• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Kusta Akreditasi 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Kusta Akreditasi 2016"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PENYELENGGARAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA UPTD PUSKESMAS PESANTREN II P E D O M A N

No. Dokumen : Pedoman-20/UKM/01/2015 No. Revisi : 00

Tanggal Terbit : 26 Januari 2015

PEDOMAN

PROGRAM PENGENDALIAN

PENYAKIT KUSTA

DINAS KESEHATAN KOTA KEDIRI

UPTD PUSKESMAS PESANTREN II

(3)

PEDOMAN

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT KUSTA

UPTD PUSKESMAS PESANTREN II

Kediri, 26 Januari 2015 Mengetahui,

Kepala UPTD Puskesmas Pesantren II

dr. Fathiyah Rohmah NIP. 19810415 201001 2 015

Penanggungjawab Penyakit Kusta

Supriyanto, A.Md.Kep NIP. 19660425 198802 1 001

(4)

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan hidayahNya, sehingga penyusunan Pedoman Program Pengendalian Penyakit Kusta dapat diselesaikan dengan baik.

Upaya pengendalian penyakit kusta perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat population imunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi sehingga dapat memutuskan rantai penularan penyakit kusta. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi, upaya pengendalian penyakit kusta dapat semakin efektif dan efisien dengan harapan dapat memberikan sumbangan yang nyata bagi kesejahteraan keluarga serta masyarakat lainnya.

Pedoman Program Pengendalian Penyakit Kusta ini merupakan acuan bagi petugas kesehatan di UPTD Puskesmas Pesantren II dalam melaksanakan pengendalian penyakit kusta di wilayah kerja Puskesmas.

Kami menyadari bahwa pedoman pelayanan Unit Pengobatan Umum ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan, untuk itu masukan dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaannya di masa yang akan datang.

Harapan kami semoga pedoman ini dapat bermanfaat bagi para petugas kesehatan dalam melaksanakan pelayanan pengendalian penyakit kusta di UPTD Puskesmas Pesantren II.

BAB I PENDAHULUAN

(5)

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian internal dan terpenting dari pembangunan nasional, tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumberdaya manusia Indonesia.

Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional di selenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas sebagai organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat. Melalui program dan kegiatannya, puskesmas berperan serta mewujudkan keberhasilan pembangunan kesehatan Indonesia, khususnya di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Puskesmas yang merupakan garda terdepan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya di wilayah kerjanya.

UKM adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan . UKM mencakup upaya promosi kesehatan perorangan, mencegah penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Dalam UKM juga dilengkapi dengan upaya kesehatan yang menunjang. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan primer perlu disusun Pedoman Pengendalian Penyakit Kusta di UPTD Puskesmas Pesantren II.

(6)

B. Tujuan Pedoman

Pedoman program pengendalian penyakit kusta ini disusun dengan maksud

digunakan sebagai acuan bagi pengelola program pengendalian penyakit kusta di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pesantren II, sehingga dapat meningkatkan cakupan pengendalian penyakit kusta secara optimal serta dapat meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan penyakit kusta di UPTD Puskesmas Pesantren II secara efektif dan efisien sehingga dapat menurunkan angka kesakitan,, kecacatan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan penemuan dini dan diberikan pengobatan Penyakit Kusta (MDT).

C. Sasaran Pedoman

Sasaran pedoman program pengendalian penyakit kusta adalah lintas sektor dan lintas program yang ada di UPTD Puskesmas Pesantren II sesuai dengan kewenangannya.

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman Program Pengendalian Penyakit Kusta yang dimaksud meliputi pelayanan pengendalian penyakit kusta yaitu :

1. Penemuan penderita secara aktip dan pasif.

2. Pengawasan pengobatan,POD dan perawatan diri. 3. Melacak kasus mangkir.

4. Pelatihan santri di pondok pesantren. 5. Supervisi dan bimbingan tehnis. 6. Pertemuan tehnis progam kusta.

7. Pembinaan mantan dan penderita kusta. 8. Pengelolaan obat dan logistik.

9. Pencatatan dan pelaporan. E. Definisi Operasional

1. Definisi Kusta

Kusta adalah penyakit menular, menahun disebabkan oleh Mycobacterium Kustae yang bersifat intraseluler obligat. Penularan kemungkinan terjadi melalui saluran pernapasan atas dan kontak kulit pasien lebih dari 1 bulan terus menerus. Masa inkubasi rata-rata 2,5 tahun, namun dapat juga bertahun-tahun.

