• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TIPE KESEPIAN BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA SITUS JEJARING SOSIAL DI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN TIPE KESEPIAN BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA SITUS JEJARING SOSIAL DI JAKARTA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN TIPE KESEPIAN

BERDASARKAN GEJALA PROBLEMATIC

INTERNET USE PADA MAHASISWA

PENGGUNA SITUS JEJARING SOSIAL DI

JAKARTA

Fadjri Verdiansyah

Universitas Bina Nusantara, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat, Telp 021-5327630/fax 021-5332985,

fadjriverdi@gmail.com

Esther Widhi Andangsari

Universitas Bina Nusantara, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45 Kemanggisan/Palmerah Jakarta Barat, Telp 021-5327630/fax 021-5332985,

esther@binus.edu

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan gambaran Kesepian yang terbagi ke dalam kesepian romantic dan kesepian family (kesepian emosinal) serta kesepian social berdasarkan gejala-gejala yang terdapat pada Problematic Internet Use (PIU) dan beberapa aspek lainnya yang mendukung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitif dengan karakteristik subjek yaitu mahasiswa pada rentang usia 18-25 tahun yang memiliki akun dan aktif menggunakan situs jejaring sosial yang berdomisili di Jakarta dengan menggunakan teknik pengambilan data Convenience Sampling. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan melihat gambaran antara PIU dan Kesepian, Jenis Kelamin dan kesepian, serta struktur keluarga dan kesepian. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data yang dilakukan adalah terdapat tipe kesepian yang mendominasi atau yang paling banyak dialami oleh subjek. Melalui analisa tersebut disimpulkan bahwa kesepian yang paling banyak dialami adalah kesepian tipe romantic. (FV)

Kata Kunci : Problematic Internet Use(PIU), kesepian romantic, kesepian family, kesepian social, deskriptif

PENDAHULUAN

Internet pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Perkembangan teknologi yang semakin canggih ditandai dengan berbagai macam media elektronik sebagai sumber informasi bagi manusia yang semakin canggih. Seperti mobile device (smart phone, tablet, Ipad, laptop) diciptakan untuk menunjang kebutuhan manusia untuk selalu memperoleh informasi terkini yang dapat diakses dengan mudah melalui internet. Dengan segala kemudahan tersebut seseorang dapat memperoleh segala macam informasi yang dibutuh setiap waktu di setiap tempat.

Banyaknya pengguna internet seperti ini, tentu saja sudah menjadi fenomena yang tidak terhindarkan bahwa penggunaan internet menimbulkan hasil yang positif maupun yang negatif.

Pemakaian internet juga sangat luas, mulai dari pencarian informasi, media sosial, komunikasi online dan lain-lain. Bahkan seseorang dapat menjalani kehidupan sosialnya di dunia maya melalui situs-situs jejaring sosial. Dengan situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Path, dan lainnya, seseorang dapat melakukan interaksi sosial nya dengan siapapun tanpa harus melakukan pertemuan tatap muka.

(2)

Pada tahun 2014, menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet di Indonesia adalah sebanyak 88,1 juta pengguna. Situs jejaring sosial yang paling banyak dipakai adalah Facebook, Twitter, Linkedin, Instagram , dan Pinterest, dengan menggunakan smart phone selama tiga jam per harinya (wearesocial.net, 2015)

Kelompok mahasiswa yang berumur 18 – 25 tahun tersebut termasuk kedalam kelompok emerging adult. Dalam masa transisi ini, mahasiswa berada dalam masa identity exploration yaitu seseorang akan mencari dan mengeksplorasi identitasnya secara serius sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan selanjutnya seperti cinta dan pekerjaan (Arnett, 2011). Pada masa transisi ini mahasiswa mencoba segala alternatif seperti menggunakan situs jejaring sosial.

