Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan

dari bahasa satu ke bahasa lainnya, aransemen musik, dramatisasi

dari non dramatik, merubah menjadi cerita fiksi dari karangan non

fiksi atau sebaliknya hak ini diatur baik dalam Konvensi Bern

maupun Konvensi Universal.

Karya cetak berupa buku, misalnya novel, mempunyai hak

turunan (derivative) yaitu diantaranya hak film (film rights), hak dramatisasi (dramatitation), hak menyimpan dalam media elektronik (electronic rights). Hak film dan hak-hak dramatisasi adalah hak yang timbul bila si novel tersebut dirubah menjadi isi

sekenario film, atau sekenario drama yang bisa berupa opera, balet

maupun drama musikal.

(30)

Hak distribusi adalah hak dimiliki pencipta untuk menyebarkan

kepada masyarakat setiap hasil ciptaannya. Penyebaran tersebut

dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan, atau bentuk lain yang

maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat. Dalam

hak ini termasuk pula bentuk dalam UUHC, disebut dengan

pengumuman yaitu pembacaan penyuaraan, penyiaran atau

penyebaran sesuatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun

dan dengan cara sedemikian rupa sehingga ciptaan dapat dibaca,

didengar atau dilihat oleh orang lain.

d. Hak penampilan

Hak ini dimiliki para pemusik, dramawan, maupun seniman

lainnya yang karyanya dapat terungkap dalam bentuk pertunjukan.

Pengaturan tentang hak pertunjukan ini dikenal dalam Konvensi

Bern maupun Konvensi Universal.

e. Pengalihan Hak Cipta

Hak cipta adalah kekayaan personal yang dapat disamakan dengan

bentuk kekayaan yang lain. Secara khusus pengaturan mengenai pengalihan

hak dan hukum hak cipta diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 19

Tahun 2002 tentang Hak Cipta, bahwa hak cipta dianggap sebagai benda

(31)

dialihkan, dijualbelikan oleh pemilik atas pemegang haknya23, baik seluruhnya

maupun sebagian melalui pewarisan, hibah, wasiat, maupun melalui suatu

perjanjian seperti jual beli, maupun lisensi24.

Peralihan hak cipta yang merupakan benda bergerak tidak dapat

dilakukan dengan cara lisan, harus dengan akta otentik atau akta di bawah

tangan. Persetujuan secara lisan saja tidak diakui oleh undang-undang hak

cipta. Hal ini untuk menjaga jangan sampai timbul

penyimpangan-penyimpangan terhadap hak dan kewajiban dikemudian hari, sehingga di

dalam akta perjanjian harus dibuat sejelas mungkin hak-hak yang

dipindahkan atau yang dialihkan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari

para pihak yang membuat perjanjian. Persetujuan secara tertulis akan lebih

menjaga kepastian hukum dan kejelasan daripada persetujuan secara lisan,

apalagi persetujuan yang dilakukan secara diam-diam. Hal ini mengingat

terlalu banyaknya kepentingan yang tersangkut dalam persoalan hak cipta,

termasuk kepentingan ahli waris di kemudian hari.

Menurut Meriam Darus Badrulzaman25, bahwa sistem hukum benda

mengandung sejumlah asas, antara lain hak kebendaan memberikan

wewenang yang kuat kepada pemiliknya, hak itu dapat dinikmati, dialihkan,

dijaminkan, dan disewakan. Dengan adanya asas ini hak cipta dapat

dialihkan oleh pencipta seperti halnya benda-benda yang lain, sehingga hak

23 OK. Saidin, Loc.Cit., hlm. 69. 24 Edy Damian, Op. Cit., hlm. 19.

(32)

tersebut masuk ke dalam ruang lingkup hukum jaminan sebagaimana

dituangkan ke dalam Pasal 1131 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa

segala kebendaan debitur baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang ada dikemudian hari menjadi tanggungan

untuk segala perikatan perseorangan.

