• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multinational Corporations Dampaknya Bagi Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Multinational Corporations Dampaknya Bagi Indonesia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MULTINATIONAL CORPORATIONS & DAMPAKNYA BAGI INDONESIA. MULTINATIONAL CORPORATIONS & DAMPAKNYA BAGI INDONESIA.

SEBUAH KAJIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL SEBUAH KAJIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

M. Ikhwan Maulana Haeruddin M. Ikhwan Maulana Haeruddin

 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar   Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar 

  Adan

  Adanya ya perjperjanjianjian an kerjkerjasamasama a secasecara ra globglobal al untuuntuk k mengmengadakadakan an daerdaerah ah pasapasar r bebabebas s (AFT(AFTA)A) mendorong banyak pihak eksternal atau yang dalam hal ini adalah Multi-National Corporations mendorong banyak pihak eksternal atau yang dalam hal ini adalah Multi-National Corporations (MNCs) untuk berinvestasi ke negara-negara berkembang yang memiliki kelebihan dalam aspek  (MNCs) untuk berinvestasi ke negara-negara berkembang yang memiliki kelebihan dalam aspek  Sumber Daya Manusia dan bahan baku yang mudah di dapatkan pada kawasan Asia Tenggara, Sumber Daya Manusia dan bahan baku yang mudah di dapatkan pada kawasan Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Akan tetapi dengan kehadiran MNCs di Indonesia, tidak serta merta hanya khususnya Indonesia. Akan tetapi dengan kehadiran MNCs di Indonesia, tidak serta merta hanya mem

membawbawa a damdampak pak yayang ng pospositiitif. f. BerBerbagbagai ai macmacam am damdampak pak negnegatatif if turturut ut serserta ta hadhadir ir sebsebagaagaii kon

konsesekuekuensi nsi kehkehadiadiran ran MNCMNCs s tetersersebutbut, , baibaik k padpada a dimdimensensi i pekpekerjerja a maumaupun pun padpada a didimenmensisi lingkungan hidup.

lingkungan hidup. PenelitiPenelitian deskriptif ini bertujuaan deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kehadirann untuk mengetahui sejauh mana kehadiran MNCs tersebut terhadap dimensi buruh (pekerja) dan lingkungan hidup. Hasil temuan yang ingin MNCs tersebut terhadap dimensi buruh (pekerja) dan lingkungan hidup. Hasil temuan yang ingin dis

disampampaikaikan an padpada a tultulisaisan n inini i adaadalah lah bahbahwa wa dendengan gan kehkehadiadiraran n MNCMNCs, s, tidtidak ak berberartarti i negnegararaa berkembang dengan otomatis akan mendapatkan keuntungan di segala dimensi, akan tetapi ada berkembang dengan otomatis akan mendapatkan keuntungan di segala dimensi, akan tetapi ada dimensi lain yang justru tereksploitasi, seperti pada dimensi SDM dan lingkungan hidup.

dimensi lain yang justru tereksploitasi, seperti pada dimensi SDM dan lingkungan hidup.

Ka

Kata ta KuKuncncii :: MultMulti-Nati-Nationaional l CorpCorporatorationsions,, damdampakpak, , IndIndoneonesiasia,,   Indu  Industristrial al RelaRelationtion,, buruh, dan

buruh, dan Corporate Social Responsibility (CSR)Corporate Social Responsibility (CSR)..

Perubahan

Perubahan-perubahan multi dimensi dan -perubahan multi dimensi dan globalisasglobalisasi i telah membawa berbagai pengaruh telah membawa berbagai pengaruh dandan damp

dampak ak bagi bagi neganegara-nra-negaregara a berkberkembembang, ang, teruterutama tama pada pada neganegara-ra-neganegara ra AsiAsia a TengTenggaragara. . NegNegaraara ters

tersebutebut— — sepeseperti rti KamKambojaboja, , IndoIndonesinesia, a, LaosLaos, , MalMalaysaysia, ia, FilFilipinipina, a, ThaThailaniland, d, dan dan VietVietnam nam — —  me

memimililiki ki papaktkta a / / peperjrjananjijian an dedengngan an tutururut t akaktitif f beberprparartitisisipapasi si dadalalam m papasasar r bebebabas s dedengnganan menggabung

menggabungkan diri kan diri ke dalam Asian ke dalam Asian Free Trade Agreement (AFTA) pada tahun 2003 Free Trade Agreement (AFTA) pada tahun 2003 dan nantinyadan nantinya ke dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2020.

ke dalam Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) pada tahun 2020.

  Neg

  Negara-ara-neganegara ra terstersebut ebut di di atas atas mermerupakupakan an salasalah h satu satu destdestinasinasi i favofavorit rit bagi bagi KorKorporaporasisi Multinasional / Multinational Corporations (MNCs) untuk menginvestasikan sumberdaya modal Multinasional / Multinational Corporations (MNCs) untuk menginvestasikan sumberdaya modal mereka, dikarenakan oleh faktor rendahnya biaya tenaga kerja, kemudahan untuk mendapatkan mereka, dikarenakan oleh faktor rendahnya biaya tenaga kerja, kemudahan untuk mendapatkan

(2)

sumberdaya natural dan yang paling penting, adalah sebagai pasar untuk mendistribusikan produk  mereka. Lebih jauh lagi, dengan ketersediaan keterampilan pekerja yang rendah pada tingkat biaya yang rendah pula, ditambah dengan keterbatasan pemerintah lokal didalam mengontrol keputusan manajemen, adalah merupakan sebuah faktor yang sangat “menggembirakan” bagi perusahaan multinasional (Allmond, Edwards dan Clark, 2003).

Collingsworth berpendapat (2006), bahwa MNCs akan cenderung memilih untuk  mengembangkan dan memperluas sumberdaya mereka di sebuah negara berkembang yang memiliki halangan-halangan minimal. Selanjutnya, MNCs diundang oleh pemerintah negara berkembang untuk menginvestasikan modal dan sumberdaya mereka, yang diasumsikan dan diharapkan akan mencipatakan “locomotive effect ” pada pertumbuhan dan kesejahteraan negara. Akan tetapi, menurut Petrella (dikutip dalam Hadiz, 2002; Miano, 2003), ketika sebuah negara mencoba untuk  menarik perusahaan asing untuk masuk, maka kehadiran perusahaan tersebut akan mengurangi dan  bahkan menghilangkan kekuasaan dan peran dari pemerintah negara itu sendiri.

Selalu ada dua sisi yang berbeda pada satu mata uang, demikian pula halnya dengan kehadiran MNCs di Indonesia. Pertama, sebagai keuntungan dari hadirnya MNC’, pendapatan nasional pemerintah akan meningkat, investasi infrastruktur fisik, pendapatan dari pajak, serta   pekerja yang terampil dan ber- skill  (Jensen, 2005). Pada tabel di bawah ini dapat kita lihat  peningkatan pendapatan nasional yang cenderung meningkat.

(3)

Source: International Labours Organization, 2005.

Selanjutnya, keuntungan lain yang dihadirkan oleh MNCs adalah pemberdayaan dan  penyerapan tenaga kerja lokal. Tidak dapat dipungkiri bahwa, kehadiran MNCs dapat menyediakan  peluang kerja, pelatihan, serta transfer ilmu, tekhnologi, dan keterampilan bagi tenaga kerja lokal (O’Higgins, 2003), yang mana akan berakibat pada meningkatnya tingkat produktivitas kerja ketimbang dengan pekerja pada perusahaan lokal (Takii dan Ramstetter, 2005). Pada satu sisi, kehadiran MNCs dipertanyakan pada sisi aspek kesejahteraan sosial, perlindungan lingkungan, Hak  Asasi Manusia (HAM) dan hubungan industrial dengan pekerja. Lebih jauh lagi, aspek negatif dari MNCs menurut pendapat Colman dan Nixson (dikutip di Wicaksono, 2002); di mana mereka menyatakan bahwa tujuan utama dari MNCs adalah untuk memaksimalkan keuntungan global dan seluruh tindakan mereka ditujukan untuk mencapai tujuan utama tersebut, dan bukan untuk  mengembangkan negara tempat mereka berinvestasi. Kesejahteraan dan perkembangan dari Negara tuan rumah dianggap sebagai tanggungjawab dari pemerintah Negara yang bersangkutan. Pemerintah dari negara-negara berkembang berkompetisi untuk menarik perhatian MNCs. Akibatnya, tiap-tiap badan pemerintah berusaha untuk menciptakan kebijakan seperti menurunkan tingkat pajak,tax holiday policies, insentif, dan subsidi (Piasecki dan Wolnicki, 2004).

