• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SILSILAH TETUA, SIFAT KELAHIRAN KEMBAR,

PARITAS DAN PERFORMANS PRODUKSI SAPI INDUK

MELAHIRKAN KEMBAR DAN TURUNANNYA DI PROVINSI

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, JAWA TENGAH,

JAWA TIMUR DAN KALIMANTAN SELATAN

(Pedigree, Twinning Trait, Parity, and Production Performance of Twinning

Cow and its Offspring in the Province of Daerah Istimewa Yogyakarta,

Central Java, East Java and South Kalimantan)

DIAN RATNAWATI,L.AFFANDHY danMARIYONO

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No 2, Grati, Pasuruan 67184

ABSTRACT

Supporting PSDSK, there many effort to increasing population of beef cattle. One of the solutions is twinning. The purpose of this research is showing information of twinning in beef cattle, including: pedigree, twinning trait, parity and production performance of twinning cow and its offspring. The research was done by survey to location of twinning cattle in four province, there are: South Kalimantan (Hulu Sungai Tengah), East Java (Probolinggo, Pasuruan, Lamongan, Tuban dan Situbondo), Central Java (Pati dan Blora) dan DIY (Bantul, Kota, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul). The number of twinning cattle was observed from  40 heads in each province. Research activities include interviews and direct observation of the production performance of twinning cow and its offspring. The parameters observed included: pedigree, twinning trait, parity and production performance of twinning cow and its offspring. Data were analyzed descriptively. The results were: pedigree of twin cow from the four provinces showed that in East Java, Central Java and South Kalimantan, dominated by PO cow. Meanwhile in the province of DIY crossbred cow was more dominant (F2 and F3). As for the father of twinning cow in South Kalimantan province cows was more dominant PO and in three other provinces crosses cows (Bos taurus) was more dominant. The rate incident of twin male-male (21 – 34%) and female-male-female-male (15 – 45%) and male-male-female-male twin births reached 32 – 50%. Parity birth of twins in the four provinces varied, namely the highest in the province of Yogyakarta at the parity 1 (26%), Central Java at the parity 1 (40.5%), South Kalimantan on the second parity (27.5%) and East Java at the parity 2 and > 8 reached 19.2%. The average body weight of the parent cattle twins is 324.2 to 371.8 kg with an average SKT in the range of 4.6 to 6.1. The average of body weight of twins offspring: preweaning (< 1 year) 103.6 to 132.4 kg, postweaning (1 – 2 years) 147.3 to 231 kg and age > 2 years was 268.9 to 319.1 kg.

Key Words: Pedigree, Type, Parity, Production, Cattle Twinning

ABSTRAK

Dukungan terhadap PSDS Kementerian Pertanian telah dilakukan dengan berbagai usaha peningkatan populasi sapi potong. Salah satu yang dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut adalah kelahiran kembar. Tujuan penelitian ini adalah menampilkan informasi tentang kelahiran kembar pada sapi potong meliputi silsilah tetua, sifat, paritas dan performans produksi sapi induk PO beranak kembar dan turunannya. Penelitian dilakukan secara survei ke berbagai lokasi sapi potong induk beranak kembar dan turunannya di empat Provinsi, yaitu Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Tengah), Jawa Timur (Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lamongan, Tuban dan Situbondo), Jawa Tengah (Kabupaten Pati dan Blora) dan DIY (Bantul, Kota, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul). Jumlah sapi induk beranak kembar yang diobservasi setiap provinsi sejumlah  40 ekor. Pelaksanaan kegiatan penelitian meliputi wawancara dan pengamatan secara langsung performans produksi sapi-sapi induk beranak kembar dan turunannya. Parameter yang diamati meliputi: silsilah tetua, sifat kelahiran kembar, paritas kelahiran kembar dan performans produksi induk beranak kembar dan turunannya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil yang didapat adalah: silsilah

(2)

induk lebih dominan sapi PO. Sedangkan di Provinsi DIY induk lebih dominan sapi silangan (F2 dan F3).

Sedangkan untuk bapak (tetua jantan) dari turunan kembar di Provinsi Kalimantan Selatan lebih dominan sapi PO dan tiga provinsi lainnya lebih dominan sapi silangan (Bos taurus). Tingkat kejadian kembar jantan-jantan mencapai 21 – 34% dan betina-betina 15 – 45%, sedangkan jumlah kelahiran kembar jantan-betina mencapai 32 – 50%. Paritas kelahiran kembar di empat provinsi bervariasi, yaitu tertinggi di Provinsi DIY pada paritas ke-1 (26%), Jawa Tengah paritas ke-1 (40,5%), Kalimantan Selatan paritas ke-2 (27,5%) dan Jawa Timur paritas ke-2 dan  8 mencapai 19,2%. Rataan bobot badan sapi induk beranak kembar adalah 324,2 – 371,8 kg dengan SKT rata-rata dalam kisaran 4,6 – 6,1. Bobot badan turunan kembar diantaranya: prasapih (< 1 tahun) rataannya antara 103,6 – 132,4 kg, pascasapih (1 – 2 tahun) rataannya antara 147,3 – 231 kg dan untuk umur > 2 tahun rataan bobot badannya adalah 268,9 – 319,1 kg.

Kata Kunci: Silsilah, Sifat, Paritas, Produksi, Sapi Kembar

PENDAHULUAN

Dukungan terhadap PSDS Kementerian Pertanian telah dilakukan dengan berbagai usaha peningkatan populasi sapi potong. Namun demikian pada saat ini laju pemotongan ternak ruminansia jauh melebihi laju pertumbuhan populasi sehingga sangat berdampak pada penurunan jumlah populasi ternak nasional. Salah satu yang dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut adalah kelahiran kembar. Namun demikian kejadian kelahiran kembar pada sapi potong jarang terjadi yaitu tidak lebih dari 1% dari total kelahiran. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri dalam dunia sapi potong. Penyebabnya adalah tingkat penurunan sifatnya yang rendah (7 – 11%) dan dibutuhkannya waktu yang lama untuk seleksi sehingga didapatkan sapi-sapi berpotensial untuk melahirkan kembar. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor umur ternak dan paritas kelahiran. Minimnya kelahiran kembar pada sapi potong menjadi alasan gencarnya penelitian untuk menghasilkan kejadian kembar, diantaranya dengan manipulasi hormonal dengan teknik superovulasi.

Hasil dari kelahiran kembar pada sapi potong dapat bersifat identik maupun tidak. Bersifat identik apabila berasal dari sel telur yang sama dan bersifat tidak identik apabila berasal dari telur yang berbeda atau jumlah telur yang dibuahi lebih dari satu. Jenis kelamin sapi kembar beragam, diantaranya kembar jantan-jantan, jantan-betina atau betina-betina. Kembar jantan-betina berpotensi menghasilkan keturunan dengan sifat freemartin, yaitu organ reproduksinya tidak berkembang.

Sejauh ini informasi yang berkaitan dengan kelahiran kembar pada sapi potong sangat terbatas. Diperlukan sumber informasi tentang kelahiran kembar tersebut sehingga dapat menjadi sumber data (database/acuan) bagi pelaku dunia peternakan terkait dengan sapi kembar (twinning). Tujuan penelitian ini adalah menampilkan informasi tentang kelahiran kembar pada sapi potong meliputi silsilah tetua, sifat, paritas dan performans produksi sapi induk PO beranak kembar dan turunannya.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan secara survei ke berbagai lokasi sapi potong induk beranak kembar dan turunannya di empat provinsi, yaitu Kalimantan Selatan (Hulu Sungai Tengah), Jawa Timur (Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lamongan, Tuban dan Situbondo), Jawa Tengah (Kabupaten Pati dan Blora) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Bantul, Kota, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul). Jumlah sapi induk beranak kembar yang diobservasi setiap provinsi sejumlah  40 ekor.

Penentuan lokasi dan responden di setiap provinsi berdasarkan data sekunder sapi potong induk beranak kembar dan turunannya dari informasi dinas terkait (Dinas Peternakan/ BPTP/kelompok peternak). Pelaksanaan kegiatan penelitian meliputi wawancara dan pengamatan secara langsung performans produksi sapi-sapi induk beranak kembar dan turunannya. Parameter yang diamati meliputi: silsilah tetua, sifat kelahiran kembar, paritas kelahiran kembar dan performans produksi induk beranak kembar dan turunannya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil survei tentang silsilah tetua, kejadian kelahiran kembar dan paritas induk melahirkan kembar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim) dan Kalimantan Selatan (Kalsel) tertera pada Tabel 1.

Silsilah sapi kembar yang berasal dari empat provinsi menunjukkan bahwa di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan induk lebih dominan sapi PO, yaitu sejumlah 61,5; 73,8 dan 87,5%. Sedangkan di Provinsi DIY induk kembar lebih dominan sapi silangan PO dengan Simental/Limousin/Angus (F2 dan F3) yaitu sebesar 90%. Sedangkan untuk bapak dari turunan kembar di Provinsi Kalimantan Selatan lebih dominan sapi PO (75%), sedangkan tiga provinsi lainnya lebih dominan sapi silangan (DIY 92%, Jawa Timur 65,4% dan Jawa Tengah 54,8%). Jenis kelahiran kembar yang terjadi di Provinsi DIY, Jateng, Jatim dan Kalsel tertera pada Tabel 2.

Kelahiran kembar sangat beragam yaitu kembar dua atau tiga. Sebagian besar (> 90%) kejadian kembar di empat provinsi adalah kembar dua, namun terdapat sejumlah kejadian adalah kembar tiga (< 10%). Sebagian besar kembar yang terjadi adalah kembar jantan (21 – 34%) atau betina (15 – 45%). Kelahiran kembar dua atau kelahiran ganda pada sapi dapat terjadi dari satu ovum yang membelah. Kembar dua macam ini disebut kembar monozigotik atau identik; mereka memiliki jenis kelamin sama dan sering serupa. Kembar monozigotik tingkat kejadiannya kurang dari

10% dari semua kejadian kembar yang ada (KOMISAREK dan DORYNEK, 2002). Kembar

dizigotik atau kembar dua fraternal dihasilkan oleh 2 telur yang sudah diovulasikan dan dibuahi kedua-duanya. Jumlah kelahiran kembar jantan-betina di empat provinsi berkisar antara 32 – 50%. Kembar jantan-betina memberikan peluang terjadinya freemartinisme.

Freemartin merupakan suatu kondisi yang

menggambarkan infertilitas dari sapi betina yang dilahirkan kembar dengan jantan.

SALISBURY dan VAN DEMARK (1985)

menyatakan bahwa seekor anak betina yang lahir kembar dengan anak jantan umumnya steril dan disebut freemartin. Tingkat kejadiannya mencapai 82,5% (ZANG et al., 2004), sedangkan menurut PRIHATNO (2004) mencapai 92% dari total kejadian kembar jantan-betina

.

Kejadian freemartin disebabkan karena pada waktu perkembangan embrio atau pada fase organogenesis mengalami abnormalitas, hal ini kemungkinan disebabkan karena: migrasi hormon jantan (dari testes pedet jantan) melalui anastomose pembuluh darah ke pedet betina. Sebagai akibatnya adalah terganggunya fase organogenesis pada pedet betina. Selain itu, hormon jantan tersebut akan mempengaruhi/memicu perkembangan organ jantan. Akibatnya hewan betina yang freemartin selain organ betina tidak berkembang, juga ditemukan organ jantan. Kemungkinan yang lain adalah terjadinya intersexuality (kelainan kromosom). Gejala sapi yang mengalami

freemartin: pada sapi betina tampak kejantanan

seperti tumbuh rambut kasar di sekitar vulva,

Tabel 1. Silsilah tetua induk melahirkan kembar di Provinsi DIY, Jateng, Jatim dan Kalsel

Provinsi Silsilah sapi kembar

DIY Jateng Jatim Kalsel Bangsa bapak/tetua jantan (%)

PO 8 45,2 34,6 75

Silangan*) 92 54,8 65,4 25 Bangsa induk (%)

PO 10 73,8 61,5 87,5

Silangan*) 90 26,2 38,5 12,5 Provinsi DIY (Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kota); Provinsi Jateng (Kabupaten Pati dan Blora); Provinsi Kalsel (Hulu Sungai Tengah) dan Provinsi Jatim (Kabupaten Probolinggo, Tuban, Pasuruan, Lamongan dan Situbondo);*) Simmental, Limousin dan Angus

(4)

Tabel 2. Sifat dan paritas kelahiran kembar induk melahirkan kembar di Provinsi DIY, Jateng, Jatim dan

Kalsel

Provinsi Sifat dan paritas kelahiran kembar

DIY Jateng Kalsel Jatim Kejadian kembar dua (%) 98 92,9 92,5 90,4

Identik jantan 34 25 22,5 21,2 Identik betina 26 15 40 44,2 Non-identik jantan - 5 - - Non-identik betina - 5 - - Jantan-betina 40 50 42,5 32,7 Kejadian kembar tiga (%) 2 7,1 7,5 9,6 Paritas**) Pertama 26 40,5 7,5 5,8 Kedua 24 19 27,5 19,2 Ketiga 24 16,7 25 25 Keempat 20 7,1 17,5 17,3 Kelima 8 2,4 5 11,5 Keenam 2 0 10 1,9 Ketujuh 0 4,8 2,5 5,8 > Kedelapan 0 2,4 5 19,2 Provinsi DIY (Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kota), Provinsi Jateng (Kabupaten Pati dan Blora), Provinsi Kalsel (Hulu Sungai Tengah) dan Provinsi Jatim (Kabupaten Probolinggo, Tuban, Pasuruan, Lamongan dan Situbondo),*) Simmental, Limousin dan Angus , **) Periode kelahiran kembar.

pinggul yang ramping, saluran genital yang kecil dengan himen persisten, ovaria mengalami hipoplastik, juga ditemukan organ jantan yaitu glandula vesikularis di sekitar korpus uteri. Sapi tersebut biasanya anestrus sehingga disarankan untuk penggemukan kemudian dipotong. Diketahui bahwa kualitas karkas pada betina

freemartin lebih baik daripada betina normal

(GREGORY et al., 1996).

Praktek-praktek peternakan yang baik menjadi faktor utama terhadap kejadian kembar, demikian juga dengan lingkungan. Tanpa memperhitungkan nilai heritabilitas, paritas berpengaruh terhadap kejadian kembar. Paritas kelahiran kembar di empat provinsi bervariasi, yaitu tertinggi di Provinsi DIY pada paritas ke-1 (26%), Jawa Tengah paritas ke-1 (40,5%), Kalimantan Selatan paritas ke-2 (27,5%) dan Jawa Timur paritas ke-2 dan  8 mencapai 19,2% (Tabel 3). Secara garis besar hasil yang diperoleh menunjukkan persentasi kejadian kembar menurun seiring dengan peningkatan paritas kelahiran, kecuali di

Provinsi Jawa Timur. Hasil tersebut berbeda dengan pernyataan CADY dan VAN VLECK

(1978) bahwa 1% kejadian kembar terjadi pada paritas 1 dan 6% terjadi pada paritas 3. Tingkat kejadian kembar yang kecil terjadi pada paritas kelahiran yang kecil, demikian juga sebaliknya. Hal ini berhubungan langsung dengan umur induk dan kemampuan induk untuk mempertahankan kebuntingan kembar. DAVIS et al. (1989) menyatakan bahwa umur induk tidak berpengaruh terhadap kejadian kembar, namun frekuensi kejadian kembar meningkat seiring dengan peningkatan umur induk dan paritas kelahiran.

Berikut ini merupakan tampilan Performans produksi induk setelah melahirkan kembar dan turunannya di Provinsi DIY, Jateng, Jatim dan Kalsel

.

Tabel 3 menunjukkan rataan berat dan skor kondisi tubuh sapi induk yang beranak kembar maupun turunannya di Provinsi DIY, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Jawa Timur. Pengamatan performans kondisi tubuh induk meliputi bobot badan dan skor kondisi

(5)

Tabel 3. Performans produksi induk setelah melahirkan kembar dan turunannya di Provinsi DIY, Jateng,

Jatim dan Kalsel

Provinsi Parameter

DIY Jateng Jatim Kalsel Induk

Umur induk I2 – I4 I2 – I4 I2 – I4 I2 – I4 Berat badan induk (kg) 344,2 ± 49,7 371,8 ± 39,6 324,2 ± 51,5 327,7 ± 64,8 SKT induk 5,4 ± 0,9 6,1 ± 0,8 5,5 ± 0,8 4,6 ± 1,1 Turunan kembar (kg)

Berat pedet prasapih*) 120,3 ± 38,7 132,4 ± 48,8 103,6 ± 23,3 - Berat pedet lepas sapih**) 168,6 ± 23,0 231 ± 52,1 190,2 ± 27,7 147,3 ± 40,6 Berat dara***) 319,1 ± 27,8 268,9 - 269,8 ± 14,7 Berat jantan muda - - 189,1 ± 1,9 - Berat induk 371,8 ± 39,6 344,2 ± 49,7 324,2 ± 51,5 327,7 ± 64,8 Berat induk bunting 384,6 ± 74,8 414,5 ± 37,4 357,8 ± 46,5 - Provinsi DIY (Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dan Kota), Provinsi Jateng (Kabupaten Pati dan Blora), Provinsi Kalsel (Hulu Sungai Tengah) dan Provinsi Jatim (Kabupaten Probolinggo, Tuban, Pasuruan, Lamongan dan Situbondo);*) < umur 1 tahun, **) umur > 1 s/d 2 tahun, *** > 2 tahun

tubuh. Pada empat lokasi survei, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY dan Kalimantan Selatan diperolah hasil bahwa SKT induk rata-rata dalam kisaran 4,6 – 6,1. Selain itu juga ditampilkan bobot badan pedet kembar dalam suatu ukuran waktu (prasapih (< 1 tahun), pascasapih (1 – 2 tahun), > 2 tahun). Skor Kondisi Tubuh induk tersebut menunjukkan bahwa nutrisi bagi induk sudah cukup terpenuhi. Tercukupinya nutrisi induk sangat penting untuk ketahanan pedet kembar (survival life), karena kebutuhan susu untuk pedet akan terpenuhi/cukup. Daya tahan pedet sangat erat kaitannya dengan kejadian distokia, daya tahan pedet semakin menurun apabila kelahirannya melalui proses yang sulit (induk mengalami distokia). Pedet yang dilahirkan dari kelahiran tunggal memiliki daya tahan lebih besar daripada pedet yang dilahirkan dari kelahiran kembar. Tipe kelahiran sangat penting untuk semua sifat pertumbuhan kecuali Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH). Pedet dari kelahiran tunggal mempunyai bobot lahir yang lebih berat 10 kg daripada pedet dari kelahiran kembar, pedet jantan bobot badan lahir lebih besar dan lebih cepat berkembang (ECHTERNKAMP dan GREGORY, 2002).

KESIMPULAN

Silsilah sapi kembar dari keempat provinsi menunjukkan bahwa di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan induk lebih dominan sapi PO. Sedangkan di Provinsi DIY induk lebih dominan sapi silangan (F2 dan F3). Sementara itu untuk bapak dari turunan kembar di Provinsi Kalimantan Selatan lebih dominan sapi PO dan tiga provinsi lainnya lebih dominan sapi silangan (Bos taurus).

Sebagian besar kejadian sapi kembar adalah kembar identik jantan (21 – 34%) atau betina (15 – 45%). Jumlah kelahiran kembar jantan-betina mencapai 32 – 50%. Paritas kelahiran kembar di empat provinsi bervariasi, yaitu tertinggi di Provinsi DIY pada paritas ke-1 (26%), Jawa Tengah paritas ke-1 (40,5%), Kalimantan Selatan paritas ke-2 (27,5%) dan Jawa Timur paritas ke-2 dan > 8 mencapai 19,2%.

Rataan bobot badan sapi induk beranak kembar adalah 324,2 – 371,8 kg dengan SKT rata-rata dalam kisaran 4,6 – 6,1. Bobot badan turunan kembar diantaranya: prasapih (< 1 tahun) rataannya antara 103,6 – 132,4 kg, pascasapih (1 – 2 tahun) rataannya antara 147,3 – 231 kg dan untuk umur > 2 tahun rataannya

(6)

DAFTAR PUSTAKA

CADY, R.A. and L.D. VAN VLECK. 1978. Factors affecting twinning and effects of twinning on Holstein Dairy Cattle. J. Anim. Sci. (46): 950 – 956.

DAVIS, M.E., W.R. HARVEY, M.D. BISHOP and W.W. GEARHEART. 1989. Use of embryo transfer to induce twinning in beef cattle: embryo survival rate, gestation length, birth weight and weaning weight of calves. J. Anim. Sci. 67: 301 – 310.

ECHTERNKAMP, S.E. and K.E. GREGORY. 2002. Reproductive growth, feedlot and carcass raits of twin vs. single births in cattle. J. Anim. Sci. 80(E. Suppl. 2): E64 – E73.

GREGORY K.E., S.E. ECHTERNKAMP, and L.V. CUNDIFF. 1996. Effects of twinning on dystocia, calf survival, calf growth, carcass traits, and cow productivity. J. Anim. Sci. 74: 1223 – 1233.

KOMISAREK, J. and Z. DORYNEK. 2002. Genetic aspects of twinning in cattle. J. Appl. Genet. 43(1): 55 – 68.

PRIHATNO, S.A. 2004. Infertilitas dan Sterilitas. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. SALISBURY, G.W. dan N.L. VAN DEMARK. 1985.

Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Diterjemahkan oleh: DJANUAR, R., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ZHANG, T.Q., L.C. BUOEN, B.E. SEGUIN, G.R. RUTH

and A.F. WEBER. 1994. Diagnosis of freemartinism in cattle: the need for clinical and cytogenetic evaluation. J. Am. Vet. Med. Assoc. 204(10): 1672 – 1675.

Gambar

Tabel 2.  Sifat  dan  paritas  kelahiran  kembar  induk  melahirkan  kembar  di  Provinsi  DIY,  Jateng,  Jatim  dan  Kalsel
Tabel  3.  Performans  produksi  induk  setelah  melahirkan  kembar  dan  turunannya  di  Provinsi  DIY,  Jateng,  Jatim dan Kalsel

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian ekstrak etanol kulit manggis (Garcinia mangostana) peroral menghambat penurunan testosteron total pada tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan yang dipapar

Menurut Ramaiah (2006) bahwa salah satu cara yang sangat efektif untuk mencegah nyeri disminore adalah melakukan aktifitas olahraga. Beberapa latihan dapat meningkatkan

Sistem transaksi yang diterapkan antara kedua anggota tersebut adalah non cash dengan pemberian surat tagihan oleh Tani Sejahtera Farm kepada kedua ritel sementara beras

Secara umum kebijakan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Tual dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan Peradilan Tingkat Pertama, baik yang

M.Ag, selaku Ketua Jurusan Fakultas Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang sekaligus menjadi Dosen Pembimbing Skripsi yang telah sabar dalam

Sehubungan dengan keputusan Mata Acara Rapat Ketiga sebagaimana tersebut di atas, dimana Rapat telah memutuskan untuk dilakukan pembayaran dividen tunai kepada pemegang saham

Bidang Pendaftaran, Ekstensifikasi, dan Penilaian mempunyai tugas melaksanakan bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pendaftaran, melaksanakan bimbingan

Adanya galur mutan yang memiliki kadar gula batang lebih manis dibandingkan tetua, hal ini terlihat bahwa perlakuan radiasi gamma dapat memperbaiki sifat gula batang