• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KADAR CHOLINESTERASE DARAH PADA PETANI PENYEMPROT PESTISIDA TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO MATANI KOTA TOMOHON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KADAR CHOLINESTERASE DARAH PADA PETANI PENYEMPROT PESTISIDA TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO MATANI KOTA TOMOHON"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS KADAR CHOLINESTERASE DARAH PADA PETANI

PENYEMPROT PESTISIDA TANAMAN HORTIKULTURA DI PERKEBUNAN WAWO MATANI KOTA TOMOHON 2017

Claudia E. Horimu*, Odi R Pinontoan*, Rahayu H. Akili* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK

Pestisida adalah semua zat kimia/bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman serta hasil pertanian memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang. Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan program Lingkungan Persatuan Bangsa-Bangsa (UNEP) tahun 2003 menunjukkan bahwa 1-5 juta kasus keracunan pestisida terjadi pada pekerja yang bekerja di sektor pertanian. Sebagian besar kasus keracunan pestisida tersebut terjadi di negara berkembang yaitu sebanyak 20.000 diantaranya berakibat fatal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kadar cholinesterase darah pada petani penyemprot pestisida tanaman hortikultura di Perkebunan Wawo di Kota Tomohon 2017. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik berbaasis laboratorium. Kadar cholinesterase darah didapatkan dari hasil menggunakan alat ukur Tintometer Kit. Sampel diambil secara purposive sampling dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi dengan jumlah 34 petani. Hasil penelitian menunjukkan dari pemeriksaan menggunakan alat ukur Tintometer Kit di Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Kota Manado terdapat 28 responden (82%) memiliki kadar cholinesterase normal yaitu 9 responden yang memiliki kadar cholinesterase 87,5% dan 19 responden memiliki kadar cholinesterase 100% dan 6 responden (18%) mengalami keracunan ringan. Dapat disimpulkan Bagi petani yang memiliki keracunan ringan untuk beristirahat selama 2 minggu, kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang dan perlu adanya penyuluhan tentang penggunaan pestisida dengan baik dan benar dan dampak dari penggunaan pestisida dan pemakaian alat pelindung diri untuk meminimalisasi resiko terpaparnya pestisida pada petani.

Kata Kunci: Kadar Cholinesterase, Petani Penyemprot Pestisida ABSTRACK

Pesticides are all chemicals/other substances with microorganisms and viruses used to extirpate or prevent pets and disease which damaging the plants and agricultural product extirpate and prevent animals include insects that can cause the disease for human or animals.The data from WHO and UNEP program of 2003 showed that 1-5 milions cases of pesticide poisoning occured at the workers who work in agricultural sector. Most of the case of poisoning pesticide occured in developing countries as many as 20.000 of them resulted in fatalities. The objective of this research is to measure the blood cholinesterase level in pesticide sprayer of horticulture plants at Wawo Plantation in Matani Tomohon City 2017. This type of research is analytic observational laboratory. The cholinesterase level obtained from the result of using measuring instrument Tintometer Kit. The sample taken by purposive sampling by using inclusive criteria and exclusive with total 34 farmers. The result of this research showed from the examination using measuring instrument Tintometer Kit at Hiperkes Hall and Work Health Manado was 28 respondents (82%) have normal cholinesterase are 9 respondents who have 87% cholinesterase level and 19 respondents have 100% cholinesterase and 6 respondents (18%) had light poisoning. Can be included for the farmers who have light poisoning to take a rest for 2 weeks and then re-checked and need counseling about the use of pesticides and the application of self-protector instrument to minimize the risk of pesticede exposure to the farmer.

