• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PEREMPUAN SEBAGAI TOKOH UTAMA KASUS KORUPSI PADA SAMPUL MAJALAH BERITA MINGGUAN TEMPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PEREMPUAN SEBAGAI TOKOH UTAMA KASUS KORUPSI PADA SAMPUL MAJALAH BERITA MINGGUAN TEMPO"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PEREMPUAN SEBAGAI TOKOH UTAMA KASUS KORUPSI

PADA SAMPUL MAJALAH BERITA MINGGUAN TEMPO

Dua tahun terakhir, beberapa sosok perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi menghiasi media massa. Keterlibatan perempuan dalam korupsi bukanlah hal baru, tapi sejumlah nama perempuan dalam waktu yang bersamaan terlibat korupsi besar-besaran adalah fenomena baru.

Diawali dari Artalyta Suryani yang terlibat dalam kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan. Bahkan, Artalyta berkemampuan menyulap penjara yang dihuninya menjadi kamar hotel berbintang lengkap dengan berbagai fasilitasnya. Disusul Mindo Rosalina Manullang, mantan direktur pemasaran PT Anak Negeri yang terlibat kasus suap Wisma Atlet di Palembang. Kasus ini menyeret nama Angelina Sondakh, anggota DPR dari Partai Demokrat. Angie juga diduga terlibat dalam kasus korupsi dana bantuan bagi perguruan tinggi di lingkungan Kemendikbud senilai 600 Milyar. Ada pula nama Inong Malinda Dee yang membobol dana nasabah Citibank dalam 64 transaksi senilai 27,3 Milyar dan 53 transaksi senilai 2 juta dollar.

Anggota Banggar DPR dari partai PAN Wa Ode Nurhayati, terlibat kasus korupsi 50,5 Milyar dari berbagai proyek yang negosiasinya melewati Banggar. Miranda S Gultom terlibat dalam kasus suap pemilihan dirinya sebagai Dewan

(2)

Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Ada pula Dharnawati, yang terlibat dalam kasus korupsi Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) bidang transportasi di Kemenakertrans. Neneng Sri Wahyuni, istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin terlibat kasus korupsi PLTS dan didakwa menjadi makelar oper kontrak proyek PLTS yang merugikan negara sebesar 3.8 Milyar.

Di daerah, Titik Kirnaningsih, istri walikota Salatiga, Jawa Tengah terlibat dalam korupsi JLS Salatiga senilai 12,2 Milyar. Imas Dianasari, hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung yang terbukti menerima suap dari perusahaan yang tengah bersengketa dengan serikat pekerjanya.

Koruptor perempuan terakhir yang menghias media massa adalah adalah Siti Hartati Tjakra Murdaya, direktur utama sekaligus pemilik PT. Hardaya Inti Plantations terkait kasus suap kepada Bupati Buol Amran Batalipu.

Majalah Berita Mingguan Tempo merupakan majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliput berita dan politik. Terbit pertama kali Maret 1971 yang merupakan majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah. Majalah mempunyai posisi kritis dalam menyajikan berita politik karena merupakan salah satu saluran komunikasi sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Arus komunikasi terjadi bukan lagi didominasi oleh kekuasaan, tetapi lebih banyak dilakukan oleh praktisi komunikasi. Tempo merupakan majalah yang mempunyai rubrik khusus dalam menyajikan karikartur maupun sketsa. Majalah yang terkenal

(3)

dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik dalam setiap penerbitannya.

Akibat kekritisannya tersebut Majalah Berita Mingguan Tempo juga pernah di bredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal itu tidak membuat Tempo terus tenggelam. Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada 6 Oktober 1998 dan berhasil menjadi pemimpin untuk industri penerbitan Majalah di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar diseluruh wilayah Indonesia. Tempo juga menerbitkan majalah dalam bahasa Inggris sejak 12 September 2000 yang bernama Tempo Magazine dan pada 2 April 2001 Tempo menerbitkan seri harian yakni Koran Tempo. (www.tempointeractive.com).

Pemberitaan Majalah Berita Mingguan Tempo didominasi oleh isu-isu Politik Pemerintahan. Sejak reformasi berguir tahun 1998, pelaporan investigatif mendapat porsi yang cukup besar dengan memberitakan kasus-kasus korupsi. Ketika kasus korupsi yang melibatkan perempuan banyak dibicarakan, Majalah Berita Mingguan Tempo menjadikannya sebagai laporan utama dengan sampul majalah yang memvisualisasikan 5 (lima) perempuan pelaku korupsi dalam 7 (tujuh) edisi di kurun waktu tahun 2011 sampai dengan 2012 (16 bulan). Sampul tersebut pada Majalah Berita Mingguan Tempoyang memuat Malinda Dee (edisi 4-10 April 2011 dan 11-17 April 2011), Nunun Nurbaety (edisi 18-25 Desember 2011), Miranda Gultom (edisi 30 Januari-5 Februari 2012 dan 6-12 Februari 2012), Angelina Sondakh (edisi 12-19 Februari 2012), dan Hartati Murdaya (edisi 23-29 Juli 2012).

(4)

Bab ini akan menguraikan bagaimana perempuan-perempuan koruptor tersebut divisualisasikan dalam sampul Majalah Berita Mingguan Tempo edisi tahun 2011-2012 beserta ringkasan pemberitaannya.

A. Sampul Majalah Berita Mingguan Tempo Malinda Dee

Kasus penggelapan dana nasabah yang menyeret nama Malinda Dee menjadi topik Laporan Utama pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 4-10 April dan 11-17 April 2011. Sampul Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 4 April 2011 bergambar karikatur Malinda berbadan Monalisa, dengan narasi yang meringkas laporan utama kasus Malinda Dee yaitu “Mandi Duit Malinda: Dengan rayuan dan Blangko kosong, pegawai Citibank ini menggangsir dana puluhan milyar rupiah”. Malinda Dee yang bernama asli Inong Melinda adalah pelaku tindak kejahatan perbankan yang mendapat perhatian media massa di Indonesia. Malinda digambarkan dalam komposisi yang mereplika lukisan Monalissa karya Leonardo Da Vinci .

Gambar III.1

Topik Laporan Utama yang menyeret Melinda Dee pada sampul Majalah Berita Mingguan Tempo : a) edisi 4-10 April 2011 dan b) edisi 11-17 April 2011.

a) b)

(5)

Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 05 (4-10 April 2011) memuat beberapa laporan terkait kasus dugaan kejahatan yang dilakukan oleh Malinda Dee, dengan laporan yang berjudul

1. PERMAINAN BLANGKO KOSONG MALINDA

Malinda ditangkap di lantai 30 The Capital Residence Tower 3 di kawasan segitiga emas Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan. Diperiksa nonstop 24 jam, perempuan yang lebih dikenal dengan nama ”Malinda Dee” itu langsung ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Ia dituduh mencuri dan menggelapkan dana nasabah Citigold Citibank nasabah yang memiliki simpanan di atas Rp 500 juta ke atas yang ditampung di 12 rekening bank lain.

Aksi Malinda ini banyak dilakukan saat ia menjadi relationship manager di Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan. Modusnya: mengaburkan dan melakukan pencatatan palsu bukti transaksi nasabah. Ia dijerat dengan pasal pencucian uang. Sejumlah mobil mewah Malinda yang diduga dibeli dari duit nasabahnya itu sudah disita. Di antaranya dua Ferrari, satu Mercedes-Benz E-350, dan Hummer H3 Sport. Polisi tengah menelisik aset lain Malinda yang diduga diperoleh dari hasil kejahatannya. Itu antara lain sejumlah properti dan tanahnya yang berserak di dalam dan luar negeri. Menurut Ito, kemungkinan besar aset Malinda berada di Inggris dan Australia. Di Sydney, misalnya, Malinda memiliki apartemen yang kini ditempati anak sulungnya yang tengah kuliah di sana.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga akan menelusuri ke mana saja aliran dana dari sejumlah rekening yang dipakai Malinda untuk menggasak duit nasabahnya. Polisi menemukan ada 12 rekening penampung di bank lain atas nama Malinda, perusahaannya, dan dua anaknya. Menurut Kepala Pusat Pelaporan, Yunus Husein, rekening itu besar kemungkinan dipakai Malinda untuk menghilangkan jejak kejahatannya. ”Itu memang modus menyembunyikan duit hasil penggelapan,” kata Yunus.

Tempo beberapa kali mencoba mendatangi Malinda di ruang tahanannya. Tapi petugas menyatakan Malinda tidak bisa dijenguk karena sedang dalam pemeriksaan. Di ruang tahanan Badan Reserse Kriminal, Malinda mendiami sebuah sel berukuran sekitar 3 x 4 meter. Sebuah kasur tipis terbentang di dalam sel tanpa penyejuk udara itu. Di sel ini, Malinda sempat ”ditemani” Dwi sebelum polisi memulangkan teller itu. ”Ia kini kuyu, tak secantik saat masuk,” kata seorang petugas tentang perempuan bertubuh bohai itu.

Terbongkarnya kejahatan Malinda berawal dari laporan seorang nasabah ke pimpinan Citibank, pertengahan Januari lalu. Nasabah itu, ujar sumber

(6)

Tempo, seorang perwira tinggi polisi. Kepada petinggi Citibank, nasabah itu mencak-mencak lantaran simpanan Citigold-nya telah dijebol. Jumlahnya miliaran rupiah. Setelah ditelusuri, perwira polisi ini rupanya nasabah Malinda saat menjadi relationship manager di Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan. ”Manajemen langsung melakukan investigasi,” kata sumber itu.

Dari hasil pemeriksaan, selama 22 tahun Malinda bekerja di Citibank, ada 500-an nasabah Citigold yang ditanganinya. Sebelum akhirnya ditarik ke kantor pusat setahun terakhir, sebagian besar karier ibu tiga anak ini dihabiskan di kantor Landmark. Sumber Tempo menuturkan, manajemen Citibank menghubungi beberapa nasabah untuk memastikan kejadian yang dialami perwira polisi itu tidak menimpa yang lain. Setelah investigasi sebulan, ternyata ada ratusan nasabah yang mengklaim dananya hilang tak jelas. Jumlah totalnya mencapai Rp 90 miliar. Februari lalu, Malinda langsung dipecat.

