BAB II
PENGATURAN HAK CIPTA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
28 TAHUN 2014
A. Hak Cipta Sebagai Hak Kekayaan Intelektual
Hak cipta merupakan salah satu bentuk hak kekayaan intelektual. Namun,
hak cipta tidak sama dengan hak kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek,
desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, indikasi
geografis, dan perlindungan varietas tanaman. 20 Hak cipta memberikan
perlindungan atas ciptaan-ciptaan dibidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan.
Hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan
hak untuk mencegah orang lain melakukannya.21
Hak kekayaan intelektual adalah hak atas kepemilikan terhadap karya-karya
yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada dasanya, yang termasuk dalam
lingkup HKI segala karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
dihasilkan melalui akal atau daya pikir seseorang atau manusia. Hal inilah yang
membedakan HKI dengan hak-hak milik lainnya yang diperoleh dari alam.22
Hak kekayaan intelektual sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru di
Indonesia. Sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai
undang-undang tentang hak kekayaan intelektual yang sebenarnya merupakan
pemberlakuan peraturan perundang-undangan pemerintahan Hindia Belanda yang
20
Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. x. 21
Ibid.,
22
berlaku di Negeri Belanda, diberlakukan di Indonesia sebagai negara jajahan
Belanda berdasarkan prinsip konkordansi.
Masa itu, bidang HKI mendapat pengakuan baru 3 (tiga) bidang hak
kekayaan intelektual, yaitu bidang hak cipta, merek dagang, dan industri, serta
paten. Adapun peraturan perundang-undangan Belanda bidang HKI adalah
sebagai berikut:
1. Auterswet 1912 (Undang-undang Hak Pengarang 1912, UUHC; S. 1912-600)
2. Reglement Industriele eigendom kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik
Industrial Kolonial 1912; S. 1912-545 jo. S. 1913-214)
3. Octrooiwet 1910 (Undang-Undang Paten, 1910; S. 1910-33, yis. S.
1911-33,S.1922-54).
Secara hukum HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1 Hak cipta,
Ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra, antara lain:
a. Buku, pamphlet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lainnya.
b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
d. Lagu dan/atau musik dengan/atau tanpa teks.
e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim
f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
g. Karya seni terapan
h. Karya arsitektur
i. Peta
j. Karya seni batik, atau seni motif lain
k. Karya fotografi
l. Potret
m. Karya sinematografi
n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi,
aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil tranformasi
o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional
p. Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
program computer maupun media lainnya
q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut
merupakan karya yang asli
r. Permainan video dan
s. Program komputer
2 Hak kekayaan industri
Adapun yang menjadi hak kekayaan industri antara lain:
a. Paten
b. Merek atau merek dagang
c. Desain industri
d. Desain tata letak sirkuit terpadu
f. Varietas tanaman
Sesuai dengan judul skripsi ini, maka yang akan dibahas lebih mendalam
adalah mengenai hak cipta. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan
intelektual, namun hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup
ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup
gagasan umum, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili
didalam ciptaan tersebut.23
Hak Cipta adalah bagian dari sekumpulan hak yang dinamakan Hak Atas
Kekayaan Intelektual yang pengaturannya terdapat dalam ilmu hukum dan
dinamakan Hukum HKI. Menurut Pasal 1 (1) UUHC, pengertian hak cipta adalah
hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip yang
timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
Ciptaan adalah setiap hasil karya ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.24
Hak cipta tidak melindungi ide, akan tetapi melindungi ekspresi dari hasil karya
cipta tersebut, yang dalam hal ini tidak termasuk metode dan rumus-rumus ilmiah.
Bentuk ekspresi hasil karya cipta diantaranya:25
1. Visual, misalnya gambar, sketsa, lukisan,
2. Suara, misalnya nyanyian, alat musik,
3. Tulisan, misalnya tesis, novel, puisi,
23
Haris Munandar dan Sally Sitanggang, Op.Cit., hlm. 15. 24
Lihat ketentuan Pasal 1ayat 3 UUHC Nomor 24 Tahun 2014. 25
4. Gerakan, misalnya tarian, senam.
5. Tiga dimensi, misalnya patung, pahatan, ukiran,
6. Multimedia, misalnya film, animasi, program televisi.
Sementara itu, pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara
sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas
dan pribadi. Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta, yaitu
orang yang namanya: 26
1. Disebut dalam ciptaan,
2. Dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan,
3. Disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan
4. Tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagai pencipta.
UUHC sudah beberapa kali mengalami perubahan, yaitu Undang-undang
Nomor 6 Tahun 1982 yang telah diubah pada tahun 1987 (Undang-undang Nomor
7 Tahun 1987), tahun 1997 (Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997), tahun 2002
(Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002), dan terakhir pada tahun 2014 (
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014).
Hak cipta merupakan hak eklusif yang terdiri atas hak moral dan hak
ekonomi, sebagai berikut:
1. Hak cipta sebagai hak eksklusif
Berdasarkan pengertian hak cipta menurut Pasal 1 UUHC, dapat diketahui
bahwa hak cipta sebagai hak eksklusif melekat erat kepada pengelolanya atau
pemegangnya yang merupakan kekuasaan pribadi atas ciptaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu, tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak cipta kecuali
26
atas izin pemegangnya. Hal ini dilatarbelakangani oleh pemikiran, bahwa untuk
menciptakan suatu ciptaan merupakan pekerjaan yang tidak mudah dilakukan.
Menciptakan sesuatu ciptaan diawali dengan mencari inspirasi terlebih dahulu dan
setelah mendapatkan inspirasi kemudian menggunakan sebuah pemikiran untuk
dapat mewujudkan ciptaan.
Hak eksklusif dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah
yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain
dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.27
Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan
hak eksklusif.28 Dengan hak ekslusif yang dimiliki oleh pencipta, orang lain tidak
boleh meniru ataupun menjiplak ciptaan tersebut secara sembarangan karena
setiap ciptaan pasti memiliki pencipta. Jika hendak meniru suatu ciptaan
hendaknya harus meminta izin terlebih dahulu dari pencipta tersebut.