Peneliti melihat penggunaan jejaring sosial di Indonesia, terutama Jakarta. Peneliti melakukan wawancara secara singkat kepada 3 mahasiswa dengan umur 18-25 tahun yang memiliki dan

menggunakan internet terutama jejaring sosial dalam kehidupan sehari-hari seperti Path, Instagram, Facebook, Twitter dan lain sebagainya untuk mencari gambaran mengenai penggunaan jejaring sosial. Dari hasil wawancara, peneliti mendapatkan hasil mahasiswa lebih memilih interaksi secara online yaitu dengan berkomunikasi atau berbincang lewat jejaring sosial yang membuat mereka lebih nyaman dalam berinteraksi karena tidak harus saling bertatap muka dan dengan menggunakan internet membuat suasana hati mereka menjadi lebih baik karena ketika mereka berkomunikasi secara langsung terkadang ada rasa tidak percaya diri yang timbul. Selain itu, mahasiswa juga selalu merasa ingin segera membuka media sosial yang dimiliki ketika offline seperti ingin melihat update dari teman, mengecek notification, membuat status, share foto atau musik dan mengobrol dengan orang lain pada saat yang sama.

Banyaknya kegiatan yang dapat dilakukan ketika menggunakan jejaring sosial membuat para mahasiswa sulit mengontrol waktu ketika mereka sedang online, yang menyebabkan mereka melalaikan kegiatan lainnya diluar dari kegiatan ketika online.

Internet khususnya jejaring sosial mempunyai dampak pada sosialisasi. Pengguna dengan aktif internet sering memutus komunikasi dengan keluarga dan teman sebaya di dunia nyata. Fenomena lain peneliti lihat di lima waktu dan tempat yang berbeda di sebuah restoran ketika beberapa individu sedang berkumpul tetapi tidak melakukan kontak sama sekali melainkan mereka sibuk dengan mobile device masing-masing menggunakan jejaring sosial mereka. Mereka mengabaikan aktivitas sosial dan kegiatan waktu luangnya dan tidak mampu keluar dari dunia virtual. Kesimpulannya, mahasiswa dengan intensitas pemakaian internet yang tinggi, bahkan sudah terlalu aktif internet akan memiliki kemampuan sosialisasi yang rendah dan berpeluang dapat menyebabkan kesepian.

Kesepian biasanya muncul pada seseorang yang berada pada situasi-situasi baru seperti lingkungan baru, atau berada pada situasi yang didalamnya terdiri atas sekumpulan orang yang tidak dikenal. Terdapat beberapa alasan munculnya kesepian, salah satunya adalah keterasingan yaitu merasa berbeda, merasa tidak di butuhkan, kesalahpahaman, dan tidak memiliki teman dekat (Rubenstein dan Shaver, 1982). Alasan tersebut menjadi salah satu alasan yang bisa dimasukkan ke dalam kategori PIU yang mengalami kesepian.

Ada dua jenis kesepian yaitu emotional loneliness dan social loneliness. Emotional loneliness merujuk pada rasa kesepian karena tidak bisa memiliki hubungan interpersonal dengan seseorang yang sesuai dengan keinginan mereka. Social loneliness adalah rasa kesepian karena adanya pertentangan antara lingkungan sosial yang dimiliki dengan lingkungan sosial yang mereka inginkan (Weiss, 1973).

Berdasarkan Caplan (2010) menyampaikan bahwa individu yang mengalami masalah-masalah psikososial dimana salah satu diantaranya adalah kesepian memiliki kemungkinan untuk lebih

berinteraksi sosial secara online daripada secara tatap muka. Preference for Online Social Interaction (POSI) memfasilitasi penggunaan internet secara kompulsif yang dapat memberikan hasil yang negatif (Caplan, 2010)

Saat ini penggunaan internet dalam hal ini pada aktivitas mengakses jejaring sosial dianggap sebagai salah satu cara untuk mengurangi kesepian, meskipun pendekatan ini sendiri dianggap dapat menjadi pedang yang bermata dua (McKenna & Bargh dalam Weiten & Llyod, 2006). Individu yang mengalami kesepian cenderung menggunakan internet untuk menimbulkan keuntungan seperti mengurangi kesepian, mengembangkan perasaan, mendapat dukungan sosial, dan membentuk persahabatan secara online (Weiten & Llyod, 2006). Di sisi lain, bila orang yang mengalami kesepian menghabiskan banyak waktu online di internet dan menghabiskan lebih banyak waktu sendirian di depan komputer di kantor dan rumahnya, maka orang tersebut akan menyediakan waktu yang lebih sedikit untuk hubungan tatap muka di dunia nyata dan mengurangi kesempatannya untuk berinteraksi tatap muka (Weiten & Llyod, 2006). Komunikasi tatap muka menggunakan kata-kata yang diucapkan, sedangkan komunikasi melalui internet menggunakan kata-kata tertulis. Hilangnya tanda-tanda nonverbal pada komunikasi melalui internet menyebabkan individu membutuhkan perhatian khusus agar orang lain dapat

