• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan memuat tinjauan pustaka tentang teori yang mempengaruhi variabel-variabel yang mendasari penelitian, penjelasan teori ini dimulai dari konsep dasar stroke, konsep dasar hemodinamik dan konsep dasar murotal Al-Qur’an.

A. Konsep stroke 1. Definisi stroke

Stroke adalah sindroma yang terdiri dari tanda atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (Ginsberg, 2007). Stroke menurut World Health Organizati (WHO) adalah suatu sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak baik secara fokal maupun global, yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler (Harsono, 2009).

Stroke digunakan untuk menamakan sindroma hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi vaskuler yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung pada jenis penyakit yang menjadi kausanya. Daerah otak yang tidak berfungsi bisa disebabkan karena secara tiba-tiba

(2)

tidak menerima jatah darah lagi karena arteri yang memperdarahi daerah itu putus atau tersumbat. Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak, secara berangsur-angsur ataupun tiba-tiba namun berlangsung hanya sementara (Mardjono & Sidaharta, 2012).

Jadi dapat disimpulkan bahwa stroke atau serebro vaskuler disease (CVD) adalah kehilangan fungsi otak fokal maupun global yang diakibatkan oleh terhentinya aliran darah ke otak baik karena sumbatan maupun karena pecahnya pembuluh darah otak.

2. Klasifikasi stroke (Misbach, 2011)

Stroke diklasifikasikan berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadium. Klasifikasi modifikasi berdasarkan Marshall adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya, stroke dibagi dua yaitu stroke iskemik dan stroke perdarahan. Stroke iskemik meliputi transient iskemik attack (TIA), emboli serebri dan trombosis serebri sedangkan stroke perdarahan meliputi perdarahan intraserebral (PIS) dan subarachnoid (PSA).

b. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu, stroke dibagi atas Tansient Ischemic Attack (TIA), stroke in evolution dan completet stroke.

c. Berdasarkan sistem pembuluh darah, stroke dibagi dua yaitu stroke sistem karotis dan vertebro-basiler.

(3)

3. Etiologi (Ginsberg, 2007) a. Trombosis

Trombosis arteri atau vena pada susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari trias Virchow yaitu abnormalitas dinding pembuluh darah umumnya panyakit degeneratif, abnormalitas pembuluh darah misalnya polisitemia dan gangguan aliran darah. b. Embolisme

Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degeneratif arteri susunan saraf pusat seperti aterosklerosis atau berasal dari jantung seperti penyakit katup jantung, fibrilasi atrium, infark miokard yang baru terjadi.

c. Perdarahan

Perdarahan intracranial dan intraserebral terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan.

d. Hipoksia

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia adalah hipertensi, henti jantung, curah jantung turun, spasme arteri serebral dan vasokontriksi arteri otak.

(4)

4. Faktor resiko (Misbach, 2011)

Faktor resiko stroke dibagi menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain usia, ras, jenis kelamin, keturunan dan anatomi pembuluh darah sedangkan yang bisa diubah atau dapat dimodifikasi berdasarkan survey yang dilakukan oleh Asean Neurologic Association (ASNA) di 28 Rumah sakit di Indonesia periode penelitian bulan Oktober 1996 sampai maret 1997 didapatkan data yaitu hipertensi 73,9 %, merokok 20,5 %, penyakit jantung iskemik 19,9 %, diabetes mellitus 17,3%, hiperkolesterolemia 16,4 %, atrial fibrilasi 5,8 %, penyakit katup jantung 3,4 %, polisitemia 1,7 %, pil kontraseptif 1,5 % dan alkohol 1,4 %.

5. Gejala dan tanda klinis stroke (Misbach, 2011)

Manifestasi klinis stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut. Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas dua golongan besar yaitu stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik dan stroke pada sistem vertebro-basiler atau stroke fossa posterior. Berdasarkan survey ASNA gejala dan tanda klinis pada pasien stroke diantaranya adalah gangguan motorik 90,5 %, nyeri kepala 39,8 %, disastria 35,2 %, gangguan sensorik 22,3 %, muntah 22,3 %, disfasia 15,6 %, vertigo 9,5 %, tidak sadar 9,5 %, kejang 9 %, gangguan visual 3,8 % , gangguan keseimbangan 3,8 %, bruit / stenosis karotis 1 % dan migren 0,4 %.

(5)

6. Patofisiologi stroke

Saat darah yang mengalir ke setiap bagian otak terhambat akibat trombus atau embolus, deprivasi oksigen jaringan serebral mulai terjadi. Deprivasi selama satu menit dapat menyebabkan gejala reversibel, seperti kehilangan kesadaran. Deprivasi oksigen selama periode yang lama dapat menyebabkan nekrosis mikroskopik pada neuron. Area nekrotik kemudian dikatakan infark. Deprivasi oksigen awal dapat disebabkan oleh iskemia umum (akibat henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia akibat proses anemia. Jika neuron hanya mengalami iskemik dan belum mengalami nekrosis, terdapat kesempatan untuk menyelamatkannya. Kaskade iskemik mulai dalam hitungan detik hingga menit setelah kegagalan perfusi menciptakan zona infark yang reversibel dan area sekitar penumbra iskemik. Stroke iskemik yang terjadi akibat trombus dan emboli paling banyak disebabkan karena terkenanya arteri serebri media, arteri ini menyuplai darah ke bagian lateral hemisfer serebral. Infark daerah tersebut dapat menyebabkan defisit motorik dan sensorik kontralateral (Patricia, et.al 2007).

Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Ruptur arteri atau arteriola dengan pembentukan hematoma di bawah tekanan arterial. Hematoma dikelilingi oleh penumbra iskemia, perubahan iskemia pada akumulasi kalsium intrasel, pelepasan asam amino

(6)

eksitoksik dan hiperpolarisasi akan mengakibatkan kematian sel secara akut maupun secara lambat. Ekstravasasi darah menyebabkan vasospasme dan memperburuk iskemia. Efek massa meningkatkan tekanan intrakranial (TIK), yang menurunkan aliran darah serebral, dan mengakibatkan pergeseran otak dan herniasi melintasi garis tengah atau melalui foramenae. Evakuasi hematoma dalam dua sampai empat jam dapat mengurangi cedera otak, ekspansi hematoma terjadi pada 14%, biasanya dalam 6 jam dengan prognosis buruk (Brashers,2008). Perdarahan ke ruang subarachnoid akan menyebabkan reaksi yang cukup hebat berupa sakit kepala yang sangat hebat, penurunan kesadaran dan kegelisahan 50% kasus. Gangguan kesadaran dan defisit neurologi fokal dapat menyebabkan kematian pada 12,5% kasus, komplikasi yang terjadi setelah perdarahan subarachnoid adalah hidrosefalus karena tersumbatnya aliran likuor intraventrikel 10-43% kasus (Misbach, 2011).

Kesadaran (mengenali diri dan lingkungan) adalah suatu keadaan komplek yang memerlukan koordinasi dari fungsi-fungsi otak. Keadaan kesadaran yang terganggu mengindikasikan adanya gangguan otak. Koma adalah suatu keadaan penurunan kesadaran yang berat dimana pasien tidak berespon pada stimulus nyeri, tidak bergerak secara volunter dan disertai masalah lain seperti gangguan pernafasan, respon pupil dan sebagainya. Penurunan Tingkat kesadaran paling sering berhubungan dengan gangguan pada retikulo activating system batang otak. Koma karena stroke sering kali disebabkan adanya perdarahan intraserebral,

(7)

hematom subarakhnoid yang cukup luas dan edema sekunder. Massa atau lesi pada otak karena tumor, edema atau perdarahan menimbulkan penekanan pada otak. Karena otak tersebut berada pada ruang tulang kranium rigit dan tetap maka penambahan massa dari otak atau bagian-bagian lain dari intrakranial menimbulkan penekanan pada jaringan otak. Tekanan yang besar itu menekan otak kearah bawah kanal medulla spinalis melalui foramen magnum. Tekanan tersebut akan mengurangi atau memperlambat aliran darah dan cairan cerebrospinal kedalam atau keluar otak dan menurunkan fungsi otak sehingga tingkat kesadaran atau kemampuan untuk berespon terhadap suatu stimulus akan terpengaruh. Saat tekanan yang besar itu mencapai midrain atau diensefalon maka fungsi-fungsi vital seperti irama jantung, pernafasan akan terpengaruh. Pada kasus stroke terutama stroke hemorragik darah yang terakumulasi dapat menimbulkan tekanan intrakranial meningkat (Kariasa, 2010).

Menurut lumbantobing (2013) secara sederhana tingkat kesadaran dapat dibagi atas:

a. Kesadaran kompos mentis (sadar penuh).

b. Somnolen/letargi: keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.

(8)

c. Sopor (stupor): Kantuk yang dalam, penderita masih bisa dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya menurun lagi.

d. Koma ringan (semi koma): Pada keadaan ini tidak ada respon terhadap rangsang verbal. Refleks (kornea, pupil dan sebagainya) masih baik. Gerakan terutama timbul sebagai respon terhadap rangsang nyeri. Reaksi terhadap nyeri tidak terorganisasi, merupakan jawaban primitif. Penderita sama sekali tidak bisa dibangunkan. e. Koma dalam/komplit: Tidak ada gerakan spontan, tidak ada jawaban

sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.

Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala coma glasgow (GCS) dengan memperhatikan respon penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan atau respon penderita yang perlu diperhatikan adalah respon membuka mata, respon motorik dan respon verbal. Respon membuka mata secara spontan diberi nilai 4, pada perintah diberi nilai 3, nyeri diberi nilai 2 dan tidak ada respon diberi nilai 1. Respon motorik menurut perintah diberi nilai 6, mengetahui lokasi nyeri diberi nilai 5, reaksi menghindar diberi nilai 4, reaksi fleksi / dekortikasi diberi nilai 3, reaksi ekstensi / deserebrasi diberi nilai 2 dan tidak ada reaksi diberi nilai 1. Respon verbal, bila bicara dan orientasi baik maka nilainya 5, bicara baik namun ada disorientasi nilai 4, bicara kacau nilai 3, mengerang nilai 2, dan tidak ada jawaban nilai 1.

(9)

7. Komplikasi stroke (Samino, 2010)

a. Imobilitas dapat menyebabkan bronchopneumoni, luka dekubitus, konstipasi dan inhibited bladder, trombosis vena dalam dan emboli paru.

b. Kelumpuhan dapat menyebabkan shoulder pain, kontraktur, jatuh, patah tulang dan gangguan menelan.

c. Kerusakan sel neuron otak dapat mengakibatkan afasia, epilepsi, nyeri neuropatik dan involuntary movement.

d. Jangka panjang karena arteriosklerosis dapat mengakibatkan stroke ulang dan infark miokardium.

e. Stress ulcer

f. Hiperglikemi reaktif g. Depresi.

