• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PRODUKSI BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria sp. UNGGUL MELALUI PEREMAJAAN STEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PRODUKSI BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria sp. UNGGUL MELALUI PEREMAJAAN STEK"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Page | i

TEKNOLOGI PRODUKSI BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria sp.

UNGGUL MELALUI PEREMAJAAN STEK

Penulis :

Petrus Rani Pong-Masak, S.Pi.,M.Si Nova Fransisca Simatupang, S.Pi ISBN : 978-602-72533-5-3

Editor :

Andi Faharuddin, A.Md Pustika Ratnawati, S.Pi Dhini Arum Pratiwi, S.Pi

Penyunting :

Dr. Ir. Andi Parenrengi., M.Sc

Sri Redjeki Hesti Mulyaningrum, S.Si, M.Si

Desain Sampul dan Tata Letak

Handy Burase, S.Pi

Penerbit :

Loka Riset Budidaya Rumput Laut

Redaksi :

Jl. Pelabuhan Etalase Perikanan, Desa Tabulo Selatan Boalemo 96265

Tel +81241348584 Email :lppbrl@yahoo.com

Distributor Tunggal :

Jl. Pelabuhan Etalase Perikanan, Desa Tabulo Selatan Boalemo 96265

Tel +81241348584 Email :lppbrl@yahoo.com

Cetakan pertama @ 2016

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

(3)

Page | ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan petunjuk teknis “Teknologi Produksi Bibit Rumput Laut Gracilaria sp. Unggul

Melalui Peremajaan Stek”. Petunjuk teknis ini merupakan panduan praktis

yang dapat diterapkan oleh para pembudidaya skala kecil untuk mendapatkan bibit rumput laut G. verrucosa hasil peremajaan.

Penyusunan petunjuk teknis ini telah melalui beberapa proses seperti studi pustaka, penelitian langsung di lapangan dan pengumpulan data baik primer maupun sekunder. Petunjuk teknis ini merupakan dokumen yang akan terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan kebutuhan di lapangan serta masukan pihak- pihak yang terkait. Petunjuk teknis ini memuat bagaimana proses melakukan peremajaan rumput laut G.verrucosa melalui metode stek yang meliputi: pemilihan lokasi, kriteria bibit, penanganan bibit, pemotongan bibit dengan metode stek, pemeliharaan, perbanyakan bibit hasil peremajaan, budidaya bibit hasil peremajaan hingga proses pemanenan rumput laut G. verrucosa.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penyelesaian petunjuk teknis ini. Kami senantiasa terbuka kepada semua pihak atas semua masukan yang konstrukstif demi penyempurnaan petunjuk teknis ini. Kami juga memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat pada tulisan ini.

Boalemo, 2016

(4)

Page | iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. BIOLOGI RUMPUT LAUT ... 3

2.1. Morfologi dan Klasifikasi Gracilaria sp. ... 3

2.2. Perkembangbiakan Rumput Laut Gracilaria sp. ... 5

2.3. Ekologi dan Penyebaran ... 5

2.4. Pertumbuhan ... 5

2.5. Kandungan Agar ... 6

BAB III. PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT Gracilaria sp. ... 7

3.1. Kondisi Lingkungan ... 7

3.1.1. Fisika Perairan ... 7

3.1.2. Kimia Perairan ... 8

3.2. Aspek Non Teknis ... …….. 9

BAB IV. PEREMAJAAN BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa DENGAN METODE STEK ... 11

4.1. Persiapan Tambak dan Wadah ... 11

4.2. Pengadaan dan Pemilihan Bibit ... 13

4.3. Pengangkutan dan Penyimpanan Bibit Sebelum Akan Ditanam ... 14

4.4. Pemotongan Bibit dengan Metode Stek ... 14

4.5. Pengkayaan Nutrient ... 15

4.6. Perbanyakan Bibit Rumput Laut Hasil Stek ... 16

BAB V. BUDIDAYA BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa HASIL STEK ... 17

5.1. Penebaran Bibit Hasil Stek ... 17

5.2. Pemeliharaan dan Pemantauan Hama ... 17

5.3. Panen ... 18

5.3. Penyimpanan/Pergudangan ... 19

BAB VI. PENUTUP ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(5)

Page | iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumput laut G. verrucosa dengan dengan talus warna hijau (a), talus kuning coklat (b) dan talus coklat (c) …………. 4 Gambar 2. Rumus molekul agar (C12H14O5(OH)4)n ………... 6

Gambar 3. (a) Pematang dan konstruksi tambak budidaya; (b)

Pengeringan dasar tambak; (c) Pemupukan dasar tambak; (d) Tambak yang siap ditanami bibit rumput laut G.

Verrucosa ……… 12

Gambar 4. (a) Ilustrasi desain wadah penampungan rumput laut G

verrucosa hasil stek (b) Kotak waring sebagai wadah

penampungan bibit selama melakukan aklimatisasi di

tambak ……… 12

Gambar 5. Penempatan wadah perbanyakan bibit rumput laut

G.Verrucosa hasil stek di tambak ……… 13

Gambar 6. Rumput laut G. verrucosa yang siap dijadikan bibit …………. 13

Gambar 7. (a) dan (b) Pemotongan talus bibit rumput laut G.

verrucosa dengan metode stek, (c,d) talus rumput laut

bagian ujung yang telah dipotong dengan panjang stek 9

cm ………. 15

Gambar 8. Petak perbanyakan bibit rumput laut G. verrucosa hasil

peremajaan dengan metode stek ……… 16

Gambar 9. Bibit rumput laut G. verrucosa hasil peremajaan yang telah

disebar ditambak ……….. 17

Gambar 10. (a) Proses pemanenan, (b) penjemuran rumput laut G.