(2)

2 PENDAHULUAN

Penduduk Indonesia merupakan penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian petani sehingga Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara agraris atau negara yang penduduknya bekerja dengan berocok tanam. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang di olah survei angkatan kerja nasional (Sakernas), pertanian merupakan pekerjaan utama di Indonesia walaupun pada tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013 tetapi bidang pertanian masih merupakan pekerjaan utama yang paling banyak di Indonesia yaitu berjumlah 38,97% (Bargumono, 2016)

Penggunaan pestisida merupakan salah satu cara para petani untuk membasmi hama tanaman dalam meningkatkan hasil panen dan kualitas tanaman yang tidak mudah rusak dengan tidak mempertimbangkan dampak kesehatan bagi konsumen, lingkungan serta petani itu sendiri. Pestisida adalah bahan racun namun dapat bermanfaat apabila cara penggunaannya dilakukan secara tepat dan benar. Secara ideal, semua pihak menghendaki bahwa teknologi pengendalian tidak menggunakan pestisida namun lepas dari semua dampak negatif yang ditimbulkannya, sampai saat ini belum ada teknologi pengendalian hama yang dapat mengendalikan organisme

penganggu seefektif dan secepat pestisida (Hasibuan, 2015).

Kontaminasi pestisida pada manusia yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan dampak negatif yaitu terkontaminasinya pestisida dalam tubuh yang tanda dan gejala awalnya dapat dirasakan oleh penderita dan juga dapat diamati oleh orang lain. (Djojosumarto 2008). Gejala-gejala yang ditimbulkan bervariasi sesuai dengan pestisida jenis apa yang digunakan dan gejala yang ditimbulkan seperti kehilangan berat badan, kehilangan keseimbangan tubuh, penglihatan kabur, sering lupa dan sulit berkonsentrasi (Conant dan Fadem, 2009).

Kecamatan Tomohon Tengah merupakan salah satu kecamatan dari lima kecamatan yang ada di Kota Tomohon. Kecamatan Tomohon Tengah pada umumnya beriklim sejuk sehingga memiliki potensi untuk kesuburan tanah khususnya untuk pertanian hortikultura.

Perkebunan Wawo merupakan perkebunan yang ada di Kelurahan Matani Kota Tomohon yang dipakai untuk menanam sayuran para petani menggunakan pestisida dengan metode aplikasi penyemprotan yang merupakan pekerjaan yang paling sering menimbulkan kontaminasi, baik kontaminasi melalui kulit, inhalasi ataupun yang lainnya. Berdasarkan hasil

(3)

3 wawancara banyak petani yang bekerja menggunakan pestisida tanpa memakai alat pelindung diri seperti masker, penutup hidung dan mulut, baju berlengan panjang, celana panjang, kaca mata, sepatu boot, dan topi. Sering juga ada keluhan sakit kepala, pusing dan susah tidur malam setelah bekerja menggunakan pestisida dengan jangka waktu yang lama. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang analisis kadar cholinesterase darah pada petani penyemprot pestisida tanaman hortikultura di Perkebunan Wawo Matani Kota Tomohon.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik berbasis laboratorium dengan pemeriksaan kadar cholinesterase darah pada petani penyemprot pestisida dengan menggunakan alat Tintometer Kit. Penelitian ini dilakukan di Perkebunan Wawo Matani Kota Tomohon pada bulan Maret-Juni 2017. Populasi dalam penelitian ini sebanyak

91 orang yang berjenis kelamin laki-laki. Cara pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi dengan hasil sebanyak 34 responden. Data yang didapat dari hasil pemeriksaan di laboratorium diolah dengan menggunakan bantuan komputer. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat. Analisis ini dapat menggambarkan kadar cholinesterase darah pada petani penyemprot pestisida berdasarkan distribusi frekuensi dan persentasenya disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara narasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan di Perkebunan Wawo Matani Kota Tomohon dengan jumlah sampel 34 Responden dengan menggunakan alat Tintometer Kit didapatkan hasil pemeriksaan kadar cholinesterase sebanyak 28 responden (82%) memiliki kadar cholinesterase normal dan 6 responden (18%) mengalami keracunan ringan.

