• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS ABORTUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN KASUS ABORTUS"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

OLEH:

Wan Nur Atierah 105070108121008

Zaw Myo Aung 105070108121015

Claudia Belgisa Putri 105070103111016 Elisabeth Permatasari 105070107111011

Pembimbing

dr. Hermawan Wibisono, SpOG

Pendamping dr. Cahyawati Arisusilo

LABORATORIUM OBSTETRI-GINEKOLOGI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

2014

(2)

LAPORAN KASUS

ABORTUS INKOMPLIT

Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Muda di SMF Obstetrik dan Ginekologi RSSA Malang

Oleh:

Wan Nur Atierah 105070108121008

Zaw Myo Aung 105070108121015

Claudia Belgisa Putri 105070103111016 Elisabeth Permatasari 105070107111011

Menyetujui:

Pendamping, Pembimbing,

dr. Cahyawati Arisusilo dr. Hermawan Wibisono, SpOG

BAB I PENDAHULUAN

(3)

1.1 Latar Belakang

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Bantuk Hadijato, 2008).

Menurut data WHO, presentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi, sekitar 15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil dan 60-75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu (Lestariningsih, 2008).

Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh, abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical

pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo,

2008).

WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari 46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19 dari setiap 20 abortus) di antaranya terjadi di negara berkembang. Di Amerika Serikat, angka kejadian abortus spontan berkisar antara 10-20% dari kehamilan (Dwilaksana, 2010).

Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh Departemen Kesehatan RI, yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Pada tahun 2006, diketahui jumlah pasien abortus yang menjalani rawat inap sebanyak 42.354 orang, dengan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 205 orang. Jumlah pasien abortus yang menjalani rawat jalan sebanyak 24.491 orang kasus baru dan jumlah kunjungan sebanyak 34.103.

Menurut WHO tahun 2006, tingkat kasus aborsi di Indonesia tercatat yang tertinggi di Asia Tenggara, mencapai dua juta kasus dari sekitar 4,2 juta jumlah kasus per tahun yang terjadi di negara-negara Association Of South East Asian Nation (ASEAN)

Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SKDI) tahun 2007, menyatakan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia saat ini 228 per 100.000 kelahiran hidup. Ada empat penyebab klasik kematian ibu yaitu; perdarahan, eklampsia, infeksi, dan abortus.

Saat ini abortus merupakan salah satu masalah reproduksi yang banyak dibicarakan di Indonesia bahkan di dunia. Masalah abortus perlu dibahas, mengingat abortus merupakan salah satu penyebab terjadinya perdarahan, dan sebagai penyebab langsung kematian ibu/maternal. Kematian maternal merupakan masalah besar khususnya di negara berkembang. Sekitar 98-99% kematian maternal terjadi di negara berkembang, sedangkan

(4)

Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagipada seorang wanita adalah 73% dan 83,6% karena usia dan paritas. Sedangkan Warton, Fraser dan Llewellyn-Jones memberi prognosis lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% kejadian abortus dapat disebabkan oleh usia dan paritas. Kejadian abortus juga diduga mempunyai efek terhadap kehamilan berikutnya, baik pada timbulnya penyulit kehamilan maupun pada hasil kehamilan itu sendiri (Wiknjosastro, 2007).

Sekitar satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran paling sering antara minggu ke-6 dan ke-10 kehamilan. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun. Penyebab abortus dari faktor reproduksi di antaranya adalah faktor usia ibu, dimana keguguran wanita hamil pada usia di bawah 20 tahun ternyata lebih tinggi dari usia 20-29 tahun, kemudian meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Bantuk Hadijanto, 2008)

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di antaranya adalah faktor genetik yaitu translokasi parental keseimbangan genetik seperti kelainan Mendelian atau mutasi pada beberapa lokus (gangguan poligenik atau multifaktor). Selain itu, kelainan kongenital uterus seperti anomali duktus Mulleri, septum uterus, uterus bikornis, mioma uteri, sindroma Asherman, dan inkompetensi serviks. Autoimun seperti aloimun, mediasi imunitas humoral, dan seluler serta defek fase luteal seperti sintesis LH yang tinggi, antibodi antitiroid hormon dan faktor endokrin eksternal juga merupakan penyebab terjadinya abortus. Infeksi, kelainan hematologik dan pengaruh lingkungan juga bisa menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil (Prawirohardjo, 2008).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui diagnosis, penatalaksanaan dan perawatan abortus pada kasus yang diajukan.

