• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran hak cipta.

Pelanggaran hak cipta adalah penggunaan karya yang dilindungi hak cipta, yang melanggar hak ekslusif pemegang hak cipta, seperti hak untuk mereproduksi, mendistribusikan, menampilkan, atau memamerkan, atau membuat karya turunan tanpa seizin pemegang hak cipta.61

Pelanggaran terjadi jika ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Namun, pencipta atau pemegang hak cipta harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak, atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Hak cipta tidak dilanggar jika karya-karya sejenis diproduksi secara independen, dalam hal ini masing-masing pencipta akan memperoleh hak cipta atas karya mereka.62

60

Henry Soelistyo, Op.Cit., hlm 100. 61

Tim Visi Yustisia, Op.Cit., hlm. 34 62

Hak cipta juga dilanggar jika seluruh atau bagian substansial dari suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta diperbanyak. Pengadilan akan menentukan apakah suatu bagian yang ditiru merupakan bagian substansial dengan meneliti apakah bagian yang digunakan itu penting, memiliki unsur pembeda atau bagian yang mudah dikenali. Bagian ini tidak harus dalam jumlah atau bentuk besaran (kuantitas) untuk menjadi bagian substansial. Substansial disini simaksudkan sebagai bagian penting, bukan bagian dalam jumlah besaran. Jadi, yang dipakai sebagai ukuran adalah ukuran kualitatif bukan ukuran kuantitatif.63

Pelanggaran hak cipta dapat berupa perbuatan mengambil, mengutip, merekam, memperbanyak, atau mengumumkan sebagian atau seluruh ciptaan orang lain, tanpa izin pencipta/pemegang hak cipta, atau yang dilarang undang, atau melanggar perjanjian. Dilarang undang artinya undang-undang tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan karena:64

a. Merugikan pencipta/pemegang hak cipta, misalnya memfotocopy sebagian ciptaan orang lain kemudian diperjualbelikan kepada masyarakat; atau b. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang

bertentangan degan kebijaksanaan pemerintah dibidang pertahanan dan keamanan; atau

c. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual Video Compact Disc (VCD) porno.

Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu hak cipta adalah saat seseorang:65

63

Ibid., hlm.123

64

Abdulkadir Muhammad, Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 220.

65

a. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar hak cipta;

b. Memiliki hubungan dagang/komersial dengan barang bajakan ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta;

c. Mengimpor barang-barang ciptaan yang dilindungi hak cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan;

d. Memperbolehkan suatu tempat pementasan umum untuuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar hak cipta.

Pencipta, pemegang hak cipta atau pengelola hak terkait yang mengalami kerugian hak ekonomi atas pelanggaran hak cipta berhak mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga dan memperoleh ganti rugi. Gugatan ganti rugi dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaran ceramah, pertemuan ilmiah, atau pameran karya yang merupakan hasil dari pelanggaran hak cipta. Ganti rugi tersebut harus dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. 66

Berdasarkan ketentuan Pasal 113 UUHC dapat disimpulkan bahwa terdapat dua golongan pelaku pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi pidana. Pertama, pelaku utama adalah perseorangan yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku utama ini dalah penerbit, pembajak, penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku pembantu adalah pihak-pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual

66

kepada umum setiap ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan UUHC. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-undang.

Demi menyeimbangkan hak-hak pemilik hak cipta dengan kepentingan masyarakat luas untuk memperoleh akses informasi, UUHC diberbagai negara mengizinkan penggunaan ciptaan-ciptaan tertentu tanpa perlu izin pencipta atau pemegang hak cipta. Menurut Pasal 43 perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta meliputi:

a. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;

b. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang undangan, pernyataan pada ciptaan tersebut dilakukan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan;67

c. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; atau

d. Pembuatan dan penyebarluasan konten hak cipta melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan Pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut

67

menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebaranluasan tersebut.

e. Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian potret presiden, wakil presiden, mantan wakil presiden, pahlawan nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementrian/lembaga pemerintah non kementrian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya didalam Pasal 44 UUHC juga dijelaskan beberapa perbuatan yang juga tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, yaitu:68

a. Penggunaan, pengambilan, penggadaan, dan/atau perubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelangaran hak cipta jika sumbernya dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:

1) Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingn yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;

2) Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif dan peradilan;

3) Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

4) Pertujukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.

68

b. Fasiltas akses atas suatu ciptaan untuk menyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau pengguna huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial

c. Dalam hal ciptaan berupa karya arsitektur, pengubahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 (1) tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas akses terhadap ciptaan bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

B. Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta

Pengajuan tuntutan hak cipta dapat dilakukan secara pidana, menurut UUHC yang baru terdapat beberapa bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, penerjemahan, pengadaptasian, pengaransemenan atau pentransformasian, pendistribusian ciptaan atau salinanya, pertunjukan ciptaan, pengumuman, komunikasi ciptaan, dan penyewaan ciptaan tanpa izin dari pencipta/pemegang hak cipta. Hal-hal tersebut dilarang undang-undang artinya undang-undang hak

cipta tidak memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, karena tiga hal yakni:69

1. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau ;

2. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual vdeo compact disc (VCD) porno.

Pembajakan terhadap karya orang lain seperti buku dan rekaman adalah salah satu bentuk dari tindak pidana hak cipta yang dilarang dalam UUHC. Pekerjaannya liar, tersembunyi, dan tidak diketahui orang banyak apalagi oleh petugas penegak hukum dan pajak. Pekerjaan tersembunyi ini dilakukan untuk menghindarkan diri dari penangkapan pihak kepolisian. Para pembajak tidak akan mungkin menunaikan kewajiban hukum untuk membayar pajak kepada negara sebagaimana layaknya warga negara yang baik. Pembajakan merupakan salah satu dampak negatif dari kemajuan iptek di bidang grafika dan elektronika yang dimanfaatkan secara melawan hukum (ilegal) oleh mereka yang ingin mencari keuntungan dengan jalan cepat dan mudah.

Menurut ketentuan Pasal 113 UUHC yang baru dapat disimpukan bahwa terdapat 3 (tiga) kelompok bentuk pelanggaran hak cipta sebagai delik undang-undang (wet delict) yakni:

1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin

69

Singgih Wigati, “Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta”.

http://capaimimpimu.blogspot.com/2011/11/bentuk-bentuk-pelanggaran-hak-cipta.html (diakses pada tanggal 10 Juli 2015).

untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah dibidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum; 2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan; 3. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk

kepentingan komersial suatu program komputer.

Merujuk pada ketentuan Pasal 113 tersebut, ada dua golongan pelaku pelanggaran hak cipta yang dapat diancam dengan sanksi pidana. Pertama, pelaku utama adalah perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar hak cipta atau melanggar larangan undang-undang. Termasuk pelaku utama ini dalah penerbit, pembajak, penjiplak, dan pencetak. Kedua, pelaku pembantu adalah pihak-pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum setiap ciptaan yang diketahuinya melanggar hak cipta atau melanggar larangan UUHC. Termasuk pelaku pembantu ini adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, dan pengedar yang menyewakan setiap ciptaan hasil kejahatan/pelanggaran hak cipta atau larangan yang diatur oleh undang-undang.

F. Sengketa Hak Cipta di Indonesia

Dokumen terkait