(4)

4

Tabel 1. Hasil pemeriksaan uji kadar cholinesterase darah pada petani penyemprot pestisida tanaman hortikultura dengan menggunakan alat ukur tintometer kit No. Hasil Pemeriksaan Cholinesterase Darah Keterangan

1 100% Normal 2 87,5 % Normal 3 100% Normal 4 100% Normal 5 87,5 % Normal 6 87,5 % Normal 7 75% Keracunan Ringan 8 75% Keracunan Ringan 9 100% Normal 10 87,5 % Normal 11 100% Normal 12 100% Normal 13 87,5 % Normal 14 100% Normal 15 100% Normal 16 75% Keracunan Ringan 17 100% Normal 18 100% Normal 19 100% Normal 20 87,5 % Normal 21 100% Normal 22 100% Normal 23 75% Keracunan Ringan 24 75% Keracunan Ringan 25 87,5 % Normal 26 100% Normal 27 75% Keracunan Ringan 28 100% Normal 29 100% Normal 30 87,5 % Normal 31 100% Normal 32 87,5 % Normal 33 100% Normal 34 100% Normal

Tabel 2. Distribusi Responden menurut kadar cholinesterase

No. Kaar Cholinesterase n %

1 76-100 28 82%

2 51-75 6 18%

3 36-50 - -

4 0-25 - -

(5)

5 a. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan di Perkebunan Wawo Matani Kota Tomohon yang dilakukan pada bulan April - Juni 2017. Responden pada penelitian ini keseluruhannya berjenis kelamin laki-laki sebanyak 34 petani. Hampir semua petani yang ada di Perkebunan Wawo Matani adalah petani penyemprot pestisida. Pada penelitian ini petani penyemprot pestisida di kategorikan dalam 5 kelompok umur yaitu umur 26-35 tahun yaitu 2 responden, umur 36-45 tahun yaitu 8 responden, umur 46-55 tahun yaitu 8 responden, umur 56-65 tahun yaitu 13 responden dan umur >66 tahun yaitu 3 responden.

Masa kerja para responden yang paling banyak yaitu terdapat pada masa kerja ≤ 25 tahun yaitu 19 responden (58%) dan yang paling sedikit terdapat pada masa kerja > 25 tahun yaitu 15 responden (42%).

b. Sebelum Penyemprotan

Hasil wawancara yang dilakukan pada 34 petani serta pengisian lembar checklist, menunjukkan bahwa dari 34 responden sebelum melakukan penyemprotan terdapat 18 responden (53%) yang tidak menggunakan sarung tangan saat membuka kemasan pestisida dan 14 responden (41%) yang kadang-kadang menggunakan sarung tangan. Dalam pencampuran pestisida para

petani sebelum mengaplikasikan pestisida pada tanaman petani terlebih dahulu mencampurkan pestisida ke dalam wadah terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam alat penyemprot dengan menggunakan dosis yang telah di anjurkan. Pencampuran pestisida harus menggunakan pakaian/ peralatan pelindung diri salah satu contohnya menggunakan sarung tangan yang kedap air saat pencampuran pestisida karena saat pencampuran saat itu petani bekerja dengan konsentrat berkadar tinggi yang belum diencerkan (Djojosumarto, 2008)

c. Saat Penyemprotan

Hasil wawancara yang dilakukan pada 34 petani serta pengisian lembar checklist, menunjukkan alat pelindung diri yang paling banyak dipakai adalah topi yaitu 22 responden (65%), menggunakan celana panjang yaitu 18 responden (53%), menggunakan baju lengan panjang yaitu 17 responden (50%) dan yang menggunakan sepatu boot yaitu 15 responden (44%) sedangkan dalam penggunaan sarung tangan banyak petani yang tidak menggunakannya yaitu 20 responden (59%), tidak menggunakan masker yaitu 16 responden (47%) dan yang tidak menggunakan kacamata yaitu 30 responden (88%). Dalam melakukan penyemprotan pestisida seharusnya menggunakan alat pelindung diri untuk

(6)

6 meminimalisasi pestisida masuk dalam tubuh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufidah (2016) dengan judul hubungan antara pemakaian alat pelindung diri dengan kadar cholinesterase darah pada petani hortikultura di Desa Bumen Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa secara statistik menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dan kadar cholinesterase darah dengan nilai p-value sebesar 0,029. Cara untuk meminimalisasi masuknya pestisida dalam tubuh dan terhindar dari keracunan pestisida adalah menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap dan benar. Selain kontaminasi lewat kulit, tangan pernapasan dan mata keracunan karena partikel pestisida semprot yang terhisap melalui hidung merupakan salah satu kasus terbanyak yang pernah ada.

Hasil wawancara yang dilakukan pada para petani di Perkebunan Wawo, para petani tidak menggunakan alat pelindung diri secara lengkap karena ingin mencari mudah dan cepat saat bekerja, keterbiasaan sejak dulu, dan ketidaknyamanan dalam penggunaan alat pelindung diri.

Saat penyemprotan dari 34 responden 6 reponden (18%) yang tidak memperhatikan arah angin saat penyemprotan dan 5 responden (15%)

yang kadang-kadang memperhatikan arah angin saat penyemprotan. Berdasarkan wawancara dengan petani di Perkebunan Wawo Matani beberapa petani tidak memperhatikan arah angin dikarenakan agar waktu penyemprotan tidak terlalu lama dan bisa langsung searah dengan tanaman yang ada.

Penelitian yang dilakukan oleh Osang (2016) dengan judul hubungan antara masa kerja dan arah angin dengan kadar cholinesterase darah pada petani padi pengguna pestisida di Desa Pangian Tengah Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow hasil yang didapatkan dari uji statistic dengan r= -0,479 dan p= 0,004 dengan α<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara arah angin dengan kadar cholinesterase darah. Memperhatikan arah angin sangatlah perlu diperhatikan saat penyemprotan karena akan mempengaruhin resiko keracunan akibat pestisida terhirup, mengenai mata atau kulit kita. Jika menyemprot pestisida dengan sembarangan tingkat keterpaparan pestisida akan semakin besar dan akan menyebabkan rendahnya kadar cholinesterase sehingga akan mempengaruhi kesehatan yang ada.

d. Sesudah Penyemprotan

Hasil wawancara yang dilakukan pada 34 petani serta pengisian lembar

(7)

7 checklist, menunjukkan bahwa yang menimbun wadah obat pestisida yang habis terpakai didalam tanah hanya 12 responden (35%) dan yang membersihkan diri setelah melakukan penyemprotan yaitu 32 responden (94%).

Untuk memusnahkan wadah pestisida yang telah selesai digunakan sebaiknya dikumpulkan semua wadah obat yang telah habis terpakai kemudian buang, bakar wadah atau kemasan yang dari kertas dan plastik dan kemasan dari gelas sebaiknya dipecahkan terlebih dahulu sebelum dikubur agar wadah tersebut tidak digunakan untuk hal-hal lainnya seperti untuk tempat makanan dan minuman (Djojosumarto, 2008).

e. Hasil Pemeriksaan Kadar Cholineterase Darah

Berdasarkan hasil dari alat ukur Tintometer Kit yang dilakukan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Manado dari jumlah 34 sampel darah petani penyemprot pestisida diperiksa secara kualitatif terdapat kadar cholinesterase 76-100 atau yang masih normal terdapat 28 responden (82%) para petani masih boleh terus bekerja namun perlu mengulangi pemeriksaan kesehatan dalam waktu dekat sedangkan petani yang memiliki kadar cholinesterase 51-75 yang merupakan adanya keracunan ringan terdapat 6