2. Mengetahui faktor risiko, pencegahan, dan pada kasus yang diajukan. 1.3 Manfaat

Penulisan laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda mengenai abortus dalam hal pelaksanaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan perawatan.

BAB 2 LAPORAN KASUS

(5)

2.1 Identitas

No Reg : 1423220

Nama : Ny. S

Umur : 27 tahun

Alamat : Jl. Indrokilo Utara No.12, Lawang Pendidikan : 12 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah 1x

Lama Menikah : 15 tahun

Kehamilan : G2P1001Ab000

Anak Terakhir : 10 tahun Riwayat KB : sekarang tidak Tanggal MRS : 1 September 2014 2.2 Subjektif

2.2.1 Keluhan utama

Perdarahan dari jalan lahir. 2.2.2 Perjalanan Penyakit

Ny. S/ 27 tahun/ Menikah 1x (15 tahun) datang ke poliklinik ginekologi RSSA pada 1 September 2014, mengeluh mengalami perdarahan dari jalan lahir seperti menstruasi sejak 17 Agustus 2014 (selama 15 hari). Perdarahan disertai dengan rasa nyeri dari perut bagian bawah menembus dubur dan menjalar sampai ke paha. Rasa nyeri terasa hilang timbul, namun menyusahkan pasien untuk melakukan aktivitas.

2.2.3 Riwayat Pernikahan

Perkawinan 1 kali, dengan suami sekarang selama kurang lebih 15 tahun. Umur perrtama kali kawin 12 tahun.

2.2.4 Riwayat Obstetri G2P1001Ab000 Sekarang tidak KB

2.2.5 Riwayat Haid

(6)

 Menarche : sejak usia 12 tahun

 Siklus : 28 hari

 Lamanya haid : 7 hari

 Jumlah haid : biasa

 Nyeri : sebelum haid

2.2.6 Riwayat Nyeri Perut : tidak ada

2.2.7 Riwayat Keputihan : tidak ada

2.2.8 Riwayat Keadaan Umum

 Nafsu makan : biasa

 Badan : tetap

 Miksi : dalam batas normal

 Defekasi : dalam batas normal

2.2.9 Riwayat Operasi/Penyakit : disangkal 2.2.10 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki penyakit yang serupa. 2.2.11 Riwayat Pengobatan

Vitamin SF dan asam folat 2.2.12 Riwayat Sosial

Senang makan dan minum manis. 2.3 Obyektif

2.3.1 Pemeriksaan Fisik Status Generalis

 Keadaan umum : baik

 Kesadaran : compos mentis

 BB : 67 Kg

 TB : 155 cm

 Tekanan darah : 120/80 mmHg

 Nadi : 80 x/menit, reguler

(7)

 Suhu aksiler : 36,50C

 Kepala dan leher : anemis / , icterus / - Thorax : Cor/ S1S2 tunggal, murmur (-)

Pulmo/ v v Rh Wh -v -v -v -v

- Abdomen :Fundus uteri membesar, perut flat, soefl, bising usus (+) normal, shifting dullness (-)

 Ekstremitas : akral hangat, edema =|=, anemic =|=

Status Ginekologi

 Genitalia Eksterna

Inspeksi : v/v fluxus (+) minimal, fluor (-)

Inspekulo : Fluxus (+) minimal, fluor (-), Porsio Multi Para, terlihat adanya jaringan

Vaginal Touche : flux (+) fluor (-), Porsio Multi Para terbuka 1 jari, teraba adanya jaringan mengisi cavum uteri. Corpus Uteri Ante Flexi ~ 8-10 minggu.

Adnexa Parametrium D/S massa (-) nyeri (-) Cavum Douglas dalam batas normal

2.3.2 Hasil Pemeriksaan Penunjang

 Plano tes : positif

 Darah Lengkap : 138/9550/39,3/362.000

2.4 Assessment Abortus inkomplit 2.5 Planning

Planning Diagnosis : (-)

Planning Terapi : - Masuk Rumah Sakit pk. 12.10 WIB - Pro kuretase

- Gentamycin 80mg intravena - Kaltrofen supp II per rectal

(8)

Planning Monitoring : vital sign, keluhan subyektif pasien.

Planning Edukasi : KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) pasien dan keluarga tentang:

1. kondisi ibu saat ini

2. prosedur tindakan medis yang akan dilakukan beserta risiko yang akan terjadi dan prognosis. 3.6 Laporan Kuretase

Setelah tindakan septik dan antiseptik di daerah vulva dan sekitarnya di samping spekulum bawah yang dipegang oleh asistendengan pertolongan spekulum atas bibir depan portio dijepit dengan Kogeltang Sonde masuk sedalam 7cm, corpus uteri retrofleksi.

Dilakukan kuretase biasa secara sistematis dan hati-hati sampai cavum uteri bersih dengan curet No.2 dan No. 3.

Berhasil dikeluarkan jaringan plasenta sebanyak kira-kira 10-15 gram. Jumlah perdarahan selama kuretase 10 cc.

Tidak dilakukan pemasangan IUD. Lama kuretase 15 menit.

Diagnose pra kuretase: Abortus inkomplit Diagnose pasca kuretase: Abortus inkomplit Keadaan pasca kuretase:

 Keadaan Umum :baik/compos mentis

 Tensi : 120/80

 Nadi : 86x/menit

 RR : 18x/menit

Terapi pasca kuretase: - Amoxiciliin 3x500mg

- Asam mefenamat 3x500mg - Rob 2x1

(9)

BAB 3 PERMASALAHAN

3.1 Diagnosa

Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini? 3.2 Penatalaksanaan dan prognosis

(10)

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Anatomi dan Fisiologi Alat-alat Kandungan, Mudigah, Janin, dan Wanita Hamil 4.1.1 Anatomi Alat-alat Kandungan

Alat kandungan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: alat kandungan luar (genitalia eksterna) dan alat kandungan dalam (genitalia interna)

4.1.1.1 Alat Kandungan Luar

Alat kandungan luar dalam arti sempit adalah alat kandungan yang dapat dilihat dari luar bila wanita dalam posisi litotomi. Fungsi alat kandungan luar dikhususkan untuk kopulasi (koitus). (Mochtar, 1998)

Mons veneris ialah daerah yang menggunung di atas simfisis, yang akan ditumbuhi rambut kemaluan (pubes) apabila wanita berangkat dewasa. Pada wanita, rambut ini tumbuh membentuk sudut lengkung sedangkan pada pria membentuk sudut runcing ke atas.

Bibir besar kemaluan (labia majora) berada pada bagian kanan dan kiri, berbentuk lonjong, yang pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi juga oleh pubes lanjutan dari mons veneris.

Bibir kecil kemaluan (labia minora) ialah bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu. Disini dijumpai frenulum klitoris, preputium, dan frenulum pudenti.

Klentit (klitoris)identik dengan penis pada pria, kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabe rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris. Glans klitoris berisi jaringan yang dapat bererksi, sifatnya amat sensitif karena banyak memiliki serabut saraf.

Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang di batasi perineum.

Vestibulum terletak di bawah selaput lendir vulva, terdiri dari bulbus vestibuli kanan dan kiri. Disini dijumpai kelenjar vestibuli major (kelenjar Bartholini) dan kelenjar vestibulum minor.

Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina.

Selaput dara (hymen) merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya berlubang membentuk semilunaris, anularis, tapisan, septata, atau fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau himen imperforata. Himen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin. Sisanya disebut kurunkula himen atau sisa himen.

(11)

Lubang kemih (orifisium uretra eksterna) adalah tempat keluarnya air kemih yang terletak di bawah klitoris. Di sekitar lubang kemih bagian kiri dan kanan didapati lubang kelenjar skene.

Perineum terletak di antara vulva dan anus. (Mochtar, 1998)

Gambar 4.1 Alat Kandungan Luar (Mochtar, 1998) Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

4.1.1.2 Alat Kandungan Dalam

Liang Sanggama (vagina) adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dengan rahim, terletak diantara saluran kemih dan liang dubur. Dibagian ujung atasnya terletak mulut rahim. Fungsi penting dari vagina ialah sebagai saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari rahim, alat untuk bersanggama, dan jalan lahir pada waktu bersalin.

Rahim (uterus) adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya ditutupi oleh peritoneum sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa rahim. Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil di anatara kandung kemih dan dubur.

Saluran telur (tuba Falopii) adalah saluran yang keluar dari kornu rahim kanan dan kiri, panjangnya 12-13 cm, diameter 3-8 mm. Bagian luarnya diliputi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam saluran dilapisi silia, yaitu rambut getar yang berfungsi untuk menyalurkan telur dan hasil konsepsi.

Indung Telur (ovarium) terdapat dua indung telur, masing-masing di kanan dan kiri rahim, dilapisi mesovarium dan tergantung di belakang lig. Latum. (Mochtar, 1998)

(12)

Gambar 4.2 Alat Kandungan Dalam (Mochtar, 1998) Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

4.1.2 Fisiologi Alat-alat Kandungan 4.1.2.1 Fisiologis Haid

Pada wanita yang sehat dan tidak hamil, setiap bulan secara teratur mengelluarkan darah dari alat kandungannya, dan ini disebut haid.

Pada siklus haid, mukosa rahim dipersiapkan secara teratur untuk menerima ovum yang dibuahi setelah terjadinya ovulasi, keadaan ini dikontrol oleh hormon-hormon yang dapat dideteksi dalam air kemih. Yang diperiksa adalah air kemih 24 jam dan diukur kadar estriol dan pregnandiolnya. (Mochtar, 1998)

Gambar 4.3 Siklus Menstruasi Normal Sumber Sinopsis Obstetri, edisi 2

(13)

Satu siklus haid dibagi atas beberapa fase (stadium): (1) Stadium menstruasi (deskuamasi) : 3-7 hari (2) Stadium proliferasi : 7-9 hari

(3) Stadium sekresi : 11 hari

(4) Stadium premenstruasi : 3 hari 4.1.2.2 Hormon-hormon Siklus Haid

- FSH (Follicle Stimulating Hormone) dikeluarkan oleh hipofise lobus depan - Estrogen dihasilkan oleh ovarium

- LH (Luteinzing Hormone) dihasilkan hipofise

- Progesteron dikeluarkan oleh indung telur (Mochtar, 1998) 4.1.2.3 Ovulasi (Pengeluaran Sel Telur)

Kapan terjadinya ovulasi atau keluarnya sel telur dari indung telur perlu kita ketahui untuk menentukan masa/ hari subur seorang wanita, karena kehamilan hanya mungkin terjadi bila sanggama (koitus) dilakukan pada sekitar saat ovulasi. Biasanya ovulasi terjadi kira-kira 14 hari sebelum haid yang akan datang. Dengan kata lain, diantara dua haid yang berurutan, indung telur akan mengeluarkan ovum, setiap kali satu dari ovarium kanan dan lain kali dari ovarium kiri.

Cara menentukan adanya ovulasi: - Biopsi endometrium

- Suhu basal badan - Sitologi vaginal - Getah serviks - pH getah vagina

- Endoskopi (Mochtar, 1998) 4.1.3 Kehamilan normal

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. (Prawirohardjo, 2007)

4.1.4 Persalinan normal

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran disebut juga proses pengeluaran janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.

Sehinggga persalinan dan kelahiran normal, proses dimana terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang

(14)

kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2007)

Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu:

- Kala I: dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sapai 3 cm dan fase akhir (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif.

- Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

- Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

- Kala IV : dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum. (Prawirohardjo, 2007)

4.2 Abortus 4.2.1 Definisi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

4.2.2 Etiologi dan Faktor Presdiposisi

Etiologi penyebab abortus adalah sebagai berikut:

 Faktor dari janin (Fetal), yang terdiri dari: kelainan genetik (kromosom)

 Faktor dari ibu (maternal), yang terdiri dåri: infeksi kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor imunologis, dan defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu inpartu, umumnya pada trisemester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindro Asherman.

 Faktor dari ayah (paternal): kelainan sperma (Prawirohardjo, 2007)

(15)

BKKBN memperkirakan angka aborsi di Indonesia 2 juta per tahun. Aborsi yang disengaja terjadi 1,2 – 1,6 juta kasus di Amerika Serikat dalam 10 tahun terakhir. Kira-kira 15% kehamilan klinis dan 60% kehamilan kimiawi berakhir dengan abortus spontan. Sekitar 8% abortus spontan terjadi pada kehamilan kurang dari 12 minggu.

4.2.4 Klasifikasi

Gambar 4.4 Kriteria diagnosis abortus Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

1.Abortus spontan: Abortus yang terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis

untuk mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai abortus spontan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (Miscarriage).

2. Abortus imminens (keguguran mengancam): Peristiwa terjadinya

perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.

3. Abortus incipiene (keguguran berlangsung): Peristiwa perdarahan uterus

pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah.

4. Abortus inkomplet (keguguran tidak lengkap): Pengeluaran sebagian hasil

konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka

(16)

dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadangkadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.

5. Abortus complet (keguguran lengkap): Perdarahan pada kehamilan muda di

mana seluruh hasil konsepsi telah di keluarkan dari kavum uteri. Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap.

