• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jalan Panjang Penataan Kembali Kebijakan Kehutanan di Indonesia. Catatan Proses Penyusunan Rancangan Stranas REDD+ Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jalan Panjang Penataan Kembali Kebijakan Kehutanan di Indonesia. Catatan Proses Penyusunan Rancangan Stranas REDD+ Indonesia"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan Kehutanan di Indonesia

(2)
(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR SINGKATAN

RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan buku ini 3. Ruang Lingkup 4. Kerangka buku

BAB II PERMASALAHAN DAN TANTANGAN 1. Mengapa Diperlukan Sejumlah Prinsip Dasar 2. Empat Prinsip Dasar dan Indikator Pemenuhan

2.1. Prinsip Inklusifi tas 2.2. Prinsip Transparansi 2.3. Prinsip Kredibilitas 2.4. Prinsip Institutionalitas

3. Prasyarat Keberhasilan Implementasi Prinsip Dasar

BAB III TAHAPAN DAN HASIL PROSES PERUMUSAN STRATEGI NASIONAL REDD+

1. Tahapan Pra Penyusunan Dokumen Stranas REDD+ 1.1. Proses dan Hasil

1.2. Analisis Terhadap Proses

2. Tahap Penyusunan Dokumen Stranas REDD+ 2.1. Penulisan Draf O dan Draf 1

2.2. Analisis terhadap proses 3. Tahap Konsultasi Publik

iii

viii

xiii

1

1

3

3

4

7

7

8

8

9

10

11

13

15

16

16

19

20

20

28

DAFTAR ISI

(4)

3.1. Tahap Konsultasi Regional

3.2. Konsultasi Ahli Di Tingkat Nasional 3.3. Konsultasi Ahli Di Tingkat Internasional

BAB IV PEMBELAJARAN (LESSONS LEARNED) 1. Pentingnya Mekanisme Preparedness

2. Proses yang inklusif membutuhkan waktu

3. Mekanisme pelibatan yang ramah terhadap pihak yang rentan 4. Partisipasi yang hakiki

5. Proses perumusan kebijakan yang berpijak pada data dan pengalaman 6. Proses perumusan kebijakan REDD+ yang comprehensive

7. Proses komunikasi yang efektif membutuhkan proses yang bersifat resiprokal 8. Pentingnya sistem pendukung (support system) dalam proses perumusan

kebijakan BAB V PENUTUP

30

53

54

65

65

65

66

66

66

67

63

67

69

(5)

DAFTAR SINGKATAN

A

AFP : ASEAN Forest Partnership

AFOLU : Agriculture, Forestry, and Other Land Use AMDAL : Analisa Mengenai Dampak Lingkungan APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APL : Area Penggunaan Lain

AusAid : Australian Government’s Overseas Aid Program

B

BAP : Bali Action Plan BAU : Business as Usual

Bappenas : Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional BIN : Badan Intelijen Negara

BPKH : Balai Pemantapan Kawasan Hutan

C

COP : Conference of Parties

CI : Conservation International

CSR : Corporate Social Responsibility

D

DA : Demonstration Activities

DAS : Daerah Aliran Sungai DKI : Daerah Khusus Ibu Kota DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta

F

FAO : Food and Agriculture Organization FCPF : Forest Carbon Partnership Facility

(6)

FPIC : Free Prior Informed Consent

FRIS : Forest Resource Information System FSC : Forest Stewardship Council

G

Gerhan : Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan GIS : Geographic Information System

GNRHL : Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan

GRK : Gas Rumah Kaca

H

HK : Hutan Konservasi

HKm : Hutan Kemasyarakatan

HL : Hutan Lindung

HP : Hutan Produksi

HTI : Hutan Tanaman Industri HTR : Hutan Tanaman Rakyat

I

ICRAF : World Agro forestry Centre IFCA : Indonesia Forest Climate Alliance ILRC : Illegal Logging Response Centre INCAS : Indonesia National Carbon Accounting IPCC : Intergovernmental Panel on Climate Change ITTO : International Tropical Timber Organization IUCN : International Union for Conservation Nature IUPHHK : Ijin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu

J

JICA : Japan International Cooperation Agency

K

KMDM : Kecil Menanam, Dewasa Memanen KLHS : Kajian Lingkungan Hidup Strategis KPH : Kesatuan Pengelolaan Hutan

(7)

L

LAPAN : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional LEI : Lembaga Ekolebel Indonesia

LOI : Letter of Intent

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat LUCF : Land Use Change and Forestry

LULUCF : Land Use , Land Use Change and Forestry

M

Mabes TNI : Markas Besar Tentara Nasional Indonesia MRV : Measurement, Reporting and Verification

N

NAD : Nangroe Aceh Darussalam

O

ORES : One Roof Enforcement System

P

PAD : Pendapatan Asli Daerah PHLN : Pinjaman Hibah Luar Negeri PDB : Produk Domestik Bruto PMH : Pemberantasan Mafia Hukum POLRI : Kepolisian Republik Indonesia

Pokja : Kelompok Kerja

PPATK : Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPP : Public Private Partnership

R

RAN : Rencana Aksi Nasional

REDD+ : Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation+

REL/RL : Reference Emission Level

(8)

RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

RPPLH : Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah

S

Satgas : Satuan Tugas

SDM : Sumber Daya Manusia

SFM : Sustainable Forest Management

Stranas : Strategi Nasional

SVLK : Sistem Verifikasi Legalitas Kayu

T

TNC : The Nature Conservancy

U

UKP4 : Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

UNDP : United Nations Development Program

UNFCCC : United Nations Framework Convention on Climate Change UN REDD : United Nations on Reducing Emission From Deforestation

and Forest Degradation

UNODC : United Nations Office on Drugs and Crime USA : United States of America

UUPLH : Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

W

(9)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% dengan pembiayaan sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada 2020 dari tingkat emisi Business as Usual (BAU). Sektor kehutanan melalui implementasi REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation+) diperkirakan akan berkontribusi 14% dari total target pengurangan emisi GRK sebesar 26%. Komitmen politik ini kemudian dimanifestasikan dalam tindakan aksi antara lain berupa penyusunan Strategi Nasional (Stranas) REDD+ yang akan menjadi payung kebijakan nasional untuk implementasi REDD+ di Indonesia.

Pemerintah Indonesia berharap agar proses pengembangan Stranas REDD+ diharapkan menjadi suatu proses yang dikelola berdasarkan prinsip inklusifi tas, transparansi, kredibilitas dan institusionalitas. Dengan pendekatan seperti ini, maka proses penyusunan Stranas REDD+ diharapkan akan menghasilkan kebijakan yang tepat; berbasis pada partisipasi dan kepentingan semua pihak; efektif dan mudah diimplementasikan; mudah dikontrol dan dievaluasi; dan memberikan insentif ekonomi secara lebih adil.

I. PRINSIP PRINSIP PENYUSUNAN STRANAS REDD+

Penyusunan Stranas REDD+ dilakukan dengan menggunakan pendekatan prinsip:

1. Prinsip Inklusifi tas: bahwa proses perumusan Stranas REDD+ ini telah melibatkan para pihak baik yang akan mengimplementasikannya maupun kepada para pihak yang akan terkena dampak secara langsung maupun tidak langsung. Proses pelibatan ini seringkali dilakukan melalui upaya-upaya konsultasi publik.

2. Prinsip Transparansi: bahwa pengembangan Stranas REDD+, prinsip transparansi dimaknai sebagai prinsip keterbukaan, dimana terdapat akses publik untuk melihat tahapan dan memantau perkembangan proses pembuatan kebijakan (Issai, 2000). Prinsip transparansi ini dapat

(10)

3. Prinsip Kredibilitas: bahwa proses pengembangan Stranas REDD+

merupakan proses yang dikelola oleh orang-orang dan dengan proses yang dapat dipercaya. Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan dan penerimaan dari publik terhadap proses penyusunan Stranas REDD+ sehingga Stranas REDD+ yang terbentuk mendapatkan legitimasi penuh dari para pihak.

4. Prinsip Kelembagaan: bahwa proses pengembangan Stranas REDD+

dilakukan dengan pendekatan yang mengarah pada proses pelembagaan ide-ide, pengetahuan, nilai-nilai, dasar hukum, serta struktur dan mekanisme yang menggambarkan lima aspek dasar yaitu keteraturan, otonomi, adaptabilitas, komprehensifi tas, koherensi dan fungsionalitas.

Keempat prinsip ini dianggap penting dengan asumsi bahwa dengan menggunakan keempat prinsip seperti itu maka proses pengembangan strategi diharapkan benar-benar memberikan jaminan terhadap kehandalan rumusan strategi dan kelembagaan yang dihasilkan. Juga bisa memberikan kejelasan dan kepastian terhadap hak-hak atau kepentingan-kepentingan para pihak dalam kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia.

Walau demikian, dibutuhkan sejumlah prasyarat untuk bisa mengimplementasikan keempat prinsip tersebut dalam perumusan kebijakan REDD+. Prasyarat-prasyarat tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:

• Adanya konsultasi dengan para pihak yang bertanggung jawab, yang potensial terkena dampak, maupun pihak-pihak yang relevan atau terkait secara langsung dan tidak langsung dengan implementasi Stranas REDD+. • Adanya penyediaan informasi dasar yang jelas dan komprehensif serta

mekanisme pelaporan publik yang tepat waktu, relevan, dan mudah diakses oleh siapapun.

• Proses yang bersifat inklusif dan transparan

• Mekanisme input dan output informasi atau komunikasi yang memungkinkan para pihak atau publik mengetahui dan memberikan tanggapan

• Proses pelembagaan gagasan, nilai-nilai, pengetahuan dan kepentingan-kepentingan

(11)

II. TAHAPAN DAN HASIL PROSES PENYUSUNAN STRANAS

REDD+

Secara umum tahapan proses penyusunan yang dilakukan sejak Juli hingga November 2010 dapat dibagi dalam empat bagian pokok, yaitu tahapan pra penyusunan dokumen Stranas REDD+; tahapan penyusunan dokumen Stranas REDD+; tahapan konsultasi public; dan tahapan keputusan tentang status hasil rumusan Stranas REDD+. Keseluruhan proses tahapan penyusunan Stranas REDD+ yang dilaksanakan ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahap Penyusunan Stranas REDD+

Konsultasi Region Jawa Yogyak arta, 30/9- 1/10/2010

Pertemuan Tim Pengarah Bappenas, 24/9/2010 Peny empurnaan Draft 0

21-23/8/2010

Pertemuan Tim Pelak sana Bappenas, 24/8/2010 Pertemuan Tim Pelaksana: Pembentukan Tim Penyusun Bappenas, 16/7/ 2010 Kemenhut, 22/7/2010 Pertemuan Fasilitator Persiapan Konreg ( Konsultan Regional) B ogor, 24-26/9/2010 Konsultasi Region Bali, Nusa Tenggara, Maluku

Senggigi, 7-8/10/2010

Konsultasi Region Sumatera bagian utara dan selatan

Banda Aceh, 11-12/10/2010 Konsultasi Region Sulaw esi Palu, 14- 15/10/2010 Konsultasi Region Kalimantan Palangk a Raya, 14- 15/10/2010 Konsultasi Region Papua Jay apura, 18-19/10/2010

Konsultasi Region Sumatera bagian timur Jambi, 21- 22/10/2010

Draft 0 per 24/8/2010

Draft 1 per 23/9/2010

Konsultasi Para Ahli Nasional dan Internasional

Bali, 31/10- 3/11/2010 Konsinyering Tim Penulis

Bogor, 23- 26/10/2010 Aston M arina, 28-30/10/2010

Draf t per 10/11/2010 Pertemuan Tim Pengarah

Bappenas, 5/11/2010 Konsultasi Nasional Bappenas, 10/11/2010 Ranc angan Stranas REDD+ Executive S ummary Buku Proses Penyusunan Pertemuan Tim Pelaksana

Aryaduta, 19/8/2010 Konsinyering Tim Penulis

(Workshop REL) Bogor, 11-13 dan 15- 16/8/2010

Pertemuan Tim Pelak sana Bogor, 1/9/2010 Pertemuan Tingkat Eselon I

Bappenas, 3/8/2010 Pertemuan Tim Penulis

Bogor, 2/8/2010

Kunjungan Awal Konreg Palu, 7/9/2010

Kunjungan A wal Konreg Ac eh, Papua, Palangka Raya, Jambi,

26-30/9/2010

Pertemuan Tim Pengarah Bappenas, 3/9/2010

Peny empurnaan Draft O ? Draft 0 per 19/8/2010

Konsinyering Tim Penulis Bali, 3-5/11/2010 Draft per 5/11/2010

Penyempurnaan Draft 6-9/11/2010

(12)

1. Tahapan Pra Penyusunan Stranas REDD+:

Merupakan tahapan koordinasi persiapan penyusunan Stranas REDD+, dimana Bappenas mendapat mendat dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mengkoordinasi proses penyusunan Stranas REDD+. Tahap ini diisi dengan pembentukan Tim Penyusun Stranas REDD+ yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Pada tahapan proses ini, UN-REDD masuk sebagai fasilitator dan berfungsi sebagai sistem pendukung pelaksanaan penyusunan Stranas REDD+. UN-REDD dengan persetujuan Tim Pelaksana membentuk Tim Penulis dan Tim Sekretariat.

2. Tahapan Penulisan Draf Stranas REDD+

Diisi dengan proses penulisan dan proses konsultasi antara Tim Penulis dengan Tim Pelaksana. Selama tahap ini, dihasilkan draf 0 Stranas REDD+ pada tanggal 19 Agustus 2010. Draf ini kemudian diperbaiki menjadi draf 1 versi tanggal 26 Agustus yang kemudian diperbaiki lagi menjadi draf tanggal 23 September 2010, yang menjadi bahan dasar proses konsultasi publik.

3. Tahapan Konsultasi Publik:

Draf Stranas REDD+ dikonsultasikan kepada berbagai pihak di tingkat regional, nasional, maupun para ahli ditingkat nasional dan internasional. Proses konsultasi publik di tingkat regional dilakukan di 7 wilayah regional sebagai berikut (table 1).

Tabel 1. Wilayah Pelaksanaan Konsultasi Regional

Regional Jawa Mataram Sumater Kalimant Sulawesi Papua Sumater l m a I tan i a II Provi DIY, D Mata Malu Aceh Kalim Kalim Sulaw Sulaw Papu Kepu Belitu

insi yang ter

DKI, Banten, aram, Nusa T uku , Lampung, mantan Barat mantan Teng wesi Selatan wesi Barat a dan Papua ulauan Riau, ung rcakup , Jawa Barat, Tenggara Ba Sumatera Ba t, Kalimanta gah , Sulawesi T a Barat Riau, Jambi, , Jawa Timu rat, Nusa Te arat dan Sum

n Selatan, K enggara, Go , Sumatera S r, dan Jawa T enggara Timu matera Utar Kalimantan T orontalo, Sul Selatan dan Tengah ur, Bali, dan a

Timur, dan awesi Utara

Bangka ,

(13)

Secara garis besar unsur kepesertaan dalam konsultasi regional telah dihadiri oleh berbagai pihak (Gambar 2). Akan tetapi, sebagian besar peserta masih didominasi unsur laki-laki (Gambar 3).

Gambar 2. Unsur Kepesertaan Dalam Konsultasi Regional

Grafi k 3. Unsur Kepesertaan Laki-laki dan Perempuan dalam Konsultasi Regional

Proses konsultasi regional dicatat telah berhasil meningkatkan pemahaman para peserta konsultasi yang ditunjukan dengan hasil jajak pendapat yang dilakukan terhadap para peserta konsultasi (Tabel 2).

42% 9 9% 3% 46% Pemerint CSO Akademis Swasta ah si 85% 14% 1% Mas Sekt LSM syarakat Adat tor Perempuan M n

(14)

Tabel 4

Pendapat Peserta Konsultasi Regional

Mengenai Perubahan Pengetahuan setelah Mengikuti Konsultasi Penyusunan Stranas REDD+

Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa catatan penting yang dapat menjadi sumber perbaikan proses konsultasi dimasa yang akan datang yaitu:

• Pentingnya akses dini peserta konsultasi terhadap materi konsultasi.

• Pentingnya mekanisme feedback untuk meningkatkan kepercayaan para peserta konsultasi terhadap proses konsultasi

• Proses pemilihan peserta konsultasi harus dilakukan dengan proses yang hati-hati, adil dan terbuka.

• Pentingnya memberikan akses kepada perempuan untuk terlibat dalam proses perumusan kebijakan mengenai REDD+.

• Pentingnya mekanisme persiapan (preparedness) untuk memberi pembekalan kepada para pihak yang rentan dan memiliki akses yang rendah terhadap informasi.

Proses konsultasi juga dilaksanakan di tingkat nasional dan dengan para ahli baik di tingkat nasional maupun nasional yang kemudian menjadi bahan dasar revisi dan penyempurnaan draf Stranas REDD+. Selain melalui proses konsultasi secara langsung, Tim Penyusun Stranas REDD+ juga melakukan konsultasi dan permintaan masukan secara tertulis kepada Kementrian terkait dan Civil Society Organisation (CSO).

Region Mengalami Peningkatan Tidak Mengalami Peningkatan

Jawa 98% 2%

Bali, Nusa & Maluku 96% 4% Sumatera Bagian Barat 97% 3%

Sulawesi 98% 2%

Kalimantan 84% 16%

Papua 71% 29%

(15)

4. Tahapan Penentuan Status Hasil Penyusunan Draf Stranas REDD+

Pada tanggal 18 November 2010, Bappenas akan menyerahkan dengan resmi draf Rancangan Stranas REDD+ ke Satgas REDD+ yang diketuai oleh Kuntoro Mangkusubroto dari UKP4. Proses lebih lanjut mengenai status draf akan ditentukan selanjutnya di tingkat Satgas/REDD+.

III. PEMBELAJARAN (LESSONS LEARNED)

Berikut ini beberapa pembelajaran yang dapat ditarik dari proses-proses yang telah terjadi:

a) Pentingnya Mekanisme Preparedness

Mekanisme preparedness yang berisi peningkatan kapasitas dan pemahaman para pemangku kepentingan mengenai REDD+ sangat penting untuk menjamin inklusifi tas proses perumusan kebijakan. Mekanisme preparedness ini terutama dibutuhkan untuk membantu para pihak yang memiliki akses dan kontrol yang rendah terhadap informasi dan proses-proses pengambilan keputusan seperti masyarakat adat dan perempuan.

b Proses yang inklusif membutuhkan waktu dan Informasi

Proses yang inklusif mensyaratkan partisipasi para pihak, dimana para pihak ini memiliki kedudukan yang setara. Untuk mencapai tahapan ini memang dibutuhkan waktu yang tidak singkat, disamping diperlukan informasi yang dini, jelas dan komprehensif agar semua pihak bisa berada pada kedudukan dan kapasitas yang sama dalam proses pengambilan keputusan.

Dilain pihak, pemerintah seringkali menghadapi situasi dimana keputusan-keputusan penting harus dibuat dalam waktu yang relatif singkat untuk menunjukkan progres dari sebuah proses politik. Keterbatasan waktu ini menciptakan situasi ketidakadilan bagi pihak-pihak yang relatif memiliki akses rendah terhadap informasi seperti masyarakat adat dan perempuan.

c) Mekanisme pelibatan yang ramah terhadap pihak yang rentan

REDD+ adalah sebuah mekanisme yang cukup rumit, gabungan dari proses politik dan ilmu pengetahuan sains yang kompleks. Hal ini menyebabkan

(16)

jika tidak diantisipasi dengan bantuan penjelasan dan tambahan informasi yang mudah dimengerti oleh orang awam akan menimbulkan “intimidasi”. “Intimidasi” semacam ini secara tidak langsung akan mengeluarkan pihak-pihak yang tidak memiliki pemahaman terhadap sains dibalik REDD+ dari proses konsultasi yang terjadi.

d) Partisipasi yang hakiki

Agar para pihak mau berpartisipasi secara berkelanjutan dalam proses-proses perumusan kebijakan selanjutnya, maka para pihak yang telah mengikuti proses harus percaya bahwa kepesertaan mereka membawa dampak dan perubahan dalam proses perumusan kebijakan. Oleh karena itu mekanisme feedback dan tindak lanjut menjadi sangat penting. Mekanisme feedback mencakup penjelasan bagaimana pengambilan keputusan diambil dan peran masukan serta tanggapan mereka didalamnya. Ketiadaan mekanisme feedback dapat menyebabkan peserta konsultasi merasa bahwa mereka dan pandangan-pandangan mereka tidak dipertimbangkan.

e) Proses perumusan kebijakan yang berpijak pada data dan pengalaman

REDD+ merupakan mekanisme mitigasi perubahan iklim yang mensyaratkan ketersediaan data yang akurat, lengkap dan dapat diverivikasi. Terkait dengan hal ini, proses penyusunan kebijakan mengenai REDD+ harus ditopang dengan ketersediaan data yang akurat dan relevan baik ditingkat nasional maupun lokal. Penggunaan data yang relevan dan akurat dapat meningkatkan kredibilitas proses penyusunan Stranas REDD+. Selain berpijak pada data, agar relevan sebuah kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan pengalaman - pengalaman para pihak, terutama para pihak yang diperkirakan akan terkena dampak dari implementasi kebijakan ini. Dalam konteks Stranas REDD+ para pihak tersebut bisa berupa masyarakat adat dan masyarakat lokal yang tinggal di dan sekitar hutan.

f) Proses perumusan kebijakan REDD+ yang komprehensif

Sebuah kebijakan REDD+ yang efektif harus mengandung muatan substansi strategi maupun kelembagaan yang komplit dalam artian mengetengahkan gambaran tentang kondisi hutan dan lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi deforestasi dan degradasi, baik itu menyangkut ketidakseimbangan penggunaan ruang, problem kelembagaan, governance, dan ekonomi.

(17)

g) Proses komunikasi yang efektif membutuhkan proses yang bersifat resiprokal

Yang diwujudkan dalam bentuk ketersediaan informasi dini, kebersediaan pemerintah dan para pihak lain untuk berdialog, adanya mekanisme feedback yang efektif dan dilakukan dengan saluran media yang mudah diakses terutama oleh pihak pihak yang memiliki posisi yang rentan.

h) Pentingnya sistem pendukung (support system) dalam proses perumusan kebijakan

Hadirnya UN-REDD sebagai lembaga yang bertugas memfasilitasi proses perumusan Stranas REDD+, dan Kemitraan yang membantu proses konsultasi regional merupakan salah satu kunci suksesnya perumusan draf Stranas REDD+. Lembaga seperti UN-REDD dipersepsikan sebagai lembaga yang netral, dan seringkali berhasil membuka sumbat-sumbat koordinasi dan komunikasi antar sektor ditubuh pemerintah. Dalam proses perumusan Stranas REDD+, UN-REDD sebagai fasilitator berhasil membantu Bappenas untuk mengkoordinasi proses perumusan Stranas REDD+. Secara keseluruhan, UN-REDD dapat memainkan peran sebagai sistem pendukung yang baik dalam memfasilitasi proses-proses penyusunan Stranas REDD+.

V. PENUTUP

Buku catatan proses ini mencoba mendokumentasikan dinamika proses yang terjadi serta perubahan-perubahan konsensus yang dihasilkan dalam mengisi substansi isi draft Stranas REDD+. Seluruh temuan yang dihasilkan merupakan penilaian yang bersifat independen dan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk proses-proses perumusan kebijakan lain yang ingin mengarusutamakan prinsip inklusif, transparan, handal dan terinstitusionalisasi.

(18)
(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sudah mengembangkan berbagai strategi pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan. Beberapa kebijakan telah dilakukan terutama sejak ditetapkannya Bali Action Plan yang memandatkan pengembangan proses penyiapan implementasi REDD+ yang mencakup pelaksanaan demonstration activities dan pengembangan perangkat kebijakan (readineness phase). Sebagai negara dengan tutupan hutan terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo dan laju deforestasi kedua tertinggi setelah Brazil, Indonesia dianggap memiliki peran strategis baik dalam negosiasi REDD+ ditingkat internasional maupun tahap penyiapan implementasi REDD+ di level nasional.

Posisi strategis Indonesia ini dikukuhkan dengan komitmen politik Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 26% dengan pembiayaan sendiri atau 41% dengan bantuan internasional pada 2020 dari tingkat emisi Business as Usual (BAU). Sektor kehutanan melalui implementasi REDD+ diperkirakan akan berkontribusi 14% dari total target pengurangan emisi GRK sebesar 26%. Komitmen politik ini kemudian dimanifestasikan dalam tindakan aksi antara lain berupa penyusunan strategi nasional (Stranas) REDD+ yang akan menjadi payung kebijakan nasional untuk implementasi REDD+ di Indonesia.

Proses perumusan Stranas REDD+ ini kemudian mendapatkan percepatan setelah adanya kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan Norwegia yang tertuang dalam surat niat (Letter of Intent) mengenai kerjasama penurunan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan yang ditandatangani pada 26 Mei 2010. Proses ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan pembenahan terhadap berbagai aspek yang terkait dengan pengelolaan hutan dan berbagai sektor lainnya yang terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan.

(20)

Ditingkat nasional, Pemerintah Indonesia berharap agar proses pengembangan Stranas REDD+ diharapkan menjadi suatu proses yang dikelola berdasarkan prinsip inklusif, transparan, kredibel dan terinstitusionalisasi. Dengan kata lain, proses pengembangan Stranas REDD+ dapat melalui proses yang berjenjang ditingkat nasional maupun sub-nasional dengan melibatkan para pihak yang berkepentingan dan terkait dengan REDD+ di Indonesia. Dengan pendekatan seperti ini, maka proses penyusunan Stranas REDD+ diharapkan akan menghasilkan kebijakan yang tepat; berbasis pada partisipasi dan kepentingan semua pihak; efektif dan mudah diimplementasikan; mudah dikontrol dan dievaluasi; dan memberikan insentif ekonomi secara lebih adil. Melihat kebutuhan ini, Bappenas selaku koordinator yang diberi mandat untuk menyusun Stranas REDD+ memformulasikan empat prinsip dasar yang diarusutamakan selama proses pengembangan Stranas REDD+ yaitu:

1. Prinsip Inklusif

Inklusif memiliki makna bahwa proses perumusan Stranas REDD+ ini telah melibatkan para pihak baik yang akan mengimplementasikannya maupun kepada para pihak yang akan terkena dampak secara langsung maupun tidak langsung. Proses pelibatan ini seringkali dilakukan melalui upaya-upaya konsultasi publik.

2. Prinsip Transparansi

Dalam konteks pengembangan Stranas REDD+, prinsip transparansi dimaknai sebagai prinsip keterbukaan, dimana terdapat akses publik untuk melihat tahapan dan memantau perkembangan proses pembuatan kebijakan (Issai, 2000). Prinsip transparansi ini dapat diwujudkan dengan penyediaan mekanisme pelaporan publik yang tepat waktu, relevan, informatif dan jelas.

3. Prinsip Kredibilitas

Prinsip kredibilitas adalah prinsip yang mengandung pemahaman bahwa proses pengembangan Stranas merupakan proses yang dikelola oleh orang-orang dan dengan proses yang dapat dipercaya. Hal ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan dan penerimaan dari publik terhadap proses penyusunan Stranas sehingga Stranas REDD+ yang terbentuk mendapatkan legitimasi penuh dari para pihak.

(21)

4. Prinsip Institusionalisasi

Prinsip institusionalitas mengacu pada pemahaman bahwa proses pengembangan Stranas REDD+ dilakukan dengan pendekatan yang mengarah pada proses pelembagaan ide-ide, pengetahuan, nilai-nilai, dasar hukum, serta struktur dan mekanisme yang menggambarkan lima aspek dasar yaitu keteraturan, otonomi, adaptabilitas, komprehensifi tas, koherensi dan fungsionalitas.

Dalam konteks seperti ini, pencatatan atau dokumentasi tentang proses penyusunan Stranas REDD+ menjadi penting untuk dilakukan. Buku ini diharapkan akan memberikan pembelajaran kepada para pihak bagaimana membangun kebijakan berskala nasional yang melibatkan banyak pihak melalui proses yang transparan dan kredibel. Selain itu buku ini juga berisi pembelajaran tentang bagaimana seharusnya pemerintah berkomunikasi kepada masyarakat, civil society organisation (CSO), kalangan pengusaha, dan juga sebaliknya. Buku ini diharapkan juga dapat memberikan pembelajaran tentang sebuah proses perumusan kebijakan yang mempertemukan berbagai kepentingan atau aspirasi yang bersumber pada keragaman karakteristik sosio-ekologi bahkan ekonomi politik yang melatarbelakangi masing-masing pihak.

2. Tujuan buku ini

Buku ini bertujuan untuk menggambarkan tahapan proses penyusunan Stranas REDD+ dan mereview implementasi empat prinsip penyusunan kebijakan (inklusif, transparan, kredibel, dan institusionalisasi) yang diarusutamakan oleh Bappenas dalam proses penyusunan Stranas REDD+. Buku ini juga bertujuan untuk mendokumentasikan pembelajaran-pembelajaran positif maupun negatif yang dapat diambil selama proses penyusunan Stranas REDD+ untuk memberikan gambaran dan informasi kepada para pihak mengenai proses perumusan kebijakan yang partisipatif, transparan, kredibel dan terinstitusionalisasi. Pemahaman mengenai pembelajaran-pembelajaran yang didapat dari proses perumusan sebuah kebijakan akan membantu para pengambil keputusan dan perancang kebijakan untuk menghindari kesalahan dan memperbesar faktor keberhasilan dari sebuah proses perumusan kebijakan

Secara garis besar pendokumentasian proses penyusunan Stranas REDD+ bertujuan untuk:

(22)

1. Mendokumentasikan pengetahuan dan pengalaman dalam proses penyusunan sebuah kebijakan dengan cara yang efektif dan mudah ditangkap sehingga dapat meningkatkan kualitas dan dampak positif dari sebuah proses penyusunan kebijakan.

2. Mempercepat adopsi proses-proses perumusan kebijakan yang mengarusutamakan prinsip inklusif, transparan, kredibel dan terinstitusionalisasi sehingga dapat direplikasi dan diadaptasi pada konteks dan lokasi yang berbeda.

3. Mendokumentasikan pembelajaran dari proses komunikasi yang efektif dalam mengelola keragaman karakteristik sosio-ekologi bahkan ekonomi politik yang melatarbelakangi para pihak yang terlibat dalam proses penyusunan sebuah kebijakan.

3. Ruang Lingkup

Pendokumentasian proses penyusunan Stranas REDD+ merupakan sebuah mekanisme yang sistematis untuk menangkap perubahan-perubahan dari konsensus yang disepakati dalam proses pengambilan keputusan. Mekanisme ini juga mencatat dinamika proses dan memahami bagaimana hal itu bisa terjadi. Temuan yang diperoleh kemudian diolah dan didiseminasikan sebagai dokumen publik yang dapat diakses oleh siapapun. Ruang lingkup pendokumentasian proses ini mencakup fase dimana Bappenas pertamakali diberikan mandat oleh Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian untuk menyusun Stranas REDD+ hingga serah terima draft Stranas dari Bappenas kepada Satuan Tugas (Satgas) REDD+ yang dikoordinatori oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

4. Outline buku

Buku ini terdiri dari ringkasan eksekutif, lima bab utama dan appendix.

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan

buku proses, ruang lingkup dan outline buku.

Bab II mendeskripsikan ke empat prinsip utama yang dipakai sebagai dasar

dalam proses penyusunan Stranas REDD+. Bab ini juga menjelaskan kenapa keempat prinsip ini vital sebagai wujud perumusan kebijakan yang berdasarkan pada aplikasi konsep good governance dan kontekstualitas keempat prinsip ini dalam lingkup REDD+.

(23)

Bab III menggambarkan tahapan proses dan hasil dari penyusunan Stranas

REDD+. Bab ini juga akan memberikan informasi mengenai siapa saja stakeholder yang terlibat, bagaimana proses pembentukan konsensus dijalankan, dan isu-isu krusial yang muncul dalam proses.

Bab IV mendokumentasikan dan mensarikan pembelajaran (lessons learned)

yang diperoleh dari proses penyusunan Stranas REDD+.

Bab V merupakan penutup dan rekomendasi. Appendix berisi lampiran-lampiran dokumen

(24)
(25)

BAB II

PRINSIP DASAR PENYUSUNAN STRANAS REDD+

1. Mengapa Diperlukan Sejumlah Prinsip Dasar

Dalam berbagai diskusi mengenai REDD+, banyak pihak berharap bahwa REDD+ dapat mempercepat upaya menekan laju deforestasi dan degradasi hutan dan memberi kontribusi terhadap pengentasan kemiskinan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Selain itu, REDD+ juga diharapkan dapat memberikan jaminan yang lebih tegas terhadap upaya pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati.

Walau demikian, tidak sedikit pihak menyatakan kekhawatiran bahwa REDD+ akan menyebabkan ketidakadilan dan kemiskinan bagi masyarakat adat dan lokal yang menggantungkan hidup mereka pada hutan. Kekhawatiran ini berbasis pada situasi dimana pengelolaan hutan seringkali menegasikan hak-hak sosial ekonomi dan ekologi masyarakat adat atau masyarakat yang tinggal di dalam maupun di luar kawasan hutan. Bahkan seringkali kebijakan pengelolaan hutan dinilai masih menegasikan hak para pihak untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kepentingan mereka terhadap sumberdaya hutan.

Lebih lanjut, terdapat pula pandangan bahwa program-program di sektor kehutanan acapkali menjadi sasaran praktik korupsi dimana para elite politik dan pengusaha memonopoli keuntungan (benefi ts) dan penguasa dengan sengaja mempertahankan relasi kuasa yang asimetris diantara para pihak.

Dengan latar belakang kekhawatiran bahwa implementasi REDD+ dapat menciptakan resiko baru dan menyebabkan situasi ketidakadilan, berbagai pihak mengajukan agar penyusunan kebijakan dan implementasi proyek-proyek REDD+ didasarkan pada sejumlah prinsip yang bisa memberikan jaminan terhadap kepentingan para pihak. Ada keinginan untuk menjadikan penyusunan REDD+ menjadi suatu proses yang dilandasi oleh kepentingan tidak hanya untuk menyelaraskan kepentingan ekologi dan ekonomi saja. Tetapi juga menjadi suatu

(26)

gilirannya akan untuk menghasilkan kebijakan dan sistem kelembagaan yang memiliki legitimasi kuat, berfungsi efektif, dan mudah diimplementasikan.

Untuk memastikan hal ini, Bappenas selaku koordinator penyusunan Stranas REDD+ mengajukan empat prinsip dasar penyusunan Stranas REDD+ sebagai berikut: (1) prinsip inklusif, (2) prinsip transparansi, (3) prinsip kredibilitas, dan (4) prinsip institusionalisasi. Sub bab berikutnya akan menjelaskan secara lebih mendetail mengenai pengertian dan ukuran-ukuran yang bisa dipakai untuk menunjukkan masing-masing prinsip.

2. Empat Prinsip Dasar dan Indikator Pemenuhan

2.1. Prinsip Inklusifi tas

2.1.1. Pengertian Prinsip Inklusifi tas

Dalam konteks penyusunan Stranas REDD+, inklusif memiliki makna bahwa proses perumusan Stranas REDD+ telah melibatkan para pihak baik yang akan mengimplementasikan kebijakan ini maupun kepada pihak yang akan terkena dampak secara langsung maupun tidak langsung dari implementasi Stranas REDD+. Proses pelibatan ini seringkali dilakukan melalui upaya-upaya konsultasi publik. Dalam konteks konsultasi publik, inklusif berarti terjadi proses penyepakatan atau pengambilan konsensus yang benar-benar dilakukan bersama. Semua pemangku kepentingan merasa memiliki keputusan tersebut, termasuk pihak yang sebenarnya berbeda pendapat dengan keputusan yang dibuat (LGSP, 2009).

2.1.2. Indikator Prinsip Inklusifi tas

Prinsip inklusifi tas dapat ditunjukkan dengan indikator atau ukuran-ukuran sebagai berikut:

Keterwakilan dan keterlibatan para pihak dalam proses-proses pengambilan ;

keputusan dan perumusan draf stranas REDD+

Keterlibatan para pihak yang memiliki kepentingan langsung dengan •

Stranas REDD+ (antara lain: masyarakat, pemda, dan Bappenas, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, dan investor)

Keterlibatan para pihak yang tidak memiliki keterkaitan langsung tapi •

memiliki kepentingan dan perhatian terhadap Stranas REDD+ (antara lain; organisasi masyarakat sipil, para akademisi dan para pewarta)

(27)

Keterwakilan dan keterlibatan kelompok rentan/minoritas dalam proses-;

proses pengambilan keputusan dan perumusan draf Stranas REDD+ Keterwakilan dan keterlibatan kelompok perempuan

Keterwakilan dan keterlibatan masyarakat adat •

Keterlibatan kelompok masyarakat lainnya yang tinggal di dalam hutan •

atau di sekitar hutan atau kelompok yang sangat tergantung pada ekosistem hutan.

Proses pemilihan/penentuan wakil dari para pihak yang adil dan inklusif ;

Tersedianya informasi dasar yang memberikan gambaran kepada para •

pihak mengenai apa yang akan dibahas dan diputuskan

Keterlibatan representasi dari para pihak dalam memilih perwakilan •

mereka

Teridentifi kasinya seluruh pihak yang potensial •

Terdapat langkah-langkah penyiapan untuk memudahkan pelibatan para ;

pihak dalam proses pengambilan keputusan maupun penyusunan draf Stranas REDD+ (preparedness mechanism)

Terdapat proses pertemuan awal yang dilakukan oleh CSO ataupun •

Pemerintah daerah untuk mempersiapkan para pihak di daerah untuk mengikuti proses-proses konsultasi publik

Proses-proses konsultasi dilakukan dengan metode dan mekanisme yang ;

tidak memarjinalkan pihak tertentu

Tersedianya informasi dasar yang dini dan mudah didapat atau dijangkau •

oleh pihak-pihak yang rentan/posisi minoritas

Proses konsultasi menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh •

pihak-pihak tertentu

Terdapat penjelasan jika menggunakan istilah-istilah atau pengertian-•

pengertian teknis yang berasal dari kata asing

2.2. Prinsip

Transparansi

2.2.1. Pengertian Prinsip Transparansi

Dalam konteks pembuatan kebijakan, prinsip transparansi dimaknai sebagai prinsip keterbukaan, kejujuran dan kejelasan, dimana seluruh aspek kebijakan publik mulai dari tingkat perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi disampaikan kepada publik dengan terbuka, jujur, sangat jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi atau disamarkan secara sengaja. Juga bermakna bahwa memiliki

(28)

menyediakan mekanisme atau saluran bagi publik untuk tidak hanya mengakses tetapi juga memberikan respon atau tanggapan terhadap kebijakan publik.

2.2.2. Indikator Prinsip Transparansi

Prinsip transparansi dapat ditunjukkan dengan ukuran-ukuran sebagai berikut:

Penyediaan laporan publik yang bisa diakses oleh publik, tepat waktu, dan ;

jelas yang menjelaskan progres dan hasil dari tahapan pembuatan Stranas: Penyediaan informasi dasar atau laporan dan materi yang bisa diakses oleh •

publik, baik melalui media massa, website, mailing list, atau di tempat-tempat khusus yang mudah dijangkau.

Peserta konsultasi mendapatkan draf Stranas secara dini dan dengan •

waktu yang mencukupi untuk mempelajarinya sebelum mengikuti konsultasi

Ketersediaan/kelengkapan informasi dasar tentang isu REDD+: ;

Terdapat penjelasan lengkap mengenai aspek teknis/scientifi c issues •

terkait dengan REDD+ yang dapat dimengerti oleh peserta konsultasi Konsultasi dilakukan dengan menggunakan bahasa yang mudah •

dimengerti oleh seluruh peserta konsultasi terutama masyarakat adat dan kelompok rentan lainnya.

Terdapat mekanisme umpan balik (

; feedback) yang jelas dan terukur terhadap

masukan hasil konsultasi publik:

Terdapat tanggapan resmi dari penyelenggara terhadap masukan dan •

tanggapan yang diperoleh dari hasil konsultasi publik

Terdapat saluran informasi yang bisa digunakan publik untuk sewaktu-•

waktu mengecek status perkembangan pembahasan draf Stranas atau status masukan yang telah mereka sampaikan sebelumnya

2.3. Prinsip

Kredibilitas

2.3.1. Pengertian prinsip kredibilitas

Kredibilitas adalah prinsip yang mengandung pemahaman bahwa proses pengembangan Stranas REDD+ merupakan proses yang dikelola oleh kelembagaan atau orang-orang yang memiliki reputasi, dan dengan proses yang iklusif dan transparan atau dapat dipercaya. Dalam konteks seperti ini, perumusan kebijakan REDD+ juga mengadung pengertian bahwa baik substansi maupun proses perumusannya didasarkan pada mandat atau legalitas yang

(29)

jelas serta didukung dengan informasi, data atau fakta yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan atau dapat diverifi kasi kebenarannya.

2.3.2. Indikator prinsip kredibilitas

Prinsip ini ditunjukkan dengan ukuran-ukuran sebagai berikut: ;

Menggunakan data dan informasi yang akurat atau

; reliable, dapat dipercaya

(trustworthiness), dapat diakses dan dicek kembali serta terbuka untuk masukan semua pihak pada semua tataran.

Proses pengembangan Stranas melibatkan para ahli, akademisi dan pemangku ;

kepentingan yang mengalami dan memahami konsep maupun realitas masalah dan kepentingan-kepentingan yang terkait dengan REDD+.

Tanggapan dan masukan atau aspirasi para pemangku kepentingan dibahas ;

secara mendalam serta dicatat dan dipertimbangkan didalam perumusan Stranas REDD+.

Ada mekanisme umpan balik (

; feedback) yang memungkinkan partisipan atau

pemangku kepentingan dapat mengecek atau bisa mendapatkan penjelasan mengenai status masukannya.

2.4. Prinsip Institutionalitas

2.4.1. Pengertian prinsip institusionalitas

Prinsip institusionalisasi mengacu pada pemahaman bahwa proses pengembangan Stranas REDD+ dilakukan dengan pendekatan yang mengarah pada proses pelembagaan ide-ide, pengetahuan, nilai-nilai, dasar hukum, sumberdaya, serta struktur dan mekanisme yang menggambarkan enam aspek dasar yaitu keteraturan, otonomi, adaptabilitas, kekomprehensifan, koherensi dan fungsionalitas. Dalam konteks ini, proses pelembagaan kebijakan REDD+ dipandang sebagai bagian yang kontinum dari berbagai gagasan atau proses penataan pengelolaan kebijakan kehutanan yang sudah berjalan sebelum adanya LoI (Letter of Intent) antara pemerintah RI dan Norwegia beberapa waktu lalu.

Selain itu, pelembagaan ini juga merupakan upaya mengintegrasikan dan membangun kesesuaian antar berbagai gagasan, kepentingan dan kelembagaan yang berbeda-beda untuk mengefektifkan pelaksanaan kebijakan REDD+ di Indonesia.

(30)

2.4.2. Indikator prinsip institusionalisasi

Prinsip kelembagaan dapat ditunjukan dengan ukuran-ukuran sebagai berikut: Keteraturan

; : mengacu pada pemahaman bahwa pelembagaan REDD+

dilakukan dengan proses yang teratur, sistemik, mudah dikontrol, dan melalui pentahapan yang jelas.

Fungsional

; : mengacu pada pemahaman bahwa pelembagaan REED+

bersifat fungsional, dalam arti mewadahi berbagai kepentingan yang terkait dengan pengembangan strategi REDD+

Otonomi

; : mengacu pada pemahaman bahwa pelembagaan REDD+:

sangat menghargai dan mengakui otonomi berbagai kelompok masyarakat •

adat atas model atau pendekatan kearifan dalam pengelolaan hutan dan sumberdaya alam setempat

mengakui otonomi dan kewenangan berbagai lembaga lainnya yang sudah •

diatur atau ditetapkan undang-undang

mengintegrasikan model atau pendekatan dan kewenangan tersebut •

kedalam sistem kelembagaan REDD+

menghargai berbagai keberagaman kepentingan dalam proses pengambilan •

keputusan tentang Stranas, kelembagaan, dan pembiayaan REDD+. Adaptasi

; : mengacu pada pemahaman bahwa proses maupun hasil REDD+ mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan dan terbuka untuk penyempurnaan baik secara inkremental maupun perubahan mendasar sesuai kebutuhan dan kapasitas sumberdaya.

Komprehensif

; : mengacu pada pemahaman bahwa muatan substansi

strategi maupun kelembagaan REDD+ haruslah komplit dalam artian mengetengahkan gambaran tentang kondisi hutan dan lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi deforestasi dan degradasi, baik itu menyangkut ketidakseimbangan penggunaan ruang, problem kelembagaan, governance, dan ekonomi. Juga menggambarkan apa dan bagaimana strategi yang harus dikembangkan untuk menjawab masalah yang ada serta bagaimana keterkaitan antar keduanya.

Koherensi

; : mengacu pada pemahaman bahwa masing-masing pihak

dan masing-masing sub sistem di dalam keseluruhan sistem dan proses pengembangan REDD+ memiliki koherensi satu dengan lainnya.

(31)

3. Prasyarat Keberhasilan Implementasi Prinsip Dasar

Keempat prinsip ini dianggap penting dengan asumsi bahwa dengan menggunakan keempat prinsip seperti itu maka proses pengembangan strategi diharapkan benar-benar memberikan jaminan terhadap kehandalan rumusan strategi dan kelembagaan yang dihasilkan. Juga bisa memberikan kejelasan dan kepastian terhadap hak-hak atau kepentingan-kepentingan para pihak dalam kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia.

Walau demikian, dibutuhkan sejumlah prasyarat untuk bisa mengimplementasikan keempat prinsip tersebut dalam perumusan kebijakan REDD+. Prasyarat-prasyarat tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:

3.1. Prinsip inklusifi tas mempersyarakatkan adanya:

Adanya konsultasi dengan para pihak yang bertanggung jawab dalam •

implementasi Stranas REDD+, antara lain adalah sektor-sektor terkait seperti Kementrian Kehutanan, Kementrian Pertanian, Kementrian Pertambangan, Kementrian Pekerjaan Umum, Kementrian Lingkungan Hidup, pemda, dan dinas-dinas terkait di level sub-nasional baik propinsi maupun kabupaten.

Adanya konsultasi dengan para pihak yang akan terkena dampak dari •

kebijakan REDD+, antara lain adalah masyarakat adat atau masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar hutan, dan para pemegang konsesi penggunaan hutan.

Adanya konsultasi dengan para pihak yang relevan dan terkait secara •

tidak langsung dengan kebijakan ini, antara lain organisasi masyarakat sipil, para akademisi dan para pewarta.

3.2. Prinsip transparansi mempersyaratkan adanya penyediaan informasi dasar yang jelas dan komprehensif serta mekanisme pelaporan publik yang tepat waktu, relevan, dan mudah diakses oleh siapapun.

3.3. Prisip kredibel mempersyaratkan adanya:

Keterlibatan kelembagaan atau orang-orang yang memiliki reputasi •

(32)

Mekanisme input dan output informasi atau komunikasi yang •

memungkinkan para pihak atau publik mengetahui dan memberikan tanggapan terhadap substansi maupun seluruh tahapan perumusan Stranas.

3.4. Prinsip institusionalitas mempersyaratkan:

Keterlibatan secara intensif pihak-pihak yang mewakili keragaman •

gagasan, kepentingan dan pengalaman yang terkait dengan proses pengelolaan sektor kehutanan.

Kesediaan semua pihak untuk membuka dan menganalisis secara •

transparan dan komprehensif mengenai berbagai masalah dan kepentingan-kepentingan dalam pengelolaan sektor kehutanan.

Adanya mediasi yang baik untuk mempertemukan berbagai aspirasi •

kepentingan maupun model pengelolaan yang berbeda.

Terpenuhinya prasyarat-prasyarat yang berkaitan dengan prinsip •

(33)

BAB III

TAHAPAN DAN HASIL PROSES PERUMUSAN

STRATEGI NASIONAL REDD+

Proses penyusunan draf Stranas REDD+ dilakukan melalui proses yang cukup panjang dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip yang telah dijelaskan pada Bab II. Dengan mengacu kepada keempat prinsip tersebut, penyusunan Stranas REDD+ dimulai dengan pembentukan Tim Penyusun, dilanjutkan dengan sejumlah pertemuan awal, penulisan draf, serta konsultasi di tingkat pusat dan daerah. Keseluruhan proses yang dilaksanakan ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1: Tahapan Proses

Konsultasi Region Jawa Yogyak arta, 30/9- 1/10/2010

Pertemuan Tim Pengarah Bappenas, 24/9/2010 Peny empurnaan Draft 0

21-23/8/2010

Pertemuan Tim Pelak sana Bappenas, 24/8/2010 Pertemuan Tim Pelaksana: Pembentukan Tim Penyusun Bappenas, 16/7/ 2010 Kemenhut, 22/7/2010 Pertemuan Fasilitator Persiapan Konreg ( Konsultan Regional) B ogor, 24-26/9/2010 Konsultasi Region Bali, Nusa Tenggara, Maluku

Senggigi, 7-8/10/2010

Konsultasi Region Sumatera bagian utara dan selatan

Banda Aceh, 11-12/10/2010 Konsultasi Region Sulaw esi Palu, 14- 15/10/2010 Konsultasi Region Kalimantan Palangk a Raya, 14- 15/10/2010

Konsultasi Region Papua Jay apura, 18-19/10/2010

Konsultasi Region Sumatera bagian timur Jambi, 21- 22/10/2010

Draft 0 per 24/8/2010

Draft 1 per 23/9/2010

Konsultasi Para Ahli Nasional dan Internasional

Bali, 31/10- 3/11/2010 Konsinyering Tim Penulis

Bogor, 23- 26/10/2010 Aston M arina, 28-30/10/2010

Draf t per 10/11/2010 Pertemuan Tim Pengarah

Bappenas, 5/11/2010 Konsultasi Nasional Bappenas, 10/11/2010 Ranc angan Stranas REDD+ Executive S ummary Buku Proses Penyusunan Pertemuan Tim Pelaksana

Aryaduta, 19/8/2010 Konsinyering Tim Penulis

(Workshop REL) Bogor, 11-13 dan 15- 16/8/2010

Pertemuan Tim Pelak sana Bogor, 1/9/2010 Pertemuan Tingkat Eselon I

Bappenas, 3/8/2010 Pertemuan Tim Penulis

Bogor, 2/8/2010

Kunjungan Awal Konreg Palu, 7/9/2010

Kunjungan A wal Konreg Ac eh, Papua, Palangka Raya, Jambi,

26-30/9/2010

Pertemuan Tim Pengarah Bappenas, 3/9/2010

Peny empurnaan Draft O ? Draft 0 per 19/8/2010

Konsinyering Tim Penulis Bali, 3-5/11/2010 Draft per 5/11/2010

Penyempurnaan Draft 6-9/11/2010

(34)

Secara umum tahapan proses penyusunan yang dilakukan sejak Juli hingga November 2010 dapat dibagi dalam empat bagian pokok, yaitu tahapan pra penyusunan dokumen Stranas REDD+; tahapan penyusunan dokumen Stranas REDD+; tahapan konsultasi publik; dan tahapan keputusan tentang status hasil rumusan Stranas REDD+. Proses ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Tahapan Pra Penyusunan Dokumen Stranas REDD+

1.1. Proses dan Hasil

Tahap pra penyusunan dokumen Stranas REDD+ dimulai semenjak Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memberikan tugas dan kewenangan kepada Bappenas untuk mengkoordinasi penyusunan stranas REDD+. Sejalan dengan pemberian mandat kepada Bappenas, Kemenkoperek juga memberikan mandat kepada Kemenhut untuk melakukan proses pemilihan wilayah prioritas pelaksanaan REDD+ dan mandat kepada UKP4 untuk merumuskan kelembagaan REDD+. Menindaklanjuti mandat dari Kemenko, Bappenas, dengan dukungan, Kemenhut, Kementrian Pertanian dan UN-REDD melakukan rapat konsultasi dengan para pihak. Salah satu rapat ini adalah pembentukan Tim Penyusun Stranas REDD+ pada tanggal 22 Juli 2010 yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Tim Pengarah bertugas untuk memantau proses penyusunan Stranas REDD+ dan memberikan arahan kepada Tim Pelaksana terkait dengan proses pengintegrasian Stranas REDD+ dengan kebijakan pemerintah di sektor yang lain. Tim Pengarah diketuai oleh Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Bappenas dan beranggotakan sejumlah pejabat Eselon 1 di sektor terkait (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Susunan Tim Pengarah Penyusunan Stranas REDD+

Ketua Wakil Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Sekretaris Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas

Anggota: Direktur Jenderal Planologi, Kementerian Kehutanan; Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Kementerian Kehutanan;

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan;

Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perlindungan Hutan, Kementerian Kehutanan;

(35)

Selain Tim Pengarah, struktur Tim Penyusun Stranas REDD+ juga dilengkapi dengan Tim Pelaksana. Tim Pelaksana bertugas menyusun konsep awal Stranas REDD+ dan melakukan konsultasi dengan para pemangku kepentingan untuk menghimpun masukan dan tanggapan lalu mengintegrasikan masukan dan tanggapan tersebut ke dalam konsep draf Stranas REDD+ yang disusun. Draf ini kemudian dikonsultasikan secara intensif dengan tim Pengarah untuk mendapatkan masukan. Tim Pelaksana terdiri dari pejabat Eselon II dari kementerian terkait dan perwakilan organisasi masyarakat sipil Civil Society Organisation (CSO) yang terdiri dari Organisasi non pemerintah ditingkat internasional (INGOs) dan Organisasi non-pemerintah ditingkat nasional (NGOs) (lihat Tabel 2).

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kehutanan Kementerian Pertanian;

Staf Ahli Bidang Kemitraan, Kementerian Kehutanan; Staf Ahli Bidang Lingkungan, Kementerian Kehutanan; Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pertanian;

Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional;

Deputi Bidang Survei Dasar Sumber Daya Alam, Badan Koordinasi Pemetaan dan Survei Nasional;

Direktur Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum; Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup; Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

Direktur Jenderal Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri;

Deputi I, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan;

Penasehat Presiden Bidang Perubahan Iklim/Kepala Sekretariat, Dewan Nasional Perubahan Iklim.

(36)

Tabel 2. Susunan Tim Pelaksana

Ketua Direktur Konservasi dan Sumber Daya Air Kementrian PPN/Bappenas

Sekretaris Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementrian Kehutanan.

Anggota Direktur Bina Rencana dan Pemanfaatan Hutan Produksi, Kementerian Kehutanan;

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, Kementerian Kehutanan;

Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian Pertanian;

Direktur Budidaya Tanaman Tahunan, Kementerian Pertanian; Kepala Pusat Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional;

Kepala Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional;

Direktur Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas; Direktur Pangan dan Pertanian, Kementerian PPN/Bappenas; Hariadi Kartodihardjo, Institut Pertanian Bogor;

Rizaldi Boer, Institut Pertanian Bogor; Mas Achmad Santosa, UNDP Indonesia; Daniel Murdiyarso, CIFOR;

Sonya Dewi, ICRAF; Wahjudi Wardojo, TNC; Iwan Wibisono, WWF; Iwan Wijayanto, CI; Rino Subagio, ICEL; Abdon Nababan, AMAN; Emmy Hafield, Kemitraan

(37)

Untuk mendukung pelaksanaan tugasnya, Tim Pelaksana dan Tim Pengarah dibantu oleh UN-REDD telah membentuk sekretariat bersama penyusunan Stranas REDD+. UN-REDD mendukung secara fi nancial seluruh proses penyusunan Stranas REDD+. Selain itu, UN-REDD dengan persetujuan Tim Pelaksana membentuk Tim Penulis Stranas REDD+ yang bertugas untuk menerjemahkan outline yang telah disusun oleh Tim Pelaksana kedalam bentuk draf narasi strategi nasional. Keanggotaan Tim Penulis disusun dari berbagai unsur yang mewakili sektor kehutanan, pertanian, serta aspek hukum dan terdiri dari perwakilan dari Bappenas, Kemenhut, Kementan, UNDP, ICEL, dan tenaga ahli yang dikontrak untuk membantu menuliskan draf Stranas REDD+. Selain itu, dibentuk juga Tim Penulis proses, yang bertugas menulis seluruh proses dan pembelajaran yang dapat diambil dari penyusunan Stranas REDD+, mulai dari tahapan awal hingga Stranas REDD+ diserahkan oleh Bappenas kepada Satgas REDD+ (lihat Tabel 3).

Tabel 3. Susunan Tim Penulis Dokumen Stranas REDD+ dan Tim Penulis Proses

TIM PENULIS DOKUMEN STRANAS

TIM PENULIS PROSES PENYUSUNAN STRANAS

Lukita Dinarsyah Tuwo Rio Ismail

Endah Murningtyas Rini Astuti

Sri Yanti Basah Hernowo Wahyudi Wardojo Nur Masripatin Ruandha Sugardiman Nur Masripatin Nur H. Rahayu Hariadi Kartodihardjo Ngaloken Ginting Mahyuddin Syam Pungky Widiaryanto Abdul Wahib Situmorang Robi Rohana

(38)

1.2. Analisis Terhadap Proses

Dari hasil analisis dokumen dan proses yang terjadi, proses pembentukan Tim Pengarah merupakan proses internal yang terjadi dalam lembaga pemerintah. Susunan Tim Pengarah secara keseluruhan berasal dari unsur pemerintah yang bertujuan agar masing-masing sektor kementrian dapat mensinergikan arah Stranas REDD+ dengan kebijakan di sektor terkait. Secara ide, susunan Tim Pengarah yang hanya berasal dari satu unsur pihak memang akan memudahkan sistem koordinasi, akan tetapi hal ini mengurangi semangat multipihak prinsip inklusif yang diarusutamakan oleh Bappenas.

Dilain pihak struktur Tim Pelaksana lebih beragam dan mengakomodir unsur CSO, masyarakat adat dan akademisi didalamnya. Orang-orang yang masuk dalam struktur Tim Pelaksana diseleksi berdasarkan pertimbangan keahlian dan komitmen. Dimasukkannya unsur masyarakat adat, CSO dan akademisi dalam struktur Tim Pelaksana dapat menjamin proses-proses pengambilan keputusan yang tidak hanya mempertimbangkan satu sudut pandang, akan tetapi lebih beragam dan multipihak. Meskipun demikian, komposisi Tim Pelaksana belum menyertakan unsur keterwakilan kelompok yang rentan posisinya dalam pengelolaan kehutanan, yaitu kelompok perempuan.

Aspek lain yang sempat memunculkan pertanyaan dari beberapa pihak adalah soal legitimasi atau mandat kerja Tim Pengarah dan Tim Pelaksana. Pembentukan kedua tim ini memang tidak didukung dengan dasar hukum semacam Surat Keputusan pembentukan tim. Namun pada saat melaksanakan tugasnya, kedua tim telah menunjukkan komitmen yang tinggi dalam proses penyusunan Strannas REDD+.

Dari berbagai diskusi yang dilakukan pada tingkat internal Tim Pengarah dan Tim Pelaksana, nampak bahwa kehadiran strategi nasional REDD+ memang sangat diperlukan sebagai acuan Nasional. Meskipun demikian, tahapan proses pra penyusunan draf Stranas REDD+ belum banyak dipublikasikan. Hanya dilaporkan secara singkat dan tidak intensif didalam website UN (United Nation) Indonesia, dan belum disinggung sama sekali didalam website Bappenas. Karena itu tidak banyak pihak yang mengetahui hal ini sejak pada tingkatan pra perumusan Stranas REDD+. Keterbatasan ini kemudian diatasi dengan cara meningkatkan intensitas komunikasi dengan pihak-pihak yang dinilai penting untuk dimintai pendapat.

(39)

Jika dilihat dari aspek-aspek prinsip kredibilitas proses pra penyusunan draf Stranas REDD+ dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian di sektor-sektor yang sangat relevan dengan REDD+. Orang-orang yang berada dalam struktur Tim Pengarah, Tim Pelaksana dan Tim Penulis adalah orang-orang yang memahami realitas dan konteks masalah kehutanan di Indonesia. Selain itu, proses ini dikoordinasi oleh Bappenas yang bekerjasama dengan Kementrian Kehutanan dan difasilitasi oleh UN-REDD. Ketiga lembaga ini merupakan lembaga yang memiliki kredibilitas, struktur, akses terhadap data dan informasi serta memiliki keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan mandat penyusunan Stranas REDD+.

Pada tahapan ini proses penyusunan stranas telah menghadirkan berbagai kelembagaan yang memiliki kredibilitas dan kapasitas memadai. Namun demikian, ada beberapa aspek mendasar yang belum dilakukan berdasarkan dengan prinsip institusionalitas. Pertama, ketidaklengkapan unsur para pihak di dalam struktur Tim Pengarah justru dapat menghambat proses integrasi nilai, pemahaman dan kepentingan dalam pelembagaan REDD+. Hal ini dapat berakibat pada tidak terakomodasi prespektif dan beberapa isu mendasar dari kepentingan para pihak yang tidak terwakili, sehingga menurunkan tingkat kepercayaan para pihak terhadap proses yang terjadi. Kedua, integrasi dan kohesi antar elemen penting dalam proses pelembagaan tidak terbangun sejak dini karena adanya proses yang terpisah antara perumusan dokumen Stranas REDD+ yang dijalankan oleh Bappenas dengan perumusan sistem kelembagaan dan pendanaan yang dijalankan oleh UKP4.

2. Tahap Penyusunan Dokumen Stranas REDD+

2.1. Penulisan Draf O dan Draf 1

Tahap penulisan rancangan Stranas REDD+ dimulai ketika Tim Penulis mulai menerjemahkan arahan dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana kedalam draf Stranas REDD+ pada tanggal 2 Agustus 2010. Draf 0 memiliki 9 bagian utama yang dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut (Box 1).

(40)

Box 1: Kerangka utama Draf 0 Stranas REDD+ Per 19 Agustus 2010 1) Pendahuluan yang berisi latar belakang penyusunan Stranas REDD+ antara lain

adalah komitmen politik Presiden Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% pada 2020, penandatanganan surat niat antara Indonesia dengan Norwegia yang menjadi salah satu momentum perumusan Stranas REDD+ dan keinginan Indonesia untuk memperbaiki tata kelola hutan menjadi lebih berkelanjutan.

2) Pengertian. Pada bab ini dibahas beberapa definisi utama yang akan dipakai

secara terus menerus dalam Stranas misalnya definisi hutan, deforestasi, degradasi dll.

3) Visi dan tujuan yaitu tercapainya penurunan emisi GRK dan peningkatan

simpanan karbon yang berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kualitas sumber daya alam hayati

4) Dasar hukum yang terkait dan relevan dengan isu REDD+

5) Prasyarat REDD+ yang menjelaskan mengenai ruang lingkup dan time frame

Stranas REDD+

6) Analisa kondisi dan permasalahan yang mengidentifikasi 6 hal utama

penyebab deforestasi di Indonesia yaitu: persoalan tata ruang, lemahnya tata kelola hutan, lemahnya kapasitas unit manajemen hutan, governance dan persoalan kemiskinan.

7) Strategi utama yang terdiri dari penguatan kondisi pemungkin dan strategi

penyempurnaan pembangunan sektor pengelolaan hutan

8) Program utama untuk implementasi REDD+

9) Monitoring dan Evaluasi yang menjelaskan kerangka monitoring dan evaluasi

(41)

Pada tanggal 19 Agustus 2010 di Hotel Arya Duta, Tim Penulis mempresentasikan draf 0 Stranas REDD+ didepan Tim Pelaksana untuk mendapat masukan dan tanggapan. Beberapa isu krusial yang muncul pada sesi diskusi antara lain mengenai:

a) Struktur dan substansi dokumen

Sebagai sebuah dokumen strategi, Stranas REDD+ diharapkan memiliki tujuan, ruang lingkup,dan jangka waktu (time frame) yang jelas. Sebuah strategi biasanya memiliki kerangka logis (Logframe) yang dilengkapi dengan output, indikator capaian, aktor pelaksana, dan analisa resiko yang jelas. Selain itu, dalam pertemuan ini muncul harapan bahwa secara substansi, Stranas REDD+ harus komprehensif dan memiliki keterkaitan dengan rancangan kelembagaan REDD+ dan rancangan mekanisme pembiayaan REDD+.

b) Posisi Stranas REDD + terhadap RAN GRK

Dalam proses pertemuan muncul pertanyaan dari peserta, apakah Stranas REDD+ merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK). Jika implementasi REDD+ di Indonesia merupakan bagian dari skema upaya pengurangan emisi sebesar 26% dengan sukarela atau 41% dengan bantuan luar negeri pada 2020, maka sebaiknya Stranas REDD+ merupakan bagian tak terpisahkan dari RAN GRK. Sehingga secara substansi Stranas REDD+ harus terkait dengan RAN GRK.

Di lain pihak, terdapat anggapan bahwa memasukan Stranas REDD+ sebagai bagian dari RAN GRK justru akan memperberat beban mitigasi yang harus ditanggung oleh Indonesia. Hal ini terjadi karena jika REDD+ merupakan bagian dari RAN GRK, maka Indonesia harus membiayai pelaksanaan REDD+ sebagian dari dana APBN. Sebaiknya REDD+ didesain sebagai aktifi tas pengurangan emisi GRK yang khusus didanai dari bantuan luar negeri (termasuk dalam 41% target pengurangan emisi GRK dengan bantuan luar negeri) bukan dari pembiayaan sukarela Indonesia.

(42)

c) Penggunaan Reference Emissions Level (REL) atau Reference Level (RL) dalam Stranas REDD+

Sesuai kesepakatan ditingkat negosiasi REDD+ ditingkat internasional, REDD+ menggunakan RL sebagai baseline penentuan tingkat emisi referensi. RL terkait tidak hanya dengan aktifi tas yang berkaitan dengan karbon (carbon related activities) akan tetapi juga termasuk aktifi tas non karbon seperti pengelolaan keanekaragaman hayati dan penyediaan jasa lingkungan.

d) Keterbukaan informasi mengenai angka deforestasi nasional

Masih ditemuinya keengganan secara politik ditingkat nasional untuk mengakui angka deforestasi Indonesia yang cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan proses penentuan tingkat emisi referensi menjadi tidak transparan. Keterbukaan dan transparansi diperlukan terutama ketika tingkat emisi referensi ini didiskusikan dengan para pihak di tingkat sub-nasional (provinsi, kabupaten, kota).

e) Konsultasi yang melibatkan multipihak

Sebuah proses konsultasi penyusunan kebijakan yang multipihak membutuhkan waktu. Hal ini terjadi karena waktu sangat dibutuhkan terutama ketika mendistribusikan informasi kepada para pihak. Waktu juga dibutuhkan oleh peserta konsultasi untuk membaca dan kemudian memberikan respon atau umpan balik. Jika waktu yang tersedia sempit, maka proses penyediaan informasi ini harus intensif.

f) Persoalan yang terkait dengan aspek hukum

Sebagai syarat sebuah kebijakan yang memenuhi aspek hukum, di dalam Stranas REDD+ perlu adanya proses identifi kasi peraturan perundangan yang telah memberi kontribusi percepatan degradasi dan deforestasi. Selain itu, perlu adanya identifi kasi kebutuhan-kebutuhan peraturan perundangan yang belum ada. Misalnya peraturan perundangan untuk memperkuat KPH-KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) yang akan dibentuk dalam rangka mengiplementasikan REDD+. Yang lebih mendasar adalah perlunya harmonisasi peraturan perundangan yang berdasarkan pada Sustainable Forest Management friendly legislation framework. Aspek lainnya yang

(43)

dianggap penting adalah menjadikan REDD+ sebagai momentum untuk membenahi penegakan hukum pada sektor kehutanan.

g) Tenurial dan hak masyarakat adat

Pentingnya pengakuan hak masyarakat adat sebagai salah satu syarat sukses implementasi Stranas REDD+. Selain itu, Stranas REDD+ diharapkan dapat mengakomodasi prinsip Free Prior Informed Consent (FPIC) dalam strateginya sebagai jaminan akan akses dan kontrol masyarakat adat terhadap proses-proses pengambilan keputusan.

Pada tanggal 24 Agustus 2010, diadakan pertemuan kedua Tim Pelaksana di Bappenas untuk memberikan masukan secara lebih lanjut kepada draf Stranas REDD+. Pertemuan ini dihadiri oleh Tim Penulis dan Tim Pelaksana. Beberapa isu krusial yang muncul pada proses diskusi adalah:

a) Perlunya review dari para ahli terhadap draf Stranas REDD+

Agar proses penyusunan Stranas REDD+ lebih sempurna, diusulkan agar dalam salah satu tahapan prosesnya melibatkan para ahli REDD+ ditingkat nasional dan internasional. Para ahli REDD+ yang memiliki pengetahuan yang relevan terkait dengan REDD+ tersebut dianggap penting untuk dilibatkan dalam memberikan tanggapan dan review terhadap draf yang ada.

b) Benefi t Sharing

Mekanisme benefi t sharing yang fair dan adil merupakan salah satu prasyarat terlaksananya REDD+ dengan baik. Untuk itu, Stranas REDD+ perlu membahas dan memberikan usulan petunjuk teknis mengenai mekanisme benefi t sharing yang baik.

c) Posisi Stranas REDD + dengan kebijakan pembangunan yang lain

Dalam proses pertemuan, salah satu usulan yang kuat adalah perlunya penjelasan hubungan antara Stranas REDD+ dengan aturan kebijakan yang lain misalnya RPJM, renstranas Kehutanan dan pertanian.

(44)

Berdasarkan masukan yang diperoleh dari pertemuan pada tanggal 19 dan 24 Agustus 2010, Tim Penulis memperbaiki draf 0 Stranas REDD+ menjadi draf 1 Stranas REDD+ yang dikeluarkan pada tanggal 26 Agustus 2010 (Lampiran 2) dengan kerangka utama ditampilkan dalam box 2. Beberapa perbedaan utama draf Stranas REDD+ versi 19 Agustus 2010 dengan versi 26 Agustus 2010 antara lain adalah:

• Pada Stranas REDD+ versi 26 Agustus 2010 terdapat penjelasan yang lebih terstruktur pada bab tersendiri mengenai sistem MRV (Measurement, Reporting and Verifi cation) REDD+ di Indonesia.

• Pada Stranas REDD+ versi 26 Agustus terdapat penjelasan mengenai mekanisme pengarusutamaan Stranas REDD+ dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dan RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) dan kebijakan pembangunan yang lain.

Box 2: Kerangka utama Draf 1 Stranas REDD+ Per 26 Agustus 2010 1) Kata Pengantar dari Wakil Menteri PPN

2) Ringkasan Eksekutif

3) Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, visi dan tujuan Stranas

REDD+, dasar hukum, ruang lingkup Stranas, dan pengertian atau definisi

4) Bab II Analisis kondisi dan permasalahan yang mendeskripsikan emisi dari

sector penggunaan lahan dan kehutanan di Indonesia. Selain itu, bab ini juga menggambarkan kondisi deforestasi dan degradasi hutan serta penyebab utamanya. Bab II ditutup dengan penjelasan mengenai kondisi kesiapan implementasi REDD+ di Indonesia.

5) Bab III Strategi nasional REDD+ yang menjabarkan tiga strategi utama

pelaksanaan REDD+ di Indonesia yaitu: strategi pemenuhan prasyarat, strategi pemenuhan kondisi pemungkin, dan strategi reformasi pembangunan sector.

6) Bab IV berisi penjelasan mengenai pembangunan sistem MRV 7) Bab V merupakan penjelasan sistem pengadministrasian dan

(45)

Terdapat dua pertemuan lain yang diselenggarakan oleh Bappenas bekerjasama dengan UN-REDD dalam rangka mengkonsultasikan draf 1 Stranas REDD+ versi 26 Agustus 2010 kepada para pihak. Pertemuan pertama adalah pertemuan dengan Civil Society Forum for Climate Justice (CSF) yang diselenggarakan pada tanggal 27 Agustus 2010 (notulen terdapat pada lampiran 19). Pertemuan kedua adalah pertemuan dengan Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian dan DNPI (Dewan Nasional Perubahan Iklim) yang dilaksanakan pada tanggal 7 September 2010. Beberapa isu krusial yang muncul pada kedua pertemuan ini adalah isu safeguard mechanism; complaint mechanism; penjabaran FPIC dalam Stranas REDD+; defi nisi hutan; dan faktor-faktor penyebab utama deforestasi dan degradasi.

Selain melalui proses konsultasi, Bappenas selaku koordinator penyusunan Stranas REDD+ juga meminta masukan secara tertulis kepada sektor-sektor kementrian yang lain seperti Kementrian Kehutanan, Kementrian Pertanian, Pertambangan, Pekerjaan Umum dan Kementrian Keuangan serta organisasi riset yang fokus pada isu kehutanan seperti ICRAF, CIFOR, dll. Berdasarkan masukan dan tanggapan yang diperoleh baik dari proses konsultasi maupun masukan secara tertulis, Tim Penulis merevisi draf 1 Stranas REDD+ versi 26 Agustus 2010 dan menyusun draf 1 Stranas REDD+ versi 23 September 2010 (Lampiran 3) yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut (box 3). Perbedaan utama antara Draf 1 Stranas REDD+ versi 23 September 2010 dengan versi sebelumnya terletak pada Bab V yang sebelumnya berisi pengarusutamaan REDD+ dalam kebijakan pembangunan diganti dengan penjelasan mengenai tahapan pelaksanaan REDD+ di Indonesia. Draf Stranas REDD+ versi 23 September 2010 merupakan bahan dasar untuk proses konsultasi publik yang lebih luas.

(46)

Box 3: Kerangka utama Draf 1 Stranas REDD+ PPN: Perencanaan Pembangunan Nasional Per 23 September 2010

1) Kata Pengantar dari Wakil Menteri PPN 2) Ringkasan Eksekutif

3) Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, visi dan tujuan Stranas REDD+,

dasar hukum, ruang lingkup Stranas, dan pengertian atau definisi

4) Bab II Analisis kondisi dan permasalahan yang mendeskripsikan emisi dari

sector penggunaan lahan dan kehutanan di Indonesia. Selain itu, bab ini juga menggambarkan kondisi deforestasi dan degradasi hutan serta penyebab utamanya. Bab II ditutup dengan penjelasan mengenai kondisi kesiapan implementasi REDD+ di Indonesia.

5) Bab III Strategi nasional REDD+ yang menjabarkan tiga strategi utama

pelaksanaan REDD+ di Indonesia yaitu: strategi pemenuhan prasyarat, strategi pemenuhan kondisi pemungkin, dan strategi reformasi pembangunan sector.

6) Bab IV berisi penjelasan mengenai pembangunan sistem MRV

7) Bab V merupakan penjelasan tahapan pelaksanaan REDD+ di Indonesia yang

berisi penyusunan Stranas dan RAN REDD+ serta bagaimana menumbuhkan kesiapan dan pelaksanaan tindakan awal

2.2. Analisis terhadap proses

Jika dilihat dari catatan proses, proses penyusunan draf 0 dan draf 1 Stranas REDD+ telah melibatkan perwakilan para pihak dengan cara melakukan pertemuan-pertemuan konsultasi dan permintaan masukan secara tertulis. Upaya ini menunjukkan bahwa proses ini telah menerapkan prinsip inklusif. Satu catatan krusial adalah proses penyusunan draf 0 dan draf 1 belum melibatkan para pihak ditingkat sub-nasional (provinsi, kabupaten, kota). Hal ini ternyata menumbuhkan rasa resistensi dari pihak-pihak yang berada di tingkat sub-nasional ketika draf 1 Stranas REDD+ versi 23 September dipresentasikan dalam konsultasi regional.

Gambar

Gambar 1. Tahap Penyusunan Stranas REDD+
Tabel 1. Wilayah Pelaksanaan Konsultasi Regional Regional Jawa  Mataram Sumater Kalimant Sulawesi Papua  Sumater l  m  a I  tan i a II  Provi DIY, DMataMaluAcehKalimKalimSulawSulawPapuKepu Belitu
Gambar 2. Unsur Kepesertaan Dalam Konsultasi Regional
Gambar 1: Tahapan Proses
+5

Referensi

Dokumen terkait

Begitu juga hasil dari penelitian yang dilakukan Ramdhani (2017) menyatakan bahwa kinerja karyawan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas

1) Pengeluaran biaya OP&M terbesar berturut-turut adalah untuk kegiatan pemeliharaan saluran dan bangunan yaitu 40,5% dan untuk kegiatan operasi 25,06%, sehingga

The Relationship between Premenstrual Symptoms, Menstrual Pain, Irregular Menstrual Cycles, and Psychosocial Stress among Japanese College Students. Journal of

1. Karakteristik konsumen yang membeli produk buah apel impor di kota Surabaya menunjukkan bahwa sebagian besar konsumen berusia sekitar 20-29 tahun yang rata-rata

- Penghapusan cukai atau tarif dalam kalangan negara anggota membolehkan keluaran tempatan dijual kepada pengguna pada harga yang lebih murah. - Persaingan sihat wujud

Untuk 100% tandan kosong jedah waktu untuk mendapatkan flame berikutnya lebih lama hal ini diakibatkan oleh fluktuasi temperatur pada daerah pembakaran dan reduksi sangat tinggi

Berdasarkan hasil penelitian tentang permainan kartu angka modifikatif untuk meningkatkan kemampuan berhitung anak usia dini yang dilaksanakan pada anak kelompok A

Laporan keuangan menunjukan hasil pertanggung jawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.Laporan keuangan berisikan informasi