Abdulkadir Muhammad26 mengemukakan bahwa pengalihan hak cipta

itu didasari oleh motif ekonomi, yaitu keinginan untuk memperoleh manfaat

ekonomi atau keuntungan secara komersil, pencipta mengalihkan hak cipta

dengan bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi dari penjualan ciptaan

yang dihasilkan dari hak cipta tersebut. Hak cipta suatu ciptaan tetap ada di

tangan pencipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh

hak ciptanya. Hal ini menegaskan berlakunya asas kemanunggalan hak cipta

dengan penciptanya. Hak cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak

dapat dijual lagi untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama. Apabila timbul

sengketa antara beberapa pembeli hak cipta yang sama atas suatu ciptaan,

perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh hak

cipta tersebut.

Hak cipta dapat beralih baik seluruhnya maupun sebagian melalui

pewarisan, hibah, wasiat, dan dijadikan milik negara. Hak-hak eksploitasi dari

pemegang hak cipta, seperti misalnya hak reproduksi, hak mempertunjukkan,

hak mengadaptasi, dan hak menerjemahkan dapat dialihkan secara

(33)

keseluruhan, dapat juga secara satu persatu atau sebagian saja, bahkan

dapat juga hanya dalam bentuk tertentu saja, misalnya27:

a. Bidang hak reproduksi, yang dialihkan hanyalah hak

reproduksi/menerbitkan ciptaan itu dalam bentuk buku, bukan dalam

majalah, bukan dalam surat kabar, dan sebagainya;

b. Bidang hak mempertunjukkan/ memainkan, yang dialihkan hanyalah

hak untuk memainkan musik tertentu di Taman Ismail Mardjuki

(TIM) Jakarta saja, bukan untuk dimainkan di televisi, radio, dan

sebagainya;

c. Bidang hak adaptasi, yang dialihkan adalah hak untuk membuat film

dari ciptaan yang bersangkutan bukan untuk disandiwarakan;

d. Bidang hak terjemahan, yang dialihkan adalah hak untuk

menerjemahkan karangan yang bersangkutan hanya dalam bahasa

Jepang, bukan dalam bahasa Spanyol atau bahasa Rusia, dan

sebagainya.

Hak cipta menjadi milik negara yaitu apabila suatu ciptaan sama sekali

tidak diketahui penciptanya. Hal ini berarti bahwa harus telah didahului

dengan upaya untuk mengetahui dan menemukan pencipta yang

bersangkutan, baru setelah benar-benar diyakini bahwa ciptaan yang

bersangkutan tidak diketahui atau tidak ditemukan penciptanya, maka hak

cipta atau ciptaan tersebut ditetapkan dipegang oleh negara. Tetapi apabila

(34)

dikemudian hari ada pihak yang dapat membuktikan sebagai pencipta atau

adanya pencipta tersebut, maka negara akan menyerahkan kembali hak cipta

kepada yang berhak. Disamping itu hak cipta juga dapat dialihkan baik

sebagian maupun seluruhnya melalui jual beli maupun dengan perjanjian

lisensi.

C. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Lisensi a. Pengertian Perjanjian Lisensi

Perjanjian menurut rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, didefinisikan sebagai:

“Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih megikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Jika kita perhatikan, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata tersebut menyiratkan bahwa sesungguhnya

dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih

orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas

prestasi tersebut. Rumusan tesebut memberikan konsekuensi hukum bahwa

dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah

pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang

berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat

terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu

(35)

Dalam Black’s law Dictionary28 lisensi diartikan sebagai:

A personal privilege to do some particular act or series of acts...

atau

The permission by competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise would not allowable.

Ini berarti lisensi selalu dikaitkan dengan kewenangan dalam bentuk

privilege untuk melakukan sesuatu oleh seseorang atau suatu pihak tertentu. Dalam pengertian yang umum tersebut, dalam Black’s Law Dictionary,

penggunaan istilah lisensi jika kita baca lebih jauh senantiasa dikaitkan

dengan penggunaan atau pemanfaatan tanah berdasarkan pada izin yang

diberikan oleh otoritas atau pihak yang berwenang dalam hal ini adalah

pejabat atau instansi pemerintah terkait.

