• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STATISTIK MAXWELL-BOLTZMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STATISTIK MAXWELL-BOLTZMAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB II

STATISTIK MAXWELL-BOLTZMAN

A. Kapasitas Panas Jenis Zat Padat.

Pada zat padat yang berbentuk kristal, atom-atom atau molekul-molekul pembangunnya tersusun secara teratur. Atom-atom atau molekulnya terikat satu sama lain melalui gaya interaksi antar molekul, sehingga pada suhu yang bukan nol Kelvin, terjadi gerakan-gerakan yang bebas.

Albert Einsteint mengajukan model sederhana, dengan menganggap gerakan masing-masing molekul tadi bebas satu sama lain dan berupa ayunan harmonik tiga dimensi. Dengan menggunakan model yang sangat sederhana ini, dan dengan menggunakan mekanika statistik, maka energi satu molekul dapat ditentukan dengan menggunakan fungsi Hamilton, yaitu :

𝜀 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝 𝐸𝑘 = 1 2𝑚𝑣 2, dimana 𝑝 = 𝑚𝑣 dan 𝑣 = 𝑝 𝑚 𝐸𝑘 = 1 2𝑚𝑣𝑣 𝐸𝑘 = 1 2𝑝𝑣 𝐸𝑘 = 1 2𝑝 𝑝 𝑚 𝐸𝑘 = 1 2 𝑝2 𝑚 𝐸𝑘 = 𝑝2

𝑚 (Energi kinetik) dan 𝐸𝑝 = 1 2𝑘𝑥 2 (Energi potensial) 𝜀 =𝑃𝑥2+𝑃𝑦2+𝑃𝑧2 2𝑚 + 1 2𝑘(𝑥 2+ 𝑦2+ 𝑧2) (1)

Jika azas bagi rata energi (azas ekuipartisi energi), diterapkan dalam masalah ini, maka pada suhu yang cukup tinggi, energi rata-rata akibat gerakan molekul ini adalah :

6 ×𝑘𝑇

2 = 3𝑘𝑇 (2)

karena molekul mengalami gerakan poliatomik (3 translasi, 2 rotasi, dan 1 vibrasi). Jadi, kalau diukur kapasitas panas jenis zat padat, maka akan diperoleh nilai 3 Nk atau 3R, dan hasil ini ternyata cocok untuk sebagian besar zat padat, yang dikenal dengan hukum Dulog dan Petit.

Hasil eksperimen menunjukan, bahwa untuk suhu-suhu rendah, ternyata kapsitas panas jenis zat padat, tidak lagi sama dengan 3 Nk atau 3R, tetapi berharga lebih kecil, bahkan nilainya mendekati nol, ketika suhunya mendekati nol Kelvin.

(2)

2

Hal tersebut dapat dipahami dengan menggunakan mekanika kuantum dalam membahas status-status energi ayunan harmonik, jika pada ayunan harmonik diberlakukan mekanika kuantum, maka status energinya ditentukan oleh suatu bilangan kuantum n, yanh gerharga 0, 1, 2, 3, 4, 5, ..., sedangkan tingkatan energinya adalah : 𝜀𝑛 = ℎ𝑣(𝑛 +1

2) spin bilangan kuantum menurut mekanika kuantum, (3) sedangkan menurut mekanika klasik 𝐸 = ℎ𝑣

Energi rata-rata untuk gerak osilasi ini, diperoleh dari fungsi sebaran energi Maxwell-Boltzman, yaitu : 𝜀 = 𝜀𝑛 exp ⁡(− 𝜀𝑛 𝑘𝑇) 𝑛 exp ⁡(−𝜀𝑛 𝑘𝑇) 𝑛 (4) 𝜀 = 𝜀𝑛 e(− 𝜀𝑛 𝑘𝑇) 𝑛 e𝑛 (−𝜀𝑛𝑘𝑇) Kita misalkan : 𝑍 = exp⁡[− 𝑛 +1 2 𝑛 ℎ𝑣 𝑘𝑇] , dimana 𝜀𝑛 = ℎ𝑣(𝑛 + 1 2) 𝑍 = exp⁡[− 1 𝑘𝑇 𝑛 + 1 2 𝑛 ℎ𝑣]