(3)

memahami arti yang dimaksudkan. Berkurangnya tanda-tanda nonverbal dan lingkungan yang tidak dikenal dalam komunikasi melalui media komputer memiliki pengaruh penting untuk perkembangan suatu hubungan (Bargh & McKenna dalam Weiten & Llyod, 2006). Ketidakmampuan individu memahami menyebabkan individu tersebut semakin sulit membangun sebuah hubungan dengan orang lain. Situasi ini dapat menyebabkan individu mengalami kesepian. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Peplau & Perlman (1983) mengungkapkan bahwa kesepian merupakan hasil dari kurangnya atau terhambatnya hubungan sosialnya dengan orang lain.

Ketika mengalami kesepian, individu akan merasa dissatified (tidak puas), deprived (kehilangan), dan distressed (menderita). Hal ini tidak berarti bahwa kesepian tersebut sama di setiap waktu. Individu yang berbeda bisa saja memiliki perasaan kesepian yang berbeda pada situasi yang berbeda pula (Lopata, 1969 dalam Brehm, et,al, 2002).

Banyak penelitian tentang PIU dan kesepian dan dari berbagi negara, sebagai contoh Penelitian Kim, LaRose, dan Peng (2009) mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara PIU dan kesepian. Mereka mengatakan bahwa individu yang mengalami kesepian menggunakan internet sebagai kompensasi dari kurangnya kemampuan berinteraksi sosial, hal ini mungkin

menyebabkan individu mengalami negative outcome. Penggunakan internet tersebut bukan

menyelesaikan masalah yang ada tetapi justru menunjukan bahwa individu tersebut mengalami masalah psikososial dalam hal ini kesepian. Peningkatan masalah pada individu mungkin mendorong mereka untuk lebih mengandalkan pada aktivitas favorit mereka yaitu online sebagai sarana untuk mengurangi dan melarikan diri dari masalah tetapi hal tersebut justru meningkatkan kesepian tersebut.

Aplikasi situs jejaring sosial yang ada mungkin menimbulkan ancaman terhadap penggunanya, karena beberapa penggunanya mengganggu kegiatan mereka di dunia nyata. Penulis ingin mengetahui gambaran tipe kesepian berdasarkan gejala Problematic Internet Use pada mahasiswa yang menggunakan situs jejaring sosial di Jakarta dan menggunakannya sebagai topik penelitian ini.

METODE PENELITIAN

Subjek Penelitian dan Teknik Sampling

Subjek penelitian memiliki karakteristik sampel yaitu subjek tercatat sebagai emerging adult yang berada pada rentan usia 18-25 tahun dan emerging adult yang berstatus sebagai mahasiswa yang mempunyai dan aktif menggunakan situs jejaring sosial. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini hanya sebanyak 349 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik convenience, yakni dengan memilih partisipan berdasarkan kesediaan dan kerelaan untuk mengisi kuesioner (Shaugnessy, Zeccmeister & Zechmeister, 2012). Peneliti menggunakan teknik ini karena peneliti menyebarkan kuisioner kepada mahasiswa di Jakarta secara acak dan memilih responden yang bersedia membantu mengisi kuisioner peneliti.

Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian deskriptif biasanya melibatkan variabel pengukuran atau set variabel karena mereka ada secara alami. Strategi deskriptif tidak

mempedulikan hubungan antara dengan variabel melainkan dengan deskripsi variabel individu. Tujuannya adalah untuk menggambarkan sebuah variabel tunggal atau untuk memperoleh deskripsi terpisah untuk masing-masing variabel (Sugiyono, 2012). Penelitian ini menggunakan desain penelitian non experimental, karena penelitian ini menggunakan data-data yang sudah ada dan tidak dimanipulasi. Dalam penelitian yang peneliti laksanakan peneliti menggunakan metode survey dengan menyebar kuesioner ke sampel penelitian.Kuesioner merupakan alat ukur utama dalam metode survey karena kuesioner dapat mengukur variabel yang berbeda (Shaughnessy, Zechmeister & Zechmeister, 2009).peenelitian yang digunakan adalah Penelitian kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antara variabel. Variabel-variabel ini diukur (biasanya dengan instrument penelitian), sehingga data tersebut terdiri dari angka-angka yang dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik (Noor, 2011). Penelitian kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antara variabel. Variabel-variabel ini diukur (biasanya dengan instrument penelitian), sehingga data tersebut terdiri dari angka-angka yang dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik (Noor, 2011 ). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian deskriptif, bertujuan untuk mendeskripsikan sifat atau karakteristik dari suatu

