• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan kelangsungan fungsi hutan.

Hutan merupakan penyangga kehidupan yang sangat penting. Keberadaan hutan seringkali dikaitkan dengan kualitas air, udara, tanah dan lingkungan beserta ekosistemnya. Di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang dinyatakan dalam Pasal 37 Bab IX tentang Peran serta rakyat : Bahwa peran serta rakyat dalam konservasi alam perlu diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Oleh karena itu, rakyat perlu dilibatkan dalam pengelolaan hutan.

Kebijaksanaan pemanfaatan hutan merupakan bagian dari pemanfaatan sumber-daya hutan yang memiliki ciri-ciri : (1) usaha yang dapat melestarikan fungsi dan kemampuan sumberdaya alam itu sendiri dan ekosistem pendukungnya, (2) bentuk pemanfaatan hasil sumberdaya alam secara lestari, (3) mengaitkan pemanfaatan hutan dengan pengembangan sektor lain, dan (4) menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem. Dengan demikian asas manfaat dan lestari dalam pengelolaan hutan Indonesia

(2)

2 diarahkan dalam bentuk manajemen sumberdaya yang lestari dan mengarahkan hutan sebagai penunjang pembangunan daerah.

Secara umum pengelolaan hutan di Indonesia menghadapi berbagai masalah, yaitu kurang meratanya potensi sumberdaya hutan di Indonesia, perkiraan adanya degradasi hutan karena penebangan yang tidak tepat, tekanan penduduk, timbulnya lahan kritis, atau kemungkinan kebakaran hutan, adanya Hak Pengusahaan Hutan (HPH) non industri dan industri non HPH. Bagi hutan-hutan di Jawa, masalah tekanan penduduk merupakan masalah utama dalam pengelolaan hutan.

Usaha untuk mengatasi masalah akibat masalah yang diakibatkan oleh tekanan penduduk di sekitar hutan memerlukan penanganan serius terhadap berbagai aspek yang saling terkait. Di satu pihak, sebagian besar masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan menggantungkan kebutuhan hidupnya dari hutan. Besarnya tekanan kebutuhan masyarakat sekitar hutan terhadap sumberdaya hutan tersebut telah mengakibatkan timbulnya lahan- lahan kritis. Sementara di lain pihak, tujuan utama dari pengelolan hutan adalah peningkatan fungsi hutan dan pengamanan produksi serta menjaga kelestariannya. Kedua kepentingan tersebut harus dapat dipaduserasikan dengan baik dan seimbang.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Kehutanan telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan program untuk menanggulangi kerusakan hutan dan lahan kritis sekaligus untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat sekitar hutan, dengan terus mengupayakan dan mengembangkan pola pengusahaan hutan dengan mengikutsertakan secara aktif masyarakat dalam hal pengamanan hutan, pemanfaatan hasil hutan, serta dalam rehabilitasi dan konservasi hutan.

(3)

3 Sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan dan peraturan perundangan yang berlaku, keberpihakan kepada rakyat banyak adalah kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Praktek-praktek pengelolaan hutan yang sebelumnya hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan keterlibatan masyarakat perlu diubah menjadi pengelolaan hutan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya hutan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Perum Perhutani sejak tahun 1982 telah mengelola hutan di Pulau Jawa dengan kegiatan Perhutanan Sosial (social forestry) yang bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungannya sebagai bagian dari pembangunan perhutanan. Dalam konsep ini, interaksi hutan dan masyarakat yang hidup di sekitarnya dibina, sehingga memberi manfaat yang sebesar-besarnya tanpa menghilangkan kelestariannya. Konsep perhutanan sosial kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 1061/Kpts/Dir/2000 tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang kemudian diperbaharui lagi berdasarkan Surat keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001 tanggal 29 Maret 2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PSDHBM).

PSDHBM merupakan kesediaan perusahaan, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan untuk berbagi dalam PSDH sesuai kaidah-kaidah kese imbangan, keberlanjutan, kesesuian dan keselarasan. Program PSDHBM ini meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan berbasis lahan dan kegiatan berbasis bukan lahan. Kegiatan berbasis lahan dilakukan dengan memanfaatkan lahan dan/atau

(4)

4 ruang melalui pengaturan pola tanam yang sesuai dengan karakteristik wilayah. Pola tanam yang sesuai dengan karakteristik wilayah adalah pola tanam yang dapat dikembangkan untuk penganekaragaman jenis dan komoditi kehutanan, pertanian, perkebunan, peternakan, dengan tetap mengoptimalkan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. Kegiatan berbasis bukan lahan dilakukan dengan mengembang-kan produk industri, jasa dan perdagangan untuk menumbuh-kembangmengembang-kan keswadayaan dan pengembangan ekonomi masyarakat desa hutan.

Terdapat dua kegiatan dalam usaha agroforestri yang saling memperkuat dan saling mendukung yang merupakan perpaduan antara usaha kehutanan yang ditujukan bagi keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, dengan usaha pertanian yang ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan melalui peningkatan pendapatan dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berusaha tani di dalam lahan hutan sesuai dengan peraturan dan kesepakatan kedua belah pihak.

Usaha agroforestri mengandung dua aspek usaha yang tetap dijaga keberlangsungannya, yaitu aspek ekonomi (usaha tani) dan aspek ekologi/lingkungan (yaitu usaha kehutanan, yaitu penutupan lahan oleh tanaman kehutanan). Jadi PSDHBM ini dilakukan dengan tidak mengubah status kawasan hutan dan status tanah perusahaan (Perum Perhutani). Usaha agroforestri akan meningkatkan daya saing produk usaha agroforestri di pasaran global, karena perhatian terhadap kelestarian lingkungan merupakan salah satu butir penting yang dipersyaratkan oleh konsumen global terhadap produk-produk hayati. Disamping itu, agroforestri merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang dapat dipilih untuk

(5)

5 mengatasi permasalahan keterbatasan lahan garapan untuk usahatani, khususnya di Pulau Jawa.

Agroforestri secara konseptual sangat ideal untuk dilaksanakan, namun dalam penerapannya di lapangan, ternyata banyak mengalami kendala dan belum memperlihatkan hasil yang optimal. Hal ini kemungkinan disebabkan belum adanya kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam melakukan usaha agroforestri. Masyarakat masih sangat tergantung pada program-program yang dilaksanakan dengan bantuan dana dari pemerintah. Sehingga ketika program itu berakhir yang berarti penghentian bantuan dana dari pemerintah, keadaan masyarakat akan kembali seperti sediakala sebelum program itu dilaksanakan, kurang sejahtera dan kurang berdaya. Pada akhirnya pemberdayaan masyarakat tidak dapat mencapai hasil yang memuaskan.

Oleh karena itu, program pemberdayaan masyarakat perlu diarahkan kepada kemandirian masya rakat agar masyarakat berdaya sehingga mampu menolong dirinya sendiri dalam mengidentifikasi masalah dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapinya tanpa harus menunggu uluran tangan pemerintah ataupun pihak lain. Pelaksanaan program dapat sedikit demi sedikit dikurangi dan masyarakat tidak lagi bergantung pada bantuan dana dari pemerintah, untuk selanjutnya pemerintah dapat menyerahkan kelanjutan program sepenuhnya kepada masyarakat karena masyarakat telah mampu melakukan usaha agroforestri secara mandiri untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Aspek kemandirian merupakan hal terpenting yang harus diperhatikan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Tumbuhnya kemandirian masyarakat,

(6)

6 menyebabkan masyarakat tidak lagi bergantung pada program pemerintah karena masyarakat telah mampu memberdayakan dirinya sendiri maupun masyarakat sekitarnya untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Faktor-faktor yang menentukan kemandirian masyarakat desa sekitar hutan dalam melakukan usaha agroforestri tanaman kopi dan tanaman kehutanan dengan menggunakan sistem tumpangsari serta usaha-usaha lain di luar pertanian di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat damn Banten, studi kasus usaha agroforestri tanaman kopi dan tanaman kehutanan di Desa Pulosari dan Desa Warnasari kecamatan Pangalengan KPH Bandung Selatan, Propinsi Jawa Barat.

Masalah Penelitian

Masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan di satu pihak umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah, dan di lain pihak mereka secara fisik sangat dekat dengan kekayaan sumberdaya alam yaitu hutan beserta ekosistemnya dan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap keberadaan hutan. Oleh sebab itu mereka seringkali diklaim sebagai perambah dan perusak hutan. Padahal kalau ditelusuri lebih jauh, mereka hanya sekedar memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kenyataannya justru usaha kehutanan dalam skala besar yang lebih nyata menimbulkan kerusakan hutan.

Berbagai cara telah dilakukan untuk menekan kerusakan hutan yang semakin mengkhawatirkan, diantaranya yaitu pemerintah telah berupaya untuk memberdayakan masyarakat desa sekitar hutan dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan hutan, menjaga dan mengamankan kelestarian fungsi hutan

(7)

7 dengan menjadikan masyarakat desa sekitar hutan sebagai mitra. Melalui program PSDHBM yang diaplikasikan dalam bentuk kegiatan agroforestri, pemerintah mengajak masyarakat desa untuk bersama-sama menjaga hutan dengan jalan memadukan usaha kehutanan dengan usaha tani di dalam dan di sekitar kawasan hutan tanpa mengubah status kawasan hutan dan status tanah perusahaan (Perum Perhutani).

Banyak kasus program agroforestri yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sekitar hutan, ternyata tidak sepenuhnya memberikan hasil yang optimal. Salah satu penyebabnya adalah masih adanya ketergantungan masyarakat terhadap program-program pemerintah. Program pemerintah seperti penyediaan sarana dan prasarana, teknologi, informasi, maupun bantuan dana, hanyalah merupakan inovasi fisik yang sifatnya sementara (unsustainable), karena begitu program dihentikan, masyarakat kembali ke keadaan sebelumnya, pendapatan rendah dan kurang sejahtera. Diperlukan suatu upaya yang mengarah kepada suatu inovasi sosial untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat sehingga menjadi masyarakat yang mandiri, yaitu masyarakat yang mampu mengidentifikasi dan memecahkan masalahnya sendiri. Inovasi sosial ini sangatlah penting untuk keberlangsungan dan kesuksesan suatu program.

Berdasarkan permasalahan seputar pengelolaan hutan tersebut, dirumuskan suatu masalah penelitian yang disusun dalam beberapa pertanyaan yaitu : (1) “Sampai sejauhmana kemandirian petani dalam melakukan agroforestri tanaman kopi?, (2) “ Faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan kemand irian petani dalam berusaha agrforestri ?”, (3) Bagaimana hubungan antara faktor – faktor internal petani

(8)

8 dengan kemandirian petani dalam berusaha agrforestri ?” , (4) Bagaimana hubungan antara faktor – faktor eksternal petani dengan kemandirian petani dalam berusaha agrforestri ?” .

Kemandirian petani dalam berusaha agroforestri tanaman kopi sebagai peubah terikat dalam penelitian adalah kemandirian petani pada setiap tahapan kegiatan agroforestri tanaman kopi yang terdiri dari : (1) kemandirian dalam proses perencanaan, (2) kemandirian dalam manajemen permodalan, (3) kemandirian dalam proses produksi, (4) kemandirian dalam proses pengolahan hasil, (5) kemandirian dalam pemasaran hasil produksi dan kemandirian dalam menjalin kemitraan. Petani yang sudah mandiri tentunya akan lebih berdaya dalam melakukan usaha agroforestri sehingga akan mampu untuk meningkatkan kesejahteraannya, khususnya kesejahteraan ekonominya berupa peningkatan pendapatan yang tentunya akan lebih baik dibandingkan dengan petani yang belum / kurang mandiri. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kemandirian petani diidentifikasi sebagai peubah bebas yang meliputi : faktor internal (faktor- faktor yang berasal dari dalam diri individu petani itu sendiri) dan faktor external (faktor-fakto r yang berasal dari luar individu petani), yang akan diidentifikasi melalui penelitian di lapangan.

(9)

9

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah : (1) mengkaji tingkat kemandirian petani agroforestri dalam berusaha agroforestri tanaman kopi, (2) menemukan faktor-faktor yang berhubungan dengan kemandirian petani agroforestri dalam berusaha agroforestri tana man kopi, (3) mengkaji hubungan antara faktor internal dengan kemandirian petani agroforestri dalam berusaha agroforestri tanaman kopi, (4) mengkaji hubungan antara faktor eksternal dengan kemandirian petani agroforestri dalam berusaha agroforestri tanaman kopi.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna (1) sebagai salah satu acuan untuk penyusunan program pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat desa sekitar hutan, terutama dalam membina dan meningkatkan kemandirian dalam berusaha tani melalui kegiatan agroforestri; (2) untuk dapat dijadikan sebagai pilot project bagi kegiatan Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) yang memadukan ketiga fungsi hutan yaitu kelestarian fungsi produksi, kelestarian fungsi lingkungan dan kelestarian fungsi sosial secara serasi dan seimbang (proporsional); (3) sebagai salah satu upaya pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang Penyuluhan Pembangunan Kehutanan; (4) sebagai bahan acuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut terkait dengan kegiatan Pembanguna n Masyarakat Desa Hutan (PMDH), khususnya dalam hal perencanaan dan pelaksanaan model pengembangannya.

(10)

10

Definisi Istilah

Beberapa istilah yang perlu didefinisikan secara khusus terutama yang terkait dengan masalah teknis kehutanan untuk kepentingan penelitian ini antara lain :

(1) Pengelolaan Sumbersaya Hutan (PSDH) adalah kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan sumberdaya hutan dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam;

(2) Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PSDHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) denga n jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional;

(3) Desa hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau di sekitar kawasan hutan;

(4) Masyarakat Desa Hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya;

(5) Pihak yang berkepentingan (stakeholder) adalah pihak-pihak di luar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya Pengelolaan Sumberdaya

(11)

11

Hutan Bersama Masyarakat (PSDHBM), yaitu Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, dan Lembaga Donor;

(6) Perusahaan adalah Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani), sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999; (7) Pengkajian Desa Partisipatif adalah metode kajian terhadap kondisi desa dan

masyarakat melalui proses pembelajaran bersama guna memberdayakan masyarakat desa yang bersangkutan, agar memahami kondisi desa dan kehidupannya, sehingga mereka dapat berperan langsung dalam pembuatan rencana dan tindakan secara partisipatif;

(8) Perencanaan partisipatif adalah kegiatan merencanakan kegiatan pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PSDHBM) oleh perusahaan dan masyarakat desa hutan atau perusahaan dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan, berdasarkan hasil pengkajian desa partisipatif dan kondisi sumberdaya hutan dan lingkungan;

(9) Berbagi adalah pembagian peran antara perusahaan dengan masyarakat desa hutan atau perusahaan dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan lahan (tanah dan atau ruang), dalam pemanfaatan waktu dan pengelolaan kegiatan;

(10) Kegiatan berbasis lahan adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang sesuai karakteristik wilayah,

(12)

12

yang menghasilkan produk budaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan estetika;

(11) Kegiatan berbasis bukan lahan adalah rangkaian kegiatan yang tidak berkaitan dengan pengolahan tanah dan atau ruang yang menghasilkan produk industri, jasa dan perdagangan.

(12) Faktor produksi adalah semua unsur masukan produksi berupa lahan, tenaga kerja, teknologi dan atau modal, yang dapat mendukung terjadinya proses produksi sampai menghasilkan keluaran produksi dalam pengelolaan sumberdaya hutan;

(13) Pola tanam adalah kegiatan reboisasi hutan yang dapat dikembangkan untuk penganekaragaman jenis, pengaturan jarak tanam, penyesuaian waktu dengan memperhatikan aspek silvikultur dengan tetap mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan;

(14) Usaha agroforestri adalah usaha tani yang dilakukan secara terpadu dengan usaha kehutanan (tanaman berkayu) pada satu unit lahan yang sama, baik dilakukan secara bersamaan maupun berurutan menurut waktu, dilakukan di dalam maupun di luar kawasan hutan;

(15) Petani agroforestri adalah individu masyarakat yang melakukan usaha agroforestri sebagai mata pencahariannya, baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan atau pelengkap;

(13)

13

(16) Faktor internal adalah faktor- faktor yang berasal dari dalam diri petani yang diduga berhubungan erat dengan tingkat kemandirian petani dalam melakukan usahanya, terdiri atas umur petani, tingkat pendidikan (formal dan non formal), pengalaman berusaha agroforestri, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan, dan motivasi berusaha agroforestri;

(17) Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri petani, yang diduga berhubungan erat dengan tingkat kemandirian petani, terdiri atas ketersediaan informasi agroforestri, ketersediaan sarana produksi, dukungan lembaga keuangan, dukungan lembaga pemasaran, dukungan lembaga penyuluhan, dukungan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) atau lembaga pemerintahan pedesaan, dukungan kebijakan local/nasional, pengaruh tokoh masyarakat, dan tingkat manfaat program PSDHBM;

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pokok permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana respon siswa-siswi pada iklan kondom sutra yang diperankan oleh Gaston

Jika dilihat berdasarkan nilai rata-rata kelas, pada siklus 1 nilai rata-rata kelas adalah 62,48% dengan kriteria rendah dimana terdapat 4% siswa yang memiliki

Kombinasi atribut tangible yang menjadi preferensi pasien BPJS di Rumah Sakit Martha Friska dapat dilihat dari nilai kegunaan (utility estimate) yang paling

Berdasarkan grafik diatas bahwa produksi hasil tangkapan jenis ikan Layang di Perairan Kota Kupang dengan total produksi ikan yang paling tinggi adalah pada

menuliskan pemahaman materi dan informasi penting dalam Kesimpulan dengan sangat lengkap Siswa mampu menuliskan pemahaman materi dan informasi penting dalam tulisan

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Tujuh lidah api merupakan simbol ketujuh suluh api, yaitu ketujuh Roh Allah (Wahyu 4 : 5) membentuk lingkaran yang menghadirkan kekekalan, keabadian. Simbol ini

Pemberian surat tanda bukti hak (sertifikat) bagi yang mendaftarkan tanahnya adalah wujud konkret bahwa tanahnya telah terdaftar. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas