• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH UREA TERHADAP DISPERSI TANAH ULTISOL PADA REGIM AIR YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH UREA TERHADAP DISPERSI TANAH ULTISOL PADA REGIM AIR YANG BERBEDA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UREA TERHADAP DISPERSI TANAH ULTISOL PADA REGIM AIR YANG BERBEDA

EFFECT OF UREA ON DISPERSION OF ULTISOL SOIL UNDER DIFFERENT WATER REGIME

Syaifuddin dan Buhaerah

Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa Jl. Malino km 7 Borongloe, Kab. Gowa. Email: syaifuddinanwar21@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pupuk urea penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian, namun pengaruh negatif pemupukan urea terhadap tanah masih kurang diperhatikan. Beberapa penelitian se-belumnya telah membuktikan bahwa urea dapat mendispersi dan merusak struktur tanah. Sebaliknya ZA cenderung memberikan pengaruh berlawanan dengan urea. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh degradasi tanah oleh urea pada regim air berbeda. Penelitian dilakukan di rumah kaca dalam bentuk percobaan pot dan disusun menurut Rancangan Petak-petak Terpisah. Perlakuan pada percobaan ini terdiri atas regim air yang dikendalikan pada potensial matriks sekitar 5 kPa dan bervariasi antara 5 kPa sampai -100 kPa (PU), jenis pupuk masing-masing urea dan ZA (AP), dan 4 dosis (AAP). Aplikasi pupuk urea dengan dosis 0, 125, 250 dan 500 kg per ha dan pupuk ZA dengan dosis setara N urea diberikan 2 hari sebelum dihujani dengan simulator hujan. Parameter yang diamati meliputi waktu mulainya terjadi genangan, bulk density, strain vertical, kandungan suspensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan dengan menggunakan urea mengakibatkan waktu mulainya terjadi genangan lebih singkat, strain vertical dan bulk density lebih padat, kandungan suspensi lebih tinggi. Sementara pemupukan dengan ZA menyebabkan waktu mulainya terjadi genangan menjadi lebih lama, strain vertical, bulk

density, dan kandungan suspensi menurun.

Kata kunci: Urea, ZA, dispersi, tanah, regim air.

ABSTRACT

Urea fertilizer is important in increasing of agriculture production, but the negative effect of urea fertilizing on soil still less be paid attention. Some previous research have proved that urea can be dispersion and damage of soil structure. On the contrary ZA tend to give the influence againts with urea. This research aims to studying the effect of soil degradation by urea at water regime different. The research was conducted at green house by experimental pots was arranged according to split-split plot design. The treatments was consisted by water regim controlled at matrix potential about –5 kPa and between –5 kPa to –100 kPa (PU), kinds of fertilize is urea and ZA (AP), and 4 dosage (AAP). Application of urea fertilizer with 0, 125, 250 and 500 kg ha-1 dosage, and ZA fertilizer with equivalent N urea dosage, were applied 2 days before rained with rain simulator. Parameter was measured covered the start time of ponds was happened, bulk density, vertical strain, content of suspention. Result of research indicated that fertilization using urea result the time start of ponds happened earlier, vertical strain and bulk density increased, higher

(2)

content suspention. while fertilization by ZA caused the time start of ponds happened become longer, vertical strain, bulk density, and content suspention decreased

Keywords: Urea, ZA, dispersion, soil, water regim

PENDAHULUAN

Petani Indonesia pada umumnya menggu-nakan urea (CO(NH2)2 sebagai sumber utama pupuk nitrogen (45–46 persen) untuk menunjang produksi tanaman pa-ngan. Tanpa pemakaian pupuk urea, pro-duktivitas tanaman akan rendah. Namun, penggunaan urea juga mempunyai penga-ruh yang tidak menguntungkan produk-tivitas tanah. Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa urea mempunyai po-tensi merusak struktur tanah karena ter-dispersinya partikel liat, akibat mereng-gangnya jarak antarpartikel liat satu de-ngan yang lainnya (Gusli et al, 1996 a,b). Konsekuensi potensial dari kerusakan struktur tanah oleh urea antara lain berupa konsolidasi pada lapisan olah, terham-batnya infiltrasi, meningkatnya erosi, dan kehilangan hara. Semua konsekuensi po-tensial tersebut mempunyai akibat sangat merugikan pada produktivitas tanah. Se-lain itu jika tanah terdispersi, air yang mengalir sebagai aliran permukaan akan membawa koloid tanah bersama hara, termasuk nitrogen.

Dispersi liat sesudah pemberian air atau hujan menyebabkan kerusakan dari struk-tur tanah dan permukaan tanah mengeras (Rengasamy, 1983). Penghancuran agre-gat tanah dapat meningkat dengan me-ningkatnya konsentrasi air pada agregat. Pada beberapa tanah, pengolahan tanah dengan tenaga mekanik pada kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan dispersi (Kay dan Dexter, 1990).

Pemberian urea meningkatkan pH tanah, peningkatan pH menyebabkan muatan bersih (net) dari liat menjadi negatif, se-hingga liat cenderung saling menjauh satu

dengan yang lainnya, kondisi ini menye-babkan terjadinya dispersi liat.

Ghildyal dan Tripathi (1987) mendefinisi-kan dispersi adalah sebagai suatu proses yang mengakibatkan terlepasnya (terdis-persinya) partike-partikel tanah satu sama lain. Dispersi partikel liat mengakibatkan penghancuran unit tanah dalam susunan hirarki tanah paling dasar. Dalam keadaan terdispersi, partikel-partikel tanah terpisah dan menolak satu sama lain.

Dispersi menyebabkan perubahan struktur tanah (Shainberg, 1983). Perubahan struk-tur pada permukaan tanah dapat terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu:

1. Dispersi mekanik dengan rusaknya agregat tanah akibat terpaan butiran hujan dan diikuti oleh pemadatan tanah.

2. Dispersi kimia pada partikel liat yang tergantung pada persentase Natrium dapat tukar (Excangeable Sodium Per-sentage, ESP) dan daya hantar listrik (Electrical Conductivity, EC).

Pupuk Amonium Sulfat (ZA) mempunyai kadar nitrogen yang berkisar antara 20–21 persen, berbentuk kristal. Pupuk ini dapat dikatakan tidak higroskopis, hanya pada kelembaban nisbih sekitar 80 persen baru akan menarik air dari udara (Sutedjo, 1994). Amonium Sulfat yang bereaksi dalam tanah cenderung menurunkan pH karena anion sulfat akan bereaksi dengan air membentuk asam yang selanjutnya akan melepaskan ion hidrogen ke dalam tanah. Peningkatan ion H+ menyebabkan peningkatan muatan posi-tif pada partikel liat dan menipisnya lapisan ganda yang mendorong terjadinya flokulasi. Suspensi yang keruh dapat menjadi jernih dengan adanya pengendapan. Fenomena ini

(3)

di-sebut flokulasi, yaitu suatu proses ber-satunya partikel-partikel koloid menjadi unit yang lebih besar. Penelitian bertujuan untuk mempelajari seberapa signifikan pengaruh urea terhadap dispersi tanah Ultisol.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dan analisis sifat fisik tanah di-laksanakan di lapangan dan Laboratorium Ilmu Tanah STPP Gowa. Waktu pelaksa-naan dari Februari sampai Agustus 2010. Bahan-bahan yang digunakan adalah ta-nah Ultisol asal Malino, pupuk urea, amonium sulfat (ZA), TSP, KCl, pipa paralon PVC dengan diameter 21 cm dan tinggi 20 cm, kawat kasa dengan bukaan 2 mm.

Alat-alat yang digunakan adalah simulator hujan sebanyak 1 buah, semprotan 4 buah, stopwatch, timbangan elektronik,

sintered funnel, ring sampel, gunting,

pisau, dan cangkul.

