• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN AKIBAT SKIZOFRENIA HEBEFRENIK DI RUANG TANJUNG RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN AKIBAT SKIZOFRENIA HEBEFRENIK DI RUANG TANJUNG RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KOTA BANJAR

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan

Disusun Oleh : ELA SEPTININGSIH

NIM. 13DP277022

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016

(2)

i STIKes Muhammadiyah Ciamis

Program Studi D III Keperawatan ELA SEPTININGSIH

NIM. 13DP277022

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN AK IB AT S K IZ O F R E N IA H E B E F R E N IK

D I R U AN G T AN J U N G RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR

INTISARI

Karya Tulis ini berjudul asuhan keperawatan pada Tn. R dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di Ruang Tanjung RSU Kota Banjar. Pada tahun 2014 penderita gangguan jiwa skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lain sebanyak 156 orang, sedangkan pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni Tahun 2015 terdapat 191 orang (Dinkes Kota Banjar). Gangguan jiwa di RSU Kota Banjar dari tahun 2013 sampai bulan Januari-Juni 2015 mengalami peningkatan sebesar 57% per tahun. Penderita skizofrenia merupakan penyebab gangguan jiwa tertinggi di RSU Kota Banjar yaitu sebanyak 75,3% atau 140 dari 186 orang.

Tujuan dalam penulisan ini adalah: untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran. Metode yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

Prioritas diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Intervensinya yaitu bina hubungan saling percaya, kenalkan halusinasi kepada klien, latih menghardik halusinasi, latih bercakap-cakap dengan orang lain, kontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas, latih klien menggunakan obat teratur dan berikan penyuluhan kepada keluarga tentang halusinasi dan cara merawatnya. Implementasinya yaitu membina hubungan saling percaya, mengenalkan halusinasi kepada klien, melatih menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap, melakukan aktivitas, melatih pasien menggunakan obat teratur dan memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang halusinasi dan cara merawatnya dan melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK).

Evaluasinya klien dapat mengontrol dan memutuskan halusinasi dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh penulis. Rekomendasi bagi pihak Rumah Sakit perlu adanya peningkatan daya dukung sarana khususnya yang berkaitan dengan gangguan jiwa, tentang ketersediaan obat yang dibutuhkan oleh klien, tenaga perawat terlatih yang khusus menangani kasus jiwa, sering diadakannya kunjungan ke rumah pasien dan diaktifkannya kembali terapi aktivitas kelompok di ruangan kasus jiwa tersebut.

IV Bab, 80 halaman, 7 tabel, 3 gambar, 1 genogram Kata kunci : Halusinasi Pendengaran, Skizofrenia Kepustakaan : Buku (2005-2010), 1 jurnal, sumber internet

(3)

ii

berkat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dalam bentuk studi kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada

Tn. R dengan Halusinasi Pendengaran Akibat Skizofrenia Hebefrenik di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar Tahun 2016 ”

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi penulis di masa yang akan datang.

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bantuan, berupa bimbingan baik moril maupun materiil yang sangat berharga, untuk itu ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. H. Zulkarnaen, SH., MH., selaku Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) STIKes Muhammadiyah Ciamis.

2. H. Dedi Supriadi, S.Sos., S. Kep., Ners., M. Mkes., selaku Ketua STIKes Muhammadiyah Ciamis.

3. Suhanda, S.Ag, S.Kep,. M.Kes., selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis, pembimbing KTI dan penguji UAP. 4. Sri Mulyati, S.Kep,. Ners, selaku penguji UAP.

5. Yanti Srinayanti, S.Kep., Ners,selaku penguji UAP

6. Klien dan keluarga Tn. R yang telah bersedia untuk bekerjasama dengan penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis ini.

(4)

iii

7. Ibunda tercinta (Dede Sukaeti) serta ayahanda tercinta (Engkos Kosasih), Kakaku (Evi dan Iwan) dan seluruh keluaga besar yang telah memberikan dukungan serta dorongan baik moril maupun materil serta senantiasa mencurahkan do’anya.

8. Buat seseorang tercinta (Adi Tria Apriliana, Amd. Kep) dan orang tuanya yang telah banyak perhatian, kerelaan, kesetiaan, membantu penulis dalam proses penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Staf dosen dan karyawan STIKes Muhammadiyah Ciamis. 10. Seluruh Staf Perpustakaan STKes Muhammadiyah Ciamis. 11. Teman-teman seperjuangan angkatan 15 dan Asrama 26

12. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa, Akhirnya penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Ciamis, Juli 2016

(5)

iv LEMBAR JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN INTISARI ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penulisan ... 6

