• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODULUS ELASTISITAS DAN KEKUATAN TEKAN GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM) Lilis Tambunan E

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODULUS ELASTISITAS DAN KEKUATAN TEKAN GLUED LAMINATED TIMBER (GLULAM) Lilis Tambunan E"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

LAMINATED TIMBER (GLULAM)

Lilis Tambunan

E 24104033

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Pertanian Bogor, Dibawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M.Si dan Prof. Dr. Ir Muh Yusram Massijaya, MS.

Latar Belakang Diversifikasi pemanfaatan jenis kayu, termasuk yang berasal dari hutan rakyat, merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan atas kayu yang terus bertambah sembari tetap menjaga kelestarian hutan alam. Jenis kayu dari hutan rakyat pada umumnya berdiameter kecil dan berumur muda. Dalam penggunaannya diperlukan penanganan khusus guna meningkatkan sifat kekuatan dan kekakuannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan merekayasa glue laminated timber (glulam) dari kayu yang tersedia.

Glulam bisa menerima beban aksial ataupun lentur/bending. Struktur yang menerima beban aksial tekan atau tarik adalah tiang dan komponen kuda-kuda. Material yang menerima beban aksial akan mengalami perubahan bentuk berupa perpendekan atau perpanjangan. Besarnya perubahan bentuk ini berhubungan erat dengan modulus elastisitas material.

Metode. Ukuran papan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2x5x176 cm yang terdiri dari 4 jenis kayu, yaitu kayu Nangka, kayu Afrika, kayu Sengon kayu Randu dan perekat isosianat merk koyobond. Untuk Face dan Back digunakan kayu Nangka dan untuk Core digunakan kayu Sengon, Afrika dan Kayu Randu. Contoh uji kecil bebas cacat berukuran 2x2x8 cm, yang digunakan untuk pengujian Kadar air, BJ, MOE tekan sejajar serat dan tekan tegak lurus serat, kekuatan tekan (Fc) sejajar serat dan kekuatan tekan tegak lurus serat. Untuk glulam tekan sejajar muka lamina berukuran 6x5x5 cm dan glulam tekan tegak lurus muka lamina berukuran 6x5x20 cm. Penghitungan MOE dihitung dengan dua metode yaitu metode pertama dan metode kedua (Bahtiar 2008).

Nilai MOE lamina penyusun glulam metode pertama tekan tegak lurus serat kayu Nangka 5,3x103 kg/cm², kayu Afrika 4,1x103 kg/cm², kayu Sengon 3,4x103kg/cm² dan kayu Randu 1,7x103 kg/cm², sedangkan untuk tekan sejajar serat kayu Nangka adalah 2,2x104 kg/cm², kayu Afrika 1,5x104 kg/cm², kayu Sengon 1,3 x104 kg/cm² dan kayu Randu 7,2x103 kg/cm². Rata-rata MOE untuk metode kedua tekan tegak lurus adalah untuk kayu Nangka 4,7x103 kg/cm², kayu Afrika 3,3x103 kg/cm², kayu Sengon 3,8x103 kg/cm² dan untuk kayu Randu 1,7x103 kg/cm²,

(3)

x10 kg/cm².

Nilai kekuatan tekan sejajar serat kayu penyusun glulam untuk kayu Nangka sebesar 383,16 kg/cm2, kayu Sengon 302,91 kg/cm2, kayu Afrika 279,40 kg/cm2, dan kayu Randu 125,82 kg/cm2. Sedangkan nilai kekuatan tekan tekan tegak lurus serat kayu Nangka sebesar 66,70 kg/cm2, kayu Afrika 42,60 kg/cm2, kayu Sengon 34,50 kg/cm2, dan kayu Randu 20,20 kg/cm2. Nilai rata-rata modulus elastis untuk glulam sejajar muka lamina dengan core kayu Afrika 9,103 kg/cm2, dengan core kayu Sengon 7,3x103 kg/cm2 dan glulam dengan core randu adalah 6,0x103 kg/mm2 , Sedangkan untuk glulam tekan tegak lurus muka lamina, untuk core kayu Afrika 4,1x103 kg/cm2 core kayu Sengon 3,7x103 kg/cm2 dan untuk glulam dengan core kayu Randu adalah sebesar 2,9x103 kg/cm2. Nilai kekuatan tekan untuk glulam sejajar muka lamina dengan core kayu Afrika 61,42 kg/cm2, dengan core kayu Sengon 56,35 kg/cm2 dan glulam dengan core randu adalah 37,09 kg/cm2 Sedangkan untuk glulam tekan tegak lurus muka lamina, untuk core kayu Afrika 5,63 kg/cm2 core kayu Sengon 4,51 kg/cm2 dan untuk glulam dengan core kayu Randu adalah sebesar 4,11 kg/cm2. Bila dibandingkan antara metode pertama dan metode kedua berbeda nyata untuk semua jenis kayu. Perbedaan nilai MOE metode pertama dan metode kedua ini disebabkan pada saat menghitung ΔP/Δy, metode pertama hanya memakai sebagian data (persamaan linier, ± 10% dari data keseluruhan), sedangkan metode kedua menggunakan sebagian besar dari data keseluruhan (persamaan linier dan kuadratik ± 90%). Oleh sebab itu, MOE yang diperoleh dari metode pertama memiliki kecenderungan overestimate dibandingkan dengan metode kedua. Untuk nilai MOE tekan sejajar serat lebih besar bila dibandingkan dengan tekan tegak lurus serat.

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi: Modulus Elastisitas dan Kekuatan Tekan Glued Laminated Timber (Glulam) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2009

Lilis Tambunan NIM E24104033

(5)

Lilis Tambunan E 24104033

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

NIM : E24104033

Disetujui:

Ketua, Anggota,

Effendi Tri Bahtiar S.Hut, MSi Prof.Dr.Ir.Muh Yusram Massijaya, MS NIP. 19760212 200012 1 002 NIP. 19641124 198903 1 004

Mengetahui: Dekan

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir Hendaryanto M.Agr NIP. 19611126 198601 1 001

(7)

Toba, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1986 sebagai anak kelima dari lima bersaudara dalam keluarga Bapak Karnace Tambunan dan Ibu Helmin Aritonang. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Inpres No 173365 Muara Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 01 Muara, Kabupaten Tapanuli Utara dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Negeri 01 Muara. Pada tahun 2004, penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan memilih Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, yaitu unit kegiatan mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB 2004-2008, ASEAN Forestry Students Association (AFSA) LC IPB sebagai anggota, Himasiltan IPB sebagai anggota, serta berbagai kepanitiaan kegiatan. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Cilacap-Batu Raden, Jawa Tengah dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan Tanaman Lestari (PUPHTL) di Getas Ngawi, Jawa Timur. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari Tbk., Porsea Sumatera Utara. Penulis juga mendapat kepercayaan dari Persekutuan Mahasiswa Kristen sebagai Asisten Agama Kristen Protestan pada tahun ajaran 2005/2006.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan kegiatan praktek khusus (skripsi) dalam bidang keteknikan kayu dengan judul “Modulus Elastisitas dan Kekuatan Tekan Glued Laminated Timber (Glulam) ” di bawah bimbingan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, M. Si dan Prof. Dr. Ir. Muh Yusram Massijaya, MS.

(8)

telah memberikan hikmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta menyusun karya ilmiah yang berjudul Modulus Elastisitas dan kekuatan Tekan Glued Laminated Timber (Glulam). Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritikan dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya ini dapat berguna bagi kita semua. Amen.

Bogor, Agustus 2009

(9)

selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan tulus dalam membimbing dan memberi pengarahan serta nasehat kepada penulis.

2. Kedua orang tua penulis (Mama dan Papa) serta sisters dan Brothers (Ully, Lambok, Yusuf, Tika, Sahat, dan Taufik), uda Jambi, uda Timika serta seluruh keluarga yang selalu setia mendoakan penulis dan dengan tulus mencurahkan kasih sayang, perhatian serta biaya sehingga penulis dapat menyelesaiakan pendidikan.

3. Dr. Ir Endes Dahlan, MS sebagai dosen penguji dari departemen KSHE dan Dr. Basuki Wasis MS dari departemen Silvukultur, yang banyak memberikan masukan kepada penulis.

4. Rexon Harris Simajuntak, SSiT thank you so much for your pray, motivation and your attention to bring me joy and happiness and give me new spirit.

5. Bapak Adrian dari PT. Lemindo Abady Jaya Cilenggsi, yang telah menyediakan perekat bagi penulis.

6. Laboran dari Lab Rekayasa kayu dan Lab Peningkatan mutu kayu (Prop Irvan, Pak Kadiman dan Mbak Esti).

7. Teman-teman di keteknikan ers (Ema, Ajo, Adi Satriawan, Hans, Febri, Yanto, Meyta) dan teman-teman di THH khususnya (Fath boy, Citra, Nopi, Hendra,Ali). 8. Team Solusi Life, Ka Hetty MSi, ka dr. Ruth Diana, ka Sita STP yang selalu setia

memberikan dukungan doa kepada dan yang menjadi teman penulis berbagi baik dalam suka maupun duka.

9. Sohib penulis Bli I Gusti Bagus Adeputra Prakarsa (ade) SSiT yang selalu bertanya kapan seminar, kapan Sidang, kapan Wisuda, dan yang menjadi tempat penulis berbagi selama penulisan skipsi ini dan yang selalu mengajarkan penulis untuk disiplin.

