• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dirmawa UNAIR Semangati Mahasiswa Meski Hanya Juara III Pimnas Ke-29

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dirmawa UNAIR Semangati Mahasiswa Meski Hanya Juara III Pimnas Ke-29"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Dirmawa

UNAIR

Semangati

Mahasiswa Meski Hanya Juara

III Pimnas Ke-29

UNAIR NEWS – Direktur Kemahasiswaan Universitas Airlangga

(UNAIR) Dr. M. Hadi Shubhan, SH., MH., CN., akan terus memelihara dan memompa semangat mahasiswa UNAIR. Hal itu dilakukan setelah berakhirnya Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) Ke-29 tahun 2016 di Institut Pertanian Bogor (IPB), dimana Tim UNAIR hanya berada di posisi ketiga dari 145 perguruan tinggi peserta Pimnas.

”Meskipun kita hanya meraih terbaik ketiga, tetapi semua kontingenlah yang menjadi juaranya,” kata Pak Hadi, panggilan akrabnya, menggunakan megaphone di depan ratusan mahasiswa UNAIR di tribun atas gedung Graha Widya Wisuda (GWW) IPB. Seperti diketahui, menjelang diumumkannya hasil Pimnas ke-29, Kamis (11/8) lalu, tim Pimnas UNAIR mendapat suntikan semangat dari kedatangan 50 mahasiswa UNAIR sebagai supporter. Mereka datang ke Bogor dengan mencarter bus Surabaya-Bogor PP. Setiba di kampus IPB Darmaga, mereka menyatu dengan ratusan tim PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) UNAIR dan meneriakkan yel-yel yang telah disiapkan.

Dalam pompaan motivasinya, Dirmawa juga mengajak untuk mensyukuri bersama-sama apapun hasil yang diperoleh ini. Pasalnya, tim PKM ini sudah berikhtiar dengan dipersiapkan sejak lama secara baik, sungguh-sungguh, dan kerja keras dari semua unsur yang terlibat.

”Kita sudah berikhtiar secara luar biasa, sudah pula berserah diri kepada Yang Diatas, jadi inilah hasil bersama yang juga harus kita syukuri,” tambah Dr Hadi Shubhan, pakar hukum ketenagakerjaan Fakultas Hukum UNAIR itu.

(2)

Dalam “Pesta Ilmiah” Pimnas ke-29 itu, UNAIR berada di posisi terbaik ketiga dibawah Juara Umum yang diraih Universitas Brawijaya (UB) dan runner-up Universitas Gajah Mada (UGM). Ketiga kampus terbaik di tanah air itu menunjukkan persaingan yang sangat ketat.

UB, sebagai juara bertahan Pimnas ke-28, berangkat ke Bogor dengan mengerahkan 31 tim PKM, mendulang medali 10 emas, 7 perak, 6 perunggu (10–7-6). Kemudian UGM sebagai pengusung tim terbesar di Pimnas ke-29 ini dengan 34 tim PKM-nya, meraih medali 9 emas, 6 perak, dan 6 perunggu (9-6-6). Sedangkan UNAIR hanya dengan 21 tim PKM berhasil merebut medali 8 emas, 3 perak, dan 2 perunggu (8-3-2). Posisi lima besar lainnya ditempati ITS dengan komposisi medali 4-5-2, dan ITB dengan 1-1-4.

Khusus pada presentasi PKM sebagai nomor inti yang dilombakan di Pimnas, hasil yang diraih UNAIR sedikit lebih baik dari UGM. UNAIR meraih 5 medali emas dan 3 perak. Sedang UGM meraih 5 medali emas, 2 perak, dan 3 perunggu. UNAIR unggul satu medali perak. Sedangkan juaranya tetap UB dengan 6 emas, 4 perak, dan 2 perunggu.

Ketua Kontingen Pimnas UNAIR, Agus Widyantoro, SH., MH., dalam perjalanan dari Bogor menuju Surabaya, menyampaikan ucapan terima kasih atas partisipasinya yang sangat besar kepada semua unsur tim yaitu mahasiswa peserta, dosen pembimbing PKM, tim pendamping baik “Garuda Sakti”, bagian administrasi, dan mahasiswa supporter.

”Kita sudah melaksanakan sesuatu yang seharusnya dilaksanakan. Secara komposisi antara jumlah tim PKM yang berlaga dengan hasil yang dicapai, UNAIR bisa meraih hasil sangat kompetitif. Seandainya kita berlomba dengan jumlah tim PKM yang sebanding, mungkin hasilnya akan lain. Tapi apapun hasilnya, mari kita syukuri bersama,” kata Agus Widyantoro. (*)

(3)

PIMNAS ke-29, UNAIR Unggul

Bidang Presentasi

UNAIR NEWS – Prestasi Universitas Airlangga pada ajang Pekan

Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) tahun ini terbilang unggul dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dengan sejumlah 21 tim yang lolos, UNAIR mendapatkan perolehan juara III, menyusul Universitas Brawijaya pada juara I, dan Universitas Gadjah Mada pada juara II.

