• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

No. 55, Juni 2007

Daftar Isi

Laporan Kegiatan

Pelatihan Pendidik

Pengobatan

Pontianak, 3-7 Juni 2007

Oleh: Caroline Thomas

Pelatihan Pendidik Pengobatan ini

dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa walaupun ARV sudah tersedia, ada banyak Odha yang sudah mulai terapi yang masih belum mengerti secara jelas mengenai semua aspek pengobatannya. Hal ini mencakup dampak dari kepatuhan, efek samping, kombinasi obat, dll. Ada laporan bahwa banyak Odha memakai obat tanpa mengikuti pedoman walaupun telah diberi tahu mengenai hal ini oleh dokter. Sebagai tambahan, kita harus menyadari bahwa jumlah dokter yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan untuk menangani terapi ini sangat terbatas di semua daerah di Indonesia, dan kebanyakan mempunyai waktu yang sangat terbatas untuk membahas dengan pasiennya. Hasil yang tidak dapat dielakkan dari semua

tantangan ini adalah ketidakpatuhan, perkembangan resistansi, kegagalan terapi, dan risiko pada

kesehatan masyarakat pada umumnya. Salah satu cara yang penting untuk mengurangi kemungkinan masalah ini akan terjadi dan meningkatkan

keefektifan terapi untuk Odha adalah untuk melibatkan sebaya, keluarga dan komunitas. Pelatihan ini mendukung pemberian informasi kepada Odha, Ohidha dan tenaga medis profesional.

Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 3-7 Juni 2007 di Hotel Kini Pontianak ini melibatkan 16 peserta dari Kab. Sintang, Kab. Mempawah, Kab. Sambas. Kab. Singkawang, Kab. Bengkayang dan Kota Pontianak sendiri.

Hari pertama dimulai dengan Pembukaan/ Perkenalan, dilanjutkan dengan Tata Tertib kemudian sesi tentang latar belakang pelatihan melalui sesi “Informasi sebagai terapi”. Kegiatan hari pertama ditutup dengan mengadakan tes pra

pelatihan.

Hari kedua dimulai dengan sesi dasar HIV, kemudian dilanjutkan dengan Hak Pasien & Dokter/Perawat yang dibawakan oleh dr. Willy Brodus, Sp.PD. Selanjutnya, sesi dilanjutkan dengan Peranan KPA dibawakan oleh Novianty dari KPAP Pontianak. Sesi pada sore hari adalah dasar ART dan kemudian dilanjutkan dengan sesi efek

samping. Sesi padat hari ini ditutup dengan evaluasi hari.

Hari ketiga dimulai dengan sesi Resistansi, kemudian dilanjutkan dengan sesi Perawatan di Rumah Sakit yang dibawakan oleh Nazarius Jidai, Amd. Kep. Setelah makan siang, sesi dilanjutkan dengan sesi Kepatuhan, dan dilanjutkan dengan sesi Infeksi Oportunistik. Sesi hari ini ditutup dengan sesi Seleksi Penerima ART. Seperti biasanya, setiap hari ditutup dengan evaluasi hari.

Hari keempat dimulai dengan sesi khusus tentang koinfeksi HIV dan TB kemudian dilanjutkan dengan sesi tentang AIDS pada perempuan. Sesi mengenai AIDS pada anak berlangsung estela makan siang yang kemudian dilanjutkan dengan sesi mengenai Gizi. Setelah rehat sore, sesi mengenai

Laporan Kegiatan 1

Pelatihan Pendidik Pengobatan 1

Pengetahuan adalah kekuatan 2

HIV dalam ASI terbunuh oleh

pemanasan secara kilat 2 Hampir separuh orang di wilayah

terpencil Indonesia tidak sadar

mengenai HIV/AIDS 4

Tips 5

Tips untuk Odha 5

Tanya Jawab 6

Tanya-Jawab 6

Positive Fund 6

(2)

Pengetahuan

adalah kekuatan

Kewaspadaan Universal dibawakan oleh Babe dan IMS dibawakan oleh dr. Rifka. Sesi-sesi sepanjang hari ini menarik dan banyak mengundang

pertanyaan dan diskusi hangat.