10. Alamanda Crews (Mba Nani, Hana, Fani, Qla, Janet, Early, Anty, Maria, Eta, Desni) ”gak ada lu-lu pada gak rame”.

11. Seluruh dosen dan Staff pegawai Fakultas kehutanan terutama bagian rekayasa kayu.

12. PMK E dan KEMAKI E, serta Bang Gustaf dan Ka Ike yang selalu mendukung penulis dalam doa dan memberi smangat kepada penulis.

(10)

14. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

(11)

Daftar isi ... i

Daftar gambar... iii

Daftar tabel ... iv

Daftar lampiran ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 . Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1Reaksi beban terhadap beban aksial ... 3

Tegangan Normal ... 3

Rengangan Normal... 4

Kurva tegangan-regangan ... 4

Hukum Hook ... 5

2.2 Deskripsi sifat-sifat kayu yang digunakan ... 6

Kayu sengon (Paraserianthes falcataria) ... 6

Kayu Afrika (Maesopsis eminii) ... 6

Nangka (Arthocarpus heterophyllus) ... 7

Kapuk (Ceiba pentrandra) ... 8

2.3 Sifat Fisis dan Mekanis kayu ... 8

2.4 Defenisi Glulam ... 10

Sejarah dan perkembangan ... 10

Kelebihan dan kekurangan glulam ... 11

Penggunaan glulam... 12

2.5 . Perekat ... 14

BAB III METODELOGI ... 16

3.1 Waktu dan Tempat ... 16

(12)

Sifat-sifat yang diuji ... 17

Pengujian sifat fisis ... 18

Pengujian sifat mekanis glulam ... 19

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Sifat Fisis ... 22

Kadar Air ... 24

Berat Jenis ... 25

4.2 Kurva Beban-Deformasi ... 25

4.3 Sifat Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat ... 30

Modulus Elastisitas (MOE) Contoh Kecil Bebas Cacat ... 30

4.4 kekuaatan tekan Contoh Kecil Bebas Cacat ... 36

4.5 Sifat Mekanis Glulam ... 37

Modulus Elastisitas (MOE) Glulam ... 37

Perbandingan MOE glulam dibanding lamina penyusunnya ... 40

Perbandingan kekuatan glulam dibanding lamina penyusunnya ... 41

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

5.1 Kesimpulan ... 46

5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Penampang yang mengalami gaya tarik dan tekan ... 3

Gambar 2 Kurva tegangan-regangan ... 4

Gambar 3 Pembuatan contoh uji. ... 17

Gambar 4 Pembuatan papan lamina. ... 19

Gambar 5 Pengujian tekan tegak lurus muka lamina. ... 20

Gambar 6 pengujian tekan sejajar muka lamina ... 21

Gambar 7 Contoh kurva Beban Deformasi kayu Nangka ... 28

Gambar 8 Contoh kurva Beban Deformasi kayu Afrika ... 29

Gambar 9 Contoh kurva Beban Deformasi kayu Randu ... 29

Gambar 10 Contoh kurva beban Deformasi kayu Sengon ... 29

Gambar 11 Kurva Distribusi MOE konvensional ckbc tekan // serat ... 33

Gambar 12 Kurva Distribusi MOE Bahtiar ckbc tekan // serat ... 33

Gambar 13 Kurva Distribusi MOE konvensional ckbc tekan ⊥ serat ... 33

Gambar 14 Kurva Distribusi MOE Bahtiar ckbc tekan ⊥ serat ... 34

Gambar 15 Hubungan antara MOE metode Bahtiar dengan MOE metode

konvensional tekan // serat ... 35

Gambar 16 Hubungan antara MOE metode Bahtiar dengan MOE metode

konvensional tekan ⊥ serat ... 35

Gambar 17 Kurva distribusi MOE tekan sejajar serat, Glulam di banding dengan

Lamina ... 42

Gambar 18 Kurva distribusi MOE tekan tegak lurus serat, Glulam di banding dengan

Lamina ... 42

Gambar 19 Kurva distribusi kekuatan tekan sejajar serat Glulam dengan lamina

penyusunnya ... 44

Gambar 20 Kurva distribusi kekuatan tekan tegak lurus serat Glulam dengan lamina

penyusunnya ... 44

(14)

Table 1. Susunan papan yang akan dibuat untuk tekan tegak lurus muka lamina ... 19

Table 2. Susunan papan yang akan dibuat untuk tekan sejajar muka lamina ... 19

Tabel 3 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis contoh kecil bebas cacat ke empat

jenis kayu penyusun Glulam ... 22

Tabel 4 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis tiga tipe glulam tekan sejajar serat

muka lamina ... 23

Tabel 5 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis tiga tipe glulam tekan tegak lurus

muka lamina ... 24

Tabel 6 Rata-rata defleksi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu penyusun

glulam tekan tegak lurus serat ... 26

Tabel 7 Rata-rata defleksi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu penyusun

glulam tekan sejajar serat ... 26

Tabel 8 Nilai rata-rata deformasi empat jenis kayu penyusun glulamtekan sejajar

serat dan tekan tegak lurus serat... 27

Tabel 9 Nilai rata-rata pembebanan empat jenis kayu penyusun glulam tekan sejajar

serat dan tekan tegak lurus serat... 27

Tabel 10 Nilai rata-rata MOE contoh kecil bebas cacat yang diuji secara tekan tegak

lurus serat ... 31

Tabel 11 nilai rata-rata MOE contoh kecil bebas cacat yang diuji secara tekan sejajar

serat ... 31

Tabel 12 Nilai MOE sejajar serat dan tekan tegak lurus serat untuk metode terbaru .... 36

Tabel 13 Nilai Kekuatan tekan contoh kecil bebas cacat untuk tekan sejajar serat ... 36

Tabel 14 Nilai Kekuatan tekan contoh kecil bebas cacat untuk tekan tegak lurus serat . 37

Tabel 15 MOE glulam tekan sejajar muka lamina dan tekan tegak lurus muka lamina . 38

Tabel 16 Kekuatan tekan glulam ... 40

(15)

Lampiran 1A Kadar air dan Berat jenis ckbc tekan tegak lurus serat ... 52

Lampiran 1B Kadar air dan Berat jenis ckbc tekan sejajar serat ... 54

Lampiran 2A Kadar air dan Berat jenis glulam tekan sejajar serat ... 56

Lampiran 2B Kadar air dan Berat jenis glulam tekan tegak lurus serat ... 56

Lampiran 3A Kurva beban deformasi ckbc tekan tegak lurus serat ... 57

Lampiran 3B Kurva beban deformasi ckbc tekan sejajar serat ... 65

Lampiran 4A MOE metode konvensional dan metode terbaru ckbc tekan sejajar serat 73

Lampiran 4B MOE metode konvensional dan metode terbaru ckbc tekan tegak lurus

serat ... 78

Lampiran 5A MOE glulam tekan sejajar serat ... 83

Lampiran 5BMOE glulam tekan tegak luru serat ... 83

Lampiran 6A kekuatan tekan ckbc tekan sejajar serat ... 84

Lampiran 6B kekuatan tekan ckbc tekan tegak lurus serat ... 86

Lampiran 7A kekuatan tekan glulam tekan sejajar muka lamina ... 89

Lampiran 7A kekuatan tekan glulam tekan tegak lurus muka lamina ... 89

Lampiran 8A uji-t berpasangan kayu nangka tekan sejajar serat ... 90

Lampiran 8B uji-t berpasangan kayu sengon tekan sejajar serat ... 92

Lampiran 8C uji-t berpasangan kayu afrika tekan sejajar serat ... 92

Lampiran 8D uji-t berpasangan kayu randu tekan sejajar serat ... 93

Lampiran 9A uji-t berpasangan kayu nangka tekan tegak lurus serat ... 94

Lampiran 9B uji-t berpasangan kayu sengon tekan tegak lurusserat ... 95

Lampiran 9C uji-t berpasangan kayu afrika tekan tegak lurus serat ... 96

Lampiran 9D uji-t berpasangan kayu randu tekan tegak lurus serat ... 96

Lampiran 10 uji-t berpasangan ckbc tekan sejajar serat dengan tekan tegak lurus ... 97

Lampiran 11A uji-t berpasangan deformasi ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

tegak lurus kayu nangka ... 99

Lampiran 11B uji-t berpasangan deformasi ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

tegak lurus kayu sengon ... 101

(16)

tegak lurus kayu afrika ... 101

Lampiran 11D uji-t berpasangan pembebanan ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

tegak lurus kayu randu ... 102

Lampiran 12A uji-t berpasangan pembebanan ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

tegak lurus kayu nangka ... 103

Lampiran 12B uji-t berpasangan pembebanan ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

tegak lurus kayu sengon ... 104

Lampiran 12C uji-t berpasangan pembebanan ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

tegak lurus kayu afrika ... 105

Lampiran 12D uji-t berpasangan pembebanan ckbc tekan sejajar serat dengan tekan

tegak lurus kayu randu ... 105

Lampiran 13A perbandingan MOE lamina dengan glulam tekan sejajar serat ... 107

Lampiran 13B perbandingan MOE lamina dengan glulam tekantegak lurus serat ... 107

Lampiran 13A perbandingan kekuatan tekan lamina dengan glulam tekan sejajar

serat ... 108

Lampiran 13B perbandingan kekuatan tekan lamina dengan glulam tekantegak lurus

serat ... 108

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diversifikasi pemanfaatan jenis kayu, termasuk yang berasal dari hutan rakyat, merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan atas kayu yang terus bertambah sembari tetap menjaga kelestarian hutan alam. Jenis kayu dari hutan rakyat pada umumnya berdiameter kecil dan berumur muda. Dalam penggunaannya diperlukan penanganan khusus guna meningkatkan sifat kekuatan dan kekakuannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan merekayasa glue laminated timber (glulam) dari kayu yang tersedia.