Jika kita tuliskan 𝛽 = − 1

𝑘𝑇, maka diperoleh : 𝑍 = exp⁡𝑛 (𝛽𝜀𝑛)

𝑍 = e(𝛽𝜀𝑛)

𝑛

Jika di differensialkan Z terhadap β, maka : 𝑑𝑧 𝑑𝛽 = 𝑑 𝑑𝛽 (e 𝛽𝜀𝑛) 𝑛 𝑑𝑧 𝑑𝛽 = 𝜀𝑛 e −𝜀𝑛 𝑛

Maka energi rata-rata osilator adalah : 𝜀 =1 𝑧 𝑑𝑧 𝑑𝛽 𝜀 = 𝑑 𝑑𝛽 𝑙𝑛𝑧 𝜀 =𝑑 𝑙𝑛 𝑍 𝑑𝛽 (5)

Persamaan diatas menginformasikan pada kita bahwa untuk mencari energi rata rata osilator, kita dapat memulai dengan mencari Z seperti yang didefinisikan dalam persaman 𝑍 = e(𝛽𝜀𝑛)

𝑛 . Sekarang mari kita mencari Z tersebut. 𝑍 = e(𝛽𝜀𝑛)

𝑛 𝜀𝑛 = ℎ𝑣(𝑛 + 1 2)

(3)

3 𝑍 = e𝑛 𝛽 (ℎ𝑣(𝑛 +12)) 𝑍 = e𝛽 ℎ 𝑣2 e𝑛 𝑛𝛽 ℎ𝑣 Di mana : 𝑍 = exp⁡[− 𝑛 +1 2 𝑛 ℎ𝑣 𝑘𝑇] (6)

Jika diminsalkan 𝑥 = exp⁡(−ℎ𝑣

𝑘𝑡), maka Z menjadi jumlah deret ukur yang nilainya : 𝑥1/2 1 + 𝑥 + 𝑥2+ … =𝑥1/2

1−𝑥 (7)

Dengan membandingkan persamaan 𝑍 = e 𝛽 ℎ 𝑣

2 e𝑛 𝑛𝛽 ℎ𝑣 dengan persamaan (7) kita identifikasikan bahwa x pada persamaan (7) ekivalen dengan e𝛽ℎ𝑣 pada persamaan 𝑍 = e𝛽 ℎ 𝑣2 e𝑛 𝑛𝛽 ℎ𝑣. Dengan demikian kita dapat menulis,

𝑍 = e𝛽 ℎ 𝑣2 1 1−e𝛽 ℎ 𝑣

Selanjutnya kita dapat memperoleh persamaan-persamaan berikut ini, 𝑙𝑛𝑍 =𝛽ℎ𝑣 2 − ln⁡(1 − e 𝛽ℎ𝑣) 𝑑 𝑑𝛽𝑙𝑛𝑍 = ℎ𝑣 2 − 1 (1−e𝛽 ℎ 𝑣)𝑥(−ℎ𝑣e 𝛽ℎ𝑣) =ℎ𝑣 2 + ℎ𝑣e𝛽 ℎ 𝑣 1−e𝛽 ℎ 𝑣

Dengan demikian energi rata-rata osilator menjadi, 𝜀 = 𝑑 𝑑𝛽𝑙𝑛𝑍 𝜀 =ℎ𝑣 2 + ℎ𝑣e𝛽 ℎ 𝑣 1−e𝛽 ℎ 𝑣 𝜀 =ℎ𝑣 2 + ℎ𝑣 e−𝛽 ℎ 𝑣−1 𝛽 = − 1 𝑘𝑇 𝜀 =ℎ𝑣 2 + ℎ𝑣 e ℎ 𝑣 𝑘𝑇−1

Dengan menggunakan persamaan (5), diperoleh : 𝜀 = ℎ𝑣 1 2+ 1 exp ℎ 𝑣 𝑘𝑇−1 (8)

Tampak dari persamaan diatas, jika T→0 maka e ℎ 𝑣

𝑘𝑇 →∞. Dengan sifat ini, maka 𝜀 =ℎ𝑣 2 Energi 𝜀 = ℎ𝑣

2 disebut energi titik nol.