Hari kelima dimulai dengan sesi HIV dan Hepatitis, yang dilanjutkan dengan sesi Perawatan Paliatif yang dilanjutkan dengan Perawatan di rumah.Selanjutnya, keseluruhan sesi ini ditutup dengan sesi tentang Pemantauan dan Evaluasi Program ART.

Keseluruhan sesi pelatihan ini ditutup dengan tes pasca pelatihan dan evaluasi akhir keseluruhan pelatihan.

Secara umum, pelatihan ini berguna bagi peserta yang hadir namun secara khusus, pelatihan ini merupakan pelatihan dimana kami melibatkan teman-teman yang pernah mengikuti Pelatihan Pendidik Pengobatan sebelumnya untuk dilibatkan sebagai fasilitator. Memfasilitasi pelatihan ini bukanlah hal yang mudah bagi fasilitator tetapi hal ini merupakan proses yang sangat baik bagi mereka.

Terima kasih kami haturkan kepada panitia lokal Yayasan Pontianak Plus yang telah mendukung proses pelatihan ini dari awal hingga akhir, dan dari proses formal maupun informal.

HIV dalam ASI terbunuh

oleh pemanasan secara

kilat

Oleh: Sarah Yang, University of

California Berkeley

Sebuah cara sederhana dengan memanaskan secara kilat (flash-heating) air susu ibu (ASI) yang terinfeksi HIV berhasil membunuh virus yang mengambang bebas di ASI, berdasarkan penelitian baru yang dipimpin oleh para peneliti di kampus Berkeley dan Davis di Universitas California, AS.

Temuan ini, yang akan muncul dalam Journal of the Acquired Immune Deficiency Syndromes edisi 1 Juli 2007, tetapi sekarang sudah tersedia dalam versi internet, memberi harapan bahwa ibu dengan HIV di negara berkembang segera dapat memberi makan bayinya secara lebih aman.

“Kami melakukan penelitian ini untuk menolong ibu HIV-positif dan bayinya yang tidak mempunyai pilihan yang aman pengganti menyusui,” dikatakan Kiersten Israel-Ballard, mahasiswa S3 di School of Public Health Universitas California, Berkeley, AS, dan pemimpin penulis penelitian. “HIV dapat ditularkan pada bayi melalui menyusui. Tetapi untuk bayi di negara berkembang dengan angka kematian bayi sudah sangat tinggi akibat diare dan penyakit lain, mereka tidak tahan kehilangan antibodi, unsur anti infeksi lain dan gizi tinggi yang dikandung dalam ASI. Penelitian ini menunjukkan bahwa cara pemanasan yang mudah diterapkan dapat membunuh HIV dalam ASI.”

Penelitian ini dimulai waktu perempuan HIV-positif di Zimbabwe menanyakan bagaimana mereka dapat menjadikan ASI mereka aman untuk bayinya. Israel-Ballard melakukan penelitian di sana yang menunjukkan bahwa perempuan HIV-positif ingin mencoba cara memanaskan secara kilat. WHO menyarankan memanaskan ASI yang terinfeksi HIV, tetapi hanya sedikit penelitian yang dilakukan terhadap cara sederhana agar ibu-ibu di negara berkembang dapat memakainya.

Penelitian oleh tim peneliti ini menunjukkan bahwa memanaskan ASI secara kilat dapat membunuh bakteri sementara tetap mempertahankan sebagian besar gizi dan

kandungan antimikroba dalam ASI, termasuk juga sebagian besar antibodi penting di dalamnya.

“Banyak orang di bidang ini yang ragu apakah cara ini akan berhasil,” dikatakan Barbara Abrams, profesor epidemiologi dan kesehatan ibu dan anak di Berkeley, dan penulis penelitian senior. “Kami ingin memastikan bahwa ada bukti ilmiah bahwa ASI yang dipanaskan secara kilat benar-benar bebas HIV, mengandung gizi dan bermanfaat secara imunologi. Penelitian ini dilakukan sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran para ibu di Zimbabwe, dan sebagai ta mbahan yang

menyediakan bukti bahwa penelitian di lapangan sebaiknya dilakukan.”