Dari penelusuran tim investigasi internal, menurut seorang karyawan Citibank, modus yang digunakan Malinda beragam. Karena nasabahnya kelas premium, pelayanan untuk kalangan ini pun dibuat serba mudah. Mereka tak perlu menginjakkan kaki ke bank. Relationship manager akan menelepon atau mendatangi mereka.

Nasabah yang telanjur percaya biasanya lantas ambil gampang. Semua blangko transaksi sudah diteken jauh-jauh hari sebelumnya. Saat akan me lakukan transaksi, nasabah cukup menelepon relationship manager-nya. Nah, Malinda salah satunya. ”Tanda tangannya juga kerap di atas punggung Malinda,” ujar karyawan itu.

Malinda menggasak duit nasabahnya bermodal blangko kosong yang sudah diteken itu. Sumber Tempo yang dekat dengan Malinda bertutur, Malinda biasanya memang tak sungkan merayu nasabahnya. ”Dia memang pandai merayu,” katanya. Dengan pe nampilannya yang menawan, tampak nya banyak klien Malinda yang ”ber tekuk lutut” terbuai rayuan Malinda.

Dengan blangko kosong itulah, kata sumber ini, Malinda membujuk nasabahnya menanamkan dana ke produk investasi. Yang ditawarkan biasanya asuransi. Produk asuransi dipilih karena ia memiliki perusahaan asuransi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Malinda juga menjadi agen ”terselubung” perusahaan asuransi ternama. Perusahaan ini tak lain perusahaan reasuransi yang menjamin klaim asuransi di perusahaannya.

Setelah nasabah setuju, Malinda menulis jumlah dana yang hendak diinvestasikan. Dari sini, aksi tipu-tipu dimulai. Duit tak diinvestasikan Malinda. Melalui teller Dwi, duit itu disetor atau dipindahbukukan ke 12 rekeningnya. Untuk laporan ke nasabah, ia menciptakan laporan fiktif. Blangko asuransi yang digunakan kerap memakai klaim asuransi perusahaannya atau perusahaan reasuransi tempat ia, diam-diam, menjadi agen. Modus yang juga kerap ia pakai adalah menggunting dalam lipatan. Malinda menyetor atau memindahbukukan isi rekening nasabah tanpa setahu mereka. ”Biasanya penarikan dalam jumlah kecil, tapi terus-menerus,” kata sumber Tempo itu.

(7)

Awal Maret lalu, investigasi internal Citibank rampung. Bagian Kepatuhan dan Pengawasan Citibank melaporkan penyimpangan ini ke Direktorat Pengawasan Bank Indonesia. Sepekan kemudian, Citibank melaporkan kasus itu ke polisi. Namun hanya tiga nasabah yang dilaporkan mengalami kerugian. ”Karena cuma tiga itu yang bersedia,” ujar seorang penyidik.

Juru bicara Bank Indonesia, Difi Ahmad Johansyah, mengatakan sistem bank secara umum sudah dibuat dengan sistem perlindungan nasabah yang ketat. Dalam kasus Citibank, kata Difi, Malinda adalah ”oknum”.

Adapun Malinda sendiri tampaknya tak mengira aksinya ini bakal terbongkar. Seorang penyidik bercerita, awalnya Malinda keukeuh membantah melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan kepadanya itu. Belakangan, setelah terus diinterogasi, ia akhirnya menyerah. Anton Bach rul Alam juga mengakui soal itu. ”Belakangan akhirnya dia mengaku juga,” kata Anton.

2. BERAWAL BLANGKO KOSONG

Bermodal kepercayaan dan blangko kosong, Malinda menggangsir duit nasabah premiumnya. Sebelumnya, dengan alasan untuk kemudahan, jauh hari, si nasabah diminta meneken blangko kosong itu. Inilah sebagian modus Senior Relationship Manager Citibank itu mengeruk pundi-pundi nasabahnya. Malinda mengisi blangko kosong itu dengan sejumlah dana tanpa setahu nasabah.Karena dokumen lengkap, manajemen Citibank menyetujui pencairan dana.dan transaksi yang diajukan Malinda.

3. BARBIE PENGGEMAR FERRARI

Dunia sosialita Jakarta gempar sepanjang pekan lalu. Topiknya apa lagi kalau bukan penangkapan Malinda Dee, Senior Relationship Manager Citibank. Dia baru diberhentikan sebulan lalu. Polisi menuduh perempuan 47 tahun itu menggelapkan duit tiga nasabahnya senilai Rp 20 miliar. Foto-foto Malinda, dengan berbagai pose, beredar gencar di jejaring sosial media.

Dia punya kesenangan koleksi mobil. Sampai Jumat pekan lalu, polisi sudah menyita dua Ferrari, satu Mercedes-Benz E-350, dan Hummer H3 Luxury Sport Utility Vehicle. Mobil-mobil mewah itu kini berderet di area parkir Markas Besar Kepolisian RI. Inilah mobil yang harganya di atas Rp 2 miliar, kecuali Mercy, yang ”cuma” dibeli Malinda seharga Rp 400 juta untuk anaknya.

Kehebohan juga melanda alumni SMA 6 Jakarta tahun lulus 1981. Malinda menuntut ilmu di sekolah di kawa san Blok M, Jakarta, ini dan duduk di kelas III IPA 7. Fotonya semasa kelas III dengan poni jambul-ikal beredar melalui telepon seluler dan Internet.

(8)

Selepas SMA, Malinda kuliah di Universitas Trisakti Jurusan Arsitektur Lanskap. Hanya bertahan setahun di jurusan ini kemudian pindah ke fakultas ekonomi di kampus yang sama. Di fakultas inilah, Malinda mulai gaul dan berdandan. ”Dia bergabung dengan ’mahasiswa Barbie’,” katanya. Ini sebutan untuk mahasiswi yang kuliah dengan dandanan seperti hendak ke pesta.

Dari Trisakti, Malinda bekerja sebagai account officer di Citibank, di gedung Landmark, Jakarta. Ia menikah dengan pengusaha Adus Ally, yang memberinya tiga anak. Keduanya kemudian bercerai. Anak sulung Malinda kini kuliah di Australia. Menurut polisi, Malinda membeli sebuah apartemen di Sydney untuk ditempati anaknya itu.

Di Citibank, karier Malinda terus menanjak hingga menjadi manajer. Jabatan terakhirnya setelah 22 tahun bekerja adalah Vice President Senior Relationship Manager Citigold, dengan gaji sekitar Rp 60 juta setiap bulan. Malinda dipercaya mencari dan berhubungan dengan nasabah premium, yang punya rekening di atas Rp 500 juta.

Pascakrisis ekonomi 1998, orang kaya Indonesia ramai-ramai menanamkan uang di bank luar negeri, terutama Swiss dan Singapura. Situasi ini mendorong bank swasta dan asing di Indonesia mengambil kebijakan untuk lebih agresif menjaring nasabah beraset melimpah. Manajer seperti Malinda bertugas meyakinkan orang-orang ini agar tetap menyimpan uangnya di bank dalam negeri.

Berbekal keluwesan dan kecantikan, Malinda menjala nasabah kakap. Pejabat dan mantan pejabat, pengusaha, serta mereka yang ketiban warisan banyak menjadi nasabahnya. Seorang sumber bercerita, di kantor Malinda memakai kain penutup kepala. Tapi di luar, saat membicarakan investasi, dia bersalin rupa mengenakan busana seksi.

Selain di Citibank, pada 2008, Malinda mendirikan PT Sarwahita Global Management, perusahaan modal ventura dan teknologi, yang membawahkan empat anak usaha. Pergaulannya terbentang kian luas. Malinda kerap terlihat di beberapa pesta yang diha diri para istri pejabat dan diplomat asing. Dari tempat gemerlap semacam inilah dia membidik ”mangsa”-nya, very important person, yang membutuhkan pelayanan perbankan secara personal dan superspesial.

Malinda dengan mudah merebut kepercayaan para nasabah papan atas. Tak hanya mengurus akun rekening, dia juga dipercaya mengelola dan menginvestasikan ratusan miliar rupiah uang nasabah. ”Bahkan, saking percayanya, nasabah memberi blangko kosong kepada Malinda,” kata Anton Bach rul Alam. Hal inilah yang belakangan dimanfaatkan Malinda.

Sejauh ini, berdasarkan catatan di Bank Indonesia, sudah ada 20 nasabah Citibank yang mengadukan uangnya hilang dengan total kerugian Rp 90 miliar.Si Barbie kini ditahan di penjara Markas Besar Polri. ”Kami juga sudah memberhentikan dia,” kata juru bicara Citibank, Ditta Amahorseya.

(9)

Kasus penggelapan dana nasabah yang menyeret nama Malinda Dee kembali menjadi topik Laporan Utama pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 11-17 April 2011 . Cover majalah tersebut memakai gambar Malinda dengan coverline berbunyi “Nasabah Kakap Malinda: Korbannya dari jenderal polisi, pengacara kondang, pengusaha, sampai mantan pejabat”, di mana Malinda Dee digambarkan sebagai sosok Medusa. Dalam mitologi Yunani, kisah Medusa adalah kisah yang tragis. Medusa (yang berarti penjaga atau pelindung) awalnya merupakan perempuan cantik rupawan, putri dari Phorkys and Keto, anak-anak Gaia (Bumi) dan Okeanos (Samudera). Kecantikan Medusa tak tertandingi bahkan mengalahkan keagungan dan kecantikan Dewi Athena dalam mitologi Yunani, sampai suatu hari Poseidon yg di anggap dewa laut oleh mitologi Yunani berusaha mendapatkan Medusa untuk dijadikan istri tetapi Medusa menolaknya, Poseidon pun memperkosa Medusa yang perawan di kuil Athena.

Mengetahui kejadian itu, Athena murka. Karena Poseidon terlalu kuat untuk dihukum atau diperangi, maka Athena menyalahkan Medusa untuk tindakan asusila dan dihukum dengan mengubahnya menjadi makhluk berambut ular, dan menjadi ular setengah manusia, (di mana saat itu ular dianggap sesuatu hal yang memuakkan). Kutukan itu tidak sampai di sini saja, barang siapa yang bertatapan langsung dengan mata Medusa, orang yang menatapnya akan berubah menjadi batu.