(4)

gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat ini tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap suatu peristiwa tersebut (Noor, 2011).

Alat Ukur Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPIUS2 sebagai alat ukur problematic internet use dan Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA) sebagai alat ukur kesepian.

Alat Ukur Problematic Internet Use

Alat ukur problematic internet use menggunakan alat ukur yang bernama Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS 2). GPIUS 2 dengan lima buah konstruk yaitu (1) Preference for online social interaction (POSI), (2) Mood Regulation, (3) Cognitive Preoccupation, (4) Compulsive Internet Use, (5) Negative Outcome (Capalan, 2010). GPIUS 2 memiliki 15 item, masing-masing konstruk mengandung tiga item di dalamnya. Skala yang digunakan adalah skala likert dengan 8 pilihan jawaban dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju.

Table 1 Blue print alat ukur PIU

Dimensi

Problematic internet use Deskripsi Nomor Item

Preference for online social interaction (POSI)

Interaksi sosial melalui online lebih disukai dan nyaman daripada bertemu secara tatap muka.

1, 6, 11

Mood Regulation Dalam penggunaan internet akan berpengaruh

pada suasana hati (perasaan) 2, 7, 12 Cognitive preoccupation Dampak penggunaan internet dalam pikiran

setiap pengguna 3, 8, 13

Compulsive internet use

Ketika online, terdapat kesulitan untuk

mengendalikan perilaku pengguna 4, 9, 14

Negative outcomes

Penggunaan internet yang berlebihan akan menghasilkan sesuatu yang negatif dan akhirnya mengganggu kehidupan pengguna.

5, 10, 15

Sumber : Caplan, 2010, hal. 1093

Alat Ukur Kesepian

Alat ukur kesepian menggunakan alat ukur Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA). Alat ukur yang dibuat oleh Enrico DiTommaso dan Barry Spinner yang dirancang untuk mengukur tingkatan emosional (Romantic dan Family) dan social loneliness yang dialami oleh individu. SELSA terdiri atas 3 sub skala yang terdiri dari 12 item emotional romantic loneliness , 11 item emotional family loneliness dan 14 item social loneliness, dengan menggunakan skala likert 1-7. 1 (Sangat Tidak Setuju), 2 (Tidak Setuju), 3 (Agak Tidak Stuju), 4 (Netral), 5 (Agak Setuju), 6 (Setuju), and 7 (Sangat Setuju). Setiap dimensi pada alat tes ini memperlihatkan konsistensi yang tinggi yaitu pada rentang Cronbach’s alpha = 0.89 -0,93 (DiTommaso & Spinner 1993)

(5)

Table 2 Blue print alat ukur Kesepian

Dimensi

Problematic internet use Deskripsi Nomor Item

Emotional Romantic Loneliness

I Perasaan yang muncul akibat hilangnya hubungan dekat atau kelekatan emosional dengan kekasih. 1, 4, 7, 8, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 18, 21 Emotional Family Loneliness

Perasaan yang muncul akibat hilangnya hubungan dekat atau kelekatan emosional dengan keluarga.

2, 3, 5, 6, 9, 13, 17, 19, 20, 22, 23 Social Loneliness

Suatu perasaan yang muncul atau merupakan akibat dari ketidakcukupan jaringan sosial.

24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37 Sumber : DiTommaso & Spinner, 1993, hal 129

Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Content validity dalam penelitian ini mempergunakan expert judgement yang dilakukan oleh dosen pembimbing dan dosen yang memang memahami dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini mengenai kecerdasan emosional, yaitu memberikan banyak sekali masukan dari membenahi kata-kata yang sulit dipahami menjadi lebih mudah untuk dipahami sehingga responden dapat mudah mengerti bahasa dari kuisioner yang diberikan, memberikan masukan untuk menghapus dan merevisi setiap item yang ada pada kuisioner jika terdapat item yang kurang baik. Pada face validity peneliti mendapatkan masukan dari beberapa responden yaitu untuk mengurangi jumlah item yang terlalu banyak dan juga mengganti kata aku menjadi saya sehingga lebih mudah untuk dibaca dan dipahami oleh responden. Reliabilitas dari GPIUS 2 adalah α=.91 (Caplan, 2010). Dengan setiap dimensi mempunyai reabilitas yang berbeda. Pilot study dilakukan kepada 328 responden, data yang dapat dioleh ada sejumlah 324 responden mahasiswa di Jakarta. Nilai reliabilitas secara keseluruhan GPIUS2 yang dihasilkan adalah α=.885. Reabilitas dari Social and Emotional Loneliness Scale for Adult (SELSA) adalah α=0.89 -0,93 (DiTommaso & Spinner 1993). Pilot study dilakukan kepada 328 responden, data yang dapat dioleh ada sejumlah 324 responden. Reabilitas SELSA yang dihasilkan dari pilot study tersebut adalah Romantic Loneliness α=.714, Family Loneliness α=.858, dan Social Lonelinessα=.866 . Terdapat tiga item pada dimensi romantic lonelines dan satu item pada family loneliness yang direvisi, yaitu item ke 11, 12, 13, dan 15.

Prosedur Penelitian

Pertama peneliti mencari fenomena yang terjadi pada lingkungan sekitar sesuai variabel yang akan diteliti. Peneliti juga mengadakan sesi wawancara ke beberapa mahasiswa untuk memperkuat fenomena yang ada. Setelah itu peneliti melakuakn pencarian literatur untuk menyesuaikan teori dan variable-variabel yang akan diteliti. Setelah peneliti menyelesaikan teori dan membuat hipotesis, peneliti menentukan teknik sampling, disain penelitian, partisipan, dan alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur vaiabel yang diteliti dengan mengadakan diskusi dengan dosen pembimbing.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur problematic internet use adalah Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS2) yang diadaptasi dari Caplan (2010). Sedangkan untuk mengukur loneliness menggunakan alat ukur Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA). Alat ukur yang dibuat oleh Enrico DiTommaso dan Barry Spinner (1993). Kedua alat ukur diadaptasi ke bahasa Indonesia dan diuji lalu diolah menggunakan SPSS. Setelah itu peneliti melakukan field study dengan partisipan mahasiswa di Jakarta berusia 18-25 tahun yang aktif menggunakan situs jejaring social.Setelah field study selesai dilakukan, peneliti mengolah data yang didapat menggunakan SPSS dan melakukan uji hipotesis. Setelah semua data sudah diolaah melalui SPSS peneliti menarik kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian field study dilakukan pada tanggal 22 Juni – 4 Juli 2015. Peneliti melakukan penelitian payung yang melibatkan peneliti lain saat pengumpulan data responden. Penelitian payung ini menyebar kuisioner kepada mahasiswa di 10 universitas terbaik di Jakarta, yaitu Universitas Bina Nusantara, Universitas Esa Unggul, Universitas Mercubuana, Universitas Atma Jaya, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Tarumanegara, Universitas Trisakti, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Pancasila, Universitas Dr. Hamka. Total responden yang terkumpul yang digabungkan dengan peneliti lain adalah sebanyak 350 responden.

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis hasil bertujuan untuk melihat gambaran umum yang diajukan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode analisis statistika deskriptifmelalui software SPSS versi 22.0.

Tabel 3 Mean Skor Total SELSA

Alat Ukur Mean Skor terendah Skor Tertinggi

Romantic Loneliness 45.04 23 75

Family Loneliness 30.04 11 59

Social Loneliness 42.16 17 88

Sumber: Data olahan peneliti, 2015

Berdasarkan table diatas skor mean dari dimensi romantic loneliness adalah 45,04, skor mean dari dimensi family loneliness adalah 30.04, dan skor mean dari dimensi social loneliness adalah 42.16.

Tipe kesepian romantic adalah Perasaan yang muncul akibat hilangnya hubungan dekat atau kelekatan emosional dengan kekasih. Tipe kesepian family adalah Perasaan yang muncul akibat hilangnya hubungan dekat atau kelekatan emosional dengan keluarga. Sedangkan tipe kesepian social adalah Suatu perasaan yang muncul atau merupakan akibat dari ketidakcukupan jaringan sosial.

Pada hasil diatas tipe kesepian romantic paling banyak ditemui sesuai dengan karekteristik responden yaitu pada mahasiswa paling banyak mengalami kesepian tipe romantic karena menurut Arnett, 2011 pada masa ini inividu mengalamai Identity Explorations yaitu Seseorang akan mencari dan mengeksplorasi identitasnya secara serius sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan selanjutnya seperti cinta. Sedangkan tipe kesepian family paling sedikit ditemui Karena pada mahasiswa pada masa ini mengalami Being Self-focused, yaitu sudah mampu berdiri sendiri atau mandiri dalam mencukupi kebutuhan masing-masing (Anett, 2011).

Dari penyebaran kuesioner yang telah dilakukan, didapat pula data-data yang akan dianalisis. Berikut adalah analisis gambaran skala kesepian responden.

Tabel 4 Gambaran Skala Kesepian Responden

Tipe Kesepian Frekuensi Persentase

Romantic Loneliness 282 80,8%

Social Loneliness 67 19,2%

Total 349 100%

Sumber: Peneliti, 2015

Berdasarkan tabel diatas bisa digambarkan bahwa tipe kesepian responden paling banyak adalah tipe kesepian emotional dengan persentase 80,8%. Sedangkan tipe kesepian responden paling sedikit adalah tipe kesepian social dengan persentase 19,2%. Tipe kesepian emotional didapat dengan menjumlahkan hasi dari sub skala romantic dan family.

Berikut adalah analisis gambaran skala kesepian dengan gejala PIU dimana dalam tabel dibawah ini menggunakan cara crosstab dalam spss 22.0.

(7)

Tabel 5 Gambaran Skala Kesepian dengan Gejala PIU

Gejala PIU Tipe Kesepian Total

Emotional Social POSI 37 13,1% 10 14,9% 47 Mood Regulation 90 31,9% 13 19,4% 103 Cognitive Preocupation 74 26,2% 21 31,3% 95 Compulsive Internet Use 48 17,0% 9 13,4% 57 Negative Outcome 33 11,7% 14 20,9% 47 Total 282 100% 67 100% 349

Sumber : Data olahan peneliti, 2015

Tabel berikut di atas menjelaskan mengenai gambaran antara Tipe kesepian dan gejala Problematic Internet Use (PIU). Dilihat pada hasil yang diperolehs lima gejala PIU yang paling banyak dimiliki oleh individu dengan tipe kesepian emotional, dengan gejala PIU POSI 37 responden, gejala PIU, mood regulation 90 responden, gejala PIU cognitive preocupation 74 responden, gejala PIU compulsive internet use 48 responden dan gejala PIU negative outcome 33 responden. Gejala PIU yang paling sedikit dimiliki oleh individu dengan tipe kesepian social dengan jumlah 67 respoden, dengan gejala PIU POSI 10 responden, gejala PIU mood regulation 13 responden, gejala PIU cognitive preocupation 21 responden, gejala PIU compulsive internet use 9 responden dan gejala PIU negative outcome 14 responden. Pada tipe kesepian emotional gejala PIU paling banyak adalah mood regulation dengan presentase 31,9% dan pada tipe kesepian social gejala PIU paling banyak adalah cognitive preocupation dengan presentase 31,3%.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data 349 responden dengan uji crosstab antara tipe kesepian dengan gejala PIU dapat disimpulkana hasil dalam gejala PIU paling banyak adalah gejala PIU mood regulation dengan tipe kesepian yang paling banyak dialami oleh responden adalah tipe kesepian emotional diabanding tipe kesepian social. Berdasarkan analisa tambahan juga terlihat bahwa tipe kesepian emotional ini lebih banyak ditemui wanita dan struktur keluarga utuh.

