• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS JAGUNG SEBAGAI TANAMAN SELA PADA PEREMAJAAN SAWIT RAKYAT DI BAGAN SAPTA PERMAI RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKTIVITAS JAGUNG SEBAGAI TANAMAN SELA PADA PEREMAJAAN SAWIT RAKYAT DI BAGAN SAPTA PERMAI RIAU"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

213 Seminar Nasional Serealia 2011

PRODUKTIVITAS JAGUNG SEBAGAI TANAMAN SELA PADA PEREMAJAAN SAWIT RAKYAT DI BAGAN SAPTA PERMAI RIAU

Maman Herman dan Dibyo Pranowo

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Jalan Raya Pakuwon Km 2 Parungkuda, Sukabumi 43152

Email: Maman.Herman@Gmail.Com ABSTRAK

Pemanfaatan lahan diantara tanaman sawit TBM dengan tanaman sela Jagung merupakan salah satu alternatif untuk mensubtitusi pendapatan petani yang hilang dari tanaman sawitnya yang diremajakan dan memiliki potensi yang besar untuk mendukung swasembada Jagung nasional. Oleh karena itu telah dilakukan penelitian pemanfaatan lahan diantara sawit TBM yang sedang diremajakan melalui pola tebang bertahap tahun pertama di Bagan Sapta Permai, Kabupaten Rokan Hilir, Riau pada MT 2010, jenis tanah Podsolik Merah Kuning (Kandiudults/Dystrudepts), iklim tipe C2 (Oldeman), dan ketinggian tempat 30 m di atas permukaan laut. Perlakuan yang diuji adalah 3 taraf pola peremajaan sawit dimana penebangan tanaman sawit dilakukan secara bertahap mulai tahun pertama sampai tahun ketiga dengan persentase penebangan 20%, 40%, dan 60% disusun dalam perlakuan (T1). 20-20-60, (T2). 40-40-20, dan (T3). 60-40. Setiap plot percobaan menggunakan lahan/pertanaman sawit seluas 2 hektar sehingga lahan yang digunakan seluruhnya 18 hektar. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok diulang 3 kali. Varietas jagung yang digunakan adalah BISI-12 dan Kelapa Sawit muda varietas Dumpy umur 6 bulan setelah tanam. Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan sawit muda umur 6 bulan setelah tanam, pertumbuhan dan hasil jagung serta pendapatan yang diperoleh dari masing-masing pola penebangan sawit. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola peremajaan sawit rakyat secara tebang bertahap 20% menyebabkan tanaman sawit muda mengalami etiolasi sehingga pertumbuhannya kurang baik dibanding pola peremajaan secara tebang bertahap 40 dan 60%. Pola peremajaan sawit rakyat secara tebang bertahap 20, 40, maupun 60% tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sela jagung. Hasil pipilan kering jagung yang diperoleh 0,9-2,6 t/ha dengan tambahan pendapatan dari tanaman sela jagung Rp. 1,9–5,2 juta rupiah per musim tanam.

Kata kunci: kelapa sawit, peremajaan, tebang bertahap, tanaman sela. PENDAHULUAN

Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang penting dalam perekonomian Indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan utama petani, sumber pendorong pertumbuhan wilayah dan sumber pelestari lingkungan. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit utama terbesar dunia dengan luas areal mencapai 7,51 juta hektar dan produksi sebesar 21 juta ton CPO pada tahun 2009 dan diperkirakan pada tahun 2010 sudah mencapai 7,83 juta hektar dengan produksi 22,1 juta ton CPO (Ditjenbun

2010). Tanaman Sawit dikelola dalam tiga bentuk perkebunan, yaitu Perkebunan Rakyat (PR) seluas 3,01 juta hektar (40,15 %), Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 0,608 juta hektar (8,1 %), dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) seluas 3,885 juta hektar (51,75 %). Dari tiga bentuk perkebunan tersebut, PBS, dan PR merupakan yang terbesar dengan luas areal mencapai 6,9 juta hektar atau sekitar 91,90 persen dari total areal kelapa sawit Indonesia (Ditjenbun 2010).

Salah satu masalah utama komoditas kelapa sawit Indonesia adalah rendahnya produktivitas tanaman, terutama untuk bentuk usaha

(2)

214 Maman Herman dan Dibyo Pranowo : Produktivitas Jagung Sebagai Tanaman Sela pada Peremajaan Sawit Rakyat di Bagan Sapta Permai Riau

perkebunan rakyat (PR). Produktivitas tanaman kelapa sawit saat ini pada Perkebunan Rakyat adalah 5 ton TBS /ha/tahun, sedangkan pada Perkebunan Besar sudah mencapai >20 ton TBS /ha/tahun. Tingkat produktivitas yang dicapai perkebunan kelapa sawit Indonesia ini masih berada di bawah potensi produktivitasnya yang mampu menghasilkan 25-30 ton TBS/ha/tahun.

Rendahnya produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia ini disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama adalah masih dominannya tanaman yang dikelola dengan penggunaan teknologi dan manajemen sederhana serta diusahakan dengan skala kecil; dominannya tanaman non-klonal dan tanaman tua dan tanaman yang sudah rusak. Tanaman yang berasal dari bahan tanaman non-klonal potensi produksinya secara genetis memang rendah. Sedangkan tanaman yang sudah tua dan rusak, walaupun potensi produksinya secara genetis tinggi, secara keseluruhan akan menurunkan produktivitas tanaman pada blok yang sama.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit Indonesia adalah melalui peremajaan. Upaya ini dinilai sebagai kegiatan yang sangat efektif untuk mendorong peningkatan produksi. Namun tingginya biaya untuk melakukan peremajaan (25-30 juta rupiah per hektar) menyebabkan pertanaman kelapa sawit rakyat sangat sulit untuk diremajakan, sedangkan tanpa peremajaan produktivitas kelapa sawit secara nasional akan terus menurun. Disamping itu, kehilangan pendapatan dari hasil kelapa sawit selama masa peremajaan, juga merupakan salah satu alasan bagi petani untuk menunda meremajakan sawit miliknya. Oleh sebab itu perlu dicari teknologi peremajaan yang murah dan mudah dilakukan petani tanpa mengurangi pendapatannya.

Cara lain untuk menjamin kontinuitas pendapatan adalah dengan menanam tanaman sela sebelum tanaman kelapa sawit menghasilkan (0-3 tahun), dimana kanopi dan perakaran

tanaman masih relatif belum berkembang. Selain itu sebagian lahan yang diremajakan akan terbuka dan memperoleh cahaya matahari secara penuh sehingga dapat dimanfaatkan untuk tanaman sela dalam pola tumpangsari. Pola ini memungkinkan pendapatan tambahan bagi petani selama kelapa sawit belum menghasilkan. Hasil penelitian tumpangsari kelapa sawit TBM dengan kedelai yang dilakukan di Kabupaten Asahan menunjukan bahwa produksi yang diperoleh dari tanaman kedelai mencapai 1,8 ton/ha atau dengan nilai Rp. 5.228.417,- per musim tanam, dan pertumbuhan kelapa sawit TBM tidak terganggu oleh pola tumpangsari tersebut (htt:/iopri.org/ilmu_tanah-dan_agronomi_tumpangsari). Penanaman jagung sebagai tanaman sela diantara tanaman perkebunan sering dilakukan petani untuk pemanfaatan lahan yang tersedia, terutama pada tanaman pokok yang belum menghasilkan. Hasil pengkajian tanaman sela jagung pada tanaman karet belum menghasilkan di lahan kering Kalimantan Tengah menunjukan bahwa petani dapat merasakan manfaat di samping berupa peningkatan pendapatan usahatani dari tanaman sela jagung, juga curahan tenaga dan waktu yang diberikan untuk memelihara karet lebih besar. Produktivitas tanaman jagung yang peroleh adalah 2,4-3,2 t/ha. Dengan menerapkan usahatani tanaman sela jagung ini, tingkat pendapatan usahatani petani meningkat menjadi Rp. 760.000 dengan R/C rasio sebesar 1,13 (BPTP Kalteng 2010). Penanaman jagung sebagai tanaman sela diantara kelapa diperoleh hasil 80% dibanding tanaman jagung monokultur (Ruskandi 2003). Sebagai tanaman sela, pemilihan varietas jagung yang sesuai akan sangat menentukan tingkat produksi yang dapat dicapai. Atman (2007) menyimpulkan bahwa penggunaan varietas komposit Bisma atau varietas hibrida C9 disarankan dalam budidaya jagung di antara tanaman kelapa.

(3)

215 Seminar Nasional Serealia 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sawit muda dan pertumbuhan serta produksi jagung sebagai tanaman sela diantara tanaman sawit pada program peremajaan sawit melalui pola tebang bertahap di Bagan Batu, provinsi Riau.

METODOLOGI

Penelitian dilaksanakan di Kebun Kelapa Sawit Rakyat di Desa Bagan Sapta Permai, Kecamatan Bagan Sinembah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Tinggi tempat sekitar 30 m dpl, dengan tipe iklim C2 (Oldeman) dan jenis tanah podsolik merah kuning. Penelitian ini di mulai pada Januari sampai Desember 2010. Sifat tanah yang digunakan sebagai tempat penelitian tertera pada Tabel 1.

Bahan tanaman yang digunakan yaitu pertanaman kelapa sawit rakyat yang sudah berumur tua (>30 tahun), bibit kelapa sawit varietas Dumpy, dan benih jagung varietas BISI-12. Bahan pembantu lainnya yang digunakan yaitu: pestisida nabati, meteran, tali rafia, gunting setek, dan lain-lain. Alat pertanian yaitu traktor, cangkul, parang, selang plastik, gembor dan sprayer.

Percobaan dilakukan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan ulangan 3 kali. Perlakuan yang diuji adalah 3 taraf tahap penebangan kelapa sawit yang dilaksanakan selama 3 tahun dengan pola perlakuan yaitu: T1) 20-20-40 % ; T2) 40-40-60 %; dan T3) 60-40%. Tanaman sela jagung ditanam diantara sawit (TBM) umur 6 bulan setelah tanam

pada peremajaan sawit secara tebang bertahap tahun pertama. Setiap plot percobaan menggunakan lahan seluas 2 hektar sesuai dengan kepemilikan lahan petani peserta PIR tahun tanam 1980/1981 dan luasan efektif yang dapat ditanami tanaman sela sebesar 80% dari luasan tanaman sawit TBM. Dengan demikian, total luas efektif lahan diantara sawit TBM yang dapat ditanamai tanaman sela sesuai dengan perlakuan pola penebangan 20%, 40%, dan 60% berturut-turut sebesar 1.600 m2, 3.200 m2, dan 4.800m2. Teknis budidaya jagung dilakukan sesuai standar teknis yang diperlukan meliputi pemilihan benih, pengapuran, pemeliharaan tanaman termasuk pengendalian gulma dan pemupukan serta pengendalian hama dan penyakit.

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan kelapa sawit muda (TBM) meliputi: lingkar pangkal batang, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, jumlah anak daun, dan luas kanopi. Sedangkan untuk tanaman sela jagung diamati komponen pertumbuhan dan produksi meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, panjang bunga, panjang tangkai bunga, panjang buah, diameter buah, dan produksi pipilan kering.

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati dilakukan analisis varian yang dilanjutkan dengan analisis beda nilai tengah menggunakan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada selang kepercayaan 5%.

Tabel 1. Sifat tanah lokasi penelitian

Parameter Besaran pH 4,00 – 4,55 C- org (%) 0,20 – 1,24 N-total (%) 0,06 – 0,16 P tersedia (ppm) 0,04 –81,57 Basa dpt ditukarkan (me/100g) Ca Mg K Na KTK 4,97 – 14,51 0,52 – 0,86 0,08 – 0,34 1,73 – 33,55 4 - 9

(4)

216 Maman Herman dan Dibyo Pranowo : Produktivitas Jagung Sebagai Tanaman Sela pada Peremajaan Sawit Rakyat di Bagan Sapta Permai Riau

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan vegetatif tanaman sawit TBM

Hasil analisa statistik menunjukan bahwa pertumbuhan vegetatif tanaman sawit hingga umur 6 bulan setelah tanam dipengaruhi secara nyata oleh jumlah (%) tanaman tua yang ditebang. Hal ini terlihat dari lingkar pangkal batang, tinggi tanaman, panjang daun, dan luas kanopi tanaman sawit TBM seperti pada Tabel 2. Tingkat penebangan sawit tua 20% menyebabkan kurangnya sinar matahari yang diterima oleh tanaman sawit muda karena naungan sawit tua yang belum ditebang sehingga terjadi etiolasi. Hal mana terlihat dari lingkar pangkal batang yang lebih kecil, tanaman tumbuh lebih tinggi, daun lebih panjang, dan kanopi yang lebih kecil dibanding pada sawit tua yang ditebang 40% dan 60%. Pertumbuhan vegetatif pada tanaman sawit yang sangat peka terhadap naungan adalah tinggi tanaman, diameter batang dan panjang daun (htt:/iopri.org/ilmu_tanah-dan_agronomi_tumpangsari). Etiolasi berkaitan erat dengan kinerja hormon antara lain auksin yang memiliki peran dalam pemanjangan sel tanaman dan auksin itu sendiri sangat peka terhadap cahaya. Auksin diproduksi di bagian titik tumbuh tanaman yaitu di bagian pucuk dan apabila terterpa cahaya akan terurai

dan tidak aktif sehingga pemanjangan sel terhambat. Oleh karena itu tanaman sawit yang kekurangan cahaya matahari akan tumbuh memanjang lebih cepat, helaian daun kurang membuka, dan luas kanopinya menjadi lebih sempit (Tabel 2).

Pertumbuhan dan hasil tanaman sela jagung

Analisis statistik terhadap parameter pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman sela jagung memperlihatkan bahwa pola penebangan sawit tua tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sela jagung umur 60 hari setelah tanam, tetapi berpengaruh nyata terhadap produksi pipilan kering (Tabel 3). Tanaman jagung varietas BISI merupakan salah satu jenis tanaman yang relatif toleran terhadap naungan (Atman 2007). Tanaman jagung juga merupakan salah satu jenis tanaman yang toleran terhadap kejenuhan Al hingga < 40% (Sujadi 1984). Oleh karena itu penebangan sawit tua sebesar 20% sampai 60% dari segi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sela jagung, tidak menjadi penghalang untuk memanfaatkan lahan diantara sawit muda dengan tanaman sela, khususnya jagung.

Tabel 2. Pengaruh tahap penebangan sawit tua terhadap pertumbuhan sawit TBM umur 6 BST Tahap penebangan Lingkar pangkal batang Tinggi

tanaman Jumlah daun Panjang daun Lebar daun anak daun Jumlah kanopi Luas --- cm --- --Helai -- ---Cm --- - Helai - - cm2 - 20-20-60 39,83a 171,33 b 18,67 a 131,50 b 83,50 a 34,00 a 263,83 a

40-40-20 41,00ab 169,67 b 18,67 a 127,83 ab 82,17 a 34,50 a 260,67 a

60-40 42,00b 163,17 a 18,83 a 121,17 a 85,67 a 35,50 a 276,17 b

KK 5,67 4,78 3,83 2,67 2,22 7,78 0,97

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf 5%

(5)

217 Seminar Nasional Serealia 2011

Tabel 3. Pengaruh tebang bertahap kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sela Jagung Bisma-12 umur 60 hari setelah tanam. Tahap

penebangan tanaman Tinggi Jumlah daun Panjang daun Lebar daun Panjang bunga

Panjang tangkai

bunga

Panjang

buah Diameter Buah -- cm -- --- cm --- 20-20-60 183,68 a 14,75 a 83,53 a 9,01 a 29,25 a 6,20 a 29,12 a 16,47 a

40-40-20 170,17 a 14,48 a 81,97 a 8,64 a 26,92 a 5,92 a 28,55 a 16,32 a

60-40 180,07 a 15,02 a 84,88 a 8,79 a 26,30 a 6,40 a 27,65 a 16,47 a

KK.(%) 9,85 3,57 6,93 6,55 11,76 8,54 2,34 5,37 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom pada masing-masing perlakuan tidak

berbeda nya menurut uji BNT pada taraf 5% Data pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa tingkat produksi tanaman sela jagung yang dapat dicapai pada penebangan sawit tua 20%, 40%, dan 60% berturut-turut sebesar 929,67 kg, 1.987,88 kg, dan 2.569,70 kg/ha pertanaman untuk satu musim tanam. Hal ini disebabkan oleh luasan lahan efektif yang dapat ditanami tanaman sela jagung lebih sedikit pada tingkat penebangan sawit tua 20% dibanding pada penebangan 40% dan 60%. Produksi tanaman sela jagung per hektar pertanaman kelapa sawit yang sedang diremajakan ini setara dengan produksi jagung pipilan kering 4,6 ton per hektar pada pertanaman sawit TBM. Produksi sebesar ini sekitar 37% dari potensi produksi jagung dari pertanaman monokultur yang dapat menghasilkan 12,4 ton/ha (PT. Bisi International Tbk.). Hasil penelitian Zubaidah dan Kari (2005) di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten 50 Kota, penanaman tanaman sela jagung varietas Bisma diantara kelapa pada musim tanam 2003/2004 mampu menghasilkan 3,24 dan 4,56 ton pipilan kering/ha. Budidaya Jagung varietas Bisi-2 di lahan Podsolik Merah Kuning di Kalimantan Selatan diperoleh produksi pipilan kering sebanyak 4,7 ton/ha (Galib dan Sumanto 2009).

Kementerian pertanian telah mencanangkan bahwa untuk mempertahankan dan meningkatkan swasembada jagung nasional, sampai tahun 2015 diproyeksikan produksi jagung nasional harus mencapai 29 juta ton pipilan kering. Seiring dengan itu, peremajaan sawit rakyat sampai tahun

2015 dicanangkan sudah menacapai 1,5 juta hektar (Kementerian Pertanian, 2010). Bila 1 juta hektar saja dari sawit yang sedang diremajakan ditanami tanaman sela jagung dengan potensi hasil 4,6 ton pipilan kering per hektar akan diperoleh produksi 4,6 juta ton pipilan kering untuk satu musim tanam. Potensi sumbangan produksi jagung, sebagai tanaman sela pada pertanaman kelapa sawit TBM ini sebesar 15% terhadap target produksi jagung nasional sebanyak 29 juta ton pipilan kering.

Jenis tanah di lokasi penelitian tergolong Podsolik Merah Kuning yang memiliki tingkat kesuburan rendah (Tabel 1). Potensi tanah podzolik merah kuning untuk tanaman perkebunan seperti Sawit, Karet, dan Hutan tanaman industri terbukti mampu meningkatkan produktivitas tanaman yang baik, namun untuk tanaman pangan seperti Jagung memerlukan penanganan yang khusus (Prasetyo dan Suriadikarta (2006). Pengapuran dan pemberian bahan organik serta pemupukan terutama P dan K mutlak diperlukan. Pembukaan lahan dan pengolahan tanah untuk perkebunan dilakukan menggunakan peralatan berat yang dalam pelaksanaannya tidak dapat menghindari tergusurnya lapisan humus yang mengandung bahan organik yang memperparah kondisi kesuburan tanah yang sudah miskin. Akibatnya untuk tujuan penanaman tanaman semusim seperti jagung memerlukan investasi untuk bahan organik dan pupuk anorganik yang besar.

(6)

218 Maman Herman dan Dibyo Pranowo : Produktivitas Jagung Sebagai Tanaman Sela pada Peremajaan Sawit Rakyat di Bagan Sapta Permai Riau

Kandungan bahan organik yang rendah merupakan kendala utama yang menyebabkan kondisi fisiko-kimia tanah menjadi kurang memadai untuk budidaya jagung di Bagan Batu, Riau. Oleh karena itu, disamping pemupukan unorganik dan pengapuran, pemberian bahan organik mutlak diperlukan. Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian bahan organik, terutama pada tanah-tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui peningkatan pH tanah, menambah kapasitas tanah menahan air, perbaikan agregasi tanah, menambah kapasitas tukar kation tanah, dan pada gilirannya menambah unsur hara yang tersedia yang dapat diserap tanaman (Notohadiprawiro 1986; Brady 1990; Atmojo 2003; Hardjowigeno 2010). Hasil penelitian Suriadikarta et al. (1986) dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006) menunjukan bahwa pemberian bahan organik 4,8 ton/ha yang dikombinasikan dengan pengapuran 6,5 ton/ha dan pemupukan P 40 kg/ha mampu meningkatkan produksi jagung hingga 3,6 ton pipilan kering/ha.

Berdasarkan hasil penelitian ini petani memperoleh tambahan pendapatan dari tanaman sela jagung untuk satu musim tanam berkisar antara Rp. 1.948.454 – Rp. 5.188.933 sesuai dengan luasan efektif yang ditanami jagung berdasarkan pola penebangan sawit tua (Tabel 4). Data tersebut diolah berdasarkan asumsi tingkat harga jual

jagung pipilan kering di Bagan Batu tahun 2010 Rp. 3.000/kg dan input usahatani berupa bahan (benih, pupuk organik, pupuk kimia, dan kaptan). Sedangkan tenaga kerja untuk penanaman, pemeliharaan, dan panen menggunakan tenaga kerja keluarga dan tidak diperhitungkan sebagai input usahatani. Biaya untuk peremajaan sawit sekitar 25 juta rupiah per hektar atau dengan luas kepemilikan kebun 2 hektar maka diperlukan biaya sekitar 50 juta rupiah, maka dengan pola peremajaan secara tebang bertahap 20%, 40%, dan 60% diperlukan biaya sekitar 10 juta, 20 juta, dan 30 juta rupiah. Dengan demikian, pemanfaatan lahan diantara sawit muda dengan tanaman sela jagung akan diperoleh tambahan pendapatan yang dapat meringankan biaya peremajaan sawit 19,49 %, 21,42%, dan 17,30%. Tampaknya pola peremajaan secara tebang bertahap sebesar 40% memiliki sumbangan tambahan pendapatan yang dapat meringankan biaya peremajaan paling besar dibanding penebangan 20% dan 60%. Namun demikian hasil penelitian ini baru pada tahun pertama dari 3 tahun yang direncanakan sehingga informasi yang diperoleh merupakan gambaran awal bahwa penanaman tanaman sela jagung mampu meringankan biaya peremajaan sawit yang saat ini masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Tabel 4. Produksi jagung pipilan kering per hektar pada tiga tahap penebangan sawit tahun pertama

Tahap penebangan pipilan kering Produksi

(kg) Pendapatan bersih *) (Rp.) 20-20-60 929,67a 1.948.454,- 40-40-20 1.987,88b 4.283.528,- 60-40 2.569,70c 5.188.933,- KK (%) 7,87 -

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf 5%

(7)

219 Seminar Nasional Serealia 2011 KESIMPULAN

Pola peremajaan sawit rakyat secara tebang bertahap 20% menyebabkan tanaman sawit muda mengalami etiolasi sehingga pertumbuhannya kurang baik dibanding pola peremajaan bertahap 40 dan 60%. Pola peremajaan sawit rakyat secara tebang bertahap 20, 40, maupun 60% tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman sela jagung. Hasil pipilan kering jagung yang diperoleh 0,9 -2,6 t/ha dengan tambahan pendapatan dari tanaman sela jagung Rp. 1,9–5,2 juta rupiah per musim tanam.

DAFTAR PUSTAKA

Atman, 2007. Tanaman Sela Jagung dengan Kelapa. Jurnal Ilmiah Tambua, Vol. VI, No.2, Mei-Agustus 2007:187-193. Universitas Mahaputera Muhammad Yamin, Solok.

Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Sebelas Maret University Press. Surakarta.

Ditjenbun, 2010. Statistik Perkebunan, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, Jakarta

Brady, N.C. (1990). The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co., New York

Galib, R. Dan Sumanto, 2009. Peluang Peningkatan Produktivitas Jagung dengan Introduksi Varietas Sukmaraga di Lahan kering Masam Kalimantan Selatan. Prosiding Seminar nasional Serealia: 39-43. Hardjowigeno, S. 2010. Ilmu Tanah.

Penerbit Akademika Pressindo. 288 hal.

HTTP:/iopri.org/ilmu_tanah-dan_agronomi_tumpangsari, diakses 1 Januari 2011.

Kementerian Pertanian, 2010. Rencana Strategis kementerian Pertanian 2010-2014. Kementerian Pertanian. Jakarta. 233p.

Notohadiprawiro, T. 1986. Ultisol, Fakta dan Implikasi Pertaniannya. Bulletin Pusat penelitian Marihat.

No. 6. 1986. 13p.

http://soil.faperta.ugm.ac.id. diakses tanggal 11 Oktober 2011. PT. Bisi International Tbk. Tanpa tahun.

Bahan Presentasi Teknologi Budidaya Jagung Hibrida BISI. Prasetyo, B.H. dan D.A Suriadikarta.

2006. Karakteristik, Potensi, dan teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25(2): 39-46.

Ruskandi, 2003. Prospek Usahatani Jagung Diantara Kelapa. Jurnal Teknik Pertanian Vo. 8 No. 2: 55-59. Pusat Perpustakaan dan penyebaran teknologi Pertanian. Bogor.

Sujadi, M. 1984. Masalah Kesuburan Tanah Podsolik Merah Kuning dan Kemungkinan Pemecahannya. Prosiding Pertemuan Teknis Pola Penelitian Usahatani Menunjang Transmigrasi, Cisarua Bogor: 3-10. Pusat penelitian Tanah.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) kalimantan Tengah. 2010. Teknologi Budidaya Jagung di Sela

Tanaman Karet Belum

Menghasilkan di Lahan Kering

Kalimantan Tengah.

www.bptpkalteng.litbang.deptan. go.id. Diakses tanggal 10 Oktober 2011.

Zubaidah, Y. Dan Z. Kari, 2005. Budidaya Jagung pada Gawang Kelapa dengan persiapan Lahan Tanpa Olah Tanah (TOT). Jurnal Stigma. Vol. XIII. No. 4, Oktober-Desember 2005. Faperta Unand Padang; 586-589.

Gambar

Tabel 1. Sifat tanah lokasi penelitian
Tabel 2.  Pengaruh tahap penebangan sawit tua terhadap pertumbuhan sawit TBM umur 6  BST  Tahap  penebangan  Lingkar  pangkal  batang  Tinggi  tanaman  Jumlah daun  Panjang daun  Lebar daun  Jumlah
Tabel  3.  Pengaruh  tebang  bertahap  kelapa  sawit  terhadap  pertumbuhan  dan  perkembangan tanaman sela Jagung Bisma-12 umur 60 hari setelah tanam
Tabel  4.  Produksi  jagung  pipilan  kering  per  hektar  pada  tiga  tahap  penebangan  sawit  tahun pertama

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keuntungan maksimum yang didapat oleh peternak sapi perah di Kota Semarang dan kondisi skala usaha serta mengetahui

Konsep ima&gt;mah yang dimiliki Shi&gt;’ah, pondasi awalnya adalah keyakinan bahwa Rasulullah menunjuk ‘Ali bin Abu&gt; T{a&gt;lib sebagai penerusnya memimpin umat Islam, dan

Sistem kendali juga memerlukan sistem monitoring dengan akurasi yang tinggi guna memberikan masukan nilai yang akurat sehingga sistem kendali mampu bekerja dengan

Penelitian ini mengungkapkan tentang Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Workshop Tata Busana SMK Negeri 1 Ampek Angkek Agam, ditinjau dari tiga indikator,

Faktor pendukung KP2KKN Jawa Tengah dalam menjalankan keberlangsungan organisasi tersebut, untuk mengawasi kasus tindak pidana korupsi, yaitu adanya visi yang sama dari

Distribusi sumberdaya manusia berkualitas melalui tenaga kerja yang terjadi di kampung-kampung sentra batik di Kota Pekalongan dapat digambarkan bahwa, tenaga kerja

Tujuan penulisan tugas akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan untuk dapat menyelesaikan proses pembelajaran dalam jenjang Sarjana (S-1) pada Program Studi

Selain itu, Asiarto juga mengatakan bahwa cara yang efektif untuk menyampaikan informasi koleksi kepada pengunjung salah satunya dengan menggunakan audio-visual (2007 : 5). Namun