Direktur Kemahasiswaan UNAIR Dr. M. Hadi Subhan, SH., MH., CN., mengatakan, pembinaan terhadap tim PKM memang dilakukan cukup lama. Berbagai persiapan dan fasilitas diberikan jauh-jauh hari demi menunjang keikutsertaan PIMNAS.

“Setelah dinyatakan didanai sejumlah 167 tim, kita lakukan monitoring dan pembinanan secara intensif. Setelah dinyatakan lolos finalis, selama lebih dari setengah bulan dilakukan penggemblengan, baik materi, presentasi, maupun poster,” ujar Hadi.

Berikut perolehan medali tiga besar juara umum PIMNAS kategori presentasi: Juara Umum Perguruan Tinggi Medali

Emas Perak Perunggu

1 UB 6 4 2

2 UGM 5 2 3

3 UNAIR 5 3 0

Jumlah tersebut meningkat dari perolehan medali pada tahun 2015. Pada kategori presentasi, tim UNAIR mendapatkan 2 medali

(4)

emas, dan 1 perak.

Ayu Tarantika Indreswari dari tim KUMAK “Kit Uji Merkuri dalam Air dan Kosmetik” memperoleh dua medali emas, yaitu untuk kategori presentasi serta pameran produk dan poster. Ia mengatakan, UNAIR mendukung penuh semua fasilitas yang dibutuhkan tim PKM yang lolos PIMNAS, sejak baru didanai hingga hari H pelaksanaan PIMNAS.

“Kami diberi beberapa materi dasar dan dibekali bagaimana mempersiapkan materi presentasi, finishing laporan akhir, poster, dan artikel ilmiah, dan dikoordinasi dengan proses

uploading. Dan tiga hari terakhir kami melakukan pleno atau

presentasi secara bersama-sama serta evaluasi,” ujar Ayu.

Penghargaan bagi finalis PIMNAS

Hadi mengatakan, pihaknya kini sedang meminta arahan rektor untuk memberikan afirmasi terhadap mahasiswa yang lolos PIMNAS. Ada rencana untuk mahasiswa yang lolos PIMNAS, bebas dari Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan skripsi.

“Misal, kalau dapat medali PIMNAS bidang penelitian bisa dibebaskan dari skripsi. Kalau bidang pengmas bisa bebas dari KKN,” katanya.

Hadi mengatakan, cara ini akan menjadi stimulus mahasiswa untuk lebih aktif mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Selain itu, ke depan, diharapkan fakultas bisa lebih memantau iklim akademik mahasiswa.

“Agar fakultas juga ikut memantau dan memberikan iklim akademik yang kondusif terhadap penelitian-penelitian bidang PKM. Karena sekarang ada yang kurang kondusif. Mengajukan skripsi tema sama dengan PKM, ditolak. Yang seperti ini akan diminimalisir. Mau dibuat regulasi, ada aturan mainnya, sehingga fakultas tinggal menjalankan. Nanti bagaimana formulasinya ini yang akan kita kaji,” terangnya.

(5)

Dengan perolehan juara III PIMNAS tahun 2016 ini, Hadi berharap UNAIR bisa lebih maksimal lagi di tahun depan. Pihaknya juga menginginkan agar bidang sosial humaniora lebih dikuatkan lagi. Karena sebagai lembaga pendidikan berbentuk universitas, UNAIR memiliki sumber daya yang mumpuni dibandingkan perguruan tinggi non-universitas.

“Kita lemah di bidang sosial humaniora, padahal universitas adalah lumbungnya bidang ini. Ke depan, kita akan lebih memberi perhatian bidang soshum, agar UNAIR leading dibidang tersebut,” pungkasnya. (*)

Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S.

UNAIR Diharap Konsisten dan

Menambah Program World Class

University

UNAIR NEWS – Ada dua perihal penting yang menjadi catatan tim

evaluasi terhadap program World Class University yang diimplementasikan oleh sivitas akademika Universitas Airlangga. Kedua hal itu dalam kriteria lembaga pemeringkatan Quacquarelli Symonds (QS) World University Ranking (WUR) disebut sebagai reputasi akademik (30%), dan reputasi alumni yang bekerja (10%).

Dalam bidang reputasi akademik, UNAIR diharap konsisten dengan program-program yang telah dibuat dalam skema WCU. Prof. Hermawan, tim evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk program WCU, mengatakan UNAIR sudah memiliki program-program menarik. Hanya saja, kuantitas dan kualitas program-program

(6)

tersebut perlu ditingkatkan.

Pernyataan itu disampaikan oleh Prof. Hermawan usai kegiatan evaluasi kinerja program WCU, Jumat (12/8). Pelaksanaan evaluasi dilakukan di Ruang Sidang Pleno dan dihadiri oleh Rektor UNAIR beserta jajarannya, serta unit kerja yang berkaitan dengan program WCU. Program-program menarik yang telah dibuat UNAIR dalam skema WCU diantaranya adalah

Attracting Global Talent, serta konferensi dan seminar

internasional.

Prof. Hermawan mengakui bahwa UNAIR memiliki banyak potensi untuk dikembangkan. Namun, potensi itu perlu digarap dengan serius agar suatu saat UNAIR bisa sejajar dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia yang lebih unggul, seperti Universitas Indonesia. Prof. Hermawan mengakui bahwa UNAIR kalah mencuri langkah awal dibandingkan kampus lain.

“UNAIR ini memiliki potensi luar biasa, sehingga suatu saat nanti, saya berharap UNAIR bisa sejajar dengan Universitas Indonesia. Karena memang UI sudah memulai program WCU sejak sepuluh tahun yang lalu. Dan yang lainnya memang sedikit terlambat dalam memberikan perhatian. Tapi potensinya sama persis sehingga menurut saya UNAIR bisa mewakili Indonesia di kancah dunia,” tutur Prof. Hermawan.

Ia menyarankan agar UNAIR terus menggali potensi-potensi sivitas akademika yang bisa digarap dan ditingkatkan. Misalnya saja, melipatgandakan jumlah profesor dari kampus luar negeri yang melakukan penelitian di UNAIR. Bisa pula dilihat dari penyelenggaraan konferensi internasional.

“Terus saja digali hal-hal yang dianggap kecil dan terlewat. Bisa digali dari segi angka-angka, misalnya berapa jumlah

i n t e r n a t i o n a l c o n f e r e n c e , a p a k a h b i s a d i d o b e l k a n

(dilipatgandakan, red). Berapa banyak profesor, apakah itu bisa didobelkan. Angka-angka itu diharapkan bisa mengikuti skornya dalam perankingan dunia,” imbuh Prof. Hermawan.

(7)

Di bidang penelitian, Prof. Hermawan mengakui bahwa produktivitas peneliti bidang sosial humaniora masih cukup rendah. Kondisi tersebut terjadi di kampus-kampus Indonesia. Padahal, target jumlah penelitian itu sudah disesuaikan dengan situasi akademik peneliti masing-masing fakultas. Apabila jumlah target yang ditentukan tidak tercapai, kondisi itu akan membebani bidang lainnya yang sudah maju. Pada tahun-tahun berikutnya, Dikti akan mengangkat peneliti dari ilmu sosial agar lebih produktif. (*)

Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh

Dikti Evaluasi Program World

Class University

UNAIR NEWS – Untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan

program pencapaian predikat perguruan tinggi kelas dunia (World Class University – WCU), pimpinan Universitas Airlangga menyelenggarakan pertemuan dengan tim evaluasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno, Jumat (12/8).

Delegasi Dikti yang hadir adalah Prof. Hermawan dan Prof. Wawan dari Institut Teknologi Bandung. Sedang dari UNAIR, pertemuan dihadiri oleh Rektor UNAIR Prof. Nasih, Wakil Rektor IV UNAIR Junaidi Khotib, Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) Badri Munir Sukoco, dan pimpinan lainnya. Dalam sambutannya Prof. Hermawan mengatakan, monitoring ini dilakukan untuk melihat kinerja UNAIR dalam penggunaan anggaran WCU sebesar 10 miliar per tahun. “Kami ingin mendapatkan kepastian bahwa anggaran benar terserap. Agar

(8)

kalau ke depan ada permintaan kenaikan anggaran, bisa dikabulkan,” tutur Prof. Hermawan.

Prof. Hermawan mengatakan, UNAIR merupakan salah satu kampus di Indonesia yang digadang-gadang bisa mencapai perguruan tinggi kelas dunia selain Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada.

Prof. Hermawan juga menambahkan, selama ini UNAIR memiliki potensi besar menjadi kampus kelas dunia. Hanya saja, UNAIR belum begitu terekspose atas karya yang sudah dicapainya. Ia pun berharap, sivitas akademika UNAIR bisa menjadi lokomotif sekaligus brand image kampus-kampus Indonesia di mata dunia. Acara dilanjutkan dengan pemaparan dari Ketua BPP. Dalam pemaparannya, demi meningkatkan kualitas dan peringkat UNAIR, program-program sudah didelegasikan kepada unit-unit kerja terkait.

Misalnya, untuk meningkatkan keterbacaan informasi UNAIR di internet, tanggung jawab dibebankan pada Pusat Infomasi dan Humas UNAIR. Sedangkan, untuk mendigitalisasi salinan cetak, kini Perpustakaan UNAIR sudah memiliki laman repositori. Sedangkan, untuk meningkatkan publikasi penelitian yang terindeks Scopus, Pusat Pengembangan dan Publikasi Jurnal Ilmiah secara rutin melaksanakan lokakarya penulisan jurnal dan pendampingan terhadap peneliti untuk memublikasi jurnal. Badri pun menambahkan, demi meningkatkan internasionalisasi, UNAIR memiliki program Airlangga Global Talent untuk menarik minat praktisi kelas dunia dari kalangan pemerintah, organisasi non-pemerintah. (*)

Penulis : Defrina Sukma S. Editor : Binti Q. Masruroh

(9)

Panitia Pastikan Lomba Dayung

Gedebok Aman, Nyaman, dan

Mengasyikkan

UNAIR NEWS – Danau kampus C UNAIR riuh rendah Jum’at sore

(12/8). Sekerumunan orang terlihat antusias menyaksikan panitia lomba HUT RI ke-71 yang sedang njajal mendayung di atas sampan dari debok (batang) pisang. Para panitia tampak begitu asyik. Sesekali mereka terbahak karena bingung mengendalikan arah sampan.

“Koen kok gak kompak ngene seh ndayunge (Kamu kok tidak kompak mendayungnya),” gerutu Agus Irwanto, PIC lomba Dayung Debok yang terjun langsung ke danau, pada rekannya di satu sampan yang sama, Putra Radityawan. “Tapi, ini memang sulit, Mas” sahut mahasiswa jurusan Psikologi yang sehari-hari mengabdi di Pusat Informasi dan Humas (PIH) itu. Mereka lantas terbahak bersama.

Selain dua orang tadi, panitia dari PIH yang ikut dengan perlengkapan keamanan berupa pelampung adalah Dilan Salsabila, Dian Wirawan Noer Aziz, dan Ketua PIH Suko Widodo. Mereka secara bergantian mencoba untuk menguasai susunan debok yang dijadikan sampan. “Keseimbangan menjadi penentu kesuksesan para peserta,” ujar Suko.

Pakar komunikasi politik itu menambahkan, panitia bekerja sama dengan Tim Wanala sebagai pemandu dan guard. Jadi, para peserta tidak perlu khawatir. Lomba ini dijamin aman, nyaman, dan mengasyikkan. Percobaan alat dan venue lomba dibutuhkan sebagai persiapan awal agar acara berjalan lancar.

(10)

Pada hari yang sama, diadakan Lomba Yel-Yel. Peserta Lomba Yel-Yel diharapkan ikut jadi supporter bagi para pendayung. Para peserta adalah civitas akademika di setiap unit, fakultas, satuan, lembaga, perpustakaan, yang ada di UNAIR. Di samping itu, ada pula lomba presenter dengan bahasa Jawa yang diikuti Rektor, para dekan, unsur pimpinan kampus, dan mahasiswa asing. (*)

Penulis : Rio F. Rachman

Rangkuman Berita UNAIR di

Media (12/8)

Kuota Beasiswa untuk Mahasiswa Berjibun

Kini kuliah bukan lagi kendala. Sebab, seluruh perguruan tinggi negeri (PTN) telah menyediakan beasiswa bagi mereka yang tidak dapat kuliah karena tersandung biaya. Di UNAIR, kuota beasiswa tiap tahun mencapai 5.790 mahasiswa. Kuota tersebut diperoleh UNAIR dari hasil kerjasama dengan pihak swasta maupun dari kuota yang disediakan pemerintah pusat. Direktur Kemahasiswaan UNAIR, Hadi Subhan menerangkan, jumlah tersebut setiap tahun fluktuatif. Kuota tersebut dapat

meng-cover 21,5 persen dari total mahasiswa UNAIR. Serapan tersebut

dapat dikatakan baik, sebab setiap PTN setidaknya memberikan beasiswa minimal 20 persen dari total keseluruhan.

Jawa Pos, 12 Agustus 2016 halaman 34

Saatnya Warga Bisa Gugat Kerugian

Korupsi nyaris identik dengan kerugian Negara. Ketika kasus korupsi dibawa ke pengadilan, ini menjadi semacam upaya

(11)

menagih kerugian yang diderita Negara akibat perbuatan koruptor. Masyarakat semestinya punya hak menggugat karena dirugikan akibat korupsi pejabat dan komplotannya. Kian maraknya kasus pengungkapan korupsi mengusik Fakultas Hukum UNAIR. Sejak Februari lalu, mereka mendirikan Center of Anti

Corruption and Criminal Policy (CACCP) yang dipimpin Guru

Besar Prof. Dr. Didik Endro Purwoleksono, SH., MH, dan Sekretaris Iqbal Felisiano, SH., LLM. Pusat Kajian Antikorupsi dan Pidana itu mencermati kasus dugaan korupsi yang menonjol di Jatim, diantaranya kasus Bank Jatim, kasus Fuad Amin Imron, dan kasus La Nyala Matalitti. Iqbal juga menggalang Jaringan Antikorupsi Jatim, termasuk bekerja sama dengan KPK.

Jawa Pos, Jumat 12 Agustus 2016 halaman 2

Belajar Mandiri dari Pramuka

Menjadi aktivis pramuka kadang dianggap ribet bagi sebagian orang. Berbeda dengan Niken Kusumawardani yang justru sangat menikmati menjadi aktivis pramuka sejak remaja. Baginya, kegiatan yang dia jalankan selama menjadi anggota pramuka sangat menyenangkan dan tidak membosankan. Pramuka tidak hanya memberinya pengalaman seru untuk mengenal alam, juga membuatnya berkenalan dengan banyak orang. Ketika masih menempuh pendidikan di Jurusan Manajemen UNAIR, Niken sebenarnya mendapat kesempatan mengikuti Jambore di Papua. Sayangnya, saat itu bertepatan dengan ujian di kampusnya, sehingga dia harus rela tidak ikut dalam rombongan Jambore tersebut. Berkat pramuka, dia banyak mengenal budaya masyarakat Indonesia dari Sabang Sampai Merauke.

Sindo, Jumat 12 Agustus 2016 halaman 13 dan 14 Penulis : Afifah Nurrosyidah

(12)

Deny Dedy, Saudara Kembar

yang Raih Medali Bersama di

PIMNAS

UNAIR NEWS – Terlahir menjadi saudara kembar merupakan salah

satu anugerah tersendiri dari Tuhan. Selain memiliki paras wajah yang sama, M. Dedy Bastomi atau yang akrab disapa Dedy dan M. Deny Basri atau yang akrab disapa Deny memiliki beragam keunikan yang sama pula. Dua saudara kembar yang sama-sama menempuh pendidikan di Diploma 3 Otomasi Sistem Informasi tersebut, kini tengah berlaga dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-29 di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Saat ditemui di lokasi PIMNAS, Dedy menjelaskan, triknya untuk bisa melaju ke ajang tahunan tersebut yakni mau belajar dari pengalaman. Sempat lolos ajang PIMNAS di Kendari pada tahun lalu, Dedy merasa banyak pelajaran yang bisa diterapkan untuk bisa lolos bersama saudara kembar dan rekan-rekannya di ajang PIMNAS kali ini.

“Intinya agar lulus bareng, ya belajar dari pengalaman tahun lalu. Lihat judul yang disukai juri dan tahu potensi teman yang bisa diajak kerja sama,” paparnya.

Tidak jauh beda dengan kakaknya, Deny juga memiliki cerita tersendiri tentang proses menuju PIMNAS kali ini. Dari 12 proposal PKM yang diajukan, 3 diantaranya dinyatakan lulus ke PIMNAS. Hal tersebut merupakan bekal dan pengalaman tersendiri bagi Deny.

“Ini bisa menambah pengalaman dan memberikan yang terbaik saat kita mau lulus,” tuturnya bangga.

(13)

Meski sudah dua kali berlaga dalam ajang PIMNAS, keduanya juga tidak luput dari banyak kesulitan yang harus dihadapi, terlebih keduanya kini tengah menempuh semester akhir.

“Kemarin waktu mau camp persiapan PIMNAS di trawas, Deny belum sidang. Jadi selepas camp ya ngebut untuk segera sidang,” kenang Dedy.

Selain itu, keduanya juga kerap bersilang pendapat saat menyusun dan menggagas ide yang akan diajukan pada proposal PKM. Meski demikian, bagi mereka rasa pengertian lah yang harus diutamakan saat beda pendapat.

“Sering sekali kami bersilang pendapat, kalau ndak pengertian tambah ribut. Ya harus saling pengertian,” terang Deny.

Kakak beradik yang juga mahasiswa penerima bantuan pendidikan bidikmisi tersebut, bertekad merampungkan yudisium selepas PIMNAS berlangsung. Selain itu, tekad untuk alih jenis ke jenjang S1 pun sudah masuk dalam rencana ke depan.

“Alhamdulillah sudah sidang, tinggal yudisium,” pungkas Dedy diamini oleh adiknya.

Raih Medali

Pada PIMNAS kali ini, adik kakak tersebut tergabung dalam sebuah kelompok PKM-T dengan judul “Sistem Segmentasi Citra Sebagai Pengukuran Tendensi dan Stability Volume Busa pada

Foaming Test Pelumas di Laboratorium PT.Pertamina Lubricants

Gresik Berbasis Borland Delphi 7”. Deny, Dedy dan Kelompok PKM-nya berhasil mendapatkan medali perak di kategori presentasi. Sedangkan di kategori poster, mereka berhasil meraih medali perunggu.

Medali yang mereka raih juga turut mengantarkan UNAIR menduduki peringkat 3 dari 145 Perguruan Tinggi se-Indonesia yang mengikuti PIMNAS. Peringkat UNAIR pada PIMNAS kali ini meningkat dibandingkan PIMNAS tahun sebelumnya yang meraih

(14)

peringkat 4. (*)

Penulis: Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila

UNAIR Raih Juara III PIMNAS

Ke-29

UNAIR NEWS – Pesta karya ilmiah mahasiswa terbesar di

Indonesia tahun 2016, telah berakhir Kamis (11/8) malam. Pesta kompetisi bernama Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-29 dilaksanakan di kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) dan ditutup secara resmi oleh Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Prof. Intan Ahmad, Ph.D. Ajang PIMNAS ke-29 itu diikuti 145 perguruan tinggi se-Indonesia. Tiga besar juara PIMNAS kali ini masih didominasi oleh perguruan tinggi yang berdomisili di Jawa Timur. Ketiganya adalah Universitas Brawijaya (UB) yang meraih juara I, Universitas Gadjah Mada meraih juara II, Universitas Airlangga meraih juara III. Posisi UNAIR dalam PIMNAS tahun ini meningkat dari tahun lalu yang menduduki peringkat empat. Dalam acara penutupan PIMNAS ke-29, UNAIR mengirimkan 21 tim dari seluruh kategori makalah program kreativitas mahasiswa (PKM). Tim UNAIR berhasil merebut 8 emas, 3 perak, dan 1 perunggu.

Sedangkan, tim UB dengan kekuatan 31 tim PKM berhasil meraih 10 medali emas, 7 perak, dan 6 perunggu. Sementara, tim UGM meraih 8 medali emas, 5 perak, dan 6 perunggu. Dan, tim ITS meraih 4 medali emas, 5 perak, dan 2 perunggu.

(15)

Direktur Kemahasiswaan UNAIR Dr. M. Hadi Subhan, dan Ketua Kontingen UNAIR Agus Widiantoro, SH., M.Si., yang mengawal tim UNAIR hingga penutupan, sama-sama menyatakan cukup puas dan berterima kasih kepada seluruh mahasiswa dan tim. Meski harapan untuk memboyong piala kemenangan Adikarta Kertawidya ke kampus tertua di Indonesia Timur ini masih belum tercapai, setidaknya target UNAIR untuk masuk tiga besar sudah terwujud. PKM UNAIR yang menyabet emas di nomor presentasi, diantaranya dari tiga nomor PKM-PE (Penelitian Eksakta). Yakni, makalah yang berjudul “Paduan Hyaluronic Acid (HA) Polyethylene Glycol (PEG) Sebagai Injectable Hydrogel untuk Terapi Penderita Degenerasi Diskus Intervertebralis” yang dipresentasikan Cityta Putri dan tim.

Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Prof. Intan Ahmad, Ph.D didamping al. Rektor IPB membunyikan angklung sebagai tanda Pimnas Ke-29 2016 di IPB, diakhiri, Kamis (11/8) malam. (Foto: Bambang ES)

Kemudian di kelas 2, PKM-PE atas nama Inas Fatimah dan tim yang berjudul “Inovasi Durameter Artifisial Berbasis Selulosa

(16)

Bakteri – Kolagen dengan Plasticizer pada Kasus Trauma Kepala”.

Ketiga, adalah makalah Karina Dwi Saraswati dan tim yang berjudul “Studi In Vivo Poly-Lactid-co-glicolic-Acid (PLGA) dengan Coating Kitosan sebagai Selaput Penutup Organ Pencernaan untuk Aplikasi Kelainan Dinding Perut yang Terbuka”. Ketiga tim penyabet emas nomor presentasi merupakan tim mahasiswa bimbingan Dr. Prihartini Widiyanti, drg., M.Kes. Ada satu lagi emas nomor presentasi yang dipersembahkan Ulima Hapsari dan tim dengan makalah PKM – Kewirausahaan berjudul “PKM (Penutup Kompres Mata) Anti Kantong Panda”.

Sedangkan, di nomor poster, medali emas UNAIR dipersembahkan oleh PKM-K kelas presentasi-1 karya Indah Paraswati dan tim yang berjudul “Pemanfaatan Cangkang Kerang Simping (Placuna Placenta) sebagai Komoditi Usaha Pakan Ternak Unggas Non-Konvensional”. Satu lagi dari PKM-K (Kewirausahaan) kelas-2 oleh Erwin Candra dan tim dengan poster makalah berjudul “KUMAK: Kit Uji Merkuri dalam Air dan Kosmetik sebagai Cara Praktis Menguji Kandungan Merkuri dalam Kosmetik dan Air”. (*) Peringkat 15 besar hasil Pimnas Ke-29 di IPB tahun 2016:

Universitas Brawijaya 1.

Universitas Gadjah Mada 2.

Universitas Airlangga

3.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember 4.

Institut Teknoogi Bandung 5.

Universitas Indonesia 6.

Universitas Udayana 7.

Institut Pertanian Bogor 8.

Universitas Diponegoro 9.

Universitas Negeri Medan 10.

Universitas Muslim Indonesia 11.

Universitas Negeri Malang 12.

Universitas Negeri Semarang 13.

(17)

Universitas Islam Indonesia 14.

Universitas Negeri Yogyakarta 15.

Penulis: Bambang Bes Editor: Defrina Sukma S.

Penelitian Media Sosial Lagi

Ngetrend di Bidang Komunikasi

UNAIR NEWS – Ada banyak topik penelitian yang menarik didalami

dalam bidang ilmu komunikasi. Salah satunya, tentang media sosial. Tema ini tak hanya sedang ngetrend. Lebih dari itu, pergerakan dan interaksi di dalam media sosial, kerap dianggap cermin dari masyarakat yang sebenarnya.

Secara prinsip, hubungan media sosial dengan ilmu komunikasi tergolong dekat. Sebab, media sosial adalah sarana komunikasi kekinian yang akrab di tiap lapisan masyarakat. Memang, belum semua kawasan di Indonesia terjamah media sosial. Tapi paling tidak, sebagian besar wilayah yang telah tersentuh internet, masyarakatnya pasti mengenal aplikasi atau jejaring seperti facebook, twitter, whatsapp, blackberry, dan lain-lain.

Ada begitu banyak hal yang bisa ditelaah di media sosial. Yang kemudian, dijadikan rujukan untuk menentukan langkah, kebijakan, atau merumuskan solusi di ranah politik, sosial, budaya, dan lain sebagainya.

“Belakangan, banyak riset yang mengupas persoalan politik yang dikaitkan dengan media sosial,” kata Rendy Pahrun Wadipalapa S.Ikom., MA, Dosen Ilmu Komunikasi UNAIR.

Selama ini, pengguna media sosial semakin meningkat jumlahnya. Rentang usia pun makin luas. Meski umur pengguna masih relatif

(18)

muda. Fenomena politik, tanggapan, dan kecenderungan perspektif para netizen (para pengguna media sosial), menarik untuk dipelajari. Mengapa? Karena dari sana, branding politik di media sosial bisa dirumuskan.

Seperti yang disampaikan di atas, tak hanya ranah politik yang dapat dikaji. Pergeseran budaya, pola interaksi sosial, dan asumsi masyarakat terhadap kebijakan publik pun dapat dieksplorasi di media sosial. Terlebih, saat ini instansi plat merah juga sudah menguatkan pondasinya di dunia maya. Sosialisasi program, penyebaran informasi, dan interaksi dengan warga dimaksimalkan melalui konsep “chatting” di media sosial. (*)

Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila

Mewaspadai Sindrom Kekuasaan

Situasi politik akhir-akhir ini nampak jauh dari cita-cita reformasi. Mereka yang dulu kelihatan begitu reformis, kini justru ikut-ikutan memburu kekuasaan. Fenomena macam ini dalam ranah politik, boleh disebut sebagai sindrom kekuasaan. Kalau diamati, sedikitnya ada tiga jenis sindrom seperti ini. Yaitu sindrom atau penyakit pasca-kuasa (Post-Power Syndrome) dan penyakit pra-kuasa (Pre-Power Syndrome) serta Penyakit orang yang sedang berkuasa (In-Power Syndrome).

Istilah Post-Power Syndrome digunakan untuk menggambarkan seseorang yang berprilaku aneh-aneh setelah tidak lagi memegang jabatan kekuasaan, termasuk misalnya gemar mengkritik pemerintahan yang kadang malah nampak berlebihan dan sok reformis. Pre-Power Syndrome diistilahkan untuk orang yang sebelum berkuasa begitu gemar memromosikan diri untuk meraih

(19)

kekuasaan. Sedangkan In-Power Syndrome adalah gambaran bagi orang yang sebelum berkuasa perilaku dan ucapannya seperti ‘orang bener’, tapi ketika berkuasa ia mulai lupa diri dan mati-matian mempertahankan kekuasaannya dengan cara apapun. Yang jelas, apapun jenisnya, penyakit tersebut bertujuan menggerogoti individu dengan iming-iming kekuasaan, hingga pada akhirnya, dia menjadi ‘budak’ atau tawanan kekuasaan. Ada satu contoh menarik berkisar tentang penyakit kekuasaan yang bersumber dari negeri seberang. Tersebutlah seorang profesor sejarah dari Harvard University bernama Henry Kissinger. Dulu, sebelum diangkat presiden Richard Nixon menjadi penasehat pemerintah dan ketua NSC (National Security Council), dia adalah sosok yang selalu mengkritik pemerintah. Nah, ketika dia memangku jabatan tersebut di atas, dia pun mulai membela pemerintah. Setelah itu, Nixon mempromosikannya menjadi menteri luar negeri. Maka bertambahlah pekerjaannya untuk membela setiap kebijakan pemerintah. Tetapi, begitu dia turun jabatan dan tak lagi menjadi orang pemerintahan, mulailah lagi dia kritis pada pemerintahan (Hal:144).

Penyakit atau sindrom kekuasan bisa terjadi di mana pun. Sindrom tersebut bukan monopoli salah satu atau beberapa tempat atau negara tertentu saja. Semua manusia mempunyai kemungkinan dan kelemahan untuk terjerumus ke dalam jurang itu. Bila sudah terkubang di sana, seseorang akan sulit untuk berkata jujur dan benar. Sebab dasar perbuatannya adalah subyektifitas semata untuk mencari dan atau memertahankan kekuasaan pribadi.

Di situlah pentingnya manusia untuk senantiasa waspada. Maka ada baiknya bila setiap orang mengamalkan uzlah-nya Imam Ghazali. Uzlah di sini bukan berarti menyepi atau bertapa, melainkan mengambil jarak dari persolan yang mengitari, agar mampu melihat keadaan yang sesungguhnya secara obyektif. Dalam islam, shalat dimulai dengan takbiratul ihram dan ketika mengucap “Allahu Akbar”, seorang muslim harus fokus dan konsentrasi hanya pada Allah SWT, yang berarti meninggalkan

(20)

segala hal di sekelilingnya. Di sinilah uzlah, melupakan semua hal yang mengandung beragam kepentingan pribadi atau golongan, menuju ke satu titik mutlak, kebenaran sejati, agar dari sana mendapat petunjuk yang lurus. Serupa salah satu do’a dalam bacaan shalat “Ihdina al-shirat al mustaqim (Tunjukanlah kami (Ya Allah) ke jalan yang lurus)”.

***

Nurcholish Madjid adalah seorang intelektual kondang dan jenius asal kota santri, Jombang. Selain dikenal sebagai agamawan alumnus pondok pesantren Gontor, dia juga tercatat sebagai lulusan Chicago University. Melihat almamaternya, khalayak seharusnya tak perlu heran jika pria yang lebih akrab dipanggil Cak Nur ini memiliki daya jelajah analisa yang jauh di atas rata-rata.

Buku Atas Nama Pengalaman Beragama dan Berbangsa di Masa

Transisi ini sudah menjalani dua kali cetak. Sebelum catakan

kedua di awal tahun 2009, buku ini sudah cetak di 2002. Buku ini boleh dibilang merupakan hasil ketekunan beberapa orang yang dengan sukarela menukil-sarikan dialog-dialog selepas shalat Jum’at antara Cak Nur dan jamaah di masjid Yayasan Paramadina. Orang-orang yang berjasa itu di antaranya adalah: Iwan Himmawan, Syamsul Muin, dan Yayan Hendrayani.

Dialog-dialog jumat yang terjadi dilakukan dengan sangat bersahaja. Artinya, segala konsep pemikiran Cak Nur yang disampaikannya saat diskusi, sangatlah erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, khususnya dengan isu yang pada waktu itu berkembang. Meski demikian, Cak Nur juga kerap menyinggung sejarah-sejarah, baik yang sifatnya umum sampai yang berlatar khusus perorangan.

Cak Nur sempat membahas sekaligus menganalisa tentang Bung Karno (Hal: 131). Bahwasannya Bung Karno adalah seorang priyayi karena anak seorang raden dan beribu bangsawan Bali. Dia adalah putra Blitar sehingga unsur jawa tidak boleh

(21)

dilepaskan bila ingin menelaah kepribadiannya secara kultur-sentris. Dia dibesarkan di Surabaya, sempat dititipkan pada HOS Cokroaminoto dan sempat pula mengenyam pendidikan di suatu sekolah eropa. Kebetulan, pada jaman Proklamator itu beranjak dewasa, Marxisme sedang didengungdengungkan.

Bertolok dari berbagai fakta historis tersebut, maka tak heran jika banyak jargon atau falsafah Bung Karno yang dipetik dari hikayat pewayangan jawa. Tak usah heran pula bila dia menjadi Marxis tapi sekaligus tulus pada Islam. Dan tak perlu merasa aneh ketika dia dengan yakin memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa banyak persiapan, hanya bermodal nekad, salah satu karakteristik orang Surabaya. Bondo nekad, BONEK!.—

Buku

Judul : Atas Nama Pengalaman Beragama dan Berbangsa di Masa Transisi (Kumpulan dialog Jum’at di Paramadina)

Penulis : Nurcholish Madjid Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta

Tahun : Cetakan kedua, Januari 2009 Tebal : xii + 231 Halaman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggantian sebagian tepung terigu dengan tepung jagung dalam pembuatan nugget sampai 30% tidak berpengaruh nyata

Unit ini telah direkayasa dan diciptakan untuk memastikan keamanan pribadi Anda, namun penggunaan yang tidak benar dapat menyebabkan terjadinya sengatan listrik atau bahaya

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “Terdapat perbedaan biomassa perifiton pada substrat keramik antara hulu, tengah, dan hilir Sungai Salo”..

bahwa dari hatilah timbul segala keinginan baik jahat maupun baik. Bahkan seorang Teolog bernama Yohanes Calvin juga mengatakan bahwa kehidupan manusia

Sistem ini sebaiknya tidak digunakan lagi karena banyak memiliki keterbatasan. Tanggung jawab besar dibebankan pada perawat untuk menginterpretasi order dan

memvonis orang lain keluar dari Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah- masalah furu termasuk bid'ah dan penyimpangan yang tidak boleh dilakukan.. Sikap seperti itu sangat

Untuk memperbaiki tingkat kecerahan kontras citra, beberapa metode telah dilakukan seperti Fast Hue and Range Preserving Histogram Equalization Specification yang meliputi

Emisitas thermal adalah ukuran kemampuan suatu permukaan untuk melepaskan panas atau memancarkan radiasi bergelombang panjang (infrared), dimana semakin tinggi