• Tidak ada hasil yang ditemukan

unud-880-900299729-tesis_budisanjaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "unud-880-900299729-tesis_budisanjaya"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI NITROGEN DAN KALIUM PADA

DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN

MATRIKS

JARINGAN SARAF TIRUAN

TESIS

KASI NITROGEN DAN KALIUM PADA

DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN

MATRIKS CO-OCCURENCE, MOMENTS

JARINGAN SARAF TIRUAN

I PUTU GEDE BUDISANJAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

KASI NITROGEN DAN KALIUM PADA

DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN

(2)

IDENTIFIKASI NITROGEN DAN KALIUM PADA

DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN

MATRIKS

JARINGAN SARAF TIRUAN

PROGRAM STUDI

KASI NITROGEN DAN KALIUM PADA

DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN

MATRIKS CO-OCCURENCE, MOMENTS

JARINGAN SARAF TIRUAN

SAMPUL DALAM

I PUTU GEDE BUDISANJAYA NIM 1091761028

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

KASI NITROGEN DAN KALIUM PADA

DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN

MOMENTS DAN

(3)

ii

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Teknik Elektro Program Pascasarjana Universitas Udayana

I PUTU GEDE BUDISANJAYA NIM 1091761028

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

IDENTIFIKASI NITROGEN DAN KALIUM PADA

DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN

MATRIKS CO-OCCURENCE, MOMENTS DAN

JARINGAN SARAF TIRUAN

(4)

iii

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 8 November 2013

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. I. K. G. Darma Putra, S.Kom., MT. I Nyoman Satya Kumara, S.T., M.Sc., Ph.D. NIP. 19740424 199903 1 003 NIP. 19700201 199702 1 002

Mengetahui

Ketua PS. Magister Teknik Elektro Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Ir. Ida Ayu Dwi Giriantari, M.Eng.Sc., Ph.D. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP. 19651213 199103 2 001 NIP. 19590215 198510 2 001

(5)

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal : 8 November 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No : 3096/UN14.4/HK/2013, Tanggal 6 November 2013

Ketua : Dr. I K.G. Darma Putra, S.Kom., MT Anggota :

1. I Nyoman Satya Kumara, ST., M.Sc., Ph.D. 2. Prof. Ir. Ida Ayu Dwi Giriantari, M.Eng.Sc., Ph.D. 3. Wayan Gede Ariastina, ST., M.Eng.Sc., Ph.D. 4. Ni Made Ary Esta Dewi Wirastuti, ST., M.Sc., Ph.D.

(6)

v Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : I Putu Gede Budisanjaya

N I M : 1091761028

Program Studi : Teknik Elektro

Judul Tesis : Identifikasi Nitrogen Dan Kalium Pada Daun Tanaman Sawi Hijau Menggunakan Matriks Co-Occurence, Moments Dan Jaringan Saraf Tiruan Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar,

Yang membuat pernyataan

(7)

vi

Budidaya sayuran secara hidroponik semakin berkembang saat ini karena efisiensi pemberian air dan pupuk sesuai kebutuhan tanaman, salah satu tanaman sayuran yang dapat dikembangkan secara hidroponik adalah sawi hijau (Brassica

Juncea L.) varietas Tosakan, tanaman ini dipanen pada fase vegetatif sekitar umur

30 hari setelah tanam. Tanaman sawi hijau selama pertumbuhannya membutuhkan unsur-unsur untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organnya. Pada penelitian ini dikembangkan teknologi non-destruktif untuk mengidentifikasi status nutrisi Nitrogen dan Kalium melaui citra daun tanaman sawi dengan menggunakan pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan. Adapun metode pengolahan citra yang digunakan adalah color moment untuk ekstraksi fitur warna, gray level co-occurrence matrix (GLCM) untuk ekstraksi fitur tekstur dan jaringan saraf tiruan backpropagation untuk mengidentifikasi Nitrogen dan Kalium pada citra daun tanaman sawi hijau. Data citra input yang merupakan hasil akuisisi adalah citra dengan warna RGB yang dikonversi menjadi HSV. Sebelum dilakukan ekstraksi fitur warna dan tekstur citra hasil akuisisi disegmentasi dan

di-crop untuk mendapatkan citra daun saja, setelah ekstraksi fitur dilakukan

pelatihan menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation dengan 2 kombinasi hidden layer, iterasi sebanyak 20000 epoch. Akurasi hasil pengujian N dengan penerapan metode tersebut diperoleh 97,82%. Pemberian pupuk Kcl sebagai unsur K tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan sawi hijau karena tanaman sawi hijau dipanen pada fase vegetatif belum membutuhkan K. Untuk identifikasi umur tanaman sawi hijau dengan menggunakan gabungan fitur color

moment, GLCM dan luas area daun menghasilkan akurasi 78,70%.

Kata kunci : Nitrogen, Kalium, pengolahan citra, color moment, GLCM,

(8)

vii

because of its irrigation and fertilizer efficiency. One type of vegetable which can be cultivated using hydroponic is green mustard (Brassica juncea L.) tosakan variety. This vegetable is harvested in the vegetative phase, approximately aged of 30 days after planting. In addition, during the growth phase, this plant requires a certain element for the growth and development of its organs. In this study, non-destructive technology was developed to identify Nitrogen and Potassium status through the image of green mustard leaf by using digital image processing and artificial neural network. The image processing method used was the color moment for color feature extraction, gray level co-occurrence matrix (GLCM) for texture feature extraction and back propagation neural network to identify Nitrogen status from the image of leaf. The input image data resulted from acquisition process was RGB color image which was converted to HSV. Prior to the color and texture feature extraction and texture, acquisition image was segmented and cropped to get the leaf image only. Next Step was to conduct training using back propagation neural network with two hidden layer combinations, 20,000 iterations epoch. Accuracy of the nitrogen test results using those methods was 97.82%. The result indicates those three methods is reliable to identify Nitrogen status in the leaf of green mustard. KCl fertilizer application as a source of potassium has no effect on the growth of green mustard. This is because the plant is commonly harvested during the vegetative phase which doesn’t require Potassium yet for its growth. For age identification, a combined feature of color moment, GLCM and leaf area was employed. Those resulted accuracy of 78.70%.

Keywords : Nitrogen, Potassium, image processing, color moment, GLCM, backpropagation neural network.

(9)

viii

Puji dan sykur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Tesis ini berjudul ” IDENTIFIKASI NITROGEN DAN KALIUM PADA DAUN TANAMAN SAWI HIJAU MENGGUNAKAN MATRIKS CO-OCCURENCE, MOMENTS DAN JARINGAN SARAF TIRUAN” disusun sebagai syarat untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Program Magister S-2 pada Program Magister, Manajemen Sistem Informasi dan Komputer, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Dalam penyusunan Tesis ini, penulis mendapatkan petunjuk, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal tersebut pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. I. K.G. Darma Putra, S,Kom., M.T. selaku pembimbing 1 yang telah banyak memberikan ide penelitian, bimbingan dan masukan.

2. Bapak Nyoman Satya Kumara, ST., Msc., Phd. Selaku pembimbing 2 yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis.

3. Anggota Keluarga serta teman-teman yang telah memberikan dukungan baik material, jasmani dan rohani selama penulis menyusun tugas akhir ini.

Karya manusia tidak akan pernah sempurna karena manusia memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. Demikian halnya dengan karya ini yang telah diusahakan dibuat dengan segenap kemampuan yang ada, jika masih ada kekurangan, penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya

Denpasar, November 2013 Penulis

(10)

ix

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR MAGISTER ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

1.6. Keaslian Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1.State Of The Art Review ... 10

2.2. Botani Tanaman Sawi hijau ... 13

2.3. Syarat Tumbuh ... 15

2.3.1. Iklim ... 15

2.4. Gejala Umum Kekurangan Unsur Hara Pada Tanaman ... 16

2.5. Citra Digital ... 16

2.6. Resolusi dan kuantisasi ... 17

2.7. Pengolahan Citra ... 18 2.8. Pre-processing ... 18 2.8.1. Model Warna ... 18 2.8.2. Pengambangan (Thresholding) ... 21 2.8.3. Normalisasi Intensitas ... 22 2.8.4. Morphologi ... 22

2.8.5. Connected Component Labeling ... 24

2.8.6. Run Length Encoding (RLE) ... 25

2.8.7. Bounding Box ... 26

2.8.8. Transformasi Geometri (Cropping) ... 27

2.9. Luas Area Objek dengan Metode Momen (Moments) ... 28

2.10. Color Moments ... 29

(11)

x

2.12. Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation ... 32

BAB IIIMETODE PENELITIAN... 36

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

3.2. Bahan dan Alat penelitian ... 36

3.2.1. Bahan ... 36

3.2.2. Alat penelitian ... 36

3.3. Prosedur penelitian ... 37

3.3.1. Persiapan ... 37

3.3.2. Gambaran Umum Sistem ... 39

3.3.3. Pengolahan Citra ... 40

3.3.4 Penyusunan model jaringan syaraf tiruan ... 47

3.3.5. Nama File Citra daun sawi hijau ... 55

3.3.6. Validasi Hasil Pengujian ... 56

3.3.7. Pengujian Laboratorium ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 58

4.1. Hasil Eksekusi Program ... 58

4.1.1. Image Resize, Segmentasi dan Cropping ... 59

4.1.2. Ekstraksi fitur warna dengan Color Moments HSV ... 64

4.1.3. Ekstraksi fitur tekstur dengan GLCM ... 65

4.1.4. Perhitungan Luas Area Daun Sawi Hijau dengan metode Moments ... 68

4.1.5. Penyimpanan Data Menggunakan DBMS Mysql ... 69

4.1.6. Data Citra Daun Tanaman Sawi Hijau ... 71

4.1.7. Normalisasi Data ... 73

4.1.8 Pelatihan dan Pengujian Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation ... 75

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 96

5.1 Simpulan ... 96

5.2 Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(12)

xi

Halaman

Tabel 2.1. Pengklasifikasian 80 sampel dengan metode fuzzy K-NN ... 11

Tabel 2.2. Hasil analisis data dari PCA dan PNN ... 12

Tabel 3.1. Perlakuan pemberian pupuk N, P, dan K dalam Gram/tanaman. ... 37

Tabel 3.2. Target Output Identifikasi Nitrogen ... 49

Tabel 3. 3. Target output identifikasi umur tanaman sawi hijau ... 49

Tabel 3.4. Target Output Identifikasi umur ... 49

Tabel 4. 1. Hasil kombinasi 1 hidden layer 3 kelas kandungan N ... 79

Tabel 4. 2. Hasil kombinasi 2 hidden layer 3 kelas kandungan N ... 81

Tabel 4. 3. Hasil kombinasi 1 hidden layer 3 kelas kandungan K ... 83

Tabel 4.4. Hasil kombinasi 2 hidden layer 3 kelas kandungan K ... 85

Tabel 4. 5. Hasil kombinasi 1 hidden layer 3 kelas umur tanaman sawi hijau. .... 88

(13)

xii

Halaman

Gambar 2.1. Histogram b* dari CIE1976 ... 10

Gambar 2.2. Tanaman Sawi hijau ... 13

Gambar 2.3. Skema warna RGB ... 19

Gambar 2.4. Visualisasi 256 aras keabuan ... 20

Gambar 2.5. Kelompok pixel yang berhubungan 4-connected dan 8-connected . 23 Gambar 2.6. Contoh structuring elements (SE) ... 23

Gambar 2.7. Contoh RLE sederhana ... 26

Gambar 2.8. Major dan minor axis ... 26

Gambar 2.9. bounding box ... 27

Gambar 2.10. Contoh cropping citra ... 27

Gambar 2.11. Contoh citra di-crop sebesar W x H ... 28

Gambar 2.12. Citra 5 x 5 dengan gray level 0, 1, 2, 3 ... 32

Gambar 2.13. Arah 0o, 45o, 90o, 135o ... 32

Gambar 2.14. Saraf Tiruan Backpropagation Dengan 1 Lapisan Tersembunyi .. 34

Gambar 3.1. Kotak akuisisi citra daun sawi hijau ... 38

Gambar 3.2. Gambaran Umum Sistem ... 39

Gambar 3.3. Model 1 dengan 1 hidden layer untuk identifikasi N dan K ... 51

Gambar 3.4. Model 2 dengan 2 hidden layer untuk identifikasi N dan K ... 52

Gambar 3.5. Kombinasi 1 Hidden Layer untuk identifikasi umur ... 53

Gambar 3.6. Kombinasi 2 Hidden Layer untuk identifikasi umur tanaman... 54

Gambar 4.1. Tampilan awal program saat dijalankan ... 58

Gambar 4.2. Citra daun tanaman sawi hijau hasil akuisisi ... 59

Gambar 4.3. (a) red channel, (b) green channel, (c) blue channel ... 60

Gambar 4.4. Citra hasil ExG-ExR ... 60

Gambar 4.5. Citra biner hasil Thresholding Otsu ... 61

Gambar 4.6. Citra Biner hasil Opening dan Labeling ... 61

Gambar 4.7. Hasil segmentasi citra daun sawi hijau ... 62

Gambar 4.8. Citra hasil Cropping ... 62

Gambar 4.9. Tampilan menu untuk Cropping Otomatis ... 63

Gambar 4.10. Tampilan Pemilihan Folder Citra yang akan di Crop ... 63

Gambar 4.11. Tampilan Program untuk Cropping manual ... 64

Gambar 4.12. Konversi Citra RGB menjadi HSV ... 64

Gambar 4.13.Nilai Mean, Standar Deviasi dan Skewness HSV dan RGB ... 65

Gambar 4.14. Nilai GLCM 0o , 45o ,90o, dan 135o. ... 66

Gambar 4.15. Citra biner daun sawi hijau. ... 68

Gambar 4.16. Nilai Area daun dengan metode Moments ... 68

Gambar 4.17. Basis Data hasil ekstraksi fitur ... 69

Gambar 4.18. Struktur tbfitur Model 2 untuk Pelatihan Backpropagation ... 70

Gambar 4.19. Struktur tb_hasil_uji_n1 Model 2 untuk Pengujian Jaringan Backpropagation ... 71

(14)

xiii

Gambar 4.24. Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-1 untuk 3 kelas N ... 77

Gambar 4.25. Grafik MSE pada Epoch 20000 ... 78

Gambar 4.26. Koefisien Korelasi pada hidden layer 40-1 (R=0.9999) ... 78

Gambar 4.27. Hasil Pelatihan 2 Hidden layer 40-20-1 untuk 3 kelas N ... 79

Gambar 4.28. MSE pada Epoch 20000 ... 80

Gambar 4.29. Koefisien Korelasi pada hidden layer 40-20-1 (R=1) ... 80

Gambar 4.30. Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-1 untuk 3 kelas K ... 82

Gambar 4.31. MSE pada Epoch 20000 ... 82

Gambar 4.32. Koefisien Korelasi pada 1 hidden layer 40-1 (R=0,9416) ... 83

Gambar 4.33. Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-20-1 untuk 3 kelas K ... 84

Gambar 4.34. MSE pada Epoch 20000 ... 84

Gambar 4.35. Koefisien Korelasi pada 2 hidden layer 40-20-1 (R=0,9420) ... 85

Gambar 4.36. Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-1 untuk 3 kelas umur ... 87

Gambar 4.37. Grafik MSE pada Epoch 20000 ... 87

Gambar 4.38. Koefisien Korelasi pada hidden layer 40-1 (R= 1) ... 88

Gambar 4.39. Grafik Warna dan Tekstur umur 10, 20 dan 30 hari. ... 90

Gambar 4.40. Perubahan luas area daun tanaman Sawi hijau. ... 90

Gambar 4.41. Tampilan program menampilkan hasil identifikasi Nitrogen ... 91

Gambar 4.42. Tampilan program menampilkan hasil identifikasi Kalium ... 92

Gambar 4.43. Tampilan program menampilkan hasil identifikasi umur ... 92 Gambar 4.44. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 15 hari . 93 Gambar 4.45. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 20 hari . 94 Gambar 4.46. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 25 hari . 94 Gambar 4.47. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 30 hari . 95

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia jika ditinjau secara klimatologis merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan bisnis tanaman sayuran. Salah satunya adalah Sawi hijau (Brassica juncea L) varietas Tosakan yang merupakan komoditas yang dengan nilai komersial dan digemari masyarakat Indonesia. Konsumen menggunakan daun sawi baik sebagai bahan pokok maupun sebagai pelengkap masakan tradisional dan masakan cina. Selain sebagai bahan pangan, sawi hijau dipercaya dapat menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk. Sawi hijau pun berfungsi sebagai penyembuh sakit kepala dan mampu bekerja sebagai pembersih darah (Haryanto dkk. 2001).

Tanaman sawi memiliki masa panen yang singkat ditambah dengan adanya pasar yang terbuka membuat pengusaha atau petani hortikultura tertarik untuk membudidayakan sawi (Hapsari, 2002). Peningkatan pengetahuan masyarakat akan kebutuhan gizi membuat permintaan akan sawi menjadi semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk pula, untuk itu perlu dilakukan perbaikan teknologi budidaya sayuran sawi tersebut.