Bentuk persamaan Hamilton seperti yang terdapat pada persamaan (1), menunjukan bahwa osilasi dalam tiga dimensi, bisa dianggap seperti tiga buah ayunan

(4)

4

harmonik biasa, masing-masing dalam arah sumbu x, sumbu y, dan sumbu z. Dengan demikian status dan keadaan energinya ditentukan oleh tiga bilangan kuantum nx, ny, dan nz, yang masing-masing bisa berharga 0, 1, 2, 3, dst. Besarnya energi untuk status ini adalah : 𝜀𝑛 = ℎ𝑣(𝑛 +1 2) 𝜀 𝑛𝑥, 𝑛𝑦, 𝑛𝑧 = 𝑛𝑥+1 2 + 𝑛𝑦 + 1 2 + 𝑛𝑧+ 1 2 ℎ𝑣 (9)

Dengan menggunakan cara yang sama, sesuai dengan persamaan (8), diperoleh : 𝜀 = 3ℎ𝑣 1

2+ 1

exp ℎ 𝑣𝑘𝑇 −1 (10)

Kapasitas panas jenis pada suhu T, diperoleh melalui : 𝑐𝑣 = 𝑁𝑑 𝜀

𝑑𝑇 (11)

Dan akan diperoleh : 𝑐𝑣 = 3𝑁𝑘 ℎ𝑣

𝑘𝑇2

exp ℎ 𝑣𝑘𝑇 [exp 𝑘𝑇ℎ 𝑣 −1] 2

(12)

Persamaan diatas didapatkan dari kapasitas panas yang didefenisikan sebagai berikut : 𝐶𝑣 = 𝑑𝑈

𝑑𝑇 (U = Energi dalam dan T = Suhu) 𝐶𝑣 = 𝑑 𝑑𝑇 𝑔𝑝 𝑣 ℎ𝑣 exp ℎ 𝑣 𝑘𝑇 −1 𝑑𝑣 𝑝 𝐶𝑣 = 𝑔𝑝 𝑣 𝑑 𝑑𝑇{ 1 exp ℎ 𝑣𝑘𝑇 −1 }ℎ𝑣𝑑𝑣 𝑝

Untuk menyederhanakan persamaan diatas mari kita lihat suku diferensial dalam persamaan tersebut. Untuk mempermudah kita misalkan 𝑦 =ℎ𝑣

𝑘𝑇. Dengan permisalan tersebut maka, 𝑑 𝑑𝑇 = 𝑑 𝑑𝑦 𝑑𝑦 𝑑𝑇 = − ℎ𝑣 𝑘𝑇2 𝑑 𝑑𝑦 𝑑 𝑑𝑇 1 exp 𝑘𝑇ℎ 𝑣 −1 = 𝑑 𝑑𝑇 1 𝑒𝑦−1 = − ℎ𝑣 𝑘𝑇2 𝑑 𝑑𝑦 1 𝑒𝑦−1 = − ℎ𝑣 𝑘𝑇2 𝑑 𝑑𝑦 −𝑒𝑦 (𝑒𝑦−1)2

(5)

5 = ℎ𝑣 𝑘 𝑇2 𝑒𝑦 (𝑒𝑦−1)2 = ℎ𝑣 𝑘 𝑇2 exp [ℎ 𝑣𝑘𝑇] (exp [ℎ 𝑣𝑘𝑇]−1)2

Dengan demikian, kapasitas kalor dapat di tulis, 𝐶𝑣 = 𝑔𝑝 𝑣 { ℎ𝑣 𝑘 𝑇2 exp [𝑘𝑇ℎ 𝑣] (exp [𝑘𝑇ℎ 𝑣]−1)2}ℎ𝑣𝑑𝑣 𝑝 𝐶𝑣 = ℎ2 𝑘𝑇2 𝑔𝑝 𝑣 { exp [𝑘𝑇ℎ 𝑣] (exp [ℎ 𝑣𝑘𝑇]−1)2}𝑣 2𝑑𝑣 𝑝 Model Enstein