(10)

Gambar III.2

Dua kutukan Dewa Athena pada Medusa: Rambut Ular dan tatapan mata Medusa yang akan merubah seseorang menjadi batu.

a) b)

Pada sampul Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 11-17 April 2011, Malinda digambarkan dari kepala hingga atas pinggul di tengah segerombolan lelaki membatu. Malinda digambarkan mengunakan baju ketat berwarna hitam, yang senada dengan rambut ularnya. Penekanan visualisasi seolah menggunakan sinar lampu putih diarahkan ke tubuh Malinda dengan belahan buah dadanya yang didekati para nasabah lelaki yang terpikat lantas membatu dan terdapat gambar tangan yang berupaya menggapai buah dada Malinda.

Beberapa laporan utama pada majalah Berita Mingguan tempo yang mmfokuskan pada kasus Malinda Dee dirangkum sebagai berikut :

1. SIAPA NASABAH KAKAP MALINDA

Skandal Malinda Dee bisa dicalonkan sebagai perkara paling kontroversial tahun ini. Bekas Senior Relationship Manager Citibank itu didakwa menggelapkan sedikitnya Rp 90 miliar uang nasabah. Bukti-bukti penyelewengannya amat jelas: sejumlah apartemen di jantung segitiga emas Jakarta, empat mobil mewah sekelas Ferrari dan Hummer, serta sejumlah properti di Inggris dan Australia. Lewat pengacaranya, Malinda pun mengaku telah melakukan "pelanggaran prosedur". Anehnya, sampai tiga pekan setelah

(11)

ia ditangkap, belum satu pun nasabah mengadukan perempuan 47 tahun yang "seronok" itu ke kantor polisi.

Seorang nasabah-diketahui sumber Tempo sebagai perwira tinggi polisi-yang membuat kasus ini terbongkar bahkan tidak melapor kepada markas tempat ia berdinas. Sang perwira tinggi, kemudian juga dua nasabah lain, hanya mengungkapkan kepada Citibank bahwa duit mereka yang berjumlah miliaran rupiah ternyata amblas. Polisi memeriksa ketiga nasabah tajir itu setelah manajemen bank Amerika Serikat ini mengadu kepada aparat penegak hukum.

Semakin hari, polisi akan semakin terang menggambarkan lika-liku permainan Malinda. Tapi nasabah kelas kakap yang dirugikan Malinda tetap saja kabur-paling tidak sampai akhir pekan lalu. Agaknya para nasabah itu menganggap "ongkos" muncul di permukaan, dengan melapor kepada polisi, lebih mahal ketimbang sekian miliar rupiah yang raib di tangan Malinda.

Seandainya benar sebagian nasabah Malinda perwira tinggi polisi, urusan tentu akan semakin runyam. Masyarakat akan mengaitkan rekening yang diurus Malinda dengan sejumlah perwira tinggi polisi dalam daftar "rekening gendut" yang diributkan pada pertengahan tahun lalu. Dengan sejumlah risiko itu, alasan para perwira korban Malinda untuk menyembunyikan identitas akan semakin kuat.

Selain menduga Malinda melakukan pencucian uang, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perlu melacak rekening para klien Malinda itu. Bila sang pemilik tidak merasa perlu ribut-ribut setelah kehilangan miliaran rupiah, bisa dibayangkan betapa besar jumlah uang dalam rekening itu. PPATK jelas mempunyai kewenangan memonitor rekening yang mencurigakan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Kewenangan itu termasuk melacak transaksi oleh nasabah yang patut diduga sengaja dilakukan untuk menghindari standar pelaporan penyedia jasa keuangan-dalam kasus ini Citibank. PPATK juga bisa melacak rekening yang dicurigai dibuat menggunakan harta yang berasal dari hasil tindak pidana.

2. PROYEK INONG DI LUAR CITI

Malam di salah satu ruangan Sarwahita Group di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Inong Malinda Dee menggunakan kerudung. Sebagian poninya dibiarkan menyeruak ke luar. Senyumnya terus mengembang di antara cahaya lampu kilat yang bergantian menyala menyinari wajahnya. Tangan ibu tiga anak itu terlipat ke depan. Dia berdiri berjejer di antara para tamunya dengan anggun..

Dalam foto terlihat perempuan 47 tahun ini berdiri bersebelahan dengan Haryono Suyono, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat di era Orde Baru dan Subiakto Tjakrawerdaja, Menteri Koperasi di era yang sama.

(12)

Foto Malinda bersama bekas orang penting republik ini dipublikasikan dalam majalah Gemari edisi 113, Juni 2010. Gemari adalah majalah bulanan yang diterbitkan yayasan-yayasan milik bekas presiden Soeharto. Haryono memang tercatat sebagai Ketua Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri), salah satu yayasan yang didirikan Soeharto.

Acara pada medio Juni 2010 itu merupakan acara pengenalan biomass energy. PT Sarwahita akan menggandeng Damandiri untuk ikut mempromosikan penggunaan energi alternatif terbarukan tersebut. ”Acara itu memang di kantor Sarwahita, dan kami mendokumentasikan,” ujar Asisten Deputi Direktur Informasi dan Advokasi Yayasan Damandiri, Dadi Parmadi Suparta, kepada Tempo pekan lalu.

Sarwahita Group yang didirikan Malinda Dee kini jadi buah bibir karena diduga tempat Malinda melempar sekaligus memutar uang yang ia gangsir dari sejumlah rekening nasabah premiumnya. Polisi sudah memeriksa beberapa komisaris Sarwahita. ”Mereka dikait-kaitkan dengan ulah Malinda,” ujar sumber Tempo. Posisi Presiden Komisaris Sarwahita kini dipegang Marsekal Madya Rio Mendung Thalieb, yang sekarang menjabat Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.

Mencatatkan diri di Departemen Kehakiman dengan nama PT Sarwahita Global Management, perusahaan ini memproklamasikan diri bergerak dalam bidang, antara lain, konstruksi dan asuransi. Tapi hingga 2010 praktis perusahaan ini hanya mempunyai dua proyek yang terhitung agak besar, salah satunya pemasangan lampu di jalan tol Jakarta.

Pekan lalu Tempo mendatangi kantor Sarwahita di Gedung Anugerah. Tak terlihat aktivitas apa pun di sana. Pintu kantor itu terkunci rapat. Stiker bertulisan ”Sarwahita Group” tertempel di tengah pintu kaca. Dari balik kaca hanya terlihat meja resepsionis, pesawat telepon, dan kartu absensi karyawan. Rak buku dan majalah tampak kosong. ”Sudah pindah sebulan lalu,” ujar seorang petugas keamanan kantor yang bertetangga dengan Sarwahita. Artinya, Sarwahita ”cabut” persis ketika kasus Malinda mulai mencuat.

Marsekal Madya Rio Mendung mencuat namanya karena terseret kencang dikaitkan dalam pusaran kasus Malinda Tatkala kasus Malinda ini mulai bergulir dan menjadi pembicaraan di antara petinggi Citibank, pada Februari silam Malinda mengajukan pengunduran diri selaku komisaris Sarwahita

B. Sampul Majalah Berita Mingguan Tempo Nunun Nurbaety

Kasus suap pemilihan anggota Dewan Gubernur Senior BI berfokus pada peran Nunun Nurbaety menjadi laporan utama pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 18-25 Desember 2011 dengan cover yang menampilkan sosok Nunun Nurbaty

(13)

dengan mulut yang tertutup yang mengangkat coverline “Mafia di Balik Nunun, Seorang Pensiunan Marinir AS Disebut-sebut Melindungi Sang Tersangka Selama Buron ”. Penggambaran ini dikaitkan dengan keengganan Nunun untuk memberikan keterangan di depan penyidik KPK dengan berbagai alasan.

Gambar III.3

Topik Laporan Utama yang menyeret Nunun Nurbaety pada sampul Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 18-25 Desember 2011

Berikut rangkuman pemberitaan terkait kasus Nunun Nurbaety.

1. PEMANDU JALAN NYONYA SOSIALITA

Pria plontos, kulit putih, berbadan kekar tampak mengawal Nunun dengan selalu berada di nomor kursi sebelahnya. Pertengahan November lalu, sang pria kekar tertangkap kamera Bandar Udara Suvarnabhumi, Bangkok. Mengenakan celana jins, kemeja putih, dan jaket hitam, dia berjalan tepat di belakang Nunun, tersangka suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, yang ditetapkan sebagai buron Interpol sejak Mei lalu. Matanya terkesan sedang mengawasi sekeliling. Nunun menutup rambutnya dengan kerudung yang diikat di bagian atas.

Sejumlah sumber di Thailand dan Tanah Air menyebutkan pria itu dikenali sebagai Philip B. Christensen. Ia pensiunan marinir Amerika Serikat, yang sekarang memimpin perusahaan jasa keamanan bernama Sitipracalaw dan berbasis di Bangkok. "Ia bergantian mengawal Nunun dengan lima orang lainnya," kata seorang sumber. Potongan gambar Nunun

(14)

dan pengawalnya itu terekam pada kamera keamanan, yang dilihat Tempo pekan lalu.

Meninggalkan Jakarta pada Februari 2010, Nunun menuju Singapura untuk "berobat". Ketika itu, persidangan perkara suap pemilihan Miranda Swaray Gultom telah mendudukkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai terdakwa. Nunun sering disebut para terdakwa. Sebulan setelah dia kabur, Komisi Pemberantasan Korupsi baru meminta Imigrasi mencegah dia ke luar negeri. Tak lama Nunun tinggal di Singapura untuk pindah ke Thailand.

Rumah sewaan berada di kawasan Aqua Divina dengan alamat Jalan Nantawan 5 bernomor 98/34. Berdasarkan keterangan agen properti, rumah yang ditinggali Nunun memiliki tiga kamar utama dan satu kamar pembantu. Garasinya bisa menampung dua mobil. Penelusuran Tempo di Thailand, rumah yang ditinggali Nunun disewa atas nama orang lain. Dialah Philip B. Christensen, pensiunan marinir pengawal sang tersangka.

Untuk mengawal Nunun di Thailand, Philip dibantu empat orang kulit putih dan seorang perempuan muda lokal. Philip bukan orang asing bagi Adang. Menurut seorang sumber, dalam dua tahun terakhir, Philip tercatat dua kali masuk Jakarta. Pada satu kedatangan, Adang diketahui pernah menjamunya makan di Restoran Batavia, Jakarta Pusat. Ditanyai soal ini, Adang menolak menjelaskan. "Anda kejar sampai kapan pun, saya tidak akan menjawab," ujarnya kepada Febriyan dari Tempo.

Philip dan timnya mengatur pelarian Nunun dengan rapi. Menurut seorang sumber, layaknya operasi pengamanan pejabat penting, mereka menyiapkan kamuflase-kamuflase. Philip kadang terbang sendiri. Ia juga sesekali pergi bersama kerabat Nunun. Untuk melakukan enam kali perjalanan Thailand-Kamboja dalam lima bulan terakhir, tim Philip melakukan 17 pergerakan pengecohan.

Penampilan Nunun juga diatur agar tidak mudah dikenali. Dalam beberapa gambar, Nunun terlihat menggunakan kerudung penutup kepala, kacamata hitam yang besar, dan kalung. "Penampilannya selalu berganti-ganti." Kegiatan kontraintelijen juga dilakukan Philip. Ketika ada informasi Nunun berada di satu tempat, artinya dia sudah meninggalkan tempat itu.

Hari keberuntungan Nunun berakhir Rabu dua pekan lalu. Polisi Bangkok yang menguntitnya sejak sebulan sebelumnya mendeteksi keberadaannya di rumah sewaan. Sejumlah polisi yang mengintai rumah itu berusaha merangsek ke dalam rumah. Ketika itu, Nunun hanya ditemani Thanokrat dan keponakannya. "Philip tidak ada di rumah," kata sumber Tempo. Nunun kabarnya sempat menawarkan 1 juta baht agar dibebaskan. Tapi polisi yang menangkapnya bergeming dan tetap membawanya. Ia dibawa ke satu rumah yang aman dan tinggal hingga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjemputnya Sabtu dua pekan lalu.

Sepanjang perjalanan, ia terus menutupi wajah dengan kerudung Louis Vuitton, salah satu merek busana papan atas yang banyak dikoleksinya….

(15)

2. TAMU PENTING BERKERUDUNG LOUIS VUITTON

Memakai kerudung abu-abu Louis Vuitton dan masker penutup sebagian wajah, Nunun Nurbaetie disambut seperti tamu penting. Ditangkap kepolisian Thailand pada Rabu dua pekan lalu 7 Desember 2011, Nunun dibawa ke Jakarta dengan penerbangan Garuda tiga hari kemudian. Setiba di gedung komisi antikorupsi, istri mantan Wakil Kepala Kepolisian RI Adang Daradjatun ini dibawa ke poliklinik untuk diperiksa kesehatannya. Seorang polisi Thailand yang menangkapnya ikut mendampingi. Chandra Hamzah mengatakan Nunun mengenalinya dan mengatakan, "Apa kabar, Pak Chandra?" Nunun segera dibawa ke Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur. Sosialita itu melewati malam Minggu bersama 33 tahanan di ruang asimilasi.

Nunun dianggap sebagai saksi kunci yang bisa dijadikan jalan membuka sumber dana suap Rp 24 miliar untuk 39 anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004. Para anggota Dewan yang telah dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan ini merupakan lumbung suara yang mengantarkan Miranda Swaray Goeltom ke kursi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada saat itu.

Nunun banyak disebut dalam persidangan. Arie Malangjudo, Direktur PT Wahana Esa Sejati, yang sebagian sahamnya dimiliki Nunun, mengatakan diminta membagikan cek pelawat ke anggota Dewan. Jejak Nunun juga terlihat dari pengakuan Udju Djuhaeri kepada penyidik. Udju mengaku ditelepon Nunun agar datang ke kantornya di Jalan Riau 17, Menteng, Jakarta Pusat.

Sampai akhir pekan lalu, belum satu pun keterangan bisa digali penyidik KPK. Nunun, yang dijadwalkan diperiksa Senin pekan lalu, mendadak pingsan di lobi gedung KPK. Setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Medistra, sore harinya Nunun dipindahkan ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati. Ina Rahman, kuasa hukum Nunun, mengatakan kliennya tidak bisa menjalani pemeriksaan karena sakit.

3. TRANSAKSI AJAIB DI RUMAH UANG

Pemutus rantai" aliran cek pelawat itu Ferry Yen meninggal lima tahun lalu.. Ia meninggal pada usia 50 tahun. Jenazahnya diperabukan di krematorium Marunda, 11 Januari 2007, empat hari setelah ia meninggal. Setahun lebih setelah itu, Ferry "hidup" kembali. Namanya disebut-sebut di gedung pengadilan korupsi oleh Budi Santoso, Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry. Perusahaan ini diselidiki karena merupakan asal 480 lembar cek pelawat bernilai Rp 24 miliar yang ditebar ke anggota

(16)

Dewan Perwakilan Rakyat pada 2004, saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Bersaksi di pengadilan tindak pidana korupsi, April 2010, Budi mengatakan perusahaannya membeli cek dari Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha atas pesanan Ferry. "Cek itu untuk membeli lahan perkebunan," kata Budi ketika itu. Adalah Presiden Direktur First Mujur Hidayat Lukman alias Teddy Uban yang meminta dia mengeluarkan Rp 24 miliar untuk pembayaran.

Menurut Budi, Ferry meminta uang diserahkan dalam bentuk cek pelawat, Rp 50 juta per lembar. Budi memerintahkan stafnya membeli cek dari Bank Internasional Indonesia karena Artha Graha tak mengeluarkan cek jenis itu. Ia mengeluarkan Rp 24 miliar dalam tujuh lembar cek untuk pembelian. Menurut dia, uang berasal dari pencairan kredit berjangka dari Bank Artha Graha. Budi menyebutkan cek diserahkan kepada Ferry segera setelah diterima dari Bank Internasional Indonesia.

Nyatanya, dalam kecepatan kilat, cek itu sudah sampai ke meja Nunun Nurbaetie, pemilik PT Wahana Esa Sejati. Selisih waktu cek diterima First Mujur dengan penerimaan di kantor Nunun hanya dua jam. Beberapa saat kemudian, seperti terungkap dalam dokumen persidangan, Nunun menyuruh salah satu direktur perusahaan itu, Arie Malangjudo, mengantar cek ke sejumlah politikus anggota Dewan periode 1999-2004.

Inilah transaksi ajaib yang masih menjadi misteri dalam perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Dari sejumlah sumber yang ditemui Tempo, ditemukan kejanggalan pertama, yaitu soal waktu. Penyelesaian transaksi pembelian cek dari Bank Artha Graha ke Bank Internasional Indonesia dikenal dengan istilah real time gross settlement atau RTGS selesai sekitar pukul 08.00 WIB. Tapi pencairan tujuh lembar cek seperti yang disebutkan Budi Santoso baru dilakukan satu jam lebih setelah itu. "Belum lagi soal cepatnya cek sampai ke Nunun," kata seorang sumber.

Dari penelusuran lembaga berwenang, ditemukan asal-muasal duit Rp 24 miliar dari Bank Artha Graha cabang Medan. Duit mengalir ke rekening First Mujur, yang juga merupakan anggota grup Artha Graha milik pengusaha Tomy Winata. Di situ disebutkan duit untuk kredit berjangka. Ini kejanggalan kedua: penggunaan utang berjangka untuk membeli cek pelawat. Lazimnya, utang semacam ini digunakan untuk investasi jangka panjang. "Baru kali ini dalam sejarah, kredit berjangka digunakan untuk membeli cek perjalanan," kata seorang sumber.

Ada satu lagi mata rantai yang terputus, yaitu perpindahan cek dari First Mujur ke Nunun Nurbaetie. Sumber Tempo menganalisis, pembelian 480 cek itu sudah dirancang sejak awal sehingga alirannya bisa sangat cepat. "Seperti sudah ada skenario yang disiapkan." Sumber ini juga yakin cek pelawat tak pernah sampai ke tangan Ferry.

Sumber ini menyebutkan besar kemungkinan tak hanya satu kelompok usaha yang memberi "sumbangan" pada saat pemilihan Miranda Swaray

(17)

Goeltom sebagai deputi gubernur senior. Menurut dia, beberapa kelompok diduga saweran buat membeli cek pelawat. Ia menunjuk adanya satu rekening khusus yang berakhiran 000 di Bank Artha Graha. Isi rekening "nomor cantik" ini belakangan digunakan untuk melunasi "kredit" yang diberikan Artha Graha Medan.

Masalahnya, tak mudah membuka nomor rekening itu. Menurut sumber Tempo, Artha Graha bahkan menolak memberikan akses ke Bank Indonesia untuk menyelidiki transaksi pada rekening ini.

4. DOKTER LUPA, PASIEN TAK INGAT

Berbilang bulan didiagnosis mengidap sakit lupa, Nunun Nurbaetie ternyata bisa menjawab pertanyaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Di pesawat Garuda yang membawanya kembali ke Tanah Air, ia cekatan membubuhkan tanda tangan dalam dokumen berita acara penangkapan. Ia diketahui aktif berbelanja selama dalam pelarian, tak lupa dirinya, juga mengenali Chandra M. Hamzah, pemimpin KPK yang ikut dalam rombongan penjemput

Andreas Harry, dokter pribadi Nunun sekeluarga., mendiagnosis Nunun mengidap demensia akibat stroke yang terjadi pada Juni 2009. "Terjadi gangguan memory loss berupa amnesia pada Ibu Nunun." kata Andreas .

Wakil Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia Cabang Jakarta M. Kurniawan ragu terhadap keseriusan penyakit Nunun. Soalnya, pengidap demensia mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-hari dan dalam berhubungan sosial dengan orang lain. "Penderita demensia tidak dapat berbelanja," ujar Kurniawan. Penderita yang masih bisa shopping, kata Kurniawan, hanya mengidap mild cognitive impairment atau pra-demensia. "Cuma lupa-lupa saja," kata pengajar di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Gambar III.4

Nunun ditangkap Kepolisian Thailand - Bangkok pada Rabu (7/12/11).

(18)

C. Sampul Majalah Berita Mingguan Tempo Miranda Gultom

Salah satu kasus korupsi yang lumayan menggegerkan tanah air adalah kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior yang meyeret nama Miranda goeltom dan Nunun Nurbaeti dan belasan anggota fraksi PDIP dan puluhan mantan anggota komisi IX. Pengungkapan kasus ini berawal dari pengakuan politisi PDIP Agus Tjondro Prayitno pada 4 Jui 2008. Ia mengaku menerima suap dalam bentuk cek perjalanan. Ia juga menyatakan ada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang juga menerima suap. Setelah diselidiki banyak anggota dewan lainnya yang menerima cek pelawat yang sama. Hingga akhirnya terbongkar bahwa penerimaan cek pelawat tersebut terkait dengan pemilihan DGS BI tahun 2004, yaitu diberikan untuk memenangkan Miranda Swaray Gultom. Miranda terpilih sebagai DGS BI tahun 2004 setelah mengalahkan dua calon lainnya melalui mekanisme voting (pemungutan suara). Selanjutnya, berdasarkan penyidikan diketahui bahwa 480 cek pelawat dibagikan atas perintah Nunun Nurbaetie. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan adanya aliran 480 lembar cek pelawat ke 41 dari 56 anggota Komisi XI DPR Periode 2004-2009 dari Arie Malangjudo, seorang asisten Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun.

Kasus yang menyeret Miranda Gultom menjadi laporan utama pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 30 Janruari-5 Februari 2012 dengan coverline “Kesaksian menjerat Miranda” yang menampilkan Miranda Gultom terkait dengan kasus cek pelawat pada pemilihan Deputy Gubernur Bank Indonesia. Miranda digambarkan berbusana kerja sedang membersihkan jejak tapak kaki seseorang.

(19)

Gambar III.5

Topik Laporan Utama yang menyeret Miranda Gultom pada sampul Majalah Berita Mingguan Tempo: a) edisi 30-5 Pebruari 2012 dan b) edisi 6-12 Februari 2012.

a) b)

Beberapa artikel Majalah Berita Mingguan Tempo yang menyangkut kasus Miranda pada edisi 30 januari 2012 adalah sebagai berikut .

1. DI UJUNG JERAT CEK PELAWAT

Berbusana kurung dengan juntaian ulos, Miranda Swaray Goeltom turun dari Alphard hitamnya. Menenteng tas merah marun Sergio Rossi, perempuan 62 tahun ini bergegas memasuki halaman jembar rumahnya di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan. Rambutnya berwarna black cherry.

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia sebagai tersangka berdasarkan kesaksian Nunun Nurbaetie yang disangka menebar uang guna memenangkan Miranda pada pemilihan Deputi Gubernur Senior awal Juni 2004. Komisi antikorupsi tidak menahan perempuan sosialita ini. Tapi, sejak awal Desember lalu, Imigrasi telah memperpanjang pencegahan dia ke luar negeri.

Layar putih berukuran setengah meja pingpong terpacak di ruang gelar perkara lantai tiga gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Di layar itu, tertera matriks perkembangan penyelidikan dugaan keterlibatan Miranda Swaray Goeltom dalam kasus suap cek pelawat. Rabu malam pekan lalu itu, Komisi tengah "menguliti" peran Miranda dalam kasus ini.

Penyidik menyebutkan pertemuan Miranda dengan 15 anggota Komisi Perbankan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Hotel Dharmawangsa beberapa hari sebelum pemilihan. Miranda mengakui merancang pertemuan, termasuk mendanainya. Ibu dua putri ini juga

(20)

membenarkan mengundang Udju Djuhaeri dan tiga koleganya, anggota Fraksi TNI/Polri, ke Niaga Tower, Sudirman, Jakarta Selatan.

Kesaksian Nunun bahwa Miranda pernah memintanya dipertemukan dengan anggota Komisi Perbankan DPR periode itu–Paskah Suzetta, Hamka Yandhu, dan Endin A.J. Soefihara–di rumah Nunun di Cipete, Jakarta Selatan, juga dipakai penyidik. Kepada penyidik, Nunun mengatakan Miranda meminta para politikus itu memilihnya. Kedekatan Miranda dengan Nunun dinilai penyidik menguatkan tuduhan.

Miranda Swaray Goeltom terus disebut sejak perkara ini terbongkar "tak sengaja" pada 2008. Ketika itu, anggota Dewan dari PDI Perjuangan periode 1999-2004, Agus Condro Prayitno, diperiksa dalam perkara lain. Ia kemudian mengaku pernah menerima cek pelawat pada saat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

Dari "nyanyian" penerima cek itu, plus dukungan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dari 480 lembar cek senilai Rp 24 miliar, sebagian besar mengalir ke 41 anggota DPR periode 1999-2004 dari empat fraksi: Golkar, PPP, TNI/Polri, dan PDIP. Sisanya ke pihak lain.

Tertangkapnya Nunun memberi harapan baru penuntasan kasus itu. Cek pelawat dibeli PT First Mujur Plantation & Industry dari Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha. Di persidangan, pemimpin First Mujur menyatakan cek dipakai buat membeli 5.000 hektare kebun sawit di Sumatera. Berdasarkan penelusuran Tempo sebelumnya, transaksi ini diduga fiktif.

Sumber ini memastikan KPK tidak kehabisan langkah. Dengan penetapan Miranda sebagai tersangka, penyidik bisa mengorek sponsor cek pelawat. Bekas Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein menuding sponsor Miranda adalah "bank bermasalah".

2. RAME-RAME MENUDING MIRANDA

Sejumlah politikus penerima cek pelawat menunjuk Miranda Swaray Goeltom dalam perkara suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Juni 2004. Begitu juga tersangka lain kasus ini.

• Agus Condro Prayitno (Anggota Fraksi PDI Perjuangan 1999-2004, 26 Oktober 2010)

• ”Di ruang fraksi, Juni 2004, Ketua ngomong Miranda mau ngasih kami Rp 300 juta. Tapi, kalau kita minta Rp 500 juta, dia enggak keberatan.” • Danial Tanjung (Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan

1999-2004, 23 Oktober 2009)

• ”Endin (A.J. Soefihara, ketua fraksinya) mengatakan: ini ada rezeki dari Miranda.”

• Izederik Emir Moeis (Ketua Komisi Keuangan DPR 2004, sebagai saksi pada 18 Mei 2011)

(21)

• ”Pada 9 Juni 2004, saya sempat pegang cek 10 menit, tapi saya bilang: Pan (Panda Nababan, koleganya), gue enggak mau terima duit-duit dari Miranda.”

• Udju Djuhaeri (Anggota Fraksi TNI/Polri 1999-2004, 4 Februari 2010) • ”Saat menerima cek, saya tidak menyangka bahwa pemberian tersebut terkait dengan pemilihan. Adang menelepon saya meminta Fraksi TNI/Polri mendukung Miranda.”

• Nunun Nurbaetie (melalui pengacara Mulyaharja), kepada penyidik KPK, 27 Desember 2011:

• ”MG (Miranda) pernah meminta Ibu Nunun agar diperkenalkan dengan anggota DPR untuk pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia.”

3. TIUPAN PELUIT

Ketika diperiksa untuk perkara lain di Komisi Pemberantasan Korupsi pada 4 Juli 2008, Agus Condro menyatakan menerima cek pelawat senilai Rp 500 juta untuk memenangkan Miranda Goeltom pada 2004. Sejak itulah nama perempuan sosialita ini terus menghiasi media massa.

o 1 April 2010 Miranda menjadi saksi pada sidang dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod. Ia mengakui pertemuan di Hotel Dharmawangsa.

o 25 Oktober 2010 Miranda mulai dilarang ke luar negeri. Pencegahan berlaku setahun.

o 25-26 Oktober 2010 Miranda diperiksa sebagai saksi.

o 26 Oktober 2010 Miranda diperiksa KPK. Hendak ke Singapura menggunakan paspor biasa, ia gagal berangkat.

o 21 September 2011 Miranda kembali diperiksa di KPK sebagai saksi. o 13 Desember 2011 KPK memperpanjang pencegahan Miranda,

berlaku sampai 12 Juni 2012.

o 10 Januari 2012 Miranda kembali diperiksa.

o 26 Januari 2012 Miranda ditetapkan sebagai tersangka

4. PAPA MERTUA TAK BERNAMA

Di depan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, November 2010, Miranda Swaray Goeltom membuka kedekatannya dengan Tomy Winata pemilik PT Bank Artha Graha Tbk. Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini diperiksa sebagai saksi bagi empat anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 yang menjadi tersangka kasus suap cek pelawat.

Dari pengakuan sejumlah saksi di persidangan, 480 lembar cek senilai Rp 24,5 miliar yang ditebar kepada anggota Komisi Keuangan dan

(22)

Perbankan DPR periode 1999-2004 setelah Miranda terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Cek itu adalah pesanan PT First Mujur Plantation and Industry, perusahaan perkebunan kelapa sawit. KPK memanggil komisaris perusahaan itu. yaitu Komisaris Utama F.X. Sutrisno Gunawan serta dua komisaris, Ronald Harijanto dan Yan Eli Mangatas Siahaan. Sebelumnya, Budi Santoso, Direktur Keuangan First Mujur, beberapa kali diperiksa sebagai saksi.

Dalam pemeriksaan Budi Santoso, penyidik secara khusus mengejar soal hubungannya dengan Tomy Winata. Lelaki kelahiran Jakarta, 17 Desember 1972, ini diketahui menikah dengan Agustina Harapan, yang disebut-sebut anak angkat Tomy.

Dalam pemeriksaan itu, penyidik sempat mencecar Budi tentang identitas mertua lelakinya. Namun dia menolak menyebutkan namanya. "Saya hanya memanggil Papa," katanya. Budi menjadi saksi kunci dalam mengurai alur khusus cek pelawat ini. Sebab, dari keterangan sejumlah saksi di pengadilan, cerita asal dana Rp 24,5 miliar itu berhenti di Ferry Yen alias Suhardi Suparlan, yang meninggal secara misterius pada 7 Januari 2007.

Nama Ferry pertama kali disebut Budi. Bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada April 2010, Budi mengatakan perusahaannya membeli cek dari Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha atas pesanan Ferry. "Cek itu untuk membeli lahan perkebunan," katanya.

Menurut Budi, Ferry meminta uang diserahkan dalam bentuk cek perjalanan, Rp 50 juta per lembar. Budi memerintahkan stafnya membeli cek dari Bank Internasional Indonesia karena Artha Graha tak mengeluarkan cek jenis itu. Ia mengeluarkan Rp 24 miliar dalam tujuh lembar cek untuk pembelian. Menurut dia, uang berasal dari pencairan kredit berjangka dari Bank Artha Graha. Budi menyebutkan cek telah diserahkan kepada Ferry segera setelah diterima dari Bank Internasional Indonesia.

Cover kedua pada Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 6-12 Februari 2012 yang menampilkan Miranda Gultom sebagai covernya dengan coverline “Untuk Miranda Demi Arta Graha” dimana sosok Miranda digambarkan sebagai seorang pejabat Negara yang mengenakan busana resmi lengkap dengan lencananya dengan latar belakang huruf AG yang merupakan symbol kelompok bisnis Artha Graha. Penggambaran ini dikaitkan dengan keterlibatan Miranda sebagai pejabat pembuat keputusan untuk membantu penyehatan perbankan kepada PT Bank Artha Graha

(23)

Internasional (BAGI) yang dimiliki Tomy Winata, yang saat itu disetujui sebagai investor untuk menyelamatkan Bank Artha Prima. Berikut beberapa laporan majalah Berita Mingguan Tempo terkait kasus Miranda.

1. DISKON YANG MENGUNDANG CURIGA

Rapat mingguan Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23 Desember 2008 dipimpin langsung Boediono sebagai gubernur bank sentral, diikuti Deputi Gubernur Senior Miranda Swaray Goeltom dan enam deputi lain, serta dihadiri beberapa anggota staf biro gubernur dan Direktorat Pengawasan Bank 3, di bawah komando Erwin Riyanto.

Salah satu agenda penting pada Senin sore itu adalah membicarakan nasib duit BI yang sudah terbenam lama di PT Bank Artha Graha Internasional (BAGI). Dana sejumlah Rp 1,019 triliun itu diguyurkan ke bank milik Tomy Winata dan Sugianto Kusuma tersebut dalam bentuk pinjaman subordinasi atau subordinated loan (SOL) sejak Oktober 1997. Kredit diberikan dengan tujuan membantu penyehatan bank ini setelah mengambil alih Bank Artha Prima yang amburadul. Jangka waktunya 25 tahun atau baru akan jatuh tempo pada 2022.

Erwin atas dukungan Deputi Pengawasan Siti Fadjrijah dan Bu Miranda mengusulkan selisih bunga sebesar Rp 504,21 miliar yang belum dibayar PT BAGI dianggap tidak ada. Alasan yang disebutkan Erwin adalah kondisi keuangan Artha Graha yang suram. Jika bunga tetap dibebankan 6 persen, bank itu harus membayar angsuran bunga Rp 62,2 miliar per tahun. Padahal labanya yang tercatat pada 2006 hanya Rp 41,8 miliar. Lalu, pada 2007, keuntungan turun hingga tinggal Rp 31,3 miliar.

Dalam itu usul Erwin sempat dipertanyakan oleh beberapa deputi gubernur, antara lain Budi Rochadi (almarhum) dan Budi Mulya. Mereka memprotes karena melihat adanya perlakuan yang terlalu istimewa jika diskon itu diberikan. Pada saat bersamaan ada bank lain, seperti Bank IFI, yang sedang sekarat dan tak diberi pertolongan serupa.

Pada akhirnya, suara Siti Fadjrijah dan Miranda, dengan bantuan Erwin, yang muncul sebagai pemenang. Di akhir pertemuan, hampir seluruh usul pemberian fasilitas kepada Artha Graha disepakati. Surat perjanjian kredit untuk fasilitas itu diterbitkan saat Miranda Goeltom menjadi Pelaksana Tugas Gubernur BI pada Juni 2009, setelah Boediono mengundurkan diri untuk menjadi calon wakil presiden. Sebaliknya, belakangan kita tahu, Bank IFI dibiarkan mati dan ditutup pada April 2009.

Korting dan pengabaian atas selisih bunga inilah yang kembali dipersoalkan dan jadi tanda tanya dalam rapat Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Bank Indonesia, Senin pekan

(24)

lalu. Anggota Dewan dari Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid, menengarai adanya perlakuan diskriminatif dalam keputusan BI

BPK menemukan adanya beberapa kejanggalan dan perlakuan istimewa terhadap Artha Graha. Sebab, pada saat bersamaan, restrukturisasi pinjaman subordinasi juga dilakukan terhadap dua bank lain, yakni Bank Mega dan Bank Danamon. Bedanya, kepada dua bank ini, BI tetap memberlakukan bunga sesuai dengan kesepakatan awal, yakni 6 persen dan 5 persen.

Keputusan rapat Dewan Gubernur BI memang tak hanya memberi diskon bunga, tapi juga mengubah model pembayarannya menjadi efektif. Artinya, setiap tahun Artha Graha diharuskan membayar beban bunganya sebesar 3,25 persen.

Tindakan BI yang "melupakan" kekurangan pembayaran bunga dari Artha Graha ini tidak berlaku sama untuk Bank Mega dan Danamon. Pada Bank Mega, yang dianggap kurang bayar Rp 34,6 miliar, BI mewajibkan melunasinya dengan cara dicicil selama lima tahun. Adapun selisih Rp 1,7 miliar dari Danamon dibereskan pada 2 Juli 2008.

2. YANG ISTIMEWA BUAT ARTHA GRAHA

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BI memberikan pinjaman subordinasi (subordinated loan, SOL) kepada beberapa bank untuk membantu penyehatan perbankan. Salah satunya kepada PT Bank Artha Graha Internasional (BAGI), yang saat itu disetujui sebagai investor untuk menyelamatkan Bank Artha Prima yang jebol. Pinjaman sebesar Rp 1,019 triliun diberikan pada 21 Oktober 1997 dengan jangka waktu 25 tahun (Sampai 2022)

16 Oktober2006 PT BAGI mengirim surat ke Bank Indonesia. Minta bunga dikorting habis dari 6 persen jadi 1 persen efektir mulai 2006 sampai 2015. Selanjutnya bunga naik 2 persen sampai lunas. Permintaan DITOLAK.

29 Oktober 2008, surat terakhir dikirim ke BI. Isinya sama, minta keringanan bunga dengan alasan neraca bank yang terlalu berat menanggung utang. Ò BI menggelar rapat dewan gubernur pada 23 Desember 2008 untuk membahasnya, dipimpin Gubernur BI Boediono.

Hasilnya:

1. disetujui percepatan pembayaran pokok SOL, yang tadinya baru dimulai pada 2013 menjadi 2010.

2. Adanya percepatan jatuh tempo pinjaman dari 2022 menjadi 2019. 3. Pembayaran angsuran pokok secara prorata sebesar Rp 101,955 miliar

per tahun mulai 2010.

4. Tidak ada pengurangan pokok SOL, jadi tetap Rp 1,019 triliun.

(25)

5. Adanya perubahan suku bunga dari sistem capping dengan rata-rata 6 persen, menjadi efektif dengan tingkat bunga 3,23 persen. Suku bunga baru berlaku sejak 21 Oktober 2008.

Sebagai perbandingan:

Suku bunga BI yang berlaku pada saat restrukturisasi berjalan ketika itu adalah 9,25 persen.

Bank IFI, yang juga megap-megap dan dibebani SOL Rp 50 miliar, dibiarkan, lalu dilikuidasi pada 17 April 2009.

Restrukturisasi SOL juga dilakukan atas terhadap Bank Mega dan Bank Danamon. Tapi keduanya tetap dikenai bunga 6 dan 5 persen, sesuai dengan kesepakatan awal.

Selisih perhitungan bunga dari capping jadi efektif juga ditagih. Untuk Bank Mega Rp 34,6 miliar. Sedangkan Danamon Rp 1,7 miliar.

Terjadi perlakuan yang tak sama oleh BI terhadap Artha Graha dan bank-bank lain.

Pengabaian atas selisih perhitungan bunga dipertanyakan. Dengan sistem capping, dalam 10 tahun pertama kreditnya, PT BAGI baru membayar bunga Rp 175,872 miliar. Padahal, jika dihitung bahwa rata-rata bunga yang disepakati adalah 6 persen, besaran bunga yang semestinya menjadi tanggung jawab PT BAGI adalah Rp 672,904 miliar. Sehingga terdapat selisih bunga yang belum dibayarkan Rp 497 miliar. BPK minta BI menagihnya ke PT BAGI.

D. Sampul Majalah Berita Mingguan Tempo Angelina Sondakh

Penangkapan Wafid Muharam (Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga), Mindo Rosalina Manulang (Direktur Marketing PT Anak Negeri), dan Muhammad El Idris (Manajer Marketing PT Duta Graha Indah) oleh KPK dalam kasus korupsi Wisma Atlet Palembang turut menyeret nama Angelina Sondakh bersama Muhammad Nazaruddin yang menjabat Bendahara Umum Partai Demokrat. Dalam persidangan terdakwa kasus suap wisma atlet, Muhammad Nazaruddin disebutkan adanya uang Rp 2 miliar ke Angelina dan I Wayan Koster sebesar Rp 3 miliarJumat, 3 Februari 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dia sebagai

(26)

tersangka korupsi proyek wisma atlet di Palembang. Penetapan sebagai tersangka korupsi.

Kasus korupsi Wisma Atlet Palembang yang menyeret nama Angelina Sondkah menjadi topik laporan utama Majalah Berita Mingguan Tempo 12-19 Februari 2012 dengan visualisasi sosok Angelina Sondakh pada sampulnya dengan coverline : “’Apel’ Angie, Brankas Nazar”.

Sampul Tempo yang menampilkan Angelina Sondakh disamakan dengan adegan vulgar dalam sebuah film, yaitu adegan interogasi aktris Sharon Stone dalam film Basic Instinct 1.

Gambar III.6

Topik Laporan Utama yang menyeret Angelina Sondakh pada sampul Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 12-19 Pebruari 2012

Berikut laporan Tempo terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan Angelina Sondakh.

(27)

1. BRANKAS MENGALIR SAMPAI JAUH

Catatan itu merekam luasnya tebaran duit perusahaan-perusahaan Muhammad Nazaruddin. Diurutkan menurut tanggal, semua pengeluaran dicatat dalam enam belas kolom laporan kas. Di antaranya berisi tanggal pengajuan, pengambilan, penerima uang, keperluan, juga mata uang yang dikeluarkan. Yang bisa membelalakkan mata pembacanya, di situ tercantum nama politikus, menteri, hingga pejabat badan usaha milik negara. Laporan keuangannya dicatat sejumlah anggota staf, termasuk Yulianis dan Oktarina Furi. Catatan-catatan mereka yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi dari komputer di kantor Mampang hampir setahun lalu, menurut sejumlah sumber, kini menjadi peluru untuk membidik Nazaruddin sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.

Tiga politikus Senayan tercantum dalam daftar: Tamsil Linrung dari Partai Keadilan Sejahtera, I Wayan Koster dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Angelina Sondakh dari Partai Demokrat. Angelina telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara suap pembangunan Wisma Atlet Jakabaring, Sumatera Selatan.

Perputaran duit di perusahaan-perusahaan Nazaruddin sangat dinamis. Duit dikumpulkan melalui perusahaan sebagian didirikan sendiri, yang lainnya pinjaman dari orang lain.

Menurut Yulianis, pembukuan brankas khusus "fee" ini terpisah dari Grup Permai. Isi brankas dikelola Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni, dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Di antaranya, kata Yulianis, untuk membeli tanah dan bangunan. Besar fee untuk tiap proyek berbeda-beda. Kisarannya 7-30 persen dari nilai proyek. "Tergantung nego," ujarnya. Menurut Yulianis, proses diawali dengan belanja proyek oleh Grup Permai ke Dewan Perwakilan Rakyat atau kementerian. Dalam kasus Wisma Atlet, misalnya, Mindo Rosalina Manulang gencar melobi Komisi Olahraga DPR dan Kementerian Olahraga. Setelah anggaran dipastikan cair dan proyek dimenangi, Grup Permai "menjual"-nya ke PT Duta Graha Indah.

Itu pula yang dilakukan Grup Permai untuk proyek universitas di Kementerian Pendidikan, pembangunan rumah sakit di Kementerian Kesehatan, dan pembangunan gedung di Kementerian Perhubungan. Ada 10 proyek di tiga kementerian itu yang dimenangi Grup Permai yang proyeknya dilaksanakan PT Duta Graha. Dari proyek-proyek tersebut, pundi-pundi dalam brankas eksternal Grup Permai bertambah Rp 62,5 miliar.

Sepanjang 2010, Grup Permai baik perusahaan milik sendiri maupun pinjaman menggarap 31 proyek pemerintah. Proyek-proyek tersebut tersebar di Kementerian Olahraga, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Perhubungan. Selama 2010 itu, Grup Permai diperkirakan menangguk untung bersih Rp 600-800 miliar. Kini aliran duit yang diduga berkaitan dengan pencucian uang itu bisa-bisa menyeret pemilik brankas.

(28)

2. MATA RANTAI IBU ARTIS

Percakapan dua anggota staf Nazaruddin itu dibuka penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi sesudah membuka telepon Rosa, segera setelah ia ditangkap dalam perkara suap pembangunan Wisma Atlet, April tahun lalu. Ketika diperiksa pada 30 Juni tahun lalu, Yulianis tidak membantah isi pembicaraan. "Itu pembicaraan saya dengan Rosa," katanya seperti tertulis dalam berita acara pemeriksaan.

Berdasarkan indikasi-indikasi pengeluaran uang untuk Angelina, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Puteri Indonesia 2001 itu sebagai tersangka pada Jumat dua pekan lalu. Abraham Samad, Ketua KPK, ketika mengumumkan penetapan itu, menyatakan memiliki dua alat bukti. "Alat bukti tidak boleh disampaikan karena bagian dari strategi penyidikan," ujarnya tanpa didampingi empat pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya.

Selain indikasi melalui komunikasi di BlackBerry Messenger, pada catatan keuangan Grup Permai yang dibuat Yulianis, ditemukan pengeluaran duit untuk Angelina. Dengan kode pengajuan MK1/10/11/0602 pada 6 November 2010, tertulis keterangan: untuk Wayan Koster/AS (Angie), Komisi X. Berdasarkan persetujuan pada hari itu juga, uang senilai US$ 500 ribu diserahkan kepada Koster dan Angelina. Wayan Koster adalah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga kolega Angelina di Komisi Olahraga. Dalam catatan Yulianis, duit untuk dua politikus itu dibukukan dengan kurs Rp 8.925 atau senilai Rp 4,465 miliar.

Menurut Rosa saat bersaksi untuk Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada pertengahan Januari, Angie telah menerima Rp 5 miliar.

"Diserahkan dua kali, Rp 2 miliar dan Rp 3 miliar," katanya.

Sumber Tempo mengatakan, dalam permainan proyek yang dilakukan Nazaruddin, Angelina dipakai untuk "mengamankan" anggaran pada Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan. Sebagai anggota Komisi Olahraga, Pendidikan, dan Seni Budaya DPR, politikus Partai Demokrat ini bisa leluasa berhubungan dengan kedua kementerian.

Awalnya, Nazaruddin mengatur proyek-proyek yang akan diajukan dua kementerian itu. Pada saat bersamaan, dia menyiapkan kontraktor yang akan menggarap proyek. "Selanjutnya, Angelina dan Wayan Koster yang bermain agar anggaran proyek itu disetujui Badan Anggaran," ujar seorang sumber.

Sumber itu melanjutkan, peran Angie dimulai saat pembahasan detail anggaran dengan kementerian teknis. Saat pembahasan di komisi, dia secara khusus mengawal agar proyek-proyek yang dipesan Nazaruddin mendapat tanda bintang alias ditunda untuk anggaran tahun berikutnya. "Mereka yang mengawal sampai perincian anggaran diajukan ke Kementerian Keuangan dan terakhir masuk ke Badan Anggaran," katanya.

(29)

Permainan Angelina dalam mengamankan proyek di Kementerian Pendidikan Nasional juga terucap dalam pembicaraan via BlackBerry -Messenger antara Rosa dan Nazaruddin selama periode November 2010 hingga Februari 2011. Dalam percakapan itu, Nazaruddin mengungkapkan kejengkelannya ketika mendapat kabar bahwa proyek rumah sakit bernilai Rp 116 miliar di Universitas Sumatera Utara jatuh ke pihak lain. "Kita bayar aja ke siapa…?" kata Nazaruddin. Tanggapan Rosa, "Saya sudah minta kepada Bu Artis dan Pak Bali." Rosa mengatakan Ibu Artis yang dimaksudkan dalam pesan itu adalah Angelina, sedangkan Pak Bali adalah sandi untuk menyebut nama Wayan Koster.

Jalur khusus lewat Angelina dan Wayan Koster yang dipakai Nazaruddin terbukti efektif. Dalam pengakuan Yulianis, sepanjang 2010, grup perusahaan milik Nazaruddin berhasil mendapat proyek pembangunan rumah sakit di tiga universitas yang anggarannya berasal dari Kementerian Pendidikan Nasional. Ketiganya meliputi Universitas Udayana senilai Rp 91,2 miliar, Universitas Mataram Rp 58,8 miliar, dan Universitas Jambi senilai Rp 37 miliar.

Belakangan, perusahaan Nazaruddin, PT Buana Ramosari Gemilang, diketahui juga mengantongi proyek pengadaan peralatan kesehatan Rumah Sakit Tropik Infeksi Universitas Airlangga, Surabaya, senilai Rp 38,8 miliar. Pada saat bersamaan, PT Duta Graha Indah menjadi pemenang tender pengadaan jasa pemborongan pembangunan gedung rumah sakit itu senilai Rp 97,8 miliar.

Perusahaan Nazaruddin juga diketahui bermain di Institut Pertanian Bogor dan Universitas Indonesia. PT Nuratindo Bangun Perkasa menggarap proyek pengadaan peralatan laboratorium di IPB senilai Rp 11,4 miliar. Adapun PT Darmo Sipon mendapat proyek pengadaan laboratorium biomedis di Universitas Indonesia senilai Rp 13 miliar.

Di samping main dalam anggaran di Kementerian Pendidikan, kongsi Nazaruddin dan Angelina berkibar di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Rosa, yang ditangkap penyidik KPK saat menyogok Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam pada April tahun lalu, adalah orang yang pertama kali membuka peran Angie. Rosa dibekuk bersama dengan Manajer Marketing PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris ketika menyerahkan suap Rp 3,2 miliar terkait dengan pembangunan proyek Wisma Atlet SEA Games Palembang senilai Rp 191 miliar.

Yulianis menjelaskan, pada akhir Desember 2010, Nazaruddin marah besar dalam sebuah pertemuan di kantor Grup Permai, Jalan Raya Warung Buncit 27, Mampang, Jakarta Selatan. Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat ini meradang karena hanya mendapat proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 200 miliar. "Padahal kita sudah menyetor dana support Rp 20 miliar," kata Yulianis menirukan Nazaruddin. "Harusnya mendapat Rp 400 miliar."

(30)

Lewat siapa dana pendukung itu diberikan? Lagi-lagi Nazaruddin menyebut Angelina Sondakh. Rosa dalam pengakuan di persidangan menyebut beberapa kali permintaan uang oleh Angelina. Dalam komunikasi keduanya via BlackBerry Messenger pada 22 Juni 2010, Angelina mengirimkan sebuah pesan penting kepada Rosa, "Bu, masih ada apel Malang." Di muka persidangan, Rosa menyebutkan "apel Malang" adalah sandi permintaan sejumlah uang.

E. Sampul Majalah Berita Mingguan Tempo Hartati Murdaya

Kasus suap yang dilakukan Hartati Murdaya terhadap Bupati Buol, Amran Batalipu terkait penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di menjadi laporan utama Tempo edisi 23-29 Juli 2012. Edisi tersebut juga menampilkan sampul Hartati Murdaya yang tengah mengintip di belakang pohon kelapa sawit. coverline edisi tersebut berbunyi “’Suap’ Sawit Madam Hartati”sebagai penggambaran topik aporan utama edisi tersebut yang mengulas tentang kasus suap terkait HGU lahan sawit di Buol, Sulawesi Tengah.

Gambar III.7

Topik Laporan Utama yang menyeret Hartati Murdaya pada sampul Majalah Berita Mingguan Tempo edisi 23-29 Juli 2012

(31)

Berikut laporan utama Majalah Berita Mingguan tempo terkait kasus tersebut.

1. PENGUSAHA DARI LINGKARAN DALAM

Kedekatan Hartati dengan Yudhoyono terekspos setidaknya pada 2001, ketika Yudhoyono dicopot dari jabatan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. menyediakan satu ruangan di lantai 8 CCM Building, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, kantor pusat PT Central Cipta Murdaya, kelompok usaha miliknya. Selama hampir tiga bulan Yudhoyono berkantor di situ.

Ketika Yudhoyono maju ke pemilihan presiden 2004, Hartati kembali menawarkan bantuan. Bersama Tim Sekoci, yang merupakan tim sukses bayangan untuk pemenangan Yudhoyono. Hartati diutus untuk mendekati kalangan umat Buddha dan pengusaha. M.S. Kaban, yang juga anggota tim sukses Yudhoyono pada 2004, melihat Hartati mulai turun tangan pada pemilihan presiden putaran kedua--ketika Yudhoyono bersaing dengan Megawati.

Pada pemilihan 2009, Hartati bergabung lagi, dalam tim sukses Yudhoyono-Boediono yang diketuai Hatta Rajasa. Seorang mantan anggota tim menyatakan selalu berurusan soal uang dengan Totok Lestiyo. "Kalau kami mau ke daerah, dana untuk tim selalu diambil dari Bu Hartati melalui Totok," ujarnya.

Sepanjang pemilihan presiden 2009, Hartati kerap tampak sepanggung dengan Yudhoyono dan lingkaran terdekatnya dengan berjaket biru Partai Demokrat dan berkacamata hitam. Setelah Yudhoyono terpilih sebagai presiden untuk kedua kalinya, ia menyediakan Jakarta International Expo sebagai podium pidato perdana Yudhoyono.

Hartati resmi masuk partai sebagai anggota Dewan Pembina pada kongres tahun 2010. Anggota Dewan Pembina Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan kiprah Hartati cukup aktif. "Setahu saya, beliau sering ikut rapat," ujarnya

Tujuh tahun berlalu, mantan Menteri Kehutanan M.S.Kaban masih mengingat bagaimana Hartati begitu "lincah" dalam menjalankan bisnisnya. Sebagai Menteri Kehutanan, Kaban berencana mencabut hak pengusahaan hutan Intracawood yang merupakan milik pengusaha Siti Hartati Tjakra Murdaya di Kalimantan Timur.

Hartati Murdaya bolak-balik bertamu ke Gedung Manggala. "Tapi saya tak mau menemui," kata Kaban, Kamis pekan lalu. Lain waktu, yang datang Totok Lestiyo, Direktur PT Hardaya Inti Plantations--juga perusahaan Hartati. Kaban mengatakan tidak mempedulikan lobi-lobi itu.

Gagal mendekati Kaban, Hartati lalu menyurati Sudi pada 12 Juli 2005. Dalam surat bernomor 03/SHM/Leg/VII/05, ia meminta Sudi mencegah

(32)

pencabutan izin Intracawood oleh Menteri Kehutanan. Pada 6 Oktober 2005, Sudi meneruskan pesan Hartati itu kepada Kaban.

Surat bernomor B.353/Seskab/10/2005 yang ditandatangani oleh Sudi Silalahi, Menteri Sekretaris Kabinet saat itu berisi agar PT Intracawood Manufacturing "tidak dijadikan bahan telaahan, sepanjang mengandung kebenaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan".Izin pengelolaan hutan milik Hartati, hingga Kaban turun dari jabatannya sebagai Menteri Kehutanan tidak juga dicabut.

Namun menurut Kaban, penyebabnya bukan surat yang dikirimkan oleh Sudi, melainkan tak ada tindakan penegak hukum terhadap dugaan kesalahan prosedur terbitnya izin oleh Menteri Kehutanan sebelumnya.

2. APA SAYA TIPE TUKANG SUAP?

Sejak Bupati Buol Amran Batalipu ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Siti Hartati Tjakra Murdaya kerap menggelar rapat dengan tim kuasa hukum. Menurut Atmajaya Salim, kuasa hukumnya, Direktur Utama Hardaya Inti Plantations itu mengingat detail hubungannya dengan Amran, yang ditetapkan sebagai tersangka perkara suap. "Dia menjelaskan semuanya," katanya Jumat pekan lalu.

Dalam keterlibatan Hartati dalam perkara suap kepada Amran Batalipu, Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Hartati membantah menyuap Bupati Buol. "Saya hanya bisa menjelaskan sebatas pekerjaan saya sebagai direktur utama. Apa saya ini tipe tukang suap, sih?" katanya.

KPK telah melacak beberapa kali komunikasi langsung antara Hartati dengan Amran. Dalam pembicaraan tersebut, Mantan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat ini diduga menawarkan tambahan uang Rp 2 miliar. Tapi ia mengajukan syarat, "Tolong yang tujuh puluh diurus." Tak jelas maksudnya, tapi sang sumber menduga angka yang disebut Hartati itu berhubungan dengan rencana perluasan kebun sawit Hardaya hingga 70 ribu hektare. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain tidak membantah soal adanya komunikasi itu.

Dia memastikan, dalam perkara Amran, penyidik sudah memiliki banyak petunjuk pendahuluan sebelum melakukan operasi tangkap tangan. "Semuanya menjadi bukti yang akan diuji di pengadilan nanti," ujarnya. Hingga pekan lalu, Amran telah empat kali diperiksa sebagai saksi untuk perkara Yani Anshori dan Gondo Sudjono. Menurut Amat, selama pemeriksaan, Amran hanya diminta mendengarkan rekaman komunikasi hasil sadapan penyidik. "Lalu ditanyakan itu suara siapa dan maksudnya apa."

Kasus suap Buol menarik perhatian, karena dari kasus yang awalnya suap penerbitan Hak Guna Usaha, kemudian bergeser ke suap Pilkada. PT

(33)

HIP memang memiliki lahan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol, seluas 75 ribu hektar.

Tetapi lahan memiliki HGU baru 22.780 hektar, dari 75 ribu hektar. Hartati berusaha menerbitkan HGU dan IUP buat lahan sisanya atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) dan PT Sebuku Inti Plantation (PT SIP). Saham mayoritas kedua perusahaan itu dimiliki oleh PT Central Cipta Murdaya, yang juga dipunyai oleh Hartati Murdaya. Sementara lahan 4500 hektar yang terlanjur ditanami kelapa sawit atas nama PT CCM belum keluar HGU dan IUP-nya. Lahan itu pun izinnya tumpang tindih dengan diajukan PT Sonokeling.

Menurut Peraturan Badan Pertanahan Negara nomor 2 tahun 1999, kepemilikan lahan perkebunan buat setiap perusahaan dibatasi maksimal 20 ribu hektar. PT HIP juga mendapat saingan dari perusahaan serupa. Yakni PT Sonokeling Buana, yang dimiliki oleh Rommy Dharma Setiawan, anak dari Arthalyta Suryani alias Ayin. Hartati merasa usahanya terancam atas kehadiran PT Sonokeling. Hartati juga mengklaim sepihak ikut mensejahterakan masyarakat setempat, setelah bertahun-tahun berinvestasi dalam membuka perkebunan dan perusahaan pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Buol.

Februari sampai April 2012, terjadi pemogokan di PT HIP. Para pekerja menuntut kenaikan upah. 11 Juni 2012, Amran bertemu dengan Siti Hartati Murdaya ditemani Direktur PT HIP, Totok Lestiyo, dan Direktur Keuangan PT HIP, Arim, di kantor PT HIP di Jakarta International Expo, Pekan Raya Jakarta, Jakarta Pusat. Saat itu, Amran meminta sumbangan pemilihan kepala daerah sebesar Rp 3 miliar. Hartati meminta barter kepada Amran yakni sertifikat HGU dan Izin Usaha Perkebunan, buat lahan seluas 4500 hektar atas nama PT Cipta Cakra Murdaya. PT CCM adalah anak perusahaan PT HIP. 18 Juni 2012 dinihari, Arim bersama General Manager Supporting PT HIP Yani Anshori memberikan uang Rp1 miliar kepada Amran di rumahnya di Villa Leok I, Kabupaten Buol. Setelah menerima uang Rp1 miliar, pagi harinya sekitar pukul 09.00 WITA, Amran memberikan surat rekomendasi penerbitan HGU dan IUP lahan 4500 hektar buat PT CCM kepada Yani dan diterima Arim. Hartati kembali memberikan uang Rp.2 miliar kepada Amran pada 26 Juni 2012.

Gambar

Gambar III.1
Gambar III.2
Gambar III.3
Gambar III.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan frekuensi dari 3 sampai dengan 10 GHz akan menyebabkan perubahan fasa pada masing-masing elemen sehingga menghasilkan resultan yang berbeda pada polaradiasi antena

Proses menangani surat masuk internal yaitu nota dinas perihal pembahasan perhitungan Wajib Pajak sesuai INS-04/PJ/2015, dan Nota Dinas dengan perihal permohonan

Saat musim panen, sering diadakan acara syukur panen walaupun dengan hasil panen yang terbatas.. Walaupun pendapatan ekonomi warga beserta produktifitas pertanian/ perkebunan

Semua Dosen Pascasarjana Program Studi Magister Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah membekali materi kependidikan

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap Efektivitas Kerja Karyawan Pada Bagian Penagihan Di PDAM Tirtawening Kota Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Berbeda dengan media komunitas sepakbola yang lain, Emosi Jiwaku pertama kali rilis pada tahun 2016 pada saat Persebaya Surabaya sedang mati suri sebagai akibat konlik yang

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang benar.. Translate

Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap Efektivitas Kerja Karyawan Pada Bagian Penagihan Di PDAM Tirtawening Kota Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia