• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAPI PERAH DI LUAR PULAU JAWA. (Dairy Farming Development Program Outside Java Island)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAPI PERAH DI LUAR PULAU JAWA. (Dairy Farming Development Program Outside Java Island)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

PROGRAM PENGEMBANGAN BUDIDAYA SAPI PERAH DI LUAR PULAU JAWA

(Dairy Farming Development Program Outside Java Island)

Endang Romjali' dan Titi Eko2 ' Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Jl. Raya Pajajaran Kav E-59 Bogor romjali a@yahoo.com

z Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan ABSTRACT

Dairy farm in Indonesia is still dominated by small-scale farm holdings. The development of dairy in Indonesia currently not as expected, which the milk production in the country is still far below needed. About 30% of the milk needed come from in the country and the rest from imports. In general dairy cattle population increasing every year, from 457,577 head in 2008 increased to 603,852 head in 2011. Dairy development outside Java is one alternative to increase the population and the national milk production. Land and feed resources, especially outside Java is very supportive. Dairy development includes providing breeding stocks, production, milk handling, marketing and other institutions including the capital. Step Strategic Development of Dairy Cattle Agribusiness in outside Java are: a) increasing milk production (increasing the number of ownership, improving the genetic quality of cows, the application of Good Farming Practices, facilitation mini feed mill in cooperatives, facilitating accessibility integration

model), b) improvement of milk quality (technical application of sanitary hygiene, facilitation of the provision of equipment); c) fostering business efficiency through dissemination of dairy technology, product diversification, d) livestock institutional development (capital facilitation, increasing the role of group/cooperative dairy, increasing absorptive capacity of the domestic market).

Key words: Dairy cattle, outside Java

(2)

ABSTRAK

Peternakan sapi perah di Indonesia saat ini masih didominasi oleh peternakan dengan skala kepemilikan kecil. Perkembangan persusuan di Indonesia saat ini belum sesuai yang diharapkan, dimana produksi susu dalam negeri masih jauh dibawah kebutuhan. Tercatat sekitar 30% dari susu yang dibutuhkan dipasok dari dalam negeri dan sisanya masih dipenuhi dari impor. Secara umum populasi sapi perah meningkat setiap tahunnya, dari 457.577 ekor tahun 2008 menjadi 603.852 ekor pada tahun 2011. Pengembangan sapi perah di luar Jawa merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan populasi dan produksi susu nasional. Sumberdaya terutama lahan dan pakan di luar Jawa sangat mendukung. Pengembangan sapi perah antara lain meliputi: penyediaan bibit, produksi, penanganan susu, pemasaran, dan kelembagaan termasuk permodalan. Langkah Strategis Pembangunan Agribisnis Sapi Perah di Luar Jawa, antara lain: a) peningkatan produksi susu (peningkatan jumlah kepemilikan, peningkatan mutu genetik sapi, penerapan Good Farming Practices, fasilitasi pabrik pakan mini di koperasi, fasilitasi aksesibilitas model integrasi); b) peningkatan kualitas susu (penerapan teknis hygiene sanitasi, fasilitasi penyediaan sarana peralatan); c) pembinaan efisiensi usaha melalui disseminasi teknologi sapi perah dan diversifikasi produk; d) pembinaan kelembagaan peternakan (fasilitasi permodalan, peningkatan peranan kelompok/ koperasi susu, peningkatan daya serap pasar domestik).

Kata Kunci: Sapi perah, luar Jawa

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu sumber protein hewani, susu kian dibutuhkan dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sejalan dengan itu untuk memenuhi kebutuhan akan susu yang berasal dari ternak perah khususnya sapi perah diperlukan adanya upaya peningkatan baik dalam populasi maupun produktivitas ternak perah yang ada di

(3)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

I ndonesia. Untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi perah diperlukan berbagai hal antara lain bibit, pakan, manajemen pemeliharaan, pengendalian penyakit serta kelembagaan termasuk pemasaran hasil.