Untuk mencari kapasitas kalor kristal, Einstein mengusulkan model bahwa semua phonon berosilasi dengan frekuensi karakteristik yang sama, v0. Dengan asumsi ini maka

dapat kita tulis :

𝑔𝑝 𝑣 = 𝑁𝛿(𝑣 − 𝑣0)

Dimana 𝛿(𝑣 − 𝑣0) merupakan fungsi delta Dirac. Dengan model ini kita dapatkan kapasitas kalor kristal untuk satu macam polarisasi saja sebesar

𝐶𝑣 = ℎ2 𝑘𝑇2 𝑔𝑝 𝑣 exp [𝑘𝑇ℎ 𝑣] (exp [𝑘𝑇ℎ 𝑣]−1)2𝑣 2𝑑𝑣 𝑝 𝐶𝑣 = ℎ2 𝑘𝑇2 𝑁𝛿(𝑣 − 𝑣0) exp [ℎ 𝑣𝑘𝑇] (exp [ℎ 𝑣𝑘𝑇]−1)2𝑣 2𝑑𝑣 𝑝 𝐶𝑣 = 𝑁ℎ2 𝑘 𝑇2 exp [ℎ 𝑣0𝑘𝑇] (exp [ℎ 𝑣0𝑘𝑇]−1)2𝑣0 2

Untuk kristal 3 dimensi, terdapat tiga arah polarisasi phonon yang mungkin (arah sumbu x, y, dan z). Dengan menganggap bahwa ke tiga polarisasi tersebut memberikan sumbangan energi yang sama besar maka kapasitas kalor total menjadi tiga kali dari yang tampak dalam persamaan diatas, yaitu menjadi

𝐶𝑣 = 3𝑁ℎ2 𝑘𝑇2

exp [ℎ 𝑣0𝑘𝑇] (exp [ℎ 𝑣0𝑘𝑇]−1)2𝑣0

2

Sekarang kita tinjau kasus-kasus khusus, yaitu ketika T→0 dan T→∞ . Dalam kondisi T→0, maka exp[ℎ 𝑣0 𝑘𝑇] >> 1, sehingga exp[ ℎ 𝑣0 𝑘𝑇] − 1 → exp[ ℎ𝑣0 𝑘𝑇]. Akibatnya 𝐶𝑣 ≈3𝑁ℎ2 𝑘 𝑇2 exp [ℎ 𝑣0𝑘𝑇] (exp [ℎ 𝑣0 𝑘𝑇]−1) 2𝑣0 2

(6)

6 𝐶𝑣 = 3𝑁ℎ2𝑣02 𝑘 𝑇2 𝑒 −ℎ 𝑣0𝑘𝑇

Perhatikan suku pembilang dan penyebut pada persamaan diatas. Jika T→0 maka suku penyebut T2→0 dan suku pembilang exp[−ℎ 𝑣0

𝑘𝑇] →0, tetapi suku pembilang menuju nol jauh lebih cepat dari pada suku penyebut. Dengan demikian, 𝐶𝑣 →0 jika T→0.

Untuk kasus sebaliknya, yaitu T→∞, maka ℎ 𝑣0

𝑘𝑇 →0 kita dapat mengaproksimasinya exp ℎ 𝑣0 𝑘𝑇 ≈ 1 + ℎ 𝑣0 𝑘𝑇

Dengan aproksimasi ini, maka persamaan diatas dapat menjadi :

𝐶𝑣 ≈3𝑁ℎ2 𝑘 𝑇2 1+ℎ 𝑣0𝑘𝑇 (1+ℎ 𝑣0 𝑘𝑇−1) 2𝑣0 2 𝐶𝑣 ≈3𝑁ℎ2 𝑘 𝑇2 𝑘𝑇 ℎ𝑣0 2 𝑣02 𝐶𝑣 = 3𝑁𝑘 𝐶𝑣 = 3(𝑛𝑁𝐴)𝑘 𝐶𝑣 = 3𝑛(𝑁𝐴𝑘) 𝐶𝑣 = 3𝑛𝑅

Untuk mempelajari kapasitas panas jenis ini, kita misalkan 𝑥 = ℎ𝑣

𝑘𝑇 . Pada suhu yang cukup tinggi , x << 1, sehingga dapat ditulis :

exp 𝑥 − 1 = 1 + 𝑥 +𝑥2 2! + ⋯ − 1 = 𝑥 (13) 𝑐𝑣 = 3𝑁𝑘𝑥2 exp 𝑥 [exp 𝑥 −1]2 = 3𝑁𝑘𝑥 2 1 𝑥2 = 3𝑁𝑘 (14)

Sebaliknya untuk suhu yang sangat rendah, maka x >> 1, besaran exp (x) menjadi lebih besar dari 1, sehingga :

exp 𝑥 − 1 = exp 𝑥 (15)

Jadi : 𝑐𝑣 = 3𝑁𝑘 𝑥2

exp 𝑥 (16)

Bila x makin besar, maka kuadrat x juga makin besar, jauh lebih cepat dari pangkat berapapun juga, akibatnya : cv → 0 untuk x → ∞.

(7)

7

Meskipun model yang diajukan Einsteint sangat sederhana, namun secara kualitatif, ternyata sesuai dengan kapasitas panas jenis yang diukur dalam eksperimen, yang dapat digunakan untuk mengembangkan model-model lain, untuk memahami gerak molekul-molekul dalam kisi-kisi.

B. Perangai Bahan Paramagnetik.

Sifat perangai suatu bahan dapat dipahami, jika molekul-molekul yang membagun bahan tersebut, dianggap memiliki moment magnetik. Bila suatu medan magnet luar H dikenakan terhadap bahan paramagnetik, maka moment-moment magnetik tadi berusaha untuk menyesuaikan diri, untuk mencari arah yang energinya paling kecil. Energi interaksi sebuah moment magnetik dengan medan magnet akan berharga paling kecil, bila moment magnetik tadi mempunyai arah yang sama dengan arah medan magnet luar H, yang mengakibatkan terjadinya medan magnet tambahan. Tambahan medan magnet yang berasal dari moment magnetik tersebut dinamakan “magnetisasi”.

Mekanika statistik dapat diterapkan pada molekul-molekul gas yang memiliki moment magnetik. Pada gas, jarah antar molekul-molekulnya cukup jauh, sehingga energi interaksi antara moment magnetik yang satu dengan moment magnetik yang lain, relatif sangat kecil, dibandingkan dengan energi interaksi antara moment magnetik dengan medan magnet luar H. Jadi, disamping energi yang timbul karena gerak, harus pula diperhitungkan energi interaksi antara molekul dengan medan magnet. Bila moment magnetik yang dimiliki molekul adalah μ, dan arahnya membentuk sudut θ, dengan medan magnet induksi B, maka energi interaksi dapat diperoleh sebagai berikut :

Moment magnetik berupa dipole, bila diletakan dalam medan induksi B, akan menimbulkan moment kopel yang besarnya :

𝜏 = 𝜇 𝐵 𝑠𝑖𝑛𝜃 (1)

Bila sudut θ diubah menjadi θ + dθ, diperlukan kerja yang besarnya :

𝑑𝑊 = 𝜇 𝐵 𝑠𝑖𝑛𝜃 𝑑𝜃 (2)

Jika diambil energi W = 0, ketika posisi θ = 900

, maka energi potensial magnetik adalah :

𝑊 = 𝑑𝑊 = −𝜇 𝐵 𝑐𝑜𝑠𝜃 (3)

Menurut teori klasik, moment magnetik molekul, bisa membentuk sudut sebarang terhadap arah medan magnet luar. Dengan mengganti u = - cosθ, dan 𝑥 =𝜇𝐵

𝑘𝑇, maka fungsi partisi dapat ditulis :

(8)

8 𝑍 = +1𝑒−𝑢𝑥

−1 𝑑𝑢 (4)

Dengan batas -1 sampai +1. Untuk sudut dari 0 sampai 1800. Jika terdapat sejumlah N moment magnetik, maka besarnya magnetisasi yang terjadi pada sistem dapat dihitung, sehingga : 𝑀 =𝑁 𝑍 − 𝜇𝑢 +1 −1 𝑒 −𝑢𝑥𝑑𝑢 (5)

Dimana 𝜇𝑢 adalah magnetisasi yang disumbangkan oleh satu moment magnetik yang bersudut θ, sedangkan 𝑁

𝑍𝑒

−𝑢𝑥 adalah banyaknya molekul yang membentuk sudut itu dengan medan magnet B. Dan M dihitung seperti persamaan berikut :

𝑀 = 𝜇𝑁 cot 𝑔ℎ 𝑥 −1

𝑥 (6)

Magnetisasi ini dapat dipelajari perangainya dengan mudah untuk dua kasus ekstrem, yaitu :

1. Pada medan magnet induksi B yang besar dan suhu T yang rendah. Dalam hal ini nilai 𝑥 =𝜇𝐵

𝑘𝑇 menjadi sangat besar, sehingga nilai cotgh mendekati 1, sedangkan 1 𝑥 menjadi sangat kecil dan dapat diabaikan. Dengan demikian diperoleh :

𝑀 = 𝑁𝜇.

Hal ini diperoleh ketika seluruh moment magnetik mempunyai arah yang sama dengan medan magnet B, sehingga dihasilkan magnetisasi terbesar.

2. Pada medan magnet induksi B yang kecil dan suhu T yang tinggi. Dalam hal ini nilai x << 1, sehingga : cot 𝑔ℎ 𝑥 = 1 𝑥+ 𝑥 3 Dan magnetisasi : 𝑀 = 𝜇𝑁 𝑥 3 = 𝑁𝜇2𝐵 3𝑘𝑇 (7)

Karena induksi magnetik 𝐵 = 𝜇0𝐻, maka persamaan (7) dapat ditulis dalam bentuk : 𝑀 = 𝐶𝐻

𝑇 (8)

Dengan C merupakan tetapan yang berharga : 𝐶 =𝑁𝜇2𝜇0

3𝑘 (9)

Hubungan antara magnetisasi terhadap suhu T, seperti pada persamaan (8), ditemukan oleh Piere Curie pada tahun 1805, yang diperolehnya berdasarkan hasil pengamatan, dan sampai sekarang dikenal sebagai “Hukum curie”. Hukum yang diperoleh secara empirik ini, jelas tidak berlaku jika suhu T sangat rendah, karena bila

(9)

9

T → 0, akan dihasilkan magnetisasi yang sangat besar dan tidak terbatas. Padahal magnetisasi terbesar bdiperoleh ketika semua moment magnetik mempunyai arah yang sama dengan arah medan H.

Jika kita gunakan mekanika kuantum, maka kan dihasilkan perhitungan yang sedikit berbeda. Menurut mekanika kuantum, orientasi moment magnetik terhadap arah medan H, tidak bisa memiliki sudut sebarang, tetapi pada persyaratan kuantisasi yang membatasi besar sudut yang diperkenankan. Hasil ini bukan hanya dapat dibuktikan secara teoritis, tetapi juga dapat ditunjukkan kebenarannya melalui hasil eksperimen, salah satu diantaranya adalah eksperimen yang dilakukan oleh Stern dan Gerlach.

Dalam eksperimen tersebut ditunjukan bahwa berkas ataom-atom perak yang dilewatkan melalui medan magnet, hanya akan terurai dalam dua kelompok saja, yang satu paralel dengan medan H, dan yang lain antiparalel dengan medan H, tepat seperti yang diramalkan mekanika kuantum.