C. Metode Telaahan ... 6

D. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar ... 9

1. Skizofrenia ... 9

2. Halusinasi ... 19

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan ... 30

(6)

v

2. Perencanaan ... 33

3. Pelaksanaan ... 40

4. Evaluasi ... 41

BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Kasus ... 42 1. Pengkajian ... 42 2. Perencanaan ... 55 3. Implementasi ... 61 4. Evaluasi ... 61 B. Pembahasan ... 69 1. Pengkajian ... 69 2. Perencanaan ... 72 3. Pelaksanaan ... 73 4. Evaluasi ... 74

BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 76

B. Rekomendasi ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN

(7)

vi

Halaman

Tabel 1.1 Laporan di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar Rawat Inap Periode Januari 2013 s.d

Juni 2015 ... 3

Tabel 2.1 Masalah Kognitif pada Skizofrenia ... 14

Tabel 2.2 Rencana Tindakan Keperawatan dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran ... 34

Tabel 3.1 Analisa Data ... 54

Tabel 3.2 Perencanaan ... 55

Tabel 3.3 Implementasi dan Evaluasi ... 61

(8)

vii

D AFT AR G AM B AR

Halaman

Gambar 2.1 Rentang Respons Halusinasi (Stuart, 2007) ... 25 Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2005) ... 32 Gambar 3.1 Genogram ... 45

(9)

viii

perubahan sensori : Halusinasi Pendengaran

Lampiran II Therapy Aktivitas Kelompok (TAK)

Lampiran III Satuan Acara Penyuluhan Kesehatan perubahan sensori : Halusinasi Pendengaran

Lampiran IV Leaflet

Lampiran V Surat Permohonan Ijin Data (Kesbangpolinmas) Lampiran VI Berita Acara Home Visit (Kunjungan Rumah) Lamviran VII Lembar Konsul

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh berbagai hal (Erlinafsiah, 2010).

Penelitian World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia 2014 itu menunjukkan hampir 3/4 beban global penyakit neuropsikiatrik didapati berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. WHO memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini, 25% diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa tpada usia tertentu. Gangguan jiwa yang mencapai 13%, kemungkinan akan berkembang 25% pada tahun 2030, menurut survey saat ini gangguan jiwa ditemukan sebanyak 450 juta orang di dunia terdiri dari 150 juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol, 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia, serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri setiap tahun.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2014 menyebutkan terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan

(11)

jiwa ringan di Indonesia. Prevalensi ganguan mental emosional seperti gangguan kecemasaan dan depresi tercatat sebesar 11,6 % dari 150 juta populasi orang dewasa di Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4% dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menunjukan jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat melonjak tajam. Pada tahun 2014 tercatat 296.943 orang yang mengalaminya sedangkan berdasarkan hasil pendataan tim Dinkes Jabar pada 2015, jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 465.975 orang.

Terus meningkatnya kasus jiwa dikarnakan semakin kompleknya masalah kehidupan yang bermacam-macam diantaranya masalah ekonomi, makanan seperti Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat 155 :



























Artinya : ”Dan sungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.

(12)

3

Dari ayat diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Alloh akan memberikan ujian dan cobaan kepada setiap hamba-Nya dengan berbagai macam bentuk diantaranya dengan rasa takut, gelisah hatinya, kelaparan, serta ke kurangan makanan dan kematian. Dalam menghadapi ujian dan cobaan tersebut manusia dianjurkan untuk bersabar.

Berdasarkan catatan yang penulis dapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Banjar penderita gangguan jiwa pada tahun 2014 tercatat ada 156 kasus. Rincian dari kasus tersebut diantaranya Mental Organik sebanyak 19 kasusdan 179 kasus skizoprenia. Dan pada tahun 2016 dari bulan Januari – Mei tercatat dari tiap-tiap puskesmas yang berada di Kota Banjar, 19 kasus yang sudah tercatatdan 191 kasus melakukan pengobatan secara berkala.

Berdasarkan catatan dan pelaporan di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar yang dirawat inap dalam periode tahun 2014 sampai dengan Mei 2016 dapat dilhat pada tabel 1.1 di bawah ini.

Tabel 1.1

Daftar Penderita Gangguan Jiwa di RSUD Kota Banjar Periode Januari 2014-Juni 2016

No Diagnosa TAHUN Jumlah

2014 2015 Juni 2016

1 Skizofrenia 48 63 31 111

2 Depresi 18 32 16 66

3 Retardasi Mental 0 0 2 2

Jumlah 66 95 49 179

(13)

Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa klien penderita gangguan jiwa di RSU Kota Banjar dari tahun 2014 sampai bulan Januari-Juni 2016 mengalami peningkatan sebesar 57% per tahun, menurut Maramis (2005) gejala skizofrenia terdiri dari gejala primer muncul kelainan atau gangguan afek, emosi, kemauan dan gangguan psikomotor yang kelainannya tersebut terakumulasi dalam gangguan.