Verrucosa ………. 18

(6)

Page | 1

BAB I

PENDAHULUAN

Rumput laut Gracilaria sp. merupakan penghasil bahan baku agar yang penting, dimana 80% total produksi agar di dunia bersumber dari Gracilaria sp. dan 20% bersumber dari Gelidium sp. Gracilaria verrucosa merupakan salah satu jenis rumput laut penghasil agar (agarofit) yang banyak dibudidayakan di perairan Indonesia. Terdapat senyawa hidrokoloid yang bersifat gelatin dan digunakan sebagai pengental pada industri makanan (Anggadiredja et al., 2006). Permintaan pasar dunia terhadap rumput laut Gracilaria sp. terus meningkat, hal ini sangat didukung oleh pemanfaatan hasil olahan ekstrak jenis makroalga ini sebagai bahan dasar dalam industri makanan, kosmetik, farmasi, maupun sebagai bahan pendukung dalam industri lain, seperti industri: kertas, tekstil, fotografi, semir sepatu, pasta gigi, pengalengan ikan/daging, dan pupuk. (Wong dan Cheung, 2000).

Namun hingga saat ini jumlah hasil produksi G. verrucosa yang tersebar di sentra budidaya di Indonesia belum dapat memenuhi tingginya permintaan pasar terutama pada industri agar. Salah satu hambatan produksi rumput laut di Indonesia adalah keterbatasan ketersediaan bibit berkualitas baik. Selama ini, para pembudidaya Gracilaria sp. selalu menggunakan bibit secara berulang-ulang dan tidak melakukan perlakuan khusus sebelum ditanam kembali. Kebiasaan ini yang diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan kualitas maupun kuantitas serta rentan terhadap serangan penyakit yang berdampak pula pada penurunan produksi. Selain itu saat ini para pembudidaya rumput laut Gracilaria sp. belum memiliki standarisasi keseragaman ukuran bibit yang siap tebar. Para pembudidaya biasanya hanya melakukan perbanyakan dengan memecah rumpun bibit rumput laut/ memisahkan rumpun secara tradisional.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi G.

verrucosa adalah dengan cara pengelolaan penyediaan bibit berkualitas secara

kontinu. Hal ini karena keberhasilan suatu usaha budidaya rumput laut sangat tergantung pada interaksi antara faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal yaitu terkait pemilihan lokasi yang sesuai dengan jenis rumput

(7)

Page | 2 laut, juga faktor yang erat hubungannya dengan karakteristik lingkungan perairan setempat. Selain itu faktor internal seperti asal talus, panjang stek dan bobot bibit yang digunakan turut mendukung keberhasilan budidaya rumput laut (Anggadiredja et al., 2006). Interaksi yang baik antara kedua faktor ini akan menghasilkan kualitas rumput laut yang baik pula. Penggunaan panjang stek dan sumber talus yang tepat diharapkan dapat memberikan pertumbuhan optimal dan juga lebih ekonomis.

Saat ini metode pengembangan bibit rumput laut sudah banyak dilakukan, baik skala laboratorium (kultus jaringan, kultur eksplan dan rekayasa genetik) maupun skala massal di lapangan (seleksi varietas, dan peremajaan melalui metode stek). Masing-masing metode tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Untuk perbanyakan skala laboratorium memerlukan biaya yang banyak, sumber daya manusia dengan keahlian tertentu, waktu yang relatif lama, dan juga peralatan yang canggih. Sedangkan metode konvensional (perbanyakan massal melalui seleksi varietas dan metode stek) relatif lebih singkat, lebih mudah, peralatan sederhana, teknologi yang cukup mudah untuk diadopsi pembudidaya tanpa memerlukan keahlian khusus.

Pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa talus rumput laut yang terpotong atau patah dapat tumbuh menjadi individu baru yang berkembang dengan baik. Penelitian sebelumnya dengan pendekatan bioteknologi seperti kultur jaringan mengatakan bahwa pada panjang stek 1 cm sudah dapat menghasilkan tunas. Panjang tunas sampai akhir penelitian mencapai 2,53: 2,32: dan 1,87 cm pada masing-masing perlakuan panjang eksplan 2, 3 dan 1 cm (Parenrengi dan Amini, 1994). Penelitian lanjutan juga dilakukan oleh Pong masak (2015) dengan metode stek dan diketahui bahwa rekomendasi panjang stek untuk G. verrucosa adalah 7- 9 cm.

Pada petunjuk teknis ini akan dibahas mengenai teknis peremajaan bibit rumput laut Gracilaria sp. melalui metode stek, sehingga dapat menjadi acuan bagi para pembudidaya untuk mendapatkan bibit rumput laut siap tebar. Khusus pada petunjuk teknis ini akan dibahas mengenai ukuran talus optimum sebagai bibit, asal talus bibit dan metode melakukan penyetekan bibit. Penggunaan bibit hasil peremajaan ini diharapkan dapat meningkatkan produksi rumput laut G. verrucosa yang berkualitas secara kontinu dan dapat mengimbangi tingginya permintaan terhadap agar baik domestik dan internasional.

(8)

Page | 3

BAB II

BIOLOGI RUMPUT LAUT

Pengetahuan mengenai aspek biologi, ekologi maupun aspek sosial mutlak diketahui oleh para pembudidaya dalam rangka pengembangan budidaya rumput laut G. verrucosa secara optimum.

2.1 Morfologi dan klasifikasi Gracilaria sp.

Rumput laut (seaweed) secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya bersifat bentik dan hidup di daerah perairan dangkal, berpasir, berkarang, daerah pasang surut, jernih dan biasanya menempel pada karang mati. Dari segi morfologi rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan tumbuhan ini mempunyai bentuk yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda (Aslan, 1998).

Istilah rumput laut itu sendiri bukanlah istilah taksonomik, melainkan istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan sejumlah alga laut ukuran besar yang masuk dalam kelompok Chlorophyceae (alga hijau), Rhodophyceae (alga merah), Phaeophyceae (alga coklat), dan Cyanophyceae (alga biru-hijau). Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati, tetapi hanya menyerupai batang yang disebut

talus.

Masuknya material atau unsur hara ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi pada seluruh bagian permukaan tubuh rumput laut. Bila difusi makin banyak akan mempercepat proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air (Doty dan Glenn, 1981).

Bentuk talus rumput laut bermacam-macam, antara lain: bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut. Talus tersusun oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler), percabangan talus ada yang

dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang

(9)

Page | 4 juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi talus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur (calcareous}, lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut

(spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al.,1978).

Menurut Dawson (1946), yang dikutip oleh Soegiarto et al. (1978), rumput laut jenis Gracilaria memiliki sistematika klasifikasi sebagai berikut :

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Gracilariaceae Genus : Gracilaria

Spesies : Gracilaria verrucosa.

Rumput laut Gracilaria, merupakan salah satu jenis alga merah yang banyak mengandung gel, dimana gel ini memiliki kemampuan mengikat air yang cukup tinggi. Jenis rumput laut ini mempunyai nilai ekonomis tinggi dan termasuk golongan agarophyte. Ciri-ciri khusus dari Gracilaria adalah talus berbentuk silindris dan permukaannya licin bewarna hijau, coklat, kuning, kuning-coklat atau kuning-hijau (Gambar 1).

Talus tersusun oleh jaringan yang kuat, bercabang-cabang dengan panjang kurang lebih 250 mm, garis tengah cabang antara 0,5-2,0 mm. Percabangan

alternate yaitu posisi tegak percabangan berbeda tingginya, bersebelahan atau

pada jarak tertentu berbeda satu dengan yang lain, kadang-kadang hampir

dichotomous dengan pertulangan lateral yang memanjang menyerupai rumput.

Bentuk cabang silindris dan meruncing di ujung cabang (Rachmat, 1999).

Gambar 1. Rumput laut G. verrucosa dengan dengan talus warna hijau (a), talus kuning coklat (b) dan talus coklat (c)

(10)

Page | 5

2.2 Perkembangbiakan Rumput Laut Gracilaria sp.

Perkembangan rumput laut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan menghasilkan spora. Reproduksi secara vegetasi menurut Meiyana et al., (2001) adalah proses perbanyakan secara vegetatif yang berlangsung tanpa melalui perkawinan, setiap bagian cabang rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi tanaman rumput laut yang mempunyai sifat seperti induknya, atau perkembangbiakannya bisa dilakukan dengan campur tangan manusia melalui cara menstek. Sementara perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit (Anggadireja, 2006).

2.3 Ekologi dan Penyebaran

Gambaran umum rumput laut adalah makrobenthik (besar dan melekat), organisme autothrophik yang membutuhkan cahaya untuk keberlangsungan hidupnya sehingga rumput laut tidak dapat hidup pada kedalaman laut yang tidak ada penetrasi cahaya. Ukuran, bentuk dan warna rumput laut bervariasi. Rumput laut dapat ditemukan dibeberapa variasi habitat sepanjang pantai dan melekat pada banyak jenis substrat seperti pasir, lumpur, batu, cangkang hewan laut, karang, kayu dan jenis rumput laut lainnya (Guanzon, 2003).

2.4 Pertumbuhan

Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat atau pun panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut antara lain jenis, galur, bagian talus dan umur sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keadaan lingkungan fisik dan kimiawi perairan. Namun demikian selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yaitu faktor pengelolaan yang dilakukan oleh manusia. Menurut Anggadiredja dkk.(2006) menyatakan bahwa pertumbuhan rumput laut dikatakan baik bila laju

(11)

Page | 6 pertumbuhan hariannya tidak kurang dari 3%/hari. Selanjutnya Pong-Masak (2011) juga menambahkan bahwa bibit rumput laut dikatakan unggul jika memiliki nilai laju pertumbuhan harian (LPH) > 5%/hari.

2.5 Kandungan Agar

Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat atau pun panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal berpengaruh terhadap pertumbuhan rumput laut antara lain jenis, galur, bagian talus dan umur sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keadaan lingkungan fisik dan kimiawi perairan. Namun demikian selain faktor-faktor tersebut, ada faktor lain yaitu fak Agar adalah senyawa hidrokoloid dari rumput laut yang mempunyai kekuatan gel yang besar, terutama dihasilkan oleh ganggang merah dari Gracilaria sp. Agar mengandung agarose yang merupakan polisakarida netral (tidak bermuatan) dan agaropektin yang merupakan polisakarida bermuatan sulfat. Rumus molekul agar adalah (C12H14O5(OH)4)n (Gambar 2.) Sebagai gelling agent agar

banyak diaplikasikan dalam industri makanan, farmasi dan kosmetik. Sifat agarose yang tidak bermuatan ini membuat agarose banyak diaplikasikan dalam bidang bioteknologi, baik sebagai media kultur ataupun media elektroforesis. Dalam bidang bioteknologi agarose yang merupakan agar murni digunakan sebagai salah satu komponen pembuatan media kultur mikroba dan tanaman (Istini et al 2001).

Gambar 2. Rumus molekul agar (C12H14O5(OH)4)n

Tiap jenis Gracilaria sp. mempunyai kandungan agar yang berbeda persentasenya tergantung pada bibit, umur, metode budidaya, unsur hara dan panen. Jenis Gracilaria sp., kandungan agarnya bervariasi menurut spesies dan lokasi pertumbuhannya yang umumnya berkisar antara 16–45 % (Yunisal, 2002).

(12)

Page | 7

BAB III

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Gracilaria sp.

Pemilihan lokasi menjadi dasar utama untuk penempatan kegiatan budidaya rumput laut. Lokasi budidaya yang tepat dapat memaksimalkan kegiatan produksi rumput laut. Tambak yang digunakan untuk budidaya rumput laut harus memenuhi berbagai aspek meliputi aspek biologi, kimia, fisika serta aspek non teknis seperti di bahwa ini:

3.1. Kondisi Lingkungan 3.1.1. Fisika Perairan

o Suhu

Gracilaria juga memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap suhu

(temperatur). Kemampuan adaptasi algae (Gracilaria) sangatlah bervariasi bergantung pada lingkungan dimana tumbuhan tersebut hidup. Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan rumput laut. Suhu air laut dapat berpengaruh terhadap beberapa fungsi fisiologi rumput laut seperti fotosintesis, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi (Dawes, 1981). Perbedaan suhu air yang terlalu besar antara siang dan malam hari dapat mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini terjadi di perairan yang terlalu dangkal khususnya di tambak Chen dan Shang (1976) dalam Sjafrie (1990) menyatakan bahwa temperatur optimum yang diperlukan untuk budidaya

Gracilaria adalah 20-28 ⁰C.

o Kecerahan Air

Cahaya matahari diperlukan dalam fotosintesis mengingat Gracilaria sebagai tumbuhan berklorofil, maka fotosintesis merupakan proses utama penentu laju pertumbuhannya. Hal ini dikarenakan fotosintesis merupakan proses pengubahan zat anorganik menjadi zat organik dengan bantuan sinar matahari yang kemudian digunakan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang secara normal (Rifai, 2002).

(13)

Page | 8

3.1.2. Kimia Perairan

o Salinitas

Parameter ini merupakan faktor lingkungan yang penting bagi kehidupan organisme perairan. Setiap organisme memiliki toleransi yang berbeda terhadap kisaran salinitas. Untuk budidaya rumput laut G.

Verrucosa di tambak, salinitas yang dibutuhkan berkisar 15-30 ppt dengan

salinitas optimal 15-25 ppt (Anggadireja et al., 2006). Fluktuasi salinitas diluar kisaran yang tinggi akan menyebabkan stres pada rumput laut. Selanjutnya, Kadi dan Atmadja (1988) menyatakan bahwa untuk usaha budidaya Gracilaria di Indonesia, kisaran salinitas 18–32 mg/L dengan salinitas optimum adalah 25 mg/L.

o Nilai pH

Power of hydrogen merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hidrogen

dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air (Saeni, 1989). Perubahan nilai pH air laut (asam atau basa) akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas biologis. pH air yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah 7-8 (Meiyana et al., 2001).

o Nitrat

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami. Nitrat

merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan.

o Posfat

Posfat merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air karena berperan penting dalam penyediaan energi terutama dapat berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi suatu organisme. Posfat juga merupakan senyawa kimia yang sangat penting untuk menunjang kehidupan organisme di perairan karena berperan dalam pertumbuhan organisme dan merupakan salah satu faktor penentu kesuburan perairan. Posfat berada dalam sedimen dan lumpur air bersama dengan kehidupan biologis yang berada di atas airdan dapat dijadikan sebagai parameter untuk mendeteksi pencemaran perairan.Secara umum kisaran posfat untuk pertumbuhan optimum rumput laut yaitu 0,02 – 1 mg/L (Effendi, 2000).

(14)

Page | 9 o Pencemaran

Perairan sebagai sumber air yang digunakan harus bebas dari bahan pencemar baik dari kegiatan pertanian, limbah rumah tangga maupun industri. Konsentrasi bahan pencemar yang tinggi pada suatu perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Bahan-bahan pencemar tersebut akan menurunkan mutu kualitas rumput laut.

3.2. Aspek Non Teknis

o Keterjangkauan

Lokasi budidaya yang dipilih sebaiknya lokasi yang mudah dijangkau. Terdapat sarana prasarana yang memadai sehingga akan memudahkan aktivitas budidaya serta penanganan pasca panen dan pemasaran hasil panen.

o Ketersediaan Tenaga Kerja

Ketersediaan tenaga kerja yang menguasai budidaya rumput laut akan menetukan keberlanjutan suatu usaha budidaya. Sebaiknya tenaga kerja yang dipilih tinggal di sekitar lokasi budidaya, sehingga mempermudah dalam melakukan budidaya dan dapat menghemat biaya produksi dan waktu serta memberikan kesempatan kerja pada penduduk lokal.

o Legalitas Lokasi/Lahan

Pemilihan lokasi sebaiknya tidak menimbulkan konflik dengan kepentingan lain. Para pelaku budidaya rumput laut sebaiknya meningkatkan kepastian hukum terhadap usaha budidaya yang sedang dilakukan dengan mengupayakan terpenuhinya aspek legalitas sesuai peraturan menteri Kelautan dan Perikanan atau lembaga terkait.

o Jaminan Keamanan Lokasi

Sebaiknya memilih lokasi budidaya yang mudah dilakukan kegiatan pengontrolan perkembangan rumput laut dan penjagaan keamanan.

(15)

Page | 10 o Jaminan Keamanan Lokasi

Salah satu faktor yang tidak kalah penting dan menjadi penentu dalam melakukan kegiatan budidaya adalah budaya masyarakat sekitar. Pendekatan yang baik serta hubungan sosial dengan masyarakat sekitar harus terjalin dengan baik sehingga akan meciptakan suasana kondusif selama melakukan usaha budidaya.

(16)

Page | 11

BAB IV

PEREMAJAAN BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria

verrucosa DENGAN METODE STEK

4.1. Persiapan Tambak dan Wadah

Setelah pemilihan lokasi dipastikan maka dilakukan persiapan tempat/wadah pemeliharaan bibit dan budidaya rumput laut yaitu berupa tambak dengan luasan tertentu. Petakan tambak budidaya yang akan digunakan harus memiliki pintu pemasukan dan pintu pengeluaran air yang berfungsi untuk menjamin adanya resirkulasi air dengan mengandalkan pasang surut air laut. Ketinggian pematang tambak dibuat dengan posisi lebih tinggi dari pasang tertinggi air laut. Selain itu pematang tambak juga harus dikonstruksi dengan kuat sehingga tidak mudah mengalami kebocoran khususnya pada musim hujan. Pematang tambak dibuat dengan lebar 1-2 m sehingga dapat digunakan sebagai jalan untuk memudahkan pengangkutan hasil panen serta bisa juga tempat penjemuran hasil panen (Gambar 3a).

Petak tambak dikeringkan secara keseluruhan selama 1-2 hari hingga tanah dasar tambak pecah-pecah dan saluran air dibersihkan untuk memberantas hama dan hewan air lainnya yang dapat menggangu proses budidaya rumput laut (Gambar 3b). Setelah itu air dimasukkan ke dalam petak tambak sampai kedalaman 10-20 cm, dan dibiarkan tergenang selama 24 jam, rendaman air yang didiamkan tersebut kemudian dibuang dan dikeringkan kembali selama 1 hari. Penambahan kapur pada dasar tambak dapat dilakukan jika diperlukan disesuaikan dengan kondisi pH tambak yang akan digunakan. Kadar pH tambak yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut G. verrucosa berkisar 6-8.

Hama yang masih terdapat pada tambak dapat dihilangkan dengan menggunakan saponin dengan dosis 20 mg/L. Proses selanjutnya adalah pemupukan pada dasar tambak (Gambar 3c). Pupuk yang biasa digunakan oleh petani adalah pupuk komersil dengan dosis 50kg/ha. Proses pemupukan dilakukan pada ketinggian air 30 cm dan dibiarkan selama 3 hari, setelah itu ketinggian air kembali dinaikkan sampai kedalam 50-80 cm dan tambak siap untuk ditanami bibit rumput laut (Gambar 3d).

(17)

Page | 12

Gambar 3. (a) Pematang dan konstruksi tambak budidaya; (b) Pengeringan dasar tambak; (c) Pemupukan dasar tambak; (d) Tambak yang siap ditanami bibit

rumput laut G. verrucosa.

Persiapan alat dan bahan lainnya yang digunakan adalah membuat wadah aklimatisasi bibit rumput laut berupa kotak waring besi berukuran 50x50x50 cm (Gambar 4a,4b) yang telah dilapisi waring sebagai wadah penampungan sementara dan kotak waring yang ditancapkan di dasar tambak berukuran 3x3x1 m (Gambar 5) sebagai wadah perbanyakan bibit Gracilaria sp. hasil stek.

Gambar 4. (a) Ilustrasi desain wadah penampungan rumput laut G verrucosa hasil stek (b) Kotak waring sebagai wadah penampungan bibit selama melakukan

aklimatisasi di tambak

c d

a

(18)

Page | 13

Gambar 5. Penempatan wadah perbanyakan bibit rumput laut G. verrucosa hasil stek di tambak

4.2. Pengadaan dan Pemilihan Bibit

Kualitas dan kuantitas produksi budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh bibit rumput laut yang digunakan, maka kegiatan penyediaan bibit harus direncanakan dan memperhatikan sumber perolehan. Menurut Pong Masak (2013) syarat bibit rumput laut yang baik untuk dilakukan peremajaan dengan metode stek (Gambar 6) adalah:

a) monospesies atau tidak tercampur dengan jenis bibit rumput laut lainnya. b) kultivar yang memiliki talus bercabang banyak, rimbun, dan ujung-ujung

talus yang runcing.

c) talus rumput laut secara morfologi kelihatan bersih, segar, dan berwarna cerah.

d) stok bibit yang berasal dari pembudidaya berumur ± 30 hari.

e) talus tidak berlendir, tidak rusak, tidak patah-patah, tidak berbau busuk pada saat akan dilakukan penanaman awal.

f) talus rumput laut bebas dari penyakit (bercak-bercak putih dan juga serangan lumut).

(19)

Page | 14

4.3. Pengangkutan dan Penyimpanan Bibit Sebelum Akan Ditanam Kembali

Penanganan bibit dari lokasi pengambilan bibit yang jauh dari lokasi budidaya dilakukan sebagai berikut :

a) bibit dijaga agar tetap lembab/basah selama dalam pengangkutan, ditutupi dengan terpal plastik,

b) bibit dijaga agar terhindar dari air tawar, hujan, minyak, dan kotoran lainnya yang dapat merusak bibit.

c) bibit terhindar dari sinar matahari secara langsung dalam waktu lama, d) bibit tidak boleh tertekan oleh beban berat di atasnya,

e) pengangkutan bibit dalam waktu yang lama (>1 jam) perjalanan darat, dilakukan pada suhu udara dingin (malam hari) sehingga bibit tidak stress setelah tiba di lokasi kegiatan budidaya.

Bibit yang telah tiba di lokasi harus segera ditanam untuk meminimasi kerusakan bibit rumput laut. Apabila karena suatu hal tidak bisa segera ditanam atau waktunya tidak memungkinkan, sebaiknya bibit dikeluarkan dari wadah pengangkutan dan dipindahkan ke dalam tempat penampungan berupa hapa yang ditancapkan di dasar tambak. Kemudian bibit rumput laut disebar dengan tetap memperhatikan padat penebaran agar talus tidak menumpuk. Penempatan hapa sebaiknya harus mempertimbangkan agar tetap terendam air tambak.

4.4. Pemotongan Bibit Dengan Metode Stek

Kegiatan diawali dengan penyediaan bibit dengan kriteria morfologi bibit yang baik. Bibit kemudian dibersihkan dari penempelan lumpur dan kotoran lainnya. Talus rumput laut yang telah bersih dipotong dengan menggunakan pisau cutter yang tajam dengan panjang stek 7-9 cm. Bagian talus yang dipotong adalah dari bagian ujung talus dan bagian tengah talus, karena berdasarkan hasil penelitian Pong-Masak (2016) bahwa bagian ujung dan tengah talus memberikan laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan talus yang bagian pangkal. Pemotongan talus rumput laut dilakukan pada bagian ujung rumput laut, sehingga didapatkan talus yang masih muda dengan percabangan yang lebih banyak. Selain itu pemotongan talus juga dilakukan dengan perlahan-lahan serta hati – hati agar tidak merusak talus rumput laut. Potongan talus

(20)

Page | 15 tersebut kemudian dimasukkan dalam wadah penampungan sementara dan dijaga agar kondisinya selalu basah.

Gambar 7. (a) dan (b) Pemotongan talus bibit rumput laut G. verrucosa dengan metode stek, (c,d) talus rumput laut bagian ujung yang telah dipotong dengan

panjang stek 9 cm.

4.5. Pengkayaan Nutrient

Pengkayaan nutrien dilakukan pada wadah tandon/bak (ukuran disesuaikan). Wadah yang telah disiapkan diisi air tambak yang sudah disaring dengan filter bag, kemudian akuarium diberi pupuk organik komersil dengan dosis 0,05 ml/L. Setelah penambahan pupuk tersebut, akuarium diberi aerasi dengan bantuan blower dan akuarium siap untuk dimasukan potongan rumput laut hasil stek dengan panjang 7-9 cm yang telah dipotong sebelumnya dengan kepadatan 500g/m2. Perendaman dilakukan selama 8-12 jam kemudian rumput laut tersebut dipindah dan disebar pada wadah kotak waring berukuran 50x50x50 cm untuk dilakukan aklimatisasi di tambak.

U J U N G a b c d

(21)

Page | 16

4.6. Perbanyakan Bibit Rumput Laut Hasil Stek

Rumput laut yang telah direndam pada pupuk organik dan telah diaklimatiasi di tambak kemudian dilakukan perbanyakan pada waring berukuran 3x3x1 m yang ditancapkan pada tambak yang telah disiapkan, kemudian dipelihara selama 30 hari untuk dilakukan perbanyakan sehingga didapatkan bibit hasil peremajaan siap tebar di tambak. Ketinggian air pada waring pemeliharaan mengikuti ketinggian air tambak.

Gambar 8. Petak perbanyakan bibit rumput laut G. verrucosa hasil peremajaan dengan metode stek.

(22)

Page | 17

BAB V

BUDIDAYA BIBIT RUMPUT LAUT Gracilaria

verrucosa HASIL STEK

5.1. Penebaran Bibit Hasil Stek

Bibit hasil peremajaan dengan metode stek yang telah dipelihara selama 30 hari, siap untuk disebar ke dasar tambak. Penebaran bibit rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk meminimalisir stress pada rumput laut dan disebar secara merata pada dasar tambak. Padat penebaran yang direkomendasikan adalah 2,2 ton/ha.

Gambar 9. Bibit rumput laut G. verrucosa hasil peremajaan yang telah disebar ditambak

5.2. Pemeliharaan dan Pemantauan Hama

Pemeliharaan rumput laut dilakukan dengan cara membersihkan kotoran yang menempel khususnya lumut serta rumput laut liar yang tumbuh di dalam tambak dan juga pemecahan rumpun rumput laut yang sudah tumbuh rimbun. Selama pemeliharaan dilakukan juga pengamatan pertumbuhan rumput laut per minggu. Pergantian air merupakan faktor kunci keberhasilan dalam pemeliharaan rumput laut Gracilari sp. Pergantian air dilakukan minimal setiap 3 hari sekali dan kedalaman air terjaga 30-50 cm.

(23)

Page | 18 Pada saat musim kemarau, pergantian air lebih sering dilakukan untuk menghindari salinitas air tinggi akibat penguapan air tambak sedangkan pada musim penghujan salinitas air tambak dijaga agar tidak terlalu rendah. Pastikan kedalaman air tambak pada saat pemeliharaan dengan mempertahankan kedalaman air antara 30-50 cm selama 4 minggu pertama pemeliharaan agar pertumbuhan cabang lebih cepat. Pada minggu kelima sampai minggu ketujuh pemeliharaan, diatur ketinggian air pada kedalaman 50–80 cm untuk memperlambat pertumbuhan cabang dan meningkatkan pembentukan kandungan agar yang lebih tinggi.

5.3. Panen

Pemanenan dilakukan setelah rumput laut berumur 45-60 hari untuk mendapatkan kadar agar dan kekuatan gel yang optimal. Rumput laut yang akan dipanen harus dibersihkan dari kotoran –kotoran yang menempel seperti siput, lumut,pasir dan kotoran lainya. Umumnya kandungan agar-agar yang terdapat pada rumput laut Gracilaria berkisar antara 16-45% (Kadi dan Atmadja 1988). Menurut Food Agriculture Organization (FAO) kadar air 15-21%, kadar abu 4%. Di jepang agar-agar digolongkan mutu superior jika kekuatan gelnya lebih besar dari 600 g/cm2, (Suryaningrum et.al 1994). Pemanenan dilakukan dengan mengangkat rumput laut dari dasar tambak kemudian dicuci dengan air tambak sebelum dimasukkan ke perahu untuk selanjutnya diangkut di darat. Panen rumput laut sebaiknya dilakukan pada pagi hari agar penjemuran langsung bisa dilakukan di atas para-para yang telah disiapkan. Hindari panen pada saat hujan karena akan menurunkan kualitas rumput laut.

Gambar 10. (a) Proses pemanenan, (b) penjemuran rumput laut G. Verrucosa.

(24)

Page | 19

5.3. Penyimpanan/Pergudangan

Setelah rumput laut dikeringkan kemudian dilakukan pengemasan (packing) dengan menggunakan karung goni. Rumput laut yang telah kering kemudian dimasukkan ke dalam karung goni dengan volume tertentu (sesuai dengan ukuran karung goni) kemudian dijarum pada bagian ujung sisi karung dan disimpan di gudang sebelum diangkut oleh pembeli. Dalam penyimpanan senantiasa rumput laut dijaga agar tidak terkena air tawar. Oleh karena itu, atap tempat penyimpanan tidak boleh bocor dan sirkulasi udara dalam gudang harus cukup baik. Tumpukan kemasan rumput laut juga diberi alas papan dari kayu agar tidak lembab.

(25)

Page | 20

BAB VI

PENUTUP

Pengembangan bibit rumput laut G. verrucosa dengan metode stek merupakan salah satu metode alternatif dalam upaya penyediaan bibit rumput

laut G. verrucosa yang berkualitas baik. Dalam melakukan peremajaan bibit

rumput laut dengan metode stek sangat dianjurkan untuk menggunakan bagian ujung talus sebagai calon bakal bibit sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi rumput laut. Pola manajemen yang teratur dalam pengelolaan bibit mutlak dilakukan oleh pembudidaya sehingga keterbatasan ketersediaan bibit dapat di atasi dan proses budidaya tidak terhambat.

Sosialisasi teknologi ini harus dilakukan melalui pelatihan-pelatihan kepada pembudidaya dan stakeholderlainnya. Namunp pelaksanaan dan adopsi teknologi peremajaan bibit G. verrucosa. dengan metode stek ini harus didukung oleh keinginan para pembudidaya sendiri untuk merubah pola pikir dan kebiasaan–kebiasaan cara budidaya yang lama dengan lebih terbuka terhadap adanya penemuan–penemuan teknologi terbaru baik oleh swasta maupun negeri untuk pengembangan budidaya rumput laut jenis Gracilaia sp. Semoga dengan adanya petunjuk teknis ini dapat menjadi salah satu referensi untuk membantu pembudidaya dalam menghasilkan bibit rumput laut G.

(26)

Page | 21

DAFTAR PUSTAKA

Anggadireja J.T., Zatnika A., Purwanto H., dan Istini S. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya, Jakarta.

Aslan L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 89 hal. Dawes C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. University of South

Florida. New York.

Effendi. 2000. Telaah Kualitas Air. Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

FAO. 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China. http://www.fao.org/docrep/field/003/AB730E/AB730E00.htm. [11 Juni 2012]

Guanzon N.G. Jr. 2003. Seaweed Biology and Ecology.Responsible Aquaculture

Development Training Programe. Aquaculture Department SEAFDEC,

Tingbauan. Iloilo. Philiphines.

Istini S., Zatnika A., dan Suhaimi. 2001. Manfaat dan Pengolahan Rumput Laut Seafarming Workshop Report November Part II, Bandar Lampung. Kadi A dan Atmadja W.S. 1988. Rumput Laut: Jenis, Reproduksi, Produksi,

Budidaya dan Pasca Panen. Sei Sumberdaya Alam. 71 hal.

Meiyana M., Evalawati dan Prihaningrum A. 2001. Biologi Rumput Laut. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung.

Parenrengi, A dan Amini S. 1994. Kultur Rumput Laut Gracilaria verrucosa

Secara in Vitro pada Berbagai Panjang Eksplan. Balai Penelitian

Perikanan Budidaya Pantai. Maros.

Pong-Masak P.R., Tjaronge M., Parenrengi A., dan Rachmansyah. 2011. Produksi Bibit Unggul Rumput Laut, Kappaphycus alvarezii Cepat Tumbuh dengan Metode Seleksi Klon. Makalah dipresentasekan pada acara Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA)Denpasar - Bali, tanggal 19-21 Juli 2011. 10 hal.

(27)

Page | 22 Pong-Masak P.R., Sahrijannah A., dan Septiningsi, E. 2013. Penentuan “cut off “ seleksi varietas untuk produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria

verrucosa cepat tumbuh. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan (p. GN-17). Yogyakarta,

Indonesia : Universitas Gadjah Mada.

Pong-Masak P.R. 2015. Pong-Masak, P.R., Sahrijannah, A., & Septiningsih, E. 2013. Penentuan “cut off “ seleksi varietas untuk produksi bibit unggul rumput laut Gracilaria verrucosa cepat tumbuh. Dalam Prosiding

Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan (p.

GN-17). Yogyakarta, Indonesia : Universitas Gadjah Mada.

Pong-Masak P.R. 2016. Pengembangan Teknologi Peremajaan Bibit Rumput Laut Gracilaria verrucosa Dengan Metode Stek. 25 Hal.

Rachmat R. 1999. Potensi Alga Coklat di Indonesia dan Prospek Pemanfaatannya. IFI. 31-35.

Doty M.S., dan Glenn E.P.1981. Aquatic Botany. Photosynthesis and Respiration of the Tropical Red Seaweeds, Eucheuma striatum (Tambalang and Elkhorn Varieties) and E. Denticulatum . Elseiver Scientific Publishing Company. Amsterdam.

Rifai M.A. 2002. Kamus Biologi. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Pustaka. 512 hal. Saeni M.S. 1989. Kimia Lingkungan. PAU-IPB. Bogor. 151 hal.

Sjafrie N.D.M. 1990. Beberapa Catatan Mengenai Rumput Laut Gracilaria. Bul. Manfaat, Pewarta Oceana. Vol. XV LON_LIPI, Jakarta. 61 hal.

Soegiarto A., Sulistijo., Atmadja W.S., dan Mubarak H. 1978. Rumput Laut (Algae). Manfaat, Potensi, dan UsahaBudidaya. Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI. Jakarta.Source:http://risnotes.com/2012/01/mengenal-rumput-laut-jenis-eucheuma-cottonii/#ixzz1s6muIVuO. Diunduh tanggal 9 Agustus 2012.

Suryaningrum T.D., Murtini J.T., Wibowo S., dan Suherman M. 1994. Kajian Sifat Fisik dan Organoleptik Tepung Agar-Agar dari Rumput Laut Gracilaria Tambak. Jurnal Pasca panen Perikanan (83): 1-12.

(28)

Page | 23 Wong K.H., and Cheung. 2000. Nutritional evaluation of some subtropical ed

and green seawssd : Part II – In Vitro Protein Digestibelity and Amino Acid Profiles of Protein Concentrates. Food Chemitry. 72 : 11 - 17. Yunizal. 2002. Teknologi Ekstraksi Agar-agar dari Rumput Laut Merah

(Rhodophyceae). Jakarta: Pusat Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Gambar

Gambar 1.  Rumput laut G. verrucosa dengan dengan talus warna hijau (a), talus  kuning coklat (b) dan talus coklat (c)
Gambar 2. Rumus molekul agar (C 12 H 14 O 5 (OH) 4 )n
Gambar 3. (a) Pematang dan konstruksi tambak budidaya;  (b) Pengeringan dasar  tambak; (c) Pemupukan dasar tambak; (d) Tambak yang siap ditanami bibit
Gambar 5. Penempatan wadah perbanyakan bibit rumput laut G. verrucosa   hasil stek di tambak
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Perhubungan Kota Surabaya telah melakukan upaya kegiatan berupa sosialisasi terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 139 ayat 4 UULLAJ dan Pasal 79

Hal tersebut dapat di sebabkan karena adanya penelitian terdahulu yang membahas tentang kecukupan modal dengan variabel CAR pada objek perbankan syariah di seluruh

Bakso menjadi salah satu alternatif makanan cepat saji yang cukup populer dikalangan masyarakat Indonesia, baik itu dari kelas bawah sampai kelas atas sangat familiar dengan

Upaya yang dilakukan masyarakat Desa Mancon dalam melestarikan tumbuhan obat yaitu dengan cara ditanam pada polybag atau pot, dari 30 jenis tumbuhan obat yang ditanam

11 Soemono Mustofa, Op,cit., hal. Isi hukum adalah apa yang diperlukan oleh masyarakat. Harus pro rakyat bukan pro kekuasaan. Hukum harus mendatangkan keadilan sosial

Adapun perguruan tinggi swasta yang tergabung dalam rayon V kopertis wilayah IV Bandung ini adalah Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Universitas Kristen

Motivasi meningkatkan Kinerja Karyawan sebesar 0,282 dengan asumsi variabel lainnya konstan, dimana jika Gaya Kepemimpinan meningkat satu satuan, maka Kinerja Karyawan

Variasi konsentrasi katalis asam yang dipakai dalam penelitian ini adalah dari 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1% dengan menggunakan suhu 120 o C dan bahan baku berupa sampah kering