Tanaman sawi dapat ditanam secara hidroponik ataupun non hidroponik. Hidroponik merupakan cara bercocok tanam tanpa tanah, yaitu menggunakan air atau bahan porous lainnya dengan pemberian unsur hara terkendali yang berisi unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman (Lingga, 1999). Menurut Siswandi

BAB I

(16)

(2006) tanaman yang ditanam secara hidroponik memiliki banyak kelebihan yaitu pengendalian hama dan penyakit karena budidaya dilakukan dalam greenhouse, penggunaan pupuk dan air lebih efisien karena diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, budidaya tidak tergantung musim, dan memungkinkan pengembangan aplikasi teknologi komputer serta kontrol otomatik dalam budidaya seperti misalnya sistem fertigasi otomatis berbasis microcontroller untuk mengatur pemberian nutrisi tanaman (Suhardiyanto, 2009).

Tanaman sawi membutuhkan hara esensial untuk dapat hidup dan berproduksi optimal. Adapun unsur hara esensial tersebut adalah unsur hara makro seperti Nitrogen, Fosfor dan Kalium (NPK). Unsur hara Nitrogen lebih dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sayuran seperti halnya sawi dibandingkan dengan unsur hara esensial lainnya. Unsur N memegang peranan penting dalam proses fisiologis dan biokimia tanaman. Nitrogen merupakan komponen penyusun klorofil yang berperan dalam proses fotosintesa. Konsentrasi Nitrogen dari daun, batang dan akar berubah selama masa pertumbuhan tanaman sawi, pada tahap awal pertumbuhan konsentrasi Nitrogen yang melalui tanaman akan menjadi tinggi, namun seiring bertambah umur tanaman konsentrasi Nitrogen menurun, dan pada umumnya juga dipengaruhi oleh ketersediaan sumber Nitrogen dari luar tanaman. Bagian dari tanaman yang sering menjadi indikator kurangnya ketersediaan Nitrogen adalah bagian daun, karena daun merupakan organ akif untuk asimilasi dan dapat merefleksikan status nutrisi dari tanaman. Defisiensi Nitrogen ditandai dengan perubahan warna daun yang menjadi menguning (mengalami klorosis), dimulai dari bagian bawah daun.

(17)

Defisiensi yang kuat akan menyebabkan daun berwarna semakin coklat dan mati (Samekto, R., 2008)

Kalium merupakan unsur kedua terbanyak yang dibutuhkan tanaman setelah Nitrogen, tanaman yang mengalami defisiensi Kalium ditandai dengan terjadinya klorosis pada daun tua (kehilangan klorofil), kemudian bagian tepi daun mengalami nekrosis atau kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan sel akut (Samekto,R., 2008).

Furuya (1987) melaporkan bahwa selama tahun 1980 warna daun menjadi lebih diperhatikan karena warna daun paling baik menunjukkan status nutrisi tanaman. Sejak itu, penelitian tentang cara pengukuran warna daun mengalami kemajuan dan memudahkan pengukuran warna daun di lapangan. Untuk tanaman padi, status nutrisi tanaman diukur menggunakan skala warna daun padi baku (Standard rice leaf color scale). Skala warna ini digunakan untuk mengukur warna daun dari daun tunggal atau komunitas tanaman. Dalam aplikasi warna di atas, berbagai penelitian memperlihatkan bahwa pengukuran daun tunggal menunjukkan korelasi nyata dengan rata-rata kandungan N dan komponen-komponen hasil pada kebanyakan varietas padi. Skala warna ini penggunaannya terbatas hanya pada tanaman serelia.

Identifikasi kondisi Nitrogen dan Kalium pada tanaman sawi dapat dilakukan secara manual dengan pengelihatan mata manusia pada masing-masing tanaman, karena warna daun sawi akan berubah jika tanaman kekurangan Nitrogen atau Kalium, namun melakukan identifikasi warna daun dengan indera mata manusia memiliki kelemahan jika banyak tanaman yang harus diidentifikasi

(18)

dan dalam waktu yang panjang, ditambah lagi setiap orang memiliki penilaian berbeda terhadap warna.

Beberapa metoda pengukuran mempunyai kelemahan termasuk kerusakan pada tanaman (destructive method), memerlukan peralatan yang mahal, dan kesulitan dalam pengukuran. Sebagai contoh, fluoresensi klorofil sering digunakan untuk menganalisis fotosintesa tanpa merusak tanaman. Karena itu, perubahan fluoresen adalah suatu indeks yang berguna untuk menunjukkan efisiensi fotosintesis, juga kondisi klorofil dan kehijauan daun. Salah satu fluorometer ini disebut MINIPAM, namun penggunaannya terbatas (Kim dkk. 2006).

Pada awal abad dua puluhan mulai banyak digunakan suatu alat portable

SPAD meter yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat warna hijau atau

klorofil relative pada daun yang dideteksi melalui dua panjang gelombang berbeda, Namun ditemui banyak kekurangan dalam SPAD meter tersebut yaitu tidak efisien karena diperlukan banyak pembacaan secara acak pada satu daun, bermasalah jika konsentrasi Nitrogen di atas standar normal pada beberapa tanaman seperti jagung dan gandum (Yao, X., dkk. 2010). Dari beberapa metode pendeteksian status nutrisi pada warna daun, penggunaannya masih terbatas pada tanaman pangan (berbagai varietas padi, gandum, jagung) dan sangat jarang diaplikasikan pada tanaman sayur-sayuran.

Penerapan pengolahan citra digital (Digital Image Processing) merupakan teknologi visual yang semakin berkembang di banyak bidang termasuk bidang pertanian, pengolahan citra digital dalam pertanian digunakan untuk sortasi atau

(19)

klasifikasi, pengawasan mutu, dan identifikasi baik untuk sayuran dan buah-buahan.

Analisis status nutrisi berbasis pengolahan citra dalam bidang pertanian mengalami perkembangan yang sangat cepat sebagai metode non-destruktif untuk optimalisasi fertilizer masukan (input), peningkatan hasil panen dan efisiensi penggunaan sumberdaya (Yao, X., dkk. 2010).

Melalui penelitian ini dikembangkan suatu sistem untuk mengidentifikasi kondisi Nitrogen, Kalium dan umur pada tanaman sawi dengan memanfaatkan teknologi pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan. Proses identifikasi dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap citra daun tanaman sawi hijau. Dengan teknologi visual pengamatan dilakukan tanpa harus berhubungan langsung dengan objek, sehingga membantu meminimalisasi kesalahan atau error dari identifikasi secara manual yang selama ini dilakukan karena efek kelelahan atau subyektivitas visual manusia. Adapun tahapan yang dilakukan untuk melakukan identifikasi Nitrogen, Kalium dan umur pada tanaman sawi dimulai dari akuisisi citra dilanjutkan dengan pemisahan latar belakang (background) dengan objek daun tanaman sawi, setelah diperoleh citra daun tanaman sawi yang terpisah dengan background, dilakukan ekstraksi fitur warna dengan metode color

moments. Kelebihan metode color moments adalah mampu melakukan ekstraksi

fitur warna tanpa dipengaruhi masalah perbedaan pencahayaan dan perbedaan ukuran citra. Ekstraksi fitur tekstur citra daun tanaman sawi hijau dilakukan dengan menggunakan metode Gray Level Co-occurence Matrix (GLCM), metode ini sesuai diterapkan untuk tekstur yang terbentuk secara alami atau tidak

(20)

disengaja oleh manusia karena metode ini dalam perhitungan secara statistiknya menggunakan distribusi derajat keabuan (histogram) dalam citra. Hasil fitur warna dan tekstur tersebut digunakan untuk input (masukan) jaringan syaraf tiruan (JST)

Backpropagation untuk melakukan identifikasi kondisi Nitrogen, Kalium dan

umur tanaman sawi hijau.

1.2. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan difokuskan pada :

1. Apakah kandungan Nitrogen dan Kalium yang diberikan pada tanaman sawi dapat diketahui dengan menggunakan metode Color Moments, Gray Level

Co-occurence Matrix dan jaringan saraf tiruan Backpropagation.

2. Bagaimana implementasi pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan untuk melakukan identifikasi Nitrogen dan Kalium pada tanaman sawi dengan menggunakan metode Color Moments, Gray Level Co-occurence

Matrix dan jaringan saraf tiruan Backpropagation.

