• Tidak ada hasil yang ditemukan

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

79

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

Ida Nuraini

Universitas Muhammadiyah Malang nuirainiida@yahoo.com

Abstract

Pertumbuhan ekonomi telah lama dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan ekonomi. Namun demikian, yang sering terjadi adalah tingginya pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti dengan pemerataan pendapatan. Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan konsep pembangunan ekonomi yang tidak hanya memakai indikator pertumbuhan ekonomi tetapi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang memasukkan dimensi pemerataan pendapatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan dan menganalisis daerah kabupaten/kota di Jawa Timur berdasar konsep pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yaitu yang mempertimbangkan adanya pemerataan pendapatan. Berdasar perhitungan menggunakan Indeks Williamson (IW) yang dimodifikasi dan data tahun 2012-2015, Kota Surabaya merupakan kota yang tingkat ketimpangan pendapatannya tertinggi dengan nilai IW mencapai 0,19. Sementara itu Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Batu merupakan derah yang ketimpangan pendapatannya paling rendah (IW = 0,00). Dari analisis Typology Klassen dapat disimpulkan bahwa 15 Kabupaten / Kota yang tergolong Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat (Pertumbuhan ekonominya tinggi dan ketimpangan pendapatannya rendah). Sementara itu Daerah Maju tapi Tertekan (pertumbuhan ekonominya rendah dan ketimpangan pendapatannya rendah) terdiri dari 17. Daerah Berkembang Pesat (pertumbuhan ekonominya tinggi dan ketimpangan pendapatannya tinggi) terdiri dari 4 Kabupaten / Kota. Sedangkan Daerah Relative Tertinggal (pertumbuhan ekonominya rendah dan ketimpangan pendapatannya tinggi) terdiri dari 2 Kabupaten / Kota yaitu Kabupaten Kediri dan Kota Kediri. Secara umum dapat disimpulkan bahwa Kabupaten/Kota di Jawa Timur belum memiliki kualitas pertumbuhan ekonomi yang baik karena belum semua wilayah kabupaten/kota memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan disparitas pendapatan yang belum merata. Tapi secara nasional Jawa Timur sudah dikatakan berhasil dalam distribusi pendapatan.

Keyword: Kualitas Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan, Pembangunan Ekonomi, Jawa

Timur.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi hingga kini masih digunakan sebagai indikator kemajuan perekonomian secara agregat. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan dalam produksi barang maupun jasa dalam suatu perekonomian, sehingga pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah satu indikator penting di dalam melakukan suatu analisis pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1990-1994 menduduki peringkat 9 dari 93 negara, dan tahun 2005-2011 menduduki peringkat 5. Namun perlu dicermati apakah tingginya pertumbuhan ekonomi atau kemajuan perekonomian di suatu negara bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat? Bisa jadi

(2)

80 pertumbuhan ekonomi yang tinggi justru mengakibatkan semakin besarnya ketimpangan pendapatan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur berdasar data dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur hingga triwulan I tahun 2016 sebesar 5,34%. Pada triwulan yang sama tahun sebelumnya hanya sebesar 5,05%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang tinggi tersebut sebagian besar didorong oleh 3 sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor industri manufaktur, sektor perdagangan, hotel dan restoran. Pertumbuhan ekonomi tersebut kelihatan tidak merata antar sektor. Sektor yang mengalami pertumbuhan cepat (dia atas 6%) seperti sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi serta keuangan, persewaan dan jasa. Sektor bangunan memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu 8,98%. Sektor pertanian memiliki peringkat pertumbuhan terendah yaitu 0,88% dan mengalami perlambatan hingga 0,26% pada tahun 2014.

Pertumbuhan ekonomi harusnya mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat, namun syaratnya adalah bahwa pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto harus dibarengi dengan pengendalian laju inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi dengan pertumbuhan inflasi akan menurunkan kesejahteraan masyarakat karena tingkat pendapatan tidak mampu mengimbangi kenaikan harga-harga yang dicerminkan dari naiknya tingkat inflasi. Tahun 2009 inflasi Jawa Timur sebesar 3,62% dan menjadi 7,59% pada tahun 2013 yang hal ini lebih besar daripada angka pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5,78%.

Pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat harus tercermin pada tingkat kemiskinan yang ada di daerah tersebut. Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur jika dilihat dari data antar Kabupate/Kota adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Penduduk Miskin Jawa Timur

No Kabupaten/Kota Penduduk miskin (000) Persentase Penduduk miskin Garis Kemiskinan Rp/Kap/Bln 1 Pacitan 88,90 16,18 220.810 2 Ponorogo 99,90 11,53 247.368 3 Trenggalek 90,00 13,10 250.666 4 Tulungagung 89,00 8,75 277.707 5 Blitar 116,70 10,22 244.382 6 Kediri 196,80 12,77 251.547 7 Malang 280,30 11,07 254.380 8 Lumajang 120,70 11,75 234,728 9 Jember 270,40 11,28 267.962 10 Banyuwangi 147,70 9,29 285.004 11 Bondowoso 111,90 14,76 299.819 12 Situbondo 87,70 13,15 246.483 13 Probolinggo 231,90 20,44 340.539 14 Pasuruan 170,70 10,86 283.327

(3)

81 No Kabupaten/Kota Penduduk miskin (000) Persentase Penduduk miskin Garis Kemiskinan Rp/Kap/Bln 15 Sidoarjo 133,80 6,40 346.536 16 Mojokerto 113,30 10,56 293.609 17 Jombang 133,50 10,80 301.162 18 Nganjuk 136,50 13,14 308.506 19 Madiun 81,20 12,04 265.310 20 Magetan 74,00 11,80 289.403 21 Ngawi 123,20 14,88 348.888 22 Bojonegoro 190,90 15,48 305.174 23 Tuban 191,10 16,64 272.900 24 Lamongan 186,10 15,68 266.953 25 Gresik 166,90 13,41 270.890 26 Bangkalan 212,20 22,38 366,788 27 Sampang 239,60 25,80 319.177 28 Pamekasan 148,80 17,74 381.400 29 Sumenep 218,90 20,49 383.673 30 Kota Kediri 22,10 7,95 328.250 31 Kota Blitar 9,80 7,15 338,609 32 Kota Malang 40,60 4,80 393,151 33 Kota Probolinggo 19,00 8,37 355,317 34 Kota Pasuruan 14,20 7,34 328,648 35 Kota Mojokerto 8,00 6,42 328,250 36 Kota Madiun 8,50 4,86 338,609 37 Kota Surabaya 164,40 5,79 393,151 38 Kota Batu 9,10 4,59 355,317 Jatim 4748,40 12,28 0,45 Sumber: BPS Jatim

Tidak meratanya jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencerminkan belum adanya tingkat pemerataan pendapatan di masyarakat walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Timur cukup tinggi. Demikian pula dengan tingkat produktivitas tenaga. Sektor pertanian memiliki tingkat produktivitas tenaga kerja yang paling rendah dibanding sektor-sektor lainnya (Ida Nuraini:2008). Oleh karena itu perlu adanya perubahan paradigma indikator pembangunan ekonomi dari pertumbuhan ekonomi yang hanya menghitung perubahan produk domestik bruto (PDB) menjadi paradigma pertumbuhan ekonomi yang menambahkan indikator lain seperti indikator pemerataan pendapatan.Penulis juga perlu menyampaikan tujuan penelitian penelitian secara jelas serta manfaat (optional) dilakukan penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Ekonomi

(4)

82 Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai perlu dihitung pendapatan nasional riil menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang berlaku ditahun dasar yang dipilih. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian (Sukirno, 1991).

Penilaian mengenai cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi haruslah dibandingkan dengan pertumbuhan di masa lalu dan pertumbuhan yang dicapai oleh daerah lain (Sukirno, 1994). Dengan kata lain, suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sedangkan dikatakan mengalami pertumbuhan yang lambat apabila dari tahun ke tahun mengalami penurunan atau fluktuatif.

Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonomneo klasik, Robert Solow dan TrevorSwan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhanekonomi yaitu (1) jumlah penduduk,(2) jumlah stok barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 1985; 275). Suatu perekonomian dikatakan mengalamipertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya.

Kuznets memberikan enam ciri pertumbuhan yang muncul dalam analisis yang didasarkan pada produk nasional dan komponennya, dimana ciri-ciri tersebut seringkali terkait satu sama lain dalam hubungan sebab akibat (Jinghan, 1993). Keenam ciri tersebut adalah :

a. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan produk per kapita yang tinggi.

b. Peningkatan produktifitas yang ditandai dengan meningkatnya laju produk perkapita.

c. Laju perubahan struktural yang tinggi yang mencakup peralihan dari kegiatan pertanian ke non pertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produktif dan peralihan dari usaha-usaha perseorangan menjadi perusahaan yang berbadan hukum serta perubahan status kerja buruh.

d. Semakin tingginya tingkat urbanisasi. e. Ekspansi dari negara lain.

f. Peningkatan arus barang, modal dan orang antar bangsa.

(5)

83 Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2004).

Berbagai penelitian tentang ketimpangan antar daerah telah banyak dilakukan Kuznets (1954) tercatat sebagai salah satu peneliti awal dalam meneliti kesenjangan. Ia meneliti kesenjangan di berbagai negara secara cross-sectional dan menemukan pola U terbalik. Kuznets menyimpulkan bahwa pendapatan rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat. Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali.

Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris tahun 1973 menyatakan bahwa faktor penyebab ketimpangan pendapatan di Negara sedang berkembang (Arsyad, 1997) adalah sebagai berikut :

a. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan turunnya pendapatan perkapita. b. Inflasi. Dimana penerimaan pendapatan yang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional

dengan pertumbuhan produksi barang-barang. c. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive). e. Rendahnya mobilitas sosial.

f. Pelaksanaan kebijakan industri subtitusi impor yang menyebabkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi golongan kapitalis.

g. Memburuknya nilai tukar bagi mata uang negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara maju sebagai akibat tidak elastisnya barang-barang ekspor dari negara sedang berkembang.

h. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga dan lain-lain. Tambunan (2001) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan wilayah antara lain :

a. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah. Semakin tinggi konsentrasi kegiatan ekonomi di wilayah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar daerah.

b. Alokasi Investasi. Berdasarkan teori Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain bahwa kurangnya investasi disuatu wilayah akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif.

(6)

84 c. Tingkat Mobilitas dan faktor-faktor produksi yang rendah antar daerah. Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal bisa menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi regional.

d. Perbedaan Sumberdaya Alam antar daerah. Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alamnya akan lebih cepat maju dibandingkan dengan daerah yang miskin sumberdaya alam.

e. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah. Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan penawaran.

f. Kurang lancarnya perdagangan. Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur-unsur yang turut menciptakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Ketidaklancaran tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Williamson (1966) menekankan pada kesenjangan antar wilayah di dalam negara. Williamson menghubungkan kesenjangan pendapatan rata-rata antar wilayah dengan berbagai faktor termasuk tingkat urbanisasi suatu wilayah. Dalam penelitian ini untuk menghitung disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur di gunakan Indeks Williamson.

1. Tipology Klassen

Tipology Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor, subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Pendekatan Wilayah / Daerah seperti yang digunakan dalam penelitian Syafrizal maka peneliti memodifikasi analisis Tipology Klassen untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan atau produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata PDRB per kapita sebagai sumbu horizontal. pendekatan wilayah dapat menghasilkan empat klasifikasi kabupaten yang masing masing mempunyai karakteristik pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu :

a. Daerah bertumbuh maju dan cepat (Rapid Growth region / Kuadran I)

Daerah maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth Region) adalah daerah yang mengalami laju pertumbuhan PDRB dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata seluruh daerah. Pada dasarnya daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang paling maju, baik dari segi tingkat pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya daerah-daerah ini merupakan merupakan daerah yang mempunyai potensi pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfaatkan secara baik

(7)

85 untuk kemakmuran masyarakat setempat. Karena diperkirakan daerah ini akan terus berkembang dimasa mendatang.

b. Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region / Kuadran II)

Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region) adalah daerah-daerah yang relatif maju tetapi dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Karena itu, walaupun daerah ini merupakan daerah telah maju tetapi dimasa mendatang diperkirakan pertumbuhannya tidak akan begitu cepat, walaupun potensi pembangunan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar.

c. Daerah berkembang cepat (Growing Region / Kuadran III)

Daerah berkembang cepat (Growing Region) pada dasarnya adalah daerah yang memiliki potensi pengembangan sangat besar, tetapi masih belum diolah secara baik. Oleh karena itu, walaupun tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi namun tingkat pendapatan per kapitanya, yang mencerminkan tahap pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Karena itu dimasa mendatang daerah-daerah ini diperkirakan akan mampu berkembang dengan pesat untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah maju.

d. Daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region / Kuadran IV)

Kemudian daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region) adalah daerah yng mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita yang berada dibawah rata-rata dari seluruh daerah. Ini berarti bahwa baik tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah ini masih relatif rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa didaerah ini tidak akan berkembang di masa mendatang. Melalui pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah berikut tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat setempat diperkirakan daerah ini secara bertahap akan dapat pula mengejar ketertinggalannya (Syafrizal, 1997).

METODE

Penelitian dengan obyek 29 daerah Kabupaten dan 9 daerah Kota di Jawa Timur menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita tahun 2012-2015 yang bersumber dari BPS Jawa Timur. Analisis data yang digunakan adalah :

1. Tipology Klassen, dengan analisis Tipology Klassen yang dimodifikasi digunakan untuk

memetakan daerah kabupaten/kota di Jawa Timur berdasar kualitas pertumbuhan ekonomi dan kualitas pemerataan pendapatan. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

(8)

86 Pertumbuhan Ekonomi IW gi> gr gi< gr IW i < IW r (Kuadran I)

Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat

(Kuadran II) Daerah Maju tapi Tertekan

IW i > IW r

(Kuadran III)

Daerah yang masih dapat Berkembang Pesat

(Kuadran IV)

Daerah Relative Tertinggal

Sumber: Syafrizal, 1997 (dimodifikasi) Keterangan:

gi : Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten / Kota i

gr : Pertumbuhan Ekonomi rata-rata Kabupaten / Kota di Jawa Timur IW i : Indeks Williamson daerah Kabupaten / Kota i

IW r : Indeks Williamson rata-rata Kabupaten / Kota di JawaTimur

2. Analisis IndeksWilliamson (IW) :

IW = √∑(𝑌𝑖−𝑌)2𝑓𝑖/𝑛

𝑌

Dimana :

IW : Indeks Williamson

Yi : Pendapatan per kapita di daerah studi i

Y : Pendapatan per kapita rata-rata daerah refrensi f i : Jumlah penduduk di daerah studi i

n : Jumlah penduduk di daerah refrensi

3. Geografi Information System

Analisis ini digunakan untuk memperjelas hasil perhitungan IW dan Typologi Klassen dengan menggunakan peta geografi wilayah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Presentase Produk Domestik Regional Bruto yang terdiri dari 17 sektor ekonomi di Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 1. Ada 3 sektor ekonomi yang mendominasi PDRB, diantaranya adalah Industri pengolahan yang merupakan sektor dengan kontribusi terbesar pada PDRB di Jawa Timur yaitu 29%, ranking kedua yaitu sektor Perdagangan dengan kontribusi

(9)

87 18% dan disusul oleh sektor pertanian dengan kontribusi 14%. Sektor-sektor lain memiliki kontribusi yang relative rendah.

Gambar 1. Distribusi Presentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga Berlaku Provinsi Jawa Timur Tahun 2015

Dilihat dari kontribusi tiap-tiap sektor tersebut maka pemerintah Propinsi Jawa Timur harus berupaya agar sektor sektor lain yang masih rendah kontribusinya dapat ditingkatkan sehingga lebih merata distribusinya.

2. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Timur berdasar data tahun 2012-2015, dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi dapat dikatan baik yaitu 5,79% .

Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Timur

Wilayah 2012 2013 2014 2015 Rerata Kabupaten Pacitan 6.33 5.88 5.20 5.10 5.63 Pertanian 14% Pertambangan 4% Industri Pengolahan 29%

Listrik dan Gas 0% Air, Sampah, Limbah 0% Konstruksi 9% Perdagangan 18% Transportasi dan Pergudangan 3% Penyediaan Akomodasi 5% Informasi dan Komunikasi 5% Jasa Keuangan dan Asuransi 3% EstatReal 2% Jasa Perusahaan 1% administrasi pemerintahan 2% Jasa Pendidikan 3% Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1% Jasa Lainnya 1%

(10)

88 Kabupaten Ponorogo 5.98 5.14 5.21 5.24 5.39 Kabupaten Trenggalek 6.21 6.01 5.28 5.03 5.63 Kabupaten Tulungagung 6.47 6.13 5.46 4.99 5.76 Kabupaten Blitar 5.62 5.06 5.02 5.05 5.19 Kabupaten Kediri 6.11 5.82 5.32 4.88 5.53 Kabupaten Malang 6.77 5.30 6.01 5.26 5.84 Kabupaten Lumajang 6.00 5.59 5.32 4.63 5.38 Kabupaten Jember 5.83 6.06 6.20 5.33 5.85 Kabupaten Banyuwangi 7.25 6.71 5.70 6.01 6.42 Kabupaten Bondowoso 6.09 5.81 5.05 4.95 5.47 Kabupaten Situbondo 5.43 6.18 5.78 4.86 5.57 Kabupaten Probolinggo 6.44 5.15 4.90 4.76 5.31 Kabupaten Pasuruan 7.50 6.95 6.74 5.38 6.64 Kabupaten Sidoarjo 7.26 6.89 6.44 5.24 6.46 Kabupaten Mojokerto 7.25 6.56 6.45 5.65 6.48 Kabupaten Jombang 6.15 5.93 5.42 5.35 5.71 Kabupaten Nganjuk 5.85 5.40 5.11 5.18 5.38 Kabupaten Madiun 6.12 5.67 5.34 5.26 5.60 Kabupaten Magetan 5.79 5.86 5.10 5.17 5.48 Kabupaten Ngawi 6.63 5.50 5.82 5.08 5.76 Kabupaten Bojonegoro 3.77 2.37 2.29 17.43 6.46 Kabupaten Tuban 6.29 5.86 5.46 4.89 5.62 Kabupaten Lamongan 6.93 6.93 6.30 5.77 6.48 Kabupaten Gresik 6.92 6.04 7.04 6.58 6.65 Kabupaten Bangkalan -1.42 0.19 7.20 -2.67 0.82 Kabupaten Sampang 5.78 6.53 0.08 2.07 3.62 Kabupaten Pamekasan 6.26 6.09 5.62 5.32 5.83 Kabupaten Sumenep 9.96 14.45 6.23 1.27 7.98 Kota Kediri 5.27 3.52 5.85 5.36 5.00 Kota Blitar 6.55 6.49 5.89 5.67 6.15 Kota Malang 6.26 6.20 5.80 5.61 5.97 Kota Probolinggo 6.48 6.47 5.94 5.86 6.19 Kota Pasuruan 6.30 6.52 5.70 5.53 6.01 Kota Mojokerto 6.06 6.22 5.83 5.72 5.96 Kota Madiun 6.84 7.68 6.63 6.14 6.82 Kota Surabaya 7.35 7.58 6.96 5.97 6.97 Kota Batu 7.26 7.29 6.90 6.70 7.04 Rata-rata Jatim 6.21 6.05 5.59 5.31 5.79 Sumber:PDRB Provinsi Jawa Timur (diolah)

Pertumbuhan ekonomi rata-rata Jawa Timur yang tinggi seperti pada tabel di atas secara umum dapat dikatakan baik, namun kalau dilihat dari penyebarannya antar kabupaten dan kota belum dapat dikatakan baik karena ada beberapa kabupaten yang pertumbuhan ekonomi tinggi seperti Kota

(11)

89 Surabaya, Kota Batu, Kota Madiun, Kota Blitar, Kabupaten Sumenep, Bojonegoro, Gresik, Lamongan, Pasuruan dan Sidoarjo, namun ada beberapa daerah yang pertumbuhan ekonominya sangat rendah seperti Kota Kediri, Kabupaten Sampang dan Bangkalan.

3. Disparitas (kesenjangan) Pendapatan berdasar Indeks Williamson.

Analisis Indeks Williamson merupakan salah satu teknik untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar wilayah. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa Indeks Williamson Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur selama Tahun 2011 sampai dengan 2015 yang memiliki nilai terendah yaitu di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Madiun dan Kota Batu (IW= 0,00. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah daerah tersebut tidak terjadi ketimpangan pendapatan. Sedangkan untuk rata-rata angka Indeks Williamson tertinggi yaitu mencapai nilai sebesar 0,19 yaitu Kota Surabaya.

Tabel 4. Nilai Indeks Williamson Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 – 2015 Kabupaten/kota 2011 2012 2013 2014 2015 Rerata Kabupaten Pacitan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Ponorogo 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Trenggalek 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Tulungagung 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Blitar 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Kediri 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Malang 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Lumajang 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Jember 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Banyuwangi 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Bondowoso 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Situbondo 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Probolinggo 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 Kabupaten Pasuruan 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Sidoarjo 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Mojokerto 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Jombang 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1 Kabupaten Nganjuk 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Madiun 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Magetan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Ngawi 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Bojonegoro 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Kabupaten Tuban 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

(12)

90 Kabupaten Lamongan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Gresik 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 Kabupaten Bangkalan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kabupaten Sampang 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Pamekasan 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Kabupaten Sumenep 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 Kota Kediri 0.0 0.0 0.1 0.1 0.0 0.1 Kota Blitar 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Kota Malang 0.1 0.1 0.0 0.0 0.1 0.0 Kota Probolinggo 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Kota Pasuruan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Kota Mojokerto 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Kota Madiun 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Kota Surabaya 0.0 0.1 0.3 0.3 0.2 0.2 Kota Batu 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 Rata-rata 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2

Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur (diolah)

Kesenjangan dalam pendapatan daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur pada umumnya rendah, hanya Surabaya yang memiliki angka paling tinggi yaitu 0,2. Secara umum Provinsi Jawa Timur memiliki kesenjangan yang rendah.

Nilai Indeks Williamson Jawa Timur jika dibandingkan dengan angka ketimpangan secara nasional masih tergolong rendah karena < 0,35.

Kesenjangan dalam pendapatan daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur pada umumnya rendah, hanya Surabaya yang memiliki angka paling tinggi yaitu 0,2. Secara umum Provinsi Jawa Timur memiliki kesenjangan yang rendah.

Nilai Indeks Williamson Jawa Timur jika dibandingkan dengan angka ketimpangan secara nasional masih tergolong rendah karena < 0,35.

4. Analisis Tipologi Klassen

Hasil analisis Tipologi Klassen daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Tipologi Klassen Kabupaten dan Kota di Jawa Timur

Wilayah Pertumbuhan Ekonomi

Indeks Williamson

Tipology Klassen

Kabupaten Pacitan Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Ponorogo Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Trenggalek Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Tulungagung Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Lumajang Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Jombang Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan

(13)

91 Sumber: BPS Jawa Timur (data diolah)

Kabupaten Nganjuk Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Madiun Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Magetan Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Tuban Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Sampang Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Ngawi Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Probolinggo Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Situbondo Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Bangkalan Kabupaten Blita Rendah Rendah Rendah Rendah

Daerah Maju tapi Tertekan Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Bondowoso Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan Kabupaten Kediri Rendah Tinggi Daerah Relative Tertinggal Kota Kediri Rendah Tinggi Daerah Relative Tertinggal

Kabupaten Malang Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kabupaten Mojokerto Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kabupaten Bojonegoro Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kabupaten Lamongan Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kabupaten Pamekasan Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kabupaten Sumenep Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kota Blitar Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kota Malang Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kota Probolinggo Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kota Pasuruan Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kota Mojokerto Kota Madiun Tinggi Tinggi Rendah Rendah

Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat K Kabupaten Sumenep Ti Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kabupaten Banyuwangi Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kota Batu Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat Kabupaten Gresik Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat Kabupaten Sidoarjo Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat Kabupaten Jember Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat Kota Surabaya Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat

(14)

92 Dengan analisis Geografiy Information System, maka informasi pada tabel Tipologi Klassen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Peta Kabupaten dan Kota Jawa Timur Berdasar Analisis Tipology Klassen

Warna merah menggambarkan daerah relative tertinggal yaitu daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur dan memiliki kesenjangan pendapatan yang tinggi dibanding rata-rata kesenjangan daerah kabupaten/kota di Jawa Timur. Semakin banyak daerah dalam kategori maju dan tumbuh dengan pesat maka semakin berkualitas pertumbuhan ekonominya.

SIMPULAN DAN SARAN

Di Jawa Timur masih ada 2 daerah Kabupaten/Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang belum berkualitas yaitu pertumbuhan ekonomi yang rendah dan kesenjangan pendapatannya relative tinggi yaitu Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. Sementara ada 15 daerah yang pertumbuhan ekonominya tinggi dan ketimpangan pendapatannya rendah, 4 daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi namun kesenjangan pendapatannya juga tinggi dan 17 daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah dan tidak adanya kesenjangan pendapatan.