Halusinasi pendengaran merupakan upaya klien untuk menghindar interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Yosep, 2011: 229). Dampak dari Halusinasi pendengaran : menarik diri dapat terganggu dalam pemenuhan kebutuhan dasar, diantaranya kebutuhan makan-minum, dan istirahat. Jika masalah tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan datangnya masalah lainnya. Oleh karena untuk mengatasi resiko tersebut diperlukan asuhan keperawatan yang bermutu berdasarkan hasil kajian ilmiah dengan menggunakan metode komunikasi terapeutik.

Selain pendekatan asuhan keperawatan jiwa, untuk mengatasi masalah kejiwaan tersebut Allah telah berfirman dalam Q.S. Al - Imran ayat 164 :





















































(14)

5

Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang-orang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Al-Imran: 164).

Berdasarkan uraian di atas dibuatlah Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.R dengan Halusinasi

Pendengaran : Menarik Diri Akibat Skizofrenia di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar” dengan harapan dapat membuat

asuhan keperawatan yang lebih baik dan komprehensif.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan Halusinasi: Menarik Diri berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dengan menggunakan pola pikir ilmiah, sehingga klien dapat hidup mandiri.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian fisik, psikologis, social dan spiritual sehingga dihasilkan masalah keperawatan.

(15)

b. Dapat menentukan diagnose keperawatan sesuai dengan prioritas masalah klien dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri.

c. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan kepada klien dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri.

d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan rencana tindakan keperawatan.

e. Dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Halusinasi Pendengaran: Menarik Diri.

C. Metode Telaahan

Metode telaahan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik pengumpulan yang penulis gunakan adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan mengamati secara langsung perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data objektif tentang masalah kesehatan keperawatan penyakit klien, perjalanan penyakit, respon emosional klien pada saat diwawancara.

(16)

7

2. Wawancara

Pengumpulan data dengan melakukan Tanya jawab langsung kepada klien atau keluarga mengenai riwayat penyakit klien, perjalanan penyakit, respon emosional klien pada saat wawancara. 3. Studi Literatur

Melalui bahan-bahan kajian atau buku untuk mendapatkan teori-teori yang dihubungkan dengan masalah sesuai dengan yang dihadapi pada klien dengan Halusinasi Pendengaran.

4. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data dengan mempelajari data khusus klien dengan catatan-catatan yang berhubungan dengan klien yaitu Halusinasi Pendengaran.

D. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode telaah dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN TEORITIS, terdiri dar iSkizofrenia mencakup definisi, etiologi, gejala, jenis factor predisposisi dan factor presipitasi skizofrenia, serta mencakup tentang definisi Halusinasi Pendengaran, tanda dan gejala, karakteristik perilaku, rentang respon sosial, etiologi, dampak gangguan Halusinasi Pendengaran akibat skizofrenia

(17)

terhadap kebutuhan dasar manusia dan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, berisi laporan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan system dokumentasi proses keperawatan yang meliputi pengkajian yang di dalamnya berisi pengumpulan data, analisa data dan diagnose keperawatan dilanjutkan dengan proses keperawatan dengan perencanaan dan catatan perkembangan, sedangkan pembahasan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB IV: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, berisi tentang kesimpulan yang ditarik dari pembahasan kondisi nyata di lapangan sedangkan rekomendasi berisi tentang solusi dan saran tentang penyelesaian masalah yang muncul.

(18)

9 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Skizofrenia a. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial. Di dalam otak yang terserang skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut (Yosep, 2009).

b. Etiologi

Etiologi dari skizofrenia dapat dibagi beberapa bagian Maramis (2005) diantaranya :

1) Keturunan

Hal ini dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur, tetapi ini juga tergantung dari lingkungan individu.

2) Endokrin

Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan dan purperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.

(19)

3) Metabolisme

Penderita dengan skezofrenia tampak pucat dan tidak sehat ujung ekstremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatinik konsumsi zat asam menurun.

4) Susunan Saraf Pusat

Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau korteks otak. Tetapi kelainan patologis yang ditemukan itu mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.

5) Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).

(20)

11

6) Teori Sigmund Freud

Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.

7) Eugen Bleuler

Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).

8) Teori lain

Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti luwes otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.

(21)

9) Ringkasan

Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (precipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal. (Maramis, 2005).

c. Tanda dan Gejala

Menurut Maramis (2005), membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi dua kelompok, yaitu :

1) Gejala-gejala primer a) Gangguan proses pikir

Pada skizofrenia gangguan memang terdapat pada proses pikir,yang terganggu adalah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum diutarakan, sudah muncul ide yang lain atau terdapat pemindahan maksud.

b) Gangguan efek dan emosi

Gangguannya berupa : kedangkalan afek dan emosi, paratihimi (apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih), paramimi (penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi dia akan

(22)

13

menangis, kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, emosi yang berlebihan).

c) Gangguan kemauan

Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. d) Gejala psikomotor (gangguan perbuatan)

2) Gejala-gejala sekunder a) Waham

Pada penderita skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Tetapi penderita tidak meninsafi hal ini dan untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya dia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan.

b) Halusinasi

Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi pendengaran, kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman, halusinasi cita rasa atau halusinasi singgungan.