Penelitian dilaksanakan di kebun percoba-an disusun menurut Rpercoba-ancpercoba-angpercoba-an Petak-petak Terpisah (RPPT). Petak utama, adalah pengelolaan air dengan 2 taraf, yaitu potensial matriksnya dikonstankan pada -5 kPa diberi notasi A1 dan potensial matriksnya antara -5 dan -100 kPa dengan notasi A2. Adapun sebagai anak petaknya adalah jenis pupuk ZA dan urea dengan notasi ZA dan U, sedang anak petaknya adalah dosis urea dan ZA yaitu 0, 125, 250, 500 kg ha-1 atau setara dengan 0, 0,37, 0,75, 1,5 g urea pot-1 dengan notasi D0, D1, D2, D3. Dosis ZA yang diguna-kan kadar N-nya sama dengan kadar N untuk tiap dosis urea. Kombinasi perla-kuan sebanyak 16 dan diulang sebanyak 3 kali.

Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penyiapan media tanah

Tanah Ultisol asal Malino, Kabupaten Gowa diambil pada kedalaman 0 sampai 200 mm. Contoh tanah ini dikering udara-kan, kemudian diayak melewati saringan berdiameter 5 mm. Tanah yang telah dike-ringkan dimasukkan ke dalam pot paralon sebanyak 6 kg pot-1.

2. Aplikasi pupuk

Pot yang telah berisi tanah diberi per-lakuan pemupukan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Kemudian ditutup dengan plastik hitam dan diinkubasi se-lama 2 x 24 jam.

3. Ekspose ke hujan buatan

Ekspose ke hujan buatan ini dilakukan di lapangan, bukan di rumah kaca. Penem-patan pot-pot yang akan diekspose ke hujan buatan dengan intensitas hujan 100 mm jam-1 dan diameter hujan 2,4 mm dilakukan secara random, melingkar, dan disesuaikan dengan radius simulator hujan yaitu 140 cm.

Ekspose ke hujan buatan dilaksanakan se-lama 50 menit. Setelah ekspose, seluruh pot-pot ditutup dengan plastik untuk menghindari menguapnya pupuk, dan di-lakukan selama 2 x 24 jam.

4.Penentuan retensi air

Penentuan retensi air dianalisis dengan menggunakan metode sintered funnel. Pe-nentuan retensi air -5 kPa dilakukan se-bagai berikut, sampel tanah kering udara yang berasal dari lapangan ditimbang, se-lanjutnya dimasukkan ke dalam funnel.

Funnel dan selang plastik penghubung

diisi penuh dengan air tanpa gelembung udara. Funnel bersama contoh tanah di dalamnya diklemp pada posisi stand setinggi kolom air tanah, yaitu 50 cm. Setelah 24 jam, berat contoh tanah di-timbang untuk diketahui kadar airnya.

(4)

Kemudian contoh tanah tersebut dikering-ovenkan selama 24 jam.

Penentuan retensi air -100 kPa adalah se-bagai berikut, sampel tanah yang berasal dari lapangan ditimbang untuk mengeta-hui berat basahnya, kemudian dikering-ovenkan selama 24 jam dengan suhu 105 °C. Setelah 24 jam, sampel tanah tersebut ditimbang kembali untuk mengetahui be-rat keringnya.

5. Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan untuk memperta-hankan potensial matriks (kadar air) yang diterapkan sesuai perlakuan. Air yang di-tambahkan diketahui melalui perhitungan kadar air yang telah ditetapkan sebelum-nya untuk masing-masing potensial

mat-riks. Jumlah air yang ditambahkan per-tama kali ke dalam tanah untuk mencapai kapasitas lapang (ψm = -5 kPa) sebanyak 2,82 L. Selanjutnya air yang ditambahkan dalam penelitian untuk mempertahankan kondisi kapasitas lapang (ψm = -5 kPa) berkisar 200–250 mL dengan interval pe-nyiraman setiap 24 jam. Pada potensial matriks (ψm = -100 kPa) air yang ditam-bahkan untuk mempertahankan kondisi kapasitas lapang (ψm= -5 kPa) berkisar 450–500 mL dengan interval penyiraman setiap 2 x 24 jam. Untuk lebih jelasnya jumlah air yang ditambahkan ke dalam ta-nah untuk mencapai potensial matriks an-tara -5 sampai -100 kPa dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah air yang ditambahkan ke dalam tanah untuk mencapai Potensial Matriks antara -5 sampai -100 kPa.

ψm (kPa)

Jumlah air yang perlu ditambahkan pada pot yang

berisi tanah kering udara sebanyak 6 kg (l)

Kisaran kebutuhan air dalam penelitian (mL)

Interval penyiraman

-5 2,82 200-250 Setiap 24 jam

-5 sampai -100 1,23 450-500 Setiap 2 x 24 jam

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati meliputi waktu mulainya terjadi genangan, Strain vertical,

bulk density, kandungan suspensi.

1. Waktu mulainya terjadi genangan (detik)

Pengamatan waktu mulainya terjadi ge-nangan dilakukan dengan mengukur wak-tu mulainya hujan dengan saat pertama kali terlihat genangan.

2. Strain vertical (m m-1)

Konsolidasi tanah diukur dengan strain

vertical (ξv) pengukuran dilakukan

se-belum dan sesudah dihujani. ξv dihitung dengan persamaan:

ξv = (Ho-H1)/Ho dimana:

Ho= tinggi kolom tanah awal H1= tinggi kolom tanah akhir 3. Bulk Density

Penetapan bulk density dilakukan dengan mengunakan ring sampel yang berukuran diameter 2 cm dan tinggi 5 mm (ring sam-pel kecil). Pengambilan samsam-pel tanah

(5)

de-ngan menggunakan ring sampel dilakukan setelah pot percobaan dihujani. Pengam-bilan dilakukan pada kedalaman 0–5 mm. Jumlah sampel untuk penetapan bulk

den-sity sebanyak 4 sampel.

4. Kandungan suspensi

Penetapan kadar suspensi dilakukan dalam sampel air ditentukan dengan cara Gravi-metrik. Kandungan suspensi dihitung de-ngan menggunakan rumus sebagai be-rikut:

S = Vt/(Vs)(t) Dimana:

Vt = volume air yang ditampung (500 mL).

Vs = volume sampel yang dipipet. t = berat suspensi dalam volume

sampel yang dipipet

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Waktu mulainya terjadi genangan Hasil pengamatan waktu mulainya terjadi genangan disajikan pada Tabel 2. Berda-sarkan hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa jenis, dosis, dan interaksi antara jenis dan dosis berpengaruh nyata ter-hadap waktu mulainya terjadi genangan, baik pada perlakuan dengan potensial matriks dipertahankan sekitar -5 kPa mau-pun yang divariasikan dari -5 kPa sampai -100 kPa.

Tabel 2. Waktu mulainya terjadi genangan pada perlakuan jenis pupuk Jenis Pupuk Rata-rata waktu mulainya terjadi genangan

(detik) LSD 0,05

ZA 71,58 a 6,04

Urea 22,67 b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05

Perlakuan dengan regim air awalnya -5 kPa, waktu mulainya terjadi genangan tidak konsisten. Tanah yang diberi ZA, waktu mulainya terjadi genangan cende-rung meningkat dengan bertambahnya dosis, tetapi secara statistik tidak nyata. Sementara tanah yang diberi urea, waktu mulainya terjadi genangan umumnya me-nurun drastis dari 72,67 detik ke 8,33 detik. Namun, penambahan dosis selanjut-nya sampai 230 N kg ha-1 tidak menu-runkan waktu mulainya terjadi genangan secara nyata. Pemberian urea maupun ZA memberikan pengaruh dengan pola yang sama dengan data yang diperoleh dari regim air -5 kPa.

Strain Vertical

Hasil pengukuran strain vertical dan hasil analisis ragam dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa perlakuan, kecuali jenis pupuk, tidak berpengaruh nyata terhadap strain

vertical. Pada tanah yang regim airnya

dipertahankan sekitar -5 kPa, sebelum di-hujani strain vertical pada perlakuan ZA menurun dengan bertambahnya dosis pu-puk. Tanah yang diberi urea, strain

ver-tikal umumnya meningkat dengan

ber-tambahnya dosis pupuk. Pada regim air -5 kPa, strain vertical pada perlakuan ZA menurun dari 0,002 menjadi 0,0003 m m-1. Pada pemupukan urea, strain vertical

(6)

meningkat dari 0,002 menjadi 0,037 m m-1 dengan bertambahnya dosis dari 0 ke 57,5 N kg ha-1. Pada tanah yang setelah dihu-jani dengan regim airnya berkisar antara

-5 sampai -100 kPa, pemberian ZA mau-pun urea memberikan pengaruh dengan pola yang sama dengan data yang di-peroleh dari regim air -5 kPa.

Tabel 3. Strain vertical perlakuan jenis pupuk

Jenis pupuk Rata-rata Strain Vertical

(m m-1) LSD 0,05

Urea 0,032 a 0,02

ZA 0,001 b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05

Bulk Density

Data dan hasil analisis ragam bulk density dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa pemu-pukan berpengaruh nyata terhadap bulk density.

Pada perlakuan dengan mengunakan pu-puk ZA, bulk density menurun dari 1,08 ke 1,02 mg m-3, dengan bertambahnya

do-sis pupuk dari 0 ke 57,5 N kg ha-1. Se-mentara pemupukan dengan mengguna-kan urea, bulk density meningkat dari 1,18 ke 1,25 Mg m-3 dengan bertambahnya dosis pupuk dari 57,5 menjadi 115 N kg ha-1. Penambahan dosis selanjutnya sam-pai 230 N kg ha-1 meningkatkan bulk den-sity secara nyata.

Tabel 4. Bulk Density pada kedalaman 0–5 mm

Perlakuan Rata-rata BD tanah LSD 0,05

Urea3 1,36 a 0,103 Urea2 1,25 b Urea1 1,18 bc Kontrol 1,08 cd ZA1 1,02 d ZA2 1,00 d ZA3 0,97 d

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05

Kandungan suspensi

Hasil pengukuran kandungan suspensi di-sajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil

analisis ragamnya terlihat bahwa pemu-pukan berpengaruh nyata terhadap kan-dungan suspensi.

(7)

Tabel 5. Kandungan suspensi

Perlakuan Rata-ratakandungan suspensi

(g L-1) LSD 0,05 Urea3 165,52 a 53,50 Urea2 130,15 a Urea1 73,09 b Kontrol 58,39 b ZA1 57,40 b ZA2 56,78 b ZA3 36,9 b

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05

Sejalandengan data-data sebelumnya, per-lakuan dengan menggunakan ZA, kan-dungan suspensi menurun dari 58,40 men-jadi 36,9 g L-1 dengan bertambahnya dosis pupuk dari 0 menjadi 230 N kg ha-1. Se-mentara pada perlakuan pemupukan de-ngan menggunakan urea, kandude-ngan sus-pensi meningkat dari 73,1 ke 130,15 g L-1 dengan bertambahnya dosis pupuk dari 57,5 ke 115 N kg ha-1. Penambahan dosis selanjutnya sampai 230 N kg ha-1 mening-katkan kandungan suspensi meskipun ti-dak secara nyata.

Pembahasan

Hasil penelitian secara keseluruhan nunjukkan bahwa pemupukan urea me-nyebabkan banyak perubahan terhadap parameter-parameter yang diamati. Waktu mulai terjadinya genangan terjadi lebih cepat, strain vertical lebih padat, bulk

density, dan kandungan suspensi

mening-kat.

Sejalan dengan itu, perlakuan dengan menggunakan urea menyebabkan waktu mulainya terjadi genangan menjadi lebih pendek/singkat, meskipun hanya dalam hitungan detik. Perbedaan waktu mulainya terjadi genangan dalam detik ini mungkin tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap intake air, tetapi menjadi petun-juk terjadi dispersi oleh urea.

Pemberian urea mengakibatkan bertam-bahnya muatan negatif dan berkurangnya muatan positif pada partikel liat, sehingga tercipta kondisi penolakan yang menye-babkan tanah terdipersi (van Olphen, 1963; Gusli, 1989). Tanah yang terdisper-si menyumbat pori-pori tanah, sehingga menurunkan laju infiltrasi dan mengaki-batkan terjadinya aliran permukaan sambil membawa koloid-koloid tanah dan unsur hara, termasuk N. Dispersi tanah mening-kat dengan bertambahnya dosis urea. Se-makin tinggi dosis urea, ion hidroksil yang dihasilkan dari proses hidrolisis me-ningkat. Ion hidroksil ini diduga merupa-kan penyebab meningkatnya pH tanah. Pemberian Ammonium Sulfat (ZA) ke da-lam tanah akan terurai menjadi ion am-monium dan sulfat. Ion NH4+ akan ber-gerak bebas dalam larutan tanah dan ter-sedia bagi tanaman. NH4+ yang ada dalam larutan tanah akan tertukar pada kompleks jerapan dan menggantikan kedudukan H+ pada misel tanah. Dengan demikian H+ yang semula terikat pada misel tanah menjadi ion H+ bebas dalam larutan tanah yang merupakan sumber kemasaman ta-nah. Peningkatan ion H+ menyebabkan peningkatan muatan positif pada partikel liat dan menipisnya lapisan ganda dari liat yang menyebabkan terjadinya flokulasi. Terjadinya flokulasi menyebabkan struk-tur tanah menjadi stabil atau mantap.

(8)

Flokulasi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara partikel liat. Agregat yang mantap hanya dapat terbentuk dalam ta-nah jika liatnya terflokulasi. Flokulasi merupakan dasar untuk terpeliharanya sta-bilitas struktur tanah (Gusli, 1989). Pemupukan urea menyebabkan mening-katnya bulk density seiring dengan ber-tambahnya dosis urea. Hal ini disebabkan sebagai konsekwensi hancurnya struktur tanah. Perubahan-perubahan tersebut me-rupakan indikasi terjadinya pemadatan tanah. Pemadatan tanah merubah distri-busi ukuran pori, pori makro berkurang sementara pori mikro meningkat. Akibat-nya difusi dan kapasitas oksigen berku-rang, kekuatan tanah meningkat.

Selain faktor tersebut di atas, kehilangan hara dapat disubtitusi atau diganti oleh aplikasi pupuk dasar berupa urea, TSP, dan KCl. Sementara kerusakan fisik tanah dan hilangnya unsur hara berpengaruh ke perkembangan akar sehingga menurunkan produksi.

Pemberian urea meningkatkan bulk

den-sity dan strain vertical. Fakta ini

meru-pakan indikasi terjadinya pemadatan ta-nah.

Regim air –5 kPa tergolong kapasitas la-pang, dimana pada keadaan ini, udara, air dan kekuatan tanah umumnya dalam ke-adaan optimal. Tersedianya air menyebab-kan perpanjangan akar, sehingga akar da-pat melakukan penetrasi, dan laju per-panjangan akar meningkat (Baver et al., 1972). Adanya kemampuan akar berpe-netrasi lebih dalam menyebabkan akar tanaman mempunyai kemampuan meng-absorbsi tanah dan air. Sementara pada regim air yang divariasikan antara –5 kPa sampai –100 kPa, kandungan air menjadi lebih rendah sehingga kekuatan tanah meningkat.

Urea merupakan sumber pupuk nitrogen yang esensial menunjang produktivitas ta-naman yang tinggi dengan biaya produksi

rendah karena kandungan nitrogen yang tinggi. Di lain pihak, hasil penelitian membuktikan bahwa tanah yang diberi urea menjadi terdispersi, akibat rusaknya struktur tanah. Oleh karena itu, perlu di-pikirkan bagaimana cara pemakaian urea sehingga tidak merusak struktur tanah. Dispersi tanah dapat memberikan penga-ruh pada tanah dan akhirnya tanaman. Jika liat terdispersi maka bila basah, tanah dengan mudah menjadi lumpur dan jika kering dengan cepat menjadi padat dan keras. Pemadatan menurunkan porositas tanah dan infiltrasi, selanjutnya tanah mu-dah tererosi, menghambat aerasi yang di-butuhkan oleh pertumbuhan akar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi per-tumbuhan dan produksi tanaman. Semakin meningkatnya dosis urea, maka semakin besar pengaruh dispersifnya. Oleh karena itu, untuk mengurangi penga-ruh urea, aplikasinya dilakukan sebanyak 2–3 kali. Namun, dari segi tenaga kerja pemupukan dengan cara demikian dipan-dang tidak efisien. Selain itu, pemupukan dengan menggunakan urea yang sifat pe-lepasan haranya lebih lambat (slow

re-lease) perlu dipertimbangkan untuk

diap-likasikan di lapangan. Selain itu, perlu mensubtitusi urea dengan pupuk amonium sulfat (ZA).

Penelitian-penelitian untuk menguji sifat dispersif urea, seperti pada penelitian ini perlu dilanjutkan baik pada tanaman mau-pun pada tanah yang berbeda, serta pe-ngaruh interaksi dari pupuk lain.

KESIMPULAN

1. Pemupukan urea meningkatkan strain

vertical, bulk density, kandungan

sus-pensi dan pada gilirannya menyebab-kan waktu mulainya terjadi genangan menjadi lebih singkat.

2. Dibandingkan pupuk urea, pemberian pupuk ZA menurunkan strain

(9)

verti-cal, bulk density, kandungan suspensi,

waktu mulainya terjadi genangan lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

Gusli, S., D.A. Macleod., and A. Cass, 1996a. Dispersibility of urea: I. Effect on Clay Minerals. Depart-ment of Agronomy and Soil Science, Univ of New England, Australia. Gusli, S., D.A. Macleod., and A. Cass,

1996b. Dispersibility of urea: II. Effect on Clay Minerals. Depart-ment of Agronomy and Soil Science, Univ of New England, Australia. Gusli, S., 1989. Structural collapse and

strength of some australian soils in relation to hard setting behavior.

Master of Rural Science. Thesis the University of New England, Armi-dale Australia.

Rengasamy, P., 1983. Clay dispersion in relation to changes in the electrolyte composition of dialysed Red-Brown Earths. Journal of Soil Science 34: 723–732.

Shainberg, I., 1983. Effect of exchange-able sodium and electrolyte concen-tration. Adv. Soil. Sci. 1:110–120 Syaifuddin, 2001. Degradasi tanah oleh

urea terhadap produksi tanaman tomat. Tesis Program Pascasarjana UNHAS, Makassar.

Van Olphen, 1963. An introduction to clay colloid chemistry. Inter-science, New York.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik independent T-Test dengan nilai siginifilkansi =0,565, menunjukkan bahwa pemeriksaan kandungan enzim esterase di dalam tubuh nyamuk diantara kedua

[r]

dari kehamilan, persalinan, nifas, memiliki bayi baru lahir, dan KB untuk.. memberikan keturunan pada masa

Dari hasil analisis dan perhitungan secara keseluruhan dengan menggunakan perspektif financial (keuangan) menunjukkan bahwa secara umum dilihat dari rasio likuiditas dan rasio

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pelestarian Ekosistem Mangrove Pada Daerah Perlindungan Laut Desa Blongko Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa

Variabel dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa (Y) dengan menerapkan model pembelajaran CTL berbasis interactive handout (X 1 ) dan model pembelajaran

Analisis keranjang pasar dengan Algoritma Apriori merupakan salah satu metoda data mining yang bertujuan untuk mencari pola assosiasi berdasarkan pola belanja yang

Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar hutang, semakin besar pendapatan yang diterima perusahaan.Ukuran perusahaan pada penelitian ini diproksikan dengan logaritma natural