Lisensi sering diberikan di bidang intelectual property right, atau masyarakat lebih mengenalnya dengan hak milik intelektual, seperti misalnya

hak atas merek, hak cipta dan hak paten.

Dalam kepustakaan dikenal adanya beberapa jenis lisensi, yaitu:

a) Lisensi tunggal dan lisensi hak diberikan kepada beberapa badan hukum.

Dalam lisensi tunggal, satu perusahaan atau seseorang tertentu

memperoleh izin untuk menggunakan salah satu hak milik intelektual tadi.

Pemakaian hak itu dengan mengecualikan semua orang lain termasuk di

dalamnya pemegang hak itu sendiri. Dalam hal lisensi diberikan kepada

(36)

beberapa perusahaan atau badan hukum atau beberapa orang, maka

badan hukum atau orang-orang tersebut memakai hak itu bersama-sama

disamping perusahaan lain atau orang lain. Untuk selanjutnya hal itu

lebih dikenal dengan lisensi ekslusif dan lisensi non ekslusif.

b) Lisensi terbatas dan lisensi tak terbatas. Dalam lisensi ini yang

dibicarakan adalah perihal luasnya ruang lingkup pemberian lisensi itu.

Dalam hal lisensi tak terbatas, maka pemegang lisensi berhak melakukan

apa saja sebagaimana pemilik hak itu sendiri. Lain halnya dengan lisensi

terbatas. Pembatasan dapat dilakukan umpamanya mengenai luas

hak-hak yang diberikan dalam lisensinya. Misalnya untuk lisensi hak-hak cipta

atas lagu, hanya terbatas untuk lagu-lagu tertentu saja, atau pembatasan

mengenai wilayah edar lagu dan lain sebagainya.

Drupsteen memberikan ukuran lain untuk membedakan macam

bentuk perjanjian lisensi29. ukuran pertama adalah tujuan ekonomis apa yang

berhak dicapai oleh perjanjian lisensi itu. Ukuran kedua adalah acuan hukum

apa yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan ekonomi tadi. Istilah

perjanjian lisensi sering muncul dalam dunia perdagangan, dimana satu

pihak membutuhkan sesuatu untuk dipakai sebagai bahan untuk

mengembangkan usahanya serta mencari keuntungan. Sesuatu yang

dimaksud di sini adalah suatu karya hasil perwujudan imaginasi pihak lain.

(37)

Mau tidak mau pihak yang akan menggunakan hasil karya tadi harus

berhubungan dengan pihak pemilik hasil karya tadi untuk meminta

persetujuan agar bisa menggunakan hasil karya tersebut. Persetujuan inilah

yang oleh kalangan umum terutama yang bersangkutan langsung dengan

perjanjian lisensi ini, selain meminta pendapat dari kalangan umum yang

berhubungan langsung dengan perjanjian lisensi.

b. Pengaturan Perjanjian Lisensi dalam Undang-Undang Hak Cipta

Istilah lisensi ditentukan dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta pada Bab V Pasal 45-47. Pada dasarnya perjanjian lisensi hanya

bersifat pemberian izin atau hak yang dituangkan dalam akta perjanjian untuk

dalam jangka waktu tertentu dan dengan syarat tertentu menikmati manfaat

ekonomi suatu ciptaan yang dilindungi hak ciptaan.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur

ketentuan-ketentuan lisensi dalam pasal 45 – 47, yaitu:

Pasal 45

1. Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

2. Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

(38)

4. Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Pasal 46

Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Pasal 47

1. Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal.

3. Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.

Dari bunyi pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa Pasal 45 dan Pasal

46 UUHC, memberikan keleluasaan pemegang hak cipta dalam

menggunakan haknya apakah dilakukan sendiri atau dengan menyerahkan

kepada pihak lain untuk mengumumkan karya ciptanya (dalam hal ini lagu

atau musik tanpa teks) dengan dibuatnya perjanjian lisensi yang berisikan

hak dan kewajiban masing-masing. Sedangkan Pasal 47 memberikan

keabsahan dan kepastian hukum terhadap penggunaan hak yang ada dalam

sertipikat lisensi karena para pihak akan memperoleh perlindungan hukum.

Perjanjian lisensi lazimnya tidak dibuat secara khusus, artinya

pemegang hak cipta tetap dapat melaksanakan hak ciptaannya atau

(39)

bahwa untuk dapat berlaku bagi pihak ketiga, perjanjian lisensi harus

dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Perjanjian lisensi hak cipta atas lagu juga memerhatikan segala

ketentuan yang ada didalamnya beserta ketentuan-ketentuan tambahan di

luar perjanjian tersebut yang telah dan akan dibuat. Lisensi pengumuman

musik diberikan oleh pencipta lagu dalam bentuk sertipikat lisensi

pengumuman musik yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan

perjanjian tersebut. Lisensi pengumuman musik yang diberikan oleh pencipta

lagu kepada pemakai lagu (user) berlaku tanpa hak substitusi (tidak dapat dialihkan oleh pihak manapun). Pemakai lagu (user) berkewajiban membayar biaya lisensi kepada pencipta lagu sebesar tarif yang telah ditetapkan.

Pemakai lagu (user) juga berkewajiban memberikan laporan secara benar setiap bulan kepada pencipta lagu yang berisi karya musik yang diumumkan,

nama pencipta/ penulis lirik, durasi dan frekuensi pemutaran dalam bentuk

dan dengan cara yang disepakati bersama. Pencipta lagu juga mempunyai

kewajiban untuk menyerahkan sertipikat lisensi kepada pemakai lagu (user) dalam waktu 1 bulan setelah pemakai lagu (user) membayar biaya lisensi dan wajib memberikan izin mengumumkan kepada pemakai lagu (user) untuk seluruh repertoire yang dimilki oleh pencipta lagu.

Pemutusan perjanjian dalam perjanjian lisensi hak cipta atas lagu

dapat dilakukan apabila salah satu pihak, baik pencipta lagu atau pemakai

(40)

satu pihak dapat memberitahukan pemutusan perjanjian kepada pihak yang

melanggar ketentuan-ketentuan dalam perjanjian lisensi hak cipta atas lagu

secara tertulis, tetapi segala kewajiban kedua belah pihak masih tetap

berlaku dan mengikat sampai dengan tanggal pemutusan perjanjian. Apabila

terjadi perselisihan maupun perbedaan paham yang berkaitan dengan

perjanjian tersebut dapat diselesaikan dengan musyawarah. Jika jalan

musyawarah tidak menghasilkan kata sepakat tentang cara penyelesaian

maka dapat diselesaikan di pengadilan negeri setempat.

c. Pengertian Perjanjian Lisensi Hak Cipta Atas Lagu

Dalam perjanjian lisensi hak cipta atas lagu terdapat beberapa istilah

yang mempunyai arti sebagai berikut:

a) Hak Cipta adalah hak khusus yang dimiliki oleh pencipta lagu atau

pemegang hak cipta untuk mengumumkan, memperbanyak atau

memberikan lisensi untuk melakukan suatu pengumuman atau

perbanyakan suatu karya cipta musik sesuai ketentuan yang berlaku.

b) Pencipta adalah seseorang atau bebrapa orang secara bersama-sama

yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan

kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan, atau keahlian

yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

c) Mengumumkan adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,

(41)

apapun, termasuk media internet atau melakukan dengan cara apapun

sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

d) Pemegang Hak Cipta adalah pencipta lagu sebagai pemilik hak cipta

atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta lagu atau pihak

lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak

tersebut.

e) Repertoire adalah seluruh ciptaan musik yang diserahkan oleh pencipta lagu atau pemegang hak cipta baik dalam maupun luar negeri kepada

pemakai lagu (user) untuk dikelola hak ekonomi pengumuman musiknya.