(4)

Untuk menggambarkan posisi pihak pemerintah dan pihak MNCs, kita dapat menggunakan hukum “Supply and Demand ” untuk menganalogikannya. Pemerintah negara-negara berkembang ini mewakili aspek supply/persediaan dengan adanya lokasi/daerah, tenaga kerja, dan material yang   berasal dari sumberdaya alam lokal. Selanjutnya, MNCs merupakan pihak yang mewakili  permintaan. Selanjutnya mudah, ketika persediaan lebih besar dari pada permintaan, maka posisi

tawar MNCs akan lebih besar daripada posisi tawar pemerintah, dimana MNCs memainkan politik  “take it or leave it ”.

Selanjutnya, Moody (dikutip dalam Hadiz, 2003) mengemukakan bahwa pergerakan serikat   pekerja di negara-negara berkembang sedang mengalami hari-hari yang suram. Melemahnya   pergerakan serikat buruh disebabkan oleh tiga faktor utama, pertama, — sebagai unitaris —  Manajemen Sumber Daya Manusia pada sebuah MNC tidak membutuhkan pihak ketiga untuk  menjembatani kepentingan pihak pemodal dan pekerja. Akibatnya, pihak manajemen mengeluarkan kebijakan yang bersifat menggantikan atau menghapuskan serikat pekerja (Bray, Deery, Walsh, dan Waring, 2005).  Kedua, dalam hal menarik investasi asing, negara melalui pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada pemilik modal yang berakibat pada penghapusan  peran dari serikat pekerja. Sejauh ini, pemerintah Indonesia terkesan memaksakan revisi UU No. 13 Tahun 2003 terkait terbitnya Inpres No. 3 tahun 2006 tentang Paket Peraturan Perbaikan Iklim Investasi, yang di antaranya menyangkut ketenagakerjaan di Indonesia. Pemerintah ingin mengurangi pengangguran dengan perbaikan iklim investasi, di mana hal yang menjadi ganjalan menarik minat investasi adalah adanya beberapa masalah utama di bidang ketenagakerjaan yang sering dibicarakan investor. Masalah tersebut antara lain, tentang besaran pesangon, status karyawan (outsourcing , dan pekerja kontrak), proses pemutusan hubungan kerja (PHK), unjuk rasa, dan upah. Hal ini dilakukan untuk meredam gejolak atau masalah yang bisa saja mengganjal MNC dalam pengoperasiannya. Ketiga, disebabkan oleh perubahan popularitas dari serikat pekerja itu

(5)

sendiri (2005), dimana kaum kapitalis, — melalui sumberdaya yang tak terbatas dan jaringan media yang tersedia, — dapat dengan mudah membentuk opini publik terhadap serikat pekerja.

Kehadiran MNCs selalu saja tidak dapat dipisahkan dengan masalah hak asasi manusia. Masalah-masalah tersebut berupa pembayaran upah di bawah standard, eksploitasi pekerja di bawah umur, diskriminasi gender, pelecehan seksual, bekerja di bawah paksaan, dan lingkungan kerja yang tidak aman (Wells, 2003; Bernadette, 2002; Bernstein, 2005). Pada tahun 2000, International Labour Organization (ILO) mengemukakan fakta bahwa terdapat lebih dari 200 juta anak-anak pada usia 5-14 tahun terlibat dalam kegiatan eksploitasi pekerja di negara kurang berkembang. Pada aspek pembayaran upah, terdapat ketimpangan yang sangat signifikan antara pekerja dan pemilik  modal. Kita ambil contoh seorang pekerja level supervisor yang bekerja pada pabrik NIKE yang hanya memperoleh US$ 18 per hari, di mana seorang Philip H. Knight — Presiden dari NIKE Inc.  — dapat memperoleh US$ 4526 per hari (Sudiarto, 2006), berdasarkan fakta tersebut, dapat kita  bayangkan bagaimana dengan upah mereka yang bekerja sebagai buruh kasar. Selain itu, ada juga

ketentuan lain mengenai pesangon yang merugikan buruh dan pekerja, yaitu ketika perusahaan tutup karena alasan force majeur , maka perusahaan tidak wajib membayar uang pesangon kepada  buruh atau pekerja.

Lebih lanjut, diskriminasi gender juga turut dipraktekkan pada kehadiran MNCs. Upah bagi   pekerja perempuan hanya 68% dari upah pria. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada sektor   buruh/pekerja kasar, perempuan lulusan universitas (S1) mendapatkan 25% lebih kurang dari yang

didapatkan oleh lulusan pria (Gardner, 2003). Kaum perempuan juga lebih cenderung dipekerjakan   pada sistem kontrak atau sebagai karyawan temporer. Sistem ini mengijinkan perusahaan untuk 

membayar gaji lebih rendah kepada karyawan kontrak daripada karyawan permanen, untuk tugas dan waktu kerja yang sama.

(6)

Pemerintah negara-negara berkembang tengah menghadapi situasi yang dilematis, di satu sisi, mereka mencoba untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dengan cara menarik investasi asing. Akan tetapi pada sisi yang lain, ada begitu banyak opportunity cost yang mereka harus bayar  sebagai akibat dari tindakan tersebut.

Untuk mengatur kegiatan operasional dari MNCs di dalam pengawasan terhadap perlakuan terhadap pekerjanya, seharusnya terdapat kontrak internasional, kode etik, standar minimum dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dielaborasi sacara bersama-sama oleh pihak-pihak yang  berkepentingan ( stakeholder ), dan sebaiknya di mediasi oleh badan pemerintah yang berwenang

seperti Kementerian Tenaga Kerja / DEPNAKER (O’Higgins, 2003; Fashoyin, 2004; Lozano and Boni, 2002). Seluruh hak dan kewajiban dari semua pihak yang terkait idealnya tercantum dengan  jelas di dalam kontrak. Bagaimanapun juga, paling kurang terdapat 5 aspek yang harus diperhatikan dan dihormati oleh pihak MNCs, yaitu “1) kebebasan berserikat, 2) tawar menawar dan proses negosiasi secara kolektif, 3) adanya transparansi dari pihak MNCs, 4) penyelesaian masalah secara musyawarah, dan 5) seluruh syarat dan peraturan yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan keselamatan di tempat kerja” (International Labour Organization, 2000).

Walaupun konsep Corporate Social Responsibility (CSR) telah diterapkan oleh sebagian   besar MNC’s, pada kenyataannya hanya bisa menghapus sebahagian kecil dari citra buruk 

kapitalistik MNC’s. ditambah dengan fakta adanya fleksibilitas pasar buruh (labor market   flexibility) dengan model outsourcing  yang marak dipraktikkan oleh sebagian besar perusahaan yang tanpa memberikan batasan jenis pekerjaan, akan berpotensi menjadikan buruh dan karyawan  bebas "diperjualbelikan". Tulisan ini mengajak untuk membuka mata kita bahwa kita tidak perlu

hanya menyandarkan perekonomian kita kepada investasi asing semata, tetapi juga ikut mengandalkan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) sebagai sokoguru perekonomian  bangsa ini. Kita tentu berharap agar tuntutan para karyawan/buruh/pekerja akan menjadi perhatian

(7)

khusus bagi pemerintah bangsa ini dan nantinya menciptakan kebijakan yang berpihak kepada  buruh dan pekerja.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan tulisan di atas yang telah dilakukan berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan landasan teori; maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Multi-National Corporations (MNCs) cenderung untuk memilih berinvestasi pada Negara-negara berkembang atas faktor rendahnya biaya tenaga kerja, kemudahan untuk  mendapatkan sumberdaya natural, dan yang paling penting, adalah sebagai pasar potensial untuk mendistribusikan produk mereka.

2. Kehadiran MNCs tidak berarti akan selalu membawa dampak positif pada setiap dimensi kehidupan, akan tetapi juga membawa dampak negatif, khususnya pada dimensi tenaga kerja  — seperti praktik perlakuan diskriminatif dan rasis, eksploitasi pekerja di bawah umur,   pembayaran upah yang tidak sesuai dengan standar regulasi, praktik outsourcing  yang

semakin menekan posisi tawar pekerja itu sendiri, serta pelecehan seksual — dan lingkungan hidup yang tercemar sebagai akibat dari proses operasional mereka.

3. Sinergi yang positif dari tripartite yang efektif akan menguntungkan setiap stakeholder, baik  itu MNCs, pekerja, maupun pemerintah negara. Dibutuhkan adanya kesepahaman antara masing-masing hak dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap pihak.

(8)

DAFTAR PUSTAKA:

Allmond, P. Edwards, T. Clark, I. (2003) Multinationals and Changing National Business Systems in Europe: Towards the ‘Shareholder Value’ Model? Industrial Relations Journal , 34, 5,

pp.430-445.

Bernstein, A. (2005) Freeport’s Hard Look at Itself, Business Week ,10.3956, pp.108.

Bernadette, N. (2002) Diskriminasi di Tempat Kerja Masih Ada, accessed 8th July 2006. http: // situs.kerespro.info/gendervaw/sep/2002/gendervaw03.htm

Bray, M., Deery, S., Walsh, J., Waring, P. (2005) Industrial relation: a contemporary approach.

McGraw-Hill Irwin, Australia.

Collingsworth, T. (2006) Beyond Public Relations: Bringing the Rule of Law to Corporate Codes of  Conduct in Global Economy,Corporate Governance,6. 3, pp.250-260.

Fashoyin, T. (2004) Tripartite Cooperation, Social Dialogue and National Development,

 International Labour Review, 143.4, pp.341-371)

Gardner, S. (2003) Women in Trade Unions, accessed 9th July 2006 http://www.insideindonesia.org/index.htm.womenintradeunions

Hadiz, V.R. (2002) Globalisation, Labour, and Economic Crisis: Insights from South East Asia

 Asian Business and Management ,2002, 1, pp. 249-266.

International Labour Organisation (2000) Codes of Conduct for Multinationals, accessed 8th July 2006. http://www.itcilo.it/english/actrav/telearn/global/guide/main.htm#summ

International Labour Organisation (2005) Multi Report ASEAN 2005, Tripartite Symposium on   Promoting the Tripartite Declaration of Principles Concerning Multinational Enterprises and 

Social Policy in ASEAN Countries, Jakarta Indonesia, 11th – 12thApril 2005.

Jensen, N. (2005) The Multinational Corporations Empower the Nation-State, Symposium – Ten Years from Now,3. 3, pp.548-551.

Lozano, J.F. and Boni, A. (2002) The Impact of the Multinational in the Development: An Ethical Challenge, Journal of Business Ethics,39.½, pp.169-178.

Miano, P. (2003)   Developing Countries and Globalization, accessed 8th July 2006. http://www.globalenvision.org/library/10/497/

(9)

O’Higgins, E.R.E. (2003) Global Strategies – Contradictions and Consequences, Corporate Governance,3. 3, pp.52-56.

Piasecki, R. and Wolnicki, M. (2004) The Evolution of Development Economics and Globalization,

 International Journal of Social Economics,31. 3, pp.300-314.

Sudiarto, R. (2006) Pengawasan HAM di Pabrik-Pabrik, accessed 8th July 2006 http://www.swa.co.id/swamajalah/sajian/details.php?cid=1&id=557

Takii, S. and Ramstetter, E.D. (2005) Multinational Presence and Labour Productivity Differentials in Indonesian Manufacturing, 1975-2001, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 41. 2,

pp.221-242.

Wells, D. (2003) Global Sweatshops & Ethical Buying Codes,Canadian Dimension,37.5, pp.9.

Wicaksono, P. (2002)   Kemelut Investasi Asing Pasca Tragedi Bali, accessed 8th July 2006 http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/2002-october/date.html#373

Referensi

Dokumen terkait

Sistemsko zdľavljenje ĺn zdľavstvena nega bolnĺka z rakom prostate Zďravljenje bolnika z rakom prostate je odvisno od naľavnega razvoja bolezni in prognostičnih dajavnikov..

Pada peringkat latency, kanak-kanak akan mula mengambil tahu tentang rakan sebaya, mula menjauhkan diri kanak-kanak akan mula mengambil tahu tentang rakan sebaya, mula menjauhkan

Maluku Utara Laut Halmahera dan Sekitarnya perikanan laut, pertambangan, pariwisata Papua Barat Bintuni pertanian, perkebunan, pertambangan, perikanan. Papua Barat Fak-Fak

6 Berdasarkan keadaan dan kajian yang dikumpulkan sesuai dengan teori di atas, maka dengan masih tingginya karies gigi peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian tentang

Populasi penelitian ini adalah semua rumah makan di terminal penumpang Pelabuhan Tanjung Emas Semarang yang berjumlah 18 rumah makan, dengan kriteria inklusi penelitian yaitu

Dalam mendeteksi kecurangan yang mengarah pada tingkatan korupsi, pemerintah berfokus pada pengendalian internal yang ada dalam pemerintah kabupaten maupun kota tersebut

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif. Dalam penelitian ini mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi

Pegertian Struktur Keluarga adalah menyatakan bagaimana keluarga disusun yaitu cara yang digunakan untuk menata unit – unit dan bagaimana unit – unit tersebut saling berhubungan