(23)

3) Gejala lain yang muncul dari skizofrenia adalah : a) Masalah Koginitif

Masalah kognitif yang akan mempengaruhi perilaku dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Masalah Kognitif pada Skizofrenia

Masalah-masalah Kognitif Perilaku

Memori Pelupa

Tidak berminat Kurang patuh

Perhatian Kesulitan menyelesaikan tugas Kesulitan berkonsentrasi pada tugas

Bentuk dan Isi pikiran Kesulitan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan

Pengambilan keputusan Kesulitan melakukan dan menjalankan aktivitas pikiran konkrit :

- Ketidakmampuan untuk menjalankan perintah multiple

- Masalh dalam pengelolaan waktu

- Kesulitan mengelola keuangan

- Penafsiran kata-kata dan symbol secara harfiah

Isi pikir Waham

(24)

15

b) Respon Emosional

Menurut Stuart (2007), respon emosional diantaranya adalah sebagai berikut :

(1) Alekstimia, yaitu kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi.

(2) Apatis, yaitu kurang memiliki perasaan, emosi, minat, atau kepedulian.

(3) Anthedonia, yaitu ketidakmampuan atau menurunnya kemauan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan.

c) Gerakan

(1) Katatonia, flexibilitas cerea, sikap tubuh

(2) Efek samping ekstra pyramidal dari pengobatan psikotropika

(3) Gerakan mata abnormal (4) Menyeringai

(5) Apraksia (kesulitan melaksanakan tugas yang kompleks) (6) Ekpraksia (sengaja meniru gerakan orang lain)

(7) Langkah yang tidak normal (8) Menerisme

d) Perilaku Stuart (2007)

(1) Deteriaorasi penampilan (2) Agresi/agitasi

(25)

(3) Perilaku stereotipik atau berulang (4) Avolisi (kurang energy dan dorongan) (5) Kurang tekun dalam bekerja atau sekolah.

d. Jenis-jenis Skizofrenia

Menurut Maramis (2005) Pembagian skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama diantaranya sebagai berikut :

1) Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplek adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.

2) Skizofrenia Hebefrenik

Sering timbul pada masa remaja atau antara lain umur 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses pikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi.

3) Skizofrenia Katatonik

Sering timbul antara umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin sering terjadi strupsor katatonik

4) Skizofrenia Paranoid

Jenis ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mulai akut, mereka mudah tersinggung, menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang

(26)

17

lain. Gejala mencolok adalah waham primer yang disertai dengan waham sekunder dan halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.

5) Skizofrenia Akut

Gejala ini timbul secara mendadak dan klien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah.

6) Skizofrenia Residual

Keadaan ini muncul atau timbul sesudah beberapa kali serangan skizofrenia.

e. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

Menurut Stuart (2007), mengemukakan bahwa faktor predisposisi dan presipitasi skizofrenia sebagai berikut :

1) Faktor Predisposisi

a) Biologis, penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia Lesi pada area frontal dan temporal yang saling berhubungan dengan perilaku psikotik.

b) Psikologis, teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif belum didukung oleh

(27)

penelitian. Teori psikologik terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini. Sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya keluarga terhadap tenaga jiwa profesional.

c) Sosio budaya, stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap penyakit skizofrenia dan gangguan psikotik lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan jiwa. 2) Faktor Presipitasi

a) Biologis

Stress biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif termasuk :

(1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi

(2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi ransangan (Stuart, 2007). b) Pemicu Gejala

Pemicu merupakan precursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit.

c) Stress Lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan gangguan perilaku.

(28)

19

2. Halusinasi a. Pengertian

Erlinafsiah (2010) mengatakan, halusinasi merupakan persepsi yang salah tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya pengaruh rangsang dari luar yang terjadi pada semua sistem pengindraan dan hanya dirasakan klien tetapi tidak dapat dibuktikan dengan nyata dengan kata lain objek tersebut tidak ada secara nyata.

Selaras dengan Yosep (2009) bahwa halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling ordors), pengecapan (Gustatory-experiencing tastes.

Halusinasi ialah penerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).

b. Klasifikasi Halusinasi

Stuart (2007) menyebutkan “hallucinations may occur in any of the five major sensory modalities including : auditory (sound), visual (sight), tactile (touch), gustatory (taste) and olfactory

(29)

(smeel)”. Arti dari kalimat di atas, Stuart dan Sundeen’s menyebutkan bahwa jenis-jenis halusinasi dapat terjadi di salah satu dari lima modalitas sensorik utama termasuk pendengaran (suara), visual (melihat), taktil (sentuhan), gustatory (rasa) dan penciuman (bau).