responden (18%) para responden harus beristirahat selama 2 minggu dan tidak boleh bekerja dengan pestisida dan kemudian perlu mengulangi pemeriksaan kesehatannya (Suma’mur 2009). Petani yang memiliki kadar cholinesterase 75% atau mengalami keracunan ringan terdapat 1 responden yang memiliki umur 40 tahun dengan masa kerja 25 tahun, 1 responden yang memiliki umur 43 tahun dengan masa kerja 20 tahun, terdapat 2 responden dengan umur berbeda yaitu 46 tahun dan 48 tahun namun masa kerja sama yaitu 25 tahun, 1 responden yang memiliki umur 63 masa kerja 7 tahun, dan 1 responden yang memiliki umur 64 tahun dengan masa kerja 21 tahun. Pada penelitian ini semakin bertambah umur dan masa kerja semakin lama tidak mempengaruhi kadar cholinesterase. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati dan Martiana (2014) tentang pengaruh faktor karakteristik petani dan metode penyemprotan terhadap kadar kolinesterase bahwa hasil analisis yang didapat dengan menggunkan regresi linier didapatkan nilai signifikan 0,194 yang berarti tidak ada pengaruh antara umur dengan kadar kolinesterase. Pada hasil wawancara dengan petani di perkebunan Wawo umur juga tidak mempengaruhi kadar cholinesterase dikarenakan saat penyemprotan para petani tidak menggunkan alat pelindung

(8)

8 diri serta tidak memperhatikan arah angin sedangkan terdapat responden yang memiliki umur 69 tahun dan 70 tahun dengan masa kerja >45 namun masih memiliki kadar cholinesterase normal dikarenakan saat penyemprotan petani tersebut menggunakan alat pelindung diri secara lengkap dan selalu memperhatikan arah angin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiawan (2013) dengan judul faktor risiko cholinesterase rendah pada petani bawang merah didapatkan hasil yaitu p value sebesar 1,000 yang berarti

p value lebih besar dari 0,05

(1,000>0,05) sehingga Ha ditolak dengan demikian tidak ada hubungan antara masa kerja dengan cholinesterase petani bawang merah.

Sebanyak 6 petani yang mengalami keracunan ringan hal tersebut dikarenakan mulai pada saat membuka kemasaan pestisida, pembuatan larutan sampai saat penyemprotan pestisida petani tersebut saat penyemprotan 5 responden tidak memperhatikan arah angin dan 1 responden hanya kadang-kadang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparti, Anies dan Setiani (2016) tentang beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida pada petani bahwa faktor resiko terjadinya keracunan pestisida dikarenakan saat penyemprotan

melawan arah angin dengan nilai p=0,039 (95% CI=0,132 – 0,867) dan OR 0,339 sehingga ada hubungannya antara cara penyemprotan dengan melawan arah angin dengan keracunan petisida. Berdasarkan wawancara kepada para petani 28 responden yang kadar cholinesterase normal, para petani saat penyemprotan rata-rata menggunakan alat pelindung diri hampir lengkap dan memperhatikan arah angin.

Pemeriksaan cholinesterase darah memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat pemaparan akibat penggunaan pestisida. Pemeriksaan cholinesterase berguna untuk mendeteksi tingkat kontaminasi yang disebabkan oleh pestisida yang bekerja dengan cara menghambat enzim cholinesterase contohnya senyawa organofosfat dan karbamat. Dampak terhadap kesehatan dalam penggunaan pestisida secara terus-menerus akan mengakibatkan keracunan. Dampak dari penyakit kronis akibat pestisida yaitu kerusakan paru-paru, kanker, kerusakan hati, kerusakan sistem saraf dan kerusakan sistem kekebalan (Conant dan Fadem, 2009).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Perkebunan Wawo Matani Kota Tomohon, dari 34 responden yang ada maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 28 responden (82%) memiliki

(9)

9 kadar cholinesterase dan terdapat 6 responden (18%) mengalami keracunan ringan.

SARAN

1. Bagi petani yang memiliki keracunan ringan untuk beristirahat selama 2 minggu, kemudian dilakukan pemeriksaan kesehatan ulang.

2. Perlu adanya penyuluhan tentang penggunaan pestisida dan pencegahan dampak penggunaan pestisida harus ditingkatkan agar masyarakat tetap terjamin kesehatannya.

