Menanri Lahirnya UU TeJlfollg Pinjaman Luar Negeri
MEN
ANTI
LAHIRNY A
UNDANG-UNDANG
PINJAMAN
LUAR NEGERI
Yuli lndrawati
Kelergalllllllgall Illdollesia vallg lIIakill lIIenillgl:m seliap lahllllllYCI alas pillia/nall luar Ilegeri perlll dilVaspadai. lIIef/gingat beban akall dital1ggllllg oleh ral:vat. UllIul: illl per/II dillll!iallg dellgall mllrall hllkwl1 yang lIIeliladai, sehillgga hal: rakyat Ill/fill: fllnll lIIellellllll:all lIa.l'ibllYa dal'm lebih lerialllill.
143
Indon
es
ia
s
ampai saat
ini
tercatat sehagai
n
e
gara yang termasuk
dalam
10 negara
peminjam
terbesar
di
uunia.
I-Ial
ini
hukan
saja
disebabkan
kar
e
na
krisis
moneter
yang herk
e
panjan
g
an. tapi Juga
merupakan
warisan clari
pemerinrahan
terdahulu
.
Me
s
kipun kehijakan
pem
e
rimah
uari
(ahul1
ke
tahun
adalah
m
e
ngurangi
ket
e
rgantungan
pemerintail
ata
s
dana
pinjamanluar
neg
e
ri. t
e
lari rada
kenya[aanllY<lpemerinrah t
e
tap tidak dapat
melepaskan
diri dari clana pinjaman luar
ne
g
eri hahkan dana t
e
r
se
hut menjadi
s
alah
s
atu
s
um h
e
r
p
e
n
e
rim
a
an L1alam
tiap APBN
.
Po
s
isi
dan
k
e
adaan Indonesia ini
san
g
atlah tidak m
e
ngumungkan.
ketika
pemerinrah melakukan
bargaining
dalam p
e
rjanjian pll1.1"man.
padahal
saat
ini mau
tidak
mau
pemerinrah ma
s
ih
harus
mclakukan
pinjaman demi jalannya penyelenggaraan pemerintahan.
Tanpa mengurangi manfaat
pil~amanhagi
kepentin
g
an
pemhangunan.
harus pula dicermati hehan
yang
harus
ditanggung
rakyat
akibat
kehijakan
pemerintah
ters
e
but. Behan
ini
semakin t
e
rasa
bertambah herat
dengan
tidak
menenrun
y
a (hahkan semakin
melemahn
y
a
)
nilai kurs mara
uang
rupiah
t
e
rhadap dollar.
y
ang
herdampak
pada p
e
rubahan
jumlah cicilan
pokok
utang h
e
rikut
hunga
y
ang
harus
diba
y
arkan
.
144
Hukum dan PembollgunanS
a
y
a
n
gnya
rakyat
(
dal
a
m h
a
l
ini
diwakili oleh D
ew
an P
e
rwakilan
R
a
kyat)
s
eaka
n-akan tidak memp
un
yai
k
e
m
a
mpuan
untuk
m
e
n
ge
ndalikan
tindakan yang
diambi
l p
emerint
a
h,
k
a
r
e
na
pe
ra
tura
n perundangan
-undangan yan
g ada
saat
ini
p
e
r
ihal p
i
n
j
a
m
a
n
lu
ar
negeri be
lum m
ema
dai.
Mengin
ga
t
pi
nj
ama
n
luar nege
ri
dilakuk
a
n
da
lam
be
ntuk
s
uatu
perjanjian mak
a
la
nd
as
a
n kon
s
ti
t
u
s
io
na
l
bagi pinj
a
ma
n
l
u
ar n
ege
r
i
adalah
pasal 11
UUD 19
45
yang
men
ga
t
u
r b
a
hwa
"
P
res
id
en
d
e
n
ga
n
pe
r
se
tujuall
Dewan Perwakilan
Rakyat men
ya
t
a
kan perang, membuat perd
a
m
a
ian dan
perja
nji
an dengall
ne
g
ar
a
l
a
in".