Menurut Erlinafsiah (2010), ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :

1) Halusinasi pendengaran

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu. 2) Halusinasi penglihatan

Karakteristik ditandai dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan. 3) Halusinasi penghidung

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

(30)

21

4) Halusinasi peraba

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik dari dalam tanah, benda mati atau orang lain.

5) Halusinasi pengecap

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan.

6) Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

c. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi menurut TIM Diklat RSJ Provinsi Jawa Barat (2014) adalah :

1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri;

2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain;

3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata;

4) Tidak dapat memusatkan perhatian;

5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), dan takut;

(31)

6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.

Sedangkan menurut Kusumawati (2010) tanda dan gejala halusinasi sebagai berikut :

a) Menarik diri

b) Tersenyum sendiri c) Duduk terpaku d) Bicara sendiri

e) Memandang satu arah f) Menyerang

g) Tiba-tiba marah h) Gelisah

d. Faktor Penyebab Halusinasi

Menurut Yosep (2009) penyebab halusinasi ada faktor predisposisi dan faktor presipitasi :

1) Faktor Predisposisi a) Faktor Perkembangan

Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.

(32)

23

b) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

c) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofena dan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terjadinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidak seimbangan acetylcholin dan dopamin. d) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.

e) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga

(33)

menunjukkan hubungan sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2) Faktor Presipitasi a) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh bebrapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu lama.

b) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebbab halusinasi itu terjadi

c) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa klien dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. d) Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup

(34)

25

bersosialisasi dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.

e) Dimensi spiritual

Secara optimal klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

e. Rentang Respon

Respon prilaku dapat diidentifikasi sepanjang rentang respon sehingga perawat dapat menilai apakah respon klien adaptif atau maladaptif seperti pada gambar 2.1 di bawah ini :

Respon Adatif Respon Maladaptif

Pikiran logis persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai hubungan sosial Proses pikir kadang- kadang terganggu ilusi Reaksi emosional berlebihan/ kurang Perilaku ganjil menarik diri Kelainan pikiran/ delusi halusinasi Ketidakmampuan untuk mengalami emosi Ketidakteraturan isolasi sosial

(35)

f. Dampak Halusinasi Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

1) Kebutuhan Fisiologis a) Nutrisi

Klien dengan halusinasi pada tahap ansietas sedang dan berat akan mempengaruhi sistem pencernaan. Kecemasan merangsang saraf simpatis yang menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor di dinding lambung. Impuls berjalan melalui aferen vagus menuju medula dan kembali ke lambung melalui eferen vagus, kemudian impuls merangsang hormon gastrin yang akan mempengaruhi kelenjar lambung untuk memproduksi HCL (asam chlorida), sehingga terjadi peningkatan HCL lambung. Terjadilah rangsangan sensorik ke korteks cerebri dan mempersepsikan rasa kenyang, hal ini akan menekan pusat lapar sehingga keinginan untuk makan menurun. b) Istirahat dan tidur

Halusinasi frekuensinya akan meningkat dalam situasi peningkatan kecemasan, seperti dalam kondisi menyendiri dan melamun terutama menjelang tidur. Bila halusinasinya sudah menguasai dan mengontrol maka klien akan mengalami ketegangan dan kecemasan yang akan merangsang Rectiular Activating System (RAS), akibatnya

(36)

27

klien akan terjaga sehingga akan mengalami gangguan pemenuhan istirahat.

c) Perawatan diri dan aktivitas sehari-hari

Klien yang mengalami halusinasi menganggap halusinasinya merupakan hal yang nyata. Klien akan terfokus pada halusinasinya karena merasa asik dengan isi halusinasi yang menyenangkan atau menjadi terganggu karena halusinasi sudah mengontrol dan mengausai, sehingga perhatian klien untuk melakukan perawatan diri berkurang. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Stuart, (2007), yang menyatakan bahwa pada penderita gangguan respon neorobiologis maladaptif akan mengalami gangguan dalam pergerakan berupa penurunan energi dan dorongan (avolisi).

d) Eliminasi

Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi mengalami peningkatan kecemasan. Tubuh melakukan kompensasi terhadap stresor yang menyebabkan kecemasan melalui respon pertahanan diri secara umum atau GAS (General Adaptation Syndrome). Pada tahap ini stimulasi system saraf simpatis lebih dominan, sehingga pada klien gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat

(37)

skizofrenia dapat menyebabkan gangguan eliminasi : konstipasi (Suliswati, 2005).

e) Seksual

Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat skizofrenia sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan sekitar, menarik diri, sehingga klien mengalami kesulitan untuk membina hubungan dengan lawan jenis secara wajar. Pada klien gangguan persepsi sensori : halusinasi dengan kecemasan yang meningkat berdampak pada penurunan sekresi hormon gonadotropin, sehingga akan mengalami penurunan libido atau dorongan seksual (Suliswati, 2005).

2) Kebutuhan Rasa Aman dan Keselamatan

Klien sering mengalami kecemasan akibat rasa jengkel atau ancaman akibat halusinasi yang mengejek atau mengancam dan memerintahkan untuk melakukan perilaku kekerasan sehingga menyebabkan resiko tinggi melakukan kekerasan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart, 2007).

3) Kebutuhan Rasa

Klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat skizofrenia akan menunjukkan perilaku yang aneh, pikiran yang kacau, autisme, dan kecenderungan untuk

(38)

29

menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial sehingga mengalami kesulitan menjalin hubungan cinta dan rasa memiliki baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitarnya.

4) Kebutuhan Harga Diri

Klien dengan halusinasi cenderung tidak mampu melaksanakan fungsi perannya dengan baik. Didasari oleh kegagalan dalam waktu yang lama dan rasa tidak percaya, suka mengkritik diri sendiri serta tidak mengakui kemampuan yang dimiliki, serta stigma masyarakat yang negatif dan cenderung untuk mengucilkan dan kurang menghargai sehingga klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi cenderung memiliki harga diri rendah. Hal ini dikuatkan oleh pendapat Stuart, (2007), yang menyatakan bahwa pada klien dengan gangguan respon neurobiologis maladaptif mengalami gangguan konsep dan harga diri rendah.

5) Kebutuhan Aktualisasi Diri

Klien yang mengalami gangguan sensori persepsi : halusinasi akibat skizofrenia, mengalami penurunan fungsi kognitif, afektif dan psikomotor sehingga kebutuhan untuk aktulisasi sering terabaikan.

(39)

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi Dengar

Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan. (Hidayat, 2008). Proses keperawatan meliputi :

1. Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2009).

Isi pengkajian meliputi : a. Identifikasi klien

b. Keluhan utama atau alasan masuk c. Faktor predisposisi

(40)

31

e. Aspek psikososial f. Status mental

g. Kebutuhan persiapan pulang h. Mekanisme koping

i. Masalah psikososial dan lingkungan j. Pengetahuan

k. Aspek medik l. Analisa data

Pengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya.

Kemudian data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :

1) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

2) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.

(41)

Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboratif. Menurut FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2005)

Berikut adalah pohon masalah dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi. Dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini :

Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2005) Resiko mencederai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

(42)

33

m. Diagnosa keperawatan

Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh (Keliat, 2005) diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik aktual maupun potensial.

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep, (2009) adalah sebagai berikut :

1) Resiko tinggi perilaku kekerasan

2) Perubahan persepsi sensori halusinasi 3) Isolasi sosial

4) Harga diri rendah kronis

2. Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk masalah-masalah klien (Hidayat, 2006).

Adapun isi dalam perencanaan, yaitu : Kriteria evaluasi adalah peninjauan terhadap tindakan yang dilakukan, intervensi adalah rencana tindakan yang akan dilakukan. Prinsip intervensi terdiri dari unsur psikoterapi, terapi somatik, terapi sosial, pendidikan kesehatan dan kebutuhan sehari-hari. Rasional adalah pernyataan yang sesuai dengan akal pikiran. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 2.1

(43)

Tabel 2.2

Rencana Tindakan Keperawatan Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Dengar

No Diagnosa Keperawatan

Perencanaan

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 2 3 4 5 6 Gangguan sensori persepsi : halusinasi Dengar Klien mampu : 1. Membina hubungan saling percaya 2. Mengenal halusinasi yang dialami 3. Mengontrol halusinasi 4. Mengikuti pengobatan secara optimal Setelah ... x pertemuan klien dapat menyebutkan : a. Isi, waktu, frekuensi, situasi, pencetus, perasaan. b. Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi Sp 1

1. Terbina hubungan saling percaya dengan cara komunikasi teurapeutik baik verbal maupun non verbal dan menggali masalah

2. Bantu klien mengenal halusinasi : a. Isi

b. Waktu terjadinya c. Frekwensi d. Situasi pencetus

e. Perasaan saat terjadi halusinasi

1. Dengan membina hubungan saling percaya diharapkan klien dapat mengungkapkan masalahnya

2. Dengan klien mengenali

halusinasi diharapkan klien

menyadari yang didengar

atau dilihat adalah

bohong/tidak ada dan

mengarahkan klien ke hal yang lebih nyata.

3. Latihan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, tahapan tindakannya meliputi :

a. Menjelaskan cara menghardik

halusinasi

b. Memperagakan cara menghardik

c. Memantau penerapan cara

menghardik

3. Dengan melatih klien

mengontrol halusinasi

dengan menghardik dapat memutus halusinasinya.

4. Masukkan ke dalam jadwal kegiatan klien

4. Dengan memasukkan

kegiatan klien diharapkan

dapat mengurangi datangnya halusinasi dan melatih klien.

(44)

35 1 2 3 4 5 6 Setelah ... x pertemuan klien mampu : : a. Menyebutkan kegiatan yang dilakukan b. Memperagakan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Sp 2

1. Evaluasi kegiatan lalu (SP !), yaitu cara menghardik.

2. Latih cara berbicara

1. Dengan mengevaluasi

kegiatan di SP1 dapat

mengetahui apakah klien

sudah mampu mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik

2. Dengan melatih klien

mengontrol halusinasi

dengan cara menghardik

atau berbicara

bercakap-cakap dengan orang lain pada saat muncul halusinasi,

perhatian klien dapat

teralihkan dan halusinasi

akan hilang

3. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien 3. Dengan memasukkan dalam jadwal kegiatan klien, klien

dapat mengingat dan

mengatur kegiatan secara continue Setelah ... x pertemuan klien mampu : a. Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan b. Membuat jadwal sehari-hari dan mampu memperagakannya Sp 3

1. Evaluasi kegiatan ( SP 1 dan SP2), yaitu cara menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain.

1. Dengan mengevaluasi

kegiatan yang sudah

dilakukan dapat mengetahui apakah klien sudah paham dan suka melaksanakannya supaya bisa lanjut ke cara berikutnya

(45)

1 2 3 4 5 6

2. Latih kegiatan agar halusinasinya tidak muncul, tahapannya :

a. Jelaskan pentingnya aktivitas

yang teratur untuk mengatasi halusinasi

b. Diskusikan dengan klien aktivitas yang akan dilakukan

c. Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai aktivitas yang telah dilatih (dari bangun tidur sampai tidur malam)

2. Dengan melatih kegiatan

diharapkan dapat membantu

klien mengendalikan

halusinasi

3. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan berikan penguatan terhadap perilaku klien yang posifit

3. Dengan memantau dapat

mengetahui apakah kegaitan

yang telah terjadwal

dilaksanakan Setelah ... x pertemuan klien mampu : a. Menyebutkan keigatan yang sudah dilakukan b. Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi Sp 4 1. Evalusi (SP 1, 2 dan 3)

2. Tanyak program pengobatan :

a. Jelaskan pentingnya pengobatan obat bagi gangguan jiwa

b. Jelaskan akibat berhenti minum obat

c. Jelaskan cara mendapatkan obat

1. Dengan mengevaluasi

kegiatan yang lalu akan

mengetahui keberhasilan

klien dan mengingatkannya kembali

2. Dengan menanyakan

program pengobatan klien

bisa melatih untuk

(46)

37

1 2 3 4 5 6

3. Jelaskan pengobatan 5B, dan latih klien minum obat

3. Agar klien mengetahi cara mengguankan obat dengan benar

4. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien 4. Dengan memasukkan dalam jadwal kegiatan klien dapat minum obat secara teratur dan tepat waktu

Keluarga mampu : 1. Merawat klien di

rumah

2. Menjadi sistem

pendukung yang efektif untuk klien

Setelah ... x

pertemuan keluarga

mampu menjelaskan tentang halusinasi

Sp 1

1. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat klien

1. Dengan mengidentifikasi

masalah keluarga dapat

mengetahui kelemahan

keluarga dalam merawat

klien

2. Jelaskan tentang halusinasi : a. Pengertian halusinasi

b. Jenis halusinasi yang dialami klien

c. Tanda dan gejala halusinasi d. Cara merawat halusinasi (cara

merawat, pemberian obat, dan pemberian aktivitas pada klien)

2. Dengan menjelaskan

tentang halusinasi, keluarga dapat memahami halusinasi sehingga dapat merawat klien.

3. Sumber-sumber pelayanan

kesehatan yang bisa dijangkau

3. Dengan mengetahui sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau keluarga tahu tempat untuk kontrol klien.

(47)

1 2 3 4 5 6

4. Bermain peran cara merawat 4. Keluarga dapat lebih

memahami bagaimana

merawat klien. 5. RTL keluarga, jadwal keluarga untuk

merawat klien

5. Keluarga bisa lebih mudah dalam merawat klien.

Setelah ... x pertemuan keluarga mampu : a. Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakukan Sp 2

1. Evaluasi kemampuan Sp 1 1. Dengan mengevaluasi

kemampuan keluarga dapat

membantu keluarga

mengingat Sp 1

b. Memperagakan cara merawat klien

2. Latih keluarga merawat klien 2. Keluarga paham dalam

merawat klien 3. RTL Keluarga, jadwal keluarga untuk

merawat klien

3. Diharapkan keluarga

mempunyai jadwal teratur dalam merawat klien

Setelah ... x pertemuan keluarga mampu : a. Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan Sp 3