Glulam bisa menerima beban aksial ataupun lentur/bending. Struktur yang menerima beban aksial tekan atau tarik adalah tiang dan komponen kuda-kuda. Material yang menerima beban aksial akan mengalami perubahan bentuk berupa perpendekan atau perpanjangan. Besarnya perubahan bentuk ini berhubungan erat dengan modulus elastisitas material (Bahtiar 2008).

Glued laminated timber, sering juga disebut "gluelam" atau "glulam", adalah kayu hasil rekayasa bermutu struktural yang disusun oleh beberapa lapis kayu yang direkat bersama menjadi satu kesatuan. Dengan menyusun beberapa potong kayu berukuran kecil menjadi glulam, sebuah komponen struktural berukuran besar dan berkekuatan tinggi dapat dibuat. Komponen struktural ini dapat digunakan untuk kolom vertikal atau balok horizontal, bahkan dapat pula dibentuk lengkung atau membusur. Glulam, seperti halnya produk kayu rekayasa lainnya, bertujuan untuk memanfaatkan kayu secara efisien berkaitan dengan peningkatan kebutuhan kayu dunia sedangkan jumlah kayu solid berukuran besar yang tersedia semakin menurun (Bahtiar 2008).

Modulus elastisitas (MOE) adalah sifat bahan sehingga tidak dipengaruhi oleh sifat penampang. MOE dapat diperoleh melalu uji tekan. Pada kayu, terdapat tiga MOE yaitu MOE pada arah longitudinal, transversal dan bidang radial.. Namun data MOE pada ketiga arah ini jarang tersedia, MOE yang sering tersedia adalah MOE lentur. MOE lentur merupakan pendekatan MOE longitudinal. MOE lentur sering diuji dengan menggunakan one point loading sehingga tidak terbebas dari pengaruh gaya lintang. Menurut Bodig dan Jayne (1982) MOE lentur dapat ditingkatkan hingga 10%, untuk mendapatkan MOE longitudinal.

(18)

Melalui penelitian ini akan dipelajari bagaimana perilaku setiap lamina dalam menerima beban tekan dan selanjutnya mendistribusikannya secara menyeluruh pada glulam. Tipe pembebanan tekan yang dianalisis adalah tekan tegak lurus muka lamina dan tekan sejajar muka lamina. Setelah memahami perilaku setiap lamina dalam memberikan sumbangan kekakuan dan kekuatannya terhadap glulam, dapat diturunkan rumus untuk mengestimasi modulus Young’s (E) dan kekuatan glulam dalam menahan tekan (Fc). Rumus ini dapat dimanfaatkan untuk memprediksi nilai E dan Fc, bahkan sebelum proses produksi dimulai, sehingga target E dan Fc glulam dapat dicapai secara efisien dengan menyortir dan mengatur lamina-lamina pada posisi yang tepat berdasar nilai E dan Fc lamina tersebut, sebagaimana disajikan oleh Bahtiar 2008 secara teoritis.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengaplikasikan metode perhitungan baru tentang modulus elastisitas kayu menggunakan kurva linier disambung kuadratik sebagaimana disajikan oleh Bahtiar (2008) tehadap contoh kecil bebas cacat lamina penyusun glulam. 2. Membandingkan hasil perhitungan modulus elastisitas kayu antara metode

konvensional dengan metode terbaru oleh Bahtiar (2008)

3. Untuk memahami tentang bagaimana setiap lamina menyumbangkan kekuatan dan elastisitasnya terhadap produk akhir.

1.3 Manfaaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah, apabila mekanisme setiap lamina dalam menyumbangkan kekuatan dan elastisitasnya terhadap produk akhir dapat dipahami, maka efisiensi dan efektifitas produksi glulam akan dapat ditingkatkan, karena kekuatan produk akhir dapat diduga sebelum proses produksi dimulai.

(19)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reaksi beban terhadap beban aksial

Setiap benda yang menerima beban akan mengalami perubahan bentuk (deformasi). Beban aksial (tarik atau tekan) menyebabkan perpanjangan atau perpendekan. Beban geser (direct shear) menyebabkan pergeseran (displacement). Momen lentur menyebabkan lendutan (defleksi). Kemampuan benda untuk menahan terjadinya perubahan bentuk di bawah batas elastis akibat beban berupa gaya atau momen yang bekerja padanya disebut kekakuan (stiffness).

Pembebanan batang secara aksial

Nash (1977) mengungkapkan bahwa sebatang logam dengan luas penampang konstan, bila diberikan beban pada kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier dengan arah saling berlawanan yang berimpit pada sumbu longitudinal batang dan yang bekerja di pusat penampang melintang masing-masing, pada keadaan kesetimbangan statis, besarnya gaya-gaya harus sama. Apabila gaya-gaya diarahkan menjauhi batang, maka batang tersebut mengalami perubahan panjang yang disebut regangan dan sebaliknya jika gaya-gaya diarahkan pada batang, batang tersebut akan mengalami pemendekan. Kedua kondisi ini digambarkan pada Gambar 1 dibawah ini

Gambar 1 penampang yang mengalami gaya tekan dan gaya tarik. Tegangan normal

Nash (1977) mengungkapkan bahwa gaya normal yang bekerja pada suatu luasan penampang melintang disebut tegangan normal dan dinyatakan dalam N/m2. Apabila gaya diberikan pada kedua ujung penampang tersebut dalam kondisi tertarik, maka akan terjadi tegangan tarik, dan sebaliknya bila dalam kondisi tekan maka akan terjadi tegangan tekan.

P P P P Tarik Tekan

(20)

Regangan normal

Nash (1977) mengungkapkan bahwa batang yang kedua ujungnya ditarik, maka perpanjangan yang terjadi dapat diukur. Regangan normal, diberi simbol dengan ε, dapat diperoleh dengan membagi total pertambahan panjang ∆l dengan panjang batang mula-mula (L), yaitu L l Δ = ε

Regangan biasanya dinyatakan meter per meter sehingga secara efektif tidak berdimensi.

Kurva tegangan-regangan

Nash (1977) mengungkapkan bahwa pertambahan panjang pada penampang harus diukur untuk setiap pertambahan beban dan dilakukan sampai terjadi kerusakan (fracture) pada penampang. Dengan mengetahui luas penampang awal spesimen, maka tegangan normal, yang dinyatakan dengan σ, dapat diperoleh untuk setiap nilai beban aksial dengan menggunakan hubungan

A P = σ

dimana P menyatakan beban aksial dalam Newton dan A menyatakan luas penampang awal (m2). Dengan memasangkan pasangan nilai tegangan normal σ dan regangan normal ε, data percobaan dapat digambarkan dengan memperlakukan kuantitas-kuantitas ini sebagai absis dan ordinat. Gambar yang diperoleh adalah diagram atau kurva tegangan-regangan, seperti gambar 2 dibawah ini

Gambar 2 kurva tegangan-regangan. σ ε O P Y U B

(21)

Hukum Hooke

Nash (1977) menyatakan bahwa specimen yang mempunyai kurva regangan seperti Gambar 2 diatas, dapat dibuktikan bahwa hubungan tegangan-regangan untuk nilai tegangan-regangan yang cukup kecil adalah linier. Hubungan linier antara pertambahan panjang dan gaya aksial adalah penyebabnya. Hal ini pertama sekali dinyatakan oleh Robert Hooke pada 1678 yang kemudian disebut Hukum Hooke. Hukum ini menyatakan

σ E= ε

dimana E menyatakan kemiringan (slope) garis lurus OP pada kurva-kurva Gambar 2 diatas.

Kurva tegangan-regangan yang ditunjukkan pada Gb. 2 diatas dapat digunakan untuk mencirikan beberapa karakteristik bahan, diantaranya:

• Batas proporsi (proportional limit)

Ordinat titik P disebut sebagai batas proporsi, yaitu tegangan maksimum yang terjadi selama uji tarik ketika tegangan masih merupakan fungsi linier dari regangan.

• Batas elastis (elastic limit)

Titik P pada kurva tegangan-regangan diatas merupakan batas elastis, yaitu tegangan maksimum yang terjadi selama uji tarik sampai batas proporsi sehingga tidak terjadi perubahan bentuk atau deformasi maupun residu permanen ketika gaya pembebanan dilepaskan. Nilai batas elastis dan batas proporsi hampir sama dan sering digunakan sebagai istilah yang saling menggantikan.

• Selang elastis dan plastis (elastic and plastic ranges)

Daerah pada kurva tegangan-regangan diatas, sampai batas proporsi disebut selang elastis; sedang rentang kurva tegangan- regangan batas proporsi sampai titik runtuh (point of rupture) disebut selang pastis.

Nash (1977) menyatakan bahwa bahan mempunyai dua karakteristik, yaitu: Homogen, yaitu mempunyai sifat elastis (E, μ) yang sama pada keseluruhan titik pada bahan.

Isotropis, yaitu mempunyai sifat elastis yang sama pada semua arah pada setiap titik dalam bahan.

Tidak semua bahan mempunyai sifat isotropis. Apabila suatu bahan tidak memiliki suatu sifat simetri elastik maka bahan tersebut disebut anisotropis, atau

(22)

kadang-kadang aeolotropis. Bahan komposit yang diperkuat dengan filamen didalamnya merupakan contoh dari bahan anisotropis.

Modulus elastisitas

Nash (1977) menyatakan bahwa kuantitas E, yaitu rasio unit tegangan terhadap unit regangan, adalah modulus elastisitas bahan, atau, sering disebut Modulus Young. Karena unit regangan ε merupakan bilangan tanpa dimensi (rasio dua satuan panjang), maka E mempunyai satuan yang sama dengan tegangan yaitu N/m2.