3. Perlu adanya pemeriksaan cholinesterase selanjutnya secara rutin kepada para petani minimal satu tahun sekali.

4. Saat melakukan penyemprotan harus menggunakan alat pelindung diri (masker)

DAFTAR PUSTAKA

Bargumono, H. 2016. Pertanian

Organik Solusi Alternatif

Pertanian. Yogyakarta: Global Pustaka Utama

Budiawan, AR. 2013. Faktor Risiko

Cholinesterase Rendah pada

Petani Bawang Merah. Jurnal KEMAS 8 (2): 203. (Online) (http://journal.unnes.ac.id/nju/ind

ex.php/kemas) (diakses tanggal 14 Maret 2017)

Conant J, Pam F. 2009. Panduan

Masyarakat Untuk Kesehatan

Lingkungan. Bandung

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta :Agromedia Pustaka.

Hasibuan, R. 2015. Insektisida. Yogyakarta : Plantaxia.

Mufidah, AR. 2016. Hubungan Antara Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Kadar Cholinesterase Darah Pada Petani Hortikultura

Di Desa Bumen Kecamatan

Sumowono Kabupaten Semarang. Program Studi Kesehatan Masyarakat. (Online) (http://perpusnwu.web.id/karyail miah/documents/4966.pdf) (diakses tanggal 21 Maret 2017)

Osang, AR. 2016. Hubungan Antara Masa Kerja Dan Arah Angina

dengan Kadar Cholinesterase

Darah pada Petani Padi

Pengguna Pestisida di Desa

Pangian Tengah Kecamatan

Passi Timur Kabupaten Bolaang

Mongondow. PHARMACON

Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Samratulanggi. Vol. 5 No. 2 Mei 2016: 154-155.(online) (https://ejournal.unsrat.ac.id/index .php/pharmacon/article/view/1218

(10)

10 3/11763) (diakses tanggal 14 Maret 2017)

Rahmawati, YD. Martiana, T. 2014. Pengaruh Faktor Karakteristik Petani dan Metode Penyemprotan Terhadap Kadar Kolinesterase. The Indonesian Journal of Occupational Safety, Health and Environment. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Vol.1, No. 1 Jan-April 2014: 89. (Online)

(http://journal.unair.ac.id/downloa

d-fullpapers-kklk95ff2217582full.pdf) (diakses tanggal 21 Maret 2017)

Sembel, DT. 2015. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: ANDI. Suma’mur, PK. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Sagung Ceto

Suparti, S. Anies. Setiani, O. 2016. Beberapa Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Keracunan Pestisida pada Petani. Jurnal Pena Medika. Universitas Pekalongan. Vol. 6, No. 2, Desember 2016: 134. (Online) (http://jurnal.unikal.ac.id/index.ph p/medika/article/view/397/355) (diakses tanggal 21 Maret 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucap rasa syukur Alhamdullilaah, segala puja dan puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga

Kedudukan Bidang PMKT adalah sebagai bagian dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat yang di pimpin oleh seorang Kepala Bidang yang bertanggung

Jumlah kantor di Kota Palembang adalah 337 kantor, jumlah ini paling banyak terletak di wilayah Puskesmas Merdeka yaitu sebanyak 24 kantor. Sedangkan jumlah hotel di

Begitu pula dengan pengungkapan aspek kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial dalam Sustainability Report tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja

Situasi yang sama berlaku di Britain apabila pada satu tahap dilihat rakyat asing dari kumpulan kulit hitam tidak bersedia untuk berasimilasi dengan rakyat tempatan dari

Berdasarkan hasil pengembangan perangkat pembelajaran menunjukkan bahwa kualitas perangkat pembelajaran model pembelajaran tematik berbasis pendekatan scientific yang

Adapun sarana dan prasarana yang dibutuhkan antara lain: penyediaan ruang, peralatan, perangkat lunak, kualifikasi arsip dan kualifikasi sumber daya manusia

Pendidikan (FKIP) Universitas Siliwangi telah memiliki pengalaman dalam kegiatan terkait dengan produksi media Screencast O Matic dalam pembelajaran matematika sehingga