1. Evaluasi keluarga Sp 1, 2 1. Dapat mengetahui

kemampuan keluarga

merawat klien

b. Memperagakan cara merawat klien

serta mampu

membuat RTL

2. Latih keluarga merawat klien 2. Keluarga lebih paham

(48)

39

1 2 3 4 5 6

3. RTL keluarga, jadwal keluarga untuk merawat klien

3. Keluarga dapat mengetahui perawatan klien selanjutnya

Setelah ... x pertemuan keluarga mampu : a. Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan b. Melaksanakan follow up rujukan Sp 4 1. Evaluasi SP 1, 2 dan 3

2. Evaluasi kemampuan klien

3. RTL keluarga : a. Follow up b. Rujukan

1. Dapat mengingatkan dan

mengetahui kemampuan keluarga 2. Dapat mengetahui kemampuan kemandirian klien 3. Diharapkan keluarga

mempunyai jadwal dalam merawat klien

(49)

3. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan (Hidayat, 2008).

Tindakan keperawatan pada klien dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran secara umum adalah sebagai berikut

SP 1 : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama, menghardik halusinasi. SP2 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan

cara kedua, bercakap-cakap dengan orang lain. SP3 : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan

cara ketiga melaksanakan aktivitas jadwal. SP4 : Melatih pasien menggunakan obat teratur.

SP 1 Keluarga : Pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara merawat pasien halusinasi.

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga praktek merawat pasien secara langsung.

(50)

41

SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

4. Evaluasi

Menurut (Rohmah dan Walid, 2009) evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan, dengan menggunakan komponen SOAP. Yang dimaksud SOAP adalah :

S : Data subyektif, perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan. O : Data objektif, yaitu data berdasarkan hasil pengukuran

atau observasi perawat secara langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

A : Analisis, interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang amsih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosa baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.

P : Planing, perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.

(51)

Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat melihat perubahan dan berupaya mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi sangat diperlukan reincorcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self reinforcement (Keliat, 2006).

Kemungkinan evaluasi yang terjadi setelah perawat memberikan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006) adalah : a. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah

b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.

c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan.

d. Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.

Hasil evaluasi yang diharapkan: a. Terbina hubungan saling percaya

b. Klien mampu menyadari penyebab menarik diri c. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Depag RI, (2010) Al Baqoroh (155) dan Al – Imran (164). EGC Jakarta : Aksara. Depkes Jabar, (2014) Profil kesehatan Jawa Barat. Tersedia dalam

http://www.dinkesjabar.go.id. [diakses 20 April 2015].

Erlinafsiah, (2010) Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media.

Fanada, (2012) Perawat Dalam Therapi Psikoreligius Untuk Menurunkan Tingkat Stress Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di Rawat Inap Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang. Diperoleh melalui link : http:// www.banyuasinkab.go.id. [di akses pada tanggal 03 April 2014].

Hidayat. (2008) Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Keliat, (2009) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

(2005) Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta :EGC Kemenkes RI 13 Februari 2015 www.buk.depkes.go.id/read

-peningkatan- kapasitas-kader-kesehatan-jiwa-masyarakat-provinsi-sulawesi-selatan-570.html

Kusumawati, (2010) Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. Maramis (2005) Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University

Press.

Riskesdas (2013) www.terbitan.litbang.depkes.go.id diakses pada tanggal 13 Mei 2015

Rohmah dan Walid (2009) Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

RSU Kota Banjar (2015) Catatan Rekam Medik Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar.

Stuart, (2007). Mental Health Nursing Principle and Practice. Eidenburgh : Mosby.

Sandra J Sundeen (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC.

(53)

Gambar

Gambar 2.1 : Rentang Respon Halusinasi (Stuart & Sundeen, 2007)
Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2005) Resiko mencederai diri sendiri,

Referensi

Dokumen terkait

Dapat mengembangkan proses asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi dan juga sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di RS

Mendapatkan pengalaman dalam Asuhan Keperawatan pada klien dengan halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, yang meliputi pengkajian, penegakkan

Tujuan : Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi dengar meliputi pengkajian, intervensi, implementasi,..

Dapat mengembangkan pengetahuan, ilmu dan teori yang miliki penulis untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi. Bagi

Karya tulis ini bertujuan untuk melakukan asuhan keperawatan kepada Ny.S dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran akibat skziofrenia

dapat merawat klien dengan.. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat klien a. Diharapkan keluarga mengingat cara merawat klien dengan benar b. Dengan melatih

e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan (kegagalan yang terulang lagi, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis) atau faktor lain, misalnya kurang

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Op Batu ureter Proses keperawatan adalah cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama pasien dalam menentukan kebutuhan asuhan