Munculnya hak ekslusif setelah sebuah ciptaan diwujudkan dan sejak saat
itu hak tersebut mulai dapat dilaksanakan. Dengan hak ekslusif seorang pencipta
atau pemegang hak cipta mempunyai hak untuk mengumumkan, memperbanyak
ciptaannya serta memberi izin kepada pihak lain untuk melakukan perbuataan
tersebut. Sebuah ciptaan yang telah diwujudkan bentuknya oleh seorang pencipta
yang sekaligus sebagai pemegang hak cipta dapat mengumumkan dengan cara
seperti melakukan pameran atau pementasan sehingga diketahui oleh orang lain.29
27
Airlangga University Press, “Hak Cipta”, http://www.aup.unair.ac.id/hak-cipta/ (diakses tanggal 1 Oktober 2015).
28
Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. 5.
29
Disisi lain apabila pencipta mengetahui bahwa ciptaannya di tiru oleh
orang lain bahkan diperdagangkan maka ia berhak untuk melarangnya dan
menggugat orang tersebut ke Pengadilan Niaga. Selain itu pihak korban juga
berhak melaporkan hal tersebut kepada petugas yang berwenang agar kasus
pelanggaran hak cipta dapat diproses menurut ketentuan pidana.
2. Hak cipta sebagai hak ekonomi
Hak cipta tergolong ke dalam hak ekonomi yang merupakan hak khusus
pada HKI. Adapun yang disebut dengan hak ekonomi adalah hak untuk
memperoleh keuntungan ekonomi atas HKI. Dikatakan sebagai hak ekonomi
karena HKI termasuk sebuah benda yang dapat dinilai dengan uang.
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta
untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan. Pencipta atau pemegang hak
cipta memiliki hak ekonomi terhadap ciptaannya untuk melakukan hal-hal yang
mencakup:30
a. Penerbitan ciptaan,
b. penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya,
c. penerjemahan ciptaan,
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan,
e. pendistribusian ciptaan atau salinannya,
f. pertunjukan ciptaan,
g. pengumuman ciptaan,
h. pengomunikasian ciptaan, dan
i. penyewaan ciptaan.
30
Hak cipta sebagai hak ekonomi dapat dilihat dari penerapan hak eksklusif
sebagaimana yang telah dituliskan di atas. Dimana seorang pencipta ataupun
pemegang hak cipta dapat melakukan kegiatan memperbanyak hasil ciptaannya
dan selanjutnya diperjualbelikan dipasaran, maka dari hasil penjualan tersebut ia
memperoleh keuntungan materi.
Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin
pencipta atau pemegang hak cipta. Sementara itu, setiap orang yang tanpa izin
pencipta atau pemegang hak cipta melaksanakan hak ekonomi dari suatu ciptaan,
dilarang melakukan penggandaan atau penggunaan ciptaan tersebut secara
komersial. 31
Setiap ciptaan dalam daftar umum ciptaan memiliki masa berlaku atas
perlindungan hak cipta. Berikut adalah uraian masa berlaku hak ekonomi atas
perlindungan hak cipta.
Masa berlaku hak ekonomi tergantung kepada jenis ciptaannya. Jenis
ciptaan tersebut dimasukkan kedalam lima kelompok, yaitu:32
1. Kelompok I
Jenis ciptaan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah
a. buku, pamphlet, dan semua hasil karya tulis lainnya,
b. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya,
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan,
d. lagu atau alat musik dengan atau tanpa teks,
e. drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim,
31
Ibid., hlm. 4. 32
f. karya seni rupa dalam segala bentuk, seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase,
g. karya arsitektur,
h. peta, dan
i. karya seni batik atau seni lainnya.
Masa berlaku kelompok I ini adalah
a. Selama hidup pencipta ditambah tujuh puluh tahun, setelah pencipta
meninggal dunia terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
b. Apabila ciptaan tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih, perlindungan
hak cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling
akhir tambah tujuh puluh tahun sesudahnya, terhitung mulai tanggal 1
Januari tahun berikutnya.
c. Perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dimiliki atau dipegang badan
hukum, masa berlakunya selama lima puluh tahun, sejak pertama kali
dilakukan pengumuman.
2. Kelompok II
Jenis ciptaan yang termasuk ke dalam kelompok II adalah
a. karya fotografi,
b. potret,
c. karya sinematografi,
d. permainan video,
e. program computer,
g. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi,
h. terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional,
i. kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
program computer maupun media lainnya,
j. kompilasi ekspresi budaya tradisional selam kompilasi tersebut merupakan
karya yang asli
Masa berlaku kelompok II adalah
a. Selama 50 tahun, sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
b. Perlindungan hak cipta atas ciptaan berupa karya seni terapan berlaku 25
tahun, sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
3. Kelompok III
Jenis ciptaan yang termasuk ke kelompok III adalah semua ekspresi budaya
tradisional yang dipegang oleh negara.
Masa berlaku jenis ciptaan ini adalah tanpa batas waktu.
4. Kelompok IV
Jenis ciptaan yang termasuk kelompok IV adalah semua ciptaan yang
penciptanya tidak diketahui, yang dipegang oleh negara.
Masa berlaku jenis ciptaan ini adalah selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut
pertama kali dilakukan pengumuman.
5. Kelompok V
Jenis ciptaan yang termasuk kelompok V adalah semua ciptaan yang
Masa berlaku jenis ciptaan ini adalah selama 50 tahun sejak ciptaan tersebut
pertama kali dilakukan penguman.
3. Hak cipta sebagai hak moral
Hak cipta tidak dapat lepas dari masalah moral, karena di dalam hak cipta
itu melekat hak moral selama perlindungan hak cipta masih ada. Masalah moral
muncul dikarenakan sudah sepantasnya setiap orang mempunyai keharusan untuk
menghormati atau menghargai karya cipta orang lain. Setiap orang tidak boleh
secara sembarangan mengambil ataupun mengubah karya ciptaan orang lain
menjadi atas namanya sendiri.
Hak moral merupakan hak yang melekat secara pribadi pada diri pencipta
untuk:33
a. tetap atau tidak mencantumkan namanya pada salinan yang sehubungan
dengan pemakaian ciptaannya untuk umum,
b. menggunakan nama alias atau samarannya,
c. mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat,
d. mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan
e. mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan,
modifikasi ciptaan, atau hak yang bersifat merugikan reputasinya.
Sebagaimana yang tercantum dalam UUHC yang terbaru disebutkan
bahwa ada beberapa hak moral yang melekat secara abadi pada diri pencipta
yaitu:
a. Hak moral sebagaimana dalam Pasal 4 merupakan hak yang melekat secara
abadi pada diri Pencipta untuk:
33
1) Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada
salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum,
2) menggunakan nama aliasnya atau samarannya,
3) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat,
4) mengubah judul dan anak judul ciptaan,
5) mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, multilasi
ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan
kehormatan diri atau reputasinya.
b. Hak moral sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 (1) tidak dapat dialihkan
selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaaan hak tersebut dapat
dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia.
c. Dalam hal terjadi pengalihan pelaksanaan hak moral sebagaimana
dimaksud pada Pasal 4 (2), penerima dapat melepaskan atau menolak
pelaksanaan haknya dengan syarat pelepasan atau penolakan pelaksanaan
hak tersebut dinyatakan secara tertulis.
Hak moral tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup, tetapi
pelaksanaannya dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, setelah pencipta meninggal dunia. Oleh karena
itu, untuk melindungi hak moral, pencipta dapat memiliki hal-hal yang dilarang
untuk dihilangkan, diubah, atau dirusak, yaitu:34
34
a. Informasi manajemen hak cipta, meliputi informasi tentang metode atau
system yang dapat mengidentifikasi orisinalitas substansi ciptaan dan
penciptanya, serta kode informasi dan kode akses,
b. Informasi elektronik hak cipta, meliputi informasi tentang suatu ciptaan
yang muncul dan melekat secara elektronik dalam hubungan dengan
kegiatan pengumuman ciptaan, nama pencipta dan nama samarannya,
pencipta sebagai pemegang hak cipta, masa dan penggunaan kondisi
ciptaan, nomor dan kode informasi.
Kepemilikanan atas hak cipta dapat dipindahkan kepada pihak lain tetapi
hak moralnya tetap tidak terpisahkan dari penciptanya. Hak moral merupakan hak
yang khusus serta kekal yang dimiliki sang pencipta atas hasil ciptaannya, dan
hak itu tidak dipisahkan dari penciptanya.35
Hak moral pencipta berlaku tanpa batas waktu dalam hal tetap atau tidak
mencantumkan namanya pada salinan yang sehubungan dengan pemakaian
ciptaannya untuk umum, menggunakan nama alias atau samarannya, serta
mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan,
modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan reputasinya. Sementara itu,
hak moral pencipta untuk mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam
masyarakat serta mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama
berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan.36
35
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 74.
36
B. Ciptaan yang Dilindungi dalam Hukum Hak Cipta di Indonesia
Menurut L.J Taylor dalam bukunya Copyright For Librarians menyatakan
bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide. Jadi, bukan
melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah
dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.37
Ciptaan yang dilindungi sebagaimana yang dimuat dalam UUHC meliputi
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang terdiri atas:38
1. Buku, pamphlet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lainnya.
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya.
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Lagu dan/atau musik dengan/atau tanpa teks.
5. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantonim.
6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi,
seni pahat, patung, atau kolase.
7. Karya seni terapan.
8. Karya arsitektur.
9. Peta.
10.Karya seni batik, atau seni motif lain.
11.Karya fotografi.
12.Potret.
13.Karya sinematografi.
37
Rachmadi Usman, Op.Cit., hlm. 121. 38
14.Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen,
modifikasi dan karya lain dari hasil tranformasi.
15.Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi
budaya tradisional.
16.Kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan
program computer maupun media lainnya.
17.Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan
karya yang asli.
18.Permainan video dan
19.Program computer.
Namun, selain ciptaan yang dilindungi diatas terdapat pula hasil karya yang
tidak dilindungi oleh hak cipta, yakni: 39
1. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata
2. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan, atau data
walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau
digabungkan dalam sebuah ciptaan
3. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah
teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
Pasal 42 UUHC menjelaskan bahwa tidak ada hak cipta atas hasil karya
berupa:
Hasil rapat terbuka lembaga negara
1. Peraturan perundang-undangan
2. Pidato ketatanegaraan atau pidato pejabat pemerintah
39
3. Putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan
4. Kitab suci atau simbol keagamaan.
C. Pencatatan Hak Cipta
Kebutuhan masyarakat akan eksistensi dan pengembangan produk,
pelatihan, kerja sama, dan kelembagaan perlu dipenuhi supaya mereka tetap dapat
berjuang mengembangkan usahanya jangan sampai usahanya hancur karena
mengejar perolehan HKI yang memakan waktu panjang dan memakan biaya yang
mahal. 40 Oleh karenanya, Pemerintah menetapkan tahap-tahap yang harus
dilakukan ketika ingin mencatatkan ciptaan. Meskipun UUHC tidak mewajibkan
suatu ciptaan untuk dicatatkan, undang-undang mengatur secara khusus ketentuan
mengenai pencatatan ciptaan yakni dalam Pasal 66 sampai Pasal 73 UUHC.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:41
1. Mengajukan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh
pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya kepada
menteri.
2. Permohonan tersebut dapat dilakukan secara elektronik maupun non
elektronik dengan menyertakan contoh ciptaan, produk hak terkait, atau
penggantinya, serta melampirkan surat pernyataan kepemilikan ciptaan dan
hak terkait.
3. Membayar biaya sesuai dengan yang sudah ditentukan.
4. Bagi permohonan yang diajukan oleh beberapa orang, nama pemohon harus
dituliskan semua dengan menetapkan satu alamat pemohon yang terpilih.
40
Endang Purwaningsih, Op.Cit., hlm. 126. 41
5. Apabila pemohon berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, permohonan wajib dilakukan melalui konsultan kekayaan
intelektual yang terdaftar sebagai kuasa.
6. Selanjutnya menteri akan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang
telah memenuhi persyaratan. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui
ciptaan atau produk hak terkait yang dimohonkan tersebut secara esensial
sama atau tidak sama dengan ciptaan yang tercatat dalam daftar umum ciptaan
atau objek kekayaan intelektual lainnya.
7. Menteri memberikan keputusan menerima atau menolak permohonan dalam
waktu paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
permohonan yang memenuhi persyaratan.
Simbol hak cipta -©- biasanya digunakan untuk mengidentifikasi
pemegang hak cipta dan mengingatkan masyarakat bahwa karya tersebut
memperoleh perlindungan hak cipta. Pemegang hak cipta dapat mencantumkan
tanda ini pada karya cipta mereka walaupun sama sekali tidak ada kewajiban
mengenai hal ini.