Dalam
hal
ini ter
s
urat d
e
ll
ga
n jelas
bahwa
setiap perjanj
i
an
d
engan ne
ga
r
a
l
a
in
.
yan
g
t
e
ntun
ya
term
asu
k pula
di dalamnya
adalah perjanjian
mengenai pinjaman. haru
s Ille
ndapat
persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Secar
a
filo
so
fi
s perse
tujuan
Dewan Perwakilan
Rak
y
at
i
n
i dib
e
rik
a
n men
g
ingat Ind
o
n
esia a
dalah
negara yang
meng
a
nut
paham
demokrasi.
diman
a
dalam
hal y
an
g
menyangkut keuangan
n
eg
ara harus dilaku
ka
n oleh
pe
m
ega
n
g kedaula
t
a
n
yaitu
rakyat
yang dalam
hal ini diwakili
oleh D
e
w
a
n P
e
r
w
a
ki
l
an
R
a
k
y
at
melalui persetujuan
yang c1iberikannya
a
tas perjanjian
ya
n
g d
il
a
k
uka
n
o
leh
pemerintah
dengan
negaia
lain. Disamping
itu
mengin
gat pinjama
n itu
nantinya harus ditanggung
oleh
r
akyat,
s
ehingga sudah
se
ha
rusnya ra
kyat
dimintai persetujuannya.
Se
lanjutn
ya ketentuan ini diatur
(kalau bisa dikarakan delllikiall)lebih lanjut dengan
S
ur
at Presid
e
n
Republik Indonesia N
o
.
2826/HK1l9(i0tanggal 22
Agustus
1
960 ten
tang
"
Pembu
a
tan P
e
rj
a
n
jian
-
Perja
njian
dengan Negara
lain
"
.
Bukanlah
hal yang t
e
pat untuk men
garu
r
lebih
la
njut
ketentuan Undang-Undang Dasar hanya
dengan su
a
lU Su
ra
t
Pres
idell,
karena
berdasarkan tata urutan
pera
t
uran perundall
g
an-u
lldangan
ket
e
ntuall
Undang
-
Undang
Dasar diatur
lebih lalljut
den
g
an K
etetapan
Maj
e
li
s
Permusyawaratan
Rakyat atau dengan Undang-und
a
n
g Uika dipe
rintahkan
langsung
oleh Undang
-
Undang D
as
ar). D
a
lam
sur
at tersebut. pe
lll
e
rimah
member
ik
an
penaf
s
iran
t
e
rhadap
pasal II Undan
g
-
Undang
Dasa
r
19
4
5
"khus
u
s mengenai perjanjian d
e
ngan
negara
la
i
n".
bah
wa tidak
selll
ua
perjanjian
dengan
ne
gara
lain h
a
rus lllendapat
persetujuan dari Dewa
n
P
e
rwakilan
Raky
a
t. t
e
t
ap
i
han
ya
perjanji
a
n-per
janjian
yang
m
enga
n
d
un
g
soa
l-
soa
l politik
yang berbentuk t
rea
t
y
. L
e
b
i
h
j
el
as
n
ya dikatakan
:
a.
b. Ikatan-ikatan
mempengaruhi
ikatan-ikatan
ya
ng
sedemikian
rup
a
h
a
luan
po
litik luar ne
ge
r
i
sede
mik
ia
n
di
ca
ntumk
a
n
s
if
a
tn
y
a
se
hin
g
ga
da
p
at
terj
a
d
i b
ah
w
a
didal
a
m
pe
n an p
a
n
kerjasama
ekon
o
m
i
d
an
t
e
kni
s
at au pinjam
a
n
uang.
Menallfi Lahirrzya UU TeJ7lmiR Ph~iamaf1 Luar Negeri 145
c.