Untuk kasus ini, fungsi partisi Z menjadi sangat sederhana, yakni : 𝑍 = exp 𝑥 + exp −𝑥 = 2 cosh⁡(𝑥)

Dengan populasi untuk kedua kelompok, masing-masing : 𝑁1 =𝑁 2( exp 𝑥 cosh 𝑥 ) dan 𝑁2 = 𝑁 2( exp −𝑥 cosh 𝑥 ) Dengan demikian diperoleh magnetisasi : 𝑀 = 𝜇𝑁1− 𝜇𝑁2 = 𝜇𝑁 𝑡𝑔ℎ(𝑥)

𝑀 = 𝜇𝑁 𝑡𝑔ℎ(𝜇𝐵

𝑘𝑇) (10)

Bila x >> 1, magnetisasi mendekati nilai jenuh 𝑁𝜇, sedangkan untuk x << 1, magnetisasi M akan mendekati hukum curie, dengan tetapan C menjadi tiga kali lebih besar dari perhitungan mekanika klasik.

(10)

10

BAB III KESIMPULAN

A. Kapasitas Panas Jenis Zat Padat.

1. Pada suhu yang cukup tinggi , x << 1, sehingga dapat ditulis : exp 𝑥 − 1 = 1 + 𝑥 +𝑥2

2! + ⋯ − 1 = 𝑥 Jadi : 𝑐𝑣 = 3𝑁𝑘𝑥2 exp 𝑥

[exp 𝑥 −1]2 = 3𝑁𝑘𝑥2 1𝑥2= 3𝑁𝑘

2. Pada suhu yang sangat rendah, maka x >> 1, besaran exp (x) menjadi lebih besar dari 1, sehingga :

exp 𝑥 − 1 = exp 𝑥 Jadi : 𝑐𝑣 = 3𝑁𝑘 𝑥2

ex p 𝑥

C. Perangai Bahan Paramagnetik.

Magnetisasi dapat dipelajari perangainya dengan mudah untuk dua kasus ekstrem, yaitu : 1. Pada medan magnet induksi B yang besar dan suhu T yang rendah.

𝑀 = 𝑁𝜇.

2. Pada medan magnet induksi B yang kecil dan suhu T yang tinggi. 𝑀 = 𝐶𝐻

𝑇

Dengan C merupakan tetapan yang berharga 𝐶 =𝑁𝜇2𝜇0 3𝑘

Referensi

Dokumen terkait

Sabuk dapat digunakan untuk memindahkan tenaga dari poros yang satu dengan yang lainnya, dimana posisi poros sejajar dan jarak relatif jauh.. Sebenarnya pemindahan

Proses adsorpsi atau penyerapan adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakan dengan suatu padatan dan sebagian dari

Indigo dengan rumus molekul C 16 H 10 O 2 N 2 dan memiliki massa molekul relatif 262,269 sma adalah zat penting dengan warna biru khas, awalnya indigo berasal

11 dihasilkan pada suatu proses cracking, biasanya selain menghasilkan bensin (gasoline) juga mengandung molekul- molekul yang lebih kecil (gas) dan molekul-molekul

Tag pasif tidak dapat mentransmisikan data pada jarak relatif jauh, karena keterbatasan daya yang diperoleh dari medan yang dihasilkan akibat interaksi antara koil antena dalam tag

Proses adsorpsi atau penyerapan adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul – molekul gas atau cair dikontakkan dengan suatu padatan dan sebagian dari molekul –

Namun, reaksi polikondensasi konvensional asam laktat ini tidak cukup dapat meningkatkan bobot molekulnya dan pada metode ini dibutuhkan waktu yang sangat lama

Faktor yang mempengaruhi pengembunan adalah:  Suhu Agar bisa terjadi pengembunan, suhu harus cukup dingin agar energi panas bisa dilepaskan oleh molekul gas dan membuat molekul ini