LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS
HIDRONEFROSIS DEXTRA GRADE III ET SINISTRA GRADE IV
HIDRONEFROSIS DEXTRA GRADE III ET SINISTRA GRADE IV
DENGAN HIDROURETER DUPLEX PADA TN. M
DENGAN HIDROURETER DUPLEX PADA TN. M
Diajukan sebagai salah satu
Diajukan sebagai salah satu persyaratan menempersyaratan menempuhpuh Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD) Program Pendidikan Profesi Dokter (PPPD) Bagian Ilmu Radiologi RSUD RAA Soewondo Pati Bagian Ilmu Radiologi RSUD RAA Soewondo Pati
Disusun Oleh : Disusun Oleh : Satriya
Satriya Tjahja Tjahja Hudaya Hudaya 01.209.602101.209.6021 Shandy
Shandy Dwi Dwi Mahardika Mahardika 01.209.602201.209.6022
Pembimbing : Pembimbing :
dr. Rokhmat Widiatma, Sp.Rad. dr. Rokhmat Widiatma, Sp.Rad.
FAKULTAS KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
SEMARANG
2014
2014
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki tanggal lahir : 1 Juli 1959 Status : kawin
Agama : Islam
Alamat : Ngurenrejo Rt.4 Rw.1 Wedarijaksa Pati Pekerjaan : Buruh Tani
Tanggal masuk : 1 Agustus 2014 Tanggal periksa : 6 Agustus 2014
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama : nyeri punggung.
2. Keluhan Tambahan : BAK tidak lancar 3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Penyakit Dalam RSUD RAA Soewondo dengan keluhan nyeri punggung dan BAK tidak lancar. Dua bulan sebelum masuk RS, pasien mulai
merasakan nyeri pada punggung dan dijalarkan ke perut bagian depan.
Pasien mengaku perlu mengedan saat buang air kecil, sehingga ada waktu antara proses mengedan dengan keluarnya air kencing. Pada saat buang air kecil awalnya
lancar kemudian pancaran menjadi lemah, terputus-putus dan tidak bercabang. Pada akhir buang air kecil pasien merasa tidak puas, masih ada yang tersisa sehingga terkadang pasien merasa celananya basah tanpa disadari tetesan air kencing yang keluar.
Pasien tidak mengeluh kencing bercabang. Pasien tidak pernah mengeluarkan butiran kecil seperti pasir saat kencing, tidak pernah merasa mengeluarkan darah pada
saat buang air kecil serta tidak merasa adanya rasa terbakar pada alat kelamin sewaktu berkemih. Buang air besar dirasakan lancar tidak ada keluhan. Pasien juga tidak
mengeluhkan nyeri saat buang air besar, serta tidak mengeluarkan darah s aat buang air besar. Pasien juga mengaku dapat buang angin seperti biasanya.
Sejak 1 minggu terakhir sebelum masuk RS keluhan dirasakan sering terjadi / hampir setiap hari dengan durasi nyeri yang lebih lama hingga akhirnya pasien memeriksakan diri ke Rumah Sakit. Pasien tidak merasakan demam, tidak mual dan muntah.
Riwayat adanya trauma pada perut bagian atas dan pinggang disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa : disangkal Riwayat tekanan darah tinggi : diakui Riwayat kencing manis : disangkal. Riwayat penyakit ginjal : disangkal. Riwayat batu saluran kencing : disangkal Riwayat kencing nanah dan darah : disangkal.
Riwayat trauma di daerah pinggang, perut bagian atas : disangkal. Riwayat operasi di daerah pinggang, perut bagian atas : disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit serupa : disangkal. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal Riwayat kencing manis : disangkal. Riwayat asam urat : disangkal. Riwayat penyakit ginjal : disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah peserta Jamkesda
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Cukup Kesadaran : Compos mentis.
Vital sign :
T : 140/90 mmHg N : 80 x/mnt
RR : 22 x/mnt S : 36,3 °C
Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor cukup.
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Conjungtiva merah, sclera putih, pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
Telinga : Simetris, serumen (+/+) dalam batas normal.
Hidung : bentuk biasa, septum di tengah, selaput mucosa basah.
Mulut : gigi lengkap, bibir tidak pucat, tonsil dbn.
Leher : trachea di tengah, kelenjar lymphoid tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar, tekanan vena jugularis tidak meningkat.
Thorax
Jantung : Ictus cordis tidak tampak dan tidak kuat angkat, batas jantung dalam batas normal, S1>S2, regular, tidak ada suara tambahan.
Paru-paru : Tidak ada ketinggalan gerak, vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan tidak ada, sonor seluruh lapangan paru, suara dasar vesikuler s eluruh lapang paru, tidak ada suara tambahan.
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada benjolan
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal.
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa.
Ekstremitas
Superior : tidak ada deformitas, tidak ada oedema, tonus otot cukup.
Inferior : deformitas (-), jari tabuh (-), pucat (-), sianois (-), oedema (-), tonus otot cukup.
Status Urologis
1. Regio Costovertebrae
Kiri Kanan
Inspeksi Bulging (-) Bulging (-)
Palpasi Ginjal teraba Nyeri tekan (-) Ballotement (+) Ginjal teraba nyeri tekan (-) Ballotement (+)
Perkusi Nyeri ketok (-) Nyeri ketok (-)
2. Regio Suprasymphisis
Inspeksi : datar, tidak terdapat sikatrik. Auskultasi : Bising usus (+) normal. Perkusi : Timpani.
Palpasi : Nyeri tekan kuadran kiri atas (+), ballotement (+).
3. Regio Genitalia Eksterna
Inspeksi : tidak merah, tidak bengkak.
Palpasi : tidak ada darah, nanah dan batu yang ke luar dari OUE, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG Abdomen (tanggal 6 Agustus 2014)
Hepar : ukuran dbn, permukaan rata, tepi tajam, parenkim homogen, v. porta / hepatica / ductus biliaris dbn, nodul (-)
Vesica felea : double wall (-), sludge (-), batu (-)
Lien : tidak membesar, v. lienalis tidak melebar Pankreas : tidak membesar, kalsifikasi (-)
Ren Dextra : ukuran membesar, parenkim menipis, PCS dan ureter melebar, batu buli (-)
Ren Sinistra : ukuran membesar, parenkim menipis, PCS dan ureter sangat melebar, batu buli (-)
Para aorta : tidak tampak pembesaran limfonodi pada aorta Vesica urinaria : dinding tidak menebal, batu (-), massa (-)
Kesan : suspek hidronefrosis kanan grade III dan hidronefrosis kiri grade IV dengan hidroureter duplek
V. DIAGNOSIS BANDING
Ureterolithiasis sepertiga bagian distal Tumor buli-buli
Nephrolithiasis
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium: a. GDS : 86 mg/dL b. SGOT : 25,5 c. SGPT : 26,6 d. Ureum : 144,6 e. Creatinin : 4,22 f. Darah rutin : Hb : 14,4 g/dL Ht : 40,3 % MCH : 32,4 pg MCHC : 35,7 g/dL
TINJAUAN PUSTAKA
HIDRONEFROSIS
A. DEFINISI
Hidronefrosis mengacu pada pada pelebaran pelvis dan kaliks ginjal, disertai atrofi parenkim, akibat obstruksi aliran keluar urin. Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan, dan dapat terletak di semua tingkat saluran kemih, dari uretra sampai pelvis ginjal. Obstruksi dapat berupa batu. (Robin, 2007).
B. ETIOLOGI
1. Jaringan parut ginjal/ureter. 2. Batu
3. Neoplasma/tumor 4. Hipertrofi prostat
5. Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra 6. Penyempitan uretra
7. Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).
C. PATOGENESIS
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada
pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu. (Sjamsuhidrajat R, 1
W. 2004)
D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. (Tanagho EA, McAninch JW. 2004)
Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti:
1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium). 2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi). 4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit). 6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang. 8. Amenore, atrofi testikuler.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran radiologi
Gambaran radiologis dari hidronefrosia terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4 grade hidronefrosis, antara lain :
a. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.
b. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks berbentuk flattening, alias mendatar.
c. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing, alias menonjol.
d. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning alias menggembung.
F. DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik terutama pada palpasi, dokter bisa meraba dan merasakan adanya massa diantara tulang pinggul dan tulang rusuk, terutama jika ginjalnya membesar.
Pemeriksaan darah dapat menunjukan adanya kadar urea yang tinggi karena ginjal tidak mampu membuang sisa metabolik.
Adapun prosedur untuk menegakan diagnosis hidronefrosis:
1. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih 2. Urografi intravena, menunjukan aliran air kemih melalui ginjal 3. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih (VU) secara langsung
(Adam, 2005)
G. DIAGNOSIS BANDING
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis. (Rusdidjas, 2002)
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran
kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan
hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz. (Purnomo BB, 2007)
H. PENATALAKSANAAN
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal. (purnomo,2007).
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah
satu fungsi ginjal rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pada hidronefrosis akut:
1. Jika fungsi ginjal menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air kemih yang terkumpul diatas penyumbat akan segera dikeluarkan bisa melaui jarum yang dimasukan lewat kulit)
2. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan mengurangi penyumbatan air kemih. Ureter yang menyempit atau abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya disambung kembali. (Schwartz’s, 2006)
Kadang perlu dilakukan pembedahn untuk membebaskan ureter dari jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat, maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter dan menyambungkannya kembali disisi
kandung kemih yang berbeda.
Jika ureter tersumbat, maka pengobatanya:
1. Terapi hormonal untuk kanker prostat 2. Pembedahan
Berikut adalah jenis dan langkah nefrostomi : A. Drainase Nefrostomi
Selang nefrostomi dimasukkan langsung ke dalam ginjal untuk pengalihan aliran urin temporer atau permanen secara percutan atau melalui luka insisi. Sebuah selang tunggal atau selang nefrostomi sirkuler atau U-loop yang dapat tertahan sendiri dapat digunakan. Drainase nefrostomi diperlukan utuk drainase cairan dari ginjal sesudah pembedahan, memelihara atau memulihkan drainase dan memintas obstruksi dalam
ureter atau traktus urinarius inferior.
B. Nefrostomi Perkutaneus
Pemasangan sebuah selang melalui kulit ke dalam pelvis ginjal. Tindakan ini dilakukan untuk drainase eksternal urin dari ureter yang tersumbat, membuat suatu jalur pemasangan stent ureter, menghancurkan batu ginjal, melebarkan striktur, menutup fistula, memberikan obat, memungkinkan penyisipan alat biopsy bentuk sikat dan nefroskop atau untuk melakukan tindakan bedah tertentu.
Daerah kulit yang akan dinsisi dipersiapkan serta dianestesi, dan pasien diminta untuk menarik nafas serta menahannya pada saat sebuah jarum spinal ditusukkan ke dalam pelvis ginjal. Urin diaspirasi untuk pemeriksaan kultur dan media kontras dapat disuntikkan ke dalam system pielokaliks.Seutas kawat pemandu kateter angografi disisipkan lewat jarum tersebut ke dalam ginjal. Jarum dicabut dan saluran dilebarkan dengan melewatkan selang atau kawat pemandu. Selang nefrostomi dimasukkan dan diatur posisinya dalam ginjal atau ureter, difiksasi dengan jahitan kulit serta dihubungkan dengan system drainase tertutup.
I. PROGNOSIS
Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil dan jika infeksi dapat dikendalikan dan ginjal dapat berfungsi dengan baik (Schwartz’s, 2006)