Orang yang melakukan pencatatan hak cipta untuk pertama kalinya tidak
berarti sebagai pemilik hak yang sah karena bilamana ada orang lain yang dapat
membuktikan bahwa itu adalah haknya maka, kekuatan hukum dari suatu
pencatatkan ciptaan tersebut dapat dihapuskan. Untuk itu pemegang hak cipta
dapat mengajukan gugatan ganti rugi, meminta penyitaan, menyerahkan
menghentikan kegiatan pengumuman, perbanyakan, pengedaran, dan penjualan
ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.42
Mariam Darus mengatakan bahwa pencatatan itu tidak hanya semata-mata
mengandung arti untuk memberikan alat bukti yang kuat akan tetapi juga
menciptakan hak kebendaan. Hak kebendaan atas suatu benda untuk umum terjadi
pada saat pencatatan itu dilakukan. Selama pencatatan belum terjadi, hak hanya
mempunyai arti terhadap para pihak pribadi dan umum dianggap belum
“mengetahui” perubahan status hukum atas hak yang dimaksudkan. Pengakuan
dari masyarakat baru terjadi pada saat hak tersebut (milik) didaftarkan. 43
Keuntungan-keuntungan yang diperoleh pencatatan dimaksudkan untuk
membantu membuktikan kepemilikan. Adalah bijak mencatatkan ciptaan bernilai
komersial atau penting dalam situasi tertentu karena sering kali muncul kesulitan
untuk membuktikan kepemilikan di pengadilan. Ketidakmampuan untuk
membuktikan kepemilikan secara meyakinkan sangat menetukan dalam
kasus-kasus hak cipta di Indonesia.44
Adapun prosedur pencatatan hak cipta adalah sebagai berikut:
1. Mengisi formulir pencatatan
Permohonan pencatatan ciptaan diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM
RI dengan cara mengisi formulir yang disediakan dalam bahasa Indonesia dan
diketik rangkap 2 (dua). Proses pencatatan juga dapat dilakukan dengan cara
elektronik melalui situs e-hakcipta.dgip.go.id. Untuk pertama kali, pencatatan hak
cipta secara elektronik hanya dapat dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah
42
OK.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 91.
43
Ibid., hlm. 92.
44
Kementrian hukum dan HAM, Konsultan HKI, Rektor Perguruan Tinggi, dan
Ketua Sentra HKI yang telah terdaftar dan memiliki password.
Adapun, formulir pencatatan tersebut berisi:45
a. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta;
b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;
c. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa;
d. Jenis dan judul ciptaan;
e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;
f. Uraian ciptaan yang dibuat rangkap tiga.
Formulir pencatatan dibubuhi materai 6000 (pada lembar pertama) dan
ditanda tangani oleh pemohon atau kuasa yang khusus dikuasakan.
2. Melampirkan contoh ciptaan dan uraian atas ciptaan yang dimohonkan.
Pemohon wajib melampirkan contoh ciptaan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Buku dan karya tulis lainnya : 2 (dua) buah yang telah dijilid dengan edisi
terbaik. Apabila buku tersebut berisi foto seseorang harus disertai surat
pernyataan tidak keberatan dari orang yang difoto atau ahli warisnya.
b. Program komputer: 2 (dua) buah disket disertai buku petunjuk
pengoperasian dari program computer tersebut.
c. CD/VCD/DVD: 2 (dua) buah disertai dengan uraian ciptaannya.
d. Alat peraga: 1 (satu) buah disertai dengan buku petunjuk.
e. Drama: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya;
f. Tari (koreografi): 10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah
rekamannya.
45
g. Pewayangan: 2 (dua) buah naskah tertulis atau rekamannya; pantomime:
10 (sepuluh) buah gambar atau 2 (dua) buah rekamannya.
h. Karya pertujukan: 2 (dua) buah rekamannya.
i. Karya siaran: 2 (buah) rekamannya.
j. Seni Lukis, seni motif, seni batik, seni kaligrafi, logo, dan gambar:
masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.
k. Seni ukir, seni pahat, seni patung, seni kerajinan tangan, dan kolase:
masing-masing 10 (sepuluh) lembar berupa foto.
l. Arsitektur : 1 (satu) buah gambar arsitektur.
m.Peta : 1 (satu) buah.
n. Fotografi : 10 (sepuluh) lembar; sinematografi: 2 (dua) buah rekamannya.
o. Terjemahan : 2 (dua) buah naskah yang disertai izin dari pemegang hak
cipta.
p. Tafsir, saduran, dan bunga rampai: 2 (dua) buah naskah.
3. Melampirkan bukti kewarganegaraan pencipta atau pemegang hak cipta.
Pemohon wajib melampirkan foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau
bukti tertulis yang menerangkan tentang kewarganegaraan.
4. Melampirkan bukti badan hukum bila pemohon adalah badan hukum.
Apabila pemohon adalah suatu badan hukum, pada surat permohonannya
harus dilampirkan salinan resmi akta pendirian badan hukum tersebut atau
foto kopinya yang dilegalisasi notaris.
5. Melampirkan surat kuasa bila melalui kuasa.
Apabila permohonan diajukan dan ditanda tangani melalui seorang kuasa,
warga Negara Republik Indonesia dan bertempat tinggal di dalam wilayah
Republik Indonesia, sehingga pada permohonan pendaftaran tersebut harus
melampirkan bukti yang menerangkan tentang kewarganegaraan kuasanya.
6. Membayar biaya permohonan.
Biaya permohonan yang dibebankan dalam pendaftaran dan biaya
administratif lainnya perihal hak cipta merupakan penerimaan negara bukan
pajak yang dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dibidang penerimaan negara bukan pajak.
D. Pengalihan Hak Cipta
Hak cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud. hak cipta juga dapat
dijadikan sebagai objek jaminan fidusia serta dapat beralih atau dialihkan.
Pengalihan hak cipta baik seluruh maupun sebagian, terjadi karena:
1. Pewarisan
Ketika seseorang meninggal dunia maka terutama warisan menjadi terbuka
dan mulai saat itu terjadi peralihan harta kekayaan pewaris. Warisan merupakan
salah satu bentuk pengalihan harta kekayaan karna dengan meninggalnya
seseorang berakibat harta kekayaannya beralih kepada ahli warisnya.
Prinsipnya setiap orang dapat dipastikan mempunyai keluarga dan
mempunyai harta kekayaan walaupun misalnya nilai hartanya tidak seberapa. Di
samping itu ada kalanya dimana selam hidupnya pewaris memiliki hutang. Utang
kekayaan itu meliputi aktiva dan pasiva yang berupa hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya. 46
Pengalihan hak cipta yang terjadi karena pewarisan berlaku
prinsip-perinsip hukum waris dimana ahli waris yang berhak untuk mewarisi kekayaan si
pewaris adalah golongan pertama yakni anak dari si pewaris dan apa bila tidak ada
barulah diberikan kepada golongan berikutnya. Jika ahli warisnya lebih dari satu
orang tidak menjadi masalah dalam menerima warisan karna hak cipta dapat
dimiliki secara bersama-sama.47
2. Hibah
Hibah merupakan sebuah perjanjian yang didasarkan atas kesepakatan.