Pusat yang mengumpulkan, menyimpan dan membagikan ASI (bank ASI) sudah

(3)

mempasteurisasikan ASI, tetapi cara yang umum dipakai membutuhkan termometer dan penunjuk batasan waktu/timer yang mungkin sulit didapat di rangkaian miskin sumber daya.

Pemanasan secara kilat adalah sejenis pasturisasi yang membawa susu pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, cara yang diketahui menahan kandungan anti infeksi dan gizi dalam ASI secara lebih baik dibandingkan cara yang umum dipakai di bank ASI. Lebih lanjut,

perlengkapan rendah teknologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah mudah dan siap tersedia di komunitas lokal di negara berkembang, dan cara pemanasan ini dapat dilakukan secara mudah dalam rutinitas ibu sehari-hari.

Di antara 700.000 anak yang terinfeksi HIV setiap tahun, 40 persen diperkirakan tertular virus dari penyusuan yang diperpanjang. WHO

menyarankan bahwa ibu yang HIV-positif

menghindari menyusui apabila pilihan aman lainnya tersedia.

Tetapi di negara di mana ibu tidak mampu membeli susu formula bayi, air yang tercemar, atau keadaan sosial-budaya lain mempersulit

penggantian ASI, WHO menyarankan menyusui secara eksklusif sampai enam bulan.

“Risiko dan manfaat memanaskan ASI yang tercemar HIV adalah berbeda untuk ibu di negara berkembang dibandingkan untuk ibu di AS,” dikatakan Dr. Caroline Chantry, peneliti pengobatan anak dan gizi bayi di Children’s Hospital, UC Davis, AS dan penulis bersama laporan ini. “Di sini kita mempunyai akses terhadap air yang aman dan susu formula, sehingga menjadi kurang masuk akal bagi ibu HIV-positif di negara maju untuk mengambil risiko terkait dengan menyusui bayinya.”

Penelitian menunjukkan bahwa apabila bayi disusui secara eksklusif, ada tiga hingga empat persen risiko penularan HIV. Tetapi, apabila bayi diberi susu formula atau makanan lain sebagai tambahan ASI, ada peningkatan yang bermakna dalam risiko penularan HIV yaitu tiga hingga empat kali lipat, kemungkinan karena alergen dan

pencermaran dalam makanan padat dan susu formula yang dapat membahayakan dinding epitelia pada saluran pencernaan bayi, yang mempermudah virus untuk menembusnya.

Untuk alasan ini, pedoman WHO menyarankan bahwa setelah enam bulan disusui secara ekslusif,

ibu HIV-positif menyapih bayinya segera setelah makanan lain tersedia. Walau demikian, sementara menyapih mungkin mengurangi risiko penularan HIV, penelitian menunjukkan bahwa menyapih meningkatkan risiko kekurangan gizi, diare dan penyakit lain yang dapat mengarah pada kematian bayi.

“Penghentian penyusuan dini sudah diuji coba dalam berbagai penelitian baru-baru ini, dan hasilnya memberi kesan bahwa menghentikan menyusui lebih dini meningkatkan risiko sakit pada bayi, kegagalan pertumbuhan dan kematian, dan sesungguhnya melampaui risiko penularan HIV melalui menyusui,” dikatakan Abrams. “Hal ini menjadi dilema yang mendesak bagi ibu di negara berkembang. Cara pemanasan susu yang kami temukan menjadi sangat penting pada waktu ibu akan menghentikan menyusui. Kira-kira 300.000 bayi tertular HIV akibat penyusuan setiap tahun. Walau hanya sebagian kecil ibu HIV-positif di negara miskin sumber daya yang berhasil mengeluarkan dan memanaskan ASI-nya secara kilat, cara sederhana, murah dan dapat

dipertahankan ini dapat menyelamatkan ribuan bayi terhadap penularan HIV sementara menyediakan manfaat terbanyak dari ASI.”

Penelitian ini mencerminkan hasil dari penelitian tahap pertama, diketuai oleh Abrams, yang meneliti dampak dari memanaskan ASI secara kilat. Chantry akan memimpin uji coba di lapangan selanjutnya, yang melibatkan memindahkan cara ini keluar dari lab ke dalam rumah perempuan di Afrika. Para peneliti mencari dukungan dana untuk menilai kemungkinan keberhasilan cara pemanasan secara kilat untuk bayi di komunitas lokal di negara berkembang.

“Uji coba klinis diperlukan secara mendesak untuk mendukung bahwa ibu dapat mengeluarkan, memanaskan dan menyimpan ASI-nya secara aman, dan untuk mentes dampak cara ini terhadap

penularan HIV yang sesungguhnya,” dikatakan Chantry. “Apa yang penting tentang penelitian ini adalah bahwa perempuan berhak atas informasi pilihan yang tersedia. Adalah mengherankan bagi saya bahwa dalam masyarakat paternalistik kami, orang sering langsung menolak kemungkinan bahwa ibu bersedia mengeluarkan dan memanaskan ASI-nya untuk mencegah bayinya tertular HIV.”

Dari 98 contoh ASI yang dikumpulkan dari 84 perempuan HIV-positif di Durban, Afrika Selatan,

(4)

hanya 30 yang mempunyai tingkat HIV yang terdeteksi sebelum dipanaskan. Tidak semua ASI yang didapat dari ibu yang HIV-positif

mengandung HIV secara alami. ASI yang sudah dikeluarkan dengan tangan dimasukkan ke dalam tabung beling yang dibeli di sana yang disediakan oleh para peneliti.

Untuk setiap contoh ASI yang terinfeksi HIV, para peneliti menyisihkan 50 milliliter dalam tabung yang mula-mula dipakai untuk menampungnya dan memakai sisanya sebagai kontrol yang tidak dipanaskan. Gelas yang tidak ditutup ditempatkan dalam panci ukuran sedang berisi 450 mililiter air. Air dan susu dipanaskan bersama di atas kompor. Begitu air mulai mendidih, langsung susu diangkat dan dibiarkan menjadi dingin.

Para peneliti memeriksa suhu ASI setiap 15 detik dan menentukan bahwa ASI yang dipanaskan secara kilat mencapai suhu tertinggi 72,9 derajat Celsius dan biasanya bertahan lebih panas dari 56 derajat Celsius selama lebih dari enam menit.

Analisis viral terhadap ASI yang dipanaskan secara kilat dan ASI yang tidak dipanaskan

menemukan bahwa HIV sel-bebas sudah dimatikan dalam semua contoh yang sudah dipanaskan.

Para peneliti yang memakai pengukur reverse transcriptase (RT) untuk mentes enzim yang diproduksi oleh HIV yang tahanhidup, karena tes HIV yang biasa tidak membedakan antara virus yang hidup dan mati. Tetapi tes RT tidak dapat mendeteksi HIV dalam sel, tetap data awal memberi kesan bahwa pemanasan secara kilat juga mematikan HIV terkait sel.

“Kami berharap cara ini tidak hanya menyediakan ASI yang bebas HIV yang aman dikonsumsi, tetapi bahwa ASI ini juga mempertahankan antibodi dan gizi yang membantu mempertahankan kesehatan bayi,” dikatakan Israel-Ballard. “Ibu-ibu di Afrika memberi tahu kami bahwa mereka akan melakukan apa saja untuk menjaga agar bayinya tetap hidup, dan usaha ini terutama tentang menyediakan pilihan yang dapat dilakukan hanya demi tujuan tersebut.”

Artikel asli: HIV in breastmilk killed by flash-heating, new study finds

Hampir separuh orang di

wilayah terpencil Indonesia

tidak sadar mengenai HIV/

AIDS

Oleh: The Kaiser Daily HIV/AIDS

Report

Kurang lebih separuh penduduk di wilayah Papua yang terpencil di Indonesia bagian timur belum pernah dengar mengenai HIV/AIDS. Hal ini menurut penelitian yang didanai oleh Bank Dunia, pemerintah AS dan Family Health International, seperti dilaporkan oleh Reuters. Menurut laporan, 48 persen orang Papua tidak tahu-menahu

mengenai HIV/AIDS, dan jumlah kasus AIDS per 100.000 penduduk di Papua adalah 20 kali lipat angka rata-rata nasional. Tambahan, persentase orang yang dilaporkan tidak sadar mengenai HIV/ AIDS meningkat menjadi 74 persen di antara populasi yang tidak dididik dalam wilayah, menurut AP/International Herald Tribune.

Penelitian tersebut – dengan judul ‘Situasi Perilaku Berisiko dan Prevalensi HIV di Tanah Papua 2006’ dan diluncurkan pada 20 Juni kemarin – berdasarkan wawancara dan contoh darah yang diambil pada September dan Oktober 2006 dari 6.300 peserta berusia 15-49 tahun. Penelitian ini menemukan bahwa 2,4 persen orang Papua adalah HIV- positif. Tambahannya, penelitian ini

menemukan bahwa prevalensi HIV meningkat menjadi 3,2 persen dari populasi di daerah pegunungan Papua, dibandingkan dengan 1,8 persen di daerah rendah. Penelitian juga

menemukan bahwa 5,1 persen orang yang tinggal di daerah pegunungan mengetahui di mana kondom tersedia, dibandingkan 34,8 persen orang yang tinggal di daerah perkotaan.

Penelitian ini mengkaitkan prevalensi HIV di Papua dengan kekurangan pengetahuan mengenai penyakit tersebut dan akses yang kurang pada kondom. “Pendidikan mengenai HIV harus diperluas,” dikatakan laporan, dengan menambah bahwa upaya pendidikan harus dibidik pada populasi berisiko, misalnya orang dengan beberapa pasangan seks dan pekerja seks komersial serta kliennya. Penelitian juga mendesak peningkatan

(5)

Tips

dalam pendanaan untuk program pendidikan seks

dan distribusi kondom. Pimpinan layanan kesehatan sudah mengatakan bahwa bila langkah tidak diambil untuk mengurangi penyebaran virus tersebut di Papua dan wilayah prevalensi tinggi lain, Indonesia dapat mencapai satu juta orang HIV-positif pada 2010. Indonesia mempunyai antara 169.000 dan 216.000 kasus HIV, menurut perkiraan dari November 2006. Kurang lebih 7.000 kasus AIDS dilaporkan di negara tersebut.

Artikel asli: About Half of People in Remote Region of Indonesia Unaware of HIV/AIDS, Study Finds

Tips untuk Odha

Memantau penyakit lewat urin

Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Dari urin kita bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya. Meskipun tidak selalu bisa dijadikan pedoman namun Ada baiknya Anda mengetahui hal ini untuk berjaga-jaga.

Kuning jernih

Urin berwarna kuning jernih merupakan pertanda bahwa tubuh Anda sehat. Urin ini tidak berbau. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengontaminasi urin dan mengubah zat dalam urin sehingga menghasilkan bau yang khas.

Kuning tua atau pekat

Warna ini disebabkan karena tubuh mengalami kekurangan cairan. Namun bila terjadi terus, segera periksakan diri Anda ke dokter karena merupakan tahap awal penyakit liver.

Kemerahan

Urin mengandung darah. Kondisi ini bisa menandakan gangguan batu ginjal dan kandung kemih. Namun bisa juga karena Anda

mengonsumsi obat pencahar secara berlebihan.

Kecoklatan

Pertanda terjadi kerusakan otot, akibat aktivitas tubuh yang berlebihan.

Oranye

Mengindikasikan penyakit hepatitis atau malaria. Pyridium, antibiotik yang biasa digunakan untuk infeksi kandung kemih dan saluran kencing juga dapat mengubah warna urin menjadi oranye. Selain warna, bau urin juga bisa digunakan untuk

mendeteksi penyakit. Misalnya pada penderita diabetes dan busung lapar, urin cenderung berbau manis, sementara jika seseorang mengalami infeksi bakteri E. coli, urinnya cenderung berbau

(6)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD FOUND FOUND FOUND FOUND

FOUNDAAAAATIONTIONTIONTIONTION Kantor Redaksi:

Jl. Johar Baru Utara V No 17 Jakarta Pusat 10560 Telp: (021) 422 5163 dan (021) 422 5168 Fax: (021) 4287 1866 E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor: Caroline Thomas

Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).