Untuk itu disarankan pada pemerintah Kabupaten dan Kota untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonominya melalui kebijakan moneter dan fiskal serta regulasi regulasi daerah untuk

(15)

93 menunjang pertumbuhan PDRB sekaligus mengupayakan adanya pemerataan pendapatan melalui regulasi pemerintah daerah baik di sektor moneter maupun fiskal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2011-2015, Jawa Timur Dalam Angka, BPS, Provinsi Jawa Timur. Badan Pusat Statistik, 2011-2015, PDRB Jawa Timur, BPS, Provinsi Jawa Timur.

Badan Pusat Statistik, 2011-2015, PDRB Kabupaten / Kota se-Jawa Timur, BPS, Provinsi Jawa Timur. Boediono, 1981, Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE Yogyakarta.

Cholif Prasetio Wicaksono, 2010, “Analisis Disparitas Pendapatan antar Kabupaten / Kota dan Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007”, FE UNDIP, Semarang, Skripsi.

Glasson, Jhon, 1990, Pengantar Perencanaan Regional, terjemahan Paul Sitohang, LPFE UI Jakarta. Irawan dan Suparmoko, 1981, Ekonomi Pembangunan, BPFE UGM, Yogyakarta.

Lincolin Arsyad, 1999, Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta.

Mudrajad Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan, AMP YKPN, Yogyakarta.

Mudrajad Kuncoro, 2001, Analisis Spasial dan Regional, AMP YKPN, Yogyakarta.

Putu Mahesa Eka R. & Made suyana utama , 2013, “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar Tahun 1993-2009”, Jurnal Ekonomi Pembangunan, FE UNUD, Bali.

Sadono Sukirno, 1985, Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, LPFE UI, Jakarta.

Sutarno & Kuncoro, 2003, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas Periode tahun 1993-2003, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.8 No.2 Desember 2003 hal 97-110, FE UGM.

Syafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Majalah Prisma . No.3 Maret 1997, hal 27-38, LP3ES.

Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Tanjung Sasongko, 2012, “Analisis Disparitas Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomiantar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010” FE UB, Malang, Skripsi.

Todaro, Michael. P, 1993, Perkembangan Ekonomi Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta.

Tutik Yuliani, 2015, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten di Kalimantan Timur, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Universitas Balikpapan, Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Penduduk Miskin Jawa Timur   No  Kabupaten/Kota  Penduduk  miskin (000)  Persentase Penduduk  miskin  Garis Kemiskinan Rp/Kap/Bln  1  Pacitan  88,90  16,18  220.810  2  Ponorogo  99,90  11,53  247.368  3  Trenggalek  90,00  13,10  250.666  4  Tulu
Gambar 1. Distribusi Presentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga Berlaku    Provinsi Jawa Timur  Tahun 2015
Tabel 5. Tipologi Klassen Kabupaten dan Kota di Jawa Timur
Gambar 2. Peta Kabupaten dan Kota Jawa Timur Berdasar Analisis Tipology Klassen

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data menunjukan bahwa tingkat kemampuan fisik atlet Sepak Takraw UKM Unsyiah Tahun 2016 dengan hasil persentase yaitu lari 30

Dengan adanya perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak, penulis tertarik untuk meneliti perjanjian kerja sama yang dilakukan antara EO dengan DJ dan

“Yayasan Pondok Pesantren Nurul Huda Surabaya di bidang formal (sekolah) selalu melakukan perencanaan dalam merekrut tenaga pendidik, yaitu dengan melakukan analisis

Menurut Siswanto (2002:291), disiplin kerja adalah sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang

ELISA untuk mendeteksi immunoglobulin (Ig) G terhadap virus distemper anjing (CDV) telah dikembangkan dengan menggunakan galur Onderstepoort dari virus distemper anjing

100 kg KCl, disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah, bagi tanah masam perlu dikapur 300 kg/ha sebagai sumber hara Ca atau Ca + Mg, pemberian 3 t/ha pupuk kandang kotoran ayam atau

Kedua, setelah menyaksiskan video yang ditampilkan maka siswa mempraktikan teknik yang telah disaksikan selanjutnya setelah proses pembelajaran yang diberikan

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan di atas, paling tidak ada dua alasan yang menjadi penting untuk dibahas dalam tulisan ini yaitu dimulai dari