1.2 Deskipsi sifat-sifat kayu yang digunakan.

Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielts)

Sengon masuk dalam family Leguminoceae, merupakan jenis tanaman cepat tumbuh, tidak membutuhkan kesuburan tanah yang tinggi, dapat tumbuh pada tanah-tanah kering, lembab dan bahkan tanah-tanah-tanah-tanah yang mengandung garam serta dapat bertahan terhadap kekurangan oksigen (Pamoengkas 1992 dalam Ferry M, 2005). Tinggi pohon ini bisa mencapai 40 meter, dengan batang bebas cabang 10-30 meter, diameter batang bisa mencapai 80 cm, kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak mengelupas dan tidak berbanir.

Ciri umum kayu sengon antara lain kayu terasnya berwarna putih atau coklat muda, warna gubalnya tidak berbeda dengan kayu terasnya, mempunyai tekstur kayu yang agak kasar dan merata arah serat yang lurus bergelombang dan berpadu (Martawijaya et. al., 1989).

Kayu sengon termasuk kayu ringan dengan berat jenis rata-rata 0,33 (0,24-0,49) dan tergolong dalam kelas kuat IV-V dan kelas awet IV-V (Mandang dan Pandit, 1997). Menurut (Martawijaya et.al., 1981) kayu sengon memiliki kemampuan menahan beban sampai batas proporsi sebesar 316 kg/cm² dengan tegangan sampai batas patah mencapai 526 kg/cm², MOE sebesar 44500 kg/cm², keteguhan sejajar serat sebesar 283 kg/cm², kekerasan ujung sejajar serat sebesar 22 kg/cm dan kekerasan sisi sebesar 11 kg/cm.²

(23)

Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl)

Pohon afrika (Maesopsis eminii Engl) tumbuh alami di Afrika dari Kenya sampai Liberia antara 8°LU dan 6°LS, termasuk ke dalam famili Rhamnaceae. Pohon ini kebanyakan ditemukan di hutan tinggi dalam ekozona antara hutan dan sabana. Pada sebaran alami, jenis ini tumbuh di daratan sampai hutan sub pengunungan sampai ketinggian 1800 mdpl. Jenis ini tumbuh baik di daerah dengan curah hujan 1.200-3.600 mm/tahun dengan musim kering sampai 4 bulan (Joker, 2002 diacu dalam Sutardi, 2008).

Pohonnya meranggas dan dapat mencapai tinggi 45 m dengan bebas cabang 2/3 tinggi totalnya. Ciri umum kayu ini antara lain bagian gubalnya berwarna putih sedangkan terasnya berwarna kuning gelap sampai kecoklatan, tekstur kayunya sedang sampai kasar dan berserat lurus berpadu. Kayunya berbau masam dan rasanya pahit. Jenis pohon ini cepat tumbuh dan berkekuatan sedang sampai dengan kuat. Kayu ini banyak dimanfaatkan untuk konstruksi, kotak dan tiang. Menurut klasifikasi kelas kuat kayu di Indonesia kayu afrika termasuk kelas kuat III-IV dengan berat jenis rata-rata 0,39-0,44 (Abdurachman dan Nurhati Hajib 2006).

Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Nangka mempunyai berat jenis 0,61, kelas awet II-III, kelas kuat II-III. Kayu nangka dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, meubel, papan dinding, rangka pintu dan jendela, alat olahraga dan musik, dapat pula digunakan sebagai bahan patung dan ukiran (Departemen Kehutanan, 2001). Selain itu ciri umum lainnya adalah seratnya agak kasar dan berwarna kuning sitrun mengkilat. Warna kuning tersebut disebabkan oleh adanya kandungan morine. Zat ini dapat diekstrak dengan air mendidih atau alkohol. Morine dapat digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan. Pada saat pengeringan dari keadaan basah sampai dengan kering udara, penyusutan yang terjadi pada bidang radial (R) dan bidang tangensial (T) hampir sama dan relatif stabil (T/R ratio mendekati 1) (Martawijaya et.al., 1989).

Prihatman (2000) menyatakan bahwa angin berperan dalam membantu penyerbukan bunga pada tanaman nangka, pohon nangka cocok tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan tahunan rata-rata 1.500-2.500 mm dan musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka dapat tumbuh di daerah kering yaitu di daerah-daerah yang mempunyai bulan-bulan kering lebih dari 4 bulan. Sinar matahari sangat diperlukan nangka untuk memacu fotosintesa dan pertumbuhan, karena pohon ini

(24)

termasuk intoleran. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan terganggunya pembentukan bunga dan buah serta pertumbuhannya, Rata-rata suhu udara minimum 16o C - 21o C dan suhu udara maksimum 31o C -31,5o C. Kelembaban udara yang tinggi diperlukan untuk mengurangi penguapan. Pohon nangka dipelihara di berbagai tipe tanah, tetapi lebih menyenangi aluvial, tanah liat berpasir/liat berlempung yang dalam dan beririgasi baik, umumnya tanah yang disukai yaitu tanah yang gembur dan agak berpasir. Pohon ini hidup pada tanah tandus sampai subur dengan kondisi reaksi tanah asam sampai alkalis. Bahkan pada tanah gambut pun pohon ini dapat tumbuh dan menghasilkan buah, Pohon nangka tahan terhadap pH rendah (tanah masam) dengan pH 6,0-7,5, tetapi yang optimum pH 6–7.

Kapuk hutan (Ceiba pentandra)

Kapuk hutan termasuk ke dalam famili bombaceae, kapuk hutan menghasilkan serat yang banyak gunanya, daun untuk makanan ternak, minyak bijinya untuk industri. Pohon sebagai inang lebah madu, pencegahan erosi perlindungan daerah aliran sungai. Pada agroforestri kapuk hutan tumbuh bersama kopi, coklat, di Jawa sebagai penyangga tanaman lada. Di India untuk sistem tumpang sari. Kayu ini sangat ringan dengan BJ 0,24 g/cm, kelas awet V dan kelas kuat IV-V. Adapun daerah penyebarannya adalah Sumatra, Jawa, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Irian Jaya. Bila kering berwarna abu-abu dan kuning bercampur putih. Serat terbungkus, tekstur kasar, tidak mengkilap, pori tersebar dan berukuran besar. Daya tahan alami tinggi, mudah dikerjakan dan diawetkan. Kapuk hutan digunakan untuk membuat kotak dan peti kemas, kayu lapis, produksi pulp dan kertas. tinggi pohon ini bisa mencapai 25-70m, dengan diameter 100-300 cm. Batang silindris sampai menggembung. (Chinea-Riverra, J.D. 1990).

2.3 Sifat Fisis dan Mekanis Kayu

Haygreen dan Bowyer (1993) menyatakan sifat fisis kayu yang terpenting adalah kadar air, kerapatan dan berat jenis. Kadar air kayu sangat dipengaruhi sifat higroskopis kayu, yaitu sifat kayu untuk mengikat dan melepaskan air ke udara sampai tercapai keadaan setimbang dengan kadar air lingkungan sekitarnya.

Sifat mekanis kayu adalah ketahanan kayu terhadap gaya yang berasal dari luar yang cenderung mengubah bentuk aslinya (Tsoumis 1991). Sedangkan menurut

(25)

Haygreen dan Bowyer (1993) sifat mekanis kayu adalah sifat yang berhubungan dengan kemampuan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya.

Menurut Tsoumis (1991) sifat mekanis kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar air, kerapatan, suhu, lama pembebanan, struktur kayu, dan cacat.

a. Kadar Air

Kadar air mempengaruhi sifat mekanis, yaitu terjadi pada saat perubahan di bawah titik jenuh serat. Bila kadar air dalam kayu menurun maka kekuatan kayu meningkat karena terjadi perubahan pada dinding sel, dimana struktur dinding sel menjadi lebih kompak/kuat. Struktur mikrofibril menjadi lebih tertutup dan kekuatan tarik antara molekul selulosa menjadi lebih kuat.

b. Kerapatan

Bila kerapatan kayu meningkat, maka kekuatannya akan meningkat. Hal ini terjadi karena kerapatan merupakan suatu ukuran kandungan substansi dalam kayu tiap satu satuan volume.

c. Struktur Kayu

Perbedaan struktur kayu menyebabkan perbedaan kerapatan yang dimiliki kayu. Karakteristik tersebut menunjukkan tinggi rendahnya kerapatan seperti lingkaran tahun (lebar lingkar pertumbuhan), proporsi kayu awal dan akhir yang dapat mempengaruhi kekuatan kayu. Dimana kayu yang cepat tumbuh memiliki kekuatan yang rendah. Kelenturan kayu berhubungan dengan banyaknya jumlah serat, distribusi dari soft elements, dan jumlah vessel.

d. Suhu

Pada umumnya kekuatan kayu akan menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Penurunan kekuatan kayu ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar air dalam kayu, tingkatan suhu dan lamanya pemanasan, jenis kayu dan struktur kayu, selain itu disebabkan oleh cacat kayu contohnya retak disebabkan oleh kadar air yang berubah karena suhu juga berubah.

e. Cacat kayu

Cacat dapat menurunkan nilai kekuatan kayu. Hal ini tergantung dari jenis, ukuran dan posisi cacat pada kayu. Cacat yang dapat menurunkan kekuatan kayu yaitu mata kayu, serat berpilin, retak, compression and tension wood.