Jadi materi ,urar Presiden tersebut telah membatasi atau mengurangl isi ketemuan pasal II Undang-Undang Dasar 1945. Dimana dalam pasal II mewajibkan setiap perjanjian dengan negara lain harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan surat Presiden di atas mempersempit pengertiannya, hanya sepanjang pada perjanjian yang berbentuk treaty (yang mengandung soal-soal politik). Jika perJanJlan kerjasama ekonomi dan teknis serta pemmJaman uang mengandung muatan politik luar negeri. maka ia harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. sedangkan perjanjian kerjasallla ekonollli dan teknis atau pinjaman luar negeri yang tidak mengandung muatan politis tidak periu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kalau kita menyimak apa yang dikatakan M. Harta lenrang perjanjian pinjaman uang (yang salah satu persyaratannya) adalah "perjanjian pinjaman uang hanya akan dilakukan pemerimah sepanjang tidak memuat ikatan-ikatan politis yang Illelllpengaruhi haluan luar negeri kita," Illaka seharusnya pinjaman uang yang dilakukan oleh pelllerimah Indonesia adalah perjanjian pinjalllan yang bebas dari ikatan politis. Maka merujuk kembali pad a surat Presiden tersehul di atas. lidak perlu perjanjian pinjaman uang itu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, karen a pelllerintah hanya akan melakukan perjanJian yang tidak mempunyai ikatan politis.
Tetapi mel ihat pad a kenyataan yang terjadi. sangat keci I jumlahnya perjanjian pinjaman uang yang hehas dari unsur politis dari negara pemberi pinjaman. Sudah lumrah jika negara peillberi pinjaillan pasti menyertakan kepentingan-kepentingan negaranya di dalalll memberikan pinjaman uang kepada suatu negara. Lihatlah apa yang terjadi sekarang ini. dimana pinjaman IMF untuk Indonesia telah beherapa kali mengalami penundaan pencairan, yang tentunya semua itu tidak terlepas dari pengaruh negara donor (dana terbesar IMF diperoleh dari Amerika, dan Amerika sang at berkepentingan sekali dengan Indonesia). Maka pendapat M, Halta pada saat ini tidak dapat diterapkan.
Mengingat hal tersebut di atas, maka sudah selayaknya ketentuan ini diatur dengan ketentuan yang lebih tepat, tidak saja materi tetapi juga jenis peraturannya, karena muatannya sangat penting clan Illenentukan nasib seluruh rakyat Indonesia saat ini dan nantinya.
Beberapa bulan menjelang berakhirnya tailun 2000 dikeluarkanlah Undang-undang No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam pasal 10 dinyatakan bahwa :
146 Hukllm dan PembanglillGIl
"Pengesahan
perjanj
ian
internasional dilakukan dengan
Undang-undang
apab
ila
berkenaan
dengan
:
a.
masalah
politik. perdamaian.
pertahanan. dan
keamanan
negara:
b. perubahan
wilayah atau penetapan
batas
w
ila
yah
n
egara
Republik
Indon
esia:
c. kedaulatan
atau hak berdaulal
negara:
d.
hak
asa
s
i manu
sia
dan
lingkungan hidup;
e.
pembentuk
a
n
kaidah hukum baru:
f.
pinjam
an
dan
/
ala
u
hibah luar negeri."
Dalam
kelemuan
ini dinyatakan
seca
ra legas
dimana pengesahan
perjanjian pinjaman dan
/
alau
hibah
luar negeri haru
s
di
l
akukan dengan
Undang-undang
ya
ng
berarti haru
s
mendapal
persetujuan
Dewan
Perwakilan
Rak
yat.
Dis
ini
perjanjian
pinjaman
dan
/
alau hibah
luar negeri
tidak lagi
dibalasi. sepert
i
halnya dalam
sural
Presid
e
n l
e
rsebul
di alas.
dimana ketentuan
ini
berlaku
bagi
se
luruh perjanjian dan
/a
lau
hibah
luar
neg
e
ri
.
tidak
peduli
apakah memiliki
alau
tidak
mengandung
mualan
polilis.
Bahkan
dalam
penjela
sa
n
pasalnya
diperte
gas
la
gi
bahwa
"pe
ngesahan
perjanjian
dengan
Undang-undang ini didasarkan pad
a
malerinya tidak pada bemuk
dan nama
perjanjian" (dalam
sural
Pre
side
n
No.
2826
/
HK11960 lebih menekankan pada bentuk dan nama
perjanjian)
.
Khusus mengenai mekanisme dan prosedur pinjaman dan
/
alau
hibah luar negeri
beserta
persetujuannya
oleh
Dewan
Perwakilan
R
akya
t.
dinyatakan
dalam
penjelasan pasal
ler
seb
ut.
akan
diatur
dengan
Unda
ng-undang.
Sayangnya
k
e
lemuan ini lidak dimasukkan dalam bal
ang
lubuh
pasal ilu
sendiri.
Memang hal ini
sepe
rti menjadi
sualu
kebiasaan bagi
pembual Undang-undang. dimana penjelasan
peraluran
se
ringk
a
li
memual
suatu
aturan
yang
seyogy
anya dimasukkan dalam batang
tubuh. Mengingat
materi mengenai mekanisme dan prosedur pinjaman
dan/alau
hibah
luar
negeri masih haru
s
menunggu peraturan peundang-undangan
berikulilya.
maka periu kiranya peraturan
t
e
r
sebut
nantinya memp
e
rhatik
an
hakekat
dan makna pengaturan perjanjian pinjaman dan
/
atau hibah luar ne
ger
i
dengan
suatu Undang-undang (dengan persetujuan
Dewan Pelwakilan
Rakyat).
Seperti telah
dikemukakan di atas,
hal
yang
men
ya
n
gkut
keuangan
negara haruslah ditentukan
oleh
pemegang kedaulatan, karena keuangan
negara sama dengan kedaulatan
(seperti ya
ng
dikemukakan
o
leh Rene
Stourm seorang ilmuwan Peranci
s).
Ind
ones
ia
yang
menganut paham
demokrasi meyakini bahwa
rakyat
l
ah
yang
memegan
g
kedaulalan
bernegara. Maka Rak
ya
t pulalah
yang
berhak untuk menentukan keuangan
Menanli Lahirnya UU Tel1lan
g
Pinjaman Luar
Negeri
147 negara. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri sampai saat ini merupakan sumber penerimaan negara, maka dana tersebut merupakan keuangan negara (sebagaimana pengertian keuangan negara yang dikemukakan oleh beberapa ilmuwan, a.1. Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa APBN merupakan keuangan negara; maka apa yang termuat dalam APBN adalah keuangan negara). Dana ini akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat (sebagai pemegang kedaulatan) karena rakyat pula yang nantinya harus menanggung be ban pembayaran cicilan pokok hutang dan bunganya, maka sudah seyogyanya rakyat pula yang harus menentukan berapa besar dana yang akan diterimanya, bukan hanya berdasarkan jumlah dana yang dibutuhkan melainkan juga efisiensi dan ketepatan waktu dan manfaat dana tersebut, serta kemampuan untuk membayarkan kewajiban atasnya harus menjadi bahan pertimbangan -jangan sampai hal itu hanya akan menjadi warisan yang tidak nikmat bagigenerasi selanjutnya. Untuk itu perlu peranan aktif dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan wakil dari rakyat. Anggota Dewan harus menyadari posisinya dalam melakukan bargaining dengan Pemerintah. dan mengidentilikasikan dirinya benar-benar sebagai rakyat yang akan menentukan nasibnya sendiri dalam pembangunan ini dengan dana pinjaman tersebut dan konsekuensi yang harus ditanggungnya nami.
Yang perlu mendapatkan kajian lebih lanjut adalah apakah persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap suaru perjanjian pinjaman luar negeri harus diberikan pada setiap perjanjian ataukah cukup dibicarakan dan mendapatkan persetujuan bersamaan dengan persetujuan Undang-undang APBN ?
Beberapa ahli berpendapat bahwa persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat atas perjanjian pinjaman luar negeri tidak perlu diberikan pad a setiap perjanjian. tapi sudah tercakup ketika Dewan Perwakilan Rakyat memberikan persetujuannya mengenai Undang-undang APBN. Landasan berfikir yang dikemukakan adalah karena pinjaman tersebut merupakan salah satu sumber penerimaan dalam APBN, maka persetujuan terhadap APBN berarti juga menyetujui adanya pinjaman luar negeri. sehingga perjanjian pinjaman luar negeri tidak perlu lagi mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Memang benar dana pinjaman tersebut merupakan salah satu sumber penerimaan negara, tetapi perlu diingat yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat disini hanyalah mengenai jumlahnya secara keseluruhan, sedangkan mengenai negara mana saja yang akan bertindak sebagai negara peminjam, berapa cicilan pokok yang harus dibayar, berapa bunga yang menyertainya, dan berapa tahun
148 Hukul1I dOll Pelll/)oll,f.!./(//(/11
pinJaman tersehut hanls dikembalikan, serta persyaratan lainnya yang mengikuti perjanjian terse hut dan juga urgensi dan kemanfaatan dari pinjaman itu untuk pemhangunan tidaklah mungkin dapat secanl mendetail dibiearakan bersamaan dengan materi APBN lainnya yang ridak blah pentingnya untuk dibahas. mengingat waktu pembailasan U ndang-undang APBN juga terbatas. Sehagai i1uslrasi keterbatasan dari Undang-undang APBN adalah perineian proyek dan program clitelapkan lehih lanlul dengan Kepumsan Presiden. Oleh karena itu. mengingat ani pelllingn),a pembailasan dan persemjuan perjanjian pinjaman oleil Dewan Perwakilan Rakyat. sekiranya sudah seharusnya setiap peljanjian pinjaman luar negeri mendapat perselujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan ridak hisa lagi ciitempelkan pad a persemjuan Dewan Perwakilan Rakyal alas lIndang -undang APBN.
Undang-undang No. 24 tailun 2000. dalam pasal II. mem'lllg menyatakan hall\va pengesailan perjanjian pinjaman dan/alaU hihah luar negeri harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. pcrlu diperjelas lagi dalam Undang-undang selal~jutnya yang mengatur peljanjian pinjaman luaf negeri. Memang secara tersurat dapat cJikatakan setiap perjanjian mengenai pinlaman dan/alaU hihail luar negeri Ilarus diselujui Dewan Perwakilan Rakyal. Tetapi apakail henar demikian yang dilllaksud oleh pasal tersehut dan akankah diikuli oleh lJndang-undang pengalurannl·a.
mengingat Ji Inuonesia seringkali apa yang tertulis ualam sualu peraturan dapalmempunyai heherapa lafsiran (ditafsirkan herheda uari yang Icr,urall.
Sebaiknya Dewan Perwakilan Rakyat telah didengarkan pendapallll'a sehelum uan pad a saal proses perjanjian tersehut dilakukan. dimana persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat atas isi perjanlian lerschul dapat diperoleh Pemerintah sehelum perjanjian itu dirandalangani oleh kedua belail pihak (negara pemheri dana dan peminjalll dana). sehingga
Pemerintah Indonesia mcmiliki kesatuan suara dan wihawa Ji Illata negara peminjam. Jika persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan serelah perjanjian ditandatangani. maka terdapat dua kemungkinan. yairu Dewan
Perwakilan Rakyal setuju atas perjanjian tersehut -dan Ill) lidak menimbulkan masalail: dan yang kedua Dewan Perwakilan Rakyal lidak menyetujui perjanjian yang dilakukan Pemerintah- ini Illenilllhulkan
masalah hukul11 dan menurunkan wibawa Pemerintah di Illata dunia. yang tentunya dapal herakihat tilllbuinya ketidakpercayaan negara lain terhadap Peillerintah Indonesia. yang tentunya akan merugikan Indonesia dalam melakukan perjanjian lainnya. Maka perlu kiranya herhagai pihak Illenyadari konsekuensi dari suatu perjanjian pinjaman bagi rakyat.
Menallli Lahirnya UU Telllong Pinjoman Luar Ne,~eri
1
49
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, Arifin
P
.
So
e
ri
a.
"Hak Budget Delllan Penvakilan Rakym-RI."Hukum dan
Pembangunan
I
(1984).
---. Mekanisme Perranggungjawaban Keuangall Negara.
Jakarta:
Gramedia,
19
86
.
So
epa
ngat
,
Edi
dan Haposan Lumban
Ga
o
l.
PengantarIlmu
Keual1fiw/Negara.