Meskipun berupa perjanjian namun hibah bukan sebagai perjanjian timbal-balik
hak dan kewajiban para pihak melainkan perjanjian yang sepihak. Hibah adalah
perjanjian penyerahan barang yang dibuat oleh penghibah kepada penerima hibah
dan yang mempunyai janji hanyalah penghibah saja. Hibah yang telah
diperjanjikan, apalagi yang telah dilaksanakan penyerahan barang yang
dihibahkan, maka objek hibah tidak dapat ditarik kembali oleh penghibah.
Walaupun perbuatan menghibahkan barang itu merupakan hak seseorang. 48
Pengalihan hak cipta dengan cara hibah dilakukan dengan cara pemegang hak
cipta membuat akta hibah dihadapan seorang notaris. Apabila tidak paham
caranya maka pemegang hak cipta mengutarakan niatnya kepada notaris yang
nantinya langsung dibuatkan aktanya sehingga yang bersangkutan tinggal
menandatangani akta bersama notaris dan para saksi yang biasanya pegawai
notaris. Dengan dasar akta hibah tersebut penerima hibah sah sebagai pemegang
46
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 30. 47
Ibid., hlm. 30. 48
hak cipta atas suatu ciptaan yang pada akhirnya berhak menjalankan hak
eksklusifnya. 49
3. Wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ata
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.50 Hak cipta dianggap
sebagai benda yang bergerak yang dapat beralih atau dialihkan baik secara
keseluruhan maupun sebagian. Hak cipta termasuk dalam kategori benda bergerak
yang merupakan harta benda yang tidak habis karena dikonsumsi oleh karena itu
hak cipta dapat diwakafkan.
4. Wasiat
Harta kekayaan pewaris yang meninggal dunia menurut undang-undang
adalah milik ahli warisnya, namun demikian ada pengecualian apabila si pewaris
membuat surat wasiat. Menurut Pasal 875 KUH Perdata surat wasiat adalah suatu
akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya untuk
di kemudian hari setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Pernyataan tersebut
dapat dicabut kembali oleh pewaris sebelum ia meninggal dunia.51
Surat wasiat harus dibuat oleh pewaris dalam keadaan bebas artinya tidak
ada paksaan untuk membuat surat tersebut. Di samping itu, dalam pembuatannya
harus dengan itikad baik tidak didasarkan adanya penipuan atau akal licik.
49
Ibid., hlm. 33. 50
Lihat ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004. 51
Apabila tidak demikian menurut Pasal 893KUH perdata maka surat wasiat
tersebut batal demi hukum.52
Pewaris yang telah meninggal dunia harus menyebutkan objek dari hak
cipta tersebut baik itu ciptaan di bidang ilmu, seni, atau kebudayaan serta
menjelaskan bentuknya. Apabila ciptaan pewaris telah didaftarkan di Dirjen HKI
perlu disebutkan tanggal penerimaan pendaftaran ciptaan maupun nomor
pendaftaran ciptaan yang telah terdaftar di daftar umum ciptaan.
Apabila penerima wasiat menolak wasiat maka surat wasiat tidak dapat
dilaksanakan sehinga hak cipta yang merupakan harta peninggalan pewaris
kembali kepada ahli waris yang berhak menerimanya.53
5. Perjanjian tertulis
Bentuk perjanjian tertulis tidak dijelaskan di dalam UUHC tetapi dapat
dipahami bahwa perjanjian tertulis yang dimaksud adalah perjanjian yang
bertimbal balik di mana kedua belah pihak yang melakukan perjanjian
mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang saling bertimbal balik antara
yang satu dengan yang lainnya. Bentuk perjanjian ini antara lain dapat berupa
perjanjian jual beli atau perjanjian tukar menukar. Pemegang hak cipta dapat
menjual hak ciptanya kepada orang lain, atau menukarkan hak ciptanya dengan
barang yang lain.54
Pengalihan hak cipta yang dibuat secara perjanjian tertulis bertujuan untuk
kepentingan pembuktian bahwa telah terjadi peralihan hak dari pemegang hak
cipta kepada orang lain. Pada dasarnya perjanjian tertulis ini dibuat untuk
kepentingan dikemudian hari apabila ada masalah atau sengketa dengan
52
Ibid., hlm. 33. 53
Ibid., hlm. 35. 54
menunjukkan surat perjanjiannya akan lebih mudah membuktikan peristiwa yang
telah terjadi.55
6. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan perundang undangan
antara lain, pengalihan hak cipta yang disebabkan oleh putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap, merger, akuisisi,atau pembubaran
perusahaan atau badan badan hukum dimana terjadi penggabungan atau
pemisahan asset perusahaan.56
Hak ekonomi suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta atau pemegang
hak cipta, selama seluruh hak ekonomi tersebut tidak dialihkan kepada penerima
pengalihan hak atas ciptaan. Hak ekonomi yang dialihkan pencipta atau pemegang
hak cipta untuk seluruh atau sebahagian tidak dapat dialihkan untuk kedua kalinya
oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang sama. 57
Sebagai hak milik kebendaan hak cipta dapat beralih ataupun dialihkan
baik status maupun penguasaannya, kepada orang lain. Pencipta atau pemegang
hak cipta dapat mengalihkan hak cipta baik untuk seluruh hak yang melekat
maupun sebagian dari hak itu kepada orang lain.
Pengalihan kepemilikan hak cipta sering kali lebih didasari oleh kebutuhan
praktis. Misalnya, karena pencipta tidak dalam posisi yang memungkinkan atau
tidak memiliki kemampuan untuk mengekploitasi sendiri ciptaannya. Seorang
penulis novel akan merasa lebih baik bila menyerahkan hak ciptaannya kepada
penerbit untuk melaksanakan pencetakan dan mengedarkan buku-bukunya.
Demikian pula pencipta lagu yang akan dapat lebih berkonsentrasi pada aktivitas
55
Ibid., hlm. 38. 56
Lihat penjelasan Pasal 16 ayat 2 huruf f UUHC Nomor 24 Tahun 2014
57
kreatifnya ketimbang harus mengurus sendiri urusan-urusan teknis seperti
penyewaan studio rekaman, pemilihan penyanyi, musisi, hingga proses
perekaman, dan penggandaan serta pendistribusiannya yang memerlukan
networking sampai ke tingkat pengecer hingga konsumen.58
Pengalihan hak atas pencatatan ciptaan dan produk hak terkait juga dapat
beralih apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Pengalihan hak atas pencatatan ciptaan dan produk hak terkait dapat dilakukan
jika seluruh hak cipta atas ciptaan tercatat dialihkan haknya kepada penerima
hak.
2. Pengalihan Hak dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis dari kedua
belah pihak atau penerima hak kepada menteri.
3. Pengalihak hak cipta dicatat dalam daftar umum ciptaan dengan dikenai
biaya.59
Patut dicatat bahwa pengalihan hak cipta dapat pula dinyatakan tidak
berlaku oleh pengadilan bila pelaksanaannya bertentangan dengan kebijakan di
bidang perekonomian. Undang-undang hak cipta memiliki norma seperti itu yang
dibakukan dalam pengaturan mengenai lisensi. Intinya berupa larangan bagi
perjanjian lisensi untuk memuat ketentuan-ketentuan yang dapat menimbulkan
akibat yang merugikan perekonomian Indonesia, atau memuat ketentuan yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Kenyataannya bentuk-bentuk tindakan seperti itu sangat beragam.
Diantaranya, perjanjian pengalihan hak cipta dikalangan musisi atau pencipta lagu
dengan industri rekaman. Meski tidak banyak contoh ini pernah terjadi. Ketika itu,
58
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral (Yogyakarta: PT. Rajawali Pers, 2011), hlm. 98.
59
seorang pencipta lagu dan sekaligus penyanyi dikontrak oleh perusahaan rekaman
untuk lima album. Dalam perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan rekaman dapat
menghentikan kontrak itu setiap saat dengan pemberitahuan sebulan sebelumnya.
Sekilas perjanjian itu terasa menjamin prospek kehidupan pencipta lagu itu.
Tetapi pada kenyataannya perjanjian itu lebih menuntut komitmen total dari
pencipta lagu kepada produser rekaman tanpa ada jaminan karya-karyanya akan
diadakan pasaran. Perselisiahan akan timbul karena prosedur rekaman sering kali
harus menunggu waktu yang dianggap tepat untuk mengedarkan hasil karya
rekamannya pertimbangan yang murni bisnis seperti itu sering kali menjadi
berlarut-larut dan cenderung merugikan kepentingan pencipta lagu.60
E. Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia
1. Perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran hak cipta.
Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan karya yang dilindungi hak cipta,
yang melanggar hak ekslusif pemegang hak cipta, seperti hak untuk
mereproduksi, mendistribusikan, menampilkan, atau memamerkan, atau membuat
karya turunan tanpa seizin pemegang hak cipta.61
Pelanggaran terjadi jika ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada.
Namun, pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karyanya
telah dijiplak, atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Hak cipta tidak
dilanggar jika karya-karya sejenis diproduksi secara independen, dalam hal ini
masing-masing pencipta akan memperoleh hak cipta atas karya mereka.62
60
Henry Soelistyo, Op.Cit., hlm 100. 61
Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. 34 62
Hak cipta juga dilanggar jika seluruh atau bagian substansial dari suatu
ciptaan yang dilindungi hak cipta diperbanyak. Pengadilan akan menentukan
apakah suatu bagian yang ditiru merupakan bagian substansial dengan meneliti
apakah bagian yang digunakan itu penting, memiliki unsur pembeda atau bagian
yang mudah dikenali. Bagian ini tidak harus dalam jumlah atau bentuk besaran
(kuantitas) untuk menjadi bagian substansial. Substansial disini simaksudkan
sebagai bagian penting, bukan bagian dalam jumlah besaran. Jadi, yang dipakai
sebagai ukuran adalah ukuran kualitatif bukan ukuran kuantitatif.63
Pelanggaran hak cipta dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip,
merekam, memperbanyak, atau mengumumkan sebagian atau seluruh ciptaan
orang lain, tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, atau yang dilarang
undang, atau melanggar perjanjian. Dilarang undang artinya
undang-undang tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan karena:64
a. Merugikan pencipta/pemegang hak cipta, misalnya memfotocopy sebagian
ciptaan orang lain kemudian diperjualbelikan kepada masyarakat; atau
b. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang
bertentangan degan kebijaksanaan pemerintah dibidang pertahanan dan
keamanan; atau
c. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya
memperbanyak dan menjual Video Compact Disc (VCD) porno.
Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap
suatu hak cipta adalah saat seseorang:65
63
Ibid., hlm.123
64
Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 220.
65
a. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak
lain untuk melanggar hak cipta;
b. Memiliki hubungan dagang/komersial dengan barang bajakan
ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta;
c. Mengimpor barang-barang ciptaan yang dilindungi hak cipta untuk dijual
eceran atau didistribusikan;
d. Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuuk digunakan
sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang
melanggar hak cipta.
Pencipta, pemegang hak cipta atau pengelola hak terkait yang mengalami
kerugian hak ekonomi atas pelanggaran hak cipta berhak mengajukan gugatan
kepada Pengadilan Niaga dan memperoleh ganti rugi. Gugatan ganti rugi dapat
berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang
diperoleh dari penyelenggaran ceramah, pertemuan ilmiah, atau pameran karya
yang merupakan hasil dari pelanggaran hak cipta. Ganti rugi tersebut harus
dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap. 66
Berdasarkan ketentuan Pasal 113 UUHC dapat disimpulkan bahwa terdapat
dua golongan pelaku pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi
pidana. Pertama, pelaku utama adalah perseorangan yang dengan sengaja
melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku
utama ini dalah penerbit, pembajak, penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku
pembantu adalah pihak-pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual
66
kepada umum setiap ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau
melanggar larangan UUHC. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar,
penyelenggara pameran, penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan
hasil kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh
undang-undang.