6. Missed abortion (retensi janin mati): Kematian janin sebelum berusia 20

minggu, tetapi janin yang mati tertahan di dalam kavum uteri tidak dikeluarkkan selama 8 minggu atau lebih. (Prawirohardjo, 2007)

4.2.5 Penegakan Diagnosis 4.2.5.1 Anamnesis

Anamnesa merupakan suatu cara penegakan diagnosis yang dilakukan pertama kali. Di mana anamnesa yang baik dan benar dapat mengarahkan diagnosis. Anamnesa pada kasus obstetri dan ginekologi memiliki prinsip yang sama dengan anamnesa pada umumnya, yaitu meliputi identitas, keluhan utama, penyakit saat ini, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat pengobatan, riwayat keluarga, riwayat sosial. Pada kasus obstetri dan ginekologi, anamnesis dititikberatkan pada riwayat perkawinan, kehamilan, siklus menstruasi, penyakit yang pernah diderita khususnya penyakit obstetri dan ginekologgi, serta pengobatan, riwayat KB, serta keluhan-keluhan seperti perdarahan dari jalsn lahir, keputihan (fluor albus), nyeri, maupun bennjolan (Prawirohardjo, 2011).

Menurut Sastrawinata et al., pada tahun 2005, abortus memiliki manifestasi klinik sebagai berikut di bawah:

- Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu

- Pendarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi. - Rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri

pingang akibat kontraksi uterus.

Pada anamnesa didapatkan pasien seorang wanita berusia 27 tahun (tergolong usia

reproduktif), 1 kali menikah selama 15 tahun, riwayat kehamilan 2 kali dan memiliki 1 orang

anak hidup. Pertama kali menstruasi (menarche) pada usia 12 tahun dengan siklus haid pasien teratur yaitu 28 hari dan lama haid 7 hari. HPHT pasien 23 Juni 2014. Pasien datang ke Poliklinik Ginekologi RSUD Dr.Saiful Anwar Malang pada tanggal 1 September 2014 pukul 13.00 WIB dengan keluhan utama perdarahan dari jalan lahir seperti menstruasi sejak

(17)

17 Agustus 2014 (selama 15 hari). Perdarahan disertai dengan rasa nyeri dari perut bagian bawah menembus dubur dan menjalar sampai ke paha. Rasa nyeri terasa hilang timbul, namun menyusahkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Pada pasien Ny. S, HPHT-nya adalah 23 Juni 2014, kemudian mulai muncul perdarahan seperti haid pada tanggal 17 Agustus 2014. Hal tersebut berarti pasien mengalami amenore selama 7 minggu lebih 3 hari (kurang dari 20 minggu). Adanya keluhan perdarahan dari jalan lahir yang mungkin disertai keluarnya jaringan konsepsi, rasa mulas atau keram perut didaerah atas simfisis, sering disertai nyeri pingang adalah keluhan yang biasa ditemui pada kasus abortus. Hal tersebut terjadi karena uterus berkontraksi untuk mengeluarkan jaringan sisa hasil konsepsi yang gugur yang telah dianggap sebagai benda asing.

Menurut WHO, setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada tiga gejala seperti; (i) perdarahan pada vagina, (ii) nyeri pada abdomen bawah, (iii) riwayat amenorea, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus. Dari hasil anamnesa pada pasien, didapatkan memenuhi ketiga gejala tersebut. Oleh karena itu, kemungkinan terjadinya abortus harus dipikirkan.

4.2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisik untuk penegakan diagnosis abortus menurut Prawirohardjo, 2007 adalah sebagai berikut:

Inspeksi Vulva: Pendarahan pervaginam ada atau tidaknya jaringan hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vulva.

Inspekulo: Pendarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup ada atau tidaknya jaringan keluar dari ostium, ada atau tidaknya cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.

Colok Vagina: Porsio terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada peraban adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.

Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus (incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion) (Cunningham et al., 2005; Griebel et al., 2005).

(18)

Abortus Iminens (Threatened abortion)

Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et

al., 2005).

Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et

al., 2005).

Abortus Insipiens (Inevitable abortion)

Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).

Abortus Inkompletus atau Abortus Kompletus

Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang

(19)

setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005).

Abortus Tertunda (Missed abortion)

Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998).

Abortus Habitualis (Recurrent abortion)

Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis (Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.  Abortus Septik (Septic abortion)

Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter

aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci dan Staphylococci (Mochtar,

1998; Dulay, 2010). Diagnosis

Abortus Perdarahan Nyeri Perut Uterus Serviks Gejala Khas Iminens Sedikit Sedang Sesuai usia

kehamilan tertutup Tidak ada ekspulsijaringan konsepsi Insipiens

(20)

Inkomplit Sedang-banyak Sedang-hebat Sesuai dengan usia kehamilan

terbuka Ekspulsi sebagian jaringan konsepsi

Komplit sedikit Tanpa/sedikit Lebih kecil dari usia gestasi

Terbuka /

tertutup Ekspulsi seluruh jaringankonsepsi

Missed abortion Tidak ada Tidak ada Lebih kecil

dari usia kehamilan

tertutup Janin telah mati tapi tidak ada ekspulsi jaringan konsepsi

Tabel 4.1 Kriteria diagnosis abortus Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

Pada pemeriksaan didapatkan pasien dalam keadaan baik, status generalis dalam batas normal. Tidak ada anemia maupun ikterus. Kondisi jantung maupun paru juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen terlihat membesar, namun bising usus terdengar normal dan tidak ada shifting dullness. Inspeksi pada genitalia eksterna terlihat darah keluar minimal tanpa disertai fluor, terlihat adanya jaringan. Kemudian dilakukan inspekulo tampak adanya portio multi paritas terbuka kurang lebih 1 jari, licin, tampak adanya perdarahan minimal dan jaringan. Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan melakukan vaginal touché tidak didapatkan kelainan dan corpus uteri anteflexi, dindingnya dalam batas normal. Dalam corpus uteri teraba adanya jaringan. Pada pemeriksaan adnexa perimetrium dextra dan sinistra tidak didapatkan massa ataupun nyeri.

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perdarahan minimal benar keluar dari jalan lahir disertai dengan jaringan dengan kondisi portio terbuka. 4.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Plano test adalah uji hormonal kehamilan yang didasarkan pada adanya produksi

korionik gonadotropin (hCG) oleh sel-sel sinsiotrofoblas pada awal kehamilan. Hormon ini disekresikan ke dalam sirkulasi ibu hamil dan diekskresikan melalui urin. Human Chorionic

Gonadotropin (hCG) dapat dideteksi pada sekitar 26 hari setelah konsepsi dan peningkatan

ekskresinya sebanding meningkatnya usia kehailan di antara 30-60 hari. Produksi puncaknya adalah pada usia 60-70 hari, kemudian menurun secara bertahap dan menetap hingga akhir kehamilan setelah usia 100-130 hari. Pemeriksaan kuantitatif hCG cukup bermakna bagi kehamilan. Kadar hCG yang rendah ditemui pada kehamilan ektopik dan abortus iminens. Kadar yang tinggi dapat dijumpai pada kehamilan majemuk, mola hidatidosa, atau korio karsinoma (George Adriaansz dan T.M. Hanafiah, 2008).

Pada banyak kasus, pemeriksaan serum untuk kehamilan sangat berguna. Pemeriksaan laboratorium paling sedikit harus meliputi biakan dan uji kepekaan mukosa serviks atau darah (untuk mengidentifikasi patogen pada infeksi) dan pemeriksaan darah lengkap. Pada beberapa kasus, penentuan kadar progesteron berguna untuk mendeteksi

(21)

kegagalan korpus luteum. Jika terdapat perdarahan, perlu dilakukan pemeriksaan golongan darah dan pencocokan silang serta panel koagulasi.

Ultrasonografi dapat memperlihatkan massa adnexa, kehamilan intrauterin atau cairan dalam cavum dauglas. Visualisasi dari kutub janindi dalam kantonggestasi intrauterin benar-benar menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik. Uterus yang kosong atau uterus yang membesar sedang tanpa gestasi intrauterin dihubungkan dengan tes kehamilan positif merupakan petunjuk dugaan gestasi ektopik (Kedaruratan Obstetri dan Gonekologi, Kapita Selekta, 2005).

Analisis genetik bahan abortus dapat menentukan adanya kelainan kromososm sebagai etiologi abortus. Analisis ini sering kali memberikan informasi yang sangat berharga untuk konseling.

Pasien Ny.S pada saat diterima pertama kali adalah di poliklinik ginekologi RSSA, mengaku hamil dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir. Untuk membuktikan perdarahan tersebut benar abortus atau perdarahan haid, maka dilakukan pemeriksaan penunjang

plano test secara cepat untuk skrining kehamilan. Pada hasil plano test pasien didapatkan

positif, maka diambil kesimpulan dengan cepat bahwa pasien benar dalam keadaan hamil dan kasus perdarahan ditegakkan sebagai abortus.

4.2.6 Diagnosis

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa pasien memenuhi kriteria diagnostik abortus inkomplit.

4.2.7 Komplikasi Abortus

Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok. 1) Perdarahan : Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa

hasil konsepsi dan jka perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2) Perforasi : Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalaan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi perlukaan kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cidera, untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.

(22)

3) Infeksi : Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkomletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis. Umumnya pada abortus infeksius infeksi terbatas pada desidua.

4) Syok : Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik) (Anwar M. dkk., 2008).

4.2.8 Penatalaksanaan dan Perawatan Abortus

Menurut WHO tahun 2007, penatalaksaan dan perawatan pertama kali pada kasus abortus adalah sebagai berikut:

Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernafasan, suhu)

- Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik < 90 mmHg).

- Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:

 Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1g diberikan setiap 6 jam  Gentamycin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam

 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam - Segera rujuk ibu ke rumah sakit

- Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.

- Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.

Pada abortus inkomplet, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan. Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald (Mochtar, 1998).

Pada abortus inkomplit, begitu keadaan hemodinamik sudah dinilai dan pengobatan dimulai, jaringan yang tertahan harus diangkat atau perdarahan akan terus berlangsung. Oksitosik (misal, Oksitosin 10 IU.500ml larutan Dekstrosa 5% dalam larutan Ringer laktat IV

(23)

dengan kecepatan kira-kira 125 ml/jam) akan membuat uterus berkontraksi, membatasi perdarahan, membantu pengeluaran bekuan darah atau jaringan dan mengurangi kemungkinan perforasi uterus selama dilatasi dan kuretase. Pengeluaran hasil konsepsi biasanya dapat dikerjakan dengan aman dengan blok paraserviks pada fasilitas rawat jalan. Namun, faktor yang membatasi adalah kemampuan mengobservasi pasien secara memadai setelah tindakan. Sebagian besar pasien yang dirawat jalan dapat dipulangkan setelah observasi (1-6 jam) dapat memastikan kembalinya fungsi fisiologis dan tidak ada komplikasi dini. Komplikasi utama kuretase adalah perforasi uterus. Jika dicurigai adanya perforasi, pasien harus diobservasi di rumah sakit terhadap adanya tanda-tanda perdarahan intraperitoneal, ruptur usus atau kandung kemih, atau peritonitis. Mungkin diperlukan laparotomi spektrum luas (Ralph C. Benson, 2008).

Pada pasien Ny.S, tidak ditemukan adanya tanda-tanda shock. Kemudian segera dilakukan kuretase untuk mengeluarkan jaringan secepat mungkin. Setelah itu, pasien MRS. Pada umumnya setelah tindakan (DK atau suction curretage) pasien dapat segera dipulangkan, tetapi pada beberapa kasus yang mengalami komplikasi (misalnya perdarahan banyak, anemia atau infeksi) dapat dipertimbangkan untuk dirawat di RS. Tujuan perawatan adalah untuk mengatasi anemia, infeksi, serta untuk pemulihan.

Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah Gentamicin 80mg intravena dan Kaltrofen supp II per rectal. Gentamicin adalah antibiotik narrow spectrum golongan aminoglikosida untuk gram negatif termasuk spesies Pseudomonas. Dengan beta-lactamse juga dapat melawan enterococci. Sementara, Kaltrofen supp II adalah tablet supositoria yang mengandung ketoprofen 100 mg pada masing-masing tabletnya. Termasuk golongan anti-inflamasi non-steroid (AINS) dengan daya analgesik, antiinflamasi dan antipiretik. Bekerja menghambat sintesa prostaglandin. Supositoria yang diberikan pada malam hari lebih efektif dalam mengontrol nyeri yang timbul sepanjang malam dibandingkan bentuk oral, kadar puncak dicapai dalam 1-2 jam, dengan waktu paruh 2-3 jam. Jika dikombinasikan dengan preparat oral, dosis kaltrofen supositoria per hari satu, yang dimasukkan ke dalam rektum. Jika tidak, maka dosisnya 1 supositoria 2 kali sehari. Kedua obat diminum setengah jam setelah makan.

4.2.9 Prognosis

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Rata-rataterjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tinginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan

(24)

gamet. Pada 1988 Wilcox dan kawan-kawan melakukan studi terhadap 221 perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, di mana 43 (22 %) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.

Namun pada kasus aborsi yang tidak aman menjadi penyebab utama kematian ibu hamil. Meningkatnya tindak aborsi di dunia menambah risiko pada kesehatan perempuan, kata sejumlah peneliti. Penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan tingkat aborsi global adalah 28 dari 1.000 perempuan pertahun. Namun, persentase aborsi yang dilakukan tanpa bantuan tenaga medis terlatih naik dari 44% pada 1995 menjadi 49% pada 2008. Jurnal kesehatan Lancet yang mempublikasikan laporan itu mengatakan angka tersebut "sangat meresahkan".

Aborsi tidak aman adalah salah satu penyebab kematian ibu hamil di dunia dan hal itu mengacu pada prosedur aborsi yang dilakukan di luar rumah sakit, klinik atau tanpa pengawasan medis yang memenuhi syarat.

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan .

2. Faktor predisposisi terjadinya abortus yaitu faktor maternal, riwayat obstetri yang kurang baik, riwayat infertilitas, adanya kelainan atau penyakit yang menyertai kehamilan, berbagai macam infeksi, paparan dengan berbagai macam zat kimia, trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama, kelaianan pertumbuhan hasil

(25)

konsepsi, kelainan pada plasenta, kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks.

3. Patofisiologi terjadinya abortus yaitu berawal dari perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus dan uterus berkontraksi.

4. Manifestasi klinik abortus yaitu terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat, perdarahan pervaginam, rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis.

5. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu tes kehamilan, pemeriksaan Doppler atau USG, pemeriksaan kadar fibrinogen darah.

6. Berdasarkan jenisnya, abortus dapat dibagi menjadi empat yaitu abortus spontan, abortus profokatus, abortus profokatus terapetikus dan abortus profokatus kriminalis. Sedangkan berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit, abortus komplit, abortus abortion, abortus terapeutik dan abortus septik.

7. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari abortus adalah perdarahan, perforasi, syok, infeksi dan kelainan pembekuan darah.

8. Penatalaksanaan pasca abortus adalah mencari penyebab abortus, observasi involusi uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian serta pasien dianjurkan memakaian kontrasepsi kondom atau pil.

5.2 Saran

1. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya pencegahan terjadinya abortus meliputi infeksi kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes melitus, malnutrisi, penggunaan obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, dan faktor imunologis.

2. Pentingya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada pasien yang mengalami abortus untuk menjalani pengobatan yang tepat.

3. Pentingnya KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang pentingnya monitoring berkala pada kasus abortus sangat penting untuk perencanaan tatalaksana dan tindakan selanjutnya.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.

2. Diktat UNAIR Ilmu Penyakit Kebidanan dan Kandungan: Abortus. Surabaya: balai penerbit FK UNAIR, 2005

3. Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

4. Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

(27)

5. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

6. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

7. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku

Kedoketran EGC, Jakarta.

8. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana

Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

9. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2. EGC, Jakarta, Indonesia.

10. Prawirohardjo,,S. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

11. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Bagian Kebidanan dan Kandungan.Abortus Hal 302-312. Jakarta :balai penerbit FK UI, 1991

12. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Bagian Ilmu Kandungan. Abortus hal 246-249. Jakarta: Balai penerbit FK UNAIR, 1991

13. WHO. 2013. Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Edisi 1. Jakarta, Indonesia.

Gambar

Gambar 4.1 Alat Kandungan Luar (Mochtar, 1998) Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2
Gambar 4.2 Alat Kandungan Dalam (Mochtar, 1998) Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2
Gambar 4.4 Kriteria diagnosis abortus Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2
Tabel 4.1 Kriteria diagnosis abortus Sumber: Sinopsis Obstetri, edisi 2

Referensi

Dokumen terkait

Diagnosis abortus iminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi pendarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali,

Pada pasien ini didapatkan tanda tanda kehamilan gemelli yakni: 1.) TFU yang tinggi bila dibandingkan usia kehamilan. 2.) Ukuran uterus lebih besar dari yang diharapkan. 3)

Gagal ginjal akut dapat terjadi pada semua tipe sindrom nefrotik, tetapi lebih jarang terjadi pada penderita dengan minimal change disease (MCD).. Hipertensi lebih sering terjadi

Infeksi candida dapat terjadi pada penderita Diabetes Mellitus (DM) karena kadar gula yang tinggi pada cairan rongga mulut dan penurunan imunitas penderita..

Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat

Yaitu pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Jenisnya: 1) Rubra (hari 1-4) jumlahnya sedang, berwarna merah, terutama lendir dan darah. 2)

Kala IV adalah terjadi sejak plasenta lahir 1-2 jam sesudahnya,hal-hal ini yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali kebentuk normal.Hal itu

SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena sering terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menyebabkan kematian, meskipun pada