Perjanjian lisensi hak cipta atas lagu adalah persetujuan dimana

pencipta sebagai pemberi lisensi memberikan hak-hak tertentu dalam jangka

waktu tertentu kepada para user sebagai penerima lisensi untuk memanfaatkan (mengumumkan, memperbanyak, menjual dan

mengedarkan), lagu ciptaannya dengan memperoleh imbalan (royalti).

D. Tinjauan Umum tentang Rumah Bernyanyi Karaoke

Sebelum Penulis menjabarkan mengenai Rumah Bernyanyi Karaoke,

terlebih dahulu Penulis akan menjelaskan mengenai istilah Karaoke.

Istilah karaoke (カラオケ) terdiri dari dua kata bahasa Jepang, yaitu

kata kara yang merupakan singkatan dari karappo(からっぽ)yang berarti

(42)

orkestra. Jadi secara harafiah karaoke (カラオケ) berarti melodi yang tidak

ada vokalnya30.

Pengertian karaoke menurut kamus bahasa Jepang Kojien (広辞 苑)

adalah:

カラオケ(歌のないオーケストラの意味)

歌の伴奏音楽だけを録音し、それに合わせて歌うためのテー

プやデイスク。また、その演奏装置。一九七〇年より普及.

Terjemahan: Karaoke (berarti melodi tanpa lirik) Rekaman atau disc yang berisi rekaman iringan musik tanpa lirik, digunakan untuk menyanyi sesuai

dengan iringan tersebut. Ditambah lagi, perlengkapan karaoke telah

menyebar sejak tahun 1970.

Karaoke tidak hanya menyebar di seluruh Jepang namun juga di

Korea, China, Asia Tenggara, bahkan Amerika Serikat. Oleh karena itu tidak

mengherankan jika istilah karaoke ini tidak hanya tertera dalam kamus

bahasa Jepang, namun juga Kamus Bahasa Inggris Oxford. Pengertian

karaoke menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford adalah:

A type of entertainment in which a machine plays only the music of popular songs so that people can sing the words themselves.31

(43)

Terjemahan: Sebuah jenis hiburan dimana sebuah mesin memainkan hanya musik dari lagu-lagu popular sehingga orang-orang dapat menyanyikan lirik

lagu tersebut sendiri.

Dari beberapa pengertian karaoke di atas dapat diartikan bahwa

karaoke adalah melodi yang hanya terdiri dari musik tanpa vokal, dan

vokalnya dinyanyikan oleh seseorang bernyanyi sambil mengikuti melodi

tersebut mendendangkan lirik yang ditampilkan di layar televisi atau buku.

Berikut penjabaran dari Rumah Bernyanyi Karaoke. Menurut

Muhammad Mustafa selaku Kepala Cabang Yayasan Karya Cipta Indonesia

Wilayah Sulawesi dan Papua mengatakan bahwa Istilah “Rumah Bernyanyi”

dengan “Tempat Karaoke” pada umumnya adalah sama. Merupakan

perusahaan yang bergerak dalam bidang entertainment, menyediakan suatu jenis hiburan berupa karaoke. Istilah “Rumah Bernyanyi” hanya dipergunakan

di Makassar sedangkan di Jawa mereka menyebutnya Karaoke Keluarga32.

Sabriadi selaku staff dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota

Makassar mengatakan bahwa usaha karaoke itu adalah usaha yang terdiri

dari sekat-sekat ruangan yang dilengkapi fasilitas karaoke lengkap dan

modern dengan atau tanpa pemandu lagu (kurol)33.

Jadi dapat disimpulkan bahwa rumah bernyanyi karaoke merupakan

sarana hiburan menyanyi indoor dengan perluasan fasilitas dari cafe atau

(44)

restaurant yang dilengkapi dengan sarana teknologi karaoke modern dan lengkap dengan atau tanpa pemandu lagu.

Industri retail karaoke dapat dibagi atas 2 kategori: yaitu Karaoke

Eksekutif dan Karaoke Keluarga. Kedua jenis tempat karaoke ini mempunyai

ciri-ciri, kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Strategi bisnis yang

mengambil kelebihan dari kedua konsep ini dan menjadikan sebuah konsep

karaoke baru.