Peternakan sapi perah di Indonesia saat ini masih didominasi oleh peternakan rakyat yang dikelola dalam skala kecil, populasi tidak terstruktur serta belum adanya program pemuliaan yang terarah. Hanya sebagian kecil dari populasi sapi perah yang berada di perusahaan sapi perah dengan skala usaha yang besar telah memiliki sarana dan prasana lebih baik dengan manajemen pengelolaan serta pemasaran hasil sudah berjalan baik. Usaha sapi perah di peternakan rakyat secara umum telah bergabung dalam koperasi peternak sapi perah untuk membantu peternak dalam pemasaran susu dan kemudahan dalam penyediaan sarana produksi. Namun demikian usaha sapi perah di tingkat peternak sampai saat ini masih belum menggairahkan. Hal ini disebabkan masih rendahnya harga jual susu di tingkat perternak yang tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan meskipun secara umum peternak tidak menghitung biaya tenaga kerja untuk usahanya. Dengan demikian salah satu upaya untuk meningkatkan produksi susu nasional adalah dengan meningkatkan pendapatan

peternak. Dengan peningkatan pendapatan para peternak sapi perah tersebut, diharapkan peternak akan Iebih mampu untuk mengembangkan usahanya sehingga berdampak

(4)

terhadap peningkatan produksi susu nasional (KUSNADI dan JUARINI, 2007).

Pengembangan sapi perah harus dimulai dengan upaya perbaikan dalam penyediaan bibit sapi perah yang baik. Perbaikan perbibitan sapi perah di Indonesia perlu dilakukan untuk menghasilkan sapi perah bibit yang sesuai dengan kondisi I ndonesia setempat (DITJEN PKH, 2012). Pengembangan pembibitan sapi perah memiliki potensi yang cukup besar dalam rangka mengurangi ketergantungan impor susu maupun impor bibit sapi perah. Untuk itu pemerintah berkewajiban membina dan menciptakan iklim usaha yang mendukung usaha pembibitan sapi perah sehingga dapat memproduksi bibit ternak untuk memenuhi kebutuhan jumlah dan mutu sesuai standar, disamping pemberian fasilitas bagi peningkatan nilai tambah produk bibit seperti pemberian sertifikat (ANONIMUS, 2006). Perbaikan tersebut dapat dilakukan diawali dengan membentuk mekanisme recording melalui lembaga-lembaga terkait, penentuan semen dari pejantan teruji serta kerjasama antar institusi terkait agar hasil yang diperoleh dapat memperbaiki persusuan nasional secara lebih signifikan (TALIB et al., 2001)

Berbagai upaya pengembangan sapi perah telah dilakukan termasuk upaya-upaya dalam meningkatkan pendapatan usaha bagi peternak. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha sapi perah antara lain

(5)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

keterbatasan lahan usaha yang tersedia. Seperti diketahui saat ini usaha sapi perah masih terkonsetrasi di pulau Jawa dengan lahan usaha yang sudah terbatas. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap ketersediaan bahan pakan terutama hijauan untuk sapi. Kenyataan saat ini untuk pemenuhan kebutuhan sebagian bahan pakan tambahan untuk sapi sudah didatangkan dari luar Jawa.

Pengembangan usaha sapi perah di luar Jawa tentunya membutuhkan dukungan diberbagai aspek baik itu sarana prasarana juga termasuk aspek pemasaran susu yang mana saat ini pasar untuk susu khususnya susu segar masih terkonsentrasi di Jawa. Sampai saat ini sudah dilakukan upaya pendampingan untuk pengembangan usaha peternakan sapi perah di luar Jawa.

Dalam makalah ini dibahas tentang program clan kebijakan pengembangan usaha peternakan sapi perah di luar pulau Jawa

KONDISI PERSUSUAN NASIONAL SAAT INI

Perkembangan persusuan di Indonesia saat ini belum sesuai dengan yang diharapkan, dimana sampai saat ini produksi susu dalam negeri masih jauh dibawah kebutuhan tercatat sekitar 30% dari kebutuhan susu dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Secara umum populasi sapi perah yang ada terjadi kenaikan setiap tahunnya dari sebanyak 457.577 ekor tahun 2008 meningkat menjadi 135

(6)

603.852 ekor pada tahun 2011. Populasi tersebut sebagian besar berada di peternak kecil dengan skala kepemilikan rata-rata 2 - 3 ekor dengan produksi susu rata-rata 10 liter/ekor/hari. Lebih dari 95% populasi sapi perah nasional terdapat di pulau Jawa dengan sebaran di Jawa Barat dan DKI (23,9%), Jawa Tengah dan DIY (25,7%) dan Jawa Timur (49,6%) (DITJEN PKH, 2011). Produksi susu segar dalam negeri (SSDN) saat ini sebagian besar (80%) diserap oleh industri susu anggota IPS dan sisanya 20% diserap oleh industri susu non IPS, kebutuhan pedet dan konsumen langsung. Produksi SSDN sebesar 925 ribu ton hanya mampu memenuhi sekitar 30% kebutuhan Nasional dan sisanya diimpor sebanyak 132,874 ribu ton setara susu segar. Walaupun demikian konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia saat ini masih sekitar 11,1 kg/per kapita/tahun (setara susu segar) masih jauh berada di bawah konsumsi rata-rata negara-negara tetangga yang telah mencapai rata-rata di atas 20 kg/perkapita/tahun. Dengan demikian kalau dihitung secara normal kebutuhan optimal konsumsi- susu nasional masih jauh lebih banyak lagi, sehingga upaya-upaya pengembangan persusuan perlu lebih ditingkatkan antara lain melalui pengembangan sapi di luar Jawa.

Dilihat dari mutu susu segar yang dihasilkan dalam negeri masih berada dibawah standar SNI khususnya untuk TPC yang seharusnya < 1 juta, rata-rata TPC 3 juta di Jawa

(7)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

Timur, 6 juta di Jawa Barat dan 9 juta di Jawa Tengah. Untuk Total Solid relatif dapat memenuhi standar ketentuan di atas

10%.

Harga pokok penjualan (HPP) SSDN ditingkat koperasi masih dirasakan rendah, yakni dibawah Rp. 3.000/liter. I ndustri pengolahan susu (IPS) saat ini membeli SSDN ditingkat koperasi sebesar Rp. 3.200 - Rp. 3.700/liter. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan, harga yang layak yang diterima peternak diharapkan minimal sekitar Rp 4.500/liter. Sementara kondisi yang ada umumnya peternak sapi perah dalam pemasaran susu segar masih sangat tergantung kepada IPS. Hal lain yang juga berpengaruh terhadap rendahnya harga susu yang dijual peternak antara lain belum efisiennya manajemen pengelolaan di sebagian besar koperasi/KUD yang menyebabkan tingginya cost

handling sehingga harga susu segar yang diterima peternak

belum mendapat keuntungan yang layak.

Berbagai pihak terkait perkembangan persusuan di dalam negeri, antara lain:

Pemerintah (Pusat & Daerah) •

Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) •

Koperasi Susu •

Industri Pengolahan Susu (IPS) •

Perguruan Tinggi & Lembaga Pendidikan •

Lembaga Penelitian •

Peternak Sapi Perah (Jawa & Luar Jawa)

(8)

PROGRAM PENGEMBANGAN SAPI PERAH Tujuan dan arch pengembangan

Pengembangan sapi perah antara lain ditujukan untuk: 1) meningkatkan populasi dan produksi susu sapi perah; 2) meningkatkan daya saing usaha melalui peningkatan skala usaha dan kualitas susu; 3) mengurangi ketergantungan kepada impor susu; 4) meningkatkan pendapatan peternak

(ANONIMUS. 2010). Sejalan dengan itu, sasaran strategis

budidaya ternak perah ini adalah:

1. Meningkatnya populasi sapi perah menjadi 697.534 ekor pada tahun 2014 (pertumbuhan rata-rata 9% pertahun), 2. Meningkatnya produksi susu dalam negeri dari sekitar

25% menjadi 50% pada tahun 2020 melalui peningkatan produktivitas ternak per ekor dari 10 liter/ekor/hari menjadi 15 liter/ekor/hari dan peningkatan skala usaha budidaya sapi perah menjadi 7 - 10 ekor/KK.

3. Menurunnya ketergartungan terhadap impor bahan baku susu dari 75 menjadi 50%.

4. Meningkatnya jumlah susu (dari 12 menjadi 20% dari jumlah peternak) yang memenuhi kriteria kualitas SNI. 5. Meningkatnya konsumsi susu perkapita diatas 20 liter/

kapita/tahun.

6. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak diatas UMR.

Untuk mencapai target jumlah sasaran populasi sapi perah, produksi susu serta konsumsi susu setiap tahunnya,

(9)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

telah disusun road map sapi perah seperti pada Gambar 1 dan 2. 0 Yu O 750 700 650 t E 600 _' 550 500 2010 2011 2012 Tahun

Gambar 1. Target populasi sapi perah tahun 2010

sampai dengan 2014 a .hun 2013 2014 697,5

Gambar 2. Sasaran produksi dan konsumsi susu

tahun 2010 sampai dengan 2014

Program aksi

Untuk mencapai target jumlah sasaran populasi sapi perah, produksi dan konsumsi susu yang diharapkan setiap tahunnya, telah dan sedang dilaksanakan beberapa kegiatan aksi yang antara lain meliputi kegiatan:

(10)

1. Penambahan populasi melalui impor bibit dengan dana insentif KUPS, peningkatan/pendampingan manajemen pemeliharaan, optimalisasi perkawinan IB dan TE.

2. Penanganan kesehatan, terutama untuk Brucellosis dan Mastitis.

3. Pengembangan HMT dan pabrik pakan mini.

4. Pengembangan usaha pengolahan hasil dan pemasaran. 5. Pengembangan kelembagaan usaha (koperasi dan SMD). 6. Pelatihan petugas dan peternak.

7. Fasilitasi peralatan.

8. Penerapan SISI (sistem informasi sapi perah). 9. Advokasi dan promosi.

10. Pengembangan kawasan sapi perah.

Program pemberdayaan peternak

Pengembangan usaha persusuan tidak terlepas dari upaya peningkatan pemberdayaan peternak. Untuk mempermudah pemberdayaan peternak sapi perah diperlukan pengembangan model kawasan ( Cluster). Dalam satu cluster dapat terbentuk usaha atau bagian dari usaha budidaya sapi perah, antara lain terdiri atas: a) pembesaran pedet betina; b) penggemukan pedet jantan; c) pemeliharaan sapi pasca laktasi; d) pabrik pakan konsentrat; e) pemeliharaan sapi laktasi; f) budidaya tanaman pangan dan atau rumput; g) pengolahan kotoran untuk produksi pupuk organik dan gas bio; h) pengolahan susu sederhana.

(11)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAM PERAH DI LUAR PULAU JAWA

Pengembangan sapi perah di luar Pulau Jawa sudah saatnya mendapatkan perhatian yang Iebih, mengingat kebutuhan akan produk susu di dalam negeri terus meningkat sementara dukungan sumberdaya lahan di Jawa sudah semakin berkurang. Sampai saat ini pengembangan persusuan masih memiliki peluang, antara lain: 1) usaha sapi perah merupakan padat karya sehingga dapat menyerap tenaga kerja, sekaligus membangkitkan perekonomian masyarakat di pedesaan; 2) konsumsi susu meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan taraf pendidikan; 3) peluang mengisi kekurangan supply susu dalam negeri 70%; 4) adopsi teknologi meningkat; 5) harga susu ditentukan oleh peternak yang disesuaikan dengan kemampuan konsumen, sehingga relatif lebih tinggi dari harga susu di Pulau Jawa; dan 6) sumber pakan ternak ruminansia yang berlimpah, lahan yang masih cukup luas dan terdapat daerah yang sesuai untuk pengembangan sapi perah.

Namun demikian tentunya masih ada beberapa tantangan dalam pengembangan tersebut, antara: a) masih terbatasnya industri pengolahan susu di luar Jawa, kecuali dalam skala kecil, memerlukan strategi khusus dalam menciptakan pasar; b) sebagian sentra baru luar Jawa masih tergantung penyediaan pakan dari Pulau Jawa, sehingga 14 1

(12)

harga pakan relatif lebih tinggi dari pada di Pulau Jawa; c) kurangnya bibit sapi perah, baik untuk peternak pemula, maupun untuk peremajaan bagi usaha yang sudah berkembang, selain karena tergantung pasokan dari Pulau Jawa, kurang jumlahnya, faktor inbreeding, juga karena akibat penyakit Brucellosis; d) produk susu belum populer, sementara diversifikasi usaha dan produk sangat terbatas, perlu dipertimbangkan apabila pasar susu segar sudah mulai jenuh; dan e) kurangnya dana khusus untuk membantu

peternak meningkatkan usaha menjadi usaha yang Iebih ekonomis

Langkah strategis pembangunan agribisnis sapi perah di Iuar Jawa

Pembangunan agribisnis sapi perah di luar Jawa membutuhkan beberapa langkah strategis yang terintegrasi yang meliputi aspek sebagai berikut:

a. Peningkatan produksi susu, melalui:

• Peningkatan skala usaha nonekonomis menjadi skala ekonomis 7 - 10 ekor sapi induk laktasi/peternak. • Peningkatan mutu genetik ternak melalui perbaikan

kinerja pelayanan inseminasi buatan (penyediaan semen beku berkualitas, penyediaan sarana peralatan, pelatihan Inseminator Mandiri).

Penerapan Good Farming Practices terutama pada peternak skala kecil.

(13)

• Fasilitasi

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

Fasilitasi pabrik pakan mini di koperasi susu dan atau kelompok peternak sapi perah.

Fasilitasi aksesibilitas dengan perkebunan/kehutanan dalam rangka pengembangan pola integrasi ternak-tanaman (kelapa sawit, jagung, tebu).

b. Peningkatan kualitas susu melalui: •

Penerapan teknis hygiene sanitasi pada mata rantai proses produksi susu segar hingga tingkat zempat penampungan susu (TPS) dan atau koperasi.

penyediaan sarana peralatan untuk penyediaan pakan yang balk, kandang yang memenuhi persyaratan teknis dan sanitasi lingkungan yang balk, penanganan susu segar (milk can & cooling unit).

c. Pembinaan efisiensi usaha melalui: •

Diseminasi teknologi sapi perah terutama pemanfaatan bahan baku pakan sumberdaya lokal dengan kualitas baik.

Diversifikasi produk dengan fasilitasi pelatihan/ magang pengolahan susu menjadi berbagai macam produk sesuai selera konsumen (susu pasteurisasi, yoghurt, es krim, tahu susu, permen karamel, dsb). d. Pembinaan kelembagaan peternakan, melalui:

Fasilitasi permodalan dengan kemudahan aksesibilitas kepada lembaga keuangan.

(14)

• Meningkatkan peranan kelompok/koperasi susu untuk membangun unit pengolahan susu di kawasan usaha sapi perah.

• Peningkatan daya serap pasar domestik, melalui kerjasama program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) dengan Dinas Pendidikan Kabupaten.

Kondisi pengembangan sapi perah di Iuar Jawa

Hasil pengamatan kasus pengembangan sapi perah di l uar Jawa menunjukkan bahwa tidak hanya aspek produksi yang perlu diperhatikan, namun banyak aspek terkait yang perlu dibangun dan dikembangkan. Dukungan pemasaran dan kelembagaan lain termasuk permodalan menjadi suatu keharusan dalam mengembangkan usaha sapi perah khususnya di luar Jawa yang secara umum belum memiliki kelembagaan pemasaran yang lebih baik.

Perkembangan usaha sapi perah di tingkat peternak menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan yang utamanya disebabkan dukungan teknis serta jaminan pemasaran yang tersedia dimasing-masing lokasi. Sebagai contoh kasus perkembangan usaha Selatan. Kabupaten Enrekang memiliki populasi sapi perah sekitar 1.056 sapi perah di Kelompok Peternak.

(15)

Tabel 1. Populasi sapi perah di luar Jawa tahun 2011

Sumber: Ditjen PKH (2011)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

14 5

Provinsi Populasi

(ekor)

Nangro Aceh Darussalam 31

Sumatera Utara 897 Sumatera Barat 484 Riau 172 Jambi 81 Sumatera Selatan 154 Bengkulu 244 Lampung 201 Bangka Belitung 119 Bali 139

Nusa Tenggara Barat 18

Kalimantan Barat 223 Kalimantan Selatan 110 Kalimantan Timur 32 Sulawesi Utara 22 Sulawesi Selatan 1.690 Sulawesi Barat 13 Papua 11 Gorontalo 8 Total 4.649

(16)

Tabel 2. Lokasi pengembangan sapi perah di luar pulau Jawa Provinsi Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Bengkulu Jambi Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Bali Kalimantan Barat Kabupaten Karo, Deli Serdang Kampar

Padang Panjang, Tanah Datar

Pagar Alam, Muaraenim Metro, Tanggamus Rejang Lebong, Kepahiang Kerinci Banjarbaru Enrekang, Sinjai Minahasa, Tomohon Bangli Kodya Pontianak

Sapi Perah Kabupaten Enrekang Sulawesi ekor, tersebar di peternak dengan rata-rata kepemilikan 4 - 5 ekor/peternak. Jumlah peternak dengan fokus usaha sapi perah sebanyak 186 peternak yang terhimpun dalam 10 kelompok tani ternak. Wilayah tersebut telah memiliki koperasi primer 8 koperasi primer dan 1 koperasi sekunder. Pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang cukup berkembang. Hal ini dikarenakan usaha tersebut didukung oleh budaya masyarakat setempat yang mengkonsumsi dangke yaitu sejenis tahu susu atau keju muda. Dengan demikian susu yang diproduksi peternak dapat dipasarkan dengan mudah untuk dibuat dangke. Total populasi sapi perah saat ini sekitar 1.056 ekor dengan diproduksi telah

(17)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

mencapai 8.000 liter/hari, untuk penyerapan pemasaran susu tersebut belum menunjukan permasalahan. Berdasarkan pengamatan potensi daya serap susu untuk dijadikan dangke di daerah tersebut masih terbuka mengingat masih tingginya permintaan terhadap produk tersebut. Oleh karena itu, dukungan untuk peningkatan produktivitas sapi perah termasuk juga peningkatan populasinya perlu ditingkatkan.

Proses pembuatan dangke adalah merupakan kekayaan budaya dan teknologi lokal yang perlu dilestarikan. Budaya ini masih merupakan ciri khas dari masyarakat di wilayah Kabupaten Enrekang. Jika budaya makan dangke dikembangkan ke wilayah Sulawesi Selatan maka peningkatan gizi masyarakat melalui konsumsi dangke dapat dilakukan melalui pengembangan sapi perah.

Demikan juga kasus usaha sapi perah di kelompok peternak sapi perah Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan yang memiliki kemiripan dengan di Enrekang. Sapi perah di Kabupaten Sinjai merupakan komoditi unggulan yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah daerah sebagai bagian dari Gerbang Mas Peternakan Sulawesi Selatan. Pengembangan sapi perah di Kabupaten Sinjai dimulai tahun 2002 yang pada awalnya hanya berjumlah 73 ekor. Usaha sapi perah di daerah tersebut telah berkembang cukup baik dan saat ini telah tercatat jumlah sapi perah sebanyak 328 ekor. Saat ini sudah ada industri pengolahan 14 7

(18)

susu yang dikelola oleh koperasi dan dibantu oleh pemerintah dan Universitas Hasanuddin. Susu yang dihasilkan dikumpul di koperasi dan dipasteurisasi oleh koperasi untuk selanjutnya dijual di wilayah Sinjai dan Makassar dengan nama susu SUSIN (Susu Sinjai) tapi belum mencukupi kebutuhan pasar.

Kondisi usaha sapi perah di kelompok peternak sapi perah Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu agak berbeda dengan di Sulawesi Selatan. Produksi susu sapi per individu peternak masih sangat rendah yaitu berkisar 4 - 7 liter/ekor/ hari atau dengan rata-rata 5,5 liter/ekor/hari. Rendahnya produksi susu tersebut diakibatkan belum optimalnya tingkat pemerahan susu yang dilakukan. Di lokasi tersebut umumnya sapi diperah hanya 1 kali/hari, seharusnya 2 kali/hari. Peternak tidak mengoptimalkan tingkat pemerahan susu sapi dikarenakan kapasitas tampung alat pasteurisasi yang ada di koperasi tersebut juga terbatas 100 liter/hari. Dilihat dari skala kepemilikan per peternak cukup banyak 4 -5 ekor. Dari jumlah ternak tersebut peternak mendapatkan hasil penjualan susu rata-rata sebesar Rp. 990.000 per bulan. Penghasilan tersebut tentu saja masih berpeluang untuk ditingkatkan dengan peningkatan frekuensi pemerahan serta dukungan fasilitas penanganan dan pemasaran susu yang dihasilkan. Saat ini susu yang dihasilkan peternak tersebut ditampung di salah satu koperasi untuk diolah

(19)

Program Pengembangan Budidaya Sapi Perah di Luar Pulau Jawa

menjadi susu pasteurisasi dengan berbagai macam rasa dan dipasarkan dalam bentuk kemasan.

KESIMPULAN

Upaya peningkatan produksi susu nasional melalui peningkatan populasi dan produktivitas sapi perah secara nasional perlu adanya lompatan strategi termasuk upaya pengembangan usaha sapi perah di luar Jawa yang saat ini masih tersedia lahan dan sumberdaya sebagai bahan pakan yang memadai. Namun demikian pengembangan sapi perah harus dibarengi dengan dukungan mulai dari penyediaan bibit, produksi, penanganan susu, pemasaran dan kelembagaan lain termasuk permodalan khususnya pengembangan persusuan di luar Jawa yang secara umum belum memiliki kelembagaan serta sistem pemasaran hasil yang Iebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2006. Pembibitan Sapi Perah Yang Baik (Good

Breeding Practice). Lampiran Peraturan Menteri Pertanian No. 55/Permentan/OT.140/10/2006.

ANONIMUS. 2010. Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian Dengan Pemberian I nsentif Bagi Tumbuhnya Industri Perdesaan. Lampiran Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 18/ Permentan/OT. 140/2/2010.

TALIB, C., A. ANGGRAENI dan K: DIWYANTO. 2001. Kelembagaan sistem perbibitan untuk mengembangkan bibit sapi perah FH nasional. Wartazoa 11(2).

(20)

DITJEN PKH. 2011. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Jakarta.

DITJEN PKH. 2012. Pedoman Pelaksanaan Penambahan I ndukan Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Jakarta. KUSNADI U. dan E. JUARINI. 2007. Optimalisasi pendapatan

usaha peme_liharaan sapi perah dalam upaya peningkatan produksi susu nasional. Wartazoa 17 (1).

Gambar

Gambar 1. Target populasi sapi perah tahun 2010 sampai dengan 2014 a .hun2013	2014 697,5
Tabel 1. Populasi sapi perah di luar Jawa tahun 2011
Tabel 2. Lokasi pengembangan sapi perah di luar pulau Jawa Provinsi Sumatera Utara Riau Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Bengkulu Jambi Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Bali Kalimantan Barat Kabupaten Karo, Deli SerdangKampar

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam pengujian yang dilakukan dengan rata-rata waktu menunggu, rata-rata waktu respon dan rata-rata waktu turnaround serta mencatat waktu CPU memproses job, waktu CPU idle

Pada delay 30 detik dan juga 60 detik, rata-rata selisih waktu tamu terdeteksi yang didapatkan dengan delay 30 detik yaitu 6.05 detik dan delay 60 detik didapatkan

[r]

Penguasaan terhadap pengetahuan tersebut akan mempermudah seorang pemain drum dalam menginterpretasikan komposisi musik untuk drum sesuai dengan apa yang

Mengacu pada penelitan Arbenethy apabila dikaitkan dengan implementasi sistem akrual basis maka diharapkan dengan adanya implementasi sistem akrual basis

Nama L/P Tempat, Tgl Lahir Alamat Kec Kab No Telephone/ HP 1 Doni Santoso L Tapin 7 Juli 1990 Jl... Rantau Kiwa

Dihimbau kepada para Koordinator Sektor Pelayanan “NAZARETH”, “FILADELFIA” dan “MAKEDONIA”/Pengurus PelKat/Komisi, serta Warga Jemaat GPIB “CINERE” Depok