Saran

Saran Teoritis

Terdapat beberapa saran yang ditujukan peneliti untuk penelitian serupa yang selanjutnya. Pertama, penyempurnaan alat ukur yang digunakan dalm adaptasi terutama dalam tata bahasa apabila akan digunakan untuk responden. Beberapa alat ukur yang perlu diadaptasi mungkin berasal dari bahasa asing dalam tata bahasa yang tidak sederhana. Kedua, Membatasi pengukuran pemakaian jejaring sosial dalam data kontrol alat tes penelitian agar lebih fokus pengguna situs jejaring sosial yang aktif sehingga analisa hasil menjadi lebih akurat. emosional. Selain itu, peneliti juga menyarankan untuk menggunakan sampel penelitian yang berbeda dari latar belakang yang berbeda. Ketiga, perlu diperhatikan pula desain kuisioner yang akan digunakan untuk penilitian berikutnya, dikarenakan item pada kuisioner ini cukup banyak, penelitian berikutnya dapat mendisain tamplate kuisioner agar tidak membuat jenuh responden dan mengurangi responden yang tidak mengisi dengan serius.

Saran Praktis

Saran praktis dari penelitian ini adalah peneliti berharap mahasiswa bisa lebih mengurangi penggunaan internet ketika mengalami kesepian. Berdasarkan hasil yang didapatkan jumlah mahasiswa yang mengalami gejala PIU cukup banyak dan kesepian yang dapat berdampak negatif bagi dirinya maupun orang-orang disekitar. Saat sedang merasa kesepian jangan mengalihkannya dengan

(8)

menggunakan internet dan situs jejaring sosial melainkan bisa mengatasinya dengan melakukan kegiatan aktif dan mencoba beriteraksi dengan lingkungan sekitar untuk menurunkan gejala tersebut.

REFERENSI

Arnett, J.J. (2011). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens tough twenties. American Psychologist.

Boyd, D. M. & Ellison, N. B. (2008). Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship. Journal of Computer-Mediated Communication, 13, 210-213.

Brehm, S.S., Kassin, S.M & Fein,S (2002). Social Psychology.5th edition. Boston: MacGraw Hill Caplan, S.E. (2003). Preference for online social interaction.A theory of problematic internet use and

psychosocial well-being.Communication Research, 30(6), 625-648.

Caplan, S.E. (2010). Theory and measurement of generalized problematic Internet use: a two-step approach. Journal Computers in Human Behavior. 26(5), 1089-1097

Caplan, S.E. & High, A.C. (2011). Online Social Interaction, Pschosocial well-being, and Problematic Internet Use dalam K.S. Young & C.N. de Abreu, Internet Addiction. A Handbook and Guide to Evaluation and Treatment (35-53). New Jersey: John Willey & Sons.

Coget, J.F., Suman, M. & Yamauchi., Y. (2002). The internet, social networks and loneliness.IT & Society,1(1), 180-201

Davis, R.A., Flett, G.L., & Besser, A. (2002). Validation of a new measure of problematic intenet use: Implication for pre-employment screening. Cyberpsychology and Behavior, 5, 331-346. Davis, R.A., (2001). A cognitive-behavioral model of pathological internet use.Computer in Human

Behavior, 17(2), 187-195.

DiMatteo, M.R. & Hays, R.D. (1987). A Short-form measure of loneliness.Journal Of Personality Assesment, 51(1), 69-81

DiTommaso, E. & Spinner, B. (1992) The development and initial validation of the social and emotional loneliness scale for adults (SELSA).Person. Individ. Diff., 14(1), 127-134

Fauzi, A. (2014). Data statistic pengguna sosial media di Indonesia. Diakses pada 13 Oktober, 2014, dari http://www.lembing.com

Gierveld, J.D.J. & Tilburg, T.V. (2006). A 6-item scale for overall, emotional, and social loneliness.Research On Aging. 28(5),582-598.

Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2012). Research Methods for the Behavioral Sciences, Fourth Edition. Belmont: Cengage Learning.

Hartono, J. (2013). Metodologi Penelitian Bisnis Salah Kaprah dan Pengalaman- Pengalaman. Yogyakarta: BPFE

Jonssen, C. (2012). Social Networking Site. Diakses pada 18 Oktober, 2014, dari http://www.techopedia.com

Kim, J., LaRose, R. & Peng, W. (2009). Loneliness as the cause and the effect of problematic internet use: the relationship between internet use and psychological well-being. Cyber Psychology & Behavior, 12(4), 452-457

Kittinger, R., Correia, C. J. & Irons, J. G. (2012). Relationship Between Facebook Use and Problematic Internet Use Among College Students. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 15 (6), 324-327.