Karaoke keluarga bukanlah hiburan malam dengan segala pernak

pernik sisi negatifnya. Karaoke keluarga memang didesain dan menyasar

segmen masyarakat yang membutuhkan tempat hiburan yang

menyenangkan dan sehat. Dengan demikian karaoke keluarga tidak akan

mengalami berbagai masalah keamanan seperti yang dialami oleh bisnis

night club, pub, dan diskotik34.

E. Tinjauan Umum tentang Karya Cipta Lagu atau Musik a. Pengertian Lagu atau Musik

Lagu menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, berarti: 1. Langgam

suara yang berirama (dalam bercakap, bernyanyi, membaca, dan lain

sebagainya); 2. Nyanyian; 3. Ragam nyanyi/musik, gamelan, dan

sebagainya; 4. Tingkah laku, cara, lagak; -Lagu instrumental –Lagu yang

disampaikan hanya dengan alat-alat musik. Sedangkan yang dimaksud

(45)

dengan Musik, adalah: 1. Ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam

urutan kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi

(suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan; 2. Nada atau suara

yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan

keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat

menghasilkan bunyi - bunyi itu. Musik adalah ciptaan utuh yang terdiri dari

unsur lagu/melodi, syair atau lirik dan aransemen, termasuk notasinya35

Karya musik merupakan tiap ciptaan baik yang sekarang telah ada maupun

yang dibuat kemudian termasuk didalamnya melodi dengan maupun tanpa

lirik, gubahan / aransemen atau adaptasi.

Lagu atau musik sendiri dalam UUHC diartikan sebagai karya yang

bersifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik,

dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah

bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta36.

Karya lagu atau musik adalah ciptaan utuh yang terdiri dari unsur lagu atau

melodi, syair atau lirik dan aransemen, termasuk notasinya, dalam arti bahwa

lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta37

. Dalam UUHC, pengertian lagu dan musik merupakan satu kesatuan.

Berbeda dengan pengertian tentang lagu dan musik berdasarkan kamus

bahasa Indonesia dimana dalam pengertian tersebut dipisahkan antara

35 Hendratanu Atmadja, Op. Cit., hlm. 28.

36 Penjelasan Pasal 12 ayat (1) huruf (d) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

37 Hulman Panjaitan, Maraknya Pembajakan Lagu Menunjukkan Rendahnya Pemahaman terhadap

(46)

pengertian lagu dengan musik. Lagu merupakan suatu syair atau lirik yang

mempunyai irama38. Sedangkan musik adalah suatu komposisi yang terdiri

dari notasi-notasi yang mempunyai melodi berirama39.

b. Pemilik dan Pemegang Hak Cipta Lagu atau Musik

Yang dimaksud dengan pemilik dan pemegang hak cipta lagu adalah:

a) Pemilik hak cipta adalah pencipta, yaitu seseorang atau beberapa

orang yang dengan kemampuan bakat dan pikiran serta melalui

inspirasi dan imajinasi yang dikembangkannya sehingga dapat

menghasilkan karya yang spesifik dan bersifat pribadi.

b) Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau

pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta sesuai dari batasan

yang tercantum dalam UUHC. Pemegang hak cipta karya musik

substansinya sama dengan pemegang hak cipta karya sastra, hanya

saja dalam praktiknya agak berbeda. Di dalam hak cipta karya musik

biasanya terjadi pemisahan antara pemilik hak cipta (Pencipta),

Pemegang Hak Cipta (Publisher, dll), dan Pengguna Hak Cipta (users)40

38 Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1991, hlm. 657. 39Ibid., hlm. 761.

40 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, UndangUndang

(47)

Hak cipta yang dianggap sebagai "benda bergerak" seperti yang diatur

dalam Pasal 3 ayat (2) UUHC bahwa hak cipta dapat dipindahtangankan,

dilisensikan, dialihkan dan dijual oleh pemiliknya, dengan batasan-batasan

yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemilik

hak cipta sebagai pemegang hak cipta dalam hal ini sudah sangat jelas

kedudukannya. Di dalam karya musik dapat disimpulkan bahwa seorang

pencipta lagu memiliki hak sepenuhnya untuk melakukan eksploitasi atas

lagu ciptaannya. Hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang ingin memanfaatkan

karya tersebut harus meminta izin terlebih dahulu kepada penciptanya

sebagai pemilik dan pemegang hak cipta. Sedangkan pengertian umum

pemegang hak cipta di luar penciptanya (bentuk pengalihan) yang selama ini

berkembang banyak berorientasi pada kebiasaan yang berlaku pada hak

cipta karya sastra/tulis.

c. Pengguna dalam Karya Cipta Lagu atau Musik

Pengguna atau user dalam karya cipta lagu atau musik menurut Husain Audah dibagi menjadi:

a) Untuk Mechanical Rights (hak memperbanyak), pengguna atau user

adalah pengusaha rekaman (recording company).

b) Untuk Performing Right (hak mengumumkan), pengguna atau user

adalah badan yang menggunakan karya musik untuk keperluan

(48)

c) Untuk Printing Rights, pengguna atau user adalah badan yang menerbitkan karya musik dalam bentuk cetakan, baik notasi (melodi

lagu) maupun liriknya untuk keperluan komersil.

d) Untuk Synchronization Rights, pengguna atau user adalah pelaku yang menggabungkan karya cipta musik (audio) ke dalam

gambar/film (visual) untuk kepentingan komersil.

d. Eksploitasi Ciptaan Lagu atau Musik Melalui Lisensi

Salah satu aspek hak khusus pada Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

adalah hak ekonomi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena hak kekayaan

intelektual dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian

atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan. Dengan demikian Hak

Kekayaan Intelektual (HKI) dapat menjadi obyek perdagangan41.

Hak ekonomi seperti halnya hak moral pada mulanya ada pada

pencipta. Namun jika pencipta tidak akan mengeksploitasinya sendiri,

pencipta dapat mengalihkannya kepada pihak lain yang kemudian menjadi

pemegang hak. Pengalihan hak eksploitasi ekonomi suatu ciptaan biasanya

dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam suatu

perjanjian.

Ada 2 (dua) cara pengalihan hak ekonomi yaitu42:

Gambar

Tabel 1.
Tabel 2
Tabel 4.

Referensi

Dokumen terkait

Lakukan pengecekan terhadap produk yang dijual dengan peraturan di luar negeri (Contoh: daftar produk yang dilarang untuk dijual di program Ekspor Shopee)1. Lakukan

Usulan konektivitas transportasi terdiri dari optimalisasi jaringan jalan yang menghubungkan Kecamatan Tanggunggunung - Kecamatan Besuki, Kecamatan Tanggunggunung – Kecamatan

Dengan memahami bahasa berdasarkan perspektif Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dapat dideskripsikan konstruksi teks verbal dan teks visual citra gender dalam teks iklan

Karangan ini diarahkan untuk mengungkapkan hal-hal yang telah mendasari predikat yang dipautkan pada penduduk ini dari dua sisi itu agar dapat dipahami mengapa predikat ini

Untuk menampilkan data SP2D dapat dilakukan dengan cara memilih SKPD, memilih Program dan memilih Kegiatan kemudian klik tombol Tampilkan Data..

Sebanyak 18 responden atau 50% mahasiswa termasuk kategori kurang paham, dikarenakan mahasiswa kurang tertarik dengan kegiatan-kegiatan Fordika dan mereka hanya

Upaya Orangtua dalam memberikan nasehat kepada anak remaja, dalam rangka membina akhalak mereka. Menyimpulkan berdasarkan data yang penulis dapatkan dilapangan

issue memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan kurs rupiah terhadap harga saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Ramya & Right issue Event study, t Right issue Bhuvaneshwari dan Harga