2. Anamnesa

Hasil Anamnesis (Subjective) : Keluhan Bercak kulit berwarna merah atau putih berbentuk plakat, terutama di wajah dan telinga. Bercak kurang/mati rasa, tidak gatal. Lepuh pada kulit tidak dirasakan nyeri. Kelainan kulit tidak sembuh dengan pengobatan rutin, terutama bila terdapat keterlibatan saraf tepi. Faktor Risiko :

(7)

b. Kontak lama dengan pasien, seperti anggota keluarga yang didiagnosis dengan kusta.

c. Imunokompromais

d. Tinggal di daerah endemik kusta

Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective). Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis

a. Tanda-tanda pada kulit

Perhatikan setiap bercak, bintil (nodul), bercak berbentuk plakat dengan kulit mengkilat atau kering bersisik. Kulit tidak berkeringat dan berambut. Terdapat baal pada lesi kulit, hilang sensasi nyeri dan suhu, vitiligo. Pada kulit dapat pula ditemukan nodul.

b. Tanda-tanda pada saraf

Penebalan nervus perifer, nyeri tekan dan atau spontan pada saraf, kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota gerak, kelemahan anggota gerak dan atau wajah, adanya deformitas, ulkus yang sulit sembuh.Ekstremitas dapat terjadi mutilasi.

3. Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan apabila terdapat satu dari tanda-tanda utama atau cardinal (cardinal signs), yaitu:

Tanda utama Kusta tipe PB dan MB PB MB

Bercak Kusta Jumlah 1-5 Jumlah > 5

Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi (mati rasa dan atau kelemahan otot, di daerah yang dipersarafi saraf yang bersangkutan)

Hanya 1 saraf

Lebih dari 1 saraf

Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif 1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa

2. Penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi saraf

3. Adanya basil tahan asam (BTA) dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear) Sebagian besar pasien Kusta didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis. Klasifikasi Kusta terdiri dari 2 tipe, yaitu Pausibasilar (PB) dan Multibasilar (MB).

(8)

Diagnosis Banding a. Bercak eritema 1. Psoriasis 2. Tinea circinata 3. Dermatitis seboroik b. Bercak putih 1. Vitiligo 2. Pitiriasis versikolor 3. Pitiriasis alba c. Nodul 1. Neurofibromatosis 2. Sarkoma Kaposi 3. Veruka vulgaris

Faktor pencetus reaksi tipe 1 dan tipe 2

Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe 2

Pasien dengan bercak multiple dan diseminata, mengenai area tubuh yang luas sertaketerlibatan saraf multipel

Obat MDT, kecuali lampren

Bercak luas pada wajah dan lesi dekat mata, berisiko terjadinya lagoftalmos

(9)

karena reaksi

Saat puerpurium (karena peningkatan CMI). Paling tinggi 6 bulan pertama setelah melahirkan/ masa menyusui

Kehamilan awal (karena stress mental), trisemester ke-3, dan puerpurium

(karena stress fisik), setiap masa kehamilan (karena infeksi penyerta Infeksi penyerta: Hepatitis B dan C Infeksi penyerta: streptokokus, virus,

cacing, filarial, malaria Neuritis atau riwayat nyeri saraf Stress fisik dan mental

Lain-lain seperti trauma, operasi, imunisasi protektif, tes Mantoux positif kuat, minum kalium hidroksida.

4. Penatalaksanaan

a. Pasien diberikan informasi mengenai kondisi pasien saat ini, serta mengenai pengobatan serta pentingnya kepatuhan untuk eliminasi penyakit.

b. Hygiene diri dan pola makan yang baik perlu dilakukan.

c. Pasien dimotivasi untuk memulai terapi hingga selesai terapi dilaksanakan. d. Terapi menggunakan Multi Drug Therapy (MDT) pada:

e. Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum pernah mendapat MDT. f. Pasien ulangan, yaitu pasien yang mengalami hal-hal di bawah ini:

1) Relaps

2) Masuk kembali setelah default (dapat PB maupun MB) 3) Pindahan (pindah masuk)

4) Ganti klasifikasi/tipe g. Terapi pada pasien PB:

1) Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul rifampisin @ 300mg (600mg) dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg.

2) Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan.

3) Pasien minum obat selama 6-9 bulan (± 6 blister).

4) Pada anak 10-15 tahun, dosis rifampisin 450 mg, dan DDS 50 mg. h. Terapi pada Pasien MB:

1) Pengobatan bulanan: hari pertama setiap bulannya (obat diminum di depan petugas) terdiri dari: 2 kapsul rifampisin @ 300mg (600mg), 3 tablet lampren (klofazimin) @ 100mg (300mg) dan 1 tablet

(10)

dapson/DDS 100 mg.

2) Pengobatan harian: hari ke 2-28 setiap bulannya: 1 tablet lampren 50 mg dan 1 tablet dapson/DDS 100 mg. 1 blister obat untuk 1 bulan. 3) Pasien minum obat selama 12-18 bulan (± 12 blister).

4) Pada anak 10-15 tahun, dosis rifampisin 450 mg, lampren 150 mg dan DDS 50 mg untuk dosis bulanannya, sedangkan dosis harian untuk lampren 50 mg diselang 1 hari.

i. Dosis MDT pada anak <10 tahun dapat disesuaikan dengan berat badan: 1) Rifampisin: 10-15 mg/kgBB

2) Dapson: 1-2 mg/kgBB 3) Lampren: 1 mg/kgBB

4) Obat penunjang (vitamin/roboransia) dapat diberikan vitamin B1, B6, dan B12.

5) Tablet MDT dapat diberikan pada pasien hamil dan menyusui. Bila pasien juga mengalami tuberkulosis, terapi rifampisin disesuaikan dengan tuberkulosis.

6) Untuk pasien yang alergi dapson, dapat diganti dengan lampren, untuk MB dengan alergi, terapinya hanya 2 macam obat (dikurangi DDS). 5. Pencatatan dan Pelaporan

a. Petugas mengisi Kartu Penderita ( lampiran 1 )

b. Petugas mengisi register/ monitoring penderita PB/ MB (lampiran 2) c. Petugas mengisi formulir pencatatan pencegahan cacat (lampiran 3)

d. Petugas mengisi formulir evaluasi pengobatan reaksi ( lampiran 4 ) jika ada penderita reaksi

e. Petugas membuat surat/ bon untuk meminta obat/ MDT ke DKK f. Petugas membuat laporan kusta setiap bulan ke DKK

BAB II

STANDAR KETENAGAAN A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Perencanaan SDM Kesehatan merupakan salah satu unsur utama yang menekankan pentingnya upaya penetapan jenis, jumlah dan kualifikasi SDM sesuai dengan pembangunan kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81/MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota

(11)

serta Rumah Sakit, maka pola ketenagaan minimal untuk penyelenggaraan manajemen Puskesmas Rawat Jalan sesuai standar minimal ketenagaan di Puskesmas.

Tenaga pengelola program pengendalian penyakit kusta harus memenuhi kualifikasi tertentu yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan. Sedangkan dalam hal pengendalian penyakit kusta dilaksanakan oleh dokter perawat. Dokter di puskesmas dapat mendelegasikan kewenangan pengendalian penyakit kusta kepada bidan dan perawat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan imunisasi wajib sesuai program Pemerintah.

Sumber daya manusia adalah pilar terpenting bagi UPTD Puskesmas Pesantren II karena semua aktifitas dan layanan bagi masyarakat sangat dittentukan oleh kualitas sumber daya manusia di UPTD Puskesmas Pesantren II.

B. Distribusi Ketenagaan

Pengaturan dan penjadwalan tenaga Kusta di poli unit pelayanan di kooordinir oleh penanggung jawab UKM sesuai dengan kesepakatan. Tenaga pengelola program pengendalian penyakit kusta terdiri dari 1 orang Perawat sebagai penanggung jawab program imunisasi dan sebagai penangung jawab logistic Pengendalian Penyakit Kusta di UPTD Puskesmas Pesantren II. Sedangkan tenaga pelaksana pelayanan imunisasi di sebagai berikut :

1. Dokter umum : 3 orang (1 Kepala Puskesmas) 2. Perawat : 16 orang

3. Bidan : 15 orang

C. Jadwal Kegiatan

Jadwal pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Kusta di Puskesmas Pesantren II dilaksanakan pada saat jam kerja yang telah disepakati.

No Kegiatan Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Sosialisasi dan Penyuluhan Kusta di Posyandu √ √ √ √ √ √ 2 Penemuan Kasus Secara Dini √ √ √

(12)
(13)

BAB III

STANDAR FASILITAS A. Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Penyakit Kusta

Koordinasi pelaksanaan kegiatan program Pengendalian Penyakit Kusta UPTD Puskesmas Pesantren II dilakukan sesuai alur pelayanan pasien.

B. Standar Fasilitas Puskesmas

Standar fasilitas yang digunakan dalam program pengendalian penyakit kusta di UPTD Puskesmas Pesantren II sesuai dengan fungsi dalam menjalankan Puskesmas, harus tersedia data dan informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan dan untuk peningkatan pelayanan Puskesmas. Pengelola program pengendalian penyakit kusta diharuskan melakukan pencatatan dan pelaporan rutin serta pelaporan khusus kepada Dinas Kesehatan Kota Kediri.

1. Pencatatan dalam program pengendalian penyakit kusta antara lain : a. Buku Register

(14)

b. Buku Kohort 2. Pelaporan :

a. Laporan bulanan

b. Laporan pemakaian logistic c. Laporan penemuan kasus dini

BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN A. LingkupKegiatan

Lingkup kegiatan program pengendalian penyakit kusta meliputi pelayanan penemuan kasus dini, pemeriksaan POD, pengobatan MDT.

B. Metode

Peningkatan mutu dari program pengendalian penyakit kusta dapat dilakukan dengan cara melihat status Desa/Kelurahan UCI yang ada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Pesantren II serta dengan melihat cakupan dari kegiatan pengendalian penyakit kusta yang dilaksanakan. Dengan diketahuinya Desa/Kelurahan yang tidak UCI maka wilayah kerja tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya.

C. Langkah Kegiatan

Kegiatan disesuaikan dengan matriks UPTD Puskesmas Pesantren II mengenai rehabilitasi berbasis masyarakat dimana kegiatan merupakan kebutuhan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

(15)

1. Kesehatan Rehabilitasi Medis

a. Memperbaiki sistem rujukan dan mengembangkan jejaring dengan layanan rehabilitasi medis.

b. Meningkatkan kemampuan petugas.

c. Memfasilitasi akses kepada penyediaan alat bantu (alat bantu kaki) d. Membentuk dan memfasilitasi kelompok perawatan diri (KPD) 2. Pendidikan

a. Melakukan sosialiasi di sekolah tentang kusta dan kecacatannya.

b. Melakukan penyuluhan tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang sama disekolah.

3. Kehidupan Sosial Ekonomi dan Pemberdayaan a. Membentuk kelompok mandiri (self help group)

b. Memfasilitasi klien untuk konseling dan mendapatkan bantuan dari program pemberdayaan sosial ekonomi yang ada di masyarakat.

BAB V LOGISTIK

Logistik yang tersedia di Pukesmas direncanakan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan program pokok Puskesmas. Setiap program membutuhkan dukungan logistik yang jumlah dan jenisnya berbeda-beda. Pada program pengendalian penyakit kusta di UPTD Puskesmas Pesantren II, logistik yang dibutuhkan antara lain obat oral MB dan PB untuk dewasa dan anak, alat pelindung diri (APD) dan dokumen pencatatan status klien sesuai dengan kebutuhan.

Jenis dan jumlah logistik ditentukan berdasarkan kebutuhan Puskesmas, disusun dalam suatu perencanaan. Standar minimal jumlah peralatan Puskesmas ditentukan berdasarkan kebutuhan sesuai dengan buku Standar Puskesmas Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Pencatatan penerimaan dan pengeluaran barang harus dibuat oleh petugas yang bertanggungjawab dalam sarana dan prasarana puskesmas dalam bentuk inventaris Puskesmas.

(16)

BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan sasaran kegiatan adalah unsur yang paling penting dalam pelayanan kesehatan, maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong peningkatan spesifikdalam keselamatan pasien dalam kegiatan/program pengendalian penyakit kusta di wilayah Kerja UPTD Puskemas Pesantren II

Keselamatan sasaran kegiatan / program imunisasi antara lain:

1. Ketepatan Identifikasi pasien ( Nama, tanggal lahir, nama orang tua, Alamat RT/RW)

2. Peningkatan Komunikasi efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis.

3. Melakukan pemeriksaan dan pengkajian riwayat klien, status klien dan memberikan konseling pra maupun pasca pemeriksaan.

4. Pengurangan resiko infeksi terkait layanan kesehatan dengan melakukan Hand hygiene secara tepat, dan pada waktu-waktu yang tepat, pembuangan limbah secara tepat

5. Petugas melakukan inform konsent

6. Pengurangan resiko cedera akibat pasien jatuh.

a. Mengamati dengan teliti lingkungan kerja anda terhadap fasilitas, alat, sarana dan prasarana yang berpotensi menyebabkan pasien cidera karena jatuh.

b. Melaporkan pada atasan atas temuan risiko fasilitas yang dapat menyebabkan pasien cidera.

BAB VII

(17)

Keselamatan kerja dipuskesmas ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerja. Upaya kesehatan kerja yang dimaksud meliputi pekerja disektor formal dan informal dan berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada dilingkungan tempat kerja. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar puskesmas menyatakan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya termasuk upaya kesehatan kerja.

Program kesehatan kerja merupakan suatu upaya pemberian perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi masyarakat pekerja yang bertujuan untuk memeliharan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, melindungi pekerja dari bahaya kesehatan serta menempatkan pekerja dilingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerja. Upaya kesehatan kerja mencakup kegiatan pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian di bidang kesehatan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit termasuk pengendalian faktor resiko, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan termasuk pemulihan kapasitas kerja (Depkes RI, 2005).

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi.

Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunyai resiko kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu petugas puskesmas tersebut mempunyai resiko tinggi karena sering kontak dengan agent penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuh maupun tertusuk jarum suntik bekas yang mungkin dapat berperan sebagai transmisi beberapa penyakit seperti hepatitis B, HIV AIDS dan juga potensial sebagai media penularan penyakit yang lain.

Sasaran Keselamatan Kerja dalam pelaksanaan Program imunisasi adalah sebagai berikut :

(18)

1. Kepatuhan melaksanakan setiap prosedur tahapan kewaspadaan universal 2. Puskesmas membuat pedoman kerja dan prosedur dengan mengutamakan

upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif). 3. Melakukan monitoring dan evaluasi.

(19)

BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu (Quality Control) dalam manajemen mutu merupakan suatu sistem kegiatan yang bersifat rutin dan dirancang untuk mengukur serta menilai mutu jasa yang diberikan kepada pelanggan.Pengendalian mutu pada pelayanan kesehatandiperlukanagar produk layanan kesehatan terjaga kualitasnya sehingga memuaskan masyarakat sebagai pelanggan.Penjaminan mutu layanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui berbagai model manajemen kendali mutu.Salah satu model manajemen mutu yang dapat digunakan adalah model PDCA (Plan Do Cek Action). Yang akan menghasilkan pengembangan berkelanjutan (continous improvement).

Yoseph M. Juran terkenal dengan konsep “Trilogy Mutu” dan mengidentifikasikan dalam tiga kegiatan yaitu:

1. Perencanaan Mutu, meliputi : siapa pelanggan, apa kebutuhannya, dan merencanakan proses untuk suatu produksi.

2. Pengendalian mutu : mengevaluasi kinerja untuk mengidentifikasi perbedaan antara keadaan actual dan tujuan.

3. Peningkatan mutu : membentuk infrastruktur dan team untuk melaksanakan peningkatan mutu.

Setiap kegiatan dijabarkan dalam langkah-langkah yang mengacu pada upaya peningkatan mutu. Peluang untuk memecahkan masalah harus digunakan pada saat yang tepat oleh mereka yang bertanggung jawab melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Langkah 1 : Mengidentifikasi,memilih, dan mendefinisikan masalah. Kenali hal-hal yang berpotensi menjadi masalah dan kaji situasi dimana staf mungkin dapat memperbaikinya. Tentunya kriteria untuk memilih masalah yang paling penting. Definisikan secara operasional masalah yang dipilih, misalnya bagaimana staf mengetahui bahwa masalah sudah sudah terpecahkan dengan cara menentukan kriteria keberhasilan pemecahan masalah.

2. Langkah 2 : Pelajari dengan seksama proses yan terjadi dari segala aspek masalah.

(20)

3. Langkah 3 : tentukan sebab masalah yang pokok dan tentukan faktor-faktor yang menimbulkan masalah dan keterkaitannya dengan masalah. Gunakan metode untuk mengetes hipotesis dan untuk menentukan factor penyebab yang paling dominan.

4. Langkah 4 : Identifikasi semua solusi yang mungkin.Berfikirlah secara kreatif untuk mengetahui sebab-sebab masalah yang mungkin dapat diatasi. 5. Langkah 5 : Pilih solusi yang dapat dilaksanakan. Analisalah cara-cara

pemecahan masalah yang mungkin dilaksanakan, dikaji dari aaspek kriteria kebeerhasilan memecahkan masalah, biaya yang diperlukan, kemungkinan solusi yang dapat dilaksanakannya, atau kriteria lainnya.

6. Langkah 6 : Melaksanakan pemecahan masalah yang berkualitas dengan PDAC.

Empat langkah menuju pelaksanaan solusi yang efektif yaitu:

1. Merencanakan (PLANN): sebelum dilaksanakan solusi perlu ditentukan tujuan dan apa kriteria keberhasilan.Pimpinan harus menentukan “siapa, apa, dimana, dan bagaimana” solusi akan dilaksanakan. Pada tahap ini diperlukan penjelasan tentang berbagai asumsi dan dipikirkan tentang kemungkinan adanya penolakan dari pihak yang dijadikan sasaran. Harus sudah diputuskan tentang data yang harus dikumpulkan untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan solusi masalah.

2. Pelaksanaan (DO) : melaksanakan solusi yang sering melibatkan pelatihan, termasuk proses pengumpulan data/informasi untuk memantau perubahan yang terjadi, dan mengamati tingkat kemudahan/ kesulitan pelaksanaan solusi. Amati bagaimana solusi tersebut dilaksanakan. Buat catatan tentang segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari kesepakatan. Setiap masalah/ kesalahan yang muncul dalam proses itu harus dijadikan sebagai kesempatan untuk membuat perbaikan.

3. Cek (CHECK): Amati efek pelaksanaan solusi dan simpulkan pelajaran apa yang diperoleh dari tindakan yang sudah dilaksanakan.

4. Bertindak (ACTION) : Ambil langkah-langkah praktis dengan pelajaran yang diperoleh dari tindakan yang sudah diambil. Lanjutkan proses solusi atau hentikan dan ulang kembali tindakan dari awal dengan tujuan melakukan modifikasi

(21)

BAB IX PENUTUP

Pedoman program imunisasi di puskesmas merupakan sarana penunjang yang sangat di butuhkan oleh petugas pengelola program pengendalian kusta dan juga petugas pelaksana program pengendalian kusta sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di UPTD Puskesmas Pesantren II.

Keberhasilan kegiatan pelayanan Kusta ini sangat tergantung pada komitmen yang kuat dari semua pihak terkait dan seluruh karyawan di Puskesmas Puskesmas Pesantren II.dalam upaya meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.

Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu. Managemen resiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan dalam pengelolaan puskesmas dalam memberikan layanan kesehatan yang optimal.

Pedoman ini menyampaikan hasil kajiaan ketenagaan, sarana dan pendayagunaaan agar puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara optimal perlu dikelola dengan baik, baik kinerja pelayanan, proses pelayanan maupun sumberdaya yang digunakan.

Diharapkan para petugas mampu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi semua kegiatan yang ada dalam program pengendalian kusta secara terpadu bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.

Referensi

Dokumen terkait

Di samping itu, komposisi dan karakteristik sampah dari tahun ke tahun bergeser ke arah sampah yang lebih kompleks, termasuk adanya kandungan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

menunjukkan bahwa tingkat efisien saluran pemasaran rumput laut di Desa Biangkeke Kecamatan Pa’jukukang Kabupaten Bantaeng yang paling efisien pada saluran I tingkat

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman dengan menggunakan pola tumpang sari lebih efisien dan menguntungkan daripada menggunakan pola tanaman

Dari litologi yang dijumpai mulai dari aluvial, koluvium, metasedimen dan batuan terobosan yang terdiri dari granit dan granodiorit, maka dapat diharapkan zona mineralisasi terjadi

Menurutnya, layanan naik Bajaj gas gratis sesuatu yang bermanfaat dan bisa dirasakan langsung warga yang membu- tuhkan transportasi.. “Pelayanan seperti ini kan baru pertama

Implikasi dalam penelitian ini adalah pentingnya pemberian layanan bimbingan dan konseling sosial di sekolah seperti layanan informasi tentang cara bergaul yang baik,

ANALISIS HUKUM TERHADAP HAK MIRANDA BAGI TERSANGKA PEMBUNUHAN DITINJAU DARI UNDANGUNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Simonds (1983), Kota Surabaya mempunyai standar kebutuhan ruang terbuka hijau dengan luas 40 meter persegi per