Positive Fund

Tanya Jawab

Tanya-Jawab

Herpes Zoster

Oleh: Rick Sowadsky, The Body

T: Berapa lama herpes zoster biasanya dialami sejak tertular HIV atau pada jumlah CD4 berapa?

J: Herpes zoster disebabkan oleh virus varisela (virus penyebab cacar air) yang aktif kembali. Di AS sendiri diperkirakan ada 300.000 kasus herpes zoster terjadi setiap tahun. Herpes zoster

menyebabkan lesi kulit menyakitkan yang muncul mengikuti jalur saraf, biasanya pada permukaan kulit. Rasa sakit dapat terasa terus, bahkan setelah gejala yang terlihat hilang (dalam beberapa kasus selama satu tahun). Gejala dapat lebih berat pada orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh lemah (karena HIV atau sebab lain). Seseorang dapat terserang herpes zoster tanpa menghiraukan terinfeksi HIV atau tidak. Oleh karena itu, seseorang dengan herpes zoster tidak dapat dianggap terinfeksi HIV.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan terserang herpes zoster, mencakup:

* Lanjut usia (menjelang usia 80 tahun, hampir 15% orang paling sedikit akan terserang herpes zoster satu kali).

* Terinfeksi virus varisela pada waktu dalam kandungan.

* Terserang cacar air sebelum usia 18 bulan. * Vaksinasi dengan vaksin varisela (sangat jarang, dan gejala yang terjadi biasanya ringan).

* Penurunan kekebalan (karena AIDS atau sebab lain).

Apabila herpes zoster dihubungkan dengan HIV, biasanya muncul ketika jumlah CD4 turun di bawah 500. Hal ini biasanya terjadi beberapa tahun setelah infeksi virus HIV. Jika seseorang telah didiagnosis herpes zoster, sebaiknya bicarakan dengan dokter untuk mengetahui faktor apa yang menyebabakan aktifnya kembali virus varisela. Jika gejala herpes zoster sangat luar biasa parah, orang sebaiknya berbicara dengan dokter tentang perlunya tes HIV dan penyakit yang menurunkan sistem kekebalan lain. Tetapi ingat, seseorang dapat terserang herpes zoster, sekali pun tidak terinfeksi HIV.

Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia

Periode Juni 2007

Saldo awal 1 Juni 2007 18,020,669 Penerimaan di bulan

Juni 2007 1,050,000+ ____________

Total penerimaan 19,070,669

Pengeluaran selama bulan Juni :

Item Jumlah Pengobatan 1,200,000 Transportasi 0 Komunikasi 0 Peralatan / Pemeliharaan 0 Modal Usaha 0+ _____________ Total pengeluaran

1,200,000-Saldo akhir Positive Fund

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koreksi at-sensor dan at-surface reflectance merupakan metode koreksi yang paling efektif dan sekaligus stabil untuk dijadikan basis

nasabah dan/atau Perusahaan termasuk atau tidak terbatas pada ilustrasi produk, brosur, kuitansi, polis dan/atau dokumen lainnya milik Perusahaan, yang dari waktu ke waktu

Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup PUSLUHDAYA KP dalam ruang lingkup yang kecil atau BPSDMP KP dalam ruang lingkup yang lebih

simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas ekonomi. Sedangkan untuk mengetahui signifikan pengaruh tingkat perputaran piutang dan tingkat perputaran

Pengumpulan data atau survei dilakukan hanya pada tempat yang biasanya menjadi asal dan tujuan responden, seperti: pusat-pusat perbelanjaan, sekolah, perkantoran dan perumahan.

Sebelum program KATPD semester 2, mahasiswa diwajibkan menyerahkan rencana judul penelitian Disertasi ke Ketua Program Studi atau ke bagian akademik.. KATPD semester 2

Untuk mengatakan bahwa hasil ulangan IPS terpadu adalah valid untuk mengukur tingkat kompetensi IPS terpadu siswa, maka perlu dibuktikan bahwa soal-soal tersebut telah

Setelah melaksanakan tindakan dan mengumpulkan berbagai data sesuai dengan tujuan perbaikan pembelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh guru