Kriyantono, R (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Morahan-Martin, J. & Scumacher, P. (2000) Incidence and correlates of pathological internet use among

college students. Computers in Human Behavior, 16, 13- 29.

Morahan-Martin, J. & Schumacher, P. (2003), Loneliness and Social Uses of the Internet. Computers in human behavior, 19, 659-671.

Papalia, D.e., Olds, S.w. & Fieldman, R.D. (2007). Human Development.(10 Editon). New York: McGraw-Hill.

Pengerapan, S. A. (2015). Pengguna Internet Indonesia Tahun 2014, Sebanyak 88,1 Juta (34,9%). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Diakses pada 3 April 2015, dari

http://www.apjii.or.id/v2/read/content/info-terkini/301/pengguna-internet-indonesia-tahun-2014-sebanyak-88.com

Peplau, L.A., & Pearlman, D. (1982).Loneliness : A Sourcebook of Current Theory Research and theraphy. New York: John Wiley & Sons.

(9)

Putri, N.A. (2013). Subjective well-being mahasiswa yang menggunakan internet secara berlebihan.Jurnal ilmiah mahasiswa universitas Surabaya, 2,1.

Rainsch, S. (2004) Dynamic Strategic Analysis: Demystifying Simple Success Strategies. Deutscher Universitasts-Verlag: Wiesbaden

Roswati, S. (2015). Pengguna Sosial Media Semakin Meningkat. Tempokini.com. Diakses pada 27 Februari 2015, dari http://www.tempokini.com/2015/01/5882/

Santrock, John W. (2002). Life-span Development, (5th Edition). New York: McGraw-Hill Saphira, N, (2013). Internet use and addiction among Finnih Adolescents (15-19 years).Journal of

Adolescence, 37(2), 123-131

Sekaran, U. & Bougie, R. (2013). Research Method for Business A Skill-Building Approach, Sixth Edition. West Sussex: Wiley.

Senol-Durak, E. & Durak, M. (2011). The Mediator Roles of Life Satisfaction annd between the Affective Components of Psychological Well-Being and the Cognitive Symptoms of Problematic Internet. Social Indicators Research, 103 (1), 23-32.

Shaughnessy, J.J. & Zechmeister, E. B. & Zechmesiter, J. S. (2012). Research Methods in Psychology, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill Companies.

Shulevitz, J. (2013). The Research: The Affects of Loneliness in Woman, The New Republic Journal, 1, 3-8.

Sugiyono. (2008). Metode penelitian bisnis : (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.

The New Republic. (2013). Are Women Lonelier Than Men. Diakses pada18 Juli, 201, dari http://www.dailylife.com

Odaci, H. & Celik, C. B., (2013) Who are problematic internet users? An investigation of the correlations between problematic internet use and shyness, loneliness, narcissism, aggression and self-perception. Computers in Human Behavior, 29, 2382-2387

Voila!.(2014). Indonesia Netizen. Diakses pada 30 Oktober, 2014, dari http://www.voila.co.id Wearesocial.(2015). Intenet World Statistic 2014. Diakses pada 20 Juli , 2015 dari

http://www.wearesocial.net

Weiss, R. S. (1973). The e.uperience qf emotional and social isolation. Cambridge: MIT Press. Weiten, W.; Lloyd, M. A. (2006).Psychology Applied to Modern Life: Adjustment in the 21st Century,

(8thEdition). Thomson Wadsworth: Belmont, CA

Wu, C.H., Yao, G. (2008). Psychometric analysis of the short-form UCLA Loneliness Scale (ULS-8) in Taiwanese undergraduate students.Personality And Individual Differences, 44, 1762-1771. Young, K.S. (2011). Internet Addiction : Handbook and guide yo Evaluation and Treatment. Hoboken,

NJ: JohnWiley & Sons

RIWAYAT HIDUP

Fadjri Verdiansyah, lahir di kota Jakarta pada tanggal 26 Desember 1991. Penulis menamatkan

Gambar

Table 1  Blue print alat ukur PIU  Dimensi
Table 2  Blue print alat ukur Kesepian  Dimensi
Tabel 4   Gambaran Skala Kesepian Responden

Referensi

Dokumen terkait