3. Apakah umur tanaman sawi dapat diketahui dengan menggunakan metode

Color Moments, Gray Level Co-occurence Matrix, Moments dan jaringan

saraf tiruan Backpropagation.

1.3. Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan Nitrogen dan Kalium pada tanaman sawi dengan pengolahan citra dan jaringan saraf tiruan.

(21)

Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengembangkan software yang dapat melakukan identifikasi Nitrogen dan Kalium pada tanaman sawi menggunakan Color moments, Gray Level

Co-occurence Matrix dan jaringan saraf tiruan Backpropagation.

2. Menguji kinerja metode Color moments, Gray Level Co-occurence Matrix dan jaringan saraf tiruan backpropagation yang digunakan dalam mengetahui kandungan Nitrogen dan Kalium pada tanaman sawi.

3. Menguji kinerja metode Color moments, Gray Level Co-occurence Matrix,

Moments dan jaringan saraf tiruan backpropagation yang digunakan dalam

mengetahui umur tanaman sawi mulai dari 1 hari setelah tanam sampai 30 hari setelah tanam.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai aplikasi awal untuk sistem fertigasi tanaman sawi secara hidroponik pada greenhouse, sehingga dapat digunakan sebagai pengambil keputusan kapan tanaman sawi membutuhkan pemberian Nitrogen dan Kalium, sehingga diperoleh hasil panen dengan kualitas yang baik.

Penerapan variable rate technology untuk meningkatkan efisiensi pemberikan pupuk sehingga akumulasi pupuk pada media tanam dapat dihindari, serta mengurangi leaching karena pemberian fertigasi dilakukan pada waktu dan komposisi yang kurang tepat.

(22)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan pada pengolahan citra daun sawi untuk mengidentifikasi kandungan Nitrogen dan Kalium menurut perlakuan Nitrogen dan Kalium yang diberikan dengan menggunakan metode jaringan saraf tiruan

Backpropagation. Penelitian ini hanya dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Tanaman sawi ditanam secara hidroponik dalam greenhouse.

2. Obyek yang akan digunakan adalah citra tunggal daun tanaman sawi (Brassica Juncea L.) varietas Tosakan dengan umur maksimum 30 hari setelah tanam.

3. Gambar yang diambil adalah posisi permukaan atas daun sawi menggunakan kamera digital.

4. Citra yang digunakan berformat .jpg

5. Faktor penentu pertumbuhan tanaman yang lainnya dibuat seragam.

6. Perangkat lunak yang dibangun hanya untuk mengidentifikasi atau mengenali warna daun terkait dengan jumlah atau kadar nutrisi yang diberikan.

7. Aplikasi dibangun menggunakan software Matlab R2009b.

1.6. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berkaitan dengan identifikasi kadar Nitrogen dan Kalium terhadap warna daun telah dilakukan oleh Xu, G., dkk. (2009) dimana dalam penelitian tersebut dilakukan ekstraksi fitur warna dan tekstur dengan metode histogram intensitas, histogram persen diferensial, fourier transform, dan wavelet. Kemudian dilakukan identifikasi dengan menggunakan Genetic Algorithm (GA)

(23)

untuk mendiagnosa kekurangan Nitrogen dan Kalium pada daun tomat, dari penelitian tersebut diperoleh bahwa akurasi diagnose di atas 82,5 %.

Estimasi kadar Nitrogen dan kadar klorofil pada Asian Pear dilakukan oleh Ghasemi, M., dkk. (2011) menggunakan alat yang disebut dengan

Chlorophyll Content Meter (CCM-200). Penelitian tentang identifikasi penyakit

pada daun jeruk dilakukan oleh Pydipati, R., dkk. (2006) menggunakan teknik pengolahan citra ekstraksi fitur warna dan tekstur dengan metode co-occurrence kemudian dilakukan analisis statistik dengan metode SAS. Penelitian tentang pengenalan daun otomatis untuk klasifikasi tanaman dilakukan oleh Gang Wu, S. dkk. (2007) dengan teknik pengolahan citra dan pengolahan data Probabilistic

Neural Network (PNN).

Penelitian dilakukan oleh Wang Li-shu pada tahun 2010 dengan menggunakan komputer visual dan pengumpulan informasi citra berdasarkan pra pengolahan dengan model identifikasi untuk mendeteksi elemen Nitrogen pada daun kedelai.

Dari beberapa penelitian di atas belum ditemukan penelitian yang mengungkap tentang identifikasi kekurangan Nitrogen dan Kalium, kandungan Nitrogen dan Kalium pada tanaman sawi hijau serta mengetahui umur tanaman sawi dengan menggunakan metode Color Moments, Gray Level Co-Occurence

(24)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. State Of The Art Review

Penelitian tentang identifikasi defisiensi Nitrogen dan Kalium pada tanaman tomat dengan pengolahan citra dan neural network telah dilakukan oleh Xu, G., dkk. (2009) dimana diagnosa defisiensi dengan melakukan ekstraksi ciri dari warna dan tekstur. Fitur histogram digunakan untuk ekstraksi fitur warna, kemudian juga digunakan b* dari CIE1976, hasilnya seperti gambar 2.1 dibawah ini.

Sumber : Xu, G., dkk. 2009

Gambar 2.1. Histogram b* dari CIE1976

Untuk ekstraksi fitur tekstur dilakukan pembandingan hasil dari penggunaan wavelet transform dengan Fourier transform. Pengklasifikasian digunakan metode fuzzy K-NN, dari 80 sample yang digunakan untuk training dan pengujian diperoleh hasil seperti Tabel 2.1.

BAB II

(25)

Tabel 2.1. Pengklasifikasian 80 sampel dengan metode fuzzy K-NN

Test Set Normal Nitrogen deficient Potassium deficient

Normal Leaves 95 % 2.5% 2.5%

Nitrogen Deficient Leaves 7.5% 90% 2.5%

Potassium Deficient Leaves 7.5% 7.5% 85%

Sumber : Xu, G., dkk. 2009

Penelitian yang dilakukan oleh Gang Wu, S., dkk. (2007) menerapkan ekstraksi ciri berdasarkan ciri geometris daun, kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN). Dalam penelitiannya digunakan 5 dasar fitur geometris yang terdiri dari diameter, panjang fisik, lebar fisik, area daun dan perimeter daun, kemudian dari 5 fitur dasar tersebut dijabarkan menjadi 8 fitur morphologi yang digunakan untuk pengenalan daun seperti smooth factor, aspek rasio, rectangularity, narrow factor, rasio perimeter dari panjang fisik dan lebar fisik daun dan fiture vein. Kemudian untuk data analisis digunakan Principal Component Analysis (PCA) dan

Probabilistic Neural Network (PNN). Dari 32 jenis tanaman masing-masing

digunakan 10 helai daun dalam penelitian ini dan adapun hasilnya seperti pada Tabel 2.2.

(26)

Tabel 2.2. Hasil analisis data dari PCA dan PNN

Tingkat akurasi rata dari hasil penelitian ini adalah 90,312%.

Penelitian lain yang meneliti perkiraan terhadap kandungan klorofil daun dan Nitrogen pada buah Asian Pear dilakukan oleh Ghasemi M., dkk. (2011) dengan menggunakan alat yang disebut dengan Chlorophyll Content Meter (CCM-200). Metode perkiraan kadar klorofil daun pada anggur dilakukan oleh Steele M, dkk. (2008), dilakukan dengan mengukur reflektansi spektral RGB dari daun.

Wang Li-shu pada tahun 2010 melakukan penelitian tentang identifikasi elemen Nitrogen pada daun kedelai. Akuisisi citra daun kedelai dilakukan menggunakan scanner kemudian dilakukan pre-processing dengan metode spatial

(27)

super green segmentation. Pada ekstraksi fitur teksur digunakan metode grey level histogram equalization.

2.2. Botani Tanaman Sawi hijau

Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah (polong) maupun bijinya. Tanaman sawi seperti Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Tanaman Sawi hijau

Sawi termasuk ke dalam kelompok tanaman sayuran daun yang mengandung zat-zat gizi lengkap yang memenuhi syarat untuk kebutuhan gizi masyarakat. Sawi hijau bisa dikonsumsi dalam bentuk mentah sebagai lalapan maupun dalam bentuk olahan dalam berbagai macam masakan. Selain itu berguna untuk pengobatan (terapi) berbagai macam penyakit (Cahyono, 2003).

(28)

Klasifikasi tanaman sawi dalam (Rukmana, 2002) sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub-kelas : Dicotyledonae Ordo : Papavorales Famili : Brassicaceae Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

Sistem perakaran tanaman sawi memiliki akar tunggang (radix primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang (silindris) menyebar kesemua arah dengan kedalaman antara 30-50 cm. Akar-akar ini berfungsi antara lain mengisap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman (Heru dan Yovita, 2003)

Batang tanaman sawi pendek dan beruas-ruas sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana, 2002).

Sawi berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar membentuk krop (Sunarjono, 2004).

Tanaman sawi umumnya mudah berbunga dan berbiji secara alami baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Stuktur bunga sawi tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang banyak. Tiap kuntum bunga sawi terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai daun mahkota bunga berwarna kuning

(29)

cerah, empat helai benang sari dan satu buah putik yang berongga dua (Rukmana, 2002).

2.3. Syarat Tumbuh 2.3.1. Iklim

Curah hujan yang cukup sepanjang tahun dapat mendukung kelangsungan hidup tanaman karena ketersedian air tanah yang mencukupi. Tanaman sawi hijau tergolong tanaman yang tahan terhadap curah hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 1000-1500 mm/tahun. Akan tetapi tanaman sawi yang tidak tahan terhadap air yang menggenang. (Cahyono, 2003)

Tanaman sawi pada umumnya banyak ditanam di dataran rendah. Tanaman ini selain tahan terhadap suhu panas (tinggi) juga mudah berbunga dan menghasilkan biji secara alami pada kondisi iklim tropis Indonesia. (Haryanto dkk. 2002). p udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau yang optimal berkisar antara 80%-90%. Kelembaban udara yang tinggi lebih dari 90 persen berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Kelembaban yang tinggi tidak sesuai dengan yang dikehendaki tanaman, menyebabkan mulut daun (stomata) tertutup sehingga penyerapan gas karbondioksida (CO2) terganggu. Dengan demikian kadar gas CO2 tidak dapat masuk kedalam daun, sehingga kadar gas CO2 yang diperlukan tanaman untuk fotosintesis tidak memadai. Akhirnya proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik sehingga semua proses pertumbuhan pada tanaman menurun. (Cahyono, 2003)

(30)

2.4. Gejala Umum Kekurangan Unsur Hara Pada Tanaman

1. Kekurangan Nitrogen (N): Nitrogen merupakan unsur aktif didalam

tanaman, oleh karena itu gejala kekurangannya akan dimulai pada daun-daun yang lebih tua. Kadang-kadang disertai dengan berubahnya warna daun menjadi kemerahan sebagai akibat terbentuknya anthocyanin.

2. Kekurangan Fosfor (P) : Kekurangan fosfor akan memicu rontoknya

daun. Sebelumnya daun menunjukkan gejala muculnya warna kemerahan atau keunguan.

3. Kekurangan Kalium (K) : Kekurangan Kalium ditandai dengan

munculnya bercak-bercak kuning pada daun, diikuti dengan mati atau mengeringnya ujung dan pinggiran daun. Kejadian ini dimulai dari bagian tanaman yang lebih tua.

2.5. Citra Digital

Citra digital dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi dua dimensi f(x,y), dengan x dan y merupakan koordinat sedangkan f adalah amplitude pada posisi (x,y) yang sering disebut atau dikenal dengan intensitas atau grayscale (Gonzales, 2002). Nilai dari intensitas mulai dari 0 sampai 255. Citra yang ditangkap oleh kamera dan telah dikuantisasi dalam bentuk diskrit disebut sebagai citra digital (digital image). Citra digital tersusun dari sejumlah nilai tingkat keabuan yang dikenal dengan pixel pada posisi tertentu. Jumlah pixel per satuan panjang akan menentukan resolusi citra tersebut, makin banyak pixel yang

(31)

mewakili suatu citra maka nilai resolusi dari citra tersebut akan semakin tinggi yang ditandai dengan semakin halusnya gambar atau citra tersebut.

2.6. Resolusi dan kuantisasi

Menurut Solomon, C dan Breckon T. (2011) Ukuran dari grid pixel 2D dan ukuran data dari masing-masing pixel citra menentukan resolusi spasial dan kuantisasi warna dari citra. Representasi dan ukuran dari suatu citra ditentukan oleh resolusinya. Resolusi dari sumber citra seperti misalnya kamera dapat dibedakan dalam tiga kuantitas.

1. Resolusi spasial, dimensi kolom (C) dikalikan baris (R) menjelaskan jumlah pixel yang digunakan untuk menutupi jarak visual yang ditangkap pada citra, yang berhubungan dengan sampling sinyal citra dan resolusi digital dari citra. C x R seperti misalnya 640 x 480, 800 x 600, 1024 x 768. 2. Resolusi temporal, untuk melakukan sistem capture yang kontinu seperti video, merupakan angka dari citra yang ditangkap dalam suatu periode waktu tertentu. Sering disebut frame per second (fps), dimana pada masing-masing citra disebut suatu frame video. Seperti misalnya penyiaran TV beroperasi pada 25 fps, 25-30 fps sesuai untuk pengintaian secara visual.

3. Resolusi Bit, merupakan jumlah dari kemungkinan intensitas atau warna yang dimiliki oleh suatu pixel yang berhubungan dengan kuantisasi dari informasi citra.

(32)

2.7. Pengolahan Citra

Pengolahan citra (Image Processing) mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Memperbaiki kualitas citra, dimana citra yang dihasilkan dapat

menampilkan informasi secara jelas atau dengan kata lain manusia dapat melihat informasi yang diharapkan dengan meninterpretasikan citra yang ada.

2. Mengekstrasi informasi ciri yang menonjol pada suatu citra.

2.8. Pre-processing 2.8.1. Model Warna

Sebuah gambar mengandung satu atau lebih channel warna yang menentukan intensitas atau warna pada pixel tertentu I (m,n). Dalam kasus yang paling sederhana, setiap lokasi pixel hanya berisi nilai numerik tunggal mewakili level sinyal pada titik tertentu dalam gambar. Konversi dari serangkaian nomor ke gambar (ditampilkan) aktual dicapai melalui peta warna. Peta warna memberikan warna spesifik untuk setiap level numerik dalam gambar untuk memberikan representasi data secara visual.

2.8.1.1 Model Warna RGB (Red, Green, Blue)

Model warna RGB berorientasi hardware, terutama untuk warna monitor dan warna pada kamera video. Dalam model ini tiap warna ditunjukkan dengan kombinasi tiga warna primer yang membentuk sistem koordinat cartesian tiga dimensi. Seperti pada Gambar 2.3. subruang pada diagram tersebut menunjukkan posisi tiap warna. Nilai RGB terletak pada satu sudut dengan cyan, magenta, dan

(33)

yellow berada di sudut lainnya. Warna hitam berada pada titik asal, sedangkan

warna putih terletak pada titik terjauh dari titik asal. lurus dan terletak di antara kedua titik tersebut.

Sumber : Gonzales, 2002.

2.8.1.2 Model Warna HSV Model HSV (

bentuk tiga komponen utama, yaitu

menunjukkan jenis warna atau corak warna, yaitu tempat warna tersebut ditemukan dalam spe

Saturasi suatu warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut. Saturasi biasanya bernilai 0 sampai 1 (atau 0% sampai 100%) dan menunjukkan nilai keabu-abuan warna dimana 0 menunjukkan abu

warna primer murni.

suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna. Nilai 0% sampai 100%.

berada di sudut lainnya. Warna hitam berada pada titik asal, sedangkan warna putih terletak pada titik terjauh dari titik asal. Grayscale membentuk garis lurus dan terletak di antara kedua titik tersebut.

Sumber : Gonzales, 2002.

Gambar 2.3. Skema warna RGB Warna HSV

Model HSV (Hue Saturation Value) menunjukkan ruang warna dalam bentuk tiga komponen utama, yaitu hue, saturation dan value (brightness) menunjukkan jenis warna atau corak warna, yaitu tempat warna tersebut ditemukan dalam spektrum warna. Hue berupa sudut dari 0 sampai 360 derajat. Saturasi suatu warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut. Saturasi biasanya bernilai 0 sampai 1 (atau 0% sampai 100%) dan menunjukkan

abuan warna dimana 0 menunjukkan abu-abu dan 1

warna primer murni. Value atau intensitas yaitu ukuran seberapa besar kecerahan suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna. Nilai

berada di sudut lainnya. Warna hitam berada pada titik asal, sedangkan membentuk garis

) menunjukkan ruang warna dalam

value (brightness). Hue

menunjukkan jenis warna atau corak warna, yaitu tempat warna tersebut berupa sudut dari 0 sampai 360 derajat. Saturasi suatu warna adalah ukuran seberapa besar kemurnian dari warna tersebut. Saturasi biasanya bernilai 0 sampai 1 (atau 0% sampai 100%) dan menunjukkan abu dan 1 menunjukkan atau intensitas yaitu ukuran seberapa besar kecerahan suatu warna atau seberapa besar cahaya datang dari suatu warna. Nilai value dari

(34)

2.8.1.3 Grayscale

Untuk mendapatkan citra grayscale (keabuan) digunakan rumus:

I(x,y) = α.R + β.G + γ.B ………. (2.1) dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan mengatur komposisi warna R (merah), G (hijau) dan B (biru) yang ditunjukkan oleh nilai parameter α, β dan γ. Secara umum nilai untuk ketiga parameter tersebut adalah 0.33. Nilai yang lain juga dapat diberikan dengan syarat total nilai seluruh parameter adalah 1.

Intensitas citra keabuan disimpan sebagai integer 8 bit sehingga memberikan 28 = 256 tingkat keabuan dari warna hitam sampai warna putih. Dengan menggunakan pola 8-bit ini citra beraras keabuan membutuhkan ruang memori dan waktu pengolahan yang lebih sedikit daripada citra berwarna (RGB). Pada Gambar 2.3 diperlihatkan visualisasi 256 aras keabuan.

Sumber: Pratt, 2001.

(35)

2.8.2. Pengambangan (Thresholding)

Proses pengambangan akan menghasilkan citra biner, yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan, yaitu hitam dan putih. Secara umum proses pengambangan menggunakan rumus sebagai berikut:

, = 1,0, , ≥ , < ………. (2.2)

dengan g(x,y) adalah citra biner dari citra grayscale f(x,y) dan T menyatakan nilai ambang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai ambang T, yaitu metode histogram dan metode otsu.

2.8.2.1 Metode Histogram

Nilai T ditentukan berdasarkan histogram dari citra yang akan diambangkan. Suatu citra yang memiliki objek tunggal dengan latar belakang homogen biasanya memiliki histogram yang bimodal (memiliki dua maksimum puncak).

2.8.3.2 Metode Otsu

Nilai T dihitung secara otomatis berdasarkan citra masukan, dengan melakukan analisis diskriminan, yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar belakangnya.

(36)

2.8.3. Normalisasi Intensitas

Normalisasi atau pengaturan kontras dan intensitas cahaya dilakukan dengan mengurangi perbedaan kekuatan penerangan dan dampak dari derau pada sensor. Proses normalisasi intensitas dilakukan terhadap setiap piksel pada citra asli sehingga pengaruh dari proses ini dapat dilihat dari histogramnya. Histogram akan menunjukkan bahwa proses normalisasi sebenarnya hanya menggeser histogram citra asli yang memiliki sebaran intensitas yang berbeda-beda menjadi histogram yang memiliki sebaran sama (seragam). Bila hasil normalisasi terlalu gelap, maka histogram akan bergeser ke kiri, dan bila terlalu cerah maka histogram akan bergeser ke kanan.

2.8.4. Morphologi

Morphologi dapat dikatakan sebagai bentuk atau struktur. Dalam pengolahan citra digital morphologi digunakan untuk mengidentifikasi dan mengekstraksi keterangan citra yang bermakna berdasarkan properti bentuk (shape) citra. Operasi morphologi secara umum digunakan untuk mengolah citra biner yang memiliki dua kemungkinan yaitu 1 untuk foreground pixel dan 0 untuk

background pixel. Suatu objek dalam citra biner memiliki kelompok pixel yang

berhubungan atau bertetanggaan (connected pixels), ada dua definisi dari pixel yang berhubungan yaitu : 4-connected dan 8-connected seperti pada gambar berikut :

(37)

Sumber: Solomon, C dan Breckon T. 2011.

Gambar 2.5. Kelompok pixel yang berhubungan 4-connected dan 8-connected Dalam operasi morphologi digunakan dua input himpunan yaitu citra biner dan structuring elements (SE) yang sering disebut dengan kernel. SE merupakan suatu matrik yang mempunyai centre pixel dan yang umumnya berukuran kecil. Gambar berikut adalah contoh SE yang dapat digunakan dalam operasi morphologi.

Sumber: Solomon, C dan Breckon T. 2011.

Gambar 2.6. Contoh structuring elements (SE)

Pada operasi morphologi terdapat dua operasi dasar yaitu dilasi dan erosi. Kedua operasi dasar tersebut dapat digunakan untuk berbagai operasi morphologi seperti opening, closing, hit and miss transform, thinning dan thickening. Operasi

(38)

opening digunakan untuk menghilangkan objek-objek kecil yang terdapat dalam

citra. Secara matematis proses opening dalam dinyatakan sebagai berikut :

O A, B = AoB = D E A, B , B ………. (2.3)

2.8.5. Connected Component Labeling

Suatu pixel atau kumpulan pixel yang berhubungan dengan pixel yang lain disebut dengan komponen terhubung (connected component), untuk membedakan kelompok pixel yang terhubung dilakukan pemberian label secara unik. Proses ekstraksi komponen terhubung menghasilkan objek baru dimana kelompok pixel tersebut terhubung dengan diberikan nilai integer secara berurutan, misalnya latar belakang memiliki nilai 0, pixel objek pertama diberikan nilai 1,pixel objek berikutnya diberikan nilai 2 dan seterusnya. Suatu komponen terhubung bisa

4-connected atau 8-4-connected. Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan

penandaan komponen terhubung dengan menggunakan aturan 4-connected. Proses

scanning citra dilakukan sepanjang baris sampai menemukan pixel p(nilai p

berada dalam himpunan V). bilai p sudah ditemukan makan dilanjutkan dengan

scanning pixel tetangga dari p, yaitu pixel di atas dan di kiri p, kemudian

dilakukan scanning berikut :

- Bila kedua pixel tetangga bernilai 0 maka berilah tanda (label) baru pada p - Jika hanya satu saja dari pixel tetangga tersebut bernilai 1 maka berilah

tanda dari pixel tetangga tersebut pada p.

- Bila kedua pixel tetangga bernilai 1 dan memiliki tanda sama maka berilah tanda dari pixel tetangga tersebut pada p.

(39)

- Bila kedua pixel tetangga bernilai 1 dan memiliki tanda berbeda maka berilah tanda dari salah satu pixel tetangga tersebut pada p dan buat catatan bahwa kedua tanda yang berbeda tersebut ekuivalen.

Proses terakhir dilakukan pengurutan pasangan-pasangan tanda yang ekuivalen ke dalam kelas-kelas ekuivalen selanjutnya diberikan tanda berbeda pada setiap kelas ekuivalen.

Penandaan komponen terhubung dengan 8 connected

- Dilakukan proses scanning citra dengan bergerak secara berurutan sepanjang baris paling atas menuju ke bawah.

- Ketika proses scanning sampai pada pixel objek p, dilakukan pemeriksaan 4 ketetanggaan yang telah ditemui selama scanning sehingga proses penandaan (labeling) terjadi keempat pixel ketetanggaan mempunyai nilai 0 maka diberi tanda baru pada pixel p, jika hanya salah satu pixel tetangga yang mempunyai nilai 1, maka tanda tersebut diberikan pada p. jika dua atau lebih pixel tetangga mempunyai nilai 1 maka salah satu tanda dari

pixel tetangga diberikan pada p, kemudian dicatat bahwa semua tanda dari pixel tetangga yang bernilai 1 tersebut ekuivalen.

2.8.6. Run Length Encoding (RLE)

RLE merupakan teknik kompresi yang sering digunakan pada citra dengan format bitmat termasuk TIFF, BMP dan PCX (Khan, A. 2010). Teknik RLE digunakan luas pada teknologi facsimile yang menggunakan metode Huffman. Teori dasar yang digunakan pada metode RLE adalah dari pada mengirim setiap nilai 1 dan 0, lebih baik mengirim dalam bentuk hitungan yang berurutan dari

(40)

nilai 1 kemudian diikuti oleh nilai 0. Contoh RLE dapat dilihat pada gambar berikut :

Sumber : Tomkins, D. A. D. 2000

Gambar 2.7. Contoh RLE sederhana

2.8.7. Bounding Box

Bounding box merupakan kotak persegi panjang pembatas objek dalam

citra. Area minimum dari bounding box didapat dari rumus berikut :

Area = majorAxisLength ∗ minorAxisLength ………. (2.4)

Sumber : Huque, A.E. 2006.

Gambar 2.8. Major dan minor axis

(41)

Sumber : Huque, A.E. 2006.

Gambar 2.9. bounding box

2.8.8. Transformasi Geometri (Cropping)

Salah satu jenis transformasi geometri atau perubahan bentuk adalah proses pemotongan citra (cropping) yang bertujuan untuk mengambil elemen citra yang diinginkan pada citra digital. Berikut contoh pemotongan citra sebesar W x H.

Sumber : Sutoyo, T., dkk. 2009.

Gambar 2.10. Contoh cropping citra

Titik (x1,y1) dan (x2,y2) adalah koordinat titik pojok kiri atas dan pojok kanan bawah citra yang akan di-crop. Adapun rumus yang digunakan adalah :

(42)

Sumber : Sutoyo, T., dkk. 2009.

Gambar 2.11. Contoh citra di-crop sebesar W x H

2.9. Luas Area Objek dengan Metode Momen (Moments)

Momen dapat menggambarkan suatu objek dalam hal area, posisi, dan orientasi. Persamaan dasar dari momen suatu objek dapat didefinisikan sebagai berikut :

*+,= - - x. / 0

y2a0/ ………. (2.6)

Dengan ordo dari momen adalah (i+j). x dan y menyatakan koordinat pixel, sedangkan axy menyatakan intensitas pixel. Momen tingkat ke-0 dan ke-1 (zero

and first order moments) didefinisikan sebagai berikut :

*33 =- -axy y x ………. (2.7) *)3= - -x. axy y x ………. (2.8)

(43)

*3) =- -y. axy y x

………. (2.9)

Pada citra biner yang mana axy akan bernilai 0 atau 1, momen tingkat ke-0 (m00) adalah sama dengan area dari objek.

2.10. Color Moments

Color moments merupakan representasi yang padat dari fitur warna dalam

mengkarakterisasikan warna citra. Sebagian informasi distibusi warna disusun dalam 3 urutan moment. Moment yang pertama (µ) mewakili rata-rata warna,

moment yang kedua (σ) menggambarkan standar deviasi, dan moment berikutnya

(θ) menggambarkan kecondongan dari warna (Martinez dan Martinez,2002).

1. Mean : 567 89 - - :1 +,6 ; ,7) < +7) ………. (2.10) Dimana : 5 =Momen c = Komponen warna

:+,6 = Nilai pixel (i,j) pada komponen warna c M = Tinggi citra

(44)

2. Standar Deviasi =6 = >89 - - :1 +,6 − 56 ' ; ,7) < +7) ? )/' ………. (2.11) Dimana : = = Standar Deviasi c = Komponen warna

:+,6 = Nilai pixel (i,j) pada komponen warna c M = Tinggi citra

N = Lebar citra

56 = Nilai mean pada komponen warna c

3. Skewness A6 = >89 - - :1 +,6 − 56 B ; ,7) < +7) ? )/B ………. (2.12) Dimana : A = Standar Deviasi c = Komponen warna

:+,6 = Nilai pixel (i,j) pada komponen warna c M = Tinggi citra

N = Lebar citra

(45)

2.11. Co-Occurrence

Matriks co-occurrence adalah matriks yang dibangun dengan menggunakan histogram tingkat kedua. Matriks ini berukuran L x L, dimana L menyatakan banyaknya tingkat keabuan, dengan elemen P(x1, x2) yang merupakan distribusi probabilitas bersama dari pasangan titik-titik dengan tingkat keabuan x1 yang berlokasi pada koordinat (j,k) dan x2 yang berlokasi pada koordinat (m,n). Koordinat pasangan titik-titik tersebut berjarak r dengan sudut θ.

2.11.1. Gray-Level Co-occurence Matrix (GLCM)

Pada analisis tekstur secara statistik, fitur tekstur dihitung berdasarkan distribusi kombinasi intensitas pixel pada posisi tertentu, masing-masing kombinasi dibedakan melalui statistik orde-pertama, orde-kedua dan statistik orde-lebih tinggi. GLCM merupakan salah satu cara mengekstrak fitur tekstur statistik orde-kedua (Hall-Beyer, M. 2007). Sebagai contoh sebuah citra 5 x 5 yang mempunyai 4 tingkat keabuan dengan jarak d=1 dan arah 0o seperti pada Gambar 2.12 dan Gambar 2.13.

(46)

Gambar 2.12. Citra 5 x 5 dengan gray level 0, 1, 2, 3

Sumber : Wibawanto, 2008.

Gambar 2.13. Arah 0o, 45o, 90o, 135o

2.12. Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation pertama kali diperkenalkan oleh Rumelhart, Hinton dan William pada tahun 1986, kemudian Rumelhart dan Mc Clelland mengembangkannya pada tahun 1988 (Subiyanto, 2000). Metode

Backpropagation atau propagasi balik merupakan metode yang sangat baik dalam

menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks seperti kompresi data, pendeteksian virus komputer, penidentifikasian objek, sistesis suara dari teks dan lain-lain (Puspitaningrum, 2006).

(47)

Inti dari algoritma pembelajaran dengan metode Backpropagation ini terletak pada kemampuannya untuk mengubah nilai-nilai bobotnya untuk menanggapi adanya kesalahan. Untuk dapat menghitung kesalahan, pada proses pembelajaran perlu adanya pola-pola keluaran yang dijadikan target oleh jaringan, sehingga setiap keluaran yang dihasilkan oleh jaringan akan dibandingkan dengan targetnya. Hasil dari perbandingan ini berupa error atau kesalahan. Oleh karena itu, Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation merupakan jaringan dengan proses pembelajaran secara terbimbing.

Setelah kesalahan diperoleh, selanjutnya jaringan melewatkan turunan-turunan dari kesalahan ke lapisan tersembunyi menggunakan sambungan terbobot yang masih belum diubah nilainya. Setiap simpul pada lapisan tersembunyi menghitung jumlah terbobot dari kesalahan yang telah dipropagasikan balik untuk menghitung sumbangan tidak langsungnya kepada kesalahan keluaran yang telah diketahui. Setelah masing-masing simpul pada lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran menemukan besarnya kesalahan, simpul-simpul tersebut akan mengubah bobot-bobotnya untuk mengurangi kesalahan tersebut. Perubahan bobot ditujukan untuk meminimalkan jumlah kesalahan kuadrat jaringan. Oleh sebab inilah, algoritma Backpropagation dikatakan sebagai suatu prosedur untuk mendapatkan paket bobot yang meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan. Jumlah kuadrat kesalahan akan semakin mengecil dengan berjalannya waktu dan iterasi yang dilakukan oleh jaringan tersebut.

Fungsi aktivasi merupakan fungsi matematis yang berguna untuk membatasi dan menentukan jangkauan output suatu neuron. Fungsi aktivasi untuk Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation harus memiliki beberapa karakteristik

(48)

penting, yaitu kontinyu, dapat dideferensialkan, dan monoton tanpa penurun. Fungsi aktivasi biasanya digunakan untuk mencari nilai asimtot maksimum dan minimum. Fungsi aktivasi yang biasa digunakan untuk jaringan Backpropagation adalah fungsi sigmoid biner dan fungsi sigmoid bipolar. Di mana fungsi sigmoid biner memiliki jangkauan antara 0 dan 1, sedangkan fungsi sigmoid bipolar memiliki jangkauan antara -1 dan 1.

Metode pembelajaran Backpropagation menggunakan indek performansi kesalahan kuadrat rata-rata atau Mean Square Error (Hagan, 1996). Kesalahan kuadrat rata-rata dapat diperoleh dari (Fausett, 1994) :

a. Kesalahan kuadrat dibagi dengan jumlah komponen keluaran. b. Kesalahan kuadrat total dibagi dengan jumlah data pelatihan.

X1 Z1 Zj 1 Zp 1 Y1 Yk Ym Xi Xn ij np . . . . . . . . . . . . Sumber : Fausett, L. 1994.

(49)

Pada jaringan Backpropagation, terdapat beberapa alternatif untuk melakukan pembaharuan bobot, di antaranya adalah pembaharuan bobot standar, pembaharuan bobot dengan momentum, dan pembaharuan bobot dengan delta-bar-delta. Pada pembaharuan bobot dengan momentum, perubahan bobot berada pada kombinasi gradien sekarang dan gradien sebelumnya. Dalam hal ini, digunakan laju pembelajaran yang kecil untuk menghindari gangguan pembelajaran ketika sepasang pola pembelajaran yang tidak biasa diberikan.

Dalam proses pembelajaran, kekonvergenan akan lebih cepat dicapai jika momentum ditambahkan pada rumus pembaharuan bobot. Untuk menggunakan momentum, bobot (pembaharuan bobot) dari satu atau lebih pola pembelajaran sebelumnya harus disimpan. Sebagai contoh, bentuk paling sederhana dari Backpropagation dengan momentum, bobot baru untuk langkah pembelajaran (t +

1) berdasarkan bobot pada langkah pembelajaran (t) dan (t – 1). Perumusan

matematis untuk Backpropagation dengan momentum adalah :

C,D E + 1 = C,D E + GHDI,+ µ[wjk(t)−wjk(t−1)] ………. (2.13) Atau ) ( ) 1 (t z w t wjk + = k j+ ∆ jk ∆ αδ µ ………. (2.14) Dan )] 1 ( ) ( [ ) ( ) 1 (t+ =v t + x + v tv tvij ij αδj i µ ij ij ………. (2.15) Atau ) ( ) 1 (t z v t vij + = j i+ ∆ ij ∆ αδ µ ………. (2.16)

(50)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Greenhouse Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran. Waktu penelitian dimulai bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan November 2012.

3.2. Bahan dan Alat penelitian 3.2.1. Bahan

Bahan yang digunakan adalah tanaman sawi hijau dari media hidroponik yang ditanam dengan media pasir, dipelihara dalam greenhouse yang dibuat dengan bahan plastik UV. Jumlah tanaman sawi yang digunakan dalam penelitian sebanyak 240 tanaman.

3.2.2. Alat penelitian

Perangkat yang digunakan adalah

1. Kamera digital Charge Coupled Device (CCD) 2. Kotak akuisisi citra

3. 1 buah lampu TL cool daylight 5 watt 6500 K . 4. 1 unit computer

5. Perangkat lunak Matlab R2009b yang beroperasi pada Microsoft Windows

XP.

BAB III

(51)

3.3. Prosedur penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 3.3.1. Persiapan

3.3.1.1 Penanaman Sawi

Penelitian ini dimulai dengan menanam sawi secara hidroponik menggunakan media tanam pasir, tanaman sawi dibagi menjadi beberapa perlakukan pemberian pupuk tunggal ZA sebagai sumber Nitrogen,TSP sebagai sumber Fosfor dan KCL sebagai sumber Kalium, seperti pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Perlakuan pemberian pupuk N, P, dan K dalam Gram/tanaman.

No Perlakuan

Pemberian Pupuk ( Gram /tanaman)

ZA TSP KCL

Nitrogen Fosfor Kalium

1 0 1 0 2 0 1 1 3 1 1 0 4 1 1 1 5 0 1 2 6 2 1 0 7 1 1 2 8 2 1 1 9 2 1 2 10 0 1 3 11 3 1 0 12 1 1 3 13 3 1 1 14 2 1 3 15 3 1 2 16 3 1 3

(52)

Semua perlakuan pemberian pupuk tunggal ZA sebagai sumber Nitrogen, TSP sebagai sumber phosfor dan KCL sebagai sumber kalium, dicampur dengan pupuk Lauxin sebagai nutrisi mikro dilarutkan dalam 1 liter air.

3.3.1.2. Kotak Akuisisi dan Kamera Digital

Kamera digital yang digunakan dalam penelitian ini adalah Canon

Powershot A 1200 dengan 12 megapixels yang dipasang dalam kotak akuisisi

dengan latar gelap, tanpa flash light, sebagai sumber cahaya digunakan lampu neon cool day light 6500 K. Berikut merupakan gambar desain kotak akuisisi citra daun sawi hijau.

Gambar 3.1. Kotak akuisisi citra daun sawi hijau

kamera digital

daun sawi hijau

sumber

cahaya

(53)

3.3.2. Gambaran Umum Sistem

(54)

3.3.3. Pengolahan Citra 3.3.3.1 Akuisisi citra

Pengambilan citra dari daun sawi hijau dilakukan dengan menggunakan kamera digital CCD. Pengambilan citra daun sawi hijau dilakukan dari bagian atas agar keseluruhan daun dapat di-capture. Pengambilan foto dari tanaman sawi dilakukan setiap 5 hari pada jam 5 sore dimulai pada umur 10 hari setelah bibit dipindahkan dari tempat penyemaian sampai tanaman sawi siap dipanen (30 hari). Kamera digital CCD yang digunakan adalah Canon Digital Camera PowerShot

A1200 dengan setting sebagai berikut :

Format Citra : JPG

ISO : 400

Aperture : F2.8

Shutter Speed : 1/10

3.3.3.2 Segmentasi dan Cropping Citra

Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan citra biner yang diperoleh dari citra RGB dengan tujuan untuk memisahkan daun tanaman sawi dengan

background yang terdiri dari tanah dan plastik polybag. Tahapan ini merupakan

tahapan yang kritis dalam pengolahan citra karena diperlukan kualitas citra yang baik agar dapat dilakukan ekstraksi fitur dan prosedur klasifikasi. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk memperoleh region tanaman dari background dengan menggunakan berbagai color spaces. Normalized Excess Green dan

Modified Hue (Woebbecke dkk. 1995) dikatakan sebagai metode unggul karena

(55)

1. Normalized Excess Green (NExG)

Penurunan rumus indek NExG berasal dari RGB color space, namun karena tidak dinormalisasikan menyebabkan koordinat RGB sensitif terhadap intensitas pencahayaan (Woebbecke dkk. 1995), cara yang lebih baik untuk menjabarkan NExG adalah menggunakan koordinat kromatik :

NExG= 2 x g – r – b ... ( 3..1)

Dimana r, g, dan b adalah :

K =L + M + NL ... ( 3..2)

=L + M + NM ... ( 3..3)

O =L + M + NN ... ( 3..4)

Dimana R, G, dan B adalah channel merah, hijau dan biru intensitas pixel.

Pada penelitian ini pemisahan tanaman dengan background menggunakan pengembangan algoritma yang dibuat oleh Meyer dengan metode ExG-ExR. Dimana ExG= 4 x g – r, dan ExR=r-g.

Adapun perintah yang digunakan pada Matlab adalah : Red=citra_rgb(:,:,1);

Green = citra_rgb(:,:,2); Blue = citra_rgb(:,:,3); ExG= 4*Green-Red; ExR=Red-Green;

(56)

metode Threshold OTSU menggunakan persamaan berikut : 2 2( )/ ) (k

σ

B k

σ

T

η

= ... ( 3..5) Dimana : )] ( 1 )[ ( )] ( ) ( [ ) ( 2 2 k k k k k T B

ω

ω

µ

ω

µ

σ

− − = ... ( 3..6)

= − = L i i T T i P 1 2 2 ) (

µ

σ

... ( 3..7)

= = = L i i T L iP 1 ) (

µ

µ

... ( 3..8)

= = k i i iP k 1 ) (

µ

... ( 3..9)

= = k i i P k 1 ) (

ω

... ( 3.10) Pi = ni / N, Pi ≥ 0,

= L i 1 Pi = 1 ... ...(3. 11)

Pixel pada citra direpresentasikan ke dalam derajat keabuan L [1, 2, …, L].

Jumlah Pixel dengan derajat keabuan i dinotasikan dengan ni dan jumlah keseluruhan pixel dengan N = n1 + n2 + … + ni. Pi adalah representasi histogram,

k adalah nilai threshold.

Perintah thresholding Otsu di Matlab adalah : level=graythresh(citra_warna);

Gambar

Tabel 2.1. Pengklasifikasian 80 sampel dengan metode fuzzy K-NN  Test Set  Normal  Nitrogen deficient  Potassium deficient
Gambar 2.2. Tanaman Sawi hijau
Gambar 2.3. Skema warna RGB
Gambar 2.14. Saraf Tiruan Backpropagation Dengan 1 Lapisan Tersembunyi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik perusahaan yang terdiri dari umur perusahaan, ukuran perusahaan dan struktur modal terhadap pertumbuhan

I. Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw di mana Allah swt telah memuji Rasulullah kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran, firman Allah swt yang

Pengujian hipotesis secara0parsial dilakukan dengan uji t, yaitu menguji pengaruh parsial antara0variabel independen terhadap0variabel dependen dengan asumsi bahwa variabel

dengan masalah kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman, memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan

Pegwai Negeri Sipil dapat mengajukan Pindah keluar dari lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung apabila yang bersangkutan memiliki masa kerja paling sedikit 4 (empat)

The objectives of this study are to monitor wildfire in the Eastern Steppe of Mongolia using moderate resolution imaging spectroradiometer (MODIS) data, and to

[r]

Yang dimaksud dengan “ asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan ” adalah upaya penanggulangan HI V dan AIDS harus dilaksanakan sedemikian rupa tanpa ada