(26)

2.4 Definisi Glulam   

Balok laminasi atau dikenal sebagai glulam (glued-laminated timber) merupakan salah satu produk kayu rekayasa yang tertua. Balok laminasi terbuat dari dua atau lebih kayu gergajian yang direkat dengan arah serat sejajar satu sama lain, berbentuk lurus atau lengkung tergantung peruntukannya (Moody et al. 1999). Serrano (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya balok laminasi adalah produk yang dihasilkan dengan menyusun sejumlah papan atau lamina di atas satu dengan yang lainnya dan merekatnya sehingga membentuk penampang balok yang diinginkan.

Bodig dan Jayne (1982) menyatakan bahwa berdasarkan posisi pembebanan, balok laminasi dibedakan menjadi balok laminasi horizontal dan vertikal. Sedangkan berdasarkan penampangnya balok laminasi dibagi menjadi balok I, balok T, balok I ganda, balok pipa/kotak dan stressed-skin panel. Sementara itu, menurut CWC (2000) bentuk-bentuk balok laminasi (glulam) terdiri atas balok laminasi lurus dan lengkung yang masing-masing memiliki beberapa variasi.

Sejarah dan perkembangan

Balok laminasi pertama kali digunakan di Eropa sebagai konstruksi pada auditorium di Basel, Switzerland tahun 1893. Otto Karl Freidrich Hetzer (18461911) memperoleh paten pertama untuk konstruksi ini pada tahun 1901 sehingga dikenal sebagai “Hetzer System”. Aplikasinya pada saat itu masih terbatas karena perekat yang digunakan tidak tahan air (Rhude 1996; Moody dan Hernandez 1997).

Pada tahun 1934, Forest Products Laboratory di Madison, Wisconsin mendirikan sebuah bangunan yang menggunakan balok laminasi untuk konstruksinya. Balok laminasi untuk bangunan tersebut diproduksi oleh sebuah perusahaan di Peshtigo, Wisconsin yang didirikan oleh seorang imigran Jerman yang membawa teknologi tersebut ke Amerika Serikat. Beberapa perusahaan dibangun di akhir tahun 1930-an menggunakan teknologi yang sama untuk membuat balok laminasi untuk keperluan pembangunan gymnasium, aula, pabrik dan gudang (Moody dan Hernandez 1997).

Selama Perang Dunia II, kebutuhan akan elemen struktural yang besar untuk mendirikan bangunan militer seperti gudang dan hanggar pesawat terbang, menambah ketertarikan pada balok laminasi. Perkembangan perekat resin sintesis tahan air

(27)

memungkinkan penggunaan balok laminasi untuk jembatan dan aplikasi eksterior lainnya. Selanjutnya tahun 1950-an terdapat sedikitnya belasan pabrik balok laminasi di Amerika Serikat (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Pada tahun 1995 kira-kira ada 30 pabrik balok laminasi di seluruh Amerika Serikat dan beberapa di Kanada, yang sebagian besar adalah pemegang lisensi dari American Institute Timber Construction (AITC). Selama tahun 1990-an balok laminasi tersebut banyak diekspor ke Jepang (Rhude 1996; Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

Sementara itu, pemakaian balok laminasi di Indonesia belum banyak berkembang karena memerlukan biaya investasi tinggi sehingga menyebabkan harga produk laminasi lebih mahal dari kayu gergajian konvensional (Abdurachman dan Hadjib 2005). Pemakaiannya antara lain pada bangunan Aula Barat dan Timur Institut Teknologi Bandung dengan bentuk parabola yang terbuat dari laminasi mekanis kayu jati yang dibangun pada tahun 1920-an (Siddiq 1989). Sedangkan di negara-negara Eropa dan Amerika Utara, penggunaan balok laminasi sudah sangat beragam, dari balok penyangga pada rangka rumah sampai elemen struktur pada bangunan non perumahan (Lam dan Prion 2003).

Kelebihan dan kekurangan glulam

Moody dan Hernandez (1997) serta Moody et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa kelebihan balok laminasi dibandingkan dengan kayu gergajian serta bahan struktural lain adalah dalam hal ukuran, bentuk arsitektural, pengeringan, penampang lintang (cross section), efisiensi dan ramah lingkungan.

Sementara itu Serrano (2003) menyatakan dengan ringkas bahwa keuntungan penggunaan balok laminasi adalah meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan, memberikan pilihan bentuk geometri lebih beragam, memungkinkan untuk penyesuaian kualitas laminasi dengan tingkat tegangan yang diinginkan dan meningkatkan akurasi dimensi dan stabilitas bentuk. Sedangkan CWC (2000) menyatakan bahwa laminasi adalah cara yang efektif dalam penggunaan kayu berkekuatan tinggi dengan dimensi terbatas menjadi elemen struktural yang besar dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Di samping kelebihan yang disebutkan di atas, balok laminasi juga memiliki beberapa kekurangan. Jika kayu solid tersedia dalam ukuran yang diperlukan maka

(28)

proses tambahan dalam pembuatan balok laminasi akan meningkatkan biaya produksinya melebihi kayu gergajian. Pembuatan balok laminasi memerlukan peralatan khusus, perekat, fasilitas pabrik dan keahlian dalam pembuatannya, dibandingkan bila memproduksi kayu gergajian. Semua tahap dalam proses pembuatan memerlukan perhatian untuk menjamin produk akhir yang berkualitas tinggi. Faktor yang harus dipertimbangkan di awal dalam desain balok laminasi berukuran besar, lurus atau lengkung adalah penanganan dan pengapalan (Moody et al. 1999).

Penggunaan glulam

1. Balok laminasi merupakan produk struktural yang digunakan untuk rangka, balok, kolom dan kuda-kuda (CWC 2000). Moody dan Hernandez (1997) menyatakan bahwa meskipun penggunaan utama balok laminasi adalah pada sistem atap dari bangunan-bangunan komersial, balok laminasi juga semakin digunakan pada sistem atap dan lantai rumah. Berbagai penggunaannya pada: Bangunan-bangunan komersial dan rumah; sebagai balok persegi, balok bubungan dan lengkung, kuda-kuda, balok untuk konstruksi rumah, bangunan kayu bertingkat, lengkungan, kubah dan tiang konstruksi.

2. Jembatan; untuk bagian-bagian dari struktur bagian atas seperti balok penopang dan decking.

3. Penggunaan struktur lain; untuk tower transmisi listrik, tonggak listrik dan penggunaan lain untuk memenuhi persyaratan ukuran dan bentuk yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan tiang kayu konvensional.

Pembuatan Lamina

Kayu yang akan digunakan untuk pembuatan lamina dipotong menurut ukuran yang telah ditentukan atau standar yang dipakai. Sebagai contoh, ukuran standar tebal lamina adalah 3,8 cm dan 1,9 cm dengan ukuran lebar yang lebih bervariasi (CWC 2000, diacu dalam Herawati 2007).

Pengeringan dan Pemilahan Lamina

(29)

dan meningkatkan sifat-sifat strukturalnya. Biasanya dilakukan dengan pengeringan di dalam dry kiln (Moody et al. 1999).

Pada umumnya, kadar air maksimum lamina adalah 16% dengan perbedaan tiap lamina maksimum 5% berdasarkan standar American National Standards Institute (ANSI). Kebanyakan pabrik menggunakan lamina dengan kadar air 12% atau sedikit lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999). Lam dan Prion (2003) menyatakan lamina dikeringkan pada kadar air dengan kisaran 7–15%. Sedangkan beberapa penelitian pembuatan balok laminasi yang dilakukan, pada umumnya menggunakan lamina dengan kadar air kering udara berkisar antara 8–18% (Sinaga dan Hadjib 1989; Shedlauskas et al. 1996; Yanti 1998; Ginoga 1998; Darmayanti 1998; Rostina 2001; Malik dan Santoso 2005; Abdurachman dan Hadjib 2005).

Perekatan Permukaan

Penyusunan lamina menjadi elemen dengan ukuran yang ditentukan merupakan tahap kritis yang lain dalam proses pembuatan balok laminasi. Untuk memperoleh permukaan yang bersih, sejajar dan dapat direkat, lamina harus diketam pada kedua permukaan lebarnya sebelum proses perekatan. Hal ini menjamin susunan akhir akan berbentuk persegi dan tekanan yang diberikan akan merata. Perekat kemudian dilaburkan dengan menggunakan glue extruder (Moody et al. 1999).

Lamina kemudian disusun ke dalam bentuk yang ditentukan. Setelah perekat mencapai masa tunggu (open assembly time) yang tepat selanjutnya diberikan tekanan. Metode yang paling umum dalam memberikan tekanan adalah dengan pengempaan (clamping beds). Tekanan diberikan dengan sistem mekanik atau hidrolik. Dengan proses ini, perekat dimatangkan pada suhu ruangan selama 6-24 jam. Beberapa sistem pengempaan automatis yang baru termasuk tekanan hidrolik kontinyu (continuous hydraulic press) dan pematangan frekuensi radio dapat mempersingkat proses perekatan permukaan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Setelah proses perekatan permukaan selesai, perekat diharapkan mencapai 90% atau lebih kekuatan ikatannya. Selama beberapa hari berikutnya, pematangan berlanjut tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al., 1999).

Pengempaan yang dilakukan pada beberapa penelitian umumnya menggunakan pengempaan dingin dengan besar tekanan yang diberikan 10 kg/cm2 dengan lama waktu pengempaan bervariasi antara 2-24 jam. Dari hasil penelitian Anshari (2006)

(30)

tekanan kempa sebesar 0,6 MPa selama 6 jam menghasilkan kekuatan lentur dan keteguhan rekat yang paling tinggi. Besarnya tekanan kempa dan lama waktu pengempaan antara lain bergantung pada jenis kayu, jenis perekat, dan ketebalan balok laminasi.