Demi menyeimbangkan hak-hak pemilik hak cipta dengan kepentingan
masyarakat luas untuk memperoleh akses informasi, UUHC diberbagai negara
mengizinkan penggunaan ciptaan-ciptaan tertentu tanpa perlu izin pencipta atau
pemegang hak cipta. Menurut Pasal 43 perbuatan yang tidak dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta meliputi:
a. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan
lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan segala
sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali
dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang undangan, pernyataan
pada ciptaan tersebut dilakukan pengumuman, pendistribusian,
komunikasi, dan/atau penggandaan;67
c. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor
berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya
dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau
d. Pembuatan dan penyebarluasan konten hak cipta melalui media teknologi
informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau
menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut
67
menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebaranluasan
tersebut.
e. Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian potret presiden,
wakil presiden, mantan wakil presiden, pahlawan nasional, pimpinan
lembaga negara, pimpinan kementrian/lembaga pemerintah non
kementrian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan
kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya didalam Pasal 44 UUHC juga dijelaskan beberapa perbuatan
yang juga tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, yaitu:68
a. Penggunaan, pengambilan, penggadaan, dan/atau perubahan suatu ciptaan
dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial
tidak dianggap sebagai pelangaran hak cipta jika sumbernya dicantumkan
secara lengkap untuk keperluan:
1) Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan
kepentingn yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;
2) Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif dan
peradilan;
3) Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
atau
4) Pertujukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
68
b. Fasiltas akses atas suatu ciptaan untuk menyandang tuna netra, penyandang
kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau
pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan
secara lengkap, kecuali bersifat komersial
c. Dalam hal ciptaan berupa karya arsitektur, pengubahan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 44 (1) tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta
jika dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas akses terhadap ciptaan bagi
penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan
dalam membaca dan menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
B. Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta
Pengajuan tuntutan hak cipta dapat dilakukan secara pidana, menurut
UUHC yang baru terdapat beberapa bentuk pelanggaran hak cipta antara lain
berupa penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya,
penerjemahan, pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian,
pendistribusian ciptaan atau salinanya, pertunjukan ciptaan, pengumuman,
komunikasi ciptaan, dan penyewaan ciptaan tanpa izin dari pencipta/pemegang
cipta tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak
berhak, karena tiga hal yakni:69
1. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang
bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan
keamanan atau ;
2. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya
memperbanyak dan menjual vdeo compact disc (VCD) porno.
Pembajakan terhadap karya orang lain seperti buku dan rekaman adalah
salah satu bentuk dari tindak pidana hak cipta yang dilarang dalam UUHC.
Pekerjaannya liar, tersembunyi, dan tidak diketahui orang banyak apalagi oleh
petugas penegak hukum dan pajak. Pekerjaan tersembunyi ini dilakukan untuk
menghindarkan diri dari penangkapan pihak kepolisian. Para pembajak tidak
akan mungkin menunaikan kewajiban hukum untuk membayar pajak kepada
negara sebagaimana layaknya warga negara yang baik. Pembajakan merupakan
salah satu dampak negatif dari kemajuan iptek di bidang grafika dan elektronika
yang dimanfaatkan secara melawan hukum (ilegal) oleh mereka yang ingin
mencari keuntungan dengan jalan cepat dan mudah.
Menurut ketentuan Pasal 113 UUHC yang baru dapat disimpukan bahwa
terdapat 3 (tiga) kelompok bentuk pelanggaran hak cipta sebagai delik
undang-undang (wet delict) yakni:
1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan
atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain
melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin
69
Singgih Wigati, “Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta”.
untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah
dibidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum;
2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk
perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan;
3. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk
kepentingan komersial suatu program komputer.
Merujuk pada ketentuan Pasal 113 tersebut, ada dua golongan pelaku
pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi pidana. Pertama,
pelaku utama adalah perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja
melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku
utama ini dalah penerbit, pembajak, penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku
pembantu adalah pihak-pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual
kepada umum setiap ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau
melanggar larangan UUHC. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar,
penyelenggara pameran, penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan
hasil kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh
undang-undang.
F. Sengketa Hak Cipta di Indonesia
1. Sengketa hak cipta di Indonesia.
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pemikiran, imajinasi,
Hak cipta tidak melindungi ide, akan tetapi melindungi ekpresi dari hasil karya
cipta tersebut. 70
Di Indonesia sering sekali terjadi kasus sengketa hak cipta, seperti yang
terjadi baru-baru ini yaitu kasus antara koreografer Roy Yulius Tobing dengan
artis yang bernama Minati Atmanegara. Kasus ini bermula ketika Roy Tobing
melaporkan Minati ke Polda Metro Jaya tersangkut kasus pelanggaran hak cipta.
Penyebabnya adalah karena Roy merasa Minati memakai gerakan yang ia
ciptakan dan lantas dicatatkan sebagai hak ciptanya.
Roy merupakan seorang koreografer yang menciptakan body language
exercises, salah satu bentuk senam. Roy mulai merintis senam ini di Indonesia
dari tahun 1981, sedangkan Minati menggunakan gerakan tersebut sebelum tahun
1994. 71
Roy mengaku bahwa Minati mengambil salah satu instrukturnya (pria) dan
baru mencatatkan hak cipta body performnya pada tahun 2014 lalu dengan
sinematografi72. Sedangkan Roy menciptakan dengan sebuah diktat manual
dengan sebuah judul karya tulis dan foto cara gerak.
Minati Atmanegara sendiri menanggap hal ini dengan santai. Ia
menyatakan bahwa gerakan senam itu adalah hal yang umum sehingga setiap
orang dapat menggunakannya termasuk dirinya. Laporan yang dilakukan oleh
Roy Tobing sejak pada November 2014 silam ini ternyata sempat ingin
70
Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. 7. 71
Kapan Lagi.com, “Ini kronologi maestro senam laporkan hak cipta gerakan Minati”
http://www.merdeka.com/artis/ini-kronologi-maestro-senam-laporkan-hak-cipta-gerakan-minati.html (diakses tanggal 6 Oktober 2015).
72
diselesaikan secara kekeluargaan oleh Minati Atmanegara tetapi tidak berhasil
karena pada bulan Agustus lalu, ia mendapatkan surat penetapan dirinya sebagai
tersangka. Selain itu Minati juga mengaku bahwa ia mempunyai bukti yang kuat
untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Ia mempunyai surat dari HKI
yang menyatakan senamnya dengan senam Roy berbeda.73
Kini Minarti ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 112, Pasal 113
dan Pasal 116 Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2014 tentang hak cipta
dengan ancaman empat tahun hukuman penjara. Roy berharap agar kasus ini bisa
memberikan efek jera kepada Minarti. Apalagi Minarti meraup banyak
keuntungan karena menggunakan gerakan ini juga di sanggar senamnya.