8. Manajemen stroke fase akut (Misbach, 2011)

Secara garis besar penatalaksanaan stroke terutama stroke akut sebaiknya dilakukan oleh suatu tim yang terpadu dimana ahli saraf bekerja sama dengan ahli-ahli lain seperti perawat, ahli gizi, fisioterapis, bimbingan rohani dan lain-lain. Secara klinis yang dapat dilakukan adalah:

a. Stabilisasi fungsi kardiologis melalui ABC. b. Optimalkan hemodinamik, terutama serebral. c. Pertahankan metabolisme secara optimal. d. Pengobatan faktor resiko.

(10)

e. Mencegah infeksi skunder terutama pada traktus respiratorius dan urinarius.

f. Menjamin nutrisi, cairan dan elektrolit yang stabil dan optimal. g. Mencegah dekubitus

h. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat antasida atau pump inhibitor.

i. Menilai kemampuan menelan penderita, untuk menilai apakah dapat diberikan makanan peroral atau dengan NGT (Naso Gastric Tube).

Fase akut dari stroke umumnya dihitung sejak pasien dirawat sampai keadaan umum stabil, biasanya 48-72 jam pertama sejak pasien masuk rumah sakit, tapi kadang-kadang bisa lebih dari 72 jam. Selama fase ini, kegiatan perawatan terutama ditujukan untuk mempertahankan fungsi vital pasien, mencegah terjadinya kerusakan sel otak yang lebih lanjut dan mencegah terjadinya komplikasi seperti kecacatan fisik, mental dan sosial. Standar tindakan keperawatan yang telah ditetapkan di Unit Stroke Rumah Sakit Islam Jakarta mengenai penatalaksanaan pasien stroke fase akut dalam 48-72 jam pertama adalah: 1) Tinggikan bagian kepala tempat tidur 15-30 derajat dan aturlah posisi pasien sehingga kepala lurus dengan leher dan badan pasien, 2) Letakkan bantal dibawah bahu, lengan dan tangan yang mengalami kelemahan dan kelumpuhan, 3) Monitor tanda vital dan status neurologis sesuai dengan kondisi pasien, 4) Pertahankan jalan nafas tetap lancar dan kaji fungsi pernafasan, 5) Cek analisa gas darah dan berikan oksigen sesuai kebutuhan, 6) Lakukan

(11)

suction bila perlu, hindari melakukan suction terlalu lama (jangan lebih 15 detik), 7) Rubah posisi miring kiri dan kanan setiap 2-3 jam pada sisi yang sehat dan 20 menit pada sisi yang lemah, 8) Pertahankan bedrest total 48-72 jam atau sesuai dengan jenis, berat, dan ringannya stroke, 9) Gosok minyak kelapa pada daerah yang tertekan, 10) Kaji adanya gangguan menelan dan beri makan intake sesuai protokol, beri perawatan mulut, 11) Monitor intake dan output secara akut 12) Kaji fungsi dan kandung kemih dan status defekasi pasien, 13) Kolaborasi dengan petugas fisioterafis.

B. Konsep hemodinamik 1. Definisi hemodinamik

Hemodinamik dapat didefinisikan sebagai pemeriksaan aspek fisik dari sirkulasi darah, termasuk fungsi jantung dan karakteristik fisiologis vaskuler perifer (Jevon & Ewens, 2008). Hemodinamik menurut Guyton (1994) adalah bagian yang mempelajari prinsip-prinsip fisika aliran darah dalam pembuluh darah (Suratminah, 2013). Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran darah baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru-paru). Hemodinamik monitoring adalah pemantauan dari hemodinamik status. Hemodinamik status adalah indeks dari tekanan dan kecepatan aliran darah dalam paru dan sirkulasi sistemik. Secara sederhana hemodinamik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan volume darah, jantung dan pembuluh darah dalam tubuh (Hairil, 2013).

(12)

Komponen hemodinamik meliputi tiga komponen utama yaitu volume (darah dan cairan) sebagai isi, pembuluh darah (arteri, darah dan kapiler) dan jantung sebagai pompa. Jantung mendorong darah ke dalam aorta, melebarkannya dan menimbulkan tekanan didalamnya. Tekanan ini kemudian mendorong darah melalui arteri, arteriol, kapiler, venula, vena dan akhirnya kembali ke jantung. Selama manusia tetap hidup, aliran darah yang melalui lingkaran yang sambung menyambung ini tidak akan pernah berhenti. Status hemodinamik seseorang akan dimunculkan dalam bentuk tanda dan gejala yang mampu menggambarkan proses hemodinamika dalam tubuh. Tanda dan gejala yang dapat diamati sebagai gambaran status hemodinamika adalah tekanan darah dan denyut jantung (Suratminah, 2013)

2. Tujuan pemantauan hemodinamik secara invasiv dan non invasiv Pengukuran hemodinamik penting untuk dilakukan demi menegakkan diagnosa yang tepat, menentukan terapi yang sesuai dan memantau respon pasien terhadap terapi yang diberikan. Pemantauan hemodinamik akan membantu perawat dalam mengenali tanda-tanda awal syock dan mengevaluasi respon terapi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perfusi jaringan.

Perfusi jaringan bergantung pada tekanan darah yang adekuat di dalam aorta. Tekanan darah ini ditentukan oleh curah jantung dan resistensi perifer.

(13)

a. Curah jantung

Curah jantung merupakan jumlah darah yang diejeksikan dari ventrikel kiri dalam satu menit. Pada saat istirahat, jumlahnya sekitar 5000 ml. Curah jantung ditentukan oleh denyut jantung dan isi sekuncup.

b. Resistensi perifer

Resistensi perifer adalah resistensi terhadap aliran darah yang ditentukan oleh tonus susunan otot vaskuler dan diameter pembuluh darah. Otot polos di dalam arteriol dikontrol oleh pusat vasomotor di medula. Otot ini berada dalam keadaan kontraksi parsial yang disebabkan oleh aktivitas saraf simpatis secara kontinu, peningkatan aktivitas vasomotor menyebabkan vasokontrksi arteriol sehingga terjadi peningkatan resistensi perifer. Jika curah jantung tetap konstan, maka tekanan darah meningkat. Sebaliknya, penurunan aktivitas vasomotor menyebabkan vasodilatasi dan penurunan pada resistensi perifer. Jika curah jantung tetap konstan, maka tekanan darah akan turun (Jevon & Ewens, 2008).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodinamik

Faktor yang mempengaruhi hemodinamik yang berkaitan dengan aktifitas vasomotor dan resistensi perifer adalah sebagai berikut:

a. Aktivitas baroreseptor

Aktivitas baroreseptor membantu menjaga tekanan darah pada level yang konstan. Aktivitas baroreseptor menghambat kerja pusat

(14)

vasomotor. Peningkatan tekanan darah meningkatkan aktivitas baroreseptor dan penurunan tekanan darah menurunkan aktivitas baroreseptor. Status hemodinamika pada pasien dengan penurunan kesadaran dikendalikan oleh susunan saraf pusat terutama di medula oblongata. Perubahan status hemodinamik yang diatur di dalam medula oblongata tersebut dipengaruhi oleh stimulasi sistemik. Peran baroreseptor dalam menerima stimulasi sistemik sangat berpengaruh dalam menentukan perubahan status hemodinamik nadi maupun tekanan darah. Stimulus yang diterimah oleh baroreseptor berupa perubahan tekanan dalam pembuluh darah akan dikirimkan ke pusat pengaturan jantung di medula oblongata. Kemudian pusat jantung akan menentukan frekwensi dan kekuatan denyut jantung, selanjutnya terjadilah kompensasi dalam rangka mempertahankan keseimbangan. Perubahan tekanan darah pada pasien koma maupun pasien sadar sangat dipengaruhi oleh adanya stimulus. Stimulus tersebut dapat berasal dari dalam diri maupun dari luar individu yang bersifat fisik maupun sosial dalam konteks lingkungan di sekitar pasien. Kegiatan stimulasi sistemik tersebut dapat berupa rangsangan pada sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, perabaan dan kinestesia (Tori 2008 dalam JKI, 2008).

(15)

b. Karbon dioksida (CO2)

Peningkatan karbon dioksida dalam darah dapat meningkatkan aktivitas vasomotor sedangkan penurunan karbon dioksida dalam darah menekan aktivitas vasomotor. Pada pasien yang diventilasi harus diobservasi dengan cermat karena ventilasi yang berlebihan dapat menurunkan karbon dioksida dan selanjutnya dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.

c. Saraf sensorik

Nyeri ringan dapat meningkatan aktivitas vasomotor yang menghasilkan peningkatan tekanan darah, sedangkan nyeri hebat dapat menurunkan aktivitas vasomotor dan menyebabkan penurunan tekanan darah. Status hemodinamik tekanan darah dan frekwensi denyut jantung sangat dipengaruhi aktivitas hormonal dan persarafan. Syaraf otonom simpatis membuat vasokontriksi arteriol dan vena serta meningkatkan frekwensi denyut jantung dan isi sekuncup melepaskan muatan dengan cara tonik, dan tekanan darah disesuaikan dengan variasi kecepatan muatan tonik ini. Vasodilatasi jantung dan pembuluh darah diatur oleh sistem saraf parasimpatis. Simpatis dan parasimpatis bekerja secara berlawanan dalam rangka memperoleh penyesuaian frekwensi denyut jantung dan tekanan darah. Aktiviats simpatis dan parasimpatis pada jantung dan pembuluh tidak terlepas dari pengaruh aktivitas hormon epineprin dan norepinepin (adrenalin). Peningkatan sekresi hormon akan menginduksi dan mengeksitasi saraf simpatis untuk melakukan vasokontriksi sehingga

(16)

terjadi peningkatan denyut jantung yang diikuti oleh penyesuaian peningkatan tekanan darah.

d. Pusat pernafasan

Peningkatan aktivitas pernafasan terutama pada inspirasi akan menghasilkan peningkatan aktivitas vasomotor yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.

e. Oksigen

Penurunan sedang pada kadar oksigen dalam darah meningkatkan aktivitas vasomotor secara langsung atau tidak langsung melalui kemoreseptor.

f. Pusat yang lebih tinggi

Kesenangan emosional atau stres menghasilkan peningkatan vasomotor dan selanjutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada saat seseorang merasa tenang, rileks dan bahagia maka gelombang otaknya menghasilkan frekwensi hingga ke tahap delta. Bila gelombang otak direkam dengan menggunakan alat perekam gelombang otak yaitu EEG (Elektroensefalogram), otak memancarkan gelombang sesuai kondisi seseorang, gelombang otak tersebut dibagi menjadi empat yaitu: 1) Beta (14-100 Hz). Saat seseorang dalam gelombang ini otak kiri sedang aktif digunakan untuk berfikir, konsentrasi dan sebagainya sehingga gelombangnya meninggi. Gelombang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinefrine yang menyebabkan cemas, khawatir, marah dan stress, 2) Alfa (8-13,9 Hz). Orang yang sedang

(17)

rileks, berkhayal gelombang otaknya berada dalam frekwensi ini. Dalam kondisi ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorphine yang menyebabkan seseorang merasa nyaman, tenang dan bahagia. Hormon ini membuat imunitas tubuh meningkat, pembuluh darah terbuka lebar, denyut jantung menjadi stabil dan kapasitas indra meningkat, 3) Theta (4-7,9 Hz). Seseorang yang berada dalam gelombang ini berada dalam kondisi khusyuk, rileks yang dalam, ikhlas, pikiran sangat tenang, indra keenam atau intuisi muncul. Dalam kondisi ini otak mengeluarkan hormon melatonin, catecholamin dan AVP (arginin-vasopressin), 4) Delta (0,1-3,9 Hz). Frekwensi terendah ini memancar saat seseorang tertidur pulas tanpa mimpi, tidak sadar, tidak bisa merasakan badan dan tidak berfikir. Di gelombang ini otak mengeluarkan HGH (Human growth hormone) atau hormon pertumbuhan. Bila seseorang tidur dalam keadaan delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi meski hanya beberapa menit tertidur, ia akan bangun dengan tubuh terasa segar (Sentanu, 2014). Menurut Mustamir 2009, bahwa rasa tenang dapat merangsang amigdala mengaktifkan pengendalian saraf otonom yang terdiri dari saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf parasimpatis berfungsi untuk mempersarafi jantung dan memperlambat denyut jantung. Rangsangan saraf simpatis yang terkendali akan menyebabkan sekresi epnefrin dan norefinefrin oleh medula adrenal terkendali. Terkendalinya hormon tersebut akan menghambat pembentukan

(18)

angiotensin yang selanjutnya dapat menurunkan tekanan darah (Ernawati, 2013).

g. Angiotensin

Aliran darah ginjal yang tidak adekuat menyebabkan pelepasan enzim renin yang mengakibatkan pembentukan angiotensin. Angiotensin adalah suatu vasokonstriktor yang kuat.

h. Viskositas darah

Jika viskositas darah meningkat misalnya polisitemia maka resistensi perifer meningkat.

i. Stimulasi reseptor alfa dan beta 2

Stimulasi reseptor alfa misalnya oleh noradrenalin akan menyebabkan vasokontriksi sedangkan stimulasi beta 2 misalnya salbutamol akan menyebabkan vasodilatasi (Jevon & Ewens, 2008).

5. Metode pemantauan hemodinamik.

Pemantauan hemodinamik dibagi atas pemantauan hemodinamik invasine dan non invasive. Pemantauan invasive yaitu pemantauan dengan menggunakan Tranduser dan Cental Venous Pressure (CVP). Pada penulisan ini, penulis tidak membahas tentang pemantauan invasive karena hal tersebut sangat kompleks dan lebih banyak digunakan di ruang intensive, penulis hanya memaparkan pemantauan hemodinamik sederhana atau noninvasive. Pemantauan hemodinamik non invasif meliputi:

(19)

a. Tekanan darah

Tekanan darah merupakan hasil dari cardiac output. Tekanan darah penting untuk mengalirkan darah dalam lingkaran sirkulasi. Tekhnik pengukuran tekanan darah dengan menggunakan cuff atau manset, baik secara manual maupun menggunakan mesin bedside monitor. Ukuran manset harus disesuaikan dengan besarnya lengan pasien, karena ketidaksesuaian ukuran manset akan mengurangi validitas hasil pengukuran. Data status hemodinamik yang bisa didapatkan adalah tekanan sistolik, tekanan diastolik dan tekanan rata-rata arteri (Mean Arterial Pressure=MAP). Sistolic pressure adalah tekanan darah maksimal dari ventrikel kiri saat systole. Diastolic pressure adalah gambaran dari elastisitas pembuluh darah dan kecepatan darah saat dipompakan dalam arteri. Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hitungan rata-rata tekanan darah arteri yang dibutuhkan agar sirkulasi darah sampai ke otak, dengan cara perhitungan dua diastole ditambah satu sistole dibagi tiga. MAP adalah tekanan darah antara sistolik dan diastolik maka MAP setara dengan 40% tekanan sistolik ditambah 60% tekanan diastolik (Woods et.al, 2009).

b. Penilaian laju pernafasan

Pernafasan adalah proses pengambilan gas oksigen dari lingkungan dan pengeluaran karbon dioksida dari dalam tubuh makhluk hidup. Normal pernafasan pada orang dewasa berkisar 16-20 kali permenit. Penilaian laju pernafasan merupakan indikator fisiologis yang sensitif dan harus dipantau dan direkam secara teratur. Laju dan kedalaman

(20)

pernafasan pada awalnya meningkat sebagai respon terhadap hipoksia seluler. Pasien yang mengalami gangguan hemodinamik akan terlihat tachipnea / pernafasan diatas 20 kali permenit pada orang dewasa, akan tetapi pada kondisi yang lanjut dimana tubuh tidak mampu lagi berkompensasi pernafasan lambat laun akan menurun hingga apnoe. c. Penilaian denyut jantung dan ECG

Denyut jantung merupakan hasil dari aktivitas listrik jantung yang dipengaruhi oleh sistem konduksi. Normal denyut jantung antara 60-100 kali permenit pada orang dewasa. Rate dibawah 60 atau diatas 100 kali permenit merupakan indikator penting adanya tanda dari gangguan hemodinamik. Pada gangguan hemodinamik awal umumnya dapat dideteksi dengan menilai heat rate, misalnya adanya kondisi kekurangan cairan maka mekanisme kompensasi tubuh dengan cara menaikkan heart rate yang juga berdampak pada meningkatnya denyut nadi. Selanjutnya nadi akan berkontriksi dengan harapan darah dimaksimalkan ke jantung, otak dan paru. Denyut yang cepat, lemah dan bergelombang merupakan tanda khas dari syok. Denyut yang memantul penuh atau menusuk mungkin merupakan tanda anemia, blok jantung, gagal jantung, atau tahap awal syok septik, suatu tahap hiperdinamik atau kompensasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung antara lain umur, jenis kelamin, latihan, demam, pengobatan, perdarahan, stress dan perubahan posisi (Suratminah, 2013). Pemantauan ECG merupakan metode noninvasive yang sangat berharga dalam memantau denyut

(21)

jantung secara kontinu. Pemantauan ini dapat memberikan informasi tentang tanda-tanda awal penurunan curah jantung (Jevon & Ewens, 2008).

d. Penilaian perfusi serebral

Perubahan status mental seperti perburukan tingkat kesadaran, konfusi (bingung), agitasi dan letargi merupakan penentu penting pada perfusi serebral dan adanya syok. Pada gangguan hemodinamik awal perubahan status mental atau Glasgow Coma Scale biasanya tidak ditemukan. Adanya penurunan nilai GCS mengindikasi bahwa kondisi gangguan hemodinamik sudah berlangsung.

e. Penilaian perfusi kulit.

Penurunan perfusi kulit sering ditandai oleh perifer yang dingin, bercak kulit, pucat, sianosis, dan perpanjangan waktu pengisian kapiler (capllary refill time, CRT). CRT normal < 2 detik, CRT memanjang (>2detik) menunjukkan perfusi perifer yang buruk.

f. Penilaian curah urin.

Curah urin secara tidak langsung memberikan petunjuk mengenai curah jantung. Pada orang sehat, 25% curah jantung memberikan perfusi ke ginjal. Ketika perfusi ginjal adekuat, maka curah harusnya lebih dari 0,5 mL/kg BB perjam. Penurunan curah urin mungkin merupakan tanda awal hipovolemia karena ketika curah jantung menurun, maka perfusi ginjal juga menurun.

(22)

C. Konsep murotal Al-Qur’an 1. Definisi

Murotal Al-Qur’an adalah bacaan Al-Qur’an yang dibacakan oleh qori atau qoriah sesuai dengan tartil dan tajwid yang mengalun indah yang dikemas dalam media audio seperti kaset, CD atau data digital (Ernawati, 2013). Al-Qur’an adalah kalam Allah yang merupakan mujizat yang diturunkan kapada Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an adalah pedoman hidup umat manusia yang memiliki fungsi teoritis dan fungsi aplikatif. Al-Qur’an sebagai fungsi teoritis telah dituangkan dalam tatanan ilmu pengetahuan yang melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti ilmu tafsir, tajwid, tahsin dan sebagainya. Secara aplikatif Al-Qur’an memiliki tiga fungsi yaitu sebagai operational system, servise system dan up grade sistem. Sebagai operasional system Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman operasional kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk hukum ibadah dan muamalah. Al-Qur’an sebagai service system ( sistem perbaikan ) baik yang bersifat fisik maupun psikis, yang dikenal sebagai syifa (obat, penyembuh dan penawar) sebagaimana firman Allah yang artinya “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian”(QS. Al-Isra’: 82). Al-Qur’an sebagai up grade system (sistem pengembangan), dimana Al-Qur’an memiliki daya atau energi yang dapat memberikan perubahan secara signifikan pada diri manusia (Mirza, 2014).

(23)

2. Pengaruh membaca dan mendengarkan Al-Qur’an terhadap tubuh Dari Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “ Orang yang tidak ada sedikitpun Al-Qur’an dalam dadanya adalah bagaikan rumah yang rapuh”(HR. Tarmizi dan Al-Hakim). Adapun keutamaan membaca Al-Qur’an adalah mendapatkan kebajikan, mendapatkan pahala, mendapatkan syafaat, kelak memperoleh cahaya dunia dan akhirat, dihilangkan rasa takut dan sedih dihatinya, mendapatkan pembelaan dari A-Qur’an pada hari kiamat, umurnya tidak sia-sia dan masih banyak lagi hadist-hadist yang menerangkan keutamaan membaca Al-Qur’an (Al-Hammam, 2010).

Bacaan Al-Qur’an atau murotal Al-Qur’an mengandung unsur suara. Menurut Ellen Covey dari Washington University, melakukan penelitian tentang frekwensi suara yang menunjukkan bahwa suara itu terbentuk dari gelombang getar yang bergerak di udara dan memiliki frekwensi sendiri. Ketika suara di udara ditangkap oleh telinga, suara itu akan berubah menjadi sinyal-sinyal elektrik melalui saraf suara menuju acoustik bark di dalam otak dan menyesuaikan irama gelombangnya. Kemudian memberikan perintah pada berbagai organ tubuh (Mirza, 2014).

Elemen musik atau suara terdiri dari lima unsur penting, yaitu pitch (frekwensi), volume (intensive), warna nada (timbre), interval dan rhytm (tempo atau durasi). Pitch yang tinggi dengan ritme yang cepat dan

(24)

volume yang keras akan meningkatkan ketegangan otot dan perasaan tidak nyaman. Sebaliknya pitch yang rendah dengan ritme yang lambat dan volume yang rendah akan menimbulkan efek rileks. Tempo yang lambat dapat menurunkan respiratory rate, sementara denyut nadi memiliki kesesuaian dengan rhytm dari musik. Pitch dan rhytm akan berpengaruh pada sistem limbik yang mempengaruhi emosi. Satuan volume untuk mendengarkan getaran suara adalah decibel (dB) dengan menggunakan headset. Volume musik atau murotal yang dinyatakan comfortable adalah yang memiliki volume 70 dB. Volume yang bisa menimbulkan efek terapeutik adalah 40-60 dB selama 20-60 menit dalam satu kali sesi, disarankan selama 45 menit untuk mendapatkan efek relaksasi maksimun (Dewi, 2013).

Jika kita renungkan dengan seksama, sesungguhnya mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an itu memiliki banyak manfaat yang luar biasa terhadap kesehatan fisik dan psikis kita. Mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an dapat meningkatkan kecerdasan otak berupa penguatan daya ingat dan sistem berpikir karena di otak kita terdapat triliunan neuron yang menghubungkan satu simpul dengan simpul yang lain yang disebut sinaps. Sinaps tersebut dapat terhubung apabila seseorang secara konsisten melakukan pengulangan-pengulangan. Dengan demikian kita mengumpamakan bacaan-bacaan Al-Qur’an yang kita baca berulang-ulang sebagai tombol untuk mengaktifkan kerja simpuls-simpuls otak sehingga otak senantiasa ingat apa yang ia lihat, ia baca dan ia dengar.

(25)

Kita sering mendengar bahwa pikun itu tidak ada obatnya, tetapi bukan berarti pikun itu tidak dapat dicegah. Mencegah pikun dapat dilakukan dengan cara mengulang-ulang membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga dapat menyehatkan dan menyembuhkan berbagai macam penyakit fisik dan psikis karena dengan mengulang-ulang bacaan Al-Qur’an dapat melahirkan ketenangan sebagaimana firman Allah QS. Ar Rad: 28 yang artinya “ ...(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenteram”. Berdasarkan konferensi kedokteran Islam Amerika Utara menyebutkan bahwa mendengarkan bacaan (murotal) Al-Qur’an mampu mendatangkan ketenangan hingga 97%. Mendengarkan bacaan Al-Qur’an merupakan salah satu cara jitu untuk menghasilkan beta-endorphin yaitu cairan otak yang dapat membuat seseorang menjadi rileks dan bahagia (Mirza, 2014).

Menurut hasil penelitian Abdul Daim al-Kahel , kemukjizatan ilmiah Al-Qur’an dan Sunnah memberi efek menakjubkan yang dihasilkan dari mendengarkan bacaan Al-Qur’an seperti meningkatkan kekebalan tubuh, kreatifitas, kemampuan konsentrasi, menyembuhkan penyakit kronis dan penyakit yang belum ditemukan obatnya, menciptakan kedamaian dan mengendurkan ketegangan saraf, menyembuhkan iritasi, meningkatkan kemampuan mengambil keputusan yang tepat, mengurangi rasa takut dan ragu-ragu, meningkatkan kepercayaan diri dan memperkuat kepribadian, menyembuhkan alergi, sakit kepala dan flu, melindungi dari penyakit

(26)

berbahaya seperti kanker dan sebagainya, melenyapkan beberapa kebiasaan buruk seperti merokok dan makan berlebihan.

Kazemi, peneliti kebangsaan Jepang meneliti kesehatan mental terhadap 107 mahasiswa dengan cara memperdengarkan Al-Qur’an kepada mereka. Menurutnya memperdengarkan Al-Qur’an selama 15 menit, tiga kali seminggu selama satu bulan dengan tape recorder memiliki efek yang sangat signifikan untuk meningkatkan kesehatan mental. Dr. Nurhayati dari Malaysia pada tahun 1997, memaparkan hasil penelitiannya bahwa memperdengarkan Al-Qur’an pada bayi memberi respon sangat positif. Ia melakukan tekhnik stimulasi auditorik dengan lima surah yaitu surah Al-Fatihah, Yusuf, Maryam, Ar-Rahman dan An-Naas kelima surah ini menurutnya sangat signifikan berpengaruh pada kecerdasan otak anak (Mirza, 2014).

Dr. Al-Qadhi, melalui penelitiannya di klinik besar Florida, Amerika, berhasil membuktikan bahwa hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seorang muslim baik yang memahami bahasa Arab maupun tidak, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar yaitu berupa penurunan depresi, pengurangan kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, kesehatan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bahwa

(27)

bacaan Al-Qur’an sangat berpengaruh besar hingga mencapai 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit (As-Suyyuti & Salim, 2015).

Seorang psikolog berkebangsaan Belanda juga telah melakukan sebuah penelitian amat panjang yang berakhir dengan sebuah kesimpulan bahwa orang-orang yang istiqomah, rutin, dan kontinu dalam membaca Al-Qur’an secara teratur, diduga kuat tidak akan terserang penyakit jantung dan paru-paru (Mirza, 2014).

Berdasarkan beberapa penelitian diatas, semakin jelaslah manfaat Al-Qur’an bagi kecerdasan dan kesehatan. Al-Al-Qur’an sebagai tool stimulasi dan terapi untuk mengatasi berbagai persoalan hidup, baik yang bersifat fisik maupun psikis.

3. Metode terapi dan stimulasi Al-Qur’an dengan Sound Healing

Salah satu penelitian terkemuka abad ini adalah Sound Healing. Terapi dan pengobatan dengan menggunakan efek suara yang dapat menembus seluruh dinding sel tubuh manusia, bahkan sampai sel-sel otak. Tekhnologi yang digunakan adalah Digital Prayer yaitu suatu teknologi brainwave (gelombang otak) dengan membuat CD yang berisi suara-suara atau musik yang disisipi dengan nada frekwensi tertentu sehingga memudahkan pendengarnya memasuki alpha-state atau theta-state. Dalam kondisi alfa atau theta, kedua belahan otak bekerjasama secara

(28)

total sehingga berfungsi secara optimal. Oleh karena musik dan suara-suara di dalam CD yang diperdengarkan dapat menciptakan kondisi otak dalam keadaan khusyuk sehingga memungkinkan seseorang mengelolah gelombang otak yang umum disebut meditasi secara teratur dan pasti, kapan saja, dimana saja, sesuai dengan kebutuhan.

Ada tiga jenis metode stimulasi dan terapi yang dapat diterapkan untuk kecerdasan dan kesehatan berdasarkan petunjuk Allah SWT dan RasulnNya yaitu metode Sima’y, Tartil dan Tilawah yang disingkat Sitartil. Tehnik pengaplikasian metode sitartil adalah:

a. Stimulasi dan terapi sima’y

Adalah sebuah cara bagaimana mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penuh khusyuk, sebagaima firman Allah SWT QS: Al-A’raf ayat 204 yang artinya: “ Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. Pendengaran adalah bagian anggota tubuh yang pertama kali diaktifkan ketika manusia dilahirkan dan pendengaran pula yang terakhir dinonaktifkan saat manusia menjelang ajal. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa pendengaran diciptakan lebih awal sebelum penglihatan. Hal itu merupakan indikasi akan pentingnya efek suara dalam penyembuhan. Bila kita ingin mendapatkan efek kesembuhan dari suara-suara Al-Qur’an maka kita harus memperhatikan dengan baik dan benar, tidak sambil

(29)

main ponsel, tidak sambil ngobrol dan yang terpenting dalam keadaan tenang. Adapun syarat untuk tenang adalah banyak mengingat Allah. b. Stimulasi dan terapi tartil

Adalah sebuah cara bagaimana membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara jihar, perlahan-lahan, teratur dan benar. Metode ini menggunakan organ mata dan mulut dengan suara perlahan-lahan, tidak terburu-buru dengan penuh khusyuk tanpa di sela oleh aktivitas dan kegiatan apapun. Usahakan membaca satu juz dalam sekali duduk, karena efeknya berbeda dengan membaca terputus-putus. c. Stimulasi dan terapi tilawah

Adalah sebuah cara bagaimana membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara sirr (dalam hati) perlahan-lahan , teratur dan benar. Ibnu Qayyim al-jauzi dalam kitabnya Al-Kawasyib Al-jaliyyah ‘an ma’ani Al-wasithiyyah memberika tehnik dan metode terapi sebagai berikut, “ Jika kamu hendak mengambil manfaat dari Al-Qur’an, maka fokuskanlah hatimu ketika membaca dan mendengarnya. Pasang betul-betul pendengaranmu dan hadirkanlah hati seperti orang yang sedang berdialog dengan Rabb-nya karena Al-Qur’an adalah perintah yang ditujukan kepadamu dari Allah melalui lisan Rasul-Nya”. Membaca Al-Qur’an dengan metode tilawah untuk maksud stimulasi dan terapi dalam hal ini menggunakan dua organ penting yaitu mata dan mata hati dengan suara sirr, dilakukan dengan penuh khusyuk tanpa disela oleh aktivitas lain dilakukan dalam satu kali duduk seperti metode tartil (Mirza, 2014).

(30)

4. Panduan penggunaan CD digital prayer atau murotal Al-Qur’an Berikut langkah-langkah menggunakan CD alphamatic brainwave dari Digital Prayer sebagai berikut:

a. Posisikan diri dengan nyaman, bisa duduk yang santai atau berbaring. Usahakan selama 20 menit sampai satu jam ke depan tidak ada gangguan yang membuat ketenangan anda buyar. Akan lebih ideal bila mendengarkan CD di ruangan dengan penerangan yang disesuaikan dengan tujuan.

b. Kenakan pakaian yang longgar, lepaskan sepatu, kacamata, lensa kontak dan assesoris lainnya yang dapat mengganggu konsentrasi anda.

c. Pilihlah Surah Al-Qur’an sesuai keinginan anda.

d. Setelah siap, pasang CD pada player lalu nyalakan. Anda bisa mendengarkan dengan headphone atau dengan speaker terbuka. e. Atur volume yang bisa menimbulkan efek terapeutik yaitu antara

40-60 dB selama 20-40-60 menit.

f. Ketika sudah merasa tenang, setelah 5 menit mendengarkan CD, bisikkan perlahan-lahan afirmasi atau niat tujuan anda di dalam hati. g. Sambil membisikkan do’a anda, bayangkan dan hayati doa atau

harapan anda seolah-olah harapan itu dudah terwujud menjadi kenyataan.

h. Ikhlaskanlah semua pikiran, perasaan, rasa salah, niatkan semua itu untuk anda serahkan kepada Allah SWT.

Referensi

Dokumen terkait

pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, pada pasien juga ditemukan halusinasi visual dan auditorik sehingga berdasarkan Pedoman dan Diagnosis Gangguan

Jika semua data pada form data kasus telah terisi, maka sistem akan melakukan perankingan alternatif sesuai prosedur metode TOPSIS dan menampilan hasil

Penetapan status daerah khusus ibukota negara dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap hak warga, percepatan

karakter pada komputer yang diwakili oleh kode yang tersusun dari bilangan binary (1 sampai 0) .data ini disimpan sebagai rangkaian bit atau byte .kepanjangan dari bit adalah..

Data yang digunakan dalam penelitian ini diproses dengan pengumpulan data yaitu mendatangi langsung ke kantor pemerintahan Kabupaten Tulungagung dan

Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang Terdaftar di Bursa Efek

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Modul Fotovoltaik Silikon Kristalin yang beredar dan telah memiliki sertifikat IEC 61215 sebelum Peraturan Menteri

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang kompetensi pedagogik guru di SMPN Ketapang yang terdiri dari guru pendidikan jasmani di SMPN 1, SMPN 2 dan SMPN 4