Penyelesaian Akhir (Finishing)

Setelah balok laminasi dikeluarkan dari sistem pengempaan, permukaan lebar diketam untuk menghilangkan perekat yang keluar antara lamina yang berdekatan dan untuk meratakan sisi lamina. Sehingga, balok laminasi yang telah selesai sedikit lebih kecil daripada ukuran nominal laminanya. Dua permukaan lainnya dapat diketam atau diamplas menggunakan peralatan yang mudah dibawa (portable) (Moody dan Hernandez 1997; Moody et al. 1999).

2.5 Perekat

Perekat isosianat didasarkan pada reaktivitas radikal isosianat (–N=C=O) yang tinggi. Penggabungan dengan polaritas yang kuat membuat senyawa yang mengandung radikal ini tidak hanya memiliki potensi adhesi yang baik tetapi juga potensial untuk membentuk ikatan kovalen dengan bahan yang memiliki hidrogen reaktif (Marra 1992).

Selanjutnya Vick (1999) menyatakan bahwa diisosianat adalah bahan kimia yang sangat reaktif yang membentuk polimer dengan cepat jika berhubungan dengan basa kuat, asam mineral dan air. Perekat polymeric methylene diphenyl diisocyanate (PMDI) membentuk ikatan yang kuat dan tahan dengan kayu, sehingga saat ini banyak digunakan dalam pembuatan produk kayu komposit. Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatilitasnya rendah adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992). Sementara itu, Pizzi (1994) menyatakan bahwa diisosianat digunakan secara luas untuk memproduksi papan partikel eksterior. Keuntungan perekat ini antara lain adalah: lebih sedikit jumlah yang dibutuhkan dalam memproduksi sifat-sifat papan yang sama, dapat digunakan suhu pengempaan yang lebih rendah, siklus pengempaan lebih cepat, lebih toleran terhadap kadar air flakes, energi pengeringan yang dibutuhkan lebih sedikit dan tidak adanya emisi formaldehida (Marra 1992). Perekat isosianat yang digunakan untuk balok laminasi berbentuk emulsi cair yang terpisah dengan hardener-nya dan dicampurkan bila akan digunakan. Perekat matang pada suhu kamar, suhu yang lebih tinggi atau pada frekuensi radio

(31)

dan memerlukan tekanan yang tinggi. Perekat ini memiliki kekuatan basah dan kering yang tinggi, sangat tahan terhadap air dan udara lembab serta sangat tahan terhadap kondisi basah dan kering yang berulang, (Vick 1999).

(32)

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari Juli sampai dengan September 2008.

3.2 Alat dan bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Universal Testing Machine (UTM) merk Instron untuk alat uji mekanis 2. Kaliper untuk mengukur dimensi contoh uji

3. Gergaji bundar (circular saw) untuk memotong kayu (membuat sampel) 4. Mesin serut (Planner)

5. Oven untuk mengeringkan contoh uji sampai kadar air tertentu

6. Desikator alat kedap udara sebagai tempat penyimpanan contoh uji setelah dioven (pengkondisian contoh uji)

7. Timbangan untuk menimbang berat contoh uji

8. Mesin serut dan ampelas untuk menghaluskan permukaan contoh uji 9. Torsi meter untuk mengukur tekanan waktu pengempaan dingin 10. Plat besi dan baut untuk menekan kayu pada waktu pengempaan dingin

Sedangkan bahan-bahan yang digunakan meliputi:

1. Kayu Nangka, untuk contoh uji kecil bebas cacat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 8 cm sebanyak 120 sample, untuk pembuatan glulam sebagai back dan face dengan ukuran 5 cm x 2 cm x 76 cm, sebanyak 30 papan

2. Kayu Sengon, untuk contoh uji kecil bebas cacat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 8 cm sebanyak 20 sample, untuk pembuatan glulam sebagai core dengan ukuran 5cm x 2 cm x 76 cm, sebanyak 5 papan.

3. Kayu Randu untuk contoh uji kecil bebas cacat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 8 cm sebanyak 20 sample, untuk pembuatan glulam sebagai core dengan ukuran 5 cm x 2 cm x 76 cm, sebanyak 5 papan.

(33)

4. Kayu Afrika, untuk contoh uji kecil bebas cacat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 8 cm sebanyak 20 sample, untuk pembuatan glulam sebagai core dengan ukuran 5 cm x 2 cm x 76 cm, sebanyak 5 papan.

5. Perekat jenis Isocynate merk Koyobond, yang diperoleh dari PT. Lemindo Abadyjaya, Gunung Putri Bogor.

Pembuatan contoh uji

Contoh uji yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringudarakan dengan menggunakan kipas angin hingga kadar airnya mencapai kira-kira 12% selama empat minggu. Kemudian sortimen kayu yang sudah kering diserut untuk kemudian dipotong-potong sesuai ukuran yang diperlukan, seperti gambar di bawah ini.

Untuk contoh uji kecil bebas cacat, diambil 4 contoh uji setiap lapisan. Contoh uji ini diambil untuk pengujian tekan sejajar serat dan tekan tegak lurus serat.

47 cm 76 cm 47 cm

5cm 2cm

176 cm

MOE, KA, BJ tekan // serat MOE, KA, BJ tekan ⊥ serat

tekan⊥ lurus tekan // serat

Gambar 3 Pembuatan contoh uji

Sifat-sifat yang diuji/diteliti

Adapun sifat-sifat yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Pengujian sifat fisis meliputi, KA dan Berat Jenis contoh kecil bebas cacat. Untuk CKBC dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 8 cm

2. Pengujian sifat mekanis MOE Glulam dan papan penyusun glulam yang diuji dengan cara tekan sejajar arah serat dan tegak lurus arah serat.

(34)

Pengujian sifat fisis

Untuk pengujian kadar air dan berat jenis contoh uji bebas cacat :

• Contoh uji 2 cm x 2 cm x 8 cm ditimbang pada suhu kering udara untuk mengetahui berat awal kering udara (BO)

• Setelah ditimbang contoh uji digunakan untuk menguji MOE.

• Contoh uji kemudian dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan pada suhu (103±2) °C selama 48 jam.

• Contoh uji dikeluarkan dari oven, ditaruh di desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (B1).

• Besarnya kadar air dihitung dengan menggunakan rumus :

• Besarnya berat jenis dihitung dengan menggunakan rumus :

Kerapatan kayu =

Keterangan:

Bo = berat contoh uji kering Udara

B1 =berat contoh uji setelah dioven dengan suhu (103±2) °C selama 48 jam

BJ = berat jenis

V = volume kering udara (cm3)

(35)

Pengujian sifat mekanis glulam

Pembuatan glulam. Sortimen kayu yang telah ditentukan ukurannya disusun menjadi papan lamina, seperti gambar berikut ini.

Gambar 4 Pembuatan papan lamina.

Perekatan. Perekat yang digunakan terdiri atas dua komponen (base resin dan hardener) yang dicampurkan dengan perbandingan 100:15. Pelaburan perekat pada permukaan lamina dilakukan dengan menggunakan kape. Pelaburan dilakukan pada kedua permukaan (double spread) dengan berat labur 280 g/cm².

Tabel 1 Susunan papan yang akan dibuat untuk tekan tegak lurus muka lamina

Tabel 2 Susunan papan yang akan dibuat untuk tekan sejajar muka lamina No papan face Core Back Ukuran (cm) Σ glulam(buah)

1 nangka sengon nangka 2x5x5 5

2 nangka kapuk nangka 2x5x5 5

3 nangka afrika nangka 2x5x5 5

Total 15

Pengempaan. Papan yang telah direkatkan antara bagian back, face, dan core tersebut diklem dengan alat kempa dengan tekanan yang sesuai batas optimal dan sama pada setiap bagian permukaan. Untuk menjamin kesamaan tekanan pada semua permukaan, digunakan alat torsi meter. Target tekanan kempa adalah 0,6 MPa.

No. papan face Core back Ukuran (cm) Σ glulam (buah)

1 nangka sengon nangka 2x5x20 5

2 nangka kapuk nangka 2x5x20 5

3 nangka afrika nangka 2x5x20 5

Total 15 Face

Core Back

(36)

Pengkondisian. Selanjutnya papan lamina dikondisikan selama 1 minggu sebelum dilakukan pengujian, hal ini bertujuan untuk melepaskan tegangan pada papan lamia selama proses pengempaan.

Pengujian glulam.

Papan lamina dirapikan pada kedua ujungnya, kemudian dipotong dengan ukuran 5x6x20 cm³ dan 5x6x5 cm3, untuk pengujian uji tekan. Pengujian MOE glulam dengan cara tekan sejajar muka lamina dan tegak lurus muka lamina, seperti gambar di bawah ini 5 cm 6 cm 20cm

Gambar 5 pengujian tekan tegak lurus muka lamina.

5cm 6 cm

Gambar 6 pengujian tekan sejajar muka lamina. P

(37)

Setelah dilakukan pengujian terhadap lamina, dilanjutkan dengan analisis tipe pembebanan tekan yaitu tekan tegak lurus muka lamina dan tekan sejajar muka lamina. Setelah memahami perilaku setiap lamina dalam memberikan sumbangan kekakuan dan kekuatannya terhadap glulam, dapat diturunkan rumus untuk mengestimasi modulus Young’s (E) dan kekakuan glulam dalam menahan tekan (Fc).

L A PL E Δ = = ε σ Keterangan : E = modulus Young’s (kg/cm2) σ = tegangan normal έ = regangan P = beban (kg) L = panjang awal (cm) ΔL = perubahan panjang (cm) A = luas permukaan (cm2) A P Fc = Keterangan:

Fc = kekuatan glulam dalam menahan beban (kg/cm2)

P =beban (kg)

A = luas permukaan (cm2).

Pengolahan data Modulus Elastis (MOE)

• Perhitungan MOEckbc dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode pertama dan metode kedua yang disajikan oleh Bahtiar (2008).

Nilai MOE metode pertama diperoleh dengan menggunakan cara :

1. Setelah contoh uji diuji dengan UTM Instron, data diplotkan dalam bentuk grafik.

(38)

Gambar 7 Cara memplotkan data.

3. Data dipotong, hanya pada daerah lurus yang digunakan. Sehingga grafik kartesius-nya menjadi seperti pada gambar 8.

Gambar 8 Kurva garis lurus setelah dipotong. 4. Kemudian grafik tersebut diregresikan y  bx + c 5. MOE dihitung dengan rumus  

Nilai MOE metode kedua yang disajikan oleh Bahtiar (2008) diperoleh dengan prosedur :

1. Langkah 1 sampai 2 sama seperti metode pertama , tetapi data tidak dipotong.

2. Data dibagi menjadi dua bagian sepeti gambar 9, data elastis dan data plastis. Data elastis merupakan data pada daerah kurva lurus. Data plastis merupakan data pada daerah kurva melengkungn (kuadratik).

(39)

Gambar 9 Kurva daerah elastis dan plastis.

3. Data tersebut disajikan dalam tabel baru yang berisikan kolom P, Δy, Δye, Δyp seperti tabel 3. P adalah beban, Δy adalah defleksi aktual , Δye adalah defleksi elastis dan Δyp adalah defleksi plastis. Di bawah batas elastis Δyp bernilai nol karena defleksi plastis belum terjadi. Di atas batas elastis Δye bernilai maksimal, yaitu konstan sebesar defleksi pada batas elastis. Defleksi aktuak merupakan penjumlahan dari defleksi elastis dan defleksi plastis (Δy= Δye + Δyp).

Tabel 3 Contoh tabel untuk P, Δy, Δye, Δyp

4. Selanjutnya dibuat tabel baru sebagi berikut Tabel 4 Contoh tabel regresi linier berganda

P Δy Δyp2

P Δy Δye Δyp

P1 Δy1 Δy1 0

P2 Δy2 Δy2 0

…. …. …. ….

Pe Δye Δye 0

P (e+1) Δy(e+1) Δye Δyp(e+1) P (e+2) Δy(e+2) Δye Δyp(e+2) P (e+3) Δy(e+3) Δye Δyp(e+3)

….. ….. ….. ….

(40)

Disusun regresi linier berganda, P sebagai respon dan Δy, Δyp2 sebagai varial bebas. Model regresinya adalah P = a + by+ cy2p

5. MOE dihitung dengan rumus  

(41)

4.1 Sifat fisis

Kayu merupakan bahan yang higroskopis sehingga memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap atau cairan. Kadar air kayu dipengaruhi oleh jenis kayu, suhu dan kelembaban udara disekitarnya. Semua sifat kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu (Tsoumis 1991). Hasil pengukuran dan perhitungan disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Dari data yang ada diperoleh nilai rata-rata untuk setiap sifat fisis seperti pada tabel dibawah ini.

Tabel 5 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis contoh kecil bebas cacat keempat jenis kayu penyusun glulam

Jenis kayu Lapisan Sifat Fisis

Rata-rata KA (%) Rata-rata Bj

Nangka Face dan back 15,20 0,53

Afrika Core 14,46 0,40

Sengon Core 13,83 0,37

Randu Core 15,44 0,24

(42)

Tabel 6 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis tiga tipe glulam tekan sejajar serat muka lamina

Tipe Glulam ulangan Sifat Fisis

Kadar Air (%) Berat Jenis

1 12,33 0,62 2 15,10 0,39 Nangka-Sengon-Nangka 3 14,36 0,58 4 18,08 0,51 5 14,25 0,76 Rata-rata 14,83 0,57 1 13,37 0,61 2 12,81 0,66 Nangka-Afrika-Nangka 3 15,02 0,57 4 13,53 0,63 5 14,52 0,61 Rata-rata 13,85 0,61 1 15,83 0,49 2 14,31 0,48 Nangka-Randu-Nangka 3 14,19 0,46 4 14,22 0,50 5 12,76 0,52 Rata-rata 14,26 0,49 Rata-rata umum 14,31 0,56

(43)

Tabel 7 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis tiga tipe glulam tekan tegak lurus muka lamina

Tipe Glulam Ulangan Sifat Fisis

Kadar Air (%) Berat Jenis

1 12,60 0,42 2 12,12 0,45 Nangka-Sengon-Nangka 3 14,58 0,44 4 11,44 0,45 5 14,35 0,44 Rata-rata 13,02 0,44 1 13,11 0,49 2 13,02 0,51 Nangka-Afrika-Nangka 3 15,28 0,43 4 12,54 0,51 5 12,97 0,46 Rata-rata 13,38 0,48 1 11,63 0,47 2 13,56 0,44 Nangka-Randu-Nangka 3 13,71 0,44 4 13,80 0,44 5 12,39 0,42 Rata-rata 13,02 0,44 Rata-rata umum 13,14 0,45 Kadar Air

Kadar air di dalam kayu segar ditentukan oleh air bebas dan air terikat. (Haygreen dan Bowyer 2003). Nilai kadar air kayu juga bergantung pada kelembaban udara disekitarnya .

Berdasarkan Tabel 3, nilai rata-rata umum kadar air contoh kecil bebas cacat kayu penyusun glulam adalah 14,73%. Kadar air kayu Nangka 15,20%, kayu Afrika 14,46%, kayu Sengon 13.83% dan kayu Randu 15,44%. Nilai ratarata

(44)

kadar air dari keempat jenis kayu penyusun glulam tidak memiliki nilai yang jauh berbeda.

Glulam yang diuji tekan sejajar serat muka lamina, memiliki nilai kadar air rata-rata umum yang relatif sama bila dibandingkan dengan glulam yang diuji tegak lurus muka lamina, nilai kadar air untuk glulam tekan sejajar muka lamina sebesar 14,31%, sedangkan glulam tekan tegak lurus muka lamina, nilai kadar airnya sebesar 13,14%.

Nilai kadar air glulam dengan kadar air contoh kecil bebas cacat penyusun glulam relatif sama. Hal ini disebabkan karena glulam dan contoh kecil bebas cacat berasal dari sortimen yang sama dan telah dikeringkan dan dikondisikan agar memiliki kadar air yang seragam. Penambahan perekat pada glulam tidak banyak mengubah kadar air kayu.

Berat jenis

Berat jenis merupakan sifat fisis kayu yang banyak digunakan untuk menduga sifat-sifat kayu lainnya. Berat jenis kayu ditentukan oleh tebal dinding sel dan ukuran rongga sel. Bahan kimia yang terdapat pada dinding sel juga akan mempengaruhi nilai berat jenis kayu (Haygreen dan Bowyer, 2003).

Rata-rata berat jenis contoh uji bebas cacat penyusun glulam untuk kayu Nangka 0,53; kayu Afrika 0,40; kayu Sengon 0,37; dan kayu Randu memiliki berat jenis yang paling rendah 0,24.

Rata-rata umum berat jenis glulam contuh uji dengan tekan sejajar serat 0,56 dan glulam contoh uji tekan tegak lurus serat 0,45.

4.2. Kurva Beban-Deformasi

Kurva beban-deformasi merupakan kurva yang dibentuk dari titik-titik data hasil pengujian mekanis yaitu ketika beban diberikan secara terus-menerus pada material dan pengukuran besarnya beban dan deformasi dilakukan secara simultan. Secara umum kurva beban-deformasi dibagi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah elastis dan wilayah plastis. Pada wilayah elastis kurva beban-deformasi mengikuti persamaan linier, tetapi pada wilayah plastis melengkung mengikuti bentuk kurva kuadratik. Batas di antara wilayah elastis dan wilayah plastis disebut

(45)

dengan batas elastis atau batas proporsi. Menurut Bahtiar (2008a) di bawah batas elastis kurva beban-deformasi mengikuti persamaan linier P = β0 + β1Δ dan di atas batas elastis, kurva beban-deformasi mengikuti persamaan kuadratik P = β2 +

β3Δ + β4Δ2. Data deformasi dikategorikan menjadi dua komponen yaitu deformasi elastis (Δe) dan deformasi plastis (Δp), maka Δ= Δe + Δp.

Kayu yang menerima pembebanan akan mengalami perubahan bentuk (deformasi). Besarnya deformasi berkaitan erat dengan besarnya beban yang dikenakan. Semakin besar beban yang diberikan, maka deformasi yang terjadi pun semakin besar. Bila defomasi yang terjadi karena pembebanan berada di bawah batas elastis maka benda akan kembali seperti keadaan semula setelah pembebanan dilepaskan. Namun bila batas elastis telah terlewati, bentuk benda tidak akan kembali ke keadaan seperti semula, tetapi akan terjadi kerusakan permanen.

Hasil pengukuran dan perhitungan kuva beban deformasi kayu contoh kecil penyusun glulam karena pembebanan disajikan pada lampiran 11 dan 12 Dari data tersebut diperoleh nilai rata-rata deformasi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu penyusun glulam disajikan di Tabel (6 dan 7) dibawah ini.

Tabel 8 Rata-rata deformasi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu penyusun glulam tekan tegak lurus serat

Jenis Kayu Rata-rata Deformasi (mm) Rata-rata Beban (kgf)

Nangka 1,63 1083,72

Sengon 2,10 518,97

Afrika 1,62 560,29

Randu 2,53 315,38

Tabel 9 Rata-rata deformasi dan beban pada batas elastis empat jenis kayu penyusun glulam tekan sejajar serat

Jenis Kayu Rata-rata Deformasi (mm) Rata-rata Beban (kgf)

Nangka 1,37 1163,20

Sengon 1,97 1067,53

Afrika 1,59 857,96

(46)

Untuk dapat mengetahui perbedaan deformasi dan pembebanan antara tekan sejajar serat dan tekan tegak lurus serat lamina penyusun glulam, dilakukan uji-t untuk masing-masing jenis kayu. Hasil uji-t disajikan pada Tabel (8 dan 9).

Tabel 10 Nilai deformasi pada batas elastis empat jenis kayu penyusun glulam tekan sejajar serat dan tekan tegak lurus serat

Hasil uji-t berpasangan

Jenis kayu deformasi (mm) t-hitung t-tabel t-tabel

Tekan // serat Tekan ⊥ serat 0,05 0,01

Nangka 1,37 1,63 -2,21 2,00 2,66

Sengon 1,97 2,10 -0,49 2,26 3,24

Afrika 1,59 1,62 -0,46 2,26 3,24

Randu 1,98 2,53 -1,95 2,26 3,24

Tabel 11 Nilai pembebanan pada batas elastis empat jenis kayu penyusun glulam tekan sejajar serat dan tekan tegak lurus serat

Berdasarkan dari hasil uji-t diatas, didapat untuk deformasi yang terjadi pada semua jenis kayu yang digunakan sebagai core baik yang diuji secara tekan sejajar serat maupun tekan tegak lurus serat, tidak terdapat perbedaan, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung yang lebih kecil bila di bandingkan dengan t-tabel (t-hitung < t-tabel ) untuk selang 95% maupun selang 99%, namun untuk kayu Nangka yang digunakan sebagi face dan back terdapat perbedaan pada selang kepercayaan 95%.

Hasil uji-t berpasangan

Jenis kayu Pembebanan (kgf) t-hitung t-tabel t-tabel

Tekan // serat Tekan ⊥ serat 0,05 0,01

Nangka 1163,20 1097 2,88 2,00 2,66

Sengon 1067,52 518,60 6,37 2,26 3,24

Afrika 857,53 560 3,29 2,26 3,24

(47)

Untuk besarnya pembebanan yang terjadi pada batas proporsi untuk semua jenis kayu penyusun glulam, terdapat perbedaan pembebanan untuk tekan sejajar serat maupun tekan tegak tegak lurus serat. Untuk kayu Nangka, kayu Sengon dan kayu Afrika, nilai pembebanan pada batas elastis tekan sejajar serat lebih besar daripada tekan tegak lurus serat, hal ini ditunjukkan oleh nilai t-hitung lebih besar dari pada t-tabel (t-hitung > t-tabel) baik untuk selang kepercayaan 95% maupun 99%, sedangkan untuk kayu Randu tidak terdapat perbedaan antara tekan sejajar serat dan tekan tegak lurus serat. Hal ini disebabkan karena untuk jenis kayu yang memiliki bj kecil seperti kayu Randu pada saat diberi beban, penampang kayu tidak kembali lagi pada keadaan semula, walaupun beban yang diberikan belum melewati batas proporsi (batas elastisitas). Contoh kurva beban deformasi empat jenis kayu yaitu kayu Nangka, kayu Sengon, kayu Afrika serta kayu Randu, untuk ke dua jenis pengujian disajikan pada gambar 7, 8, 9 dan 10, grafik selengkapnya disajikan pada lampiran (2a dan 2b).

Gambar 10 Contoh Kurva Beban Deformasi Kayu Nangka.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 0 50 100 150 200 Pe Pp Pest P= 261+805Δ-1062Δр² R²=0,99 batas elastis= (11,2;1171) Nangka tekan // serat

beb

an (

kg)

(48)

Gambar 11 Contoh Kurva Beban Deformasi Kayu Afrika.

Gambar 12 Contoh Kurva Beban Deformasi Kayu Randu.

Gambar 13 Contoh Kurva Beban Deformasi Kayu Sengon.

0 200 400 600 800 1000 1200 0 5 10 15 20 25 30 Pe Pp Pest

Afrika tekan // serat

beban( kg) P =-173+443Δ-534Δр² R²= 0,99 Batas elastis=(21,0;789) deformasi (cm) 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 0 5 10 15 20 Pe Pp Pest be ban(kg) P =16+211Δ-293Δр²R²= 0,99 Batas elastis=(13,0;303) deformasi (cm)

Randu tekan // serat

0 100 200 300 400 500 0 5 10 15 20 Pe Pp Pest P=22+913Δ-535Δр² R²=1 Batas elastis=(11,3;1058) be ba n( kg ) deformasi (cm)

(49)

Gambar 10 merupakan contoh kurva beban deformasi kayu Nangka yang diuji dengan tekan tegak lurus serat, yang mempunyai model regresi P = 261+804Δ-1062Δр²; R²=0,99. Batas elastis atau sering juga disebut batas proporsi pada saat menerima beban sebesar 1171 kgf dan terjadi deformasi sebesar 11,2 cm, jika kayu menerima beban di bawah batas nilai tersebut maka kayu Nangka masih bisa kembali seperti keadaan semula karena belum melewati batas proporsi. Gambar 11 merupakan contoh kurva beban deformasi kayu Afrika yang diuji dengan tekan sejajar serat, yang mempunyai model regresi P = -173+443Δ-534Δр²; R²=0,99. Batas elastisnya saat menerima beban sebesar 789 kgf dan terjadi deformasi sebesar 21,0 cm. Gambar 12 merupakan contoh kurva beban deformasi kayu Randu yang diuji dengan tekan sejajar serat, yang mempunyai model regresi P =16+211Δ-293Δр²; R²=0,99. Batas elastisnya saat menerima beban sebesar 303 kgf dan terjadi deformasi sebesar 13,0 cm. Gambar 13 merupakan contoh kurva beban deformasi kayu Sengon yang diuji dengan sejajar serat, yang mempunyai model regresi P = 22+913Δ-535Δр²; R²=1. Batas elastisnya saat menerima beban sebesar 1058 kgf dan terjadi deformasi sebesar 11,3 cm.

4.3. Sifat Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat

Modulus Elastisitas (MOE) Contoh Kecil Bebas Cacat.

Sifat kekakuan kayu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban tanpa terjadi perubahan bentuk yang permanen atau dapat kembali ke bentuk semula. Besarnya hasil pengujian dinyatakan dalam Modulus Elastisitas (MOE). Dua metode digunakan untuk menghitung nilai MOE pada penelitian ini, yakni metode pertama dan metode kedua seperti yang disajikan oleh Bahtiar (2008).

(50)

Tabel 12 Nilai rata-rata MOE contoh kecil bebas cacat yang diuji secara tekan tegak lurus serat

Janis kayu Rata-rata MOE (kg/cm2) t-hitung t-tabel

Metode pertama Metode kedua 0,05 0,01 Nangka 5,3x103 4,7x103 6,78 2,00 2,66 Sengon 3,4x103 3,3x103 3,67 2,26 3,24 Afrika 4,1x103 3,8x103 3,52 2,26 3,24 Randu 1,8x103 1,7x103 3,68 2,26 3,24

Tabel 13 Nilai rata-rata MOE contoh kecil bebas cacat yang diuji secara tekan sejajar serat

Janis kayu Rata-rata MOE (kg/cm2) t-hitung t-tabel

Metode pertama Metode kedua 0,05 0,01 Nangka 2,2x104 2,1x104 5,38 2,00 2,66 Sengon 1,5x104 1,4x104 3,57 2,26 3,24 Afrika 1,3x104 1,2x104 4,29 2,26 3,24 Randu 7,2x103 6,8x103 4,65 2,26 3,24

Dari Tabel 12 dan 13 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata MOE metode pertama dengan metode kedua terdapat perbedaan nilai yang dihasilkan untuk dua arah pengujian yang berbeda yakni tekan tegak lurus serat dan tekan sejajar serat. Secara berturut-turut nilai rata-rata MOE metode pertama untuk tekan tegak lurus serat yang dihasilkan oleh kayu Nangka 5,3x103 kg/cm², kayu Afrika 4,1x103 kg/cm², kayu Sengon 3,4x103 kg/mm² dan kayu Randu 1,8x103kg/cm² dan nilai rata-rata MOE untuk metode kedua yang dihasilkan adalah untuk kayu Nangka 4,7x103 kg/cm², kayu Afrika 3,8x103 kg/cm², kayu Sengon 3,3x103 kg/cm² dan untuk kayu Randu 1,7x103 kg/cm². Sedangkan nilai rata-rata MOE metode pertama untuk tekan sejajar serat yang dihasilkan oleh kayu Nangka adalah 2,2x104 kg/cm², kayu Afrika 1,5x104 kg/cm², kayu Sengon 1,3x104 kg/cm² dan kayu Randu 7,2x103kg/cm². Nilai rata-rata MOE untuk metode kedua yang

Gambar

Gambar 3 Pembuatan contoh uji
Tabel 2 Susunan papan yang akan dibuat untuk tekan sejajar  muka lamina   No papan  face  Core   Back   Ukuran (cm)  Σ glulam(buah)
Tabel 5 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis contoh kecil bebas cacat keempat  jenis kayu penyusun glulam
Tabel 6 Nilai rata-rata kadar air dan berat jenis tiga tipe glulam tekan sejajar serat  muka lamina
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait