iv
A. Kebijakan dan Strategi 1
B. Gambaran Organisasi 2
BAB II. Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan 4
BAB III. Pencapaian Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan 7 A. Peningkatan Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan 7
1. Kebijakan Rasionalisasi Harga Obat Generik
2. Penyediaan Obat, Perbekalan Kesehatan dan Vaksin 3. Penggunaan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan
Pemerintah
4. Realokasi Dana Alokasi Khusus Sub Bidang Pelayanan Kefarmasian Tahun 2011
9 11 16 17
B. Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1. Struktur Organisasi IFK
2. Sumber Daya Manusia Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
3. Peningkatan SDM di Puskesmas
4. Sarana dan Prasarana Penyimpanan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
5. Pengamanan
6. Penyimpanan dan Distribusi
v
9. Biaya Operasional
10. Penilaian Tenaga Kefarmasian Pengelolaan Obat Berprestasi Prop/Kab/Kota
C. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
1. Instalasi Farmasi RS Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar
34 34
2. Puskesmas Perawatan yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar
40
3. Persentase Penggunaan Obat Rasional (POR) di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah
41
D. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan 44 1. Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT yang Beredar
memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat
46
2. Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan Cara Produksi yang Baik
47
3. Persentase Sarana Distribusi Alat Kesehatan yang Memenuhi Persyaratan Distribusi
48
4. Registrasi Izin Edar Alat Kesehatan Dan PKRT 49
E. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian 52 1. Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional Produksi di Dalam
Negeri
52
2. Standar Produk Kefarmasian yang Disusun dalamRangka Pembinaan Produksi dan Distribusi
55
F. Cakupan Sumber Daya Kefarmasian di Indonesia 55
1. Cakupan Sarana Produksi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
55
2. Cakupan Sarana Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan
64
3. Cakupan Sumber Daya Manusia Kefarmasian 71
vi
2. Sistem Aplikasi E-Registration Alat Kesehatan 78
3. Sistem Aplikasi E-Registration Napsor 79
BAB IV. Penunjang Program 82
A. Pembiayaan 82
1. Kantor Pusat 83
2. Dana Dekonsentrasi 84
B. Hukum dan Perundang-undangan 85
C. Ketenagaan 86
D. Inventaris 94
vii
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan berdasarkan Permenkes
1144/Menkes/Per/VIII/2010 3
Gambar 2. Tingkat Kecukupan Obat Tahun 2008 – 2010 14
Gambar 3. Persentase Penggunaan Obat Generik Tahun 2009-2010 17
Gambar 4. Struktur Organisasi IFK se-Indonesia 21
Gambar 5. Penanggung Jawab IF Kab/Kota se-Indonesia 23
Gambar 6. Jumlah IF Kab/Kota se-Indonesia yang Pernah melakukan
Kegiatan Peningkatan SDM
24
Gambar 7. Luas Tanah IFK Kab/Kota se-Indonesia 26
Gambar 8. Luas bangunan IF Kab/Kota se-Indonesia 26
Gambar 9. Jumlah Instalasi Farmasi Kab/Kota se-Indonesia yang
Memiliki Sarana Pengamanan 27
Gambar 10. Jumlah IF Kab/Kota se-Indonesia yang Memiliki
Kendaraan Roda 4 dan Roda 2 28
Gambar 11. Jumlah IF Kab/Kota se-Indonesia yang Memiliki Sarana
Penyimpanan 30
Gambar 12. Jumlah IF Kab/Kota se-Indonesia yang memiliki
Sarana/Prasarana Penunjang 30
Gambar 13. Jumlah IF Kab/Kota se-Indonesia yang Memiliki
Sarana/Prasarana Administrasi 31
Gambar 14. Data Biaya Operasional IF Kab/Kota Seluruh Indonesia
viii
Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian
Sesuai Standar 35
Gambar 16. Data Intervensi Dit Binyanfar Dalam Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit 36 36
Gambar 17. Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian sesuai Standar 40
Gambar 18. Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan
Kesehatan Dasar Pemerintah 43
Gambar 19. Hasil Pengujian Sampling Alat Kesehatan dan PKRT 47
Gambar 20. Hasil Monitoring terhadap Sarana Produksi Alkes dan
PKRT yang Memenuhi Persyaratan Cara Produksi yang
Baik 48
Gambar 21. Hasil Monitoring terhadap Sarana Dsitribusi Alkes yang
Memenuhi Persyaratan Distribusi 49
Gambar 22. Izin Edar Alkes dan PKRT yang dikeluarkan pada Tahun
2011 50
Gambar 23. Sertifikat Produksi dan IPAK yang dikeluarkan tahun 2011 51 Gambar 24. Surat Keterangan yang dikeluarkan Tahun 2011 52
Gambar 25. Grafik Cakupan Sarana Produksi di Bidang Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Tahun 2011 56
Gambar 26. Grafik Jumlah Industri Farmasi per Provinsi pada Tahun
2009 – 2011 57
Gambar 27. Grafik Jumlah Industri Obat Tradisional per Provinsi pada
Tahun 2009 – 2011 59
Gambar 28. Grafik Jumlah Ind. Kecil Obat Tradisional di Indonesia pada
Tahun 2009 – 2011 60
Gambar 29. Jumlah Sarana Produksi Alat Kesehatan per Provinsi pada
ix
Gambar 30. Jumlah Sarana Perbekalan Kesehatan dan Rumah Tangga
per Provinsi pada Tahun 2009 –2011 63
Gambar 31. Jumlah Industri Kosmetika per Provinsi pada Tahun 2011 64
Gambar 32. Grafik Cakupan Sarana Distribusi di Bidang Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Tahun 2011 65
Gambar 33. Jumlah Pedagang Besar Farmasi per Provinsi pada Tahun
2011 66
Gambar 34. Jumlah Apotek per Provinsi pada Tahun 2011 67
Gambar 35. Jumlah Toko Obat per Provinsi pada Tahun 2011 68
Gambar 36. Jumlah Sarana Penyalur Alat Kesehatan per Provinsi pada
Tahun 2011 69
Gambar 37. Jumlah Sarana Sub/Cabang Penyalur Alat Kesehatan per
Provinsi Tahun 2011 71
Gambar 38. Grafik SDM Kefarmasian yang Bekerja di Dinas Kesehatan 72
Gambar 39. Grafik SDM Kefarmasian yang Bekerja di RSUD 74
Gambar 40. Grafik SDM Kefarmasian yang Bekerja di Puskesmas 76
Gambar 41. Web System Registrasi Alkes dan PKRT Online 79
Gambar 42. Alokasi dan Realisasi Kantor Pusat Ditjen Binfar dan Alkes
Tahun 2009 – 2011 83
Gambar 43. Grafik Alokasi dan Realisasi Dana Dekonsentrasi Tahun
Anggaran 2009 – 2011 85
Gambar 44. Grafik Jumlah Peraturan yang Dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun
2009 s.d 2011 86
Gambar 45. Grafik Perbandingan Jumlah Pegawai di Lingkungan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2009-2011 87
Gambar 46. Grafik Perbandingan Distribusi Jumlah Pegawai
x
2010 – 2011
Gambar 47. Grafik Distribusi Jumlah Pegawai menurut Jabatan di
Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 89
Gambar 48. Grafik Distribusi Jumlah Pegawai menurut Golongan di
Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 90
Gambar 49. Grafik Perbandingan Distribusi Jumlah Pegawai
berdasarkan Jenjang dan Jenis Pendidikan di Lingkungan
Ditje Binfar dan Alkes Tahun 2010- 2011 92
Gambar 50. Grafik Perbandingan Distribusi Jumlah Pegawai
berdasarkan Kategori Usia di Lingkungan Ditjen Binfar dan
Alkes Tahun 2010 – 2011 93
Gambar 51. Grafik Aset BMN di Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes
xi
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1 Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kefarmasain dan
Alat Kesehatan 2010 - 2011 98
Lampiran 2 Data Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Kab/Kota Seluruh
Indonesia
Lampiran 3 Data Tenaga Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Seluruh
Indonesia
Lampiran 4 Data Jumlah Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Penrnah Malaksanakan Peningkatan/Pengembangan SDM Pengelola
Obat Puskesmas
Lampiran 5 Data Sarana Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Seluruh
Indonesia
Lampiran 6 Data Sarana Pengamanan Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia
Lampiran 7 Data Sarana Distribusi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Seluruh Indonesia
Lampiran 8 Data Sarana Penyimpanan Instalasi Farmasi Kabupaten Kota
Seluruh Indonesia
Lampiran 9 Data Sarana Penunjangn Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Seluruh Indonesia
Lampiran 10 Data Sarana Administrasi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Seluruh Indonesia
Lampiran 11 Data Biaya Operasional Instalasi Farmasi Kab/Kota di seluruh
xii
2011
Lampiran 13 Daftar Peraturan dan Perundang-undangan di bidang
i
TIM PERUMUS
Penanggung Jawab
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Editor
Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes
Direktur Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian
Direktur Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Konsep
Kepala Bagian Program dan Informasi Setditjen Binfar dan Alkes Kasubag Data dan Informasi Setditjen Binfar dan Alkes
Kontributor
Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian Setditjen Binfar dan Alkes; Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas Setditjen Binfar dan Alkes; Kepala Bagian Keuangan Setditjen Binfar dan Alkes; Kasubag Program Setditjen Binfar dan Alkes; Kasubag Evaluasi dan Pelaporan Setditjen Binfar dan Alkes;Kasubag TU Setditjen Binfar dan Alkes; Kasubag TU Dit Bina Pelayanan Kefarmasian; Kasie Perijinan Sarana Produksi dan Distribusi; Kasie Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekkes; Syukra
Rahmatulloh, S.Kom; Ari Budiyanto, S.Si, Apt; Emma
ii
KATA
PENGANTAR
Profil kefarmasian merupakan salah satu upaya pemenuhan dalam
memperoleh gambaran tentang capaian kegiatan di lingkungan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Melalui
kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara efektif dan efisien oleh
setiap unit teknis di Lingkungan Ditjen Binfar dan Alkes diharapkan
mampu menggambarkan kinerja dan pencapaian terhadap target
indikator melalui pendekatan yang berbasis bukti (evidence-based).
Dalam memperoleh kelengkapan data dan informasi, penyusunan
profil kefarmasian ini melibatkan seluruh Provinsi dalam permintaan
dukungan data dan informasi terkait indikator-indikator yang
dimiliki oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan sehingga diperoleh data dan informasi yang akurat, valid
dan terkini.
Data yang tersaji dalam Profil Kefarmasian ini diharapkan mampu
menjadi sumber data dan informasi yang berkualitas bagi
iii
perumusan dan pengambilan kebijakan bagi pimpinan di jajaran
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
dengan segenap hati telah membantu dan berperan aktif dalam
penyusunan Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan ini.
Direktur Jenderal,
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kebijakan dan Strategi
Sasaran hasil dari Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator programnya yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% di tahun 2014. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka perlu dilakukan
kegiatan yang meliputi peningkatan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar, peningkatan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas, peningkatan produksi
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 2
kesehatan yang dilaksanakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
B. Gambaran Organisasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
P
3 Gambar 1. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 4
BAB II
PROFIL KEFARMASIAN
DAN ALAT KESEHATAN
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan periode 2010 – 2014
mengamanatkan Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk dapat meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. Untuk itu, dibangun kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mencapai hal tersebut, yaitu kebijakan peningkatan
ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan, peningkatan produksi dan distribusi alkes dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan pelayanan kefarmasian, peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian dengan dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Operasionalisasi kebijakan-kebijakan tersebut tidak dapat dilepaskan dari tersedianya data dan informasi yang lengkap, akurat dan mutakhir terkait bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Ketersediaan data dan informasi tidak hanya penting dalam tahap perumusan suatu kebijakan, namun juga pada tahap implementasi
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 5
Data dan informasi yang menjadi sumber dalam penyusunan profil ini didapat dari seluruh Dinas Kesehatan Provinsi di Indonesia dan Kegiatan Pemutakhiran Data Kefarmasian dan Alat Kesehatan tingkat Nasional, serta capaian hasil aktivitas Unit Eselon II di
lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Melalui profil ini hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan program obat dan perbekalan kesehatan sampai dengan tahun 2011 yang berupa cakupan-cakupan program, hasil-hasil kajian dan cakupan sarana produksi dan distribusi kefarmasian
dan alat kesehatan digambarkan dalam bentuk narasi, tabel maupun grafik.
Penyusunan Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011 ini bertujuan untuk memberikan data dan informasi yang berbasis bukti terkait pelaksanaan kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang dibatasi pengambilan datanya
mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 sebagai referensi dalam perumusan kebijakan dan perencanaan bagi Pimpinan dan sebagai referensi bagi pelaksana kegiatan di bidang kesehatan.
Muatan Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan ini diarahkan kepada data dan informasi yang mendukung pencapaian indikator
Rencana Strategis (Renstra) Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan hingga tahun 2011 yang mencakup aktivitas sebagai berikut:
1. peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 6
4. peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 7
BAB III
PENCAPAIAN
PROGRAM KEFARMASIAN
DAN
ALAT KESEHATAN
A. Peningkatan Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
Kebijakan Pemerintah menyangkut peningkatan akses obat telah ditetapkan antara lain dalam Undang-Undang No. 36 tahun
2009 tentang Kesehatan, Indonesia Sehat 2010, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Kebijakan Obat Nasional (KONAS). Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup dan terjamin khasiat, aman, dan bermutu dengan harga terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus dicapai. Salah satu tujuan KONAS yang tertuang dalam
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 8
bahwa akses masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu penggunaan obat rasional, harga yang terjangkau, pembiayaan yang berkelanjutan dan sistem pelayanan kesehatan serta suplai obat yang dapat menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan.
Salah satu sasaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam Rencana Strategis 2010-2014 adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator sasarannya yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% pada tahun 2014. Hal ini
diwujudkan melalui upaya penyediaan obat dan vaksin di tingkat pelayanan kesehatan dasar yang senantiasa dilaksanakan secara berkelanjutan (sustainable effort) yang sudah dilakukan sejak dibentuknya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Indikator ini juga merupakan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan di
lingkungan Unit Eselon I Kementerian Kesehatan RI.
Upaya Pemerintah Pusat untuk memperluas cakupan dan pemerataan akses obat dan perbekalan kesehatan juga telah dilakukan dengan pemberian Dana Alokasi Khusus sub bidang Pelayanan Kefarmasian kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di tingkat kabupaten/kota yang realisasinya dilaksanakan oleh masing-masing kabupaten/kota dan telah dimulai sejak tahun anggaran 2009. Data Alokasi Dana Alokasi Khusus sub bidang Pelayanan Kefarmasian dapat dilihat dalam lampiran 1.
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 9
Pusat diharapkan dapat menjamin ketersediaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin untuk program imunisasi dasar hingga di tingkat pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas). Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan berupaya
untuk dapat memenuhi kebutuhan obat melalui pengadaan obat-obat program seperti Obat Program Penyakit Menular, Filariasis, AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS), TB Paru, Flu Burung, Kesehatan Ibu, Kesehatan Anak, Gizi, Obat Haji, Obat Buffer untuk Bencana/KLB dan obat buffer stock Pusat dan provinsi sebagai stok
penyangga di tingkat nasional dan provinsi yang digunakan untuk mengantisipasi kekosongan obat dan perbekalan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan dasar/Puskesmas dan pada saat terjadinya kejadian luar biasa (KLB)/bencana. Selain itu juga dilakukan pengadaan vaksin antara lain Vaksin Anti Rabies, Vaksin Reguler, Vaksin Haji dan Vaksin Umroh.
Dalam rangka mencapai sasaran hasil berupa peningkatan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melakukan upaya antara lain dengan kebijakan rasionalisasi harga obat generik, penyediaan obat dan vaksin, penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar milik pemerintah dan memfasilitasi proses realokasi Dana Alokasi Khusus Sub Bidang Pelayanan Kefarmasian untuk meningkatkan sarana dan prasarana instalasi farmasi.
1. Kebijakan Rasionalisasi Harga Obat Generik
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 10
Rasionalisasi harga obat generik dilakukan berdasarkan pertimbangan dan masukan dari Tim Evaluasi Harga Obat, yang beranggotakan para ahli/pakar, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Pemerintah (Kementerian Kesehatan dan Badan POM), mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga
obat antara lain bea masuk bahan baku obat, tingkat inflasi, kenaikan harga bahan baku obat, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Jumlah obat generik yang diatur Pemerintah senantiasa mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Harga Eceran Tertinggi
pada tahun 2008 diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 302/Menkes/SK/III/2008 dengan daftar 455 item obat termasuk obat gigi dan alat kontrasepsi yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010 dimana terdapat pengurangan pada item dengan kategori obat gigi dan alat
kontrasepsi sehingga berjumlah 453 item obat. Perbedaan juga terlihat pada harga yang diatur yakni dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 302/Menkes/SK/III/2008, harga HET yang dicantumkan adalah harga per satuan terkecil obat, sementara pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010, harga HET yang dicantumkan adalah harga per kemasan dan bukan dalam satuan terkecil obat.
Kemudian pada tahun 2011 Pemerintah kembali melakukan rasionalisasi harga obat generik dan ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 11
berubah, kenaikan harga ataupun penambahan item obat dengan kemasan baru atau merupakan item yang baru atau item obat dikeluarkan dari daftar item obat generik.
PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) OBAT GENERIK
Kepmenkes RI Nomor 632/Menkes/SK/III/2011
HET HARGA PENGADAAN
Turun harga 14 24
Tetap 0 230
Naik harga 430 176
Kemasan baru 30 30
Item baru 26 26
Item keluar 9 23
Tabel 1. Perubahan Harga Obat Generik yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2011
2. Penyediaan Obat, Perbekalan Kesehatan dan Vaksin
Program peningkatan ketersediaan obat dan vaksin dilaksanakan sebagaimana amanat yang juga tertuang dalam
Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Obat dan vaksin adalah komoditi kesehatan yang menjadi salah satu kebutuhan dasar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan merupakan barang publik yang perlu dijamin ketersediaannya dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan. Ketersediaan obat dan vaksin
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 12
Jakarta (45), Jawa Barat(87), Jawa Tengah (22), DI Yogyakarta (1) dan Jawa Timur (45).
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan pengadaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin dengan mekanisme perhitungan
kebutuhan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin secara bottom-up yakni dengan memperhitungkan cakupan ketersediaan obat,
perbekalan kesehatan dan vaksin terhadap jumlah penduduk miskin dan seluruh penduduk berdasarkan data Badan Pusat Statistik dengan nilai obat perkapita yang digunakan. Rencana Kebutuhan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 13
PERBEKALAN KESEHATAN
Tabel 2. Anggaran Pusat untuk Pengadaan Obat, Perbekkes dan Vaksin Tahun Anggaran 2010– 2011
Pada tahun 2011, jumlah paket pengadaan sebanyak 17 dengan rata-rata realisasi anggaran sebesar 95.17%. Realisasi terbesar pada paket pengadaan obat AIDS dan PMS sebesar 99.97% dan realisasi terkecil pada paket pengadaan obat buffer stock pusat yaitu 87.59%. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah paket pengadaan sebanyak 13 dengan rata-rata realisasi anggaran sebesar 80.99%.
NO PAKET PENGADAAN 2010 2011
A R C (%) A R C (%)
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Vaksin Reguler* 400,000,000,000 399,999,622,250 99.99 558,022,935,000 524,583,365,891 94.01
2 Vaksin Haji 70,000,000,000 57,673,465,000 82.39
Vaksin dan Perbekalan Kesehatan Haji
34,280,790,000 22,470,468,570 65.55
3 Obat AIDS dan PMS 109,917,688,000 109,871,894,550 99.96 137,000,000,000 136,958,704,520 99.97
4 Obat TB Paru 123,500,000,000 122,303,893,030 99.03
Obat TB Paru dan ISPA 123,751,554,000 123,477,894,601 99.78
5 Obat Filariasis 17,200,000,000 17,082,975,600 99.32
6 Obat Gizi 20,727,519,000 20,683,288,841 99.79 26,000,000,000 24,063,032,400 92.55
7 Obat Malaria 26,652,045,000 26,609,627,396 99.84 23,000,000,000 22,790,671,068 99.09
8 Obat P2M 21,500,000,000 20,794,340,644 96.72
11 Obat Kesehatan Ibu 41,277,093,000 41,157,544,266 99.71 2,700,000,000 2,567,597,461 95.10
12 Obat Kesehatan Anak 16,322,711,000 14,785,224,836 90.58 13,500,000,000 13,450,393,451 99.63
13 Reagent Screening Darah 150,000,000,000 145,300,396,340 96.87
14 Obat Poliklinik Depkes 600,000,000 -
15 Obat Buffer Stock Provinsi 25,000,000,000 24,288,881,782 97.16
16 Obat Buffer Stock Pusat 3,591,295,000
3,562,558,600 99.20 7,542,305,000 6,606,518,864 87.59
17 Vaksin Umrah 26,607,019,000 25,850,000,000 97.15
Obat Program Penyakit Menular 47,718,268,000 44,754,049,156 93,79
Obat Malaria 26,652,045,000 26,609,627,396 99,84
GRAND TOTAL 807,713,232,000 793,540,957,591 80.99 1,243,172,259,000 1,183,143,339,059 95.17
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 14
Tingkat ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota mencerminkan tingkat ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan dasar dimana hasil pengadaan buffer stock
Kabupaten/Kota serta pengadaan obat dan perbekkes melalui DAK dikelola oleh Tenaga Kefarmasian di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota dan dipergunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas (PKM).
Gambar 2. Ketersediaan Obat dan Vaksin dalam Bulan pada Tahun 2009-2011
Sesuai target indikator utama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yaitu persentase ketersediaan obat
dan vaksin adalah 100% di tahun 2014 atau setara dengan 18 bulan dimana perhitungan kebutuhan ini mencakup perhitungan dari riwayat pemakaian rata-rata pada tahun yang lalu dan kebutuhan
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
2009 2010 2011
12,6
14,76 15,66
Tingkat Ketersediaan Obat dan Vaksin
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 15
persentase ketersediaan obat dan vaksin di tahun 2011 adalah 85% atau setara dengan 15,3 bulan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa Ketersediaan obat dan vaksin (135 item obat dan 9 item vaksin) setiap tahun mengalami peningkatan dan pada tahun 2011
mencapai 87% atau setara dengan 15,66 bulan. Capaian ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 dengan tingkat capaian sebesar 82% atau setara dengan 14,76 bulan. Ini menandakan bahwa target capaian indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin melebihi dari target yang sudah direncanakan dalam Renstra
2010-2014.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan ketersediaan obat generik antara lain dengan kebijakan yang mewajibkan perusahaan farmasi nasional (terutama BUMN) untuk memproduksi obat generik, mencantumkan nama generik pada label obat dengan
nama dagang, kewajiban menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dan menyediakan pedoman pengawasannya. Kemudian untuk menjamin ketersediaan vaksin, PT. Biofarma sebagai pusat produksi vaksin saat ini dapat mencukupi kebutuhan vaksin secara nasional (terutama imunisasi
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 16
Provinsi/Kabupaten/Kota yang belum efektif dan efisien serta sistem pendistribusian obat yang terkendala letak geografis atau daerah kepulauan/kondisi demografis, kurangnya sarana prasarana distribusi dan kurangnya dukungan biaya operasional. Permasalahan tersebut dapat menjadi peluang jika disikapi dengan positif baik
oleh Pemerintah maupun Swasta, antara lain peluang untuk mengembangkan sistem pengelolaan dan pendistribusian obat dan vaksin yang baik secara nasional, kebijakan yang mendukung perkembangan industri bahan baku obat karena ketergantungan terhadap impor bahan baku dapat menyebabkan tidak stabilnya
ketersediaan obat nasional dan fluktuasi harga obat karena pengaruh harga bahan baku di pasar internasional.
3. Penggunaan Obat Generik di Pelayanan Kesehatan Pemerintah
Peningkatan penggunaan obat generik, baik pada sarana
pelayanan kesehatan dasar maupun pada pelayanan kesehatan rujukan, menunjukkan bahwa tenaga kesehatan telah memberikan respon yang positif terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/068/1/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Kesehatan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 17 Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 3. Persentase Penggunaan Obat Generik Tahun 2011
Penggunaan obat generik di Rumah Sakit bervariasi antara 42,52 s.d. 99,56% dengan rata-rata nasional adalah 66,45% dan di
Puskesmas juga bervariasi antara 93,69 s.d. 100,00%. Capaian rata-rata penggunaan obat generik sebesar 82% (Mixed Rate) dan persentase capaiannya sebesar 126% bila dibandingkan dengan capaian pada tahun 2010 sebesar 82%.
4. Realokasi Dana Alokasi Khusus Sub Bidang Pelayanan Kefarmasian Tahun 2011
Jumlah Kabupaten/kota yang mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) pada tahun 2011 sebanyak 440 Kabupaten/Kota yang tersebar di 32 provinsi. Hanya Provinsi DKI Jakarta yang tidak mendapatkan Dana Alokasi Khusus tersebut. Sesuai dengan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 18
Kabupaten/Kota dapat mengajukan realokasi penggunaan Dana DAK untuk pembangunan baru, rehabilitasi bangunan dan pengadaan sarana dan prasarana Instalasi Farmasi apabila tingkat kecukupan obat esensial generik di Instalasi Farmasinya terpenuhi selama 18 bulan. Pada tahun 2011 diketahui jumlah kabupaten/kota yang
mengajukan permohonan Realokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2011 dari dana Penyediaan Obat dan Perbekkes ke menu Pembangunan Baru/Rehabilitasi IFK dan Pengadaan Sarana dan Prasarana IFK adalah sebanyak 71 kabupaten/kota dari total 440 kabupaten/kota yang mendapatkan alokasi tersebut atau setara
16,14%. Adapun rincian peruntukkan realokasi DAK tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Bangun gudang : 14 Kabupaten/kota
Rehabilitasi dan Perluasan IF : 39 Kabupaten/kota
Sarana Penyimpanan : 36 Kabupaten/kota
Sarana Distribusi : 36 Kabupaten/kota
Sarana Pengaman : 13 Kabupaten/kota
Sarana Pengolah Data : 24 Kabupaten/kota
Sarana Komunikasi : 9 Kabupaten/kota
Dari data tersebut diatas diketahui bahwa realokasi penggunaan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 19
menjadi prioritas kabupaten/kota dalam melakukan realokasi penggunaan DAK tahun 2011, yaitu sebesar Rp. 36.724.801.736,- atau 13,62% dari alokasi total Rp. 269.172.224.827,- (untuk 71 Kabupaten/kota yang mengajukan realokasi DAK), sedangkan untuk
tujuan sarana pendukung adalah Rp. 33.281.525.681,- (12,34%) dan tujuan realokasi pembangunan baru gudang Instalasi Farmasi adalah Rp. 19.922.218.023,- (7,39%). Sisa dari total alokasi yang digunakan untuk Pengadaan Obat Generik di 71 kabupaten/kota tersebut adalah Rp. 181.147.879.387,-.
Jumlah kabupaten/kota yang melaporkan realisasi penggunaan alokasi dana ini sampai dengan Triwulan IV tahun 2011 adalah sebanyak 67 kabupaten/kota (15%) dengan rata-rata penyerapan fisik 85% dan penyerapan keuangan 70%. Rendahnya jumlah dan kualitas validitas laporan DAK yang masuk menyebabkan sulitnya dilakukan evaluasi secara menyeluruh akan pelaksanaan dan
realisasi DAK tahun 2011 sehingga perlu dipertimbangkan adanya mekanisme reward and punishment bagi kabupaten/kota yang akan diperhitungkan dalam formula perhitungan indeks teknis yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pelaporan.
B. Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan
Penerapan Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi daerah membawa implikasi terhadap organisasi kesehatan baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota, dengan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 20
farmasi Kabupaten/Kota diubah namanya menjadi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK).
Untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan profesionalisme dalam pengelolaan obat publik, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan merumuskan kebijakan satu pintu (one gate
policy) bersama para stakeholders. Untuk mendukung akselerasi
kebijakan tersebut, perlu membentuk Tim Perencanaan Obat Terpadu di Kab/kota. Adapun fungsi yang harus dijalankan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, dan monitoring dan evaluasi yang
terintegrasi dengan unit kerja terkait. Pengelolaan mencakup seluruh obat publik dan perbekalan kesehatan termasuk vaksin yang penyediaannya berasal dari berbagai sumber anggaran.
Dari hasil pemantauan yang dilakukan sampai dengan tahun 2011, dilakukan penilaian pengelolaan obat di Kabupaten/Kota yang meliputi komponen sumber sumber daya manusia, sarana
prasarana gudang sebagai tempat penyimpanan, dan biaya operasional di Instalasi Farmasi Kab/Kota dengan hasil sebagai berikut :
1. Struktur Organisasi IFK
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 21 Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 4. Struktur Organisasi IF Kab/Kota 2011
Kedudukan organisasi teknis pengelolaan barang farmasi yang akan dibentuk mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah. Namun pada implementasinya, masih banyak
Prov/Kabupaten/kota yang belum membentuk struktur organisasi tersebut. Pada tahun 2011 secara nasional sebanyak 46% Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sudah berstatus Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), sedangkan sebanyak 47% Instalasi Farmasi masih dikelola oleh Seksi farmasi di Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.
Berdasarkan La pira …. diketahui bahwa Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2011 adalah Provinsi yang semua Kabupaten/kota di wilayahnya sudah membentuk organisasi Instalasi Farmasi menjadi UPTD. Sedangkan untuk pengelolaan obat
UPTD 46% Sie Farmasi
47%
Lain 7%
Perbandingan Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Kab/Kota se-Indonesia
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 22
yang masih dikelola unit kerja selain seksi farmasi atau UPTD sebanyak 7%.
2. Sumber Daya Manusia Pengelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Gambaran mengenai situasi sumber daya manusia sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan di Instalasi Farmasi dikelompokkan menjadi Apoteker sebagai penanggung jawab IF dan Non Apoteker sebagai penanggung jawab IF serta keberadaan sdm dengan latar belakang pendidikan. Berdasarkan PP 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan.
Pada tahun 2011, jumlah kab/kota yang sudah mempunyai Apoteker sebagai penanggung jawab instalasi farmasi adalah 336
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 23 Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 5. Penanggung Jawab IF Kab/Kota 2011
3. Peningkatan SDM di Puskesmas
Puskesmas merupakan unit teknis bidang pelayanan kesehatan
yang terdapat di kecamatan maupun kelurahan dan dibawah Dinas Kesehatan/Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kelancaran dan keberhasilan tugas pelayanan di Puskesmas sangat didukung kualitas pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. Kualitas pengelolaan obat perlu ditingkatkan melalui kegiatan pertemuan tenaga farmasi pengelola obat di Puskesmas dan supervisi dan
evaluasi dilaksanakan secara berkelanjutan dilakukan unit kerja kefarmasian di Dinkes Kab/Kota ataupun Provinsi.
Apoteker; 336; 68% Non Apoteker;
159; 32%
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 24 Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 6. pembinaan Instalasi farmasi Kab/Kota ke Puskesmas
Pada tahun 2011, gambaran kegiatan pembinaan SDM di puskesmas dilihat berdasarkan jenis kegiatan maupun frekuensi yang dilakukan Instalasi Farmasi berturut-turut adalah 267 Kab/Kota melakukan
kegiatan pertemuan, 161 Kab/Kota melakukan kegiatan pelatihan, 356 Kab/Kota melakukan Monitoring dan evaluasi ke Puskesmas dan 122 Kab/Kota melakukan bimtek dengan total kegiatan pembinaan sebanyak 906 Kegiatan. Bila dibandingkan dengan tahun 2010 frekuensi kegiatan peningkatan SDM di Puskesmas untuk pengelolaan obat di tahun 2011 mengalami penurunan sebanyak
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 25
4. Sarana dan Prasarana Penyimpanan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan.
Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan yang baik bertujuan untuk memelihara mutu obat, menghindari penggunaan
yang tidak bertanggung jawab, menjaga kelangsungan persediaan dan memudahkan pencarian dan pengawasan.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya sarana dan prasarana yang ada di Instalasi Farmasi. Adapun sarana yang minimal sebaiknya tersedia adalah sebagai berikut :
a) Gedung, dengan luas 300 m2 – 600 m2 b) Kendaraan roda dua dan roda empat c) Komputer dan Printer
d) Telepon dan Faximile
e) Sarana penyimpanan, seperti : rak, pallet, lemari obat, dan lain-lain.
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 26
Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 7. Luas Tanah IF Kab/Kota 2011
Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 8. Luas Bangunan IF Kab/Kota 2011
Jumlah Kab/Kota yang mempunyai luas tanah di atas 300 m2 sebanyak 50% (246 Kab/Kota) dan luas bangunan di atas 300 m2 sebanyak 73% (362 kab/Kota) detail Luas tanah dan Luas bangunan dapat dilihat pada la pira ….
>300 246 50% <300
249 50%
Luas Tanah Instalasi Farmasi Kab/Kota
>300 <300
>300 362 73% <300
133 27%
Luas Bangunan Instalasi Farmasi Kab/Kota
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 27
Sarana pengamanan gedung sangat penting dimiliki oleh instalasi farmasi untuk menjaga obat dari pencurian dan bahaya kebakaran. Untuk jenis dan jumlah tralis disesuaikan dengan bentuk bangunan termasuk pintu, jendela dan plafon dengan spesifikasi
terbuat dari bahan besi dengan ketebalan 12 mm, untuk jenis pagar dibuat kombinasi tembok yang terbuat dari bata merah, batako atau bahan lain yang cukup kuat dan kawat berduri atau kawat harmonica juga dapat digunakan pagar hidup dari tanaman yang mudah tumbuh dan mudah dipelihara serta mempunyai kerapatan
yang dapat mencegah masuknya ternak/hewan peliharaan dengan jumlah yang disesuaikan dengan luas tanah. Sedangkan untuk alat pemadam kebakaran selain digunakan jenis tabung CO2 juga dapat digunakan pasir dan karung.
Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 28
Pada tahun 2011, terjadi peningkatan untuk sarana pengamanan sebesar 7,5% (78 Kab/Kota) dengan gambaran jumlah IF Kab/Kota yang mempunyai sarana pengaman di Tahun 2011 seperti alarm hanya di 79 Kab/Kota, tralis hanya di 381 Kab/Kota, pagar Pengaman hanya di 329 Kab/Kota dan alat pemadam kebakaran
hanya di 328 Kab/Kota Bila dibandingkan dengan tahun 2010, gambaran jumlah IF Kab/Kota yang mempunyai sarana pengaman berturut-turut seperti alarm di 65 Kab/Kota, tralis di 361 Kab/Kota, pagar di 283 Kab/Kota dan alat pemadam kebakaran di 325 Kab/Kota.
6. Penyimpanan dan Distribusi
Kegiatan penyimpanan dan distribusi memegang peranan penting dalam pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh sarana penyimpanan dan distribusi yang memadai.
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 29
kendaraan roda 4 sebanyak 330 Kab/Kota, meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 sebanyak 296 Kab/Kota dan jumlah Kab/Kota yang sudah mempunyai kendaraan roda dua di tahun 2011 sebanyak 311 Kab/Kota, turun dibandingkan tahun 2010 sebanyak
313 Kab/Kota mempunyai kendaraan Roda 2. Pada tahun 2011, semua IF Kab/Kota pada Provinsi Bangka Belitung, DI Jogyakarta, Bali dan Gorontalo sudah mempunyai kendaraan roda - 4 dan khususnya semua Kab/Kota pada Provinsi Bali sudah mempunyai kendaraan roda - 4 dan roda – 2. Jumlah kendaraan Roda 4 dan
Roda 2 yang dimiliki Instalasi Farmasi per Kab/Kota dapat dilihat pada la pira …….
Pada tahun 2011, gambaran jumlah IF Kab/Kota yang mempunyai sarana penyimpanan berturut-turut seperti rak, pallet, lemari obat, lemari narkotika dan psikotropika, lemari vaksin, dan lemari es yaitu 453 unit; 435 unit; 312 unit; 334 unit; 224 unit; dan 394 unit. Sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur
penyimpanan narkotika dan psikotropika, bahwa sarana penyimpanan wajib mempunyai lemari narkotika dan psikotropika namun kenyataannya jumlah Instalasi Farmasi Kab/Kota yang mempunyai lemari hanya sebanyak 359 Instalasi Farmasi. Provinsi
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 30 Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 11. Sarana Penyimpanan If Kab/Kota 2011
7. Sarana Penunjang Instalasi Farmasi Kab/Kota 2011
Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 12. Sarana Penunjang IF Kab/Kota 2011 0
Exhaust Fan Kipas Angin Generator Pompa Air
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 31
mempunyai sarana penunjang berturut-turut seperti kereta dorong, air conditioning (AC), exhaust fan, kipas angin, generator set dan pompa air yaitu 303; 336; 138; 253; 145 dan 156. Bila dibandingkan dengan tahun 2010, ada peningkatan pada jumlah kepemilikan
Generator set dan Pompa air di Instalasi Farmasi Kab/Kota.
8. Administrasi
Sebagai penunjang terlaksananya suatu kegiatan perlu adanya sarana administrasi.
Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 13. Sarana Administrasi IF Kab/Kota 2011
Pada tahun 2011, gambaran jumlah IF Kab/Kota yang mempunyai sarana administrasi berturut-turut seperti komputer, Laptop,
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 32
software, printer, telefon, dan faksimili yaitu 415 Kab/Kota; 143
Kab/Kota; 173 Kab/Kota; 359 Kab/Kota; 265 Kab/Kota dan 145 Kab/Kota. Bila dibandingkan dengan tahun 2010, ada peningkatan
pada komponen-komponen sarana administrasi seperti
Kamputer/Laptop, Software dan mesin faximili. Data lebih lengkap
terkait sarana administrasi dapat dilihat pada lampiran....
9. Biaya Operasional
Biaya operasional sangat dibutuhkan untuk menunjang kegiatan dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan.
Sumber: Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekkes
Gambar 14. Data Biaya Operasional IF Kab/Kota Seluruh Indonesia Tahun 2011
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 38% Kab/Kota atau sebanyak 189 Kab/Kota yang belum memiliki biaya
operasional di unit pengelola obat dan perbekalan kesehatan. Sedangkan sebanyak 306 Kab/Kota (62%) telah mengalokasikan
Ada 306 (62%) Tidak
189 (38%)
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 33
perbekalan kesehatan. Biaya operasional ini digunakan untuk biaya pemeliharaan, biaya distribusi dan biaya lain-lain. Bila dibandingkan tahun 2010 terdapat penurunan jumlah Kab/Kota yang mengalokasikan biaya operasional untuk Instalasi Farmasi sekitar
10% (329 Kab/Kota mengalokasikan biaya operasional). Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang hanya dianggap sebagai penunjang dalam pelayanan kesehatan.
10. Penilaian tenaga kefarmasian pengelola obat berprestasi Prov/Kab/Kota
Untuk menimbulkan maupun meningkatkan kemauan
pengelola obat di Dinas Kesehatan Prov/Kab/Kota serta meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya maka perlu diberikan suatu penghargaan (reward) secara nasional. Pada tahun 2011, Ditjen Binfar dan Alkes telah memulai memberikan reward kepada pengelola obat berprestasi tingkat nasional dari Dinkes Provinsi/Kab/Kota. Penilaian yang dilakukan menyangkut beberapa
aspek antara lain aspek penguasaan kompetensi termasuk kepribadian, aspek kemampuan di bidang pengelolaan obat, aspek kesiapan institusi dan pengembangan diri. Dengan adanya penghargaan ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi instalasi farmasi lainnya yang belum mendapat penghargaan sehingga di kemudian hari akan berusaha lebih giat dalam
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 34
C. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
termasuk pelayanan farmasi klinik.
Apoteker khususnya yang bekerja di rumah sakit saat ini juga dituntut untuk merealisasikan perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi pasien. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut Apoteker harus dapat
memberikan pelayanan kefarmasian yang simultan dan komprehensif baik yang bersifat manajerial maupun klinik untuk dapat memastikan bahwa obat yang diberikan kepada pasien telah memenuhi prinsip penggunaan obat rasional.
1. Instalasi Farmasi Rumah sakit Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar
Sesuai dengan Indikator Renstra Kemenkes 2010-2014, Presentase Instalasi Farmasi Rumah sakit (IFRS) pemerintah yang
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 35 Gambar 15. .Capaian Indikator Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang Melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian telah melakukan berbagai upaya dalam rangka peningkatan mutu dan pelaksanaan pelayanan kefarmasian sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004) tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit antara lain pada tahun 2006 Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik telah membuat pilot project Pelayanan Informasi Obat pada 3 (tiga) rumah sakit di Provinsi Bengkulu, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2008-2009 berkerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan The Australian Agency for International
Development (AUSAID) Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik melanjutkan pilot project Pelayanan Informasi Obat pada 40 (empat puluh) Rumah Sakit di 33 (tiga puluh tiga) Provinsi yang kemudian dilanjutkan dengan Pilot Project Pelayanan Farmasi Klinik pada tahun 2009. (grafik intervensi sampai tahun 2009)
0,00% 5,00% 10,00% 15,00% 20,00% 25,00% 30,00%
2010 2011
25,00%25,30%
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 36 Gambar 16. Data Intervensi Dit Binyanfar Dalam Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
Dala ra gka e apaia MDG’s Sejak tahu 5 sa pai
2011 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) khususnya Subdit HIV/AIDS telah melakukan pembekalan Tenaga Farmasi tentang Pelayanan Kefarmasian untuk ODHA kepada 155 tenaga farmasi di Rumah Sakit di seluruh
Indonesia.
No Nama Kegiatan Jumlah Tenaga
Farmasi 1 Pelatihan Tenaga Farmasi Tentang Pelayanan
Kefarmasian Untuk Odha (Orang Dengan HIV/AIDS)
108 2 Care Support Treatment (CST) Terapi Untuk ODHA
Untuk Kelas Farmasi
25 3 Training Of Trainer (TOT) Care Support Treatment (
CST) Terapi Untuk ODHA
22 Tabel 3. Pembekalan Tenaga Farmasi tentang Pelayanan Kefarmasian untuk ODHA 4% 3%
DATA INTERVENSI DIT BINYANFAR DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT SAMPAI DENGAN TAHUN 2009
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 37
dalam melaksanankan pelayanan farmasi klinik Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian pada tahun 2009 telah membentuk 20 (dua puluh) Rumah Sakit pusat pembelajaran pelayanan kefarmasian untuk penyakit tertentu. Kriteria Rumah Sakit yang menjadi pusat
pembelajaran pelayanan farmasi klinik untuk penyakit tertentu tsb adalah : 1) rumah sakit pendidikan/non pendidikan klas A atau B, 2) adanya surat kesediaan dari direktur Rumah Sakit untuk menjadi rumah sakit pusat pembelajaran pelayanan kefarmasian. Diharapkan dengan terbentuknya pusat pembelajaran pelayanan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 38
Rumah Sakit Yang Menjadi Pusat Pembelajaran Pelayanan Kefarmasian
NO RUMAH SAKIT PENYAKIT YANG DIPILIH
1 RSUD Dr. Sutomo Diare & Gatroentritis, DBD, Demam Paratifoid, DM, TB, Hipertensi, HIV, Kanker
2 RS Kanker Dharmais Kanker dan Nyeri Kanker
3 RSUD Pirngadi Kanker
4 RS Jantung Harapan Kita Jantung koroner
5 RS Stroke Nasional Stroke
6 RSU Dr. Sardjito Geriatri dan Kanker
7 RSUD Tangerang Talasemia
8 RSUP Dr. Wahidin
11 RSUP Hasan Sadikin Kanker
12 RSPI Sulianti Saroso HIV/AIDS
13 RSU Kariadi Geriatri
14 RS Ketergantungan Obat Ketergantungan Obat
15 RSUP Fatmawati Diabetes Mellitus
16 RSUP Dr. M. Djamil Hipertensi dengan kelainan ginjal, Pediatri (khusus jantung)
17 RSUP Persahabatan TB Paru
18 RS PARU Dr. M. Gunawan P. TB Paru
19 RSJ Marzuki Mahdi Psikiatri
20 RSUP Sanglah HIV/AIDS
Tabel 4. Rumah Sakit yang menjadi pusat pembelajaran pelayanan kefarmasian
Pada tahun 2011 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian telah
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 39
Table 5. Pembekalan Pelayanan Farmasi Klinik Dasar pada 20 Rumah Sakit
Berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring pelayanan kefarmasian di rumah sakit didapatkan data bahwa pelayanan farmasi di rumah
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 40
2011 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian telah membuat audio visual tentang pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit. Diharapkan audio visual ini dapat menjadi bahan advokasi kepada stake holder
dan sosialisasi kepada tenaga kesehatan lain tentang implementasi pelayanan kefarmasian sesuai Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit
2. Puskesmas Perawatan yang melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar
Sesuai dengan Indikator Renstra Kemenkes 2010-2014,
Presentase Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan Pelayanan Kefarmasian sesuai Standar mempunyai target sebesar 15% di tahun 2011. Realisasi dari capaian indikator tersebut adalah 15,15% atau sebanyak 448 Puskesmas dari 2957 Puskesmas Perawatan seluruh Indonesia.
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 41
Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah
Kebijakan Penggunaan obat rasional merupakan salah satu upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan, efektifitas
serta harga yang terjangkau dari suatu obat yang diberikan kepada masyarakat pada fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pengobatan sendiri (Self-medication).
Pelaku pelayanan kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan harus selalu memegang prinsip rasional yaitu selalu bertindak
berdasarkan bukti ilmiah terbaik (Evidence Based Medicine) dan prinsip tepat biaya (cost-effective) serta tepat manfaat (cost-benefit) dalam pemanfaatan obat agar memberikan hasil optimal.
penggunaan obat yang rasional sangat diperlukan dengan alasan sebagai berikut:
(1) Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi belanja obat
(2) Mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau
(3) Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat membahayakan pasien
(4) Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap
mutu pelayanan kesehatan
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 42
swamedikasi oleh masyarakat maka mutu pelayanan kesehatan yang optimal dapat tercapai.
Data yang diperlukan untuk mengukur keberhasilan program penggunaan obat di seluruh Indonesia adalah dengan menggunakan indikator. Penetapan persentase Penggunaan Obat Rasional di
Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah dilakukan melalui pemantauan indikator peresepan untuk 3 Diagnosis penyakit yaitu ISPA Non-Pneumonia, Diare Non-Spesifik dan Myalgia.
Dasar pemilihan ketiga Diagnosis tersebut adalah : (1) Termasuk 10 penyakit terbanyak;
(2) Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang;
(3) Pedoman terapi untuk ketiga Diagnosis jelas; (4) Tidak memerlukan antibiotika/injeksi;
(5) Selama ini ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional.
Adapun Pemantauan indikator peresepan terhadap 3 Diagnosis tersebut dilihat dari:
(1)Penggunaan Antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia (2)Penggunaan Antibiotik pada Diare Non-Spesifik (3)Penggunaan Injeksi pada Myalgia
(4)Rerata item obat per lembar resep
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 43
seluruh Indonesia.
Gambar 18. Penggunaan Obat Rasional di sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah
Pelaksanaan Kebijakan POR didaerah memerlukan
pengorganisasian, penggerakan, pemantauan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Selain itu keberhasilan pelaksanaan kebijakan POR sangat tergantung pada moral, etika, dedikasi, kompetensi, integritas, ketekunan, dan kerja keras segenap pemangku kepentingan di bidang obat.
WHO menyebutkan bahwa lebih dari 50% obat-obatan di dunia
diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, tidak efektif dan tidak efisien. Sementara masyarakat kesulitan mendapatkan akses untuk memperoleh obat esensial.
Dari data yang diperoleh, maka penggunaan obat di Indonesia masih belum rasional, terutama penggunaan antibiotika pada
penyakit ISPA NP, Diare NS, dan suntikan Myalgia dan seluruh provinsi di Indonesia masih belum rasional dalam memberikan obat
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 44
kepada pasien /masyarakat, terlihat jelas dari data yang diperoleh pada tahun 2011 pada 3 penyakit. Oleh karena itu Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dalam mendukung penggunaan obat rasional di seluruh lapisan masyarakat, terus melaksanakan program POR, yang bertujuan demi tercapainya penggunaan obat
secara rasional di seluruh institute pelayanan kesehatan termasuk swamedikasi oleh masyarakat.
D. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Alat Kesehatan mempunyai peranan penting dalam menunjang
diagnose penyakit atau penentuan status kesehatan seseorang. PKRT adalah alat, bahan atau campuran untuk pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga dan tempat-tempat umum. Alat Kesehatan dan PKRT tersebut harus terjamin keamanan, mutu dan manfaatnya sehingga pada proses produksinya harus memenuhi Pedoman Cara Produksi
Alat Kesehatan Yang Baik (CPAKB) dan Pedoman Cara Pembuatan PKRT yang Baik (CPPKRTB). Kedua pedoman tersebut disesuaikan dengan standar mutu international yaitu ISO 9001 tahun 2000 yaitu Quality Mangement Sysitem Requirments dan ISO 13485 tahun 2003 yaitu Quality Management System for Medical Devices.
Alat kesehatan merupakan komiditi yang menarik dan mempunyai nilai jual yang besar dan hal ini menyebabkan daya tarik bagi pelaku bisnis. Peluang ini juga menjadi daya tarik bagi pebisnis yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan peredaran alat kesehatan illegal atau substandar.
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 45
ditemukan di negara berkembang adalah alat kesehatan yang sub standar atau kurang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik seperti sarung tangan dan masker yang dijual dengan harga murah.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah
penduduk lebih dari 250.000.000 jiwa merupakan pasar yang sangat menarik bagi pelaku bisnis alat kesehatan luar maupun dalam negeri karena berbagai alasan. Di antara alasa ‐alasa terse ut adalah: jumlah penduduk yang besar yang menjadi potential buyer dari produk yang dihasilkan; (2) tersedianya angkatan kerja yang
produktivitasnya masih sangat berpeluang untuk ditingkatkan; (3) tersedianya sumber daya yang dapat diolah dan merupakan kebutuhan masayarakat kawasan atau dunia; (4) terpeliharanya stabilisasi di bidang politik dan semakin terbukanya ruang bagi bekerjanya mekanisme pasar; dan (5) semakin turunnya biaya yang tak terkait langsung dengan kegiatan produksi dan distribusi (clean
government atau good corporate governance)
Permasalahan lain adalah kurang optimalnya pasar yang besar dimanfaatkan oleh industri dalam negeri. Dari data yang ada di kementerian kesehatan maka alat kesehatan impor jauh lebih besar dari alat kesehatan dalam negeri. Umumnya industri alat kesehatan
dalam negeri saat ini menghasilkan produk alat kesehatan yang menggunakan teknologi sederhana sampai dengan sedang anatara lain, tempat tidur pasien, tensimeter, sthetoskop, kursi roda, inkubator bayi, dental unit.
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 46
Milyar yang berasal dari produk dalam negeri. Dari data yang ada di Kementerian Indonesia maka tercatat jumlah alat kesehatan import yang beredar di wilayah Indonesia jauh lebih besar dari jumlah alat kesehatan dalam negeri.
Data Alat Kesehatan Yang Terdaftar Di Kemkes Tahun 2011
NO ALAT KESEHATAN JUMLAH KET
1 IMPOR 3785 92%
2 LOKAL 287 8 %
Tabel 6. Data Kesehatan yang Terdaftar di Kementerian Kesehatan Tahun 2011
1. Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT yang Beredar memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan Manfaat
Sesuai dengan Indikator Renstra Kemenkes 2010-2014, Persentase Produk Alat Kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi Persyaratan Keamanan, Mutu dan manfaat mempunyai
target sebesar 80% di tahun 2011. Realisasi dari capaian indikator tersebut adalah 84,93% atau sebanyak 248 sampel memenuhi syarat dari 292 alat kesehatan yang disampling sesuai dengan pedoman teknis pelaksanaan sampling dan pengujian alat kesehatan dan PKRT. Sampling dan pengujian terhadap alat
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 47 Gambar 19. Hasil Pengujian Sampling Alat Kesehatan dan PKRT
2. Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan Cara Produksi yang Baik
Sesuai dengan Indikator Renstra Kemenkes 2010-2014, Persentase Sarana Produksi Alat Kesehatan dan PKRT yang Memenuhi Persyaratan Cara Produksi yang Baikmempunyai target sebesar 45% di tahun 2011. Realisasi dari capaian indikator tersebut adalah 65,91%. Capaian ini dapat dilihat didalam pengukuran
indicator dilakukan monitoring terhadap 44 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang terdapat di 13 Propinsi. Dari hasil monitoring ini terdapat 29 sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik. Prinsip-prinsip yang menjadi perhatian dalam monitoring adalah system manajemen mutu; tanggung jawab manajemen; pengelolaan
sumber dana; realisasi produk; pengukuran, analisa dan perbekalan.
44; 15%
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 48 Gambar 20. Hasil Monitoring terhadap Sarana Produksi Alkes dan PKRT
yang Memenuhi Persyaratan Cara Produksi yang Baik
3. Persentase Sarana Distribusi Alat Kesehatan yang Memenuhi Persyaratan Distribusi
Sesuai dengan Indikator Renstra Kemenkes 2010-2014, Persentase Distribusi Alat Kesehatan Yang Memenuhi Persyaratan Distribusi mempunyai target sebesar 55% di tahun 2011. Realisasi dari capaian indikator tersebut adalah 58,95%. Capaian ini dapat dilihat didalam pengukuran indicator, dilakukan monitoring
terhadap 95 sarana distribusi alat kesehatan dimana 56 sarana distribusi alat kesehatan telah memenuhi persyaratan distribusi dengan melihat standar penilaian terhadap organisasi, bangunan dan fasilitas, pengawasan produksi, pemusnahan produk, dokumentasi, serta penanganan produk recall dan retur.
29; 66%
15; 34%
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 49 Gambar 21. .Hasil Monitoring terhadap Sarana Dsitribusi Alkes yang
Memenuhi Persyaratan Distribusi
4. Registrasi Izin Edar Alat Kesehatan Dan PKRT
Kegiatan peningkatan produksi dan distribusi alkes dan PKRT selama tahun 2011 telah memberikan izin edar alkes dan PKRT dalam negeri maupun impor ,sertifikat produksi dan IPAK serta surat keterangan yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Izin Edar Alkes dan PKRT Tahun 2011 per bulan
Tabel 7. Izin Edar Alkes dan PKRT yang dikeluarkan per bulan Tahun 2011 56; 59%
memenuhi syarat tidak memenuhi syarat
NO PERIJINAN Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des TOTAL
1 Alat Kesehatan Impor 158 219 235 344 135 306 264 415 221 374 409 618 3698
2 Alat Kesehatan Dalam Negeri 0 2 13 44 69 22 33 59 17 31 29 66 385
3 PKRT Impor 30 11 5 35 19 8 31 73 20 27 79 39 377
4 PKRT dalam Negeri 66 85 53 125 59 12 45 167 48 32 111 64 867
5 Perubahan dan Perpanjangan 85 263 149 364 102 161 161 387 139 161 264 377 2613
P r o f i l K e f a r m a s i a n d a n A l a t K e s e h a t a n T a h u n 2 0 1 1 50
Gambar 22. Izin Edar Alkes dan PKRT yang dikeluarkan pada Tahun 2011 dalam grafik
Sertifikat Produksi dan IPAK
Tabel 8. Sertifikat Produksi dan IPAK yang dikeluarkan per bulan tahun 2011