Pencipta adalah orang yang namanya disebut dalam ciptaan, yang
namanya dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan, yang namanya
disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan tercantum dalam daftar umum
ciptaan sebagai ciptaan.74 Merujuk pada pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kasus diatas dapat diselesaikan dengan memeriksa daftar pencatatan
ciptaan, melalui cara tersebut dapat ditentukan siapa pemegang hak ciptanya
dengan melihat siapa yang melakukan pencatatan hak cipta terlebih dahulu.
2. Sanksi yang diberikan terhadap pelaku pelanggaran hak cipta.
Setiap orang yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
hak cipta dikenakan sanksi. Berikut sanksi pidana atas pelanggaran hak ekslusif
73ScreenSay, “Minati Atmanegara Jadi Tersangka Kasus Pelanggaran Hak Cipta”
http://screensay.com/article/2196/minati-atmanegara-jadi-tersangka-kasus-pelanggaran-hak-cipta (diakses tanggal 6 Oktober 2015).
74
terhadap perlindungan hak cipta berdasarkan Undang-undang RI Nomor 28 Tahun
2014 tentang hak cipta.
Sanksi yang diberikan kepada orang yang melakukan pelanggaran hak
cipta tergantung kepada jenis pelanggaran yang ia lakukan. Jenis pelanggaran
dibagi atas beberapa bagian yaitu:75
a. Pelanggaran terhadap informasi manajemen hak cipta (Pasal 7 (3) dan/atau
Pasal 52) untuk penggunaan secara komersial.
Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah menghilangkan,
mengubah, atau merusak informasi manajemen hak cipta tanpa izin
pencipta atau pemegang hak cipta, untuk penggunaan secara komersial.
Pelaku diancam dua tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak
Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
b. Pelanggaran terhadap hak ekonomi Pencipta (Pasal 9).
1) Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaan
ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta, untuk
penggunaan secara komersial.
Pelaku diancam satu tahun penjara dan dikenakan denda paling
banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
2) Tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara
komersial, dalam hal:
a) Penerjemahan ciptaan
b) Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan
c) Pertunjukan ciptaan , dan
75
d) Komunikasi ciptaan.
Pelaku diancam tiga tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak
Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3) Tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta untuk penggunaan secara
komersial, dalam hal:
a) Penerbitan ciptaan,
b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya
c) Pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan
d) Pengumuman ciptaan
Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling
banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
4) Penggunaan secara komersial yang dilakukan dalam bentuk:
a) Penerbitan ciptaan,
b) Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya,
c) Pendistribusian ciptaan atau salinannya, dan
d) Pengumuman ciptaan.
Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling
banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
c. Pelanggaran terhadap pengelola tempat perdagangan (Pasal 10).
Kegiatan yang termasuk dalam bagian ini adalah membiarkan penjualan
atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta ditempat
perdagangan yang dikelolanya. Pelaku dikenakan denda paling banyak
d. Pelanggaran terhadap hak ekonomi atas potret (Pasal 12) untuk penggunaan
komersial.
Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penggunaan secara
komersial atas penggandaan, pengumuman, pendistribusian, atau
komunikasi atas potret untuk kepentingan periklanan, baik media
elektronik maupun non elektronik, tanpa persetujuan dari orang yang
dipotret atau ahli warisnya. Pelaku dikenakan denda paling banyak
Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
e. Pelanggaran terhadap hak ekonomi pelaku pertunjukan (Pasal 23) untuk
penggunaaan komersial.
1) Kegiataan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaaan atas
fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik tanpa izin pelaku
pertunjukan, untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam satu
tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.100.000.000,-
(seratus juta rupiah).
2) Tanpa izin pelaku pertunjukan untuk penggunaan secara komersial,
dalam hal :
a) Penyiaran atau komunikasi atas pertunjukkan pelaku
pertunjukkan,
b) Fiksasi dari pertunjukan yang belum difiksasi, dan
c) Penyediaan atas fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik.
Pelaku diancam tiga tahun penjara dan dikenakan denda paling
3) Tanpa hak atau seizin pelaku pertunjukkan untuk penggunaan secara
komersial, dalam hal:
a) Penggandaan atas fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk
apapun, dan
b) Pendistribusian atas fiksasi pertunjukan atau salinannya.
Pelaku diancam empat tahun penjara dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
4) Penggandaan atas fiksasi pertunjukan dengan cara atau bentuk apapun,
serta pendistribusian atas fiksasi pertunjukkan atau salinannya.
Pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak
Rp.4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).
f. Pelanggaran terhadap hak ekonomi produser fonogram (Pasal 24) untuk
penggunaan komersial.
1) Kegiatan yang termasuk ke dalam bagian ini adalah penyewaan kepada
publik atas salinan fonogram dengan sengaja dan tanpa izin produser
fonogram untuk penggunaan secara komersial. Pelaku diancam satu
tahun penjara dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
2) Dengan sengaja atau tanpa izin produser fonogram untuk penggunaan
secara komersial, dalam hal ini:
a) penggunaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun,
b) pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya, dan
c) penyediaan atas fonogram dengan atau tanpa table yang dapat
Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda paling
banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
3) Penggandaan atas fonogram dengan cara atau bentuk apapun,
pendistribusian atas fonogram asli atau salinannya, dan penyediaan
atas fonogram dengan atau tanpa kabel yang dapat diakses publik.
Pelaku diancam sepuluh tahun penjara dan dikenakan denda paling
banyak Rp.4.000.000.000,- (empat milyar rupiah).
g. Pelanggaran terhadap hak ekonomi lembaga penyiaran (Pasal 25) untuk
penggunaan komersial.
1) Dengan sengaja dan tanpa izin lembaga penyiaran untuk penggunaan
secara komersial, yang termasuk dalam hal ini antara lain penyiaran
ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, dan penggandaan fiksasi
siaran. Pelaku diancam empat tahun penjara dan dikenakan denda
paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
2) Penyiaran ulang siaran, komunikasi siaran, fiksasi siaran, penggandaan
fiksasi siaran dalam bentuk kegiatan pembajakan, pelaku diancam
sepuluh tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak
Rp.4.000.000.000,- ( empat milyar rupiah.
h. Pelanggaran terhadap izin operasional lembaga manajemen kolektif Pasal
88 (3) dalam hal ini kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah lembaga
managemen kolektif tidak memiliki izin operasional dari menteri dan
melakukan kegiatan penarikan royalty. Pelaku diancam empat tahun
penjara dan dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu