• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Pengelolaan Plasma Nutfah Jagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Status Pengelolaan Plasma Nutfah Jagung"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Status Pengelolaan Plasma Nutfah Jagung

Sri Gajatri Budiarti

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor

ABSTRACT

The Collection of maize in Indonesia has been conducted since the beginning of breeding program in 1923 as a part of the breeding activities. Since then, 37 open pollinated varieties and 11 hybrids had been released. It is estimated at about 80% at maize area were planted with the released varieties. The wide-spread use of the new varieties and convertion of farm land to non farm land, gradually replaced or changed the genetic con-stitution of the landraces, resulting in a serious genetic erosion. The landraces will remain important in the breeding program, because of the desired traits such as earliners and adaptability. Since the mandate of Research Institute for Food Crop Bio-technology has been to manage food crop germplasm, there-fore the exploration activities has been more intensive. Maize collection consisted of 886 accessions were stored in cold storage with 15-18oC for short term, at-5-0oC for moderate term, and at -20oC for long term. Whereas collection of maize germplasm at Research Institute for Maize and other Cereals (RIMC) were 660 accessions. In managing these accessions, there were some activities: exploration, rejuvenation, charac-terization, evaluation, documentation, and utilization. The in-formation resulted from those activities were documented and arranged in data base system. Passport data catalogue of food crops germplasm was published in 2004.

Key words: Status, collection, maize germplasm.

ABSTRAK

Koleksi plasma nutfah jagung di Indonesia sudah ada sejak program pemuliaan dimulai pada tahun 1923. Sejak saat itu sampai tahun 2004, Puslitbangtan telah melepas 37 varietas unggul jagung bersari bebas dan 11 varietas hibrida. Dewasa ini sekitar 80% areal pertanaman jagung telah ditanami dengan varietas unggul. Dengan semakin intensifnya penggunaan va-rietas unggul tanpa diimbangi upaya mempertahankan keber-adaan varietas lokal (landrace) menyebabkan terjadinya erosi genetik plasma nutfah. Untuk mencegah erosi genetik perlu di-lakukan eksplorasi terhadap varietas-varietas lokal. BB-Biogen diberi mandat untuk mengelola plasma nutfah pertanian sejak 1995. Koleksi plasma nutfah jagung sebanyak 886 aksesi disimpan dalam Bank Gen dengan fasilitas ruang dingin yang terdiri atas ruang AC suhu 15-18oC untuk penyimpanan jangka pendek, ruangan AC dengan suhu -5-0oC untuk jangka mene-ngah, dan ruangan AC dengan suhu -20oC untuk jangka pan-jang. Koleksi plasma nutfah jagung yang dimiliki oleh Balit-sereal pada saat ini berjumlah 660 aksesi yang meliputi 480

varietas lokal, 130 varietas introduksi, dan 50 populasi intro-duksi. Supaya koleksi ini bermanfaat maka pengelolaan yang dilakukan mencakup delapan kegiatan, yaitu eksplorasi, intro-duksi, rejuvenasi, karakterisasi, evaluasi, dokumentasi, konser-vasi, dan pemanfaatan. Data dan informasi dari kegiatan ter-sebut didokumentasikan dalam bentuk pangkalan data (data-base). Untuk memudahkan pengelolaan data maka telah disu-sun sistem database plasma nutfah berbasis Microsoft Access. Telah dicetak Katalog data Paspor Plasma Nutfah Tanaman Pangan Edisi Pertama dan Katalog Plasma Nutfah Palawija 2004.

Kata kunci: Status, koleksi, plasma nutfah jagung.

PENDAHULUAN

Tanaman jagung diduga berasal dari benua Amerika, yang dibawa ke Indonesia oleh orang Por-tugis dan Spanyol pada abad ke-16, melalui daratan Eropa, India, dan Cina. Saat ini jagung di Indonesia sudah menjadi pangan utama sesudah padi. Kebu-tuhan jagung terutama untuk pakan ternak mencapai 57% pada tahun 2001, untuk pangan 34%, dan sisa-nya 9% untuk kebutuhan lainsisa-nya (Badan Litbang Pertanian 2002).

Sejak abad ke-16 petani di berbagai daerah mulai membudidayakan jagung dan melakukan se-leksi sesuai dengan keinginannya dalam areal yang sempit. Lambat laun muncul varietas lokal berbiji putih, kuning, campuran putih dan kuning, berumur genjah, tahan hama penyakit, dan beradaptasi baik di daerah masing-masing, sehingga terbentuklah landraces atau varietas lokal. Varietas-varietas ini perlu dipertahankan sebagai plasma nutfah seiring dengan intensifnya penggunaan varietas unggul un-tuk peningkatan produksi nasional yang sampai saat ini telah mencapai 80% dari luas areal pertanaman jagung dengan perincian 24% varietas hibrida dan 56% varietas bersari bebas (Pingali 2001 dalam Baihaki 2004).

Sejak Balitbio yang sekarang menjadi BB-Biogen ditunjuk sebagai pemegang mandat

(2)

penge-lola plasma nutfah nasional terutama untuk koleksi dasar/base collection (Fagi dan Soenarjo 1996 da-lam Silitonga et al. 2000a), maka eksplorasi plasma nutfah lebih intensif. Sampai akhir Desember 2005 koleksi plasma nutfah jagung mencapai 886 aksesi, terdiri dari 581 varietas lokal, 65 varietas introduk-si, 107 galur inbrida, dan 33 varietas unggul lama, dan varietas unggul baru. Koleksi plasma nutfah jagung yang dimiliki oleh Balitsereal berjumlah 660 aksesi, terdiri dari 480 varietas lokal, 130 varietas introduksi, dan 50 populasi introduksi. Koleksi yang sudah ada ini harus dilestarikan untuk berba-gai keperluan, terutama pemuliaan tanaman. Gen-gen yang sekarang belum berguna, di masa men-datang mungkin diperlukan dalam pembentukan varietas unggul baru (Chang 1979, Plucknett et al. 1987).

Program pemuliaan untuk menghasilkan va-rietas unggul membutuhkan sumber gen tanaman dengan sifat yang diinginkan (Allard 1960). Sifat-sifat tersebut antara lain adalah potensi hasil tinggi, daya adaptasi lebih baik terhadap cekaman biotik dan abiotik, umur genjah, kandungan dan kualitas gizi yang lebih baik, dan sifat estetika lainnya (Chang 1979, Arsyad dan Kartowinoto 1994).

Pemuliaan konvensional telah terbukti mam-pu menghasilkan varietas unggul. Namun demikian, pemuliaan konvensional memiliki keterbatasan ka-rena kegiatan seleksi hanya didasari oleh pengamat-an fenotipik. Pempengamat-anfaatpengamat-an marka DNA sebagai alat bantu seleksi, mampu membantu mengatasi masa-lah yang dihadapi dalam pemuliaan konvensional.

Konsep pengelolaan plasma nutfah sebagai sumber daya genetik menekankan kepada pengelo-laan sumber daya genetik tanaman dalam wujud ta-naman seutuhnya (whole plant) dan bahkan dalam wujud sampling populasi tanaman alamiah. Pelesta-rian plasma nutfah dapat diartikan sebagai kegiatan pemeliharaan, penanaman, dan penyimpanan materi plasma nutfah yang bertujuan untuk melestarikan ketersediaannya secara hidup tanpa terjadi perubah-an komposisi genetik atau sifat fenotipiknya (Sumarno 2002). Selanjutnya menurut Sumarno dan Zuraida (2004), sistem pengelolaan ex situ secara terpusat sangat disarankan seperti di India, Jepang, China, dan Amerika Serikat. Hal ini dapat menghe-mat fasilitas/biaya dan tenaga, pengelolaan menjadi

optimal, dan kebijakan dalam introduksi dan penge-luaran plasma nutfah terawasi dengan baik, karena melalui satu pintu. Dalam makalah ini dikemukakan status pengelolaan plasma nutfah jagung di BB-Biogen.

KOLEKSI

Koleksi plasma nutfah jagung di Indonesia sudah ada sejak dimulainya program pemuliaan pa-da tahun 1923, sebagai bagian pa-dari aktivitas pemu-liaan. Koleksi varietas lokal atau introduksi di sam-ping sebagai upaya pelestarian genetik juga diperlu-kan sebagai materi dalam perakitan varietas unggul baru, melalui persilangan. Jumlah koleksi plasma nutfah jagung saat ini mencapai 1.546 aksesi, 886 aksesi di antaranya di BB-Biogen dan 660 aksesi di Balitsereal.

EKSPLORASI

Untuk menyelamatkan plasma nutfah jagung, terutama varietas lokal, perlu dilakukan eksplorasi. Dengan mengumpulkan varietas lokal memungkin-kan pemanfaatan sifat-sifat baik seperti umur gen-jah, adaptasi terhadap lingkungan, penutupan klobot yang rapat, ketahanan terhadap hama gudang, penyakit bulai, dan sifat penting lainnya (Subandi 1988).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam eksplorasi antara lain daerah eksplorasi, yaitu sentra produksi, daerah tradisional, daerah terpencil, dan daerah yang menggunakan jagung sebagai makanan pokok. Eksplorasi dapat bekerja sama dengan Dinas Pertanian atau Balai Pengkajian Teknologi Pertani-an (BPTP), dPertani-an petPertani-ani setempat. DiPertani-anjurkPertani-an untuk melakukan eksplorasi pada saat panen, agar dapat memperoleh informasi sifat fenotipe di tempat asal-nya. Apabila tidak bisa pada saat panen, eksplorasi juga dapat langsung ke tempat penyimpanan jagung dalam bentuk tongkol.

Secara umum CIMMYT menganjurkan agar jumlah benih untuk koleksi plasma nutfah jagung berasal dari 15-25 tongkol untuk setiap plasma nut-fah (Sudjana 1988). Apabila dalam tempat penyim-panan tidak ada, alternatif terakhir adalah mencari di pasar.

(3)

Sifat-sifat morfologi utama yang diidentifika-si atau dikarakterisadiidentifika-si di lokadiidentifika-si kolekdiidentifika-si adalah war-na, tipe biji, dan bentuk tongkol. Karakterisasi leng-kap dilakukan setelah biji direjuvenasi. Untuk ke-lengkapan data koleksi pada saat pengambilan sam-pel perlu dicatat nama aksesi, asal (desa, kecamat-an, provinsi), nama petani pengumpul, jumlah biji yang diterima dan keterangan mengenai keadaan benih yang diterima. Sebelum direjuvenasi, benih dicatat di Buku Induk (desa, kecamatan, provinsi) nama aksesi, asal daerah, tanggal diterima, warna dan tipe biji, jumlah biji, dan keterangan lain kalau ada.

Pada Tabel 1 disajikan koleksi plasma nutfah jagung dari beberapa daerah di Indonesia hasil eks-plorasi tahun1995-2005.

INTRODUKSI

Introduksi adalah koleksi yang diperoleh dari luar negeri, baik melalui individu, lembaga peme-rintah, maupun perwakilan kerja sama dengan luar

negeri, dalam hal ini International Centre for the Improvement of Maize and Wheat (CIMMYT) atau Asian Maize Program. Kegunaan varietas introduk-si adalah untuk memanfaatkan haintroduk-sil pemuliaan dari luar negeri, yang pada umumnya berpotensi hasil tinggi. Penerimaan terakhir varietas introduksi dari CIMMYT pada tahun 1994, dan sejak itu belum ada lagi introduksi baru.

REJUVENASI

Rejuvenasi dilakukan terhadap sampel plas-ma nutfah yang benihnya sedikit/hasil eksplorasi dan aksesi-aksesi yang daya tumbuhnya telah turun 5-10%. Hal yang perlu diperhatikan dalam rejuve-nasi adalah menjaga agar tidak terjadi perubahan susunan genetik dari sampel plasma nutfah atau ter-jadinya inbreeding, karena jumlah tanaman yang di-perbanyak terbatas atau jumlah biji yang disimpan berasal dari tongkol yang sedikit.

Pada tanaman jagung, rejuvenasi dilakukan dengan cara sibbing. Jumlah tanaman yang diperba-Tabel 1. Hasil eksplorasi plasma nutfah jagung tahun 1995-2005.

Tahun Lokasi (provinsi) Jumlah koleksi

1995 Lampung 5

Jawa Tengah 6

Jawa Timur 1

Nusa Tenggara Timur 7

Aceh 6

Jawa Barat 2

1996 Nusa Tenggara Timur 32

Nusa Tenggara Barat 9

Maluku 4 1997 Sumatera Utara 11 1998 Sulawesi Utara 7 Sulawesi Tengah 7 Sulawesi Selatan 13 Sulawesi Tenggara 10 1999 Jawa Timur 49 Jawa Barat 6 Jambi 1 Jawa Tengah 1 Kalimantan Timur 5 2000 Jawa Tengah 1 Riau 1 Kalimantan Tengah 1 Sulawesi Selatan 10

Nusa Tenggara Barat 1

2002 Sulawesi Selatan 4

2003 Kalimantan Selatan 1

2004 Sulawesi Selatan 1

2005 Sulawesi Selatan 2

Jumlah total 204

(4)

nyak minimal 100 tanaman dan ditanam dalam em-pat baris. Pemupukan dan pemeliharaan sesuai de-ngan anjuran. Sebenarnya dede-ngan 100 tanaman saja, kemungkinan terjadi inbreeding 0,5% pada setiap generasi. CIMMYT melakukan rejuvenasi jagung dari 256 tanaman. Dari jumlah tersebut minimal di-peroleh 100 tongkol. Cara melakukan polinasi ada-lah dengan chain crossing (tanaman jantan hanya digunakan satu kali), atau dengan bulk sibbing. Tanaman yang akan diperbanyak ditanam 16 baris tanaman dengan panjang baris 5 m dengan cara bulk sibbing, campuran tepung sari dari delapan baris pertama digunakan untuk mengawinkan delapan baris berikutnya, dan sebaliknya (Sudjana 1988).

Rejuvenasi di BB-Biogen dilakukan di Cikeu-meuh Bogor dengan menanam 260-600 aksesi per tahun. Setiap aksesi ditanam 2-4 baris, jarak tanam 70 x 20 cm, 1 tanaman per lubang, panjang baris 5

m, tanpa ulangan, persilangan dilakukan dengan cara chain crossing. Sedangkan untuk galur inbrida dilakukan dengan cara selfing dan sibbing secara bergantian. Selama pertumbuhan tanaman di la-pang, dilakukan perlindungan dari gangguan hama dan penyakit, serta cekaman lingkungan. Pemeliha-raan berikutnya sesuai dengan anjuran.

KARAKTERISASI

Karakterisasi sifat morfoagronomik dilakukan berdasarkan anjuran Patterniani dan Goodman (1977) dan CIMMYT (1991). Data sifat kuantitatif dari kelompok varietas lokal kuning (138 aksesi), varietas lokal putih (110 aksesi), varietas lokal lain-nya (161 aksesi, warna biji selain putih dan kuning), varietas introduksi kuning (90 aksesi), dan varietas introduksi putih (62 aksesi) disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai keragaman genotipe, sifat-sifat penting dari lima kelompok plasma nutfah jagung.

No. Sifat Lokal kuning Lokal putih Lokal campur Introduksi kuning Introduksi putih Rata-rata 1. Bobot 300 butir (g) Minimum 35 21 40 35 45 Maksimum 96 99 99 83 85 Rata-rata 66,6 62,5 76,4 60,9 63,1 Simpangan baku 16,19 16,0 12,8 13 9,7 Koefisien keragaman (%) 24,32 25,6 16,7 21,3 15,4 20,7 2. Panjang daun (cm) Minimum 51,4 52,0 51,5 58,5 61,0 Maksimum 116 102,0 130,0 87,0 89,1 Rata-rata 73,8 72,2 73,3 72,7 73,1 Simpangan baku 12,4 11,3 10,9 6,5 6,6 Koefisien keragaman (%) 16,8 15,7 14,5 9,0 9,0 13,0 3. Lebar daun (cm) Minimum 4,3 4,7 5,1 4,0 3,6 Maksimum 13,8 13,0 11,8 9,6 9,8 Rata-rata 7,7 7,4 7,1 7,7 7,6 Simpangan baku 1,8 2,0 1,0 0,8 0,9 Koefisien keragaman (%) 23,3 27,5 14,5 11,0 11,7 17,6 4. Panjang malai (cm) Minimum 21,8 23,2 17,8 24,2 21,8 Maksimum 40,4 43,4 46,6 49,2 40,4 Rata-rata 32,7 33,5 34,7 35,1 34,6 Simpangan baku 5,6 4,2 5,8 7,9 3,6 Koefisien keragaman (%) 17,0 12,7 16,8 22,8 10,5 15,9

5. Panjang tangkai malai

Minimum 4,0 6,0 4,0 5,9 5,0

Maksimum 33,1 26,8 29,2 25,0 26,2

Rata-rata 12,7 11,9 11,2 13,7 12,7

Simpangan baku 7,4 5,7 5,1 6,3 5,5

Koefisien keragaman (%) 58,6 48,1 45,6 46,0 43,2 48,3

6. Jumlah cabang malai

Minimum 1 6,0 8,0 1 9

Maksimum 23,7 23,6 24,0 23,2 22

Rata-rata 14,4 13,9 12,5 12,7 15,6

Simpangan baku 4,4 6,7 4,5 3,6 2,9

(5)

EVALUASI

Evaluasi dilakukan terhadap mutu gizi (ami-losa), cekaman abiotik (kekeringan dan keracunan Al), dan cekaman biotik (penyakit bulai dan hama lalat bibit) (Lampiran 1).

DOKUMENTASI

Data plasma nutfah jagung disusun dalam Katalog Tahunan Plasma Nutfah Tanaman Pangan, yang setiap tahun diperbaharui sesuai dengan status dan kemajuan pengelolaan database. Katalog plas-ma nutfah juga disusun dalam versi database (for-mat Microsoft Access) yang dikemas dalam CD un-tuk memudahkan pengguna.

Tabel 2. Lanjutan.

No. Sifat Lokal kuning Lokal putih Lokal campur Introduksi kuning Introduksi putih Rata-rata 7. Panjang tongkol (cm) Minimum 6,4 8,4 6,8 9,4 9,0 Maksimum 19,0 19,0 17,8 18,9 20,0 Rata-rata 13,2 12,9 13,4 13,8 12,7 Simpangan baku 2,1 2,2 2,3 2,6 2,3 Koefisien keragaman (%) 12,9 17,0 17,2 14,8 16,6 21,4 8. Diameter tongkol (cm) Minimum 2,6 2,4 2,7 2,9 3,1 Maksimum 4,7 4,4 4,9 4,5 5,0 Rata-rata 3,7 3,5 3,6 3,9 4,0 Simpangan baku 0,5 0,4 0,4 0,3 0,7 Koefisien keragaman (%) 12,9 12,1 10,8 8,8 16,6 12,2 9. Jumlah daun Minimum 4,0 3,0 4,0 4,0 4,6 Maksimum 7,0 8,0 7,0 7,0 6,0 Rata-rata 4,9 4,7 4,8 5,2 4,8 Simpangan baku 0,7 0,8 0,7 0,7 0,6 Koefisien keragaman (%) 14,8 16,9 15,6 14,4 13,2 14,9

10. Umur berbunga (hari)

Minimum 40 38 33 50 47

Maksimum 66 68 59 70 66

Rata-rata 53,2 51,3 49,6 58,8 56,2

Simpangan baku 5,9 5,9 5,3 4,9 4,3

Koefisien keragaman (%) 11,0 11,5 10,7 8,5 7,7 9,9

11. Umur masak (hari)

Minimum 70 65 61 81 83 Maksimum 103 104 101 107 102 Rata-rata 86 83,9 82,7 93,9 91,5 Simpangan baku 7,7 7,7 6,7 6,5 5,8 Koefisien keragaman (%) 8,9 9,2 8,2 6,9 6,4 7,9 12. Tinggi tanaman (cm) Minimum 97 99 109 115 121 Maksimum 274 261 254 201 215 Rata-rata 170,2 163,1 182,6 157,4 162,2 Simpangan baku 38,3 36,0 30,3 17,0 21,1 Koefisien keragaman (%) 22,0 22,0 16,6 10,8 13,0 16,9 13. Tinggi tongkol Minimum 39 35 30 38 47 Maksimum 179 172 151 99 115 Rata-rata 106,4 76,5 90,5 70,6 76,1 Simpangan baku 29,8 27,6 22,2 12,5 17,6 Koefisien keragaman (%) 36,7 36,0 24,6 17,7 23,1 27,6 14. Jumlah baris Minimum 8,0 9,0 8,0 10,0 10,0 Maksimum 15,0 18,0 15,0 17,0 18,0 Rata-rata 11,2 11,4 11,5 9,0 13,4 Simpangan baku 1,4 1,50 1,3 1,9 2,0 Koefisien keragaman (%) 12,3 13,2 11,1 21,9 15,0 14,7 Sumber: Balitbiogen (2003).

(6)

Data sifat morpoagronomik untuk plasma nutfah jagung pada katalog terdiri dari 30 kolom, 6 kolom di antaranya adalah data paspor, sedangkan 24 kolom adalah deskriptor. Data morpoagronomik masih perlu dilengkapi, sedangkan data evaluasi akan dimasukkan pada tahun 2007, meliputi data penyakit bulai, lalat bibit, serta kekeringan, dan ke-racunan aluminium.

KONSERVASI

Benih hasil rejuvenasi, apabila kadar airnya belum mencapai <10% perlu dioven dulu pada suhu selama 40oC +3 hari untuk mematikan telur hama kalandra. Setelah benih kering, kemudian ditimbang seberat 250-500 g, dimasukkan ke dalam kantong aluminium foil dan direkat menggunakan thermo-seal. Satu hari kemudian disimpan di ruang dingin. Fasilitas penyimpanan yang digunakan untuk plas-ma nutfah jagung adalah satu unit chiller ukuran 3600 x 2400 x 2400 mm (suhu 0oC dan RH 40%), dua unit chiller ukuran 6 x 2 x 2 m (suhu +10oC dan RH 40-50%), dua unit freezer ukuran 6 x 2 x 2 m (suhu -4-0oC dan RH 40%) dan 1280 x 891 x 690 mm (suhu -18-20oC), dan ruang AC dengan suhu +15oC (6 unit AC).

Apabila keadaan penyimpanan tidak baik, be-nih harus diuji daya berkecambahnya setiap tahun. Suatu hal yang tidak kalah penting adalah menguji daya berkecambah benih sebelum disimpan.

PENUTUP

Fasilitas penyimpanan yang berupa ruang di-ngin harus benar-benar mendapat perhatian, karena fasilitas ini merupakan tempat yang paling aman dari risiko kehilangan sumber gen maupun timbul-nya generasi baru, akibat terjadi perubahan genetik. Sumbangan plasma nutfah berupa terbentuknya varietas unggul telah terbukti dapat meningkatkan produksi. Evaluasi terhadap beberapa sifat masih belum selesai, sehingga perlu dilanjutkan.

Pemanfaatan teknologi marka molekuler: te-lah diperoleh lima primer yang polimorfisme terha-dap semua pasangan tetua inbrida yang peka dan ta-han penyakit bulai. Telah diperoleh beberapa galur

QPM baru yang merupakan hasil konversi dari ga-lur QPM yang peka penyakit bulai ke gaga-lur elit ta-han penyakit bulai. Hibrida Semar-10 dan Bima-1 pembentukannya juga didukung oleh data moleku-ler.

DAFTAR PUSTAKA

Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons. 485 p.

Arsyad, D.M. dan S. Kartowinoto. 1994. Pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah kedelai. Makalah pada Tema Kerja Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional di Bogor, 30 Maret 1994. 5 hlm.

Badan Litbang Pertanian. 2002. Festival jagung pangan pokok alternative. Istana Bogor, 26-27 April 2002. Departemen Pertanian.

Baihaki, A. 2004. Mengantisipasi persaingan dalam menuju swasembada varietas unggul. Prosiding Simposium PERIPI. Bogor, 5-7 Agustus 2004. hlm. 36-49. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik

Pertanian. 2003. Katalog plasma nutfah tanaman pa-ngan. Padi, jagung, sorgum, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang tunggak. Kelompok Peneliti Sumber Daya Genetik. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. hlm. 1-25.

Budiarti, S.G., Sutoro, dan Subandi. 1997. Uji kekeringan beberapa varietas jagung di rumah kaca dan lapang-an. Prosiding Simposium Nasional dan Kongres III PERIPI Bandung, 24-25 September 1997. hlm. 177-185.

Budiarti, S.G. 2001. Skrining plasma nutfah jagung terha-dap kekeringan Balittan Agronomi IPB. Bogor. XXIX(A6):19-22.

Budiarti, S.G., Suyono, D. Koswanudin, I.H. Somantri, dan T.S. Silitonga. 2002. Evaluasi ketahanan plasma nutfah tanaman pangan terhadap hama. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Puslitbangtan. Bogor, 26-27. hlm. 44-51 Budiarti, S.G, T. Suhartini, T.S. Silitonga, N. Dewi, dan

Hadiatmi. 2003. Evaluasi toleransi plasma nutfah padi, jagung dan kedelai terhadap lahan bermasalah (lahan masam, keracunan Al dan Fe). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan Bioteknologi Ta-naman. Bogor, 23-24 September 2003. hlm. 49-57. Chang, T.T. 1979. Crop genetic resources. p. 83-103. In

J. Sneep and A.J.T. Hendrikcen (Eds.). Plant Breed-ing Perspective Centre for Agricultural. Ub & Doc. Wageningen. 435 p.

CIMMYT. 1991. Deskriptor for Maize. IBPGR. Rome. 86 p.

(7)

Koswanudin, D., S.G. Budiarti, dan S.A Rais. 2001. Evalu-asi ketahanan plasma nutfah jagung terhadap lalat bibit Antherigona Exigua Stein. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanam-an. PuslitbangtTanam-an. 2001. Bogor. 30-31 Januari 2001. hlm. 181-188.

Minantyorini., Asadi., T.S. Silitonga., dan S.G Budiarti. 1998. Eksplorasi plasma nutfah tanaman pangan. Laporan Hasil Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor.

Patterniani, E, and M.M Goodman. 1977. Races of maize in Brazil. CIMMYT. International Maize and wheat Improvement Centre Apdo Postae 6-641, Mexico6, D-F. Mexico 10 p.

Plucknett, D.L., N.G.H. Smith, J.T. Wiliams, and N.M. Aneshetty. 1987 Gene Bank and The Wolds Food. Princeton Univ. Press. New Jersey. 247 p.

Rais, S.A., T.S. Silitonga, S.G. Budiarti, Asadi, dan Hadi-atmi. 2000. Penyaringan plasma nutfah tanaman pa-ngan terhadap cekaman lingkupa-ngan tumbuh. Pro-siding Simposium Nasional Pengelolaan Pemuliaan dan Plasma Nutfah. PERIPI. Bogor, 22-23 Agustus 2000. hlm. 757-770.

Silitonga, T.S., S.G. Budiarti., S.A. Rais., dan I.H. Soman-tri. 2000a. Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pa-ngan. Laporan Hasil Penelitian 1999/2000. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor. Silitonga, T.S., Sutoro, S.G. Budiarti, Hadiatmi, H.

Kurni-awan, dan I.H. Somantri. 2000b. Pemanfaatan sum-ber daya genetik padi dan serelia lain untuk mendu-kung ketersediaan pangan. 25 tahun Badan Litbang Pertanian. hlm. 343-351.

Silitonga, T.S., S.G. Budiarti, Minantyorini, dan I.H. Somantri. 2001. Eksplorasi dan koleksi plasma nutfah tanaman pangan di Provinsi Riau dan Jawa Barat. Laporan Hasil Penelitian TA 2000/20001. Balitbio, Bogor.

Subandi. 1988. Perbaikan varietas. Dalam Subandi et al. (Eds.). Jagung. Badan Penelitian Dan Pengembang-an PertPengembang-aniPengembang-an/PuslitbPengembang-angtPengembang-an. hlm. 81-100.

Sudjana. 1988. Pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah jagung. Disampaikan pada Kursus Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah, Bogor, 22 Februari-12 Maret 1988. Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional.

Suhartini, T., S.G. Budiarti, T.S. Silitonga, N. Dewi, Hadi-atmi, S.A. Rais, dan I.H Somantri. 2002. Evaluasi plasma nutfah padi, jagung dan kedelai terhadap lahan bermasalah (kekeringan keracunan Al dan Fe). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balitbio Bogor, 26-27 Desember. hlm. 63-76.

Suhartini, T., S.G. Budiarti, N. Zuraida, Hadiatmi, S.A Rais, T.S. Silitonga, dan N. Dewi. 2005. Karakteri-sasi mutu gizi plasma nutfah tanaman pangan. Kum-pulan Makalah Seminar Hasil Penelitian BB-Biogen. Tahun 2004.

Sumarno. 2002. Penggunaan bioteknologi dalam pemanfa-atan dan pelestarian plasma nutfah tumbuhan untuk perakitan varietas unggul. Seminar Nasional Peman-faatan dan Pelestarian Plasma Nutfah. Bogor, 3-4 September 2002. hlm. 1-10.

Sumarno dan N. Zuraida. 2004. Pengelolaan plasma nutfah terintegrasi dengan program pemuliaan dan industri benih. Prosiding Simposium PERIPI. Bogor, 5-7 Agustus 2004.

Sutoro, Hadiatmi, S.G. Budiarti, D. Suardi, dan Y. Indarwati. 2001. Evaluasi plasma nutfah jagung (Zea mays L.). terhadap kekeringan. Prosiding Seminar Hasil Pene-litian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balitbio. Puslitbangtan. 2001. hlm. 189-196.

Zuraida N., T.S. Silitonga, S.A. Rais, S.G. Budiarti, Hadi-atmi, dan A. Hidayat. 2001. Evaluasi mutu gizi plas-ma nutfah tanaplas-man pangan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balitbio. Puslitbangtan. 2001. Bogor, 30-31 Januari 2001. hlm. 175-180.

(8)

Lampiran 1. Plasma nutfah jagung yang mempunyai sifat agak tahan/toleran-tahan/toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, mutu gizi,

serta sifat baik lainnya.

No. Evaluasi Varietas

1. Kekeringan Bisma SKN97, Bisma SKGR97, Kalingga SKG97, P2G8-86 Bulk, P5-G8(S)C3 Drt fam, P4G19 (S)C3 Drt 10 fam, P16CoF2, TEY DMR Synt, TEY Drt Tol Synt, Tuxpeno Sequia C6, Wisanggeni, Bisma, Lagaligo, Arjuna, Semar 2, L. Madura (3652), L. Madura (3654), L. Madura (3659), Navin (3424), Raka (3545), G. Kodok (3316), G. Kertas (1493), L. Majalengka (3296), L. Sumbawa (3319), Campolaga (2009), Putik (3115), Lokal NTB (3268), Lokal Nipa (3272), Ketan bali (3055), Ketan Utan (3059), Lokal NTB (3276), Petak (3151), Beak (3064), Lokal Lempuyang Luhur (3194), Lokal seraya (3198), Lokal Gerung (3119), P5G19 (S)C3 SK-9-1-1, P4G19 (S)C2 SK-31-1-1, Masiga 2025. 2. Keracunan Al Masiga (2025), Arjuna, Antasena, Sukmaraga, Lokal (3519), Kuma 2 (1942), Baso Belang (3548),

Baso Lenangguar (3539), Protol (2175), Cettek (2178), J. Kaca 2015, Saree (3511), Batar Kaca (3573), J. Toyo (1988), Lokal (3313), Improved T (3413), Bura Reget (3550), Biralle Goasa (3601), Biralle Komo (3614), Reha-Leha (2026), EEW-DMR-Co-S1 (3323), Ketip Putih (2113), IESCN # 1(2619), GM15, GM-27, GM25, J. Tongkol (2411), DMR Conv Tzi 1787 x KU 1414, dan Sidanak (3573).

3.. Pemupukan rendah L. Jantuk (3177), L. Satuebrang (3061), IESCN#1 (2619), Putik (3112), Pirta (3311), Tuxpeno 1 Htr (3364), YCPG 85 (3361), Super Comp (3397), L. Putih (2065), L. Lepok daya (3170), Ketip (2118), Shweta (w) (3417), Ketan Kakian (3058), EW-DMR-Pool-C (3325), Paseh (3292), dan Putik (3074) 4. Sangat tahan penyakit bulai Krosekan (1126), G. Kelud (2222), Cettek (2178), Kretek (2193), Nusa Penida (3027), J. Tinggi

(1993), Lokal (3313), Sibuntuan (3576), Didi (1991), Lokal Madura (3657), Lokal Madura (3662), Protol 92175), G. Kodok (3316), Ontong Sili (3315), Lokal NTT (3038), Kodok (2374), Lokal Cianjur (3299), G. Medok (3291), G. Lenggang (3298), G. Kertas (3307), Bujuk agung (3501), G. Melati (5322), Sudi (2128) Aroman W x BC13-121D (3426), BC13-121 D (3422), ICS 3853 x bagumbayan T (3440), minis x Tainan DMR Comp 4 (3433), BC13-121 D x Phil DMR Comp 1 (3435), BC13-121 D x Bagumbayan T (3437), Var 2116 (3449), dan Minis x BC13-121 D (3430) -Arc 83-2-3-1-1-1-2-1-Xb3-2, Arc 83-2-3-1-1-1-1-1-xb3, Arc 1-1-4-1-1-xb3-2, Arc

178-1-3-1-4-2-2-xb3-3, Arc 178-1-4-1-3-2-1-1-xb3-3, Arc 178-1-3-1-1-4-1-xb3-1, Arc-178-1-3-1-1-2-xb3-1, Arc 178-1-3-1-1-2-xb3-2, Arc 178-1-3-1-1-2-xb3-3, Arc178-1-4-1-3-2-1-2-xb3-1, Arc178-1-3-1-4-2-2xb3-1, Arc 178-1-4-1-3-2-1-1-xb3-1, P4G19 (S)C2-126-1-1-4, P4G19 (S)C2-47-2-1-1, P4G19(S)C2-47-2-1-1, P4G19(S)C2-114-3-1-1.

5. Lalat bibit G. Lokal (3571), J. Pulo (3585), J. Lokal (3313), Pulut Lokal (3562), Turida (3067), Putik (3070), Baso Lege 1 (3539), L. lenangguan (3539), Heret Gere (3592), Biralle Kamo (3614), J. Tongkol (641), Penduduk Ngale (843), Pena Mais (1621), G. Melati C/3 (1791), Perta Malang (1800), Inderagiri 2(1807), Kima 2 (2000), Doke (2001), Campolaga (2009), Sadewa.

6. Kandungan amilosa rendah Pulut (2005), Pulut (2022), Ketan (2462), Punu (2017), Bira (2124), Pemenang Timur (3093), 3108 (Lopok), L. Anyar (3142), L. Pab Pampang (3186), Lokal (3319), Perta (3311), J. Lokal (3313), G. Melati (3318), Lokal (3319), J. Kenari (3528), Pulut Lokal (3562), J. Pulo (3585), J. Pulut (3620), Biralle Pulut 1 (3598), J. Biasa (3531), Aroman W x BC13-121 D (3426), Pulut Putih (3611), J. Pulut (3599).

7. Umur sangat genjah <80 hari

a. Lokal Kuning Gelatik (2174), G. Warangan (2179), Geter (2192), G. Welud (2222), Sitepu (2423), Ketan (2079), L. Tanjung (3095), Lokal Nggeru (3268), G. Pare (3297), J. Lokal (3313), J. Coklat (3500), J. Lokal (3524), Baso Pioko (3585), L. Bambapuang (3604), Gandu Badai (3606), Lokal Madura (3621, 3622, 3623, 3624, 3625, dan 3627)

b. Lokal Putih Kima 3 (1943), Punu (1987), Pulut (2022), Leha-leha (2026), Pulut (2029), J. Putih (2031), Bahu-bahu (2041), Lokal Putih (2066), Burdek (2100), Rakat (2111), Ketan (2127), Butun (2406), Ketan putih (2402), Lokal Harapan (2621), Nusa Penida (3027).

c. Lokal Campur Kapas (2000), Doke (2001), J. Kebo (3011), J. Perak (3030), Ketan (3034), (3058), Ketan Utan (3059), Putik (3060), Putik (3069), Putik (3073), Putik (3076), L. Pemenang Barat (3101), Lokal Bentek (3105), L. Sokong (3106), L. Sokong (3107).

Sumber: Budiarti (2001), Budiarti et al. (1997, 2002, 2003), Koswanudin et al. (2001), Rais et al. (2000), Silitonga et al. (2000b), Suhartini

Referensi

Dokumen terkait

Kad marksistinė estetika turi tam tikrą dalį teorinių problemų, kurios gali būti sprendžiamos, interpretuojamos ir vertinamos pažinimo teorijos ir istorinio

Menurut Fajaroh dan Fiva (2005) bahwa kualitas pembelajaran tercermin dari segi proses dan hasil. Dari segi proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas

Berdasarkan pengertian tanah Hak Guna Usaha, asal tanah Hak Guna Usaha adalah tanah negara, apabila Hak Guna Usaha berupa tanah hak terlebih dahulu harus dilakukan penyerahan

SIBirim Sistemine Göre Temel Birimler: Birim adi Miktar Sembol metre Uzunluk 1 kilogram Kütle m samye Zaman t kelvin Sicaklik T mol Madde miktaIi.. '1o,ci 1 \ S Birimlenn lO'un

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan

Tari Rara Ngangsu yang diciptakan oleh Tejo Sulistyo pada awalnya untuk mengikuti lomba tari unggulan daerah di Kabupaten Klaten, lomba tari ini bertujuan untuk

Membangun sebuah firewall dengan sistem operasi Linux CentOS 7 dan mengimplementasikan IPTables dan Squid sebagai rules untuk firewall yang berada di dalam

Skripsi Mutia Oktaria Mega Nanda (2016), yang berjudul “Analisis